PENGARUH PERUBAHAN POLA TATA GUNA LAHAN TERHADAP SEDIMENTASI DI HULU SUNGAI ULAR Ade Pradipta Putri¹, Ir. Terunajaya, M.Sc² ¹Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email: [email protected] ²Staf Pengajar Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap erosi dan sedimentasi yang terjadi pada Sungai Ular. Dalam penulisan ini metode yang dipergunakan untuk mengetahui perubahan erosi dan sedimentasi yang terjadi menggunakan metode USLE, metode Yang’s, metode Engelund&Hansen sedangkan untuk perubahan lahan yang terjadi diperoleh data dari BPDAS Wampu. Dari hasil yang diperoleh, diketahui terjadinya perubahan lahan. Perubahan lahan itu menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan erosi, dimana tergantung dari indeks penanaman & pengelolaan tanaman atau sering disebut indeks CP . Apabila semakin tinggi nilai koefisien CP semakin tinggi nilai erosi yang akan timbul. Berdasarkan metode USLE diketahui terjadinya penurunan jumlah dan volume erosi dari tahun 2004 ke 2007 sebesar 12,81%, dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 7,62%. Akan tetapi berdasarkan metode Yang’s dan Engelund&Hansen diperoleh kenaikan jumlah sedimen yang terjadi pada tahun 2007 sebesar 8,79% dan 5,43% mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 5,43% dan 7,89%. KATA KUNCI: Perubahan tata guna lahan, Erosi, Sedimentasi ABSTRACT The purpose of this paper is to evaluate the effect of degeneration of land use on erosion and sedimentation that occurred in the Ular River. In this study, the methods used to assess changes in erosion and sedimentation using USLE, Yang's method, the method of Engelund & Hansen while land use change occurs the data obtained from BPDAS Wampu. From the results obtained we know the degeneration of land use.Degeneration of land use that result in an increase / decrease erosion, which depends on the index of planting and crop management is often called CP. If CP index higher the erosion become higher. Based on the method known USLE decreasing the number and volume erosion from 2004 to 2007 was 12.81%, and increased in 2010 by 7.62%. However, based on the method of Yang's and Engelund & Hansen increase in the amount of sediments obtained in 2007 amounted to 8.79% and 5.43% in 2010 decreased by 5.43% and 7.89%. KEYWORDS : Land use, erosioon, sedimentation 1. PENDAHULUAN Aliran air sangat tergantung oleh kondisi tata guna lahan di permukaan bumi. Bila tidak ada daerah yang bisa menyerap dam daerah yang bisa menahan laju aliran maka pada waktu musim penghujan air akan mengalir langsung kelaut. Pada waktu musim kemarau karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air disuatu tempat tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan penahan air pada waktu musim penghujan Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan struktur yang kemudian diikuti dengan perkembangan ekonomi dan industri berakibat terhadap perubahan pola tata guna lahan yang sulit dihindari. Di mana pada awalnya terdapat lahan pertanian dan hutan sekarang telah berubah menjadi pemukiman dan tanaman industri. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi perubahan tata guna lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Konkritnya, lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk, penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur- angsur berubah menjadi multi pemanfaatan. Perubahan alih fungsi lahan ini memiliki pengaruh yang sangat besar pada perubahan sedimentasi yang terjadi pada sungai ular baik pada perubahan volume, maupun perubahan yang terjadi pada karakteristik sedimen itu sendiri. Sedimentasi yang terjadi berdampak pada pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat mengakibatkan banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi (unprotected land). 