sistem komunikasi intrapersonal

advertisement
Komunikasi intrapersonal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan
bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi
intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam
pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal
yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk
komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses
psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya
komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika
orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka
sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi.
Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan
pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Aktifitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya
memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri
dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif [1].
Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang
terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita,
tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun
pemahaman diri pribadi ini [2]
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada
identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah
konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang
berbeda beda (multiple selves).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Elemen-elemen konsep diri
o 1.1 Konsep diri
o 1.2 Karakteristik sosial
o 1.3 Peran sosial
o 1.4 Identitas diri yang berbeda
2 Proses pengembangan kesadaran diri
3 Catatan kaki
4 Referensi
[sunting] Elemen-elemen konsep diri
[sunting] Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita
lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan
peran sosial.
Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi
kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki,
perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu
pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep
diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Apabila pengetahuan seseorang itu
baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan
seseorang itu rendah maka, konsep diri seseorang itu tidak baik pula.
[sunting] Karakteristik sosial
Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan
orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam,
penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal ini mempengaruhi peran sosial kita,
yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam
masyarakat tertentu.
[sunting] Peran sosial
Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan
hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini
juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita
mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun
sebenarnya masing-masing dari kita memiliki berbagai identitas diri yang berbeda
(mutiple selves).
[sunting] Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atatu multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai
aktifitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi
antar pribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri kita.
Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang
lain terhadap kita (meta persepsi).
Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu
saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan
bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri)
Contohnya saat orang gemuk berusaha untuk menjadi langsing untuk
mencapai gambaran tentang dirinya yang ia idealkan.
[sunting] Proses pengembangan kesadaran diri
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu;
Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek
diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan
diri yang tinggi biasanya lebih mandiri.
Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain sebagai
kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi.
Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita,
dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut untuk menyimpulkan,
mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi Jane
Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktifitas pada
lingkungannya dan menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia
lakukan [3]
Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya,
bila ia mengalami kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial
saja saat itu, atau kekalahan itu adalah kesalahan orang lain. Sementara
seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan itu sebagai salahnya,
menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan mempengaruhi
apapun yang mereka lakukan selanjutnya, karena itulah seseorang yang
pesimis akan menyerah lebih mudah.
Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self)
perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan
terjadi tahap demi tahap melalui aktifitas serhari hari kita. Walaupun hidup
kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep diri kita terbentuk,
teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk dirubah secara
drastis.
Contoh, bila kita mencoba merubah pendapat orang tua kita dengan memberi
tahu bahwa penilaian mereka itu harus dirubah - biasanya ini merupakan usaha
yang sulit. Pendapat pribadi kita akan 'siapa saya' tumbuh menjadi lebih kuat
dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan waktu dengan anggapan
bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita.
Komunikasi Intrapersonal: Sebuah Pengantar
In 1, Islam, Makalah on Maret 30, 2008 at 5:33 am
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk yang berpikir dan, karenanya, berbicara, komunikasi bagi manusia
merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Komunikasi
baginya adalah sarana untuk berinteraksi dengan ”yang diluar dirinya”. Terlebih saat
ini, dengan percepatan teknologi tanpa henti, utamanya teknologi informasi,
komunikasi adalah sebuah keniscayaan.
Dalam pengertian sederhana, komunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian
”sesuatu yang sama” dari ”satu pihak” kepada ”pihak lain”. Dari sini, setidaknya, ada
empat hal yang dibutuhkan dalam komunikasi; penyampaian atau yang dapat
dipahami sebagai proses komunikasi; sesuatu yang sama atau pesan yang ingin
disampaikan; pihak pertama (komunikator) yang berkepentingan untuk
menyampaikan pesan dimaksud; dan pihak kedua (komunikan) yang menjadi tujuan
penyampaian pesan. Dengan analisis yang lebih mendalam dapat diketahui bahwa
pesan yang merupakan inti komunikasi terdiri dari dua aspek; isi pesan yang ingin
disampaikan (the content of the message) dan lambang yang dijadikan sarana untuk
menyampaikan pesan tersebut (symbol).
Pengertian komunikasi juga dapat kita pahami dalam tiga konseptualisasi yang
berbeda. Pertama, komunikasi yang dipahami sebagai tindakan satu arah yang
berjalan linear dari komunikator kepada komunikan. Pengertian ini sesuai dalam
beberapa kasus, seperti pidato dan komunikasi massa yang tidak melibatkan secara
aktif pembaca atau pemirsanya, namun tidak sesuai untuk bentuk komunikasi
interaktif. Kedua, komunikasi dipahami sebagai kegiatan interaktif yang melibatkan
kedua belah pihak secara aktif. Jika yang satu berfungsi sebagai pemberi pesan, yang
lain berfungsi sebagai penerima pesan. Demikian pula sebaliknya secara bergantian.
Namun konseptualisasi yang kedua inipun tidak lepas dari kelemahan karena
mengabaikan kemungkinan bahwa orang yang sama dapat berfungsi sebagai pemberi
dan penerima pesan pada saat yang sama. Ketiga, komunikasi dipahami sebagai
kegiatan transaksional yang dalam konteks ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat
komunikasi berada dalam kondisi interdependen. Dalam pengertian ketiga ini,
komunikasi tidak hanya terbatas dalam komunikasi verbal tapi juga mencakup
komunikasi nonverbal yang mencakup, misalnya, ekspresi wajah.
Lebih jauh lagi, bahkan dalam tataran individu, manusia tidaklah lepas dari
komunikasi. Didalam dirinya, manusia mengalami komunikasi dengan dirinya yang
disebut dengan komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal pada hakikatnya
adalah jenis komunikasi ditinjau dari segi tatanannya (Effendy, 2003:53). Tatanan
disini adalah proses komunikasi ditinjau dari segi jumlah komunikan yang terlibat
didalamnya. Secara umum tatanan komunikasi terbagi menjadi tiga, komunikasi
pribadi (personal communication), komunikasi kelompok (group communication),
dan komunikasi massa (mass communication). Dalam makalah ini hanya akan
dibahas salah satu cabang komunikasi pribadi yaitu komunikasi intrapersonal.
Disamping itu akan pula dijelaskan komunikasi intrapersonal dalam perspektif Islam,
yang dalam makalah hal ini pemaparannya lebih ditekankan pada kajian tradisi Islam
bukan pada kajian sumber utama Islam, yaitu al-Quran dan al-Hadits. Tentang hal ini,
selain pemaparan deskripsi yang diberikan dalam tradisi Islam tentang komunikasi
intrapersonal sebagai proses pengolahan informasi, penulis juga akan berusaha untuk
mencari paralelitas antara komunikasi intrapersonal modern dengan komunikasi
intrapersonal dalam khazanah Islam.
KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
Menurut Rakhmat (2000:49) komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan
informasi. Proses ini melewati empat tahap; sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
Proses pertama dari komunikasi intrapersonal terjadi pada saat sensasi terjadi.
Sensasi, yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia
untuk mencerap segala hal yang diinformasikan oleh pancaindera. Informasi yang
dicerap oleh pancaindera disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi.
Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli.
Kapasitas indrawi yang dimiliki setiap orang berbeda-beda yang, karenanya,
memungkinkan terjadinya perbedaan sensasi. Namun secara umum ada ambang batas
tertentu yang didalamnya pancaindera manusia dapat menyerap informasi. Mata
hanya dapat menyerap gelombang cahaya antara 380 sampai 780 nanometer. Telinga
hanya mampu menerima getaran suara dalam frekuensi antara 20 hertz sampai 20
kilohertz. Tubuh manusia hanya sanggup bertahan dengan normal pada suhu udara
antara 10 derajat celcius sampai 45 derajat celcius (ibid, 50). Rangsangan dari luar ini
yang dicerap sensasi disebut sebagai stimuli eksternal yang merupakan faktor
situasional yang berpengaruh pada sensasi. Disamping itu juga terdapat faktor internal
yang dapat pula memengaruhi sensasi yaitu faktor personal. Dalam hal ini, faktor
personal adalah pengalaman, lingkungan budaya, dan kapasitas indrawi masingmasing individu yang berbeda (ibid, 51).
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Secara sederhana
persepsi adalah memberikan makna pada hasil cerapan panca indera. Selain
dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil cerapan panca indera, persepsi
dipengaruhi juga oleh perhatian (attention), harapan (expectation), motivasi dan
ingatan (Desiderato dalam ibid, 2000:51).
Secara umum tiga hal yang disebut pertama terbagi menjadi dua faktor personal dan
faktor situasional. Penarik perhatian yang bersifat situasional merupakan penarik
perhatian yang ada di luar diri seseorang (eksternal), seperti intensitas stimuli,
kebaruan, dan perulangan. Secara internal, ada yang dinamakan perhatian selektif
(selective attention) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
biologis, sosiopsikologis, dan sosiogenis (ibid, 52-4).
Penyimpanan informasi yang dihasilkan dan pemanggilan kembali (recalling)
dilakukan dalam memori. Dalam melakukan fungsinya memori melakukan tiga hal:
perekaman (encoding), penyimpanan (storage) dan pemanggilan (retrieval). Tahap
pertama adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan saraf internal. Tahap
kedua terbagi terbagi menjadi dua: penyimpanan aktif (dengan memberi informasi
pada apa yang telah kita terima) dan penyimpanan aktif. Tahap terakhir terjadi ketika
kita membutuhkan ingatan yang telah tersimpan dengan mengingat kembali hal itu
(Mussen dan Rosenweig dalam ibid, 63).
Dari tiga tahap memori, hanya tahap terakhir yang dapat diketahui dan, karenanya,
dapat diklasifikasi. Pada tahap terakhir ini memori terbagi menjadi empat jenis.
Pertama, pengingatan (recall) yaitu proses menghasilkan kembali fakta dan informasi
secara apa adanya, seperti ketika seseorang ditanya, ”Apa saja jenis ikan laut yang
termasuk mamalia”. Kedua, pengenalan (recognition) adalah mengenal kembali
sebagian informasi yang sebagiannya telah dikenal, seperti pertanyaan yang disajikan
dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice). Ketiga, pembelajaran ulang
(relearning) adalah mempelajari kembali sesuatu yang pernah dipelajari. Seseorang
yang pernah mempernah mempelajari suatu hal dan kemudian mempelajarinya
kembali dua puluh lima persen lebih cepat menghafal. Keempat, redintegrasi
(redintegration) adalah rekonstrusi masa lalu dari satu petunjuk memori kecil, seperti
kenangan yang muncul saat anda melewati satu tempat yang biasa dilewati teman
anda (ibid, 64).
KOMUNIKASI INTRAPERSONAL: PERSPEKTIF TRADISI ISLAM
Komunikasi intrapersonal yang diartikan sebagai proses pengolahan informasi dalam
jiwa manusia juga dikenal dalam tradisi Islam. Penjelasan tentang potensi-potensi
jiwa (al-quwa al-bathinah) seringkali didahului oleh penjelasan tentang kemampuankemampuan eksternal (al-quwa al-bathinah). Hal ini dapat terlihat, misalnya, ketika
al-Ghazali (1988:60-6) menjelaskan tentang kemampuan mencerap (al-quwa almudrikah) yang didahului dengan penjelasan tentang indera-indera eksternal.
Dalam tradisi Islam keberadaan indera-indera internal (internal senses), yang
melaluinya komunikasi intrapersonal terjadi, diketahui melalui intuisi (al-wijdan)
dalam pengertian introspeksi (al-Attas, 2001:150). Secara berurutan indera internal
terdiri dari lima komponen; communis sensus (al-hiss al-musytarak); yang mencerap
bentuk, kemampuan melukiskan (al-quwa al-khayaliyyah); yang menyimpan hasil
cerapan al-hiss al-musytarak, kemampuan menaksir (al-quwa al-wahmiyyah); yang
mencerap hal-hal yang tidak sensibel, kemampuan mengingat (al-quwa al-dzakirah);
yang menyimpan hasil cerapan al-quwa al-khayaliyah, dan kemampuan berdaya cipta
(al-quwa al-mutakhayyilah); yang memroses hasil cerapan dan simpanan dari
keempat daya diatas (ibid: 151-3 dan al-Ghazali, 1988:64).
Al-Ghazali memberi ilustrasi untuk membuktikan keberadaan al-hiss al-musytarak,
ketika anda melihat air menetes dengan cepat yang anda ’lihat’ adalah garis lurus dan
ketika anda melihat titik rapat yang melingkar yang anda ’lihat’ adalah garis
melingkar. Dan hal itu adalah kenyataan (‘ala sabil al-musyahadah) bukan khayalan
(la ‘ala sabil al-takhayyul) (1988:64). Secara sederhana dapat dipahami bahwa al-hiss
al-musytarak adalah, misalnya, daya yang ’menyatukan’ objek yang dilihat dua mata
kita sehingga objek itu tetap terlihat satu. Hasil cerapan al-hiss al-musytarak disimpan
dalam kemampuan melukiskan (al-quwwah al-khayaliyah).
Dalam menjelaskan daya lukis (al-quwwah al-khayaliyah), al-Ghazali
mengilustrasikan bahwa ketika kita melihat sesuatu di depan kita dan beberapa saat
kemudian sesuatu itu menghilang maka kita masih bisa ’melihatnya’ seolah-olah
sesuatu itu masih di depan kita (ibid,65). Jadi kemampuan melukiskan (al-quwwah alkhayaliyah) yang dimiliki manusia menyimpan citra yang telah diserap oleh al-hiss almusytarak.
Daya estimasi (al-quwwah al-wahmiyah) adalah kemampuan, yang dimiliki manusia
dan hewan, untuk memahami makna-makna yang tak terlihat (nonsensible meanings).
Seekor kambing dapat memahami bahwa serigala adalah musuhnya, sedangkan
permusuhan bukanlah sesuatu yang sensibel. Daya estimasi adalah tempat yang
didalamnya opini dan pendapat terbentuk. Opini yang terbentuk melalui daya estimasi
ini tidak menggunakan analisis intelektual tanpa menggunakan citra yang tersimpan
dalam ingatan yang diasosiasikan dengan masa lalu (Op. cit, 2001:152). Tanpa
kendali yang memadai dari pikiran (intellect), daya ini adalah sumber perbuatan
destruktif yang dilakukan manusia, karena daya ini memiliki peranan besar dalam
mengendalikan tindakan hewan dan manusia (Ibn Sina, 1956:177).
Daya ingat (al-quwwah al-dzakirah/al-hafizhah) adalah tempat penyimpanan maknamakna yang dihasilkan oleh daya estimasi. Hubungan antara daya ingat (al-quwwah
al-dzakirah/al-hafizhah) dengan makna-makna yang dihasilkan daya estimasi (alquwwah al-wahmiyah) adalah sama dengan hubungan antara kemampuan melukiskan
(al-quwwah al-khayaliyah) dengan benda-benda sensibel yang citranya terbentuk
dalam al-hiss al-musytarak (Op. cit, 2001:153).
Daya cipta (al-quwwah al-mutakhayyilah) berfungsi untuk mengklasifikasi dan
mengelola citra yang diserap oleh al-hiss al-musytarak. Dalam kaitannya dengan jiwa
manusia, daya ini memiliki duafungsi; berfungsi menghasilkan kemampuan artistik
dan teknik bila terhubung dengan kemampuan melukiskan (al-quwwah almutakhayyilah) dan berfungsi sebagai daya pikir (al-quwwah al-mufakkirah) bila
terhubung jiwa manusia. Ketika terhubung dengan jiwa manusia, ia melakukan
perenungan (cogitative). Secara umum ia adalah pengelola data akal teoritis dengan
menyusunnya sedemikian rupa hingga menghasilkan pengetahuan (ibid, 153-4).
Al-hiss al-musytarak adalah penerima stimuli dari indera eksternal yang paralel
dengan sensasi yang didefinisikan sebagai proses menangkap stimuli. Fungsi memori
sebagai proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali setara dengan alquwa al-khayaliyyah, yang menyimpan hasil cerapan al-hiss al-musytarak, dan alquwa al-dzakirah/al-hafizhah, yang menyimpan hasil cerapan daya estimasi. Persepsi,
sampai batas tertentu, sama dengan al-quwa al-wahmiyah, yang menghasilkan maknamakna. Al-quwa al-mutakhayyilah, yang mengelola semua hasil cerapan, sejajar
dengan berpikir.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2001. Prolegomena to The Metaphysics of Islam.
(Kuala Lumpur: ISTAC).
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1988. Ma’arij Al-Quds fi
Madarij Ma’rifah Al-Nafs. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah).
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti).
