perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Virus Dengue dan Antigennya
Demam Dengue yang disertai kebocoran plasma disebut DBD,
apabila kebocoran plasma tersebut tidak segera ditangani akan muncul
keadaan yang disebut SSD (Harikushartono et al, 2002). Penyakit tersebut
disebabkan virus Dengue yang termasuk kelompok B Arthropod borne
virus (Arbovirus), kelompok Flavivirus dan keluarga Flaviridae. Virus
tersebut merupakan virus RNA dengan untaian tunggal. Virus Dengue
dewasa terdiri dari genom asam ribo nukleat berserat tunggal yang
dikelilingi oleh nukleo kapsid dengan diameter sekitar 30 nm. Nukleo
kapsid dikelilingi oleh selubung lemak dengan ketebalan sekitar 10 nm.
Diameter keseluruhan dari virion tersebut kira-kira 50 nm. Genom virus
Dengue mempunyai berat molekul 11Kb yang tersusun dari protein
struktural dan protein non struktural. Protein strukturalnya yaitu protein
core atau nukleo kapsid (C), protein Envelope (E), dan protein pre
Membran (pre-M). Sedangkan protein non struktural terdiri dari protein
NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3, NS-4A, NS-4B, dan NS-5 (Alcon et al,
2002). Protein NS1 merupakan glikoprotein yang berfungsi dalam siklus
kehidupan virus. Protein NS2 memiliki 2 protein (NS2a dan NS2b) yang
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berperan pada kompleks replikasi membran RNA begitu pula dengan
protein NS4 yang memiliki 2 protein hidrofob (NS4a dan NS4b). NS3
merupakan protein non struktural terbesar kedua (69kD) dan berlokasi di
dalam sitoplasma yang berhubungan dengan membran. Protein non
struktural ini merupakan enzim polipeptida multifungsional yang
diperlukan dalam proses replikasi virus. NS5 memiliki berat molekul yang
paling besar yaitu 105.000 kD dan merupakan petanda protein Flavivirus
(Halstead et al, 2002; Suroso et al, 2003). Dalam merangsang
pembentukan antibodi di antara protein struktural, urutan imunogenitas
tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein pre-M dan C.
Sedangkan pada protein non struktural yang paling berperan adalah protein
NS-1 (Carrington et al, 2005).
Antigen NS1 adalah glikoprotein non struktural dengan berat
molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved.
Pada mulanya NS1 digambarkan sebagai suatu antigen Soluble
Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. Antigen NS1
diperlukan untuk kelangsungan hidup virus yaitu terlibat dalam proses
replikasi virus. Antigen NS1 pada mulanya ditranslokasikan ke retikulum
endoplasma melalui sekuens signal hidrofobik yang dikode di bagian C
terminal E, dan secara cepat didimerisasi di dalam organel-organel
intrasel, kemudian ditransfer ke membran sitoplasma. Antigen NS1
dilepaskan dalam bentuk hexameric solubilized (sNS1), yang dibentuk dari
3 sub unit dimerik yang dihubungkan secara kovalen. Selama infeksi sel,
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
antigen NS1 ditemukan berkaitan dengan organel-organel intrasel atau
ditransfer melalui jalur sekresi ke permukaan sel (membran sitoplasma)
(Alcon et al, 2002; Rothman AL, 2004).
Bentuk yang larut dilepaskan dari sel mamalia yang terinfeksi dan
muncul pada hari pertama setelah serangan demam dan menurun ke
tingkat tidak terdeteksi setelah 5-6 hari. Antigen NS1 bersirkulasi pada
konsentrasi yang tinggi di dalam serum pasien dengan infeksi primer
maupun sekunder sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi demam
Dengue pada fase awal penyakit secara cepat. Antigen NS1 flavivirus telah
dikenal sebagai imunogen yang penting dan menunjukkan peran dalam
proteksi terhadap penyakit. (Massi et al, 2006; Wowor, 2011).
2.
Infeksi Dengue
Infeksi Dengue menyebabkan terjadinya Demam Dengue, DBD,
dan SSD. Manifestasi klinis Demam Dengue berupa demam, nyeri otot,
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. SSD adalah DBD yang ditandai oleh syok
(Suhendro et al, 2006).
a.