2. DASAR TEORI Umumnya di kota-kota besar akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan infrastruktur terutama pemukiman meningkat, sehingga merubah sifat dan karakteristik tata guna lahan. Untuk daerah perkotaan kecendrungan kapasitas saluran drainase menurun akibat perubahan tata guna lahan. Sama dengan prinsip pengendalian banjir perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali menyebabkan aliran permukaan (run-off) meningkat. Penutupan lahan (vegetasi) mempunyai kemampuan untuk menahan laju aliran permukaan. Semakin padat penutup lahannya kecepatan alirannya semakin kecil bahkan mendekati nol. Namun akibat lahan diubah (misalnya) menjadi pemukiman, maka penutup lahan hilang, akibatnya run-off meningkat tajam. Peningkatan ini akan memperbesar debit sungai. Disamping itu, akibat peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang menyebabkan kapasitas drainase menjadi berkurang. Perubahan fungsi kawasan bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) sebesar ±15% mengakibatkan keseimbangan sungai/drainase mulai terganggu. Gangguan ini mengkontribusi kenaikan (tajam) kuantitas debit aliran dan kuantitas sedimentasi pada sungai/drainase (Bledsoe,1999). Hal ini dapat diartikan pula bahwa suatu daerah aliran sungai yang masih alami dan vegetasi yang padat dapat dirubah fungsi kawasannya sebesar 15% tanpa harus merubah keadaan alam dari sungai/drainase yang bersangkutan. Bila perubahan melebihi 15% maka harus dicarikan alternatip pengganti atau perlu kompensasi untuk menjaga kelestarian sungai/drainase, misalnya dengan pembuatan sumur resapan. Perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap ketersediaan dan kebutuhan air. Sebagai contoh ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi pemukiman maka kebutuhan air meningkat karena dipakai untuk penduduk di pemukiman tersebut namun ketersediaan air berkurang karena daerah resapan air berkurang. Perubahan tata guna lahan juga dapat meningkatkan debit puncak 5 sampai 35 kali karena air yang meresap kedalam tanah sedikit mengakibatkan aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit menjadi besar dan terjadi erosi yang berakibat sedimentasi. Erosi dan sedimentasi yang masuk ke sungai mengakibatkan daya tampung sungai berkurang. Gambar berikut ini menunjukkan adanya peningkatan genangan dan berkurangnya kapasitas saluran akibat perkembangan kota a. Muka air drainase/sungai sebelum suatu wilayah berkembang b. Muka air/drainase sungai setelah suatu wilayah berkembang Gambar 2. 1 perkembangan muka air di sebelum dan sesudah suatu wilayah dikembangkan Ketika lahan berubah maka terjadi peningkatan debit aliran permukaan. Akibatnya disebelah hilir mendapatkan debit yang berlebih dan dampaknya terjadi banjir. Ketika lahan berubah, maka kapasitas resapan hilang sehingga bencana kekeringan meningkat dimusim kemarau. Ketika debit meningkat, aliran sungai dengan debit yang besar akan membawa sedimen yang besar pula sehingga di terminal akhir perjalanan air disungai yaitu dimuara terjadi pendangkalan. Akibatnya di laut terjadi akresi di lokasi itu yang mempengaruhi longshore transport sediment di pantai. Dampak akresi pantai suatu lokasi adalah gerusan pantai yang dikenal dengan sebutan abrasi. Menurut Frezze dan Cherry (1979), dilihat dari terbentuknya sedimen, maka ada dua jenis sungai, yaitu: sungaisungai berbentuk selampit (braided rivers) dan sungai-sungai bermeander. Sungai-sungai berbentuk selampit umumnya terjadi dibagian hulu daerah aliran sungai, dimana sedimen yang terbawa aliran air berupa butiran pasir kasar dan kerikil serta kecepatan arusnya tinggi karena kemiringan dasar sungainya yang curam. Hal ini bisa dilihat pada sungai-sungai di daerah pegunungan dimana karena kemiringan sungai cukup tinggi, kecepatan air relatif besar. Pergeseran posisi saluran dan perubahan kecepatan sungai mengakibatkan simpanan material dasar sungai (bed material load) berupa pasir dan kerikil dengan lanau dan lempung yang berlekuk-lekuk, yang biasanya terletak dibagian hilir daerah aliran sungai, juga mempunnyai simpanan pasir halus dan kerikil, tapi kuantitasnya jauh lebih sedikit. Pada tipe sungai-sungai ini kandungan sedimennya didominasi oleh lanau dan lempung. Kemiringan dasar relatifnya datar dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan sungai berselampit. Kadang-kadang karena lambatnya kecepatan disuatu tempat aliran sungai terjadi perpotongan (cut-off channel). 