Desroza_vaksin (939

advertisement
939
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
PENGEMBANGAN VAKSIN BAKTERI UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN
KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus TERHADAP PENYAKIT INFEKSI
Des Roza, Fris Johnny, dan Zafran
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut
Jl. Br. Gondol Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja, Bali 81101
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan pesat budidaya berbagai spesies ikan laut di Indonesia, baik di pembenihan maupun
pembesaran di keramba jaring apung (KJA), ternyata juga diikuti oleh berjangkitnya berbagai jenis penyakit,
baik disebabkan oleh infeksi virus, bakteri maupun berbagai jenis parasit. Suatu penelitian untuk mengetahui
efektivitas vaksin bakteri untuk meningkatkan kekebalan spesifik yuwana kerapu macan telah dilakukan.
Masing-masing sebanyak 100 ekor ikan kerapu ukuran antara 6–8 cm disuntik 0,1 mL/ekor ikan dengan
vaksin anti bakteri secara intra muskular, sedangkan kontrol hanya disuntik dengan PBS. Masing-masing
perlakuan diulang 3 kali. Selanjutnya ikan dipelihara dalam bak beton volume 2 m3 berisi air sebanyak 1,5
m3 masing-masing sebanyak 3 bak untuk perlakuan vaksinasi vaksin bakteri dan 3 bak untuk kontrol. Pada
hari ke-30 dilakukan penyuntikan ulang sebagai booster. Pada hari ke-60 dilakukan sampling darah untuk
dilakukan uji aktivitas titer antibodi. Ikan dipelihara selama 60 hari dan pada akhir percobaan dilakukan uji
tantang. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat imunitas dan sintasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
titer antibodi kelompok ikan yang divaksin lebih tinggi (1/64) dibanding kontrol (1/4). Begitu juga dengan
sintasan di mana sintasan rata-rata pada kelompok ikan yang divaksin lebih tinggi (80%) dibanding kontrol
(56%). Sintasan ikan hasil uji tantang adalah 87% dan kontrol 66%. Hasil ini membuktikan bahwa vaksin yang
diberikan efektif meningkatkan kekebalan spesifik yuwana kerapu macan.
KATA KUNCI:
vaksin bakteri, Epinephelus fuscoguttatus, imunitas spesifik
PENDAHULUAN
Ikan kerapu merupakan salah satu andalan Indonesia sebagai penghasil devisa dari komoditas
perikanan. Karena itu, tidak heran kalau banyak pengusaha yang berani menanamkan investasi dalam
bidang budidaya kerapu di berbagai wilayah perairan Indonesia. Perkembangan usaha budidaya
kerapu ini ternyata diikuti pula oleh berjangkitnya berbagai jenis penyakit baik yang disebabkan
oleh infeksi virus, bakteri, parasit maupun oleh penyakit non-infeksi seperti malnutrisi dan deformiti.
Seiring dengan pengiriman atau penyebaran ikan kemana-mana, maka potensi penyebaran penyakit
yang terbawa bersama ikan, air, maupun alat-alat pengangkutan akan semakin luas.
Dari kelompok bakteri, umumnya adalah dari genus Vibrio dan Streptococcus. Penyakit pada ikan
dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, antara lain dengan perbaikan lingkungan, karena penyakit
biasanya berkembang apabila lingkungan jelek sehingga ikan stres. Selain itu, perbaikan nutrisi juga
memegang peran penting dalam meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit. Sampai saat ini
metode yang umum digunakan untuk menanggulangi penyakit pada ikan budidaya adalah pengobatan
dengan zat kimia atau antibiotik. Pemakaian zat kimia atau antibiotik ini sangat berisiko tinggi
karena dapat menimbulkan resistensi bakteri, terjadinya akumulasi residu antibiotik tersebut dalam
tubuh ikan serta berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka metode yang efektif dan praktis untuk penanggulangan kasus penyakit adalah melalui
peningkatan kekebalan tubuhnya dengan vaksinasi.