Patogenesis dan Patofisiologi
Hospes seluler untuk virus Dengue terutama sel-sel yang
termasuk sistem retikulo endotelial, yaitu: sel monosit, sel endotel,
sel Kuppfer, sel limfosit B dan makrofag. Infeksi dimulai dengan
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menempelnya virion pada reseptor virus yang ada di permukaan sel,
ada 2 cara virus Dengue menempel pada sel yaitu virus terikat pada
reseptor yang ada di permukaan sel atau melalui antibodi anti
Dengue yang terikat pada sel. Setelah menempel, virus masuk ke
dalam sel dengan cara endositosis dan fusi selubung virus dengan
membran plasma yang diikuti pelepasan nukleokapsid ke dalam
sitoplasma sel dan terjadi proses replikasi virus (Kusumawati, 2005).
Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis
yang diperantarai reseptor, genom virus yang terdiri dari ssRNA
akan dilepaskan ke dalam sitoplasma dan digunakan sebagai cetakan
atau template untuk proses translasi menjadi prekursor protein yang
besar. Pemotongan pada bagian terminal dari polipoprotein ini oleh
enzim-enzim sel inang/host (signalase, furin) akan menghasilkan
protein-protein struktural yang membentuk partikel virus yang
berselubung.
Poliprotein
yang
tersisa
dibutuhkan
untuk
menghasilkan lebih banyak virus. Protein-protein non struktural
virus tersebut diduga bersama-sama dengan protein-protein host
yang belum diketahui, membentuk mesin replikasi di dalam
sitoplasma sel-sel terinfeksi yang mengkatalisis perbanyakan RNA.
RNA yang baru dihasilkan kemudian digunakan kembali untuk
proses translasi dan menghasilkan kembali protein-protein virus,
untuk sintesis lebih banyak RNA virus atau untuk enkapsidasi
kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion meninggalkan sel
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan proses eksositosis yang sering menyebabkan kematian sel
(Alcon et al, 2002).
Dua teori menjelaskan perubahan patogenesis DBD dan
SSD di antaranya adalah teori Secondary Heterologous Infection
(teori hipotesis
infeksi sekunder) dan
Antibody Dependent
Enhancement (ADE). Teori yang pertama menyebutkan bahwa
apabila seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus
akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut
untuk jangka waktu yang lama, dengan arti lain seseorang yang telah
mendapat infeksi primer virus Dengue, akan mempunyai antibodi
yang dapat menetralisir DEN yang sama (homolog). Jika kemudian
mendapat infeksi sekunder dengan serotipe virus yang lain, maka
terjadi infeksi yang berat. Hal ini diakibatkan oleh antibodi heterolog
yang terbentuk pada infeksi primer yang akan membentuk kompleks
dengan virus Dengue baru dari serotipe yang berbeda, yaitu
kompleks virus-antibodi. Ikatan ini berikatan pada reseptor Fc gama
pada sel (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005).
Melalui bagian Fc dari IgG menyebabkan peningkatan
infeksi virus DEN kompleks virus-antibodi meliputi makrofag yang
beredar dan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag
mudah terinfeksi dan teraktivasi memproduksi IL-1, IL-6, TNF alfa,
dan juga Platelet Activating Factor (PAF). Dimana bahan mediator
ini akan memengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
haemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan
perdarahan (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005).
Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat
dinetralisir tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag. TNF alpa
baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi
antigen-antibodi kompleks akan mengaktifkan sistem komplemen
yang menghasilkan anafilatoksin C3A dan C5A yang selanjutnya
menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang mekanismenya belum jelas dan akan
menyebabkan syok (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005).
Pada teori kedua yaitu teori ADE menyatakan bahwa jika
terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi
tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat (Soegijanto, 2003).
b.
Prevalensi
DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah
kesehatan utama masyarakat internasional. Saat ini 2,5 miliar orang
atau dua perlima dari populasi dunia menghadapi risiko dari DBD.
World Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan mungkin
ada 50 juta infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO,
2012). Penderita DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan subcommit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika, dan
Karibia (Kurane, 2007). Penyakit DBD masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah
dikarenakan mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi
penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut (Kemenkes RI, 2010).
