S 500208010 - Universitas Sebelas Maret

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
VALIDITAS PREDIKTIF PEMERIKSAAN ANTIGEN NONSTRUKTURAL–1
SEBAGAI DETEKSI DINI INFEKSI VIRUS DENGUE
DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga
Minat Utama: Ilmu Biomedik
St
Oleh :
Irdian Nofriansyah Taim
S 500208010
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL….………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING..………………….....
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………
iii
PERNYATAAN……………………………………………………....
iv
KATA PENGANTAR....…...………………………………………....
v
DAFTAR ISI….……………………………………………………….
x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..
xiii
DAFTAR TABEL….…………………………………………………..
xiv
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………
xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………...
xvi
ABSTRAK……………………………………………………………...
xvii
ABSTRACK………..……………………………………………………
xviii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah…….………………………………….
1
B. Rumusan Masalah………….…………………………………..
3
C. Tujuan Penelitian…...…………………………………………..
3
C. 1. Tujuan Umum…………………………………………….
3
C. 2. Tujuan Khusus……………………………………………
3
D. Manfaat Penelitian……………………………………………...
4
D.1. Manfaat Bidang Akademik…………………………….....
4
D.2. Manfaat Bidang Pelayanan………………………...……..
4
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…….......……………………………
5
A. Infeksi Virus Dengue…………………………………………
5
A. 1. Epidemiologi………………………...…………………
6
A. 2. Patogenesis………………………………...…………...
7
A. 3. Manifestasi Klinis………………………………………
16
A. 4. Diagnosis……………………………………………….
18
B. Pemeriksaan Antigen………………………………………….
21
B. 1. Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction.......
21
B. 2. Protein Nonstruktural-1 Dengue (NS-1 Dengue)………
22
B. 3. Hasil Penelitian NS-1 Dengue dibandingkan RT-PCR..
23
C. Kerangka Berpikir…………………………………………….
26
D. Hipotesis Penelitian…………………………………………..
27
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………..
28
A. Desain Penelitian……………………………………………..
28
B. Tempat dan Waktu……………………………………………
28
C. Populasi Penelitian……………………………………………
28
D. Sampel dan Cara Pengambilan sampel…….…………………
28
E. Besar Sampel……………………………………………….…
29
F. Identifikasi Variabel Penelitian………....…………………….
29
G. Definisi Operasional…………………………………………..’
29
H. Alur Penelitian…………………………………………………
30
I. Cara Kerja……………………………………………………...
31
J. Pengolahan Data……………………………………………….
31
commit to user
K. Izin Subyek Penelitian…………………………………………
32
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………
33
A. Hasil Penelitian……………………………………………
33
B. Pembahasan…..……………………………………………
34
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN………………………………
39
A. Simpulan……..……………………………………………
39
B. Saran……..…..…………………………………………….
39
C. Implikasi Penelitian………………………………………..
40
DAFTAR PUSTAKA…………............................................................
42
LAMPIRAN..…………………..............................................................
49
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Patogenesis dan patofisiologi DBD secara umum ………...... 14
Gambar 2.2. Infeksi virus dengue
……………………………………
16
Gambar 2.3. Kerangka berpikir
……………………………………
26
Gambar 3.1. Alur penelitian ....................................................................
31
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue ……………………… 17
Tabel 2.2. Derajat penyakit DBD
……………………………………
19
Tabel 2.3. Algoritma Diagnosis Demam Dengue dan DBD ……………
20
Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian
................................
33
Tabel 4.2. Perbandingan NS-1 dengan PCR ...........................................
34
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
DBD
: Demam Berdarah Dengue
NS1
: Non Structural Protein 1
IgG
: Imunoglobulin G
IFN-α
: Interferon alpha
IFN-γ
: Interferon gamma
CD4+
: Cluster of Differentiation 4
CD8+
: Cluster of Differentiation 8
DD
: Demam Dengue
SSD
: Sindrom Syok Dengue
WHO
: World Health Organization
AGD
: Analisa Gas Darah
SGOT
: Serum Glutamic – Oxaloacetic Transaminase
SGPT
: Serum Glutamic – Pyruvic Transaminase
PT
: Protrombin Time
APTT
: Anti Protrombin Time
RL
: Ringer Lactate
Ht
: Hematokrit
RT-PCR
: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
IgM
: Imunoglobulin M
PCR
: Polymerase Chain Reaction
RNA
: Ribonucleated Acid
DEN
: Dengue (virus)
SCF
: Soluble Complement Fixing
commitEnzyme
to user Linked Immunosorbent Assay
MAC ELISA : IgM Antibody Captured
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan Penelitian……………….………………………49
Lampiran 2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian………...………50
Lampiran 3. Formulir penelitian................................................................51
Lampiran 3. Surat Ijin Kelaikan etik Penelitian…………………………53
Lampiran 4. Data Penelitian……………………………………………..54
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk family Stegomyia, yaitu
Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes polynesiensis. Infeksi virus dengue ini
dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam – macam, dari asimtomatik
sampai dengan fatal. Demam dengue dan demam berdarah dengue ditularkan orang
yang dalam darahnya terdapat virus dengue dimana orang ini dapat menunjukkan
gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit jika mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue. Manifestasi klinis demam dengue ringan, sedang demam
berdarah dengue merupakan manifestasi klinis yang berat. (Hadinegoro, 2004)
Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue ini
tidak akan terserang penyakit DD ataupun DBD, meskipun dalam darahnya terdapat
virus itu. Sebaliknya, pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue, akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu
demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan
tubuh yang dimilikinya. Ada dua teori tentang manifestasi lebih berat yang
dikemukakan oleh pakar demam berdarah dunia.
Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi disebabkan
karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi
ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya.
(Suroso, 2004; Nelson, 2011)
Demam ini endemik di Asia tropik, dimana suhu panas dan pola penyimpanan
air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan permanen. Selama 20
tahun selalu terjadi kenaikan jumlah kasus pertahun dan diketahui bahwa puncak
kasus terjadi pada musim hujan yaitu dari bulan Desember sampai dengan bulan
Maret. Tetapi untuk daerah perkotaan, puncak terjadi pada bulan Juni atau Juli yaitu
pada permulaan musim kemarau tiap tahun di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung,
Jogja dan Surabaya.(Sudarmo,2010; Suroso,2004; Samuel,2006)
Gejala klinis dari infeksi virus dengue menunjukkan panas mendadak tinggi
disertai dengan gejala-gejala lain yang tidak khas kadang menyerupai gejala flu biasa.
Dari tanda klinis didapatkan nyeri mid epigastrik, hepatomegali dan mungkin terdapat
tanda-tanda perdarahan. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis
maupun evaluasi hasil pengobatan. (Tumbelaka,2004)
Saat ini terdapat beberapa teknik untuk mendeteksi infeksi virus dengue yaitu
kultur dan isolasi virus, RT – PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction), serologi (IgM dan IgG anti Dengue) dan pemeriksaan hematologi rutin.
Isolasi virus atau RT-PCR masih merupakan standar emas untuk mendeteksi virus
dengue ini, tetapi terdapat keterbatasan untuk pemeriksaan ini terutama biaya, waktu
dan teknik pengerjaannya. Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue relatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
mudah dikerjakan, tetapi masih mempunyai keterbatasan yaitu ketidakmampuannya
mendeteksi proses infeksi lebih awal.
Saat ini terdapat terobosan pemeriksaan baru terhadap antigen nonstruktural-1
dengue (NS-1) yang dapat mendeteksi virus dengue lebih awal.(Bessoff,
2008;Huhtamo, 2010;Osorio,2010)
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan antigen NS-1 memiliki
peranan penting dalam mendiagnosis virus dengue sejak dini, maka peneliti ingin
mengetahui infeksi virus dengue pada anak dengan pemeriksaan NS-1 yang
dibandingkan dengan pemeriksaan RT-PCR di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Apakah pemeriksaan antigen NS-1 dapat digunakan sebagai penunjang
diagnostik infeksi virus dengue pada anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menentukan infeksi virus dengue menggunakan pemeriksaan antigen NS-1
pada anak di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
i. Mengidentifikasi anak yang demam < 3 hari di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
ii. Melakukan pemeriksaan NS1 pada anak yang demam < 3 hari di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
iii. Melakukan pemeriksaan RT-PCR pada anak yang demam < 3 hari di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
iv. Membandingkan hasil pemeriksaan NS-1 dengan RT-PCR pada anak di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bidang akademik
Memberi masukan bahwa NS-1 dapat mendiagnosis infeksi dengue sejak dini
pada anak.
2. Manfaat bidang pelayanan
i. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan untuk
mendeteksi infeksi virus dengue sejak dini, sehingga dapat mencegah
tingginya keparahan akibat virus ini.
ii. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pemeriksaan
standar demam berdarah dengue di RSUD Dr. Moewardi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
INFEKSI VIRUS DENGUE
Infeksi virus dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh masuknya virus
dengue dan menyebabkan manifestasi klinis pada tubuh manusia. Virus
dengue termasuk group Arbovirus dan sekarang dikenal sebagai genus
flavivirus, famili flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2,
den-3 dan den-4, ditularkan melalui gigitan nyamuk family Stegomyia, yaitu
Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes polynesiensis. Infeksi virus
dengue ini dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bermacam – macam,
dari asimtomatik sampai dengan fatal. Demam dengue dan demam berdarah
dengue ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue dimana
orang ini dapat menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit jika
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue.
Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue ini
tidak akan terserang penyakit DD ataupun DBD, meskipun dalam darahnya
terdapat virus itu. Sebaliknya, pada orang yang tidak mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue, akan sakit demam ringan atau bahkan sakit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari
tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.
A. 1. Epidemiologi
Pertama kali epidemi dengue di Indonesia dilaporkan terjadi di Batavia
(Jakarta) tahun 1779, muncul beberapa laporan mengenai dengue terutama di
daerah tropis atau subtropis, kemudian terdapat kasus meninggal akibat
dengue yang dilaporkan oleh Hare (1898) pada epidemi di Queensland selatan
tahun 1897. Di Filipina, pada tahun 1953 istilah haemorrhagic fever
digunakan pada epidemi penyakit dengue. Laporan Quintos et al., (1954)
menyebutkan di Manila pada waktu itu terdapat epidemi demam pada anak,
demam mendadak yang tinggi disertai petechiae, perdarahan dan syok. Wabah
di Filipina tersebut diberi nama Phillipine Haemorrhagic Fever. Para dokter
yang merawat sependapat bahwa mereka belum pernah menjumpai penyakit
dengan gejala seperti itu, sehingga penyakit tersebut dianggap sebagai
penyakit baru. Harnmon et al., (1960) seorang ahli virologi menemukan
bahwa penyakit tersebut memiliki hubungan dengan virus dengue.
Penelitiannya dapat mengisolasi virus dari pasien dan nyamuk A. Aegypti.
Serotipe yang didapatkan adalah Den-3 dan Den-4.
Istilah Dengue Fever pertama kali digunakan oleh Cohen dan Halstead
(1966) untuk menyebut epidemik di Thailand tahun 1964. Di Indonesia, istilah
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) diterjemahkan sebagai Demam Berdarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Dengue (DBD). Penyakit tersebut pertama kali dicurigai pada tahun 1962 di
Surabaya (Partana., et al 1970) dan di Jakarta. Penyakit itu menyerang anak –
anak dengan gejala demam, syok, dan perdarahan.