Vaksinasi diyakini dapat memberikan kekebalan spesifik pada ikan terhadap penyakit tertentu.
Beberapa penelitian pendahuluan telah membuktikan bahwa ikan kerapu memberikan respons positif
terhadap inaktif vaksin anti bakteri (Egidius, 1987; Austin & Austin, 1993; Evelyn, 2002; Tendencia
& Lavilla-Pitogo, 2004; Johnny & Roza, 2005; Roza & Johnny, 2007). Vaksin merupakan suatu produk
biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau
dimatikan dan dapat merangsang timbulnya kekebalan tubuh spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
940
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas vaksin bakteri dalam meningkatkan kekebalan
spesifik ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Diharapkan dengan vaksinasi menggunakan
vaksin bakteri dapat dijadikan alternatif sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi di hatceri yang
efektif dan efisien tanpa menimbulkan dampak negatif.
BAHAN DAN METODE
Pembuatan Vaksin Bakteri di Laboratorium
Vaksin bakteri dibuat dari bakteri Vibrio harveyi dengan cara dikultur secara massal pada media
TSA + 2% NaCl selama 24 jam pada suhu 27°C. Bakteri tersebut dipanen dan dikultur pada media TSB
+ 2% NaCl selama 24 jam, setelah itu, bakteri dimatikan dengan formalin 0,5% dan disimpan pada
suhu 27°C selama 24 jam. Selanjutnya dicuci sebanyak 3 kali melalui sentrifugasi selama 15 menit
dengan kecepatan 3.200 rpm pada suhu 4°C untuk menghilangkan formalin. Kepadatan bakteri diatur
1010 cfu/mL. Vaksin bakteri disimpan dalam kulkas sampai digunakan.
Uji Aplikasi Vaksin Bakteri Pada Benih Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus di Hatcheri
Masing-masing sebanyak 100 ekor ikan kerapu macan ukuran antara 6–8 cm disuntik 0,1 mL/ekor
ikan dengan vaksin anti bakteri secara intra muskular, sedangkan kontrol hanya disuntik dengan
PBS. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Selanjutnya ikan dipelihara dalam bak beton volume 2
m3 yang berisikan air sebanyak 1,5 m3 masing-masing sebanyak 3 bak untuk perlakuan vaksinasi
vaksin bakteri dan 3 bak untuk kontrol.
Pada hari ke-30 dilakukan penyuntikan ulang sebagai booster. Pada hari ke-60 dilakukan sampling
darah untuk dilakukan uji aktivitas titer antibodi. Ikan dipelihara selama 60 hari dan pada akhir
percobaan dilakukan uji tantang. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat imunitas dan sintasan.
Koleksi serum dilakukan setiap kali sampling. Sebanyak 3 ekor ikan dari masing-masing perlakuan
dikoleksi darahnya untuk memperoleh serum sebagai bahan uji titer. Darah ikan uji dikoleksi dari
vena anterior. Sampel darah disedot dengan spuit plastik steril volume 1 cc dengan jarum no. 18.
Selanjutnya koleksi darah disimpan dalam tabung mikro (eppendorff). Koleksi darah pada tabung
eppendorff dan diamkan sekitar 3 jam, kemudian disentrifusa dengan minisentrifus kecepatan 6.000
rpm selama 10 menit, setelah disentrifus dipisahkan serum darah ke tabung eppendorff baru dengan
mikropipet. Serum ini siap digunakan untuk uji titer.
Uji Titer
Uji titer adalah prosedur yang disusun dalam seri pengenceran bertingkat dari semua yang diuji.
Setiap pengenceran kemudian diuji aktivitasnya. Perbandingan terbalik pengenceran tertinggi yang
memberi reaksi positif disebut titer dan merupakan ukuran jumlah antibodi dalam serum. Uji titer
dilakukan dalam wadah uji titer 96 sumur.
