perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Virus Dengue dan Antigennya Demam Dengue yang disertai kebocoran plasma disebut DBD, apabila kebocoran plasma tersebut tidak segera ditangani akan muncul keadaan yang disebut SSD (Harikushartono et al, 2002). Penyakit tersebut disebabkan virus Dengue yang termasuk kelompok B Arthropod borne virus (Arbovirus), kelompok Flavivirus dan keluarga Flaviridae. Virus tersebut merupakan virus RNA dengan untaian tunggal. Virus Dengue dewasa terdiri dari genom asam ribo nukleat berserat tunggal yang dikelilingi oleh nukleo kapsid dengan diameter sekitar 30 nm. Nukleo kapsid dikelilingi oleh selubung lemak dengan ketebalan sekitar 10 nm. Diameter keseluruhan dari virion tersebut kira-kira 50 nm. Genom virus Dengue mempunyai berat molekul 11Kb yang tersusun dari protein struktural dan protein non struktural. Protein strukturalnya yaitu protein core atau nukleo kapsid (C), protein Envelope (E), dan protein pre Membran (pre-M). Sedangkan protein non struktural terdiri dari protein NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3, NS-4A, NS-4B, dan NS-5 (Alcon et al, 2002). Protein NS1 merupakan glikoprotein yang berfungsi dalam siklus kehidupan virus. Protein NS2 memiliki 2 protein (NS2a dan NS2b) yang commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berperan pada kompleks replikasi membran RNA begitu pula dengan protein NS4 yang memiliki 2 protein hidrofob (NS4a dan NS4b). NS3 merupakan protein non struktural terbesar kedua (69kD) dan berlokasi di dalam sitoplasma yang berhubungan dengan membran. Protein non struktural ini merupakan enzim polipeptida multifungsional yang diperlukan dalam proses replikasi virus. NS5 memiliki berat molekul yang paling besar yaitu 105.000 kD dan merupakan petanda protein Flavivirus (Halstead et al, 2002; Suroso et al, 2003). Dalam merangsang pembentukan antibodi di antara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein pre-M dan C. Sedangkan pada protein non struktural yang paling berperan adalah protein NS-1 (Carrington et al, 2005). Antigen NS1 adalah glikoprotein non struktural dengan berat molekul 46-50 kD dan merupakan glikoprotein yang sangat conserved. Pada mulanya NS1 digambarkan sebagai suatu antigen Soluble Complement Fixing (SCF) pada kultur sel yang terinfeksi. Antigen NS1 diperlukan untuk kelangsungan hidup virus yaitu terlibat dalam proses replikasi virus. Antigen NS1 pada mulanya ditranslokasikan ke retikulum endoplasma melalui sekuens signal hidrofobik yang dikode di bagian C terminal E, dan secara cepat didimerisasi di dalam organel-organel intrasel, kemudian ditransfer ke membran sitoplasma. Antigen NS1 dilepaskan dalam bentuk hexameric solubilized (sNS1), yang dibentuk dari 3 sub unit dimerik yang dihubungkan secara kovalen. Selama infeksi sel, commit to user 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id antigen NS1 ditemukan berkaitan dengan organel-organel intrasel atau ditransfer melalui jalur sekresi ke permukaan sel (membran sitoplasma) (Alcon et al, 2002; Rothman AL, 2004). Bentuk yang larut dilepaskan dari sel mamalia yang terinfeksi dan muncul pada hari pertama setelah serangan demam dan menurun ke tingkat tidak terdeteksi setelah 5-6 hari. Antigen NS1 bersirkulasi pada konsentrasi yang tinggi di dalam serum pasien dengan infeksi primer maupun sekunder sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi demam Dengue pada fase awal penyakit secara cepat. Antigen NS1 flavivirus telah dikenal sebagai imunogen yang penting dan menunjukkan peran dalam proteksi terhadap penyakit. (Massi et al, 2006; Wowor, 2011). 2. Infeksi Dengue Infeksi Dengue menyebabkan terjadinya Demam Dengue, DBD, dan SSD. Manifestasi klinis Demam Dengue berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. SSD adalah DBD yang ditandai oleh syok (Suhendro et al, 2006). a. Patogenesis dan Patofisiologi Hospes seluler untuk virus Dengue terutama sel-sel yang termasuk sistem retikulo endotelial, yaitu: sel monosit, sel endotel, sel Kuppfer, sel limfosit B dan makrofag. Infeksi dimulai dengan commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menempelnya virion pada reseptor virus yang ada di permukaan sel, ada 2 cara virus Dengue menempel pada sel yaitu virus terikat pada reseptor yang ada di permukaan sel atau melalui antibodi anti Dengue yang terikat pada sel. Setelah menempel, virus masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan fusi selubung virus dengan membran plasma yang diikuti pelepasan nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel dan terjadi proses replikasi virus (Kusumawati, 2005). Pada saat virus masuk ke sel melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor, genom virus yang terdiri dari ssRNA akan dilepaskan ke dalam sitoplasma dan digunakan sebagai cetakan atau template untuk proses translasi menjadi prekursor protein yang besar. Pemotongan pada bagian terminal dari