Pada tahun 1968, satu tim sarjana kesehatan Jepang dari Universitas Kobe
mengadakan penelitian di Indonesia di bawah pimpinan Susumohota.
Berdasarkan hasil penelitian itu, pada tahun 1968 sudah dapat dipastikan
bahwa penyakit tersebut disebabkan virus dengue. Kemudian dilaporkan
berjangkit penyakit yang sama pada anak – anak di kota besar di Indonesia,
antara lain Bandung (1969) dan Jogjakarta (1970). Letusan pertama di luar
Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Lampung dan Sumatra Barat, kemudian
tahun 1973 di Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1975, 20 propinsi
telah melaporkan terjangkitnya epidemi DHF. Pada 1994, seluruh propinsi
sudah terkena serangan DHF. (Sutaryo, 2004)
A. 2. Patogenesis virus dengue
Patogenesis infeksi dengue dapat dibagi dalam imunopatologi virologi
dan hematopatologi yang dapat dijelaskan dalam teori berikut ini.
Teori virulensi virus
Sampai dengan saat ini belum ada penandaan virulensi virus, namun
beberapa peneliti dibidang virus telah mencoba memeriksa sekuens protein
virus. Penelitian secara molekular biologi mendapatkan hasil, yaitu pada saat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
sebelum kejadian luar biasa, selama kejadian luar biasa, dan setelah reda
kejadian luar biasa ternyata sekuens protein tersebut berbeda. (Sutaryo,2004)
Teori imunopatologi
Reaksi imun mempunyai dua aspek yaitu respon kekebalan atau bahkan
dapat menyebabkan penyakit. Hasil percobaan disimpulkan bahwa sesudah
mendapat infeksi virus dengue satu serotipe, maka akan terjadi kekebalan
terhadap virus ini dalam jangka lama, dan tidak mampu memberi pertahanan
terhadap jenis virus yang lain. Teori ini kemudian berkembang dan disebut
sebagai teori infeksi sekunder oleh virus heterologus yang berurutan.
(Sutaryo,2004)
Teori antigen – antibodi
Virus dengue merupakan antigen yang akan bereaksi dengan antibodi
yang akan mengaktivasi komplemen. Aktivasi ini selanjutnya menghasilkan
anafilaktoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan
permeabilitas kapiler lalu akan terjadi kebocoran plasma. Virus dengue
selanjutnya di sirkulasi darah berikatan dengan IgG yang spesifik dan
membentuk kompleks imun dimana kompleks imun ini terdapat pada 48 –
72% pasien DBD. (Sutaryo,2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Teori infection enhancing antibody
Aktivitas ini pada umumnya dapat dilihat pada pengenceran yang cukup
banyak sehingga antibodi tersebut tidak mempunyai sifat neutralisasi.
Pada observasi yang dilakukan terhadap bayi manusia yang diteliti kadar
antibodinya, disimpulkan pada bayi yang terkena DBD ditubuhnya sudah ada
antibodi non – neutralisasi yang didapat secara pasif dari ibunya.
Teori ini berdasar pada peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya
antibodi non – neutralisasi. Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel
fagosit seperti makrofag, monosit dan sel Kupfer. Menurut penelitian, antigen
dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang beredar dibanding
dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Diduga makrofag yang
terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi inflamasi,
sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan
mengaktivasi faktor koagulasi.(Sutaryo,2004)
Teori mediator
Dasar dari penyakit DBD adalah keluarnya sitokin. Fungsi dan
mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang
disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang
mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel
inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi
leukosit matur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Setelah virus dengue masuk ke dalam darah, maka secara cepat sistem
imunitas non spesifik kita yaitu interferon akan bereaksi. Interferon adalah
bagian dari sitokin. Sitokin adalah peptide yang dihasilkan oleh sel limfosit,
makrofag, granulosit dan sel endotel. Fungsi interferon adalah merangsang
aktifitas sel Killer dan natural Killer untuk memfagosit virus secara langsung.
Sel Killer dan natural Killer juga termasuk sistim imunitas non spesifik. Sel
Killer dan natural Killer sebenarnya adalah sel limfosit yang bukan sel
limfosit B atau limfosit T dan bentuknya bergranula besar-besar. Oleh karena
itu disebut juga large granular lymphosit atau sel nol. Sel Killer juga
mempunyai kemampuan untuk membunuh virus yang telah berada pada sel
targetnya dengan mekanisme ADCC (antigen depending cytotoxic cell).
Fungsi interferon lainnya adalah menginduksi sel – sel di sekitar sel yang
telah diinfeksi virus untuk resisten terhadap virus itu. Adapun imunitas
spesifik akan membentuk antibodi yang akan melapisi virus (terbentuk
antigen antibodi komplek / komplek imun) sehingga akan mudah difagosit
oleh sel fagosit dalam hal ini terutama oleh makrofag. Di lain pihak komplek
imun itu akan merangsang keluarnya komplemen. Komplemen inilah yang
merangsang makrofag untuk beraktifitas memfagosit. Di lain pihak
komplemen pun dapat memperburuk keadaan individu dengan keluarnya
komplemen anafilaksin (C3, C5A) yang mengakibatkan permeabilitas kapiler
meningkat. Hal tersebut ditambah dengan kebocoran plasma (akibat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
penghancuran komplek imun di sirkulasi akan menyebabkan terjadinya syok
pada seseorang.