Uji titer menggunakan sistem penghambatan hemaglutinasi dengan prosedur inokulum bakteri
Vibrio harveyi yang ditambahkan ke masing-masing sumur berjumlah konstan sedang serum yang
diuji diencerkan seri. Pada sumur no. 1 dimasukkan 100 μL serum, kemudian sebanyak 50 μL
dipindahkan pada sumur no. 2, ditambahkan 50 μL PBS pada sumur no. 2 dan diaduk rata, selanjutnya
dipindahkan 50 μL ke sumur no. 3 dengan perlakuan yang sama pada sumur no. 2 dilanjutkan
sampai sumur no. 8. Pada masing-masing sumur mulai no. 1 sampai no. 9 diisikan antigen bakteri
sebanyak 50 μL, dan pada sumur no. 9 hanya berisikan antigen bakteri saja.
Antigen bakteri diperoleh dari penanaman bakteri ke media TSA kemudian dipanen ditambahkan
air laut steril sebanyak 10 mL. Setelah inokulum bakteri dan serum dicampur, digoyang dengan
rotator plate selama 1–3 menit, kemudian didiamkan selama 4–6 jam pada suhu kamar.
Terakhir hemaglutinasi diamati dengan mikroskop sampai sumur yang keberapa terjadinya
hemaglutinasi. Antibodi dinyatakan positif bila terjadi reaksi hemaglutinasi (Tizard, 1988 yang
dimodifikasi). Reaksi hemaglutinasi yang positif terjadi diamati di bawah mikroskop dengan
memperhatikan aglutinasi yang terlihat seperti gelembung bening.
941
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
Uji Tantang
Percobaan ini dilakukan setelah 60 hari perlakuan vaksinasi dengan menggunakan inokulum
Vibrio harveyi dengan penyuntikan secara intramuskular dosis 1 mL/kg bobot ikan. Uji tantang dilakukan
pada bak beton volume 2 m3 berisikan 1,5 m3 air laut masing-masing berisi 50 ekor ikan uji. Parameter yang diamati adalah gejala klinis dan sintasan selama 15 hari pemeliharaan.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil pengukuran titer atibodi pada kedua kelompok ikan (perlakuan vaksin dan kontrol),
menunjukkan bahwa selama penelitian terlihat peningkatan yang nyata pada kelompok ikan yang
diberi vaksin di mana pada akhir penelitian selama 60 hari telah mencapai 1/64 dibanding kontrol
yang hanya 1/4 (Tabel 1). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin bakteri Vibrio efektif
meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan terhadap infeksi penyakit. Dari tingkat sintasan
di akhir penelitian terlihat adanya perbedaan yang nyata antara kelompok ikan yang divaksin
dibanding kelompok kontrol, yaitu rata-rata 88% pada kelompok ikan yang divaksin dan 56% pada
kelompok kontrol (Tabel 2). Dengan tingginya nilai titer antibodi pada kelompok ikan yang divaksin
dibanding kontrol, diharapkan sintasannya juga akan lebih tinggi dari kontrol apabila kedua kelompok
ikan diinfeksi dengan bakteri patogen.