Setiap tahun Indonesia merupakan daerah endemis DBD.
Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 19682009 terus meningkat. Angka kematian atau Case Fatality Rate
(CFR) pada tahun-tahun awal (1968) kasus DBD merebak di
Indonesia sangat tinggi mencapai 41,4% kemudian terus menurun
menjadi 0,89% pada tahun 2009. Tahun 2010 Indonesia menempati
urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN dengan jumlah kasus
156.086
dan
kematian
1.358
orang.
Direktorat
Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP &
PL Kemenkes RI) melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia
menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kasus kematian
403 orang (Kemenkes RI, 2011).
Jumlah kasus Kejadian Luar Biasa DBD yang dilaporkan
pada tahun 1998 – 2009 tampak berfluktuasi. Demikian juga dengan
jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 1998 – 2009 tampak berfluktuasi. Pada tahun 1998 dan 2004
jumlah kabupaten dan kota melaporkan kejadian KLB DBD paling
tinggi yaitu 104 dan 75. Pada tahun tersebut juga dilaporkan jumlah
kasus DBD mengalami peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB
menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total laporan kasus DBD,
sedangkan tahun 2004 kasus KLB hanya menyumbang 9,5%
(7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 laporan kasus
KLB dan jumlah kabupaten dan kota yang melaporkan KLB terus
menurun (Kemenkes, 2010).
c.
Manifestasi Klinik
Infeksi virus Dengue sering salah didiagnosis dengan
penyakit lain seperti Flu atau Tifus. Hal ini disebabkan karena
infeksi virus Dengue yang bersifat asimtomatik atau tidak jelas
gejalanya. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat
masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti Flu dan Tifus.
(Hadinegoro et al, 2006).
1) Demam Dengue
Demam Dengue biasanya timbul setelah melewati masa
inkubasi infeksi virus sekitar 4-6 hari. Demam muncul dengan
onset mendadak hingga suhu tubuh dapat mencapai 39 - 400 C.
Serta demam berlangsung selama 5-6 hari. Kelainan kulit berupa
bercak kemerahan menyeluruh dan erupsi berbentuk fleeting
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
point/mottling dapat muncul secara sepintas dengan uji torniquet
yang positif (Hadinegoro et al, 2006).
Demam Dengue adalah penyakit akut yang ditandai oleh
panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik berikut:
a)
Sakit kepala
b) Nyeri retro orbital
c)
Mialgia atau atralgia
d) Ruam
e)
Manifestasi perdarahan, tourniquet test + dan petechiae.
f)
Leukopenia
&
trombositopenia
trombositopenia:
merupakan
Leukopenia
parameter
akurat
&
untuk
diagnosis infeksi Dengue sesudah hari ke-3 demam
(Hadinegoro et al, 2006).
Pada penderita anak-anak, demam Dengue biasanya
bermanifestasi ringan, sedang pada orang dewasa dapat disertai
nyari berat pada tulang, persendian dan otot, serta pada masa
konvalesens melalui periode prolonged fatique, kadang-kadang
disertai depresi (Hadinegoro, 2002).
2) Demam Berdarah Dengue (DBD)
a)
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik.
b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
(1)
Uji bendung positif.
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2)
Petekie, ekimosis, atau purpura.
(3)
Perdarahan
mukosa
(tersering
epistaksis
atau
perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
(4)
c)
Hematemesis atau melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
d) Terdapat
minimal
satu
tanda-tanda plasma
leakage
(kebocoran plasma) sebagai berikut :
(1)
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar
sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
(2)
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan,
dibandingkan
dengan
nilai
hematokrit
sebelumnya.
(3)
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites
atau hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium
(atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosis kerja DBD. Berdasarkan keterangan di atas terlihat
bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD
ditemukan adanya kebocoran plasma seperti yang telah
disebutkan
di
atas.
(International
Suwandono et al, 2011).
commit to user
15
Child
Health,
2012;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Sindrom Syok Dengue (SSD)
SSD merupakan manifestasi klinis Demam Berdarah
Dengue yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa:
a)
Penyempitan tekanan nadi (≤ 20 mmHg).
b) Frekuensi nadi cepat dan kecil.
c)
Hipotensi.
d) Akral dingin.