Virus yang berhasil lepas dari sergapan interferon, sel natural killer , sel
Killer, antibodi dan fagositosis oleh makrofag yang sehat (yang belum
terinfeksi virus dengue) akan masuk ke sel target. Sel target dari virus dengue
adalah monosit, makrofag, dan sel Kupfer (bukan trombosit). Virus yang
berhasil masuk dalam sel target ini pun akan dihancurkan oleh sel sitotoksik
(sel Tc) dan sel Killer seperti telah disebutkan sebelumnya. Defek dari sel
tentara dan jumlahnya yang menurun akan menyebabkan komplek imun
menyebar ke seluruh tubuh termasuk juga ke trombosit. Kehancuran jaringan,
kebocoran plasma dan trombositopenia akan terjadi. Ini adalah dasar
T.Mudwal mengatakan bahwa dasar dari patogenesis dan patofisiologi dari
DBD adalah hipersensitivitas tipe III. Hanya orang-orang Pasifik Barat dan
Asia Tenggara yang terutama terkena demam berdarah dengue. Walaupun
bukan mustahil dengan kemampuan virus dengue untuk mengubah struktur
genetiknya dan terjadinya perubahan struktur genetik pada manusia tertentu,
DBD akan menyerang dunia yang lebih luas. Itulah sebabnya mengapa
sekarang kita banyak menjumpai orang-orang Amerika, Eropa dan Australia
terkena DBD, bahkan hanya dengan satu kali gigitan saja (infeksi primer/IgM
positif). (Mudwal, 2009)
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
enhancing antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal dua jenis
antibodi yaitu :
Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi
akan tetapi memacu replikasi virus.
Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya viriont determinant
specificity. Antibodi non – neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer
akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari
pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang
berbeda cenderung mengakibatkan manifestasi yang berat. (Huang, 2008)
Antibodi non – neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear
yang telah terinfeksi.
Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan
menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang, mekanisme ini disebut
mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa
renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator
yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. ( Huang, 2008; Mudwal,2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Gambar 2.1. Patogenesis dan patofisiologi DBD secara umum (Mudwals,2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Aktivasi Limfosit T
Oleh rangsang monosit yang telah terinfeksi virus dengue atau antigen
virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN-α dan γ). Pada
infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe berbeda dengan infeksi pertama,
limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN-α. Interferon alpha
(IFN–α) itu merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan
monosit untuk memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+
spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan
mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan. Hipotesis
kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe
virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi
sebagai akibat serotipe atau galur serotipe virus dengue yang paling virulen.
(Zivna iva, 2002)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Gambar 2.2. Infeksi virus dengue (Zivna Iva,2002)
A. 3. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari
asimtomatik (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), dan demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok
dengue, SSD). (Sutaryo, 2004; Hadinegoro, 2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Tabel 2.1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue (Hadinegoro,2004)
Spektrum Klinis
DD
·
·
·
DBD
·
·
·
·
·
·
SSD
·
·
·
·
·
·
Manifestasi Klinis
Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih
manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia,
manifestasi perdarahan, dan leukopenia
Dapat disertai trombositopenia
Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis
membaik.
Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri
kepala, nyeri retroorbita, mialgia dan nyeri perut
Uji rumple positif, ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura,
dan/atau perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih :
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri
Hepatomegali
Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau
perembesan ke rongga peritoneal
Trombositopenia dan hemokonsentrasi
Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan
penyakit dapat berkembang menjadi syok
Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi
(syok)
Gejala syok : Anak gelisah, hingga terjadi penurunan
kesadaran, sianosis
Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak terabaT
Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg
Akral dingin, capillary refill time turun
Diuresis turun, hingga anuria.
Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas
kapiler
sehingga
terjadi
perembesan
plasma
yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.
Uji rumple positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter
2,8 cm (1 inchi)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
A. 4. Diagnosis
Diagnosis DD ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang sesuai tabel 1 tanpa adanya tanda-tanda perembesan plasma
(hemokonsentrasi, hipovolemia, dan syok). Sedangkan diagnosis DBD
ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO 1997 sebagai berikut:
Kriteria klinis
· Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
· Terdapat manifestasi perdarahan : uji rumple positif, petekiae, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena.
· Hepatomegali.
· Syok
Kriteria laboratoris
· Trombositopenia (trombosit < 100.000 mm3)
· Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
> 20% menurut standar
umur dan jenis kelamin)
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria :
2 kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Tabel 2.2. Derajat penyakit DBD (Hadinegoro, 2004).
Derajat Penyakit
DBD derajat I
DBD derajat II
DBD derajat III
DBD derajat IV
Kriteria
· Demam disertai gejala tidak khas, dan
satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji rumple positif.
· Seperti derajat I, disertai perdarahan
spontan di kulit atau perdarahan lain.
· Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi,
sianosis disekitar mulut, kulit dingin
dan lembab, dan anak tampak gelisah.
· Syok berat (profound shock): nadi tidak
dapat diraba, dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Tabel 2.3. Algoritma Diagnosis Demam Dengue dan DBD
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
B. PEMERIKSAAN ANTIGEN
B.1. Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)
Pemeriksaan ini cukup banyak digunakan untuk mendeteksi RNA virus.
Sampel bisa diambil dari manusia, jaringan otopsi, maupun nyamuk. RT-PCR
termasuk diagnosis serotipe yang spesifik dan cepat.
Reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) adalah suatu
metode melipatgandakan (amplifikasi) RNA secara in vitro dengan bantuan
enzim polimerase. Persaratan dasar untuk RT-PCR adalah cetakan RNA
(”template”), sepasang primer, bahan baku RNA (dNTPs), dan enzim RNA
polimerase dalam bufer reaksi. Prinsip dasar RT-PCR adalah mereaksikan
komponen – komponen dasar tersebut di atas pada tiga tahapan suhu yang
berbeda sehingga cetakan RNA akan memperbanyak diri dua kali lipat. Proses
pelipatgandaan RNA akan berlangsung terus menerus sesuai jumlah siklus (n)
sehingga akan diperoleh RNA sebanyak 2n. Kemampuan RT-PCR untuk
memperbanyak
RNA
dengan
cepat,
sensitivitasnya
tinggi,
mampu
memperbanyak bahan yang terbatas jumlahnya dan telah terdegradasi
sebagian serta kespesifikannya yang tinggi membuat metode ini merupakan
suatu revolusi besar dalam bioteknologi. Aplikasi teknik RT-PCR ini telah
dilakukan dalam berbagai bidang yaitu penelitian ilmu dasar dan terapan dan
untuk diagnosis suatu penyakit. (Huhtamo, 2009)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
B.2. Protein Nonstruktural – 1 Dengue (NS-1 Dengue)
Pemeriksaan NS-1 merupakan deteksi dini pada infeksi dengue akut yang
memprioritaskan pada serokonversi dimana bisa muncul sejak onset panas
hari pertama sampai dengan hari kesembilan. Dengan pemeriksaan ini dapat
segera diketahui risiko terjadinya baik demam berdarah dengue maupun
sindrom syok dengue. (Sekaran,2009; Kumarasamy,2007;Libraty,2002)
Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, terdapat empat
serotipe yang berbeda yaitu DEN1, DEN2, DEN3 dan DEN4 yang semuanya
terdapat di Indonesia. Virus dengue memiliki genom 11 kb yang mengkode 10
macam protein virus yaitu tiga protein struktural ( C/protein core, M/protein
membrane, E/protein envelope ) dan tujuh protein nonstruktural ( NS-1, NS2a, NS-2b, NS-3, NS-4a, NS-4b, NS-5 ).
Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis melalui reseptor,
genom virus yang terdiri dari RNA rantai tunggal akan dilepaskan kedalam
sitoplasma dan digunakan sebagai cetakan atau template untuk proses translasi
menjadi prekursor protein yang lebih besar. Pemotongan pada bagian terminal
dari poliprotein ini oleh enzim-enzim sel inang (signalase, furin) akan
menghasilkan protein-protein struktural yang membentuk partikel virus
berselubung. Poliprotein yang tersisa dibutuhkan untuk menghasilkan lebih
banyak virus yang nantinya mengulang proses yang sama.
Protein – protein nonstruktural virus tersebut diduga bersama-sama
dengan protein – protein host yang belum diketahui, membentuk mesin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
replikasi didalam sitoplasma sel – sel yang terinfeksi yang mengkatalisis
peningkatan jumlah RNA. Sebagai contoh, NS-3 dan NS-5 mempunyai
aktivitas protease, helicase, polymerase yang sangat berperan dalam proses
replikasi. NS-3 hanya akan aktif bila berikatan dengan NS-2b yang
mempunyai peran pada pelipatan protein.
RNA baru yang dihasilkan kemudian digunakan lagi untuk proses
translasi dan menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih
banyak RNA virus atau untuk ankapsidasi kedalam partikel virus. Pada
akhirnya virion – virion meninggalkan sel melalui proses eksositosis
(Wiwanitkit, 2003; Dussart, 2006; Alcon, 2002).
B.3. Hasil Penelitian Ns-1 Dengue dibandingkan dengan RT-PCR
Dussart dkk melakukan penelitian terhadap 299 sampel serum dari pasien
dengan penyakit dengue yang terdiri dari 42 kasus DEN1, 43 kasus DEN2,
109 kasus DEN3, 49 kasus DEN4 dan 56 tidak diketahui serotipenya. Lima
sampel adalah serum fase akut onset hari ke 3 sampai 4 dan 5, 51 sampel pada
fase konvalesen onset hari ke 5 sampai 10. Dussart juga menambahkan 50
sampel serum fase akut (hari 1 – 4) pasien yang mengalami dengue like
syndrome dan 20 sampel serum yellow fever.
Sampel serum yang terinfeksi dengue dibagi dua yaitu serum fase akut
(hari 0-4) dan early convalescent (hari ke 5-10). Semua sampel kemudian
diperiksa MAC ELISA ( IgM Antibody Captured ELISA ) dan NS-1 dengue.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sensitivitas NS-1 terhadap PCR
sebesar 85% dan terhadap kultur virus 94,1%, dengan sensitivitas total
terhadap semua jenis serotipe 88,7%. Sensitivitas pemeriksaan NS-1 optimal
hari ke 0-4, sementara pemeriksaan serologi dengan MAC ELISA
sensitivitasnya hanya 8,6% pada waktu tersebut. Spesivitas NS-1 dengue
diperoleh sebesar 100%.