polipoprotein ini oleh enzim-enzim sel inang/host (signalase, furin) akan menghasilkan protein-protein struktural yang membentuk partikel virus yang berselubung. Poliprotein yang tersisa dibutuhkan untuk menghasilkan lebih banyak virus. Protein-protein non struktural virus tersebut diduga bersama-sama dengan protein-protein host yang belum diketahui, membentuk mesin replikasi di dalam sitoplasma sel-sel terinfeksi yang mengkatalisis perbanyakan RNA. RNA yang baru dihasilkan kemudian digunakan kembali untuk proses translasi dan menghasilkan kembali protein-protein virus, untuk sintesis lebih banyak RNA virus atau untuk enkapsidasi kedalam partikel virus. Pada akhirnya virion meninggalkan sel commit to user 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan proses eksositosis yang sering menyebabkan kematian sel (Alcon et al, 2002). Dua teori menjelaskan perubahan patogenesis DBD dan SSD di antaranya adalah teori Secondary Heterologous Infection (teori hipotesis infeksi sekunder) dan Antibody Dependent Enhancement (ADE). Teori yang pertama menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama, dengan arti lain seseorang yang telah mendapat infeksi primer virus Dengue, akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisir DEN yang sama (homolog). Jika kemudian mendapat infeksi sekunder dengan serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini diakibatkan oleh antibodi heterolog yang terbentuk pada infeksi primer yang akan membentuk kompleks dengan virus Dengue baru dari serotipe yang berbeda, yaitu kompleks virus-antibodi. Ikatan ini berikatan pada reseptor Fc gama pada sel (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005). Melalui bagian Fc dari IgG menyebabkan peningkatan infeksi virus DEN kompleks virus-antibodi meliputi makrofag yang beredar dan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi dan teraktivasi memproduksi IL-1, IL-6, TNF alfa, dan juga Platelet Activating Factor (PAF). Dimana bahan mediator ini akan memengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah dan sistem commit to user 10 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id haemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisir tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag. TNF alpa baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen-antibodi kompleks akan mengaktifkan sistem komplemen yang menghasilkan anafilatoksin C3A dan C5A yang selanjutnya menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya belum jelas dan akan menyebabkan syok (Soegijanto, 2004; Depkes RI, 2005). Pada teori kedua yaitu teori ADE menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat (Soegijanto, 2003). b. Prevalensi DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional. Saat ini 2,5 miliar orang atau dua perlima dari populasi dunia menghadapi risiko dari DBD. World Health Organization (WHO) saat ini memperkirakan mungkin ada 50 juta infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2012). Penderita DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan subcommit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika, dan Karibia (Kurane, 2007). Penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah dikarenakan mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Kemenkes RI, 2010). Setiap tahun Indonesia merupakan daerah endemis DBD. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 19682009 terus meningkat. Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) pada tahun-tahun awal (1968) kasus DBD merebak di Indonesia sangat tinggi mencapai 41,4% kemudian terus menurun menjadi 0,89% pada tahun 2009. Tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL Kemenkes RI) melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kasus kematian 403 orang (Kemenkes RI, 2011). Jumlah kasus Kejadian Luar Biasa DBD yang dilaporkan pada tahun 1998 – 2009 tampak berfluktuasi. Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari commit to user 12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tahun 1998 – 2009 tampak berfluktuasi. Pada tahun 1998 dan 2004 jumlah kabupaten dan kota melaporkan kejadian KLB DBD paling tinggi yaitu 104 dan 75. Pada tahun tersebut juga dilaporkan jumlah kasus DBD mengalami peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total laporan kasus DBD, sedangkan tahun 2004 kasus KLB hanya menyumbang 9,5% (7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 laporan kasus KLB dan jumlah kabupaten dan kota yang melaporkan KLB terus menurun (Kemenkes, 2010). c. Manifestasi Klinik Infeksi virus Dengue sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti Flu atau Tifus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus Dengue yang bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti Flu dan Tifus. (Hadinegoro et al, 2006). 