Tabel 1. Nilai titer antibodi ikan kerapu macan,
Epinephelus fuscoguttatus setelah vaksinasi
Perlakuan
Ulangan
Nilai titer
Vaksinasi
1
2
3
Rataan
1/64
1/64
1/64
1/64
Kontrol
1
2
3
Rataan
1/4
1/4
1/4
1/4
Tabel 2. Sintasan (%) ikan kerapu macan, Epinephelus
fuscoguttatus selama 60 hari penelitian
*
Sintasan
(%)
Perlakuan
Ulangan
Vaksinasi
1
2
3
Rataan
85
94
85
88b
Kontrol
1
2
3
Rataan
58
56
54
56a
Angka-angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Hasil uji tantang terhadap kedua kelompok ikan uji menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam
sintasan setelah 15 hari pemeliharaan. Pada kelompok vaksinasi sintasan yang diperoleh sebesar
87% dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 66% (Tabel 3). Demikian pula gejala klinis yang
942
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Tabel 3. Sintasan (%) ikan kerapu macan, Epinephelus
fuscoguttatus selama 15 hari setelah uji tantang
dengan bakteri Vibrio harveyi
*
Sintasan
(%)
Perlakuan
Ulangan
Vaksinasi
1
2
3
Rataan
88
90
83
87b
Kontrol
1
2
3
Rataan
60
58
80
66a
Angka-angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
terlihat pada kelompok kontrol persentase ikan yang mengalami borok ternyata lebih tinggi, dibanding
pada ikan dari kelompok yang divaksin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekebalan ikan yang
divaksin terhadap infeksi bakteri lebih tinggi dibanding ikan kontrol. Data titer antibodi selama ikan
dipelihara juga mendukung fenomena tersebut di mana nilai titer antibodi ikan yang divaksin lebih
tinggi dibandingkan dengan ikan yang tidak divaksin.
Prinsip dasar vaksinasi adalah memasukkan antigen ke dalam tubuh ikan yang sudah dihilangkan
patogenisitasnya, untuk merangsang sel-sel limfosit sehingga menimbulkan ketahanan humoral
(spesifik). Vaksinasi dapat memberikan perlindungan yang cukup tinggi, dalam jangka waktu lama
dan tidak berdampak negatif. Umumnya dalam menanggulangi penyakit digunakan antibiotik, di
mana penggunaannya dapat menimbulkan resistensi bakteri, pencemaran lingkungan, dan adanya
residu pada ikan yang membahayakan manusia sebagai konsumen. Selain itu, penggunaan antibiotik
atau obat-obatan dapat menekan kemampuan pertahanan humoral, seluler, dan imunitas, bahkan
dapat menekan pertumbuhan ikan.
Vaksin bekerja menstimulus sistem kekebalan spesifik ikan. Vaksin merupakan sediaan antigen
dari mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan. Syarat vaksin antara lain: a). aman, di mana
vaksin tersebut tidak boleh menimbulkan penyakit pada ikan uji, b) menimbulkan kekebalan terhadap
ikan uji dan c). protektif, maksudnya vaksin harus dapat melindungi ikan dari infeksi patogen.
Beberapa jenis antigen yang dapat digunakan untuk vaksinasi antara lain:
1. Antigen O, berupa bakteri yang dilemahkan melalui pemanasan di mana bagian membrannya
hanya mengandung polisakarida (karbohidrat) karena bagian lipid telah hilang saat terjadi
pemanasan.
2. Antigen H, adalah bakteri yang dilemahkan dengan formalin di mana selnya mengalami
pengkerutan akibat kehilangan cairan.
3. Supernatan, debris sel, dan lain-lain.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi vaksinasi adalah: 1). Temperatur, di mana pada
temperatur rendah produksi antibodi lambat, dan 2). Umur dan bobot ikan, sebaiknya vaksinasi
dilakukan pada ikan yang umurnya lebih dari 2 minggu dan bobotnya di atas 1 g. Karena pada larva
ikan yang berumur kurang dari 2 minggu sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk dengan
sempurna untuk memproduksi antibodi (Ghufran & Kordi, 2004). Selain itu, efektivitas vaksinasi
juga ditentukan oleh jumlah dan mutu antigen, cara vaksinasi, umur ikan, kondisi lingkungan, serta
sifat dan kemampuan masing-masing individu ikan.
943
Pengembangan vaksin bakteri untuk meningkatkan imunitas ... (Des Roza)
Vaksinasi pada ikan sudah banyak dilaporkan baik dari luar maupun di Indonesia. Menurut hasil
beberapa penelitian vaksinasi dapat dilakukan pada ikan air tawar (Ghufran & Kordi, 2004; Triyanto,
2004) maupun pada ikan laut terutama ikan kerapu (Roza et al., 2004; Roza & Johnny, 2008; Kamiso
et al., 2005).