Kombinasi pemeriksaan NS-1 dengue pada fase akut dan MAC ELISA
pada fase konvalesen akan meningkatkan sensitivitas dari 88,7% menjadi
91,9%.Protein Nonstruktural – 1 Dengue (NS-1 Dengue) adalah glikoprotein
nonstruktural dengan berat molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein
yang sangat konservatif. Pada awalnya NS-1 digambarkan sebagai antigen
Soluble Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. NS-1
diperlukan untuk kelangsungan hidup virus namun belum diketahui aktivitas
biologisnya. Dari bukti yang sudah ada menunjukkan bahwa NS-1 terlibat
dalam proses replikasi virus. Nonstruktural-1 (NS-1) sendiri dihasilkan dalam
dua bentuk yaitu membran terasosiasi dan secreted form.31(Dussart,2006)
Penelitian yang dilakukan oleh Kumarasamy dkk yang menggunakan
sampel pasien yang sudah dikonfirmasi dengan RT – PCR dan atau isolasi
virus diperoleh hasil bahwa sensitivitas reagen komersial dengue NS-1
antigen – capture ELISA untuk infeksi virus dengue aktif sebesar 93,4% dan
spesifisitasnya sebesar 100%. Sensitivitas untuk dengue primer akut sebesar
97,3% dan untuk dengue akut sekunder sebesar 70%. Nilai ramal positif dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
negatif masing – masing sebesar 100% dan 97,3%. Positive isolation rate
isolasi virus secara keseluruhan adalah sebesar 8% (73,9% untuk dengue
primer akut dan 31% untuk dengue sekunder akut) sedangkan positive
detection rate RT – PCR secara keseluruhan adalah 66,7% (65,2% untuk
dengue primer akut dan 75,9% untuk dengue sekunder akut). Dari hasil
penelitian tersebut, Kumarasamy menyimpulkan bahwa reagen komersial
dengue NS-1 antigen – capture Elisa dapat lebih superior dibandingkan
isolasi virus dan RT – PCR untuk diagnosis laboratorium infeksi dengue akut
berdasarkan sampel tunggal. ( Kumarasamy,2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
C. Kerangka berpikir
Anak sehat
Digigit nyamuk
betina Aedes agypti
Virus dengue masuk
kedalam darah
Menginfeksi dan bereplikasi
pada sel fagosit mononuclear
(monosit, makrofag, histiosit
dan sel kupfer)
Demam < 3hari
Pemeriksaan PCR
dan antigen NS-1
Terjadi interaksi dengan system
humoral dan sistem
komplemen
Mediator dilepaskan
Mempengaruhi permeabilitas
kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi
Lingkup penelitian
Gambar 2.3. Kerangka berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Keterangan kerangka konsep
Virus dengue masuk ketubuh seorang anak setelah digigit nyamuk betina
aedes agypti. Kemudian virus dengue masuk kedalam darah dan menginfeksi
serta bereplikasi pada sel – sel fagosit mononuklear (monosit, makrofag,
histiosit, dan sel kupffer). Akibat infeksi virus dengue pada sel – sel fagosit,
maka akan terjadi demam. Pada saat itulah akan dilakukan pemeriksaan RTPCR dan NS-1. Setelah terjadinya demam, terjadi interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dan kemudian mediator akan dilepaskan.
Akibat pelepasan mediator ini, akan menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan pengaktifan sistem koagulasi.
D. Hipotesis Penelitian
Pemeriksaan antigen NS-1 dapat digunakan sebagai diagnostik dini penyakit
demam berdarah dengue pada anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik untuk mendeteksi virus
dengue secara dini dengan menggunakan pemeriksaan NS-1.
B.
Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di poliklinik dan IGD RSUD Dr. Moewardi antara
bulan Agustus 2010 – Oktober 2011.
C.
Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah semua anak yang demam < 3
hari di poliklinik dan IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta antara Agustus 2010
– Oktober 2011.
D.
Sampel dan cara pemilihan sampel
Sampel penelitian adalah pasien di poliklinik dan IGD RSUD
Dr.Moewardi Surakarta secara purposive sampling.
a. Kriteria inklusi
i. Datang ke IGD / Poliklinik anak RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
demam < 3 hari
ii. Orangtua/wali menandatangani informed consent penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
b. Kriteria eksklusi
i. Penderita datang dalam keadaan syok.
ii. Telah diketahui menderita kelainan paru, jantung, ginjal, dan hati
sebelumnya.
iii. Telah diketahui menderita kelainan hematologi sebelumnya.
iv. Penderita dan orangtua/wali menolak mengikuti penelitian.
E. Besar sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rule of
thumb, yaitu 30.
F. Identifikasi variabel penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemeriksaan NS-1, sedangkan
variabel tergantung dalam penelitian ini adalah RT-PCR.
G. Definisi operasional
1.Pemeriksaan NS-1
Pemeriksaan NS-1 merupakan deteksi dini pada infeksi dengue akut
yang memprioritaskan pada serokonversi dimana bisa muncul sejak onset
panas hari pertama sampai dengan hari kesembilan. Dengan pemeriksaan ini
dapat segera diketahui secara dini adanya infeksi virus dengue.
2.Pemeriksaan RT-PCR
Pemeriksaan RT-PCR merupakan diagnosis serotipe yang spesifik
yang dapat digunakan untuk mendeteksi RNA virus dimana sampel bisa
diambil dari manusia, jaringan otopsi, maupun nyamuk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
3.Anak demam
Anak yang demam pada pengukuran suhu aksila lebih sama dengan
38°C (Nelson,2011).
4.Kelainan jantung, hati,ginjal, dan paru
Demam dapat terjadi pada infeksi pada jantung (perikarditis), hepatitis,
nefritis, dan pneumonia. Penderita dengan kelainan tersebut tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.
5.Kelainan hematologi yang lain
Yang dimaksud dengan kelainan hematologi yang lain adalah penyakit
purpura trombositopenik imun, leukemia akut, dan anemia aplastik.
Penyakit-penyakit tersebut menampilkan gejala yang menyerupai infeksi
virus
dengue
yaitu
adanya
demam,
manifestasi
perdarahan,
dan
trombositopenia. Pasien yang telah diketahui menderita kelainan tersebut
tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
H. Alur penelitian
Setiap pasien yang datang dan di poliklinik, IGD dan ruang perawatan
anak RSUD Dr. Moewardi ditentukan apakah memenuhi kriteria inklusi.