2.1 Aplikasi sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis sebenarnya berawal dari sistem perpetaan. Sejarah awal penggunaannya Sistem Informasi Geografis, diawali pada saat perang revolusi Amerika (American Revolutionary War) telah dilakukan penggambaran berbagai tema peta dalam suatu kerangka peta dasar dengan ukuran skala yang sama. Atlas yang menggambarkan penduduk, geologi dan topografi dalam laporan kedua yang dibuat Irish Railway Commisioner pada tahun 1838, dianggap merupakan Sistem Informasi Geografis pertama. Atlas yang terdiri atas peta penduduk, topografi dan geologi secara terpisah dibuat dalam skala yang sama, sehingga jika ditumpangsusunkan akan dapat ditentukan jalur terbaik bagi pembangunan jalan kereta api. Namun, sistem perpetaan tersebut masih bersifat statis karena tidak bisa dilakukan pembaruan data dan perubahan format atau editing. Perkembagan teknologi komputer memungkinkan data tersebut dapat diubah ke dalam bentuk digital, sehingga data dapat diedit dan dimutakhirkan serta ditumpangsusunkan sesuai dengan kebutuhan. Data dalam bentuk digital tentu lebih dinamis. Karena itu, perkembangan SIG tidak lepas dari kemampuan untuk mengubah sistem perpetaan dari format statis ke format dinamis. Sistem Informasi Geografis dalam bahasa Inggris lebih dikenal Geographic Information System (GIS), merupakan suatu sistem informasi yang mampu mengelola atau mengolah informasi yang terkait atau memiliki rujukan ruang atau tempat. 2.2 Erosi dan Sedimentasi Erosi dan sedimentasi dapat disebabkan oleh angin, air, atau aliran gletser (es). Pada kali ini akan diuraikan satu segi saja, yaitu erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh air. Sejumlah bahan erosi yang dapat mengalami secara penuh dari sumbernya hingga mencapai titik kontrol dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan volume ( dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak C.,2007). Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu dari sungai (Gottschalk,1984 dalam Chow,1964 dalam Suhartanto, 2001, dalam Subhan, 2011). Bahan sedimen hasil erosi seringkali bergerak menempuh jarak yang pendek sebelum akhirnya diendapkan. Sedimen ini masih tetap berada dilahan atau diendapkan di tempat lain yang lebih datar atau sebagian masuk ke sungai. Erosi dan sedimentasi merupakan dua buah masalah yang saling berkaitan. Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa: a. Erosi lempeng (sheet erosion) yaitu butir-butir tanah diangkut lewat permukaan atas tanah oleh selapus tipis limpasan permukaan, yang dihasilkan oleh ontensitas hujan yang merupakan kelebihan daya infiltrasi. b.Pembentukan polongan (gully), yaitu erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. kecepatan airnya jauh lebih besar dibangdingkan dengan kecepatan limpasan permukaan tersebut di atas. Polongan tersebut cenderung menjadi lebih dalam, yang menyebabkan terjadinya longsoranloongsoran. Polongan tumbuh ke arah hulu. Ini dinamakan erosi ke arah belakang (backwarderosion). c. Longsoran massa tanah yang terletak diatas batuan keras atau lapisan tanah liat; longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang, yang lapisan tanahnya menjadu jenuh oleh air tanah. d. Erosi tebing sungai, terutama yang terjadi pada saat banjir, yaitu tebing tersebut mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-belokan sungai Sedimentasi dapat didefenisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air. Sedimentasi merupakan akibat adanya erosi, dan memberi banyak dampak yaitu: a. Di sungai, pengendapan sedimen didasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat mengakibatkan banjir yang menimpa lahanlahan yang tidak dilindungi (unprotected land). Hal tersebut diatas dapat menyebabkan aliran mengering dan mencari alur baru. Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri oleh air yang epnuh sedimen akan terjadi pengendapan sedimen didasar saluran. Hal ini akan memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengerukan sedimen tersebut. pada keadaan tertentu pengerukan sedimen menyebabkan terhentinya operasi slauran. c. Di waduk-waduk, pengendapan sedimen di waduk-waduk akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian besar jumlah sedimen yang dilairkan oleh waduk adalah sedimen yang dialirkan oleh sungaisungai yang mengalir kedalam waduk; hanya sebagian kecil yang berasal dari longsoran tebing-tebing waduk atau yang berasal dari gerusan tebing-tebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butir yang kasar akan diendapkan dibagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan didekat bendungan. Jadi sebagian besar sedimen akan diendapkan dibagian volume aktif waduk, dan sebagian dapat dibilas ke bawah, jika terjadi banjir pada saat permukaan air waduk masih rendah. d. Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan kesulitan dalam mengoperasikan pinitu-pintu tersebut. juga karena pembentukan pulau-pulau apsir (sand bars) disebelah hulu bendungan atau pintu air akan mengganggu aliran air yang melalui bendugan atau pintu air. Di sisi lain, akan terjadi bahaya penggerusan terhadap bagian hilir bangunan, jika beban sedimen di sungai tersebut berkurang karena pengendapan dibagian hulu bendungan, maka aliran dapat mengangkut material alas sungai. e. Di daerah sepanjang sungai, sebagaimana telah diuraikan di atas, banjir akan lebih sering terjadi di daerah yang tidak dilindungi. Daerah yang dilindungi oleh tanggul akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitar. Lama kelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak dimungkinkan lagi. Karena erosi dan sedimentasi itu saling berkaitan, maka dibawah ini akan dibahas kedua masalah tersebut. 1. Erosi Erosi berasal dari kata Latin erodere, artinya mengerkah atau mengampelas. Erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah ataas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah ke dalam butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus tersebut, dan tahap ketiga pengendapan partikekl-partikel tersebut ditempat yang lebih rendah atau di dasar sungai. Hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa sentimeter ke udara. Pada lahan datar pertikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tetapi untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi utnuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Untuk menghitung banyaknya erosi tanah yang terjadi digunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE mermungkinkan untuk memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengolahan lahan. USLE merupakan gabungan dari 6 parameter utama. Adapun persamaan USLE adalah sebagai berikut: A = R.K.LS.CP (2.1) Dimana: A = Nilai kehilangan tanah (ton/ha) R = Indekserosivitas hujan K = Nilai Erodibilitas tanah LS = Panjang dan Kemiringan Lereng CP = Faktor pengelolaan&penanaman Adapun beberapa faktor yang mepengaruhi erosi adalah: a. Iklim Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi erosi. Pada daerah tropis, faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi adalah hujan. Jumlah dan intensitas hujan di daerah tropis terutama di Indonesia umumnya lebih tingi dibandingkan dengan negara beriklim sedang. Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989). Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah. b. Tanah Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi. Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah, semakin mudah tanah tersebut tererosi. Nilai erodibilitas suatu tanah ditentukan oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar dan kemampuan tanah menyerap air (infiltrasi dan perkolasi). c. Topografi Topografi diartikan sebagai tinggi rendahnya permukaan bumi yang menyebabkan terjadi perbedaan lereng. Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Erosi akan meningkat dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan tinggi, tetapi erosi akan menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang rendah. Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Bentuk lereng juga berpengaruh terhadap erosi. Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung dan lereng kompleks. d. Vegetasi Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mempengaruhi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhanvegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah; (d) transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah. e. Manusia Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas. 2. Sedimentasi Sedimetasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh aliran dari bagian hulu akibat dari adanya erosi. Sungai-sungai membawa sedimen dalam setiap aliannya. Hasil sedimen dari suatu daerah pengaliran tertentu daoat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen pada titik kontrol alur sungai, atau dengan menggunakan rumus-rumus empiris atau semi empiris. Terdapat 3 (tiga macam pergerakan sedimen), yaitu: a. Bed Load Bed load merupakan partikel kasar atau gerakan material di atau dekat dasar sungai dengan berguling (rolling), bergelincir (sliding), dan terkadang masuk sebentar kedalam aliran dalam beberapa diameter diatas dasar (jumping). b. Wash Load Wash load merupakan angkutan partikel halus yang dapat berupa lempung (silt) dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan terbawa aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada laliran yang tenang atau pada air yang tergenang. Wash load berasal dari hasil pelapukan lapisan atas batuan atau tanah didalam daerah sliran sungai. c. Suspended Load Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang melayang di dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa mengambang di atas dasar sungai karena selalu didorong ke atas oleh turbulensi aliran. Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material akan semakin sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh aliran utama atau aliran turbulen ke arah permukaan, maka material tersebut tetap bergerak (melayang) di dalam aliran dalam selang waktu tertentu. Rumus angkutan sedimen berdasarkan metode Yang’s: + ( ( – ) = γ. W.D.V = . – ) log (2.2) (2.3) (2.4) Dimana: = konsentrasi sedimen total = diameter sedimen 50% dari material dasar (mm) = kecepatan jatuh (m/s) S = Kemiringan sungai = Kecepatan geser (m/s) W = Lebar sungai (m) D = Kedalaman sungai (m) = muatan sedimen (kg/s) V = kecepatan aliran (m/s) v = viskositas kinematik ( = kecepatan kritis (m/s) Rumus angkutan sedimen berdasaarkan metode Engelund&Hansen =0,05 =Wx .V²[ ( ] [( ) ] (2. 5) (2.6) Dimana: = ; = tegangan geser (kg/m²) = muatan sedimen (kg/s) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh terjadi penurunan jumlah erosi yang terjadi pada tahun 2004 ke 2007 sebesar 12,81% dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 7,62% 2010 , terjadi kenaikan sedimentasi berdasarkan metode Yang’s dan Engelund&Hansen yang terjadi pada tahun 2007 apabila dibandingkan dengan tahun 2004 dan 2010 sebesar 8,79% dam 5,43% dan menurun pada tahun 2010 sebesar 5,43% dan 7,89%. Penurunan erosi yang terjadi disebabkan kareana terjadinya perubahan lahan terutama lahan yang memiliki koefisien erodibilitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.2.1 Perubahan Lahan yang terjadi pada DAS Ular 2004 2007 2010 Luas Area Luas Area Luas Area Keterangan No 1 Belukar Rawa 8.722,27 151,466 68,444 2 Hutan Rawa Sekundar 103,068 135,117 152,18 3 Pemukiman 191,942 163,164 309,514 4 Perkebunan 12.602,65 12.378,04 12.203,24 5 Pertanian Lahan Kering 22.727,88 14.189,21 63.036,62 6 Pertanian Lahan Kering Campur 49.389,39 7.810,53 9.246,28 7 Sawah 9.439,21 35.846,04 9.183,47 8 Semak/ Belukar 51,516 8.603,44 9.195,23 9 Tambak 550,055 1.611,81 736,509 10 Tanah Terbuka 1.018,01 289,466 1.433,21 11 Hutan Lahan Kering Sekunder 25.412,03 25.991,49 24.934,78 12 Hutan Tanaman 85,139 23.419,23 58,908 Tabel. 