Beberapa karakteristik manifestasi klinis infeksi Dengue
secara umum berupa: nyeri kepala 98%, badan lemah 88%, mualmuntah 84%, nyeri epigastrium 78%, nyeri sendi dan otot 69%,
petechie 64%, epistaksis atau perdarahan gusi 36%, bercak darah
(rash) 22%, nyeri retro orbital 17%, hematemesis, melena 14%,
faringitis 12%, dan limfadenopati 12% (Hadinegoro et al, 2006).
Manifestasi
laboratorium
dapat
dilihat
dari beberapa
parameter seperti terjadinya leukopenia (neutrofil menonjol),
limfosit atipikal (15%), trombositopenia (jumlah trombosit ≤
100.000/mm3), hemokonsentrasi, abnormalitas pembekuan darah,
hiponatremia, hipoalbuminemia dan peningkatan kadar Serum
Glutamik Piruvik Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamik
Oksaloasetik Transaminase (SGOT) (Hadinegoro et al, 2006).
d.
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Diagnosis klinis DBD ditetapkan berdasarkan penetapan
derajat keparahan penderita secara klinis terbagi atas 4 tingkatan:
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji bendung.
2) Derajat 2: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit
dan atau perdarahan lain.
3) Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan
anak tampak gelisah.
4) Derajat 4: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur (International Child Health,
2012).
e.
Diagnosis
Pada umumnya diagnosis penyakit Dengue sulit ditegakkan
pada beberapa hari pertama sakit karena gejala yang muncul tidak
spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya seperti
demam tifoid, leptospirosis, campak, influenza, dan chikungunya
(Suhendro et al, 2009). Oleh karena itu, dalam penegakkan diagnosis
penyakit Dengue selain penilaian secara klinis dan hematologi rutin
juga diperlukan pemeriksaan laboratorium (WHO, 2012). Saat ini
pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis virus Dengue telah
berkembang pesat sehingga sensitivitas dan spesifisitas menjadi
lebih baik dengan waktu pemeriksaan yang lebih cepat. Pemeriksaan
laboratorium tersebut antara lain adalah pemeriksaan virologi seperti
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
isolasi virus, Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction
(PCR), antigen NS1, pemeriksaan serologi antibodi IgM dan IgG,
Hemaglutinasi Inhibisi (HI), dan netralisasi (Shu et al, 2004).
Pemeriksaan isolasi virus, PCR, HI, dan netralisasi
memerlukan laboratorium dan keahlian khusus yang belum rutin
tersedia di semua laboratorium diagnostik. Pemeriksaan penunjang
hematologi rutin hingga saat ini masih merupakan pemeriksaan yang
banyak digunakan oleh dokter karena biaya yang relatif murah dan
dapat dilakukan di banyak institusi kesehatan, bahkan di tingkat
Puskesmas sekalipun (Suwandono et al, 2011).
Deteksi virus Dengue dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi virus spesifik, antigen virus, sekuen genom, dan
antibodi. Beberapa metode dasar yang digunakan untuk mendeteksi
virus Dengue, yaitu isolasi dan karakterisasi virus, deteksi antibodi
spesifik virus Dengue (deteksi serologis), dan deteksi sekuen genom
melalui teknologi amplifikasi asam nukleat (deteksi molekuler) (Shu
& Huang, 2004).
3.
Uji Antigen NS1
Rapid test/rapid diagnostic test adalah alat diagnostik yang
memberikan hasil diagnostik cepat dari jangka waktu menit hingga 1-2
jam. Selain cepat juga akurat, mudah digunakan, tidak mahal, mudah
untuk diinterpretasikan, stabil dalam kondisi yang ekstrim, tanpa proses
yang panjang, dan hasil mudah diterima. Ada 3 metode rapid test/rapid
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diagnostic test antara lain deteksi antigen, deteksi antibodi, dan deteksi
molekuler. Imunokromatografi merupakan salah satu metode deteksi
antigen. Metode ini menggunakan dipsticks (WHO, 2007).
Di dalam alat imunokromatografi terdapat label antibodi
berwarna, yang spesifik terhadap antigen target dan ada pada bagian akhir
dari strip nitroselulosa atau strip dari plastik. Antibodi yang spesifik
terhadap antigen target tersebut juga ada pada garis tes dan garis kontrol.