Dilakukan pemeriksaan NS-1 dan RT-PCR kepada subyek penelitian. Pasien
diikuti perkembangannya, sampai diijinkan pulang dari rumah sakit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Alur penelitian secara skematis dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pasien datang ke RSUD Dr Moewardi
· Anamnesis
· Pemeriksaan
fisik
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Subyek penelitian
Pemeriksaan RT-PCR dan NS-1
NS 1(+)
RT-PCR
NS 1(-)
RT-PCR (-)
NS 1(+)
RT-PCR (-)
NS 1(-)
RT-PCR (+)
Gambar 3.1. Alur penelitian.
I.
Cara kerja
Semua anak yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Peneliti mengajukan pertanyaan
kepada orangtua atau wali sesuai formulir isian penelitian.
J.
Pengolahan Data
Validitas hasil pemeriksaan NS-1 dibandingkan RT-PCR dengan
menggunakan ukuran sensitivitas dan spesifisitas. Untuk mengetahui nilai
probabilitas dari hasil penelitian dilakukan penghitungan nilai prediktif positif
dan nilai prediktif negative.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
RT-PCR
+
NS 1
-
+
a
b
-
c
d
Sensitivitas =
a
a+c
Spesifisitas =
b
b+d
Nilai prediktif positif =
Nilai prediktif negatif =
a
a+b
d
c+d
K. Izin subyek penelitian
Penelitian ini dilakukan atas persetujuan orangtua atau wali dengan cara
menandatangani
informed consent yang diajukan oleh peneliti, setelah
sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian
tersebut. Penelitian dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Komite Etik yang ada di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi periode Agustus 2010
sampai Oktober 2011. Didapatkan 30 anak antara usia 7 bulan – 16 tahun
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi penelitian. Orang tua dari dari
setiap anak telah menyetujui untuk mengikuti penelitian ini. Karekteristik
dasar dari subyek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian.
Variabel
Usia
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Panas
Hari ke 1
Hari ke 2
NS-1
Positif
Negatif
PCR
Negatif
Mean (Min – Max)
(N = 30)
6,81 (7 bulan – 16
tahun)
N
Persen
18
12
60,0
40,0
12
18
40,0
60,0
1
29
3.3
96.7
30
100
commit to user
SD
4,67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
B.
PEMBAHASAN
Dari data penelitian didapatkan jumlah sampel laki-laki lebih banyak
dari perempuan (60%) dengan rata-rata usia anak adalah 6,81 tahun. Dari data
diketahui pasien yang datang saat memeriksakan diri pada demam hari ke 2
(60%). Pada pemeriksaan NS-1 didapatkan hasil positif sebanyak 1 sampel
(3,3%) dan hasil negatif didapatkan pada 29 sampel (96,7%) sedangkan dari
pemeriksaan PCR didapatkan hasil negatif pada keseluruhan sampel yaitu 30
anak (100%). Tabel 2 menunjukkan hasil Crosstab (tabulasi silang) untuk
mengetahui perbandingan antara pemeriksaan NS-1 dengan PCR.
Tabel 4. 2. Perbandingan NS1 dan PCR
PCR
Positif
0
0
0
Positif
Negatif
NS-1
Total
Sensitivitas = 0.5/1 = 50%
Spesifisitas = 29.5/31 = 95.2%
Nilai Prediktif Positif = 0.5/2.0 = 25%
Nilai Prediktif Negatif = 29.5/30 = 98.3%
commit to user
Negatif
1
29
30
Total
1
29
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua pasien didiagnosis dengan
PCR negatif, sedangkan ada 1 pasien didiagnosis dengan NS-1 positif
sehingga pada masing-masing sel tabulasi silang ditambahkan nilai frekuensi
sebesar 0,5 agar beberapa parameter secara matematis dapat dihitung. Adapun
parameter yang dimaksud adalah nilai sensitivitas sebesar 50% serta nilai
spesifisitas sebesar 95,2%. Untuk nilai prediktif positif didapatkan hasil 25%
sedangkan nilai prediktif negatif sebesar 98,3%.
Sensitivitas antigen NS-1 dengue pada penelitian ini hanya 50% yang
mempunyai arti bahwa temuan ini menunjukkan NS-1 tidak sensitif untuk
mendiagnosis infeksi virus dengue. Artinya, NS-1 memiliki kemampuan yang
rendah untuk mengklasifikasikan pasien anak dengan infeksi virus dengue
sebagai positif. Dengan kata lain, banyak diantara pasien anak dengan infeksi
virus dengue diklasifikasikan secara salah sebagai negatif oleh NS-1.
Rendahnya sensitivitas antigen NS-1 pada penelitian ini serupa dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustina 2010 di Surabaya,
mendapatkan sensitivitas NS-1 dengue sebesar 40%. Hal ini berbeda dengan
hasil penelitian Kumarasamy 2007 di Malaysia (90%) dan Hang 2009 di
Vietnam (83%). Perbedaan hasil sensitivitas NS-1 ini kemungkinan
dikarenakan pada penelitian Kumarasamy dan Hang dilakukan pemeriksaan
antigen NS-1 pada pasien yang telah terdiagnosis menderita infeksi virus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
dengue menggunakan kriteria WHO dan atau telah dilakukan pemeriksaan
PCR.
Spesifisitas antigen NS-1 dengue pada penelitian ini tinggi yaitu
95,2% yang mempunyai arti bahwa NS-1 memiliki spesifisitas tinggi untuk
menyingkirkan pasien anak tanpa infeksi virus dengue. Artinya, NS-1
memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengklasifikasi pasien anak tanpa
infeksi virus dengue sebagai negatif. Dengan kata lain, sangat sedikit diantara
pasien tanpa infeksi virus dengue yang secara salah diklasifikasikan sebagai
positif.