2.2 Jumlah muatan sedimen berdasarkan metode Yang’s, Engelund&Hansen, dan USLE Tahun Yang’s (ton) Engelund & Hansen (ton) USLE (ton) 2004 859.124,29 2.025.107,47 2.328.775,66 2007 941.873,53 2.261.594,89 2.030.377,57 2010 890.770,00 2.083.185,28 2.197.762,04 Tabel. 2.3 Volume sedimen berdasarkan metode Yang’s, Engelund&Hansen,dan USLE Tahun Yang's(m3) Engelunde& Hansen (m3) USLE(m3) 2004 324.605,746 765.152,992 879.888,938 2007 355.871,163 854.505,809 767.144,210 2010 336.562,547 787.096,720 830.387,634 Grafik Perubahan Lahan 70000 60000 Pemukiman 50000 Tanah Terbuka 40000 Ha Pertanian Lahan Kering 30000 Pertanian Lahan Kering Campur 20000 Perkebunan 10000 Belukar Rawa 0 2004 2007 2010 Tahun Gambar 2. 2 Grafik Penurunan Perubahan Lahan Grafik Perubahan Lahan 40000 35000 30000 Semak/ Belukar 25000 Ha Sawah 20000 Hutan Tanaman 15000 Hutan Rawa Sekundar 10000 5000 0 2004 2007 2010 Tahun Gambar 2.3 Grafik Kenaikan Perubahan Lahan 4.KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian “Perubahan Pola Tata Guna Lahan terhadap Sedimentasi di DAS Ular” adalah: 1. Dari hasil penelitian diperoleh, terjadi perubahan lahan yang terjadi disetiap Sub DAS Ular pada tahun 2004, 2007, dan 2010. 2. Berdasarkan metode USLE diketahui terjadinya penurunan jumlah dan volume erosi dari tahun 2004 ke 2007 sebesar 12,81%, dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 7,62% 3. Berdasarkan metode Yang’s dan Engelund&Hansen diperoleh kenaikan jumlah sedimen yang terjadi dari tahun 2004 ke tahun 2007 sebesar 8,79% dan 5,43% dan mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 5,43% dan 7,89%. 4. Terjadi penurunan jumlah erosi yang terjadi pada tahun 2004 ke tahun 2007 dikarenakan terjadinya penurunan perubahan lahan yang memiliki nilai erodibilitas yang tinggi yang menyebabkan berkurangnya erosi, seperti: Tanah terbuka mengalami penurunan sebesar 71,57%, dengan koefisien CP 0,95. Pemukiman mengalami penurunan sebesar 14,99% dengan koefisien CP 0,95. Perkbunan mengalami penurunan sebesar 1,78% dengan koefisien CP 0,5. Pertanian Lahan Kering mengalami penurunan sebesar 37,57% dengan koefisien CP 0,28. Pertanian Lahan Kering Campuran mengalami penurunan sebesar 84,19% dengan koefisien CP 0,19. Belukar rawa mengalami penurunan sebesar 98,26% dengan koefisien CP 0,01 5. Terjadi penurunan jumlah erosi yang terjadi pada tahun 2004 ke tahun 2007 dikarenakan terjadinya peningkatan perubahan lahan yang memiliki nilai erodibilitas yang tinggi yang menyebabkan berkurangnya erosi, seperti: Semak belukar mengalami peningkatan sebesar 99,4% dengan koefisien CP 0,3. Hutan tanaman mengalami peningkatan sebesar 99,64% dengan koefisienn CP 0,05 Sawah mengalami peningkatan sebesar 73,67% dengan koefisien CP sebesar 0,01. DAFTAR PUSTAKA Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara, 2010, Laporan Hail Kegiatan Program Water Resources and Irrigation Sector Management Program, UPT PSDA Belawan-Padang, Lubuk Pakam Garde RJ dan K.G Ranga Raju, 1985, Mechanics of Sediment Transportation and Alluvial Stream Problems, Wiley Eastern Limited, India. Iskandar, Ilga Widya Panca, 2008, Studi Karakteristik Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kodoatie Rober J dan Roestam Sjarief, 2005, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi, Yogyakarta. Linsley Ray K dan Joseph B Franzini, 1991, Teknik Sumber Daya Air, Penerbit Erlangga, Jakarta. Purba, Alfi S, 2012, Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menganalisa Potensi Erosi pada DAS Ular, Universitas Sumatera Utara, Medan. Ronggodigdo, Subhan, 2011, Kajian Sedimentasi Serta Hubungannya terhap Pendangkalan di Muara Sungai Belawan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Soemarto CD, 1993, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sosrodarsono Suyono dan Dr Masateru Tominaga, 1994, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Pradnya Paramita, Jakarta. Yang, Ted Chih, 2003, Sediment Transport Theory and Practicce, Krieger Publishing Company, Florida.