Ketika sampel diteteskan pada label antibodi akan muncul pita pada garis
tes dan kontrol jika hasil positif dan akan muncul pita hanya pada garis
kontrol jika hasil negatif (WHO, 2007).
Reaksi imunologi pada tes imunokromatografi ini dibawa oleh
kertas kromatografik dengan proses kapilaritas. Pada sistem ini digunakan
2 jenis antibodi spesifik untuk antigen. Salah satu antibodi difiksasi pada
kertas kromatografik dan yang lain dilabel dengan koloid emas dan
diinfiltrasi pada sampel pad. Ketika sampel diteteskan pada sampel pad,
antigen yang ada pada sampel membentuk kompleks imun dengan antibodi
yang ada di situ dan diikuti oleh pembentukan imunokompleks dengan
antibodi yang difiksasi kemudian menghasilkan warna garis merah-ungu.
Munculnya warna tersebut mengindikasikan adanya antigen target pada
sampel (Biological Laboratory, 2007).
4.
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Deteksi virus Dengue pada penelitian ini menggunakan RT-PCR.
Reverse Transcription-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diamplifikasi berupa m-RNA. Mula-mula RNA diubah dulu menjadi DNA
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase yang diambil dari suatu
retrovirus seperti Avian Myeloblastosis Virus (AMV) yang dapat
mensintensis DNA dengan cetakan RNA dan menghasilkan DNA yang
dikenal dengan nama complement DNA (cDNA). Hanya enzim jenis ini
yang dapat mensintensis DNA dengan cetakan RNA karena polymerase
DNA hanya dapat mensintensis dengan menggunakan cetakan DNA.
Enzim yang biasanya secara bersama berhubungan dengan enzim reverse
transciptase adalah enzim RNA-dependent DNA polymerase dan enzim
DNA-dependent DNA polymerase, yang bekerja sama membentuk
transcriptase dengan arah yang berlawanan dengan arah standar. Setelah
DNA terbentuk, maka DNA itu dapat diamplifikasi seperti umumnya
proses pada PCR. Jadi, RT-PCR digunakan untuk mengamplifikasi RNA
yang kestabilannya jauh lebih rendah dibandingkan DNA (Sudjadi, 2008;
Sopian, 2006).
5. Uji diagnostik uji antigen NS1 Dengue dibanding RT-PCR
Saat ini sudah tersedia secara komersial Platelia TM Dengue NS1
Ag berupa uji ELISA produk dari BIO-RAD. Rapid strip test
imunokromatografi yang digunakan pada penelitian ini merupakan
penyederharaan uji ELISA tersebut. Terdapat suatu penelitian dengan
menggunakan alat uji tersebut bertujuan untuk mendapatkan alternatif
diagnosis infeksi virus Dengue dengan melakukan uji validasi produk
tersebut terhadap 133 serum tersangka penderita DBD di Jakarta. Uji
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
validasi meliputi sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga
negatif, rasio kecenderungan positif, rasio kecenderungan negatif dan
akurasi. Hasil uji dibandingkan dengan RT PCR sebagai baku emas (gold
standard). Hasilnya dapat disimpulkan bahwa Platelia TM Dengue NS1 Ag
layak sebagai perangkat diagnosis DBD (Novriani, 2009).
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Virus Dengue
Infeksi Virus
Dengue
Menghasilkan
Antigen:
1. NS1
2. NS2a
Uji Antigen NS-1
(Rapid strip test
imunokromatografi)
Dapat
dideteksi hari
ke 1-5 demam
(Lebih cepat)
3. NS2b
Prognosis
lebih baik
4. NS3
5. NS4a
Diagnosis Demam
Dengue
6. NS4b
7. NS5
(Lebih lambat)
Prognosis
kurang baik
Demam Dengue
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Manifestasi Klinik:
Trombositopenia & Leukopenia
Demam 2-7 hari
Manifestasi Perdarahan
Sakit kepala
Nyeri retro orbital
Myalgia atau atralgia
Ruam
Dapat
dideteksi hari
ke 3 demam
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
commit to user
22
Laboratorium
darah
Download