Hasil spesifisitas yang tinggi (100%) didapatkan pada penelitian Hang dkk,
hal ini hampir sama
dengan hasil spesifisitas yang didapat oleh peneliti
(95,2%), hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemeriksaan NS-1dilakukan
baik pada pasien yang telah terdiagnosa infeksi virus dengue maupun belum
terinfeksi virus dengue, NS-1 memiliki kemampuan sebagai alat diagnostik
untuk menyingkirkan pasien anak yang tidak terinfeksi virus dengue.
Penelitian ini menunjukkan bahwa NS-1 memiliki nilai prediktif
positif yang rendah (25%) untuk memprediksi terjadinya infeksi virus dengue
pada anak. Artinya, NS-1 memiliki kemampuan yang rendah dalam
memprediksi bahwa pasien anak yang diklasifikasikan sebagai positif oleh
NS-1 sekarang akan benar-benar mengalami infeksi virus dengue. Dengan
kata lain, banyak diantara pasien anak yang diklasifikasikan sebagai positif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
oleh NS-1 sekarang ternyata dikemudian hari tidak mengalami infeksi virus
dengue.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Hang dkk, dimana Hang dkk
mendapatkan nilai prediktif positif yang tinggi (100%) pada penelitiannya.
Hal ini dikarenakan Hang dkk melakukan penelitian NS-1 pada pasien-pasien
anak yang telah terdiagnosis infeksi virus dengue sebelumnya sehingga nilai
prediktif positif yang didapatkan tinggi, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan sampel dari pasien anak yang belum didiagnosis infeksi virus
dengue.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa NS-1 memilki nilai prediktif
negatif yang tinggi untuk memprediksi tidak terjadinya infeksi virus dengue.
Artinya, NS-1 memiliki kemampuan yang tinggi dalam memprediksi bahwa
pasien anak yang diklasifikasikan sebagai negatif oleh NS-1 sekarang akan
benar-benar tidak mengalami infeksi virus dengue. Dengan kata lain, hanya
sedikit diantara pasien anak yang diklasifikasikan sebagai negatif oleh NS-1
sekarang ternyata dikemudian hari mengalami infeksi virus dengue.
Nilai prediktif negatif yang didapatkan pada penelitian ini (98,3%) juga
berbeda dengan nilai prediktif negatif yang didapatkan dari penelitian hang
dkk (38,2%), hal ini menunjukkan bahwa diagnosis dari sampel yang
digunakan dalam penelitian memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan hasil dari penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Jadi temuan ini menyimpulkan bahwa NS-1 tidak cocok untuk
digunakan sebagai alat skrining terjadinya infeksi virus dengue pada anak
ditempat pelayanan kesehatan primer karena banyak diantara anak yang
diklasifikasikan negatif oleh NS-1 sebenarnya sedang mengalami infeksi virus
dengue. Tetapi sebaliknya NS-1 dapat digunakan untuk menggantikan PCR
ditempat pelayanan kesehatan sekunder sebagai alat bantu diagnostik yang
mampu menyingkirkan pasien anak yang tidak terinfeksi virus dengue.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. NS-1 tidak sensitif untuk membantu diagnosa infeksi virus dengue
(Sensitivitas = 50%).
2. NS-1 memiliki spesifisitas tinggi untuk membantu diagnosis infeksi virus
dengue (Spesifisitas = 95,2%).
3. NS-1 tidak bisa digunakan untuk memprediksi infeksi virus dengue
(Positive predictive value = 25%).
4. NS-1 memiliki kemungkinan tinggi untuk memprediksi tidak terjadinya
infeksi virus dengue (Negative predictive value = 98,3%).
B.
SARAN
Perlunya dilakukan penelitian dengan waktu yang lebih lama dan besar
sampel yang lebih besar sehingga dapat mewakili populasi. Perlu dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
penyeleksian pasien untuk sampel dengan lebih teliti yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Untuk pengambilan sampel
darah sendiri, perlu dipertimbangkan dalam perihal waktu pengambilan yang
sesuai sehingga dapat memberikan hasil yang bermakna. Pemeriksaan NS-1
ini sendiri perlu sosialisasi yang lebih baik terhadap kalangan umum sehingga
pemeriksaan ini dapat dikenal di masyarakat luas dengan baik.
C.
IMPLIKASI PENELITIAN
1. Bagi Bidang Akademik
Dengan melakukan pemeriksaan NS-1 sebagai pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya infeksi virus dengue dini diharapkan dapat mencegah
perjalanan penyakit dengue yang lebih berat sehingga dapat menurunkan
angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini. Namun dari hasil
penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pemeriksaan NS-1
tidak dapat digunakan untuk memprediksi adanya infeksi virus dengue sejak
dini pada anak sehingga perlu dipertimbangkan untuk mencari alternatif
pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini infeksi virus
dengue.
2. Bagi Bidang Pelayanan Kedokteran Keluarga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
NS-1 tidak cocok digunakan oleh dokter keluarga sebagai alat skrining
terjadinya virus dengue pada anak. Hal ini disebabkan karena banyak diantara
anak yang diklasifikasikan sebagai negatif oleh NS-1 sebenarnya sedang
mengalami infeksi virus dengue. Tetapi NS-1 dapat digunakan oleh dokter
spesialis anak ditingkat sekunder sebagai alat diagnostik untuk menyingkirkan
pasien anak yang tidak terinfeksi virus dengue. Dengan demikian, penggunaan
NS-1 bisa mencegah terjadinya over diagnosis yakni mencegah kesalahan
mendiagnosis sebagai positif terhadap pasien anak yang tidak terinfeksi virus
dengue.
commit to user
Download