Ibn Sina, Abu Ali al-Husain bin Abdillah. 1956. Kitab al-Syifa’, (Prague: De
L’Academie Tchecoslovaque des Sciences).
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya).
http://www.coremap.or.id/downloads/Mengapa_Kita_Berkomunikasi.pdf
komunikasi
written by Yudhi at 2008-01-24
Latar
Belakang:
===========
Dalam
ilmu
Beberapa
komunikasi,
di
komunikasi
antaranya
kelompok,
adalah
tersebut
dibagi
komunikasi
atas
beberapa
intrapersonal,
perusahaan
interpersonal,
dan
massa.
Komunikasi
Komunikasi
sendiri.
Saat
Intrapersonal:
intrapersonal
Contohnya
Anda
jenis.
di
adalah
seperti
dalam
kelas
komunikasi
merenung,
atau
yang
ada
berpikir,
sedang
di
dalam
berkhayal
rapat,
lalu
dan
terbersit
diri
kita
berfantasi.
dalam
pikiran
Anda bahwa guru atau pimpinan rapat Anda cantik, maka Anda sedang melakukan
komunikasi
intrapersonal.
Komunikasi
Interpersonal:
Komunikasi
Anda
interpersonal
mengobrol
pelajaran,
asyik
adalah
dengan
berdiskusi
rekan
komunikasi
sebelah
sendiri
antar
Anda,
tentang
film
dua
tidak
Harry
individu.
Contohnya
menyimak
rapat
atau
Potter.
Salah
satu
media yang mendukung komunikasi interpersonal adalah telepon, e-mail (jalurpribadi) dan
private chat (IRC). Kecerdasan intrapersonal, jelas Mayke lagi, adalah kemampuan seseorang
untuk memahami dirinya sendiri. Karateristik orang yang cerdas dalam aspek intrapersonal
mencakup tanggung jawab atas diri sendiri, mampu mengenali perasaannya, dan mengarahkan
emosi pribadi. Manusia yang cerdas dalam aspek intrapersonal mempunyai percaya diri, tidak
tergantung pada orang lain, berani mengambil keputusan. Karena itu, mereka biasanya dikenal
sebagai orang yang bisa memotivasi diri sendiri, senantiasa menjalankan apa yang sudah
menjadi keputusannya.Menurut Mayke, kecerdasan interpersonal mempunyai peranan yang
penting dalam kehidupan seseorang. Pertemanan dan jaringan kerja akan mudah dibentuk bila
seseorang memiliki kecerdasan interpersonal. Hubungan yang terbina lebih alamiah, bukan
dilandasi oleh kekuasaan atau kekuatan seseorang sehingga menjadi sumber ketenangan serta
kebahagiaan manusia yang hakiki. Kerja sama akan terbina, masalah bisa diselesaikan, stres
lebih mudah diatasi karena hubungan pertemanan yang akrab dan hangat.Demikian pula
dengan kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal menjadi penting, kata Mayke,
karena manusia perlu membekali diri dengan kemampuan untuk mengontrol hidupnya supaya
dapat meraih keberhasilan dan rasa aman. Dengan begitu akan terbentuk stabilitas emosi yang
dibutuhkan untuk mengatasi tekanan hidup serta kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan.
Komunikasi
Komunikasi
orang,
Kelompok/Komunitas:
kelompok
tetapi
dalam
adalah
komunikasi
jumlah
terbatas
yang
dan
dilakukan
materi
oleh
lebih
komunikasi
dari
tersebut
du
juga
kalangan terbatas, khusus bagi anggota kelompok tersebut. Contohnya apabilaada tugas
kelompok dalam kelas atau perusahaan Anda untuk membahasmasalah-masalah tertentu, maka
kelompok Anda tersebut akan melakukan apayang disebut dengan komunikasi kelompok. Salah
satu media elektronis yangmendukung komunikasi kelompok adalah telepon party line, milis
dan
publicchat
(IRC)
terbatas.
Interpersonal
Proses komunikasi antara individu (lebih dari seorang individu). IntrapersonalKontemplasi,
intuitif, pemikiran (taakulan), meditasi (bercakap dengan diri sendiri). Bentuk dan komponen
komunikasi
Manusia
manusia
berkomunikasi
untuk
berkongsi
pengetahuan
dan
pengalaman.
Bentuk
biasa
komunikasi manusia ialah percakapan, bahasa isyarat, penulisan, sikap, dan broadcasting.
Komunikasi boleh berbentuk interaktif, transaktif, disengaja atau tidak disengajakan. Ia juga
boleh jadi lisan atau tanpa lisan. Teknologi Komunikasi.Penyiaran radio dua hala transatlantik
yang pertama berlaku pada 25 Julai 1920.Apabila teknologi berkembang, protokol komunikasi
pun berubah, misalnya Thomas Edison mendapati bahawa perkataan hello ialah sapaan yang
paling tidak meragukan berbanding hail yang mudah hilang semasa penghantaran isyarat
tersebut.
Tahun 1993-1998: ditemukan tiga orang TKI yang bekerja di Brunei Darussalam yang terinfeksi
HIV/AIDS, 2 di antaranya perempuan,Tahun 2003: tercatat 69 calon TKI (24 laki-laki dan 45
perempuan)
yang
tak
jadi
berangkat
karena
terinfeksi
HIV
(Data
YPI,
2003),
• tahun 2004: Dari 233.626 calon TKI tujuan Timur Tengah yang melakukan tes kesehatan,
teridentifikasi
203
(0.087%)
positif
HIV/AIDS,
• Tahun 2005: dari 145.298 calon TKI tujuan Timur Tengah yang melakukan tes kesehatan,
teridentifikasi
•
Kasus
131
di
(0.09%)
Filipina:
28%
positif
orang
dengan
HIV/AIDS,
HIV/AIDS.
Kolega The Institute for Ecosoc Rights, Josephine dari Yogyakarta, membagikan oleh-oleh
informasi untuk kita setelah menghadiri pelatihan fasilitator bertajuk “Informasi HIV/AIDS bagi
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Solidaritas Perempuan(SP)/Serikat Buruh(SB)” di Bogor,
11-14
September
2006.HIV
dan
Buruh
Migran
Banyaknya para korban virus pelemah ketahanan tubuh ini menunjukkan semakin cepatnya
perubahan zaman. Sekarang banyak perempuan yang bermigrasi untuk mencari pekerjaan di
mana mereka dibayar lebih baik dibandingkan negara asal mereka. Diperkirakan saat ini para
migran perempuan mengisi hampir separuh pekerja migran di seluruh dunia. Proses migrasi
yang menentukan ”pilihan” pekerjaan terhadap perempuan meliputi pekerjaan reproduktif
(pekerjaan rumah tangga dan hiburan) menjadikan mereka rentan, karena pada sektor tersebut
berada di luar cakupan perlindungan hukum dalam pekerjaan terutama Kode Undang-Undang
Perburuhan.
KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
Dalam komunikasi intrapersonal, akan dijelaskab bagaimana orang menerima
informasi, mengolahnya, menyumpannya dan menghasilkannya kembali. Proses
pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal meliputi
sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
<!--[if !supportLists]-->1.1 <!--[endif]-->Sensasi
Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan
organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah
pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal.
Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat
indera.”
Definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat
penting. Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokannya
pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi
boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal). Informasi dari
luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam
diindera oleh ineroseptor (misalnya, system peredaran darah). Gerakan tubuh kita
sendiri diindera oleg propriseptor (misalnya, organ vestibular).
<!--[if !supportLists]-->1.2 <!--[endif]-->Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian
dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor
situasional. Faktor lainnya yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian.
Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi
menonjol dalam kesdaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen)
Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang
disebut sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian
(attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti :




Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Intensitas Stimuli, kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli
yang lain
Kebauran (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan
menarik perhatian.
Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila deisertai sedikit variasi
akan menarik perhatian.
Faktor Internal Penaruh Perhatian
Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada
kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin
kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contohcontoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah :



Faktor-faktor Biologis
Faktor-faktor Sosiopsikologis.
Motif Sosiogenis, sikap, kebiasaan , dan kemauan, memengaruhi apa yang kita
perhatikan.
Kenneth E. Andersen, menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus
diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
1. Perhatian itu merupakan proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
2. Kita cenderung memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau
melibatkan kita.
3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan,
sikat, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
4. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian,
tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita.
5. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk
menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan
6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan
lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi kita akan
betul-betul cermat.
7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita,
8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan
persepsi.
9. Intesitas perhartian tidak konstan
10. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
11. Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena
usaha itu sering menuntut perhatian
12. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak.
13. Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan memertahankan
perhatian
Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang
termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memeberikan
respons pada stimuli itu.
Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Sebagai kerangka rujukan. Mula-mula konsep ini berasal dari penelitian psikofisik
yang berkaitan dengan persepsi objek. Dalam eksperimen psikofisik, Wever dan
Zener menunjukan bahwa penilaian terhadap objek dalam hal beratnya bergantung
pada rangkaian objek yang dinilainya. Dalam kegiatan komunikasi kerangka rujukan
memengaruhi bagaimana memberi makna pada pesan yang diterimanya.
Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Faktor-faktor structural berasal semata-mara dari sifar stimuli fisik dan ekfek-efek
saraf yang ditimbulkanny pada system saraf individu. Para psikolog Gestalat, seperti
Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat
structural. Prinsip-prinsip ini kemundian terkenal dengan nama teori Gestalt. Menurut
teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu
keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kia ingin
memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita
harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan
***
Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian :
1. Dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional.
Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya
objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi
2. Dalil persepsi yang kedua : Medan perceptual dan kognitif selalu
diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan
melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita
akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli
yang kita persepsi.
3. Dalil persepsi yang ketiga : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur
ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika
individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang
berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan
kelompolmua dengan efek berupa asimilasi atau kontras.
4. Dalil persepsi yang keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam
ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi
sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat
structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau
balok.
Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni structural; sebab apa yang dianggap
sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan
dengan individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini
sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya, atau
mengakrabkan diri dengan orang-orang yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan
dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur
yang sama. Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan
kedekatan adalah hal yang universal.
<!--[if !supportLists]-->1.3 <!--[endif]-->Memori
Dalam komunikasi Intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam
memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah system yang sangat
berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan
menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan
Groves). Memori meleawai tiga proses:
1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor inera dan
sirkit saraf internal.
2. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada
berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Pe
3. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah
menggunakan informasi yang disimpan
Jenis-jenis Memori
Pemanggilan diketahui dengan empat cara :
1. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan
informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah
fakta;lebih mudah mengenalnya.
3. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita
peroleh termasuk pekerjaan memori.
4. Redintergrasi (Redintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu
petunjuk memori kecil.
Mekanisme Memori
Ada tiga teori yang menjelaskan memori :
1. Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William James, juga
Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more
memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” – makin sering
mengingat, makin jelek kemampuan mengingat.
2. Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin atau
kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada menja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal
yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif
(hambatan kebelakang), inhibisi proaktif (hambatan kedepan), hambatan
motivasional, dan amnesia.
3. Teori Pengolahan Informasi ( Information Processing Theory), menyatakan
bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang
inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memory jangka
pendek; lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada Long-Term
Memory (LTM, memori jangka panjang)
<!--[if !supportLists]-->1.4 <!--[endif]-->Berpikir
Apakah berpikir itu?
Dalam berpikir kita melibat semua proses yang kita sebut sensasi, persepsi, dan
memori. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsure-unsur lingkungan
dengan menggunakan lambing-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan
kegiatan yang tampak. Berpikir menunjukan berbagai kegiatan yang melibatkan
penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir
kita lakukan untuk memahami relaitas dalam rangka mengambil keputusan (decision
making), memecahkan persoalan (problem solving). Dan menghasilkan yang baru
(creativity).
Bagaimana Orang Berpikir?
Ada dua macam berpikir:
1. berpikir autistik, dengan melamun, berfantasi, menghayal, dan wishful
thinking. Dengan berpikir autistic prang melarikan diri dari kenyataan dan
melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
2. berpikir realistic, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dunia nyara.
3. Floyd L. Ruch, menyebutkan tiga macam berpikir realistic :
1. Berpikir deduktif : mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, dalam logika
disebutnya silogisme.
2. Berpikir Induktif : Dimulai dari hal-hal yang khusu kemundian mengambil
kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi.
3. Berpikir evaluatif : berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya
suatu gagasan, kita tidak menmbah atau mengurangi gagasan, namun
menilainya menurut kriteria tertentu.
Menetapkan Keputusan (Decision Making)
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil
beraneka ragam. Tanda-tanda umumnya:
1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual
2. keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternative
3. keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaanya boleh
ditangguhkan atau dilupakan.
Faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain :
1. Kognisi, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki
2. Motif, amat memengaruhi pengambilan keputusan
3. Sikap, juga menjadi faktor penentu lainnya.
Memecahkan persoalan (Problem Solving)
Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap :
1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat Karena sebab-sebab
tertentu
2. Anda mencoba menggali memori anda untuk mengatahui cara apa saja yang
efektif pada masa lalu
3. pada tahap ini, anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah
anda ingat atau yang dapat anda pikirkan.
4. Anda mulai menggunakan lambing-lambang vergal atau grafis untuk
mengatasi masalah
5. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Pemecahan masalah
ini biasa disebut Aha-Erlebnis (Pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut
insight solution.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktrot situasional dan personal. Faktor-faktor
situasional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan masalah. Pengaruh
faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah.
Contohnya :
1. Motivasi. Motivasi yang rendah lebih mengalihkan perhatian. Motivasi yang
tinggi membatasi fleksibilitas.
2. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan
kita.
3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk memertahankan pole berpikir tertentu, atau
misalnya melihat masalah dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan
dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, mengahambat pemecahan masalah
yang efisien.
4. Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat
secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah
berpikir betul-betul secara objektif.
Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir kreatif menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen, adalah
“thinking which produces new methods, new concepts, new understanding, new
invebtions, new work of art.” Berpikir kreatif harus memenui tiga syarat:
1. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara
statistic sangat jarang terjadi. Tetapi kebauran saja tidak cukup.
2. Kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis.
3. Kreativitas merupakan usaha untuk memertahankan insight yang orisinal,
menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin.
Ketika orang berpikir kreatif, cara berpikir yang digunakan adalah berpikir analogis.
Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep
konvergen dan divergen. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan cara berpikir
divergen. Yakni, mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Berpikir
konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan, sedangkan divergen kreativitas.
Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility, dan originality.
Proses Berpikir Kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif :
1. Orientasi : Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi
2. Preparasi : Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi
yang relevan dengan masalah.
3. Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan
berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah
berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
4. Iluminasi : Masa Inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam
ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha
Erlebnis.
5. Verifikasi : Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan
masalah yang diajukan pada tahan keempat.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional.
Menurut Coleman dan Hammen, faktor yang secara umum menandai orang-orang
kreatif adalah :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Kemampuan Kognitif : Termasuk di sini
kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru,
gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Sikap yang terbuka : orang kreatif
Komunikasi intra personal adalah perenungan, inner journey, kontemplasi atau
berusaha menemukan diri. Siapa Anda, dari mana Anda datang, kemana Anda akan
kembali, komunikasi intra personal adalah proses untuk menemukan jati diri, proses
untuk menemukan “siapa saya”. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa anda
jawab.
Apa makanan favorit anda ?, Apa warna favorit anda ?, Siapa idola anda ?,
Siapa yang selama ini telah mempengaruhi cara berpikir anda ?, Mengapa anda
belajar ?, Mengapa anda berintaraksi dengan orang banyak ?, Untuk apa anda ingin
memiliki mobil ?, Siapa saja orang yang menjadi teman anda ?
Pertanyaan – pertanyaan ini bukan pedoman, pertanyaan – pertanyaan itu
adalah salah satu contoh proses internalisasi, ketika Anda harus menemukan siapa diri
Anda yang sebenarnya.
“seorang anak bingung dengan kejadian – kejadian yang ia lihat, selama ini ia sering
mengalami mimpi basah yang menyenangkan, tapi ia takut jika ia bercerita akan
ditertawakan oleh temannya, kemudian ia mulai membaca buku tentang perubahan
reproduksi remaja” apa hasil akhir dari cerita tersebut, usaha menemukan sesuatu
yang terjadi dalam diri Anda dengan mencari dukungan literatur, pendapat pakar
tentang kejadian yang Anda alami. Anda pernah jatuh cinta kepada seorang wanita
yang kemudian wanita itu tidak tertarik pada anda, atau sebaliknya anda tertarik
dengan seorang pria tampan tapi pria itu tidak memperdulikan anda. Perasaan kecewa,
perasaan sedih, merasa ada yang kurang dalam diri Anda, merasa tidak cantik. Berarti
kecantikan anda masih sebatas opini belum fakta karena faktanya semua wanita
cantik, selama ini kriteria cantik menjadi perdebatan. Warna kulit putih, tinggi badan
ideal, berat badan ideal, hidung mancung, wajah simetris. Apakah benar seperti itu.