Vaksinasi pada budidaya ikan dapat dilakukan dengan cara penyuntikan secara intraperitonial
(IP), intramuskular (IM), oral, pencelupan, perendaman, dan penyemprotan. Anderson (1974)
menyatakan penyuntikan secara IP lebih disukai karena antigen lebih cepat diserap, namun perlu
dilakukan dengan cermat agar tidak mengenai usus karena dapat menimbulkan pendarahan dan
kehilangan antigen. Sedangkan penyuntikan secara IM sering menyebabkan kerusakan pada daerah
otot tempat suntikan, tetapi teknik ini mampu menstimulasi antibodi lebih konstan. Teknik secara
oral dinilai lebih menguntungkan karena dapat menvaksin ikan dalam jumlah banyak, namun perlu
dicari cara yang aman untuk mencegah kerusakan antigen serta distribusi vaksin supaya merata.
Vaksinasi dengan cara pencelupan secara langsung memberikan hasil yang baik, di mana insang ikan
dapat menyerap vaksin lebih banyak (Gould et al., 1979), tetapi ikan akan mengalami stres karena
waktu pencelupan relatif singkat. Bahkan Thune (1980); Roza et al. (2004) melaporkan bahwa dengan
cara perendaman efektif untuk menimbulkan imunitas karena antigen lebih lama kontak dengan
ikan. Modifikasi dari teknik pencelupan adalah penyemprotan, yaitu ikan di taruh dalam wadah dan
diberi air setengah badan agar ikan mudah digeser pada saat disemprot dengan vaksin (Ward, 1982).
Hasil penelitian Roza et al. (2004), vaksinasi benih kerapu bebek, Cromileptes altivelis dengan vaksin
anti-VNN menggunakan metode perendaman efektif untuk meningkatkan kekebalannya terhadap
infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN).
Secara konvensional metode pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan; a). Heat Killed Vaccine
(HKV), yaitu mematikan bakteri dengan cara pemanasan, b). Formalin Killed Vaccine (FKV), di mana
bakteri dimatikan dengan menggunakan formalin. Dalam penelitian ini vaksin dibuat dengan cara
mematikan bakteri menggunakan formalin. Formalin berasal dari larutan formaldehid yang dicampur
air dengan perbandingan kadar 30%–40%. Formalin mengandung metanol dan berfungsi sebagai
stabilisator serta desinfektan. Formaldehid mampu membunuh bakteri dengan membuat jaringan
dalam bakteri kekurangan air atau mengalami dehidrasi, yang mengakibatkan sel bakteri mengering
dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak hanya membunuh bakteri tetapi
juga menghancurkannya.
Vaksinasi mampu menimbulkan antibodi karena ikan mempunyai daya lindung yang baik. Bahkan
Roza et al. (2006); Roza & Johnny (2008) melaporkan bahwa bakterin Vibrio juga dapat digunakan
sebagai imunostimulan yang efektif untuk meningkatkan imun respons non-spesifik ikan kerapu
bebek, C. altivelis terhadap infeksi VNN. Selain itu, sebagai upaya pencegahan penyakit, vaksinasi
juga menguntungkan karena tidak menimbulkan dampak resistensi bakteri, terjadinya residu pada
organ ikan tersebut sehingga aman bagi manusia sebagai konsumen utama maupun pencemaran
lingkungan. Diharapkan vaksinasi dapat diaplikasikan dengan metode yang tepat guna, efisien,
ekonomis, dan praktis di lapangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan vaksin bakteri efektif,
efisien, dan aman untuk meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan, E. fuscoguttatus terhadap
infeksi bakteri Vibrio.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai dari dana hibah penelitian bagi peneliti dan perekayasa kerja sama Depdiknas
dan DKP Tahun 2009. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Slamet Haryanto dan Muhamad
Anshari sebagai teknisi Laboratorium Patologi atas bantuannya selama penelitian ini berlangsung.