1) Demam Dengue Demam Dengue biasanya timbul setelah melewati masa inkubasi infeksi virus sekitar 4-6 hari. Demam muncul dengan onset mendadak hingga suhu tubuh dapat mencapai 39 - 400 C. Serta demam berlangsung selama 5-6 hari. Kelainan kulit berupa bercak kemerahan menyeluruh dan erupsi berbentuk fleeting commit to user 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id point/mottling dapat muncul secara sepintas dengan uji torniquet yang positif (Hadinegoro et al, 2006). Demam Dengue adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik berikut: a) Sakit kepala b) Nyeri retro orbital c) Mialgia atau atralgia d) Ruam e) Manifestasi perdarahan, tourniquet test + dan petechiae. f) Leukopenia & trombositopenia trombositopenia: merupakan Leukopenia parameter akurat & untuk diagnosis infeksi Dengue sesudah hari ke-3 demam (Hadinegoro et al, 2006). Pada penderita anak-anak, demam Dengue biasanya bermanifestasi ringan, sedang pada orang dewasa dapat disertai nyari berat pada tulang, persendian dan otot, serta pada masa konvalesens melalui periode prolonged fatique, kadang-kadang disertai depresi (Hadinegoro, 2002). 2) Demam Berdarah Dengue (DBD) a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: (1) Uji bendung positif. commit to user 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (2) Petekie, ekimosis, atau purpura. (3) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. (4) c) Hematemesis atau melena. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul). d) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut : (1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. (2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. (3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Dua kriteria klinis ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Berdasarkan keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma seperti yang telah disebutkan di atas. (International Suwandono et al, 2011). commit to user 15 Child Health, 2012; perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Sindrom Syok Dengue (SSD) SSD merupakan manifestasi klinis Demam Berdarah Dengue yang disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa: a) Penyempitan tekanan nadi (≤ 20 mmHg). b) Frekuensi nadi cepat dan kecil. c) Hipotensi. d) Akral dingin. Beberapa karakteristik manifestasi klinis infeksi Dengue secara umum berupa: nyeri kepala 98%, badan lemah 88%, mualmuntah 84%, nyeri epigastrium 78%, nyeri sendi dan otot 69%, petechie 64%, epistaksis atau perdarahan gusi 36%, bercak darah (rash) 22%, nyeri retro orbital 17%, hematemesis, melena 14%, faringitis 12%, dan limfadenopati 12% (Hadinegoro et al, 2006). Manifestasi laboratorium dapat dilihat dari beberapa parameter seperti terjadinya leukopenia (neutrofil menonjol), limfosit atipikal (15%), trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/mm3), hemokonsentrasi, abnormalitas pembekuan darah, hiponatremia, hipoalbuminemia dan peningkatan kadar Serum Glutamik Piruvik Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase (SGOT) (Hadinegoro et al, 2006). d. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue Diagnosis klinis DBD ditetapkan berdasarkan penetapan derajat keparahan penderita secara klinis terbagi atas 4 tingkatan: commit to user 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1) Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung. 2) Derajat 2: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. 3) Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah. 4) Derajat 4: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur (International Child Health, 2012). e. Diagnosis Pada umumnya diagnosis penyakit Dengue sulit ditegakkan pada beberapa hari pertama sakit karena gejala yang muncul tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit infeksi lainnya seperti demam tifoid, leptospirosis, campak, influenza, dan chikungunya (Suhendro et al, 2009). Oleh karena itu, dalam penegakkan diagnosis penyakit Dengue selain penilaian secara klinis dan hematologi rutin juga diperlukan pemeriksaan laboratorium (WHO, 2012). Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis virus Dengue telah berkembang pesat sehingga sensitivitas dan spesifisitas menjadi lebih baik dengan waktu pemeriksaan yang lebih cepat. Pemeriksaan laboratorium tersebut antara lain adalah pemeriksaan virologi seperti commit to user 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id isolasi virus, Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (PCR), antigen NS1, pemeriksaan serologi antibodi IgM dan IgG, Hemaglutinasi Inhibisi (HI), dan netralisasi (Shu et al, 2004). Pemeriksaan isolasi virus, PCR, HI, dan netralisasi memerlukan laboratorium dan keahlian khusus yang belum rutin tersedia di semua laboratorium diagnostik. Pemeriksaan penunjang hematologi rutin hingga saat ini masih merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan oleh dokter karena biaya yang relatif murah dan dapat dilakukan di banyak institusi kesehatan, bahkan di tingkat Puskesmas sekalipun (Suwandono et al, 2011). Deteksi virus Dengue dapat dilakukan dengan cara mendeteksi virus spesifik, antigen virus, sekuen genom, dan antibodi. Beberapa metode dasar yang digunakan untuk mendeteksi virus Dengue, yaitu isolasi dan karakterisasi virus, deteksi antibodi spesifik virus Dengue (deteksi serologis), dan deteksi sekuen genom melalui teknologi amplifikasi asam nukleat (deteksi molekuler) (Shu & Huang, 2004). 3. Uji Antigen NS1 Rapid test/rapid diagnostic test adalah alat diagnostik yang memberikan hasil diagnostik cepat dari jangka waktu menit hingga 1-2 jam. Selain cepat juga akurat, mudah digunakan, tidak mahal, mudah untuk diinterpretasikan, stabil dalam kondisi yang ekstrim, tanpa proses yang panjang, dan hasil mudah diterima. Ada 3 metode rapid test/rapid commit to user 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id diagnostic test antara lain deteksi antigen, deteksi antibodi, dan deteksi molekuler. Imunokromatografi merupakan salah satu metode deteksi antigen. Metode ini menggunakan dipsticks (WHO, 2007). Di dalam alat imunokromatografi terdapat label antibodi berwarna, yang spesifik terhadap antigen target dan ada pada bagian akhir dari strip nitroselulosa atau strip dari plastik. Antibodi yang spesifik terhadap antigen target tersebut juga ada pada garis tes dan garis kontrol. Ketika sampel diteteskan pada label antibodi akan muncul pita pada garis tes dan kontrol jika hasil positif dan akan muncul pita hanya pada garis kontrol jika hasil negatif (WHO, 2007). Reaksi imunologi pada tes imunokromatografi ini dibawa oleh kertas kromatografik dengan proses kapilaritas. Pada sistem ini digunakan 2 jenis antibodi spesifik untuk antigen. Salah satu antibodi difiksasi pada kertas kromatografik dan yang lain dilabel dengan koloid emas dan diinfiltrasi pada sampel pad. Ketika sampel diteteskan pada sampel pad, antigen yang ada pada sampel membentuk kompleks imun dengan antibodi yang ada di situ dan diikuti oleh pembentukan imunokompleks dengan antibodi yang difiksasi kemudian menghasilkan warna garis merah-ungu. Munculnya warna tersebut mengindikasikan adanya antigen target pada sampel (Biological Laboratory, 2007). 4. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Deteksi virus Dengue pada penelitian ini menggunakan RT-PCR. Reverse Transcription-PCR merupakan modifikasi dari PCR, dimana yang commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id diamplifikasi berupa m-RNA. Mula-mula RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan enzim reverse transcriptase yang diambil dari suatu retrovirus seperti Avian Myeloblastosis Virus (AMV) yang dapat mensintensis DNA dengan cetakan RNA dan menghasilkan DNA yang dikenal dengan nama complement DNA (cDNA). Hanya enzim jenis ini yang dapat mensintensis DNA dengan cetakan RNA karena polymerase DNA hanya dapat mensintensis dengan menggunakan cetakan DNA. Enzim yang biasanya secara bersama berhubungan dengan enzim reverse transciptase adalah enzim RNA-dependent DNA polymerase dan enzim DNA-dependent DNA polymerase, yang bekerja sama membentuk transcriptase dengan arah yang berlawanan dengan arah standar. Setelah DNA terbentuk, maka DNA itu dapat diamplifikasi seperti umumnya proses pada PCR. Jadi, RT-PCR digunakan untuk mengamplifikasi RNA yang kestabilannya jauh lebih rendah dibandingkan DNA (Sudjadi, 2008; Sopian, 2006). 5. Uji diagnostik uji antigen NS1 Dengue dibanding RT-PCR Saat ini sudah tersedia secara komersial Platelia TM Dengue NS1 Ag berupa uji ELISA produk dari BIO-RAD. Rapid strip test imunokromatografi yang digunakan pada penelitian ini merupakan penyederharaan uji ELISA tersebut. Terdapat suatu penelitian dengan menggunakan alat uji tersebut bertujuan untuk mendapatkan alternatif diagnosis infeksi virus Dengue dengan melakukan uji validasi produk tersebut terhadap 133 serum tersangka penderita DBD di Jakarta. Uji commit to user 20 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id validasi meliputi sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kecenderungan positif, rasio kecenderungan negatif dan akurasi. Hasil uji dibandingkan dengan RT PCR sebagai baku emas (gold standard). Hasilnya dapat disimpulkan bahwa Platelia TM Dengue NS1 Ag layak sebagai perangkat diagnosis DBD (Novriani, 2009). commit to user 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran Virus Dengue Infeksi Virus Dengue Menghasilkan Antigen: 1. NS1 2. NS2a Uji Antigen NS-1 (Rapid strip test imunokromatografi) Dapat dideteksi hari ke 1-5 demam (Lebih cepat) 3. NS2b Prognosis lebih baik 4. NS3 5. NS4a Diagnosis Demam Dengue 6. NS4b 7. NS5 (Lebih lambat) Prognosis kurang baik Demam Dengue a. b. c. d. e. f. g. Manifestasi Klinik: Trombositopenia & Leukopenia Demam 2-7 hari Manifestasi Perdarahan Sakit kepala Nyeri retro orbital Myalgia atau atralgia Ruam Dapat dideteksi hari ke 3 demam Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran commit to user 22 Laboratorium darah