Cantik yang sebenarnya adalah ketika seseorang bisa benar – benar enjoy dengan
dirinya sendiri.
Cantik secara fisik berarti simetrisitas, hidung mancung tetapi ukuran lubang
hidung tidak sama akan mengurangi penampilan, hidung mancung tetapi mancungnya
kurang proporsional juga tidak bisa dikatakan cantik, cantik hati berarti dia tidak
memiliki bad character, dia tidak memiliki benci karena yang ada dihatinya adalah
cinta kepada orang lain, cantik sosial adalah orang yang memiliki kepedulian tingi
kepada orang lain. Kecantikan spiritual ketika nilai nilai keTuhanan sudah merasuk
dalam hidupnya. Masihkan anda merasa kurang cantik, lihatlah acara the Amazing of
Love atau kekuatan cinta. Betapa perbedaan fisik sering tidak menjadi kendala atau
masalah bagi seseorang dalam menentukan pilihan hidupnya. Ada pengalaman
seorang teman yang begitu antipati dengan seorang cowok karena wajahnya kurang
menarik, ketika akhirnya si cowok mau berubah, betapa terkejutnya ternyata
sebenarnya cowok tersebut tampan. Sebuah penilaian yang bisa berubah dalam waktu
seketika. Bahkan ada beberapa orang dengan neurofibromatosis bersuami cakep. Lalu
masalahnya apa?
“Ini kisah yang dialami oleh teman saya sebut saja namanya Rangga dia
menyukai seorang cewek yang secara penampilan sangat jauh dari penampilan teman
saya tersebut yang cewek seorang primadona sementara teman saya hanya cowok
yang biasa karena begitu terobsesinya dia dengan cewek tersebut sampai setiap
melihat cewek tersebut dia sudah mabuk kepayang, cewek yang disukai teman saya
tersebut sebenarnya tidak paling cantik tapi dia mampu memikat banyak hati cowok
sampai akhirnya suatu hari adik kelas saya tersebut menolak cinta teman saya,
kasihan sekali teman saya tersebut yang gagal mendapatkan cinta dari orang yang ia
sayangi.
Ketika anda jatuh cinta pada seseorang kemudian orang yang anda cintai tidak
membalas, bukan karena anda tidak menarik secara fisik, tapi anda belum mampu
membuat dia merasa nyaman dengan keberadaan anda, jika anda mampu membuat
orang lain merasa aman dan nyaman dengan keberadaan anda, tidak akan terjadi gaya
tolak menolak.karena seseorang menolak bukan karena anda kurang tampan, bukan
karena anda kurang cantik tapi kurang meyakinkan, jika mampu menyakinkan orang
lain dengan ketulusan hati, orang akan merasa aman dan nyaman berada didekat anda.
Anda jaga pikiran, hati dan ucapan maupun perbuatan dengan pertimbangan nilai dan
norma, Anda pertimbangkan pula adat yang berlaku, jangan sampai anda dianggap
kurang sopan atau kurang etis.
Beberapa orang sering kali “klik” ketika bertemu dengan seseorang yang ia
sukai, ketika kemudian hatinya ternyata tidak menyukai sesuatu akhirnya akan terjadi
pemutusan komunikasi. Internal konflik adalah akibat dari konsep diri yang belum
kuat, pencarian identitas, gambaran diri negatif bahkan kehilangan pertimbangan
rasional dalam memutuskan segala sesuatu, misalkan : jatuh cinta pada istri orang
lain, tidak hanya menyakiti diri sendiri juga berpotensi konfliks interpersonal. Konflik
yang ujung – ujungnya mengarah ke pertikaian maupun ke perebutan kekuasaan atau
harga diri. Saling unjuk kekuatan untuk membuat orang lain kalah. The Winning
Spirit sejalan dengan pemikiran ESQ Way Ari Ginanjar Agustian, Komunikasi
Efektifnya Dale Carnegie, Finansial Revolution nya Tung Desem Waringin, The
Seven Habbit to be Effective People Stephen R Covey, atau bahkan dengan The
Cashflow Quadrant Robert Tiyosaki. The Winning Spirit adalah proses perubahan
mental dengan dimensi utama adalah homeostasis atau keseimbangan, jika Cashflow
Quadrant membahas keseimbangan antara empat kuadran yaitu kuadran pekerja,
kuadran bisnis, kuadran small bisnis, kuadran investor. The Winning Spirit adalah
keseimbangan antara rencana dengan hasil yang akan dicapai.
The Winning Spirit adalah langkah untuk berubah sesuai dengan konsep
perubahan Kurt Lewin , jadi komunikasi internal adalah komunikasi antara rencana,
faktor penyulit, faktor pendukung, analisis problem solving, bahkan sampai evaluasi
proses, hasil. The Winning Spirit bukanlah meneriakkan “saya pasti bisa, aku bisa”
The Winning Spirit adalah konsep pikir melaksanakan perencanaan untuk mencapai
hasil maksimal “ sehingga Henry Ford berkata pekerjaan yang paling sulit adalah
berpikir” betapa pentingnya komunikasi internal untuk mencapai keberhasilan hidup.
Dengan komunikasi internal berarti anda sudah melakukan inner journey,
perjalanan jauh kedalam diri anda sendiri, selama ini anda baru bisa mengingat
bagaimana bentuk hidung anda, bentuk mata anda, warna kulit anda, bentuk gigi anda,
padahal masih ada hal lain yang belum anda kenal, pemikiran anda, proses berpikir
anda, apakah anda sudah mampu menyeimbangkan neraca, hitunglah air yang anda
minum dengan air yang anda buang lewat urin dan keringat, hitunglah jumlah
makanan yang anda makan dengan hasil akhir energi ATP yang dihasilkan.
Keseimbangan neraca akan membantu anda untuk survive, ketidakseimbangan neraca
akan mengancam anda. Cobalah berhenti bernafas selama 2 menit, lanjutkan sampai
10 menit, anda akan menyebabkan otak anda mengalami hipoksia yang berakibat
kerusakan pada sel – sel otak, jika masih terjadi iskemik maupun infark pada otak
akibatnya kerusakan otak irreversibel. Seimbangkan input dan output anda, jika anda
saat ini dalam posisi kekurangan sekalipun, sisihkan 500 rupiah uang anda, berikan
kepada pengemis atau peminta – minta tanpa melihat apakah dia benar – benar
seorang pengemis atau tidak, berikan dengan tulus. Jangan pernah mengingat
pemberian anda, lupakan hal baik yang sudah pernah anda lakukan agar anda
berusaha untuk mengulanginya
Jika anda berlimpah harta, berikan atau sumbangkan beberapa dari harta anda
untuk orang lain, baik lewat yayasan maupun lewat tempat ibadah. Sisihkan sebagian
rejeki anda, karena dengan menyisihkan sebagian rejeki anda, anda sudah memberi
makan pada organ sosial anda, ketika anda beribadah berarti anda sudah memberi
makan organ spiritual anda, bahkan berdasarkan penelitian, akhirnya diketemukan
bahwa dalam otak ada area god spot. Area yang akan membawa anda pada kekuatan
spiritual, kekuatan yang bersumber pada kepercayaan pada Tuhan. Jika anda yakin
dengan keberadaan Tuhan, jika anda juga sudah meyakini dalam hati akan kekuasaan
Tuhan maka ibadah anda adalah input bagi spirtitual yang anda bangun. Lakukan
komunikasi intrapersonal, jujurlah dengan hati anda sendiri, catatlah semua kejadian
dari yang menyenangkan sampai kejadian yang menyakitkan kedalam sebuah diari,
kemudian tuliskan rencana – rencana anda ke depan, temukan semua pengetahuan
tentang anda, tentang semangat anda, tentang cita – cita anda “gantungkan cita cita
setinggi langit tapi jangan sampai pungguk merindukan bulan, ubah takdir anda yang
masih bisa dirubah, karena takdir yang sudah tidak bisa dirubah tidak bisa diputar
ulang agar anda bisa mengubahnya. Contoh takdir yang tidak bisa dirubah adalah
anda lahir dari rahim seorang ibu, merubah ibu anda adalah hal yang mustahil
Begitu anda terlahir ke dunia, anda tidak punya kekuatan untuk memilih anda
tidak bisa kemudian mengubah ibu yang telah melahirkan anda, takdir ini akan anda
bawa sampai mati, tapi takdir yang masih bisa anda rubah seperti bentuk tubuh,
ketrampilan, pengetahuan, kekayaan, atau apapun yang ingin anda miliki masih bisa
anda ubah. Sadari semua kekurangan dan kelebihan, terima semuanya sebagai
pemberian dan titipan dari Tuhan, Tuhan selalu memberikan yang terbaik kepada
hambanya. Selama ini, ketika anda berbuat salah, anda cenderung menyalahkan orang
lain, ketika anda memecahkan gelas, anda berusaha menyalahkan lantai yang licin,
letak gelas yang tidak terlalu ke tengah, akibatnya anda tidak mendapatkan pelajaran
apa – apa dan berpotensi mengulang kesalahan yang sama. Ketika anda mengalami
kesalahan dan kegagalan, pikirkan bahwa itu kesalahan anda, coba temukan mengapa
bisa salah dan gagal, susun alternatif penyelesaian terhadap kesalahan dan kegagalan
tersebut. Ketika anda belajar berjalan untuk pertama kalinya, anda terjatuh, anda
bangun lagi mencoba berjalan lagi dengan sedikit rasa takut, ketika anda jatuh lagi
anda sudah sadar bahwa terjatuh itu sakit, kemudian anda tetap mencoba berjalan,
sekarang ketika anda sudah besar, sambil baca komik, tangan kanan memegang
handphone, berjalan ternyata tidak sulit.
Anda pantas belajar dari masa lalu anda, ketika anda baru bisa mengucapkan
“mam..mam..” semua orang yang melihat anda sudah sangat senang sekali, mengapa
menyenangkan mereka karena kata – kata yang anda ucapkan tulus dari dalam hati,
anda tidak memiliki maksud dan tujuan lain kecuali ucapan yang anda ucapkan “tidak
ada udang dibalik batu”, sehingga ketika anak kecil mampu bercerita, akan anda
sadari bahwa anda pernah sangat menyenangkan, mengapa anda tidak melakukan
flashback, anda berbicara secara jujur dan tulus tanpa ada unsur apapun, tanpa ada
maksud yang tersembunyi. Buat diri anda menyenangkan bagi orang lain, tangan anda
untuk menolong orang lain, bukan untuk memukul ataupun menampar, mulut anda
untuk mengajak pada kebaikan bukan untuk mengajak dalam kesesatan, mengapa
perbuatan buruk dianggap menyesatkan, karena dia telah melencengkan pikiran anda
dengan kebenaran hati anda, sucikan hati agar hidup anda tenang, damai, bahagia dan
sejahtera. Satu organ anda yang memiliki kemampuan luar biasa adalah otak anda,
secara otomatis, otak akan memerintahkan kelenjar endokrin untuk mengeluarkan
hormon – hormon yang ada dalam tubuh, mengatur pengeluaran neurotransmitter.
Betapa otomatisnya, dengan kontrol otak pula anda bisa mengendalika emosi anda,
bisa mengendalikan kenyang dalam perut anda.
Sadari semua pikiran yang ada dalam otak anda, otak bekerja dengan
mengolah informasi yang masuk, jika anda ingin menang, maka berikan informasi
kemenangan kepada otak, maka otak akan memerintahkan semua organ tubuh dan
kelenjar bergerak menuju kemenangan. Kemenangan sejati, kemenangan yang sudah
tidak bisa dikalahkan, Best of the Best. Jika anda ingin menjadi yang terpandai, akan
banyak orang yang bisa menyaingi kepandaian anda, jika anda ingin terkaya, akan
banyak orang yang menyaingi kekayaan anda. Jika anda bersaing dengan masa lalu
anda sendiri dan berpikiran bahwa “besok saya harus lebih baik” anda akan menang
sejati, karena yang anda kalahkan adalah masa lalu dan masa lalu selalu tertinggal
oleh masa sekarang dan masa depan. Menjadi yang terbaik, menjadi paling unggul
akan membawa anda menang dalam waktu yang terbatas, kemenangan terhadap
perubahan tidak terbatas, ketika anda bisa menjadi orang yang benar – benar taat
kepada Tuhan maka masa depan anda jauh lebih panjang dari umur anda.umur anda
terbatas sampai 70 – 80 tahun, lebih dari itu anda akan berpindah alam, anda akan
hidup lebih panjang di alam setelah kematian. Dengan hidup sesuai tuntunan agama
yang resmi, anda akan berusaha menjadi lebih baik.
Home
SISTEM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Dennis coon (1977), Sensasi berasal dari kata sense artinya alat pengindraan yang
menghubungkan dengan lingkungannya. Alat-alat indera dapat mengubah informasi
menjadi implus-implus saraf yang dapat dipahami oleh otak .
Desiderato ( 1976) Persepsi ialah memberi makna pada stimuli inderawi sensori
stimuli. Hubungan sensasi adalah bagian dari persepsi atau menafsirkan makna
informasi inderawi tetapi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi,
ekspektasi, motivasi dan memori.
Schlessinger dan Groves (1976) Memori ialah system yang sangat berstruktur yang
menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuan untuk membimbing perilakunya.
Teori Aus (Disuse Theory) menurut teori hilang atau memudar waktu . bahwa
themore memorizing one does the poorer one ability to memorize makin sering
mengingat makin jelek kemampuan mengingat Hunt (1982).
Teori interferensi ( interference Theory) menurut teori ini merupakan meja lilin atau
kanvas atau pengalaman atau menurut freud mengasali lupa pada proses represi yang
berkaitan dengan cemas atau ketakutan .amnesia lupa sebagian atau seluruh memori
bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi karena kerusakan otak atau neurosis.
Teori pengolahan informasi ( information processing Theory) teori ini menyatakan
bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage gudang indrawi kemudian
masuk short term memory STM memori jangka pendek lalu dilupakan atau koding
untuk dimasukkan kedalam long term memory LTM memori jangka panjang .otak
manusia dianalogikan computer.
« sekber
mCR.Biograp »
PIK
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
KAJIAN ILMU KOMUNIKASI
Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi berdasarkan banyaknya
persepsi yang menganggap komunikasi itu mudah, padahal kesalahan dalam
melakukan komunikasi dapat berakibat fatal bagi diri sendiri dan orang lain.
Banyak peristiwa besar yang terjadi di dunia ini dikarenakan kesalahpahaman
antara yang disampaikan dan yang menerima. Dalam keseharian manusia selalu
melakukan komunikasi, karena komunikasi sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat tetapi tidak sedikit diantara kita yang melakukan kesalahan dalam
berkomunikasi. Secara ringkas kita mengetahui beberapa unsur komunikasi yaitu
sumber, pengirim pesan, media, penerima pesan dan efek.
Dalam perkembangannya, komunikasi tidak hanya dilakukan secara personal
namun sudah dilakukan lewat kelompok dan komunikasi massa. Untuk lebih
jelasnya tentang sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi itu akan kita
bahas dalam makalah ini.
Perumusan Masalah
Makalah ini akan membahas beberapa poin tentang sejarah dan perkembangan
kajian ilmu komunikasi. Poin-poin itu adalah sebagai berikut :
1. Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi
2. Pengertian komunikasi.
3. Bentuk-bentuk komunikasi.
Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan
perkembangan ilmu komunikasi dan apa itu komunikasi serta bentuk-bentuknya.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh Gordon I. Zimmer man et al, bahwa tujuan
komunikasi adalah :
1. Berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan
kita.
2. Berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang
lain.
Dan mengetahui fungsi-fungsi apa saja yang ada dalam ilmu komunikasi. Rudolph
F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi itu mempunyai dua fungsi :
1. Fungsi sosial, yaitu untuk tujuan kesenangan, menunjukkan ikatan dengan
orang lain, membangun dan memelihara hubungan.
2. Fungsi pengambilan keputusan, yaitu memutuskan untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu pada suatu saat tertentu.
Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi
mempunyai dua fungsi umum :
1. Untuk kelangsungan hidup diri sendiri.
2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat.
William I. Gorden mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai empat fungsi :
1.
2.
3.
4.
Komunikasi sosial.
Komunikasi ekspresif.
Komunikasi ritual.
Komunikasi instrumental.