DAFTAR ACUAN
Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology. In Snieszko, S.F. & Axelrod, H.R. (Eds.), Diseases of Fish. TFH
Publications, Hongkong.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
944
Austin, B. & Austin, D.A. 1993. Vibrionaceae Representative. In : Austin, B. & Austin, D.A. (Eds.),
Bacterial Fish Pathogens: Diseases in Farmed and Wild Fish. Ellis Horwood Ltd, Chichester. p.
265–307.
Egidius, E. 1987. Vibriosis: Pathogenicity and Pathology. Aquaculture, 67: 15–28.
Evelyn, T.P.T. 2002. Finfish Immunology and its Use in Preventing Infectious Diseases in Cultured
Finfish. In Lavilla-Pitogo, C.R. & Cruz-Lacierda, E.R. (Eds.). Diseases in Asian Aquaculture IV. p. 303–
324. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila.
Ghufran, M. & Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Bina Adiaksa Rineka Cipta,
Jakarta.
Gould, R., Antipa, W.R., & Amed, D.F. 1979. Immersion Vaccination of Sock Eye Salmon (Onchorynchus
nerca) with Two Pathogenic Strains of Vibrio angullarum. In Robert, R.J. (Ed.). Microbial Diseases of
Fish. Acad. Press. London.
Johnny, F. & Roza, D. 2005. Pengaruh Vaksin Viral Nervous Necrosis (VNN) terhadap Kekebalan Benih
Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2005. Jakarta,
21–22 September 2005, hlm. 21–28.
Kamiso, H.N., Isnansetyo, A., Triyanto, Murdjani, M., & Solichah, L. 2005. Efektivitas Vaksin Polyvalen
untuk Pencegahan Vibriosis pada Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). J. Perikanan, VII(2): 95–
100.
Roza, D., Johnny, F., & Tridjoko. 2004. Peningkatan Imunitas Yuwana Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes
altivelis terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) dengan cara vaksinasi melalui perendaman. J.
Pen. Perik. Indonesia, 10(1): 61–70.
Roza, D., Johnny, F., & Tridjoko. 2006. Peningkatan Respon Imun Non-Spesifik Benih Kerapu Bebek,
Cromileptes altivelis dengan Imunostimulan dan Bakterin terhadap Infeksi Viral Nervous Necrosis
(VNN). J. Perikanan, VIII(1): 25–25.
Roza, D. & Johnny, F. 2007. Kasus Penyakit Ekor Busuk pada Benih Ikan Kerapu Lumpur, Epinephelus
coioides. Prosiding Konferensi Aquaculture Indonesia, Surabaya 5–7 Juni 2007, hlm. 68–72.
Roza, D. & Johnny, F. 2008. Aplikasi Bakterin sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Infeksi Viral
Nervous Necrosis (VNN) pada Benih Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis. J. Perikanan, X(2): 139–
146.
Tendencia, E.A. & Lavilla-Pitogo, C.R. 2004. “Bacterial Diseases”. In Nagasawa, K. & Cruz-Lacierda,
E.R. (Eds.). Diseases of Cultured Groupers, p. 19–28.
Thune, R.L. 1980. Immunization of Channel Catfish (Ichtalurus punctatus) via Hyperosmotic in Filtrati. MSc.
Thesis, Auburn University.
Tizard, I. 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Terjemahan Partodiredjo et al. 1988. Airlangga University Press. 497 pp
Triyanto. 2004. Pengendalian Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) pada Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) melalui Vaksinasi. Sains dan Sibernatika, 17(3).
Ward, P.D. 1982. The Development of Bacterial Vaccines for Fish. In Robert, R.J. (Ed.). Microbial Diseases of Fish. Acad. Press. London.
Download