Pembahasan
1. Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi
Sebenarnya sangat sulit untuk menentukan kapan dan bagaimana komunikasi
pertama kali muncul. Kami mencoba untuk memaparkan sejarah dan
perkembangan ilmu komunikasi.

Development of Speech and Journalism (1900 – 1930-an)
Komunikasi pada awal abad 20 adalah pidato atau dikenal juga istilah Public
Speaking. Meskipun jurnalisme (cetak) sudah dikenal lama, namun sebagai sebuah
studi formal praktek jurnalisme baru dipelajari pada awal tahun 1900. Jurnalisme
semakin berkembang pesat dengan ditemukannya radio pada tahun 1920 dan
televisi pada awal 1940.

Interdisciplinary Growth (1940- 1950-an)
Ruang lingkup ilmu komunikasi menjadi semakin luas secara substansial.
Beberapa ilmuwan dari beberapa disiplin ilmu yang lain seperti antropologi,
politik, sosiologi, dan psikologi mulai memperluas batasan ilmunya dan mulai
mengembangkan teori-teori komunikasi. Pada periode ini dikenal beberapa model
komunikasi seperti model komunikasi Harold Lasswell, model matematika dari
Shannon-Weafer, dan model komunikasi dari Osgood-Schramm.

Integration (1960-an)
Para ilmuwan mulai melakukan sintesa terhadap pemikiran-pemikiran terhadap
media massa, jurnalisme, public speaking dan ilmu-ilmu sosial dari disiplin ilmu
yang lain. Misalnya komunikasi mulai dihubungkan dengan kebudayaan dan
persuasi.

Growth and Specialization (1970-an dan awal tahun 1980)
Pada periode ini minat terhadap ilmu komunikasi semakin luas dan komunikasi
sendiri mulai memilik banyak difersifikasi. Ilmu komunikasi menjadi populer dan
memiliki bidang kajian yang semakin spesifik seperti misalnya komunikasi inter
personal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi politik,
komunikasi intra personal, dan sebagainya.

The Information Age (Awal 1980 dan 1990-an)
Pada periode ini komunikasi dan teknologi informasi memainkan peran yang
semakin penting dalam masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan oleh media baru
serta layanan informasi dan komunikasi tersebut begitu besar meliputi aspek
personal maupun profesional dari seorang manusia. Informasi menjadi komoditi
atau barang ekonomi yang diperdagangkan. Berbagai media baru dalam bentuk
konvergensi mulai bermunculan dan semakin meningkatkan kualitas akses
informasi oleh masyarakat.
2. Pengertian komunikasi
Pengertian komunikasi menurut Jane Pauley (1999) membandingkan tiga
komponen yang harus ada dalam sebuah peristiwa komunikasi. Jadi kalau satu
komponen kurang maka komunikasi tidak akan terjadi. Dia berkata komunikasi
merupakan :
1.
2.
3.
Transmisi informasi.
Transmisi pengertian.
Menggunakan simbol-simbol yang sama.
Menurut Bernardo Attias (2000) definisi komunikasi itu harus mempertimbangkan
tiga model komunikasi :
1. Model retorikal dan perspektif dramaturgi
2. Model transmisi
3. Model ritual
Jadi komunikasi itu :
1. Membuat orang lain mengambil bagian, menanamkan, mangalihkan berita
atau gagasan.
2. Mengatur kebersamaan.
3. Membuat orang yang terlibat memiliki komunikasi.
4. Membuat orang saling berhubungan.
5. Mengambil bagian dalam kebersamaan.
Walstrom (1992) dari berbagai sumber menampilkan beberapa definisi
komunikasi :
1. Komunikasi antar manusia sering diartikan dengan pernyataan diri yang paling
efektif.
2. Komunikasi merupakan pertukaran pesan-pesan secara tertulis dan lisan
melalui percakapan atau bahkan melalui penggambaran yang imajiner.
3. Komunikasi merupakan pembagian informasi atau pemberian hiburan melalui
kata-kata secara lisan atau tertulis dengan metode lainnya.
4. Komunikasi merupakan pengalihan informasi dari seorang kepada orang lain.
5. Pertukaran makna antara individu dengan menggunakan sistem simbol
yang sama.
6. Komunikasi adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui
suatu saluran tertentu pada orang lain dengan efek tertentu.
7. Komunikasi adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan
yang tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa
tubuh atau gaya atau tampilan pribadi atau hal lain di sekelilingnya yang
memperjelas makna.
3. Bentuk-bentuk komunikasi
Penyampaian pesan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sehingga didalam
komunikasi terdapat bentuk-bentuk komunikasi yang memiliki karakteristik
masing-masing, yaitu :
1. Komunikasi intra personal.
Komunikasi intra personal adalah komunikasi yang terjadi dalam setiap individu
atau komunikasi dengan diri sendiri. Karakteristik komunikasi intra personal :
1. Berfokus pengolahan informasi yang didapat seseorang dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi.
2. Terjadi ketika seorang individu sedang dalam keadaan ragu,
bingung.
3. Melibatkan alat indera, karena didalam komunikasi intra
personal akan terjadi proses penyimpanan informasi dan
pemberian makna terhadap apa yang terjadi dalam diri
seseorang.
4. Dapat memberikan perubahan didalam diri seseorang baik yang
bersifat positif maupun negatif.
2. Komunikasi inter personal
Komunikasi inter personal adalah komunikasi yang terjadi antara individu dengan
individu yang lain. Karakteristik komunikasi inter personal :
1. Komunikasi inter personal merupakan komunikasi yang paling
efektif dalam hal upaya merubah sikap, pendapat dan perilaku
seseorang.
2. Komunikasi yang terjadi bersifat diaglogis, yaitu berupa
percakapan antara komunikator dengan komunikan, bahkan
dapat terjadi tanya jawab.
3. Arus balik didalam komunikasi inter personal terjadi secara
langsung, karena komunikator dapat mengetahui,
tanggap/respon dari komunikan ketika komunikasi terjadi.
4. Pesan yang disampaikan kepada komunikan berupa
masukan/nasehat yang dapat mangarahkan bahkan ke suatu
tujuan yang diinginkan.
5. Komunikator dapat mengetahui hasil dari komunikasi yang
dilakukan.
6. Antara komunikator dengan komunikan terjadi hubungan yang
erat/saling mengenal.
2. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang dapat terjadi antara individu
dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Karakteristik komunikasi
kelompok :
1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.
2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam
melakukan tindakan pada saat itu juga.
3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara
langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi
komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.
4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi
pada komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional
(terjadi pada komunikasi kelompok besar).
5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal
komunikan meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti
pada komunikasi inter personal.
6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi
bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Komunikasi organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang berlangsung di dalam suatu
organisasi. Karakteristik komunikasi organisasi :
1. Karakteristik utama dari komunikasi organisasi adalah adanya
faktor-faktor struktur dalam organisasi dengan peranan yang
diharapkan.
2. Terdapat batasan komunikasi antara para anggota dengan
pengurus. Bentuk komunikasinya vertikal dan horizontal.
3. Komunikan dalam komunikasi memiliki kesamaan keahlian,
pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan peranannya di dalam
organisasi.
4. Bersifat formal dan informal
2. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang
ditujukan kepada khalayak. Karakteristik komunikasi massa :
1. Komunikasi dalam komunikasi massa jumlahnya relatif besar.
Bersifat heterogen dan anomin.



Berjumlah besar, karena jumlah komunikan yang relatif besar
hanya dalam periode yang singkat.
Bersifat heterogen, karena komunikan berbeda satu sama lain
dalam segala hal tetapi di dalam heterogenitasnya terdapat
pengelompokan komunikan yang mempunyai minat yang sama
oleh media massa.
Bersifat anomin, karena komunikator tidak mengenal sama
sekali komunikan.
2. Berlangsung satu arah, karena didalam komunikasi massa tidak
terdapat arus balik secara langsung.
3. Media komunikasi massa menimbulkan kesempatan dan
sifatnya cepat.


Media massa dapat membuat khalayak secara serempak
menaruh perhatian terhadap pesan pada saat yang bersamaan.
Sifat media massa cepat, artinya pesan yang disampaikan pada
khalayak dalam waktu yang cepat.
4. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Pesan melalui
media massa sifatnya sejenak, karena pesan melalui media
massa hanya untuk sajian seketika.
5. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga. Karena
media massa adalah suatu lembaga atau organisasi, maka
komunikatornya terlembagakan dan pesan-pesan yang sampai
kepada khalayak adalah hasil yang kolektif.
Definisi komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator ke komunikan.
Kesimpulan dan Saran
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi telah melewati
beberapa tahap yaitu :

Development of Speech and Journalism.

Interdisciplinary Growth.

Integration

The Information Age.
Pengertian komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pesan
dari komunikator ke komunikan.
Beberapa unsur komunikasi, secara singkat yaitu : sumber, pengirim
pesan, media, penerima pesan, dan efek.
Bentuk-bentuk komunikasi :
Komunikasi intra personal.
Komunikasi Inter personal.
Komunikasi kelompok.
Komunikasi organisasi.
Komunikasi massa.
Dengan demikian diharapkan kita semua dapat memahami arti komunikasi sehingga
tidak terjadi lagi kesalahan dalam berkomunikasi.
11.03.2008
KOMUNIKASI INTRAPERSONAL
Bagi kamu yang selama ini beranggapan bahwa sering komunikasi merupakan
satu-satunya sarat hubungan (antara 2 orang atau lebih; apapun latar
belakangnya) menjadi kuat, nampaknya harus menguji ulang kebenaran
hipotesa tersebut. Soalnya dalam kehidupan sehari-hari kita sering
menemukan orang-orang yang putus hubungan. Seorang teman kehilangan
teman sejatinya, janda dan duda semakin tak terhitung (coba kamu hitung)
padahal mereka sering berkomunikasi hampir di setiap tempat dan setiap
waktu, di dapur, di sumur bahkan di kasur.
Ternyata, menurut Jalaluddin Rahmat pengarang buku Psikologi Komunikasi
yang menggelitik (saya sebut demikian karena pembahasannya membuat
saya tertawa geli), yang menjadi soal bukan seberapa sering komunikasi itu
dilakukan, tapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jadi bukan kuantitas
yang utama, melainkan kualitasnya. Tarohlah misalkan kamu adalah partner
saya. Kita sering berkomunikasi dan berdiskusi untuk beberapa
permasalahan. Namun jika diantara kita berkembang sikap curiga, maka
hubungan kita malah akan menjadi jauh.
Ada tiga faktor menurut Jalaluddin yang bisa menumbuhkan hubungan
intrapersonal yang baik. Yaitu kepercayaan (trust), sikap suportif dan sikap
terbuka.
Kepercayaan merupakan unsur yang paling penting. Meskipun ia
mengandung resiko. Seperti definisi yang dikemukakan Ghiffin tentang
percaya, “ mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang
dihendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam yang penuh resiko.
Artinya jika kamu telah percaya kepada seseorang, maka segala konsekuensi
dari pekerjaan orang yang kamu percayai akan menjadi resiko kamu.
Apa untungnya kita percaya? Begini, percaya bisa memuluskan jalur
komunikasi. Sehingga memudahkan kita untuk menyampaikan maksud. Kalau
kamu tidak mengatakan siapa sebenarnya kamu, apa sebenarnya yang kamu
rasakan, maka hal ini akan menimbulkan persepsi yang tidak benar bagi
partner kamu. Bisa saja ia berpraduga negatif, atau berpikiran lain dari yang
sebenarnya kamu pikirkan. Bagi yang punya pacar bisa saja menganggap
pacarnya selingkuh; ketika ia berbicara atau dekat dengan orang lain. Lebih
jauh Jalaluddin mengatakan demikian:
“ Tanpa percaya tidak akan ada pengertian. Tanpa pengertian terjadi
kegagalan komunikasi primer”
Selain itu, tanpa kepercayaan maka keakraban hubungan akan terhambat.
Jika kamu menganggap teman kamu tidak jujur atau menyembunyikan
sesuatu dari kamu, maka kamupun akan melakukan hal yang sama. Oleh
karena itu hubungan kamu akan menjadi dangkal.
Faktor yang kedua menurut Jalaluddin adalah sikap suportif. Yaitu sikap
menerima, jujur dan empatis. Tiga sikap ini akan menumbuhkan
kepercayaan.
Faktor yang ketiga adalah sikap terbuka (open-mindedness). Tanpa faktor ini
seseorang sulit membentuk hubungan yang harmonis; dalam artian setiap
orang seolah menyembunyikan rahasia, sehingga kasus saling vonis kerap
terjadi diantara dua orang komunikan. “Kamu kok sekarang beda,” “Lha,
bukannya kamu yang beda,”.
Tulisan ini bukan untuk mengguri, namun terdorong oleh keinginan saya
untuk saling berbagi.
KAMIS, 2008 SEPTEMBER 04
Pencerahan Menuju Tuhan (Kajian Filsafat Komunikasi
Intrapersonal Dalam Islam)
PENCERAHAN MENUJU TUHAN
(Kajian Filsafat Komunikasi Intrapersonal Dalam Islam)
Oleh : Muhammad Khairil
ABSTRAK
Kajian Komunikasi intrapersonal dalam perspektif Islam merupakan introspeksi
spiritual dalam proses pencerahan umat manusia mencari dan menemukan
agama dan Tuhannya. Hikmah yang terpetik dari proses pencarian hakekat
ketuhanan hingga menemukan jalan menuju Tuhan menurut para sufi tidak
akan terlepas dari tiga proses utama yaitu pertama takhalli yaitu berjihad dan
bermujahadah untuk mengosongkan jiwa dari segala sifat dan perbuatan yang
tercela. Proses kedua adalah tahalli yaitu upaya pengisian dan penghiasan diri
dengan sifat-sifat yang terpuji. Proses yang ketiga dan terakhir adalah tajalli
yaitu tidak lagi menjadikan amal sholeh sebagai tempat berpijak tetapi lebih
banyak melakukan kontemplasi. Pada fase inilah tempatnya seorang ber-ittihad
(menyatu) dengan Tuhan, ber-hulul (Tuhan menempati dan memilihnya) dan
ber-wahdatul wujud (Kesatuan eksistensi Tuhan dengan hamba).
Kajian dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dan
komparatif interpretatif terhadap perjalanan spiritual umat manusia khususnya
umat Islam, hingga kegelisahan ruhaniah pada aspek ontologis, proses meniti
jalan menuju pencerahan hakekat ketuhanan pada aspek epistimologis dan nilai
aksiologis terbangun dari pancaran kasih sayang Tuhan melalui hamba-hambaNya yang senantiasa melakukan mujahadah (Kesungguhan) menuju Insan Kamil.
Nama Tuhan yang kekal dan abadi di dalam lubuk jiwa manusia memang lebih
mengesankan daripada bumi dengan segala isinya. Kehadiran Tuhan menyertai
manusia dalam segala tindakan, bukan dimaksudkan sebagai alat untuk
melemparkan kesalahan dan menghindari tanggung jawab, melainkan sebagai
doa dan pengharapan yang tulus agar sang hamba selalu terdorong untuk
berbuat kebaikan dan terlepas dari jeratan hawa nafsu yang acapkali menguasai
nurani ummat manusia.
Kata Kunci : Filsafat, Intrapersonal dan Tuhan
A. Pendahuluan.
“We cannot not communicate!” diungkap oleh Watzlawick, Beavin dan Jackson.
Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dengan komunikasi, manusia
mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi sosia, dan
mengembangkan kepribadiannya. Kegagalan dalam berkomunikasi akan
berakibat fatal baik secara individul maupun sosial. Secara individual,
kegagalan komunikasi menimbulkan frustasi, demoralisasi, alienasi, dan
penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Secara sosial, kegagalan komunikasi dapat
menghambat saling pengertian, kerja sama, toleransi dan merintangi
pelaksanaan norma-norma sosial.
Nilai sosial yang dibangun melalui proses komunikasi diungkap dalam sistem
komunikasi interpersonal, sistem komunikasi kelompok hingga sistem
komunikasi massa. Secara individual proses komunikasi diungkap dalam sistem
komunikasi intrapersonal yaitu proses penerimaan informasi, mengolah,
menyimpan dan menghasilkannya kembali.
Terkait dengan proses komunikasi intrapersonal ini, diungkap lebih mendetail
oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya psikologi komunikasi bahwa sistem
komunikasi intrapersonal meliputi empat aspek yaitu sensasi, persepsi, memori
dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli melalui indrawi manusia.
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia
memperoleh pengetahuan baru (persepsi mengubah sensasi menjadi informasi).
Memori adalah proses menyimpan informasi dan menghasilkannya kembali.
Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 2000).
Ketika proses komunikasi intrapersonal dikaitkan dalam nuansa spiritual
khususnya perspektif Islam maka akan menjadi kajian introspektif dalam proses
pencerahan umat manusia mencari dan menemukan agama dan Tuhannya. Hal
ini bisa terlihat ketika Nabiullah Ibrahim dalam kegelisahan jiwanya mencari
pencerahan tentang hakekat ketuhanan yang sesungguhnya. Disaat malam telah
menjadi gelap, Ia melihat bintang, lalu Ia berkata “inilah tuhanku”. Namun,
tatkala bintang itu tenggelam, Ia berkata “saya tidak suka pada yang
tenggelam”. Kemudian, tatkala Ia melihat bulan muncul, Ia berkata “inilah
tuhanku”. Namun, setelah cahaya bulan menghilan, Ia berkata “Sesungguhnya
jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orangorang yang sesat.
Kegelisahan jiwa Nabiullah Ibrahim terus berlanjut hingga Ia melihat matahari
terbit, Ia berkata “inilah tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari
terbenam, Ia berkata “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan” (Dahlan, 2003).
Kisah yang berbeda namun memiliki substansi yang sama dialami oleh
Rasulullah S.A.W. ketika proses pencerahan mencari hingga akhirnya
menemukan hakekat ketuhanan yang sesungguhnya. Diungkap dalam buku
Sejarah Tuhan (Armstrong, 2001) bahwa Rasulullah S.A.W. melakukan
penyendirian spiritual selama bulan suci Ramadhan hingga pada malam ketujuh
belas.
Ia dibangunkan dari tidur dan merasakan dirinya didekap oleh kehadiran Ilahiah
yang maha dahsyat. Ia bercerita bahwa satu malaikat menampakkan diri
kepadanya dan memberinya sebuah perintah singkat “bacalah” (iqra’!),
Rasulullah menolak dan memprotes, “aku bukan seorang pembaca!”. Malaikat
itu mendekapnya, hingga Ia merasa seolah-olah nafasnya akan meninggalkan
tubuhnya. Pada saat Rasulullah merasa seakan tak mampu lagi bertahan,
Malaikat itu melepaskannya dan kembali memerintahkan, “bacalah!” (Iqra’!).
Rasulullah lagi-lagi menolak dan malaikat itupun mendekapnya lagi hingga Ia
merasa telah mencapai batas daya tahannya. Akhirnya, diakhir dekapan dahsyat
yang ketiga, Rasulullah merasakan kata-kata pertama dari sebuah kitab suci
baru mengalir keluar dari mulutnya :
Bacalah dengan nama Tuhanmu, Yang telah menciptakan manusia dari
segumpal darah! Bacalah, dan Tuhanmulah Yang maha Pemurah, yang
mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia Mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya.
Pencarian dan penemuan hakekat ketuhanan sesungguhnya adalah proses
pencerahan manusia menuju Tuhannya. Al-Hallaj, seorang sufi besar yang
pernah dimiliki oleh dunia Islam, akhirnya dihukum pancung oleh algojo Abul
Haris atas perintah Khalifah Bani Abbasiyah karena telah dituduh kafir atas
pendapatnya, “Ana Al-Haq” (aku adalah kebenaran) atau “Ana Al-lah” (Aku
adalah Allah). Ucapan kesufiannya inilah yang menghadapkan Al-Hallaj ke tiang
gantungan.
Kasus Al-Hallaj menggores kepedihan mendalam pada nurani sejarah.
Kematiannya memercikkan sentimen publik tentang perebutan makna dan hak
istimewa “atas nama Tuhan” untuk mematikan perbedaan pendapat dikalangan
masyarakat. Seolah menjadi penguasa, lantas dengan sendirinya memiliki hak
istimewa dari Tuhan untuk menuntun, mengatur dan menentukan jalan hidup
orang lain.
Salah satu wasiat sufi Ayatullah Khomeni kepada putranya bahwa “Anakku, jika
engkau bukan seorang pengembara di dunia ruhani, setidaknya berupayalah
untuk tidak menyangkal maqam-maqam keruhanian karena salah satu dari
tipuan terbesar setan dari diri badani, yang menghalangi manusia dari meraih
berbagai maqam kemanusiaan dan keruhanian adalah mendorong-dorong
manusia untuk menyangkal atau bahkan melecehkan perjalanan ruhaniah
menuju Allah” (Yamin, 2002).
Kajian dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dan
komparatif interpretatif terhadap perjalanan spiritual umat manusia khususnya
umat Islam, hingga kegelisahan ruhaniah pada aspek ontologis, proses meniti
jalan menuju pencerahan hakekat ketuhanan pada aspek epistimologis dan nilai
aksiologis terbangun dari pancaran kasih sayang Tuhan melalui hamba-hambaNya yang senantiasa melakukan mujahadah (Kesungguhan) menuju Insan Kamil.
B. Atas Nama Agama dan Tuhan
Dalam sejarah Kristiani, para teolog kristen dan bapak-bapak gereja di Barat
pernah memperoleh serangan yang amat keras dari para filosof dan Ilmuan
ketika mereka mengatakan bahwa agama telah usang dan telah kehilangan
kredibilitasnya untuk menyelenggarakan kehidupan yang berkeadaban, damai
dan mampu melindungi hak-hak asasi manusia. Puncak perlawanan dan
pengingkaran peran sosial agama ini secara lantang diproklamasikan oleh
Friendrich Wilhelm Nietzche dengan diktumnya “Tuhan telah mati”. Pandangan
Nietzche itu kemudian memperoleh dukungan dari para ilmuan ternama lain,
seperti Sigmund Freud, Karl Marx dan sederetan nama lain yang pada dasarnya
berpendapat bahwa ajaran agama tak lebih sebagai sebuah ilusi dan hiburan
sesaat untuk lari dari derita hidup dan sama sekali bukan penyelesaian problem
hidup itu sendiri.
Agama sering diposisikan sebagai objek kajian metafisis yang hasil dan tingkat
kebenarannya dianggap spekulatif, namun secara sosial kenyataannya dampak
kehadiran agama merupakan sumber peradaban yang cukup besar dalam
sejarah kemanusiaan, namun agama juga merupakan sumber konflik sosial yang
amat kejam dan berkepanjangan.
Bagi para penguasa yang tiran, konsep keyakinan untuk memperoleh
keselamatan eskatologis (ukhrawi) sering dimanfaatkan sebagai peluang untuk
menindas rakyatnya atas nama agama. Pada zaman Orde Baru, agama dibatasi
ruang geraknya agar tidak menjadi identitas politik atau tujuan politik. Agama
dianggap oleh penguasa sebagai ancaman yang harus dijinakkan dan kalau perlu
dipinggirkan. Elit politik atau massa yang menggunakan simbol agama untuk
melawan hegemoni negara selalu dituding sebagai ekstrim kanan, seperti juga
penggunaan ideologi komunis atau sosialis untuk tujuan yang sama dituding
sebagai ekstrim kiri.
Berbagai konflik sosial bernuansa agama baik antar sesama pemeluk ajaran satu
agama maupun yang berbeda keyakinan seringkali mewarnai kehidupan setiap
insan beragama. Manusia saling menyalahkan satu sama lain, klaim kebenaran
sebagai kebenaran mutlak, hakim menghakimi hingga saling membunuh satu
sama lain atas nama agama. Akar persoalan yang sesungguhnya adalah hanya
karena keberagamaan yang bersifat subjektif, menonjolkan nilai-nilai egoisme
dan arogansi, sehingga perspektif nilai kebenaran dalam beragama hanya
dipandang dari satu sudut pandang.
Di Maluku dan di Poso, masyarakatnya sibuk saling membunuh atas nama Tuhan
mereka masing-masing. Di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya yang ada
di Indonesia, pencopet, penodong maupun maling ayam dibakar hidup-hidup
oleh massa yang marah, disamping karena alasan keamanan publik juga karena
atas nama Tuhan yang melarang melakukan perbuatan yang merugikan orang
banyak. Ironisnya, ketika berbagai persoalan sosial keagamaan muncul bukan
untuk menjadikan Tuhan sebagai “sebab” dan “tujuan” segala permohonan dan
pengabdian melainkan Tuhan dipinjamkan nama-Nya, guna dimanfaatkan
sebagai alat, sebagai instumen politik untuk membenarkan berbagai tindakan
yang justru melawan kehendak Tuhan itu sendiri.
Perbincangan tentang agama seringkali berakhir dengan perbedaan yang
meruncing hanya karena masing-masing memandang agama dari dimensidimensi yang berbeda. Sebagai contoh, ketika satu pihak memandang bahwa
kesadaran agama sedang bangkit, karena melihat pengunjung mesjid yang
sedang melimpah dan peringatan keagamaan yang meriah. Pihak yang lain
menunjukkan mundurnya perasaan beragama dengan meningkatnya tindakan
kriminal, perilaku anti sosial dan kemerosotan moral. Kedua pihak tidak akan
bertemu, sebelum ditunjukkan pada mereka bahwa nilai agama yang mereka
bicarakan adalah tidak sama. Pihak pertama membicarakan dalam dimensi
ritual dan pihak kedua dalam dimensi sosial.
Sesungguhnya moralitas agama yang paling mengesankan dalam kehidupan
manusia adalah menolak kejahatan dengan kebaikan. Etika ketuhanan yang
selalu tulus memberikan “air susu” disaat orang suka melempar “air tuba”.
Kendati setiap hari orang beragama disakiti, tetapi ajaran agamanya
memintanya untuk bersabar dan kalau perlu memaafkan. Dengan keyakinan
bahwa sikap sabar dan memaafkan itu justru akan mendekatkan dirinya dengan
cinta kasih Tuhan dan menjauhkan musuhnya dari kasih sayang-Nya.
Ajaran Islam memberikan kesempatan bagi setiap orang yang diperlakukan
secara tidak manusiawi (zhalim) untuk mengadakan perlawanan demi membela
diri. Bahkan, apabila yang bersangkutan mau membalas kejahatan orang itu pun
agama membenarkannya, asalkan setara dengan kejahatan yang diterimanya.
Membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, tidak dikenakan sanksi dosa,
karena dosa itu hanya berlaku bagi orang-orang yang berbuat aniaya (zhalim)
tanpa berpijak pada logika kebenaran.
Dalam pandangan Islam, benih agama muncul dari penemuan manusia terhadap
kebenaran, keindahan dan kebaikan (Shihab, 1993). Manusia pertama yang
diperintahkan oleh Allah untuk turun ke bumi, diberi pesan agar mengikuti
petunjuknya, jika petunjuk tersebut sampai kepadanya (Q.S. 2: 28). Petunjuk
pertama yang melahirkan agama adalah ketika Adam dalam perjalanannya di
bumi ini menemukan kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Keindahan yang ditemukan adalah terkait dengan alam raya, bintang yang
gemerlap, kembang yang mekar dan berbagai fenomena alam lainnya. Nilai
kebaikan ditemukan pada angin sepoi yang menyegarkan di saat Ia merasa
gerah kepanasan atau pada air yang sejuk dikala Ia sedang haus. Ditemukannya
nilai kebenaran dalam ciptaan Tuhan yang terbentang di alam raya dan di
dalam dirinya sendiri.
Gabungan ketiga hal itu melahirkan kesucian. Manusia yang memiliki naluri
ingin tahu, berusaha untuk mendapatkan apakah yang paling indah, benar dan
baik ? Jiwa dan akalnya mengantarkannya bertenmu dengan yang Maha Suci dan
ketika itu Ia berusaha untuk berhubungan dengan-Nya, bahkan berusaha
mencontoh sifat-sifat-Nya. Dari sinilah agama lahir, bahkan dari sini pula
dilukiskan proses beragama sebagai upaya manusia mencontoh sifat-sifat yang
Maha Suci.
Nama Tuhan yang kekal dan abadi di dalam lubuk jiwa manusia memang lebih
mengesankan daripada bumi dengan segala isinya. Kehadiran Tuhan menyertai
manusia dalam segala tindakan, bukan dimaksudkan sebagai alat untuk
melemparkan kesalahan dan menghindari tanggung jawab, melainkan sebagai
doa dan pengharapan yang tulus agar sang hamba selalu terdorong untuk
berbuat kebaikan dan terlepas dari jeratan hawa nafsu yang acapkali menguasai
nurani ummat manusia.
C. Jalan Menuju Tuhan
Bagi Albert Einstein, tidak terbayangkan olehnya ada para ilmuan yang tidak
punya keimanan mendalam. Makin jauh kita masuk pada rahasia alam, makin
besar kekaguman dan penghormatan kita pada Tuhan. Ketika Einstein ditanya
apakah Ia percaya kepada Tuhannya Spinoza, filosof Yahudi dari Belanda, Ia
berkata :
Aku tak bisa menjawabnya dengan sederhana; ya atau tidak. Aku bukan ateis
dan aku tidak juga dapat menyebut diriku panteis. Kita ini mirip seorang anak
yang masuk kesebuah perpustakaan besar, penuh dengan buku dalam berbagai
bahasa. Anak itu tahu bahwa pasti ada orang yang telah menulis buku-buku itu.
Secara samar-samar, si anak menduga adanya keteraturan misterius dalam
penyusunan buku-buku itu, tetapi Ia tak tahu bagaimana. Bagiku, itulah sikap
yang sesungguhnya dari bahkan orang yang paling cerdas sekalipun terhadap
Tuhan. Kita melihat alam semesta disusun dengan sangat menakjubkan dan
mematuhi hukum-hukum tertentu. Tetapi, kita kita hanya memahami hukumhukum itu secara samar-samar saja. Pikiran kita yang terbatas tak dapat
menangkap kekuatan misterius yang menggerakkan semesta. Aku terpesona
dengan panteisme spinoza, tetapi aku jauh lebih mengagumi lagi sumbangannya
bagi pemikiran modern karena dialah filosof pertama yang memperlakukan jiwa
dan badan sebagai satu kesatuan, bukan dua hal yang berbeda (Rakhmat,
2004).
Ketakjubannya pada penemuan sains membawa Einstin kepada Tuhan. Jika
pandangan agamanya mempengaruhi pemikiran ilmiahnya, pada gilirannya
pemikiran ilmiahnya mewarnai pandangan agamanya. Dalam pandangan Einstin,
salah satu intekasi antara agama dan ilmu pengetahuan adalah agama
menyumbangkan ajarannya pada ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan
menghadiahkan penemuannya pada agama.
Meminjam metafora Einstin, maka sesungguhnya antara Agama dan Ilmu
pengetahuan ibarat si buta dan si lumpuh. Ilmu pengetahuan tanpa bantuan
agama, akan terpaku pada tempat duduknya. Ia hanya mampu melihat apa yang
berada disekitarnya. Suapaya bisa berjalan, ilmu pengetahuan harus meminta
bantuan agama. Agama membawa ilmu pengetahuan pada dunia yang lebih
luas, dunia yang jauh diluar batas-batas empiris.
Dalam pandangan Muthahhari, bahwa sesungguhnya sejarah telah membuktikan
pemisahan sains dari keimanan telah menyebabkan kerusakan yang tak bisa
diperbaiki lagi. Keimanan mesti dikenali lewat sains. Keimanan bisa tetap aman
dari berbagai takhyul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains akan
berakibat fanatisme dan kemandekan. Jika saja tak ada sains dan ilmu, agama,
dalam diri penganutnya yang naif akan menjadi suatu intstrumen ditangantangan para dukun cerdik (Muthahhari, 1994).
Bagaimanapun bentuk penolakan Nietzche, Freud dan Karl Marx terhadap nilainilai agama dan proses penerimaan Einstin tentang hakekat ketuhanan,
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses pencerahan
manusia menuju tuhan-Nya namun juga sebaliknya, ilmu pengetahuan bisa
menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Menurut Ayatullah Khomaeini (Yamin,
2002) bahwa, Kaum filosof telah membuktikan Kemahahadiran Tuhan dengan
argumen-argumen rasional. Akan tetapi selama apa saja yang telah dibuktikan
oleh akal dan argumen tidak mencapai hati, maka akal itu tidak memiliki
kepercayaan kepadanya.
Diungkapkan lebih lanjut oleh Khomaeini bahwa para nabi dan para wali yang
ikhlas, tidak pernah menggunakan bahasa dan argumen filosofis dalam dakwah
mereka, tetapi mengimbau kepada jiwa dan hati orang-orang tersebut. Jiwa
dalam pandangan Plato adalah self initiating motion atau source of motion (F.
Copleston, 1945). Dengan demikian orang-orang yang mereka asuh adalah
pecinta-pecinta yang setia dengan sepenuh hati. Sedangkan para filosof dan
murid-muridnya lebih menyukai argumen dan diskusi dan lalai dari mengurus
dengan baik hati dan jiwa mereka.
Hikmah yang terpetik dari proses pencarian hakekat ketuhanan hingga
menemukan jalan menuju Tuhan menurut para sufi tidak akan terlepas dari tiga
proses utama yaitu pertama takhalli yaitu berjihad dan bermujahadah untuk
mengosongkan jiwa dari segala sifat dan perbuatan yang tercela. Unsur
“keterpaksaan” dalam proses ini, menempatkan amaliah seseorang dalam
bingkai ketaatan yang senantiasa disandarkan atas negosiasi pahala dan dosa.
Pada tahap ini seseorang menyesali segala perbuatan dosa yang telah
dilakukannya, kemudian membuka sejarah lembaran baru dengan menghiasi diri
dengan amalan sholeh.
Proses kedua adalah tahalli yaitu upaya pengisian dan penghiasan diri dengan
sifat-sifat yang terpuji. Dalam hal ini seorang hamba tidak lagi tergantung pada
negosiasi surga neraka, melainkan hanya ingin dekat dengan Dzat yang dikasihi
dan dirindukan. Proses yang ketiga dan terakhir adalah tajalli yaitu tidak lagi
menjadikan amal sholeh sebagai tempat berpijak tetapi lebih banyak
melakukan kontemplasi. Pada fase inilah tempatnya seorang ber-ittihad
(menyatu) dengan Tuhan, ber-hulul (Tuhan menempati dan memilihnya) dan
ber-wahdatul wujud (Kesatuan eksistensi Tuhan dengan hamba).
D. Hidup Yang Tercerahkan
Falsafah Man Arafa Nafsa Fa Arafah Rabbah (Manusia yang mengenal hakekat
dirinya, akan mengenal hakekat Tuhannya) dan ungkapan Socrates "Gnothi
Seauthon" (kenalilah dirimu) menjadi bagian dari pengkajian dan perenungan
diri umat manusia sepajang sejarah untuk dapat mengenal hakekat kehidupan,
substansi kemanusiaan dan nilai Ilahiah. Pada akhirnya manusia mulai mengenal
hidup, kemanusiaan dan Tuhannya. Proses inilah sebagai awal dari pencerahan
hidup manusia atas kemanusiaannya dan manusia atas keyakinan dan
agamanya.
Agama, dalam bentuk apapun dia muncul tetap merupakan kebutuhan ideal
umat manusia. Peranan agama menentukan dalam setiap bidang kehidupan.
Manusia, tanpa agama tidak dapat hidup sempurna. Manusia sejatinya
senantiasa mendambakan kebahagiaan hidup, bahkan keberlangsungan hidup
itu sendiri ada di dalam kondisi bahagia. Dengan kata lain, hanya bahagialah
yang memungkinkan seseorang dapat melanjutkan hidupnya, bahkan tujuan
hidup itu sendiri adalah kebahagiaan.
Orang yang mendapatkan dirinya menderita akan berusaha keluar dari
penderitaan tersebut. Apabila Ia sakit, maka Ia akan mencari dokter atau
rumah sakit yang bisa menyembuhkannya. Apabila Ia miskin maka Ia akan
berusaha bekerja keras agar keluar dari jeratan kemiskinan. Semua itu
merupakan respon eksistensial manusia bahwa mereka tidak bisa dan tidak
tahan hidup dalam penderitaan. Untuk dapat keluar dari berbagai himpitan
hidup dengan segala persoalannya maka agama adalah jalan keluar menemukan
pencerahan hidup yang sesungguhnya.
Ilustrasi yang tepat untuk mendeskripsikan hal tersebut adalah apa yang pernah
dialami oleh Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Bin Ahmad al-Gazali. Ia
tiba-tiba dilanda keresahan hingga Ia memutuskan meninggalkan karirnya yang
cemerlang dan mencari hal yang didambakannya yaitu jawaban kepada
guncangan batinnya. Ia jatuh sakit, mulutnya membisu, tetapi pikirannya terus
bergejolak. Ia mengasingkan diri untuk menjawab pertanyaan besar yang
sedang merisaukan hatinya yaitu cara apakah yang dapat ditempuh hingga
sampai pada pengetahuan yang benar ?
Pertama, Al-Gazali menganggap bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat
diperoleh lewat pencerapan indera. Sehingga kebenaran adalah apa yang dapat
dilihat, didengar atau diraba. Segera Ia menemukan bahwa persepsi indera juga
tidak dapat sepenuhnya dipercaya. Matanya melihat bahwa bayangan tongkat
itu tidak bergerak padahal orang tahu bahwa bayangan itu bergerak perlahan
sekali mengikuti bayangan matahari dan matahari kelihatan kecil padahal lewat
perhitungan geometris matahari lebih besar dari pada bumi. Kekeliruan indera
dibetulkan oleh akal.
Al-Gazali segerah mencurahkan perhatiannya pada akal namun dalam
pergolakan batinnya, Ia dihujat oleh persepsi inderawi bahwa kalau tidak ada
akal, anda akan selalu menganggap inderawi benar. Barangkali dibalik
pemahaman akal, ada lagi hakim lain yang bila menampakkan dirinya dapat
menunjukkan kesalahan akal dalam menetapkan keputusan.
Selama berbulan-bulan Al-Gazali merenungkan permasalahan yang dihadapinya
dan pemecahannya tidak datang lewat berpikir dan merenung. Ia bercerita
“penyelesaian masalahku tidaklah datang karena pembuktian yang sistimatis
dan argumentasi yang dikemukakan, tetapi karena cahaya yang dimasukkan
Allah Ta’ala kedalam dadaku. Cahaya itu merupakan kunci menuju bagian
pengetahuan yang lebih besar. Cahaya itu sendiri bukanlah ungkapan kebenaran
namun kebenaran harus dicari” (Otman, 1960).
Al-Gazali telah melewati perjalanan panjang spiritualnya melalui kekuatan
persepsi inderawi dan menguras kekuatan intelektual namun berakhir dengan
keputusasaan hingga sentuhan gaib Tuhan menyelamatkannya. Dorongan
mendadak keimanan ini tampak olehnya berasal dari pencerahan Ilahi sebagai
suatu cahaya pembawa harapan. Baginya, hal itu berarti bahwa Ilham dan
wahyu adalah riil.
Perjalanan spiritual manusia dalam perspektif Islam sesungguhnya diawali
dengan sebuah transaksi spiritual “Alastu Birabbikum” Apakah aku ini Tuhanmu
? “Qalu Bala Syahidna” Kami bersaksi Ya Allah, bahwa Engkaulah Tuhan Kami
(Q.S. Al-A’raf 172). Dalam sejumlah hadits yang disandarkan pada Nabi saw,
para sahabatnya dan mufassir Al-Qur’an awal memaknai ayat tersebut bahwa
jauh sebelum manusia lahir, Allah S.W.T telah mengumpulkan seluruh
keturunan Adam dalam bentuk partikel-partikel kecil (arwah) dan dalam
keadaan semacam itu, mereka menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan, sehingga
dengan pengakuan ini semestinya tidak ada alasan bagi manusia untuk
mengingkari Tuhan, kapan dan dimanapun ia berada (Mulyadi, 2003)
Transaksi spiritual tersebut mengingatkan sepatutnyalah setiap Insan dengan
nilai ruhaniahnya mawas diri terhadap tipuan jasad badani dan setan lahir
maupun batin, yang sering menyesatkan orang atas nama Tuhan dan atas nama
pengabdian kepada makhluk-makhluk-Nya, sambil menghalangi dan mendorong
menuju nafsu-nafsu diri sendiri.
Untuk dapat memahami nilai-nilai agama maka Allah SWT memberikan manusia
berbagai instrumen agar dapat senantiasa berada dalam bimbingan, lindungan
dan ridha-Nya. Allah S.W.T menganugerahkan manusia indrawi sehingga nilai
sensasi hidup dalam dirinya. Mata yang indah untuk menatap keindahan. Indra
pendengaran untuk menikmati kicauan burung hingga azan berkumandang.
Lisan, sebagai anugerah dalam penyampaian pesan nilai-nilai Ilahiah dan
interaksi melalui proses komunikasi.
Allah S.W.T. juga menganugerahkan manusia akal pikiran dengan itu manusia
mampu berpikir rasional dan mengembangkan logika berpikirnya. Fungsi
berpikir sendiri terkait dengan dua aspek yang amat penting yaitu wissen dan
verstehen. Wissen adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu sedangkan
verstehen adalah pengetahuan yang telah dimiliki dimenerti dan dipahami
secara mendalam (Effendi, 2003).
Indrawi telah membantu manusia untuk dapat mengetahui berbagai hal dalam
kehidupannya dan berpikir menjadi pijakan manusia dalam mengembangkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, hingga Ia mampu membedakan baik dan
buruk, perintah dan larangan, dosa dan pahala serta menjaga dirinya dari
berbagai jeratan dan himpitan persoalan kehidupan duniawinya.
Hidup yang tercerahkan tidak semata-mata diperoleh hanya dengan optimalisasi
indrawi dan proses berpikir, lebih dari itu pencerahan hidup juga dituntun oleh
Intuisi/ilham dan Wahyu. Ituisi adalah petunjuk dan tuntunan Allah S.W.T bagi
hamba-hamba yang senantiasa taat dengan keikhlasan ibadahnya dan wahyu
adalah karunia Allah S.W.T yang akan membimbing, menuntun, mengarahkan
manusia sehingga memperoleh ridha-Nya. Hal ini hanya diperoleh dengan
melakukan mujahadah (bersungguh-sungguh) dalam memenuhi kebutuhan altakamul al-ruhani yaitu proses penyempurnaan nilai-nilai spiritual yang telah
tertanam dalam diri setiap hamba melalui transaksi spiritualnya.
E. Penutup
Kajian filsafat dalam berbagai perspektif akan selalu terkait dengan nilai
ontologis, epistimologis dan aksiologis. Nilai ontologis dibangun melalui asumsi
metafisis spiritual yaitu substansi yang terkandung dibalik realitas yang ada
dengan mengacu pada nilai-nilai kejiwaan (ruhaniah) yang dimiliki oleh
manusia. Epistimologis berupa kemampuan metodologis dalam mencari dan
menemukan nilai kebenaran. Aksiologis adalah bentuk implementatif dari nilai
ontologis dan epistimologis yang telah dikaji oleh manusia yang berwujud fisis
material.
Nilai ontologis dalam kajian Islam adalah proses pencerahan manusia untuk
menemukan hakekat ketuhanan yang sesungguhnya seperti yang tercermin
melalui kisah Nabiullah Ibrahim a.s. dan Rasulullah Muhammad S.A.W. Nilai
Epistimologis tercermin dari proses berpikir hingga kontemplasi meniti jalan
menuju sang Khalik. Aksiologis merupakan Ruh Ilahiyah (pancaran sinar Ilahi)
yang terpancar melalui cinta kasih manusia terhadap sesamanya maupun cinta
kasihnya dengan segala ciptaan yang diciptakan-Nya.
Daftar Pustaka
Armstong, Karen. 2001. Sejarah Tuhan. Mizan. Bandung.
Copleston, Frederick. 1995. A History Of Philosophy. Search Press. London
Dahlan, Mahmudi Arif. Mutiara Kisah Pribadi Menawan Rasul, Sahabat, Ulama
dan Hamba Shaleh. Pustaka Gorda. Ponorogo.
Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Hidayat, Komaruddin. 2001. Agama Di Tengah Kemelut. Mediacita, Jakarta.
Maliki, Zainuddin. 2000. Agama Rakyat Agama Penguasa. Yayasan Galang,
Yogyakarta.
Mulyadi, Arif. 2003. Tuhan Menurut Al-Qur’an. Al-Huda. Jakarta
Otman, Ali Issa. 1960. The Concept Of Man In Islam, In The Writing Of AlGazzali. Daar Al-Maareef. Cairo.
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
________________. 2003. Islam Aktual. Mizan Pustaka. Bandung.
________________. 2004. Psikologi Agama. Mizan Pustaka. Bandung.
________________. 2004. Meraih Kebahagiaan. Rekatama Media. Bandung
________________. 2004. Madrasah Ruhaniah. Muthahhari. Bandung
Shihab, Quraish. 1993. Membumikan Al-Quran. Mizan. Bandung.
Yamani. 2002. Wasiat Sufi Ayatullah Khomaeini. Mizan. Bandung.
masyarakat terbesar di Indonesia mengeluarkan fatwa yang menimbulkan
kontroversi dalam masyarakat berkaitan dengan “haram” hukumnya melihat tayangan
infotainment. Beberapa pengamat setuju dan mendukung fatwa tersebut karena
berpendapat bahwa tayangan infotainment yang ada selama ini telah turut andil dalam
memperparah moral masyarakat dengan menayangkan sisi-sisi negatif dan privasi
selebritis yang seharusnya tidak untuk konsumsi umum. Dalam Islam,
menyebarluaskan aib atau keburukan muslim lainnya diibaratkan dengan makan
daging saudaranya. Namun tidak sedikit pula yang kontra karena menurut mereka
yang seharusnya dilarang bukanlah secara infotainmennya melainkan substansi atau
isinya yang mengaduk-aduk aib seseorang.
Sebagaimana dengan isu-isu sensitif lainnya, kontroversi tersebut merupakan
sesuatu yang wajar karena masing-masing pihak melihat dari sudut pandang yang
berbeda, sesuai dengan keadaan dirinya. Dengan kata lain persepsi orang dapat
berbeda terhadap isu yang sama, tergantung dari nilai dan norma yang dianut, latar
belakang pendidikan, agama, satus sosial ekonomi dan sebagainya.
Tulisan ini tidak berniat menambah polemik tentang hukum melihat tayangan
acara infotainment yang kontroversial tersebut. Yang jelas bahwa dalam melihat dan
menginterpretasikan suatu fenomena, seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal dan eksternal. Untuk dapat memahami wacara semacam itu dengan baik,
maka perlu dibahas bagaimana proses pengolahan informasi yang terjadi dalam diri
seseorang sehingga reaksi orang terhadap isu-isu tertentu bermacam-macam walapun
peristiwa yang dilihat dan diamati relatif sama.
PEMBAHASAN
Komunikasi intra-personal atau proses pengolahan informasy yang terjadi
dalam diri seseorang, sebagaimana reaksi terhadap fatwa “haram” melihat tayangan
infotainment atau polemik tentang perlu zakat penghasilan dikenakan pada pejabat
dan pegawai negeri, melibatkan beberapa tahapan yang saling berhubungan, yaitu
sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli.
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh
pengetahuan baru.
Memori merupakan proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali,
sementara berpikir adalah proses mengolah dan memanipulasi informasi untuk
memenuhi kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 2000).
Sensasi
Setiap proses komunikasi yang terjadi pada manusia selalu dimulai dengan
sensasi. Sensasi ini terjadi dengan adanya stimuli atau rangsangan dari lingkungan
yang menerpa panca indra. Rangsangan ini bisa berupa suara, gambar, tulisan, baubauan, ataupun yang lainnya baik verbal maupun non verbal. Ketika anda sedang naik
kendaraan dan melihat iklan layanan masyarakat “50+50 = 97,5%” yang dipasang
oleh Portal Infaq atau mendengar lantunan merdu lagu-lagu islami yang dibawakan
Ungu dari perangkat audio mobil, itu adalah sensasi. Karena merupakan pertautan
antara stimul dan alat indra, maka kualitas panca indra yang ada menjadi sangat
penting dalam tahap ini. Kekurang sempurnaan atau kurang berfungsinya alat indra
dengan baik akan menyebabkan kekurang-akuratan dalam menerima pesan yang
selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kualitas komunikasi dan interaksi dengan
lingkungannya.
Berkaitan dengan sumber informasi, Rakhmat (2000), mengelompokkan tiga
macam indra pengerima yaitu eksteroseptor seperti mata dan telinga yang menerima
informasi eksternal, interoseptor seperti sistem peredaran darah yang mengindra
informasi dari dalam, dan prorioseptor yang mengindra gerakan tubuh.
Persepsi.
Setelah seseorang menerima stimuli dari lingkungan melalui panca indra,
langkah selanjutnya adalah memberikan makna terhadap stimuli. Hal ini dinamakan
persepsi yang merupakan proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi stimulus atau pesan
apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan kepada mereka ketika mereka
mencapai kesadaran (De Vito, 1997). Sebagai contoh, setelah seseorang
mendengarkan informasi baru tentang hkum bunga bank atau tentang wacana zakat
profesi maka ia akan memberikan makna terhadap pesan-pesan tersebut sesuai dengan
pemahaman yang ia terima, tergantung dari faktor-faktor internal maupun eksternal
yang mempengaruhinya.
Proses bagaimana persepsi berlangsung dapat digambarkan melalui tiga
langkah yang saling terkait satu sama lain, yaitu terjadinya stimuli atau alat indra,
stimuli alat indra diatur, dan stimuli alat indra dievaluasi ditafsirkan. Proses persepsi
tersebut, jika disajikan dalam skema akan nampak dalam bagan 1 berikut:
Keterangan
A. Terjadinya stimulasi alat indra
B. Stimulasi alat indra diatur
C. Evaluasi-penafsiran
Dalam bagian 1 tersebut dapat dilihat bahwa proses persepsi dimulai dengan
dirangsangnya alat-alat indra oleh stimuli tertentu. Kita mendengarkan khotip
menyampaikan khotbah Jum’at, kita melihat sinetron Rahasia Illahi yang menuturkan
bagaimana nasib seseorang yang suka berbuat maksiat, atau pun merasakan
nikmatnya buah kurma pada waktu berbuka puasa adalah contoh-contoh sensasi.
Setelah alat indra kita menerima rangsangan tertentu, maka proses selanjutnya adalah
pengaturan terhadap stimulasi tersebut. Ada beberapa prinsip yang terlibat dalam
proses ini, antara lain proksimitas dan kelengkapan.
Prinisip proksimitas atau kemiripan menegaskan bahwa orang atau pesan yang
secara fisik mirip satu sama lain seringkali dipersepsikan bersama-sama atau sebagai
satu kesatuan. Prinsip ini menjelaskan mengapa orang mempersepsikan kita secara
tidak tepat h anya karena kita berada di lingkungan yang menurut mereka tidak
seharusnyalah kita ada di sana, tanpa mereka mencari informasi lebih lengkap
mengapa dan untuk apa kita berada di lingkungan atau bersama-sama orang-orang
tertentu. Prinsip ini juga dapat menjelaskan mengapa seseorang sangat bangga jika ia
berdampingan dengan orang yang dianggap penting dalam masyarakat sehingga
fotonya selalu dipajang di tempat-tempat penting.
Prinsip kelengkapan atau closure menjelaskan kepada kita mengapa orang
seringkali menarik kesimpulan dan mempersepsikan sesuatu secara kurang tepat
karena mereka menganggap suatu pesan atau peristiwa yang pada kenyataannya tidak
lengkap sebagai sesuatu yang lengkap.
Langkah ketiga dalam proses perseptual adalah penafsiran evaluasi yang
merupakan proses subyektif yang melibatkan penilaian di pihak penerima. Proses ini
tentu saja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pesan itu sendiri dan
lingkungan, namun juga faktor-faktor internal yang ada pada pihak penerima seperti
motivasi, kebutuhan, pengalaman masa lalu, ataupun nilai-nilai yang dianutnya.
Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, Crech dan
Cruthfeld sebagaimana dikutip Rakhmat (2000) merumuskan tiga dalil persepsi.
Pertama, persepsi bersifat selektif secara fungsional. Ini berarti obyek-obyek yang
mendapat tekanan dalam persepsi biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi. Kedua, medan perseptual dan kognitif selalu
diorganisasikan dan diberi arti. Ketiga, sifat-sifat perseptual dan kognitif dari
substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan.
Keempat, obyek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau
menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang
sama.
Memori
Setelah sensasi dan persepsi, faktor penting lainnya dalam proses pengolahan
informasi adalah memori. Hal ini terjadi karena memori mempengaruhi persepsi
maupun berpikir. Memori, menurut Schlessinger dan Groves (1976 dalam Rakhmat
2000), adalah sistem yang sangat berstruktur, sehingga dengan itu organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya.
Memori bekerja dengan melibatkan tiga proses : perekaman, penyimpanan,
dan pemanggilan. Perekaman adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan
sirkit saraf internal. Penyimpanan adalan proses yang menentukan berapa lama
informasi tertentu ada dalam diri kita, dalam bentuk apa dan dimana. Sedangkan
pemanggilan adalah menggunakan kembali informasi yang disimpan (Mussen dan
Rosen Weigh 1973 dalam Rakhmat 2000).
Menurut Rakhmat (2000), manusia seringkali tidak menyadari pekerjaan
memori pada tahap pertama dan kedua melainkan hanya mengetahui tahap ketiga,
pemanggilan kembali. Pemanggilan kembali dapat diketahui dengan empat cara, yaitu
:
1. Pengingatan atau recall yang merupakan proses aktif untuk menghasilkan kembali
fakta dan informasi secara kata demi kata, tanpa petunjuk yang jelas. Contohnya
adalah ketika kepada kita ditanyakan apa saja rukun Islam atau rukun iman itu.
2. Pengenalan atau recognition adalah proses mengenal kembali informasi yang
pernah kita ketahui sebelumnya. Misalnya pertanyaan : pada bulan apakah
Al-Qur’an diturunkan? Ramadhan atau Muharram ?
3. Belajar lagi atau relearning yaitu menguasai kembali pelajaran yang pernah kita
peroleh.
4. Redintegrasi yaitu mengkonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori
kecil. Petunjuk tersebut dapat berupa bau tertentu, warna ataupun tempat.
Contohnya adalah takbir pada malam Idul Fitri sering membawa kita pada
kenangan masa kecil di kampung.
Berpikir
Proses selanjutnya yang terlibat dalam komunikasi intra-personal setelah
memori adalah berpikir. Proses berpikir selalu melibatkan sensasi, persepsi, dan
memori. Menurut Anita Taylor (1977 dalam Rakhmat 2000), berpikir adalah proses
penarikan kesimpulan yang dilakukan seseorang untuk memahami realitas dalam
angka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, menghasilkan yang baru.
Menurut Rakhmat (2000), ada beberapa jenis berpikir, yaitu berpikir austik
dan berpikir realistic. Dengan berpikir austik orang mencoba melarikan diri dari
kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastik. Berpikir austik ini
misalnya fantasi, menghayal dan wishfull thinking. Berpikir realistik, sebaliknya,
adalah cara berpikir dalam rangka menyesuaikandiri dengan dunia nyata. Ruch (1967
dalam Rakhmat, 2000) membagi berpikir realistik ini menjadi tiga macam : deduktif,
induktif, dan evaluatif.
Salah satu fungsi berpikir, secara induktif, deduktif, maupun evaluatif, adalah
menetapkan keputusan. Walaupun keputusan yang diambil beraneka ragam, namun
terdapat tanda-tanda umum, yaitu : keputusan merupakan hasil berpikir; melibatkan
pilihan dari berbagai alternatif, dan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun
pelaksanaannya boleh ditangguhkan.
Fungsi lain dari berpikir adlaah memecahkan persoalan yang ada pada diri
seseorang. Proses tersebut, menurut Rakhmat (2000), berlangsung melalui lima tahap,
yaitu :
1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu.
2. Penggalian memori untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa
lalu untuk mengatasi masalah sejenis.
3. Penyelesaian mekanis dengan uji coba secara trial dan error.
4. Penggunaan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah.
5. Insight solution atau pengalaman aha yang merupakan kilasan pemecahan masalah
yang tiba-tiba terlintas dalam pikiran.
TAMBAHAN
PERSOALAN MENJAUHKAN WACANA
POLITIK DARI DIALOG AGAMA
(Hamdan Daulay)
Tulisan Adi Wicaksono berjudul “Membicarakan Soal Hubungan Antarumat
Beragama” (Kedaulatan Rakyat, 15/11/1996) menarik untuk ditanggapi.
Membicarakan dialog agama dan kerukunan umat beragama di tengah pluralitas umat
beragama di tanah air adalah relevan. Dalam dialog agama pun sesungguhnya
terkandung makna yang positif untuk mencari persamaan-persamaan, bukan justru
perbedaan antar umat beragama. Kajian tentang dialog agama tentu harus dilakukan
dengan penuh kearifan dan kedewasaan. Sebab dalam dialog agama tidak semua hal
bisa didialogkan. Ada bagian-bagian tertentu dalam agama yang bersifat doktriner dan
aqidah yang tak bisa ditawar-tawar. Namun pada dasarnya, setiap kali dialog agama
diadakan, yang diharapkan adalah terwujudnya kerukunan dan keharmonisan
antarumat beragama.
Dalam tulisan Adi, sesungguhnya sudah jelas disebutkan, betapa pentingnya
dialog agama. Bahkan dalam tulisan tersebut ia mengutip pendapat Presiden Soeharto,
agar dialog agama di tanah air diadakan setiap tiga bulan sekali. Namun dalam uraian
berikutnya, tampaknya ada beberapa pandangan Adi Wicaksono tentang komunikasi
antarumat beragama yang perlu diluruskan. Diantaranya, penilaian tentang hubungan
antarumat beragama yang terkesan merosot, masalah perbedaan normative, proyek
yang akan diwujudkan, dan masalah pendekatan politis yang formal.
Kerukunan Umat
Tidak dapat disangkal bahwa kerukunan umat beragama di tanah air adalah
yang terbaik jika dibanding dengan kerukunan umat beragama di negara lain. Bangsa
Indonesia yang menganut berbagai agama, bisa hidup rukun tanpa ada penindasan
mayoritas pada minoritas. Bahkan dalam UUD 1945 pasal 29 juga diatur tentang
kebebasan beragama. Dalam realitanya kerukunan umat beragama di tanah air
bukanlah kerukunan yang semu. Jadi adalah keliru apabila Adi Wicaksono menilai
kerukunan umat beragama di tanah air begitu rentan dan merosot. Adanya gejolak
yang menguak kerukunan umat beragama di beberapa daerah, seperti Situbondo dan
Timtim, tidaklah bisa digeneralisasikan. Sebab jika diamati secara mendalam, gejolak
tersebut tidaklah murni karena faktor agama, tapi sudah ditambah dengan faktor
politik.
Jadi, kalau kita menilai secara jujur tentang kerukunan umat beragama di
tanah air, sesungguhnya sudah semakin baik. Penilaian ini tentu harus dilihat dari
kacamata agama, bukan dengan kacamata politik.
Normatif
Masalah kedua yang cukup menarik ditanggapi dari tulisan Adi adalah tentang
perbedaan normative. Adi mengatakan, bahwa perbedaan normative adalah perbedaan
bentuk total, dan karenanya senantiasa akan menjadi wacana tertutup. Tampaknya Adi
terlalu sempit menilai factor normative ini. Sampai-sampai ia mengatakan bahwa
perbedaan normative adalah wacana yang tertutup untuk didialogkan.
Kalau kita bicara tentang wacana yang tertutup dalam dialog agama, justru
terletak pada aqidah (doktrin). Artinya, pembicaraan tentang hubungan dengan Tuhan
(hablumminalah) dan tata cara peribadatan masing-masing agama memang tidak perlu
didialogkan. Tetapi wacana yang menyangkut hubungan dengan sesama manusia
(hablumminannas) tetap terbuka untuk didialogkan. Jadi adalah keliru, jika Adi
menganggap masalah normative adalah wacana yang tertutup untuk didialogkan.
Pendekatan Politis
Barangkali yang paling menarik untuk ditanggapi dari tulisan Adi adalah
uraiannya tentang pendekatan politis formal. Adi menulis, adalah salah satu
kelemahan kita dalam mengelola interaksi social kehidupan beragama adalah terlalu
kuatnya pendekatan politis formal. Pendapat ini tampaknya terlalu subyektif dan
tendensius, juga tidak didukung oleh data yang akurat. Sebab dengan pendapat yang
demikian, terkesan bahwa pemerintah terlalu banyak campur tangan dalam mengelola
dialog agama.
Kalau kita amati lembaga dialog agama yang ada di tanah air, tidak ada alasan
untuk mengatakan kegiatan tersebut dipolitisir. Sebab dalam lembaga tersebut,
masing-masing umat beragama sudah terwakili di dalamnya. Lembaga dialog agama
ini boleh dikata adalah independent. Pemerintah tidak banyak mencampuri, apalagi
mempolitisir dialog tersebut.
Jadi sekali lagi, tulisan Adi Wicaksono tampaknya terlalu banya diwarnai
unsur politis. Sehingga ia tidak bisa membedakan mana masalah agama dan mana
masalah politik. Padahal dalam komunikasi kerukunan umat beragama, kita tidak
boleh mencampuradukkan agama dan politik. Demikian pula dengan tokoh-tokoh
agama sebagai panutan bagi umatnya, hendaknya dalam memelihara kerukunan umat
beragama, jangan sampai mencampuri urusan politik dengan memakai jubah agama.
Komunikasi antar umat beragama justru akan lebih lancar, manakala aspek yang
dibicarakan adalah persoalan agama.
Daftar Pustaka
- Daulay, Hamdan, Membangun Kerukunan Berpolitik dan Beragama di Indonesia,
Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat
Beragama Pusat Litbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan
Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2002.
- De. Vito, Joseph, Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar, Edisi Kelima, Jakarta
: Profesional Books, 1997.
- Griffin E.M., A First Look at Communication Theory, Fifth Edition, New York :
Mc. Graw-Hill, 2003.
- Muis, A., Komunikasi Islami, Bandung Ramadja Rosdakarya, 2001.
- Rakhmat, J., Psikologi Komunikasi, Bandung : Ramadja Rosdakarya, 2000
Self Promotion Implikasinya Bagi Eksistensi Individu Dalam Komunitas
Kerja
Andi Trinanda
Prolog
Self Promotion secara umum dikatakan sebagai suatu usaha mengembangkan
personality seseorang agar diketahui seberapa besar nilai eksistensi pribadi
dirinya dalam suatu komunitas. Tujuan dari self promotion tiada lain dan
tidak bukan adalah pengakuan dari komunitas itu sendiri tentang kontribusi
dan produktifitas seseorang itu di organisasi (baca : ditempat kerja). Secara
teoritis self promotion adalah merupakan bagian dari suatu hakikat nilai
kebutuhan hidup seseorang. Menurut Maslow setiap orang memiliki hirarki
(tingkatan) dalam upaya mencapai suatu taraf hidup yang diinginkan.
Tingkatan tersebut berjenjang dari pemenuhan kebutuhan pokok, kebutuhan
rekreasi (hiburan), kebutuhan mengenai pengakuan dan kebutuhan tentang
aktualisasi diri. Hirarki tersebut pada prinsipnya berdiri diatas faktor-faktor
nilai kepribadian orang itu sendiri yang diukur dari berbagai segi, misalnya
saja dari segi ekonomi, segi sosial budaya, bahkan dapat dilihat dari segi
politik. Tinggal persoalannya dimana proposisi mengenai self promotion
tersebut seseorang tempatkan. Dengan kata lain tidak ada salahnya apabila
dalam lingkup komunitas kerja terkadang orang perlu mempromosikan
dirinya sendiri agar paling tidak komunitas lingkungan kerja ?mengakui?
produktivitas dan kinerja yang pernah dan telah dilakukannya. Proposisi
yang dimaksud adalah apakah cara mempublikasikan diri tersebut sesuai
dengan kaidah dan budaya komunikasi. Dalam konteks ini budaya
komunikasi dapat dilihat dari sejauhmana komunikasi intra dan antar
personal dalam lingkup komunikasi formal tersebut dibangun oleh organisasi
kepada masing-masing individu, baik secara vertikal maupun horizontal.
Self Promotion dalam Konteks Komunikasi Intra dan Antar Personal
self promotion dalam konteks komunikasi intra personal dilakukan untuk
mendorong timbulnya motivasi dalam diri. Hal ini penting dilakukan
mengingat setiap orang pasti memiliki orientasi dalam bekerja sekecil apapun
orientasi tersebut. Orientasi tersebut akan memberikan nilai bagi kualitas
produktivitas dan kinerja seseorang. Self Promotion dalam konteks
komunikasi intra personal inilah yang akan melahirkan semangat
keberpihakan dalam diri atau rasa memiliki (sense of belonging) ketika
organisasi dimana tempat ia bekerja telah memberikan harapan bagi dirinya
dalam bentuk dan dalam konteks apapun. Istilah ?right or wrong is my
organizer? adalah cermin telah lahirnya embrio kesetiaan kepada organisasi,
dan tentu hal tersebut didapatkan ketika setiap individu mau atau sudah
secara terbuka melakukan self promotion dalam dirinya. Self Promotion
dalam konteks komunikasi intra personal tersebut juga akan memberikan
semacam proses pendewasaan berfikir terhadap suatu gejala fenomena dalam
proses interaksi yang dibangun organisasi. Self Promotion dalam konteks
komunikasi intra personal inilah yang menyebabkan orang semakin matang
dan dewasa dalam lingkup suasana dan iklim kerja karena learning process
yang panjang dengan mengambil ikhtiar dari pengalaman yang dirasakannya.
Self Promotion dalam konteks komunikasi antar personal juga perlu
dilakukan. Hal ini penting untuk memberikan semacam komparasi obyektif
tentang kompetensi dan skill yang dimiliki oleh setiap individu. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang melalukan self promotion
dengan pendekatan komunikasi antar personal, maka sejatinya akan
melahirkan konsep ?keterbatasan? dalam diri, yakni bahwa kita memang
memerlukan parameter terhadap kemampuan pribadi kita, dan kemampuan
pribadi tersebut tidak dimonopoli oleh pribadi orang tersebut. Sebab semakin
kita mampu melakukan komparasi terhadap perilaku dan kemampuan orang
lain, maka kita akan merasakan pula sejauhmana diri pribadi kita memiliki
keterbatasan. Dengan demikian self promotion memang perlu dilakukan
mengingat pengakuan seseorang dalam eksistensinya di lingkup komunitas
kerja, perlu apresiasi oleh orang lain, dan upaya untuk memberikan
gambaran mengenai apresisi orang lain terhadap diri kita itu memberikan
value apabila secara pribadi kita mampu mensosialisasikan apa yang sudah
pernah kita lakukan dan perbuat secara konstruktif dan positif bagi diri kita,
terlebih-lebih memberikan kontribusi bagi organisasi dimana kita mengabdi.
Namun demikian self promotion dalam konteks komunikasi antar personal
ini, perlu dilakukan dengan suatu pendekatan yang obyektif dan kecakapan
berkomunikasi yang baik. Pendekatan yang obyektif dimaksudkan bahwa self
promotion memang perlu di sosialisasikan untuk diketahui orang lain sesuai
dengan apa yang pernah seseorang perbuat sebagai bentuk kontribusinya
kepada orang lain. Hal ini penting mengingat tingkat sensitivitas dari
implementasi self promotion ini terkadang memberikan kesempatan kepada
kita justru untuk mencederai semangat komunalitas dalam lingkup komunitas
kerja. Sebagai contoh, terkadang kita mempopulerkan sesuatu pekerjaan
kepada orang lain, terlebih-lebih kepada pimpinan, namun sejatinya
pekerjaan yang kita informasikan dan sosialisasikan tersebut adalah bukan
pekerjaan kita. Atau self promotion dalam konteks ini bisa saja dimanipulasi
dan dicederai oleh perilaku buruk kita sebagai imbas terbukanya tingkat
persaingan dalam bekerja. Kecenderungan dari destruksi self promotion ini
adalah terkadang seseorang bisa menganggap dirinya bisa menyenangkan
orang lain terlebih-lebih pimpinan dengan informasi yang kita berikan,
dengan harapan kita nantinya jadi ?populer? dimata pimpinan. Namun caracara yang dilakukan tidak dilakukan dengan cara-cara yang elegan. Misalnya
dengan menjelek-jelekkan orang lain secara personal maupun menakar
kontribusi dan kemampuan orang lain, yang sejatinya hal tersebut sekali lagi
justru dapat mencederai semangat kebersamaan. self promotion dalam
konteks komunikasi antar personal juga perlu dilakukan dengan tingkat
kecakapan berkomunikasi yang baik. Kecakapan berkomunikasi disini bukan
dilihat dari pandainya seseorang bertutur secara sistematis, kemampuan orasi
dan bersosialisasi yang baik dan sebagainya. Walaupun kesemua hal tersebut
penting, namun yang lebih penting dari kecakapan berkomunikasi tersebut
adalah etika menyampaikan suatu pandangan atau pendapat pribadi
dihadapan komunitas organisasi, baik kepada bawahan, teman satu level atau
kepada kepada pimpinan. Etika yang dimaksud adalah komunikasi yang
dibangun haruslah melewati budaya (kultur) organisasi dimana seseorang
tersebut berada. Sebab Kultur organisasilah yang akan meredefinisi perilaku
seseorang terhadap publiknya sendiri. Secara kongkrit misalnya terkadang
maksud seseorang baik, yakni untuk mensosialisasikan dan
menginformasikan apa yang telah dilakukannya sebagai sebuah pengakuan
bagi nilai eksistensinya, namun terkadang pula niat baik tersebut
diintepretasikan tidak secara proporsional, yakni bisa saja seseorang justru
malah disebut sebagai arogan (baca : sombong). Oleh karena itu maka untuk
mempromosikan diri seseorang harus memahami betul bagaimana pola dan
budaya komunikasi dalam organisasi.
Budaya Organisasi Implikasinya terhadap Kecenderungan Munculnya
Self Promotion
Berbicara tentang budaya organisasi, maka ada satu hal yang barangkali
perlu menjadi suatu gambaran, agar setidaknya kita sebagai individu dalam
lingkup anggota komunitas organisasi tidak menjustifikasi budaya yang
dikembangkan dan menjadi laten dalam suatu organisasi itu baik atau buruk.
Sebab yang namanya budaya organisasi inheren dengan latar belakang
pengelolaan organisasi itu sendiri. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
suatu budaya menjadi bagian dari perilaku organisasi, salah satunya pertama,
bagaimana pengelolaan organisasi dilihat dari aspek manajerial, kedua,
bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh organisasi,
ketiga?sejauhmana partisipasi yang disediakan oleh organisasi.
Untuk menjawab faktor yang pertama, yakni yang menyangkut pengelolaan
organisasi yang dilihat dari aspek manajerial, maka yang harus dicermati
adalah sejauhmana organisasi memberikan deskripsi tentang mekanisme dan
sistem pengelolaannya yang jika kita intepretasikan lebih detil hal tersebut
dapat dilihat dari soal aturan main (rule of the game), soal job discription,
dan soal-soal yang berhubungan dengan decisi?n making. Dalam konteks
yang demikian itu, jika proses manajerial dilakukan secara obyektif dalam
artian terbuka ruang bagi semua pihak untuk mengimplementasikan peran
dan posisinya dalam suatu organisasi, maka self promotion tanpa dilakukanpun sebenarnya publik organisasi sudah merasakan produktifitas dan
kontribusi masing-masing individu. Sebab tiap individu sudah terpetakan
dalam pola pembagian posisi dan tugas serta masuk kedalam suatu rangkaian
rentang kendali secara manajerial. Jadi apabila organisasi sudah mampu
menciptakan budaya ?mengedepankan aturan main?, maka sejatinya self
promotion sama sekali tidak dibutuhkan. Karena sekali lagi eksistensi
seseorang dalam budaya organisasi seperti itu sudah diakui dan secara
implisit hal tersebut memang sudah tertuang menjadi salah satu reward
organisasi kepada individu (karyawan). Lain soal apabila baik secara
infrastruktur maupun suprastruktur organisasi telah memiliki piranti atau
elemen manajemen tersebut, namun secara aplikatif tidak diimplementasikan
kepada individu karena beberapa sebab, misalnya faktor personality
pemimpin, faktor konflik kepentingan dan lain-lain, maka self promotion
menjadi suatu pilihan agar organisasi terutama pimpinan mau tidak mau
melihat dan menjadi tahu bahwa setiap individu memiliki andil dalam
memberikan kontribusinya buat organisasi.
Faktor yang kedua adalah budaya komunikasi. Budaya komunikasi dalam
konteks komunikasi organisasi harus lihat dari berbagai sisi. Sisi pertama
adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara
karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Sisi ketiga adalah antara
karyawan kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai
polanya masing-masing. Hal inilah yang dinamakan bahwa dalam
komunikasi organisasi itu akan lahir yang namanya hubungan industrial dan
hubungan subordinatif. Hubungan industrial adalah hubungan yang
meletakkan individu atau karyawan sebagai assetnya organisasi, karena ia
asset maka ia harus dipelihara dan dikembangkan. Oleh karenanya maka
prestasi dan produktifitas kinerja karyawan menjadi salah satu ukuran
penting bagi eksistensi individu atau karyawan tersebut dalam suatu
organisasi. Hubungan subordinatif adalah hubungan pemberian perintah
antara atasan kepada bawahan. Hubungan ini harus disadari menggingat
individu atau karyawan bukan cuma dilihat dalam konteks pembagian
tugasnya saja. Namun juga dilihat dari rentang posisi yang diberikan
organisasi kepada individu atau karyawan. Oleh karenanya maka kesetiaan
dan kepatuhan karyawan menjadi salah satu ukuran penting dalam melihat
eksistensi individu atau karyawan. self promotion dalam budaya komunikasi
organisasi ini harus dikembangkan dan dipelihara secara obyektif. Apabila
organisasi-termasuk pimpinan menciptakan budaya komunikasi yang
proporsional, partisipatif dan bertendensi pada upaya penciptaan hubungan
yang harmonis, maka sebenarnya karyawan tidak perlu melakukan self
promotion. self promotion menjadi pentig dilakukan apabila ada salah satu
dari budaya komunikasi yang dilakukan organisasi, tidak dilakukan secara
fair, adil dan obyektif, akibatnya individu atau karyawan dirasa perlu
melakukan suatu komunikasi yang bertujuan untuk memberikan pengakuan
bahwa tiap individu atau karyawan punya andil dalam membesarkan
organisasi. Tanpa kontribusi individu atau karyawan, maka peran manajer
tidak akan ada apa-apanya. Tanpa peran manajer, maka seorang Direktur atau
pimpinan tidak ada apa-apanya.
Faktor yang ketiga adalah partisipasi. Partisipasi adalah suatu kesempatan
yang diberikan oleh organisasi kepada individu atau karyawan untuk
mengembangkan kemampuan atau kompetensinya kepada organisasi. Secara
kongkrit organisasi akan memberikan keleluasaan kepada individu atau
karyawan untuk melakukan inisiatif, kreatifitas dan kemampuan mengambil
keputusan sebagai suatu learning proses kaderisasinya menjadi pemimpin,
atau paling tidak mengaplikasikan proses aktualisasi dirinya dalam
organisasi. Jika organisasi melakukan hal yang demikian itu, maka
sebenarnya self promotion dengan sendirinya akan dilakukan oleh individu
atau karyawan, karena karyawan akan menyadari bahwa proses observasi
dan penilaian organisasi terhadap dirinya sangat ditentukan oleh parameter
kreatifitas, pengejewantahan ide dan gagasan dan kemampuan kognitifnya
dalam mengemban proses kegiatan organisasi. Jika organisasi tidak
menciptakan pola partisipasi, maka salah satu implikasi yang akan muncul
kemudian adalah timbulnya konflik antar kepentingan, masing-masing
individu akan berupaya ?populer? dimata pimpinan namun kesemuanya tidak
dalam suatu kerangka iklim yang kondusif dan tidak dibarengi oleh
produktifitas dan kinerja individu atau karyawan secara obyektif.
Epilog
Berdasarkan deskripsi tersebut diatas, maka jelas bahwa sebenarnya self
promotion adalah bagian yang tidak terpisahkan dari yang namanya
kebutuhan hidup manusia secara umum. Pengakuan orang lain terhadap apa
yang seseorang lakukan di tengah komunitas organisasi penting untuk
membangun semangat komunalitas dan peningkatan kualitas sumber daya
individu itu sendiri secara kualitatif. Tinggal persoalannya adalah apakah
kemauan individu atau karyawan dalam melakukan self promotion terhadap
organisasi dibarengi dengan semangat organisasi terutama pimpinan
organisasi dalam menciptakan iklim atau kondisi yang kondusif bagi individu
atau karyawan. Tiga faktor diatas adalah salah satu dari indikator
keberhasilan organisasi dalam memanfaatkan momentum semangat individu
dalam melakukan untuk kepentingan organisasi dalam jangka panjang.
Khususnya dalam hal yang menyangkut kaderisasi kepemimpinan dan
menciptakan TOL (totalitas, orientasi dan loyalitas) karyawan.
Penulis adalah Akademisi disalah satu Perguruan Tinggi Terbesar di
Jakarta
Ketua Kelompok Study SEMBILAN DI Jakarta
Pengurus GEMA ASGAR (Generasi Muda Asal Garut) SeJADEBOTABEK
Komponen Konseptual dan Jenis-jenis
Teori Komunikasi
Selasa, April 22nd, 2008 in Teori Komunikasi by [kuliah-omith]
Sebagaimana telah disinggung dalam modul sebelumnya bahwa ilmu komunikasi
merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, maka defenisidefenisi mengenai komunikasi menjadi sangat beragam. Setiap defenisi memiliki
penekanan arti, cakupan dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.
Terdapat 126 defenisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank E.X. Dance.
semuanya setelah dirangkum dapat dikategorikan manjadi 15 komponen konseptual.
Yaitu:
1. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara
verbal. (Hoben, 1954)
2. Pengertian/pemahaman, proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain.
Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai
dengan situasi yang berlaku. (Anderson, 1959)
3. Interaksi/hubungan/proses sosial. Interaksi adalah perwujudan komunikasi. Tanpa
komunikasi tidak akan terjadi interaksi. (Mead, 1963)
4. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhankebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif,
mempertahankan atau memperkuat ego. (Burnland, 1964)
5. Proses, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,
keahlian, dll. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dll.
6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran. Penggunaan kata komunikasi menunjuk pada
pengalihan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya menjadi
bermakna. Misal kata “pohon― mewakili objek pohon.
7. Menghubungkan/menggabungkan. Komunikasi adalah proses yang
menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya.
8. Kebersamaan. Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang semula
dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih.
9. Saluran/jalur/alat. Komunikasi adalah alat pengirim pesan. Misalnya telegraph,
telepon, radio, kurir, dll.
10. Replikasi memori. Komunikasi adalah proses mengarahkan perhatian dengan
menggugah ingatan.
11. Tanggapan Diskriminatif, komunikasi adalah tanggapan pilihan atau terarah pada
suatu stimulus.
12. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi
yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima.
13. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang
disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku
pihak penerima.
14. Waktu/situasi, komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu struktur
keseluruhan situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan.
15. Kekuasaan/kekuatan, komunikasi adalah suatu mekanisme yang memimbulkan
kekuatan atau kekuasaan.
Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka acuan yang
dapat dijadikan dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa komunikasi.
Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara gabungan atau secara
keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian dalam penelitian.
JENIS-JENIS TEORI KOMUNIKASI
Menurut Littlejohn (1989) berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek
pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dua kelompok:
1. Teori-teori Umum (general theories), teori ini merupakan teori yang mengarah pada
bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). Karenanya
teori ini memberi analisa piker suatu teori, terdiri dari:
2. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori ini adalah:
Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu bagian dari
struktur. Sehingga cara pandangnya dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya.
Pendekatan ini menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi.
Karakteristik dari pendekatan ini adalah:
a. Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diacrony
(perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya dalam mengamati suatu fenomena
menggunakan dalil-dalil yang jelas dari suatu kaidah. Perubahan terjadi melalui
tahapan metodologis yang telah baku.
b. Cenderung memusatkan perhatiannya pada ―akibat-akibat yang tidak
diinginkan― (unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan.
Pendekatan ini tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran. Fokus mereka
pada faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran manusia.
c. Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent. Oleh karena
itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris yang cermat.
d. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan objek yanng disimbolkan
dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah ada.
e. Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini bahasa
harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan ssuatu secara
akurat.
3. Teori-teori Behavioral dan kognitif.
Teori ini berkembang dari ilmu psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri
manusia secara individual. Beberapa pokok pikirannya:
 Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R) yang
menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon.
 Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya
mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap penting serta mencari
hubungan antar variabel.
 Menurut pandangan ini komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses
berfikir, tingkah laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu
memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya
berada di luar kontrol individu.
Contoh lain teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah Model
Psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap individu. Tujuan model ini adalah
untuk memperhitungkan dan membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap
tingkah laku orang perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan
penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana efek selama ini
dapat ditemukan. Model ini dinamakan model psikologi karena melibatkan masalahmasalah keadaan mental dan tingkah laku orang perorangan.
Moel ini berpendapat , televisi hendaknya dianggap sederajat dengan setiap
pengalaman, tindakan atau observasi personal yang dapat menimbulkan konsekuensi
terhadap pemahaman (learning) maupun tindakan (acting). Jadi model ini mencakup
kasus dimana televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku yang dipelajari dari
sumber-sumber lain.
4. Teori-teori Konvesional dan Interaksional.
Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu
yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat
dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana
harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interactionisme
simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori
ini adalah:
 kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara,
serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan
simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society).
 Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui
bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat
ditemukan melalui metode interpretasi.
 Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol
direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya. Sehingga focus
pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur social, serta
bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.
 Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat
objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu makna dapat
berubah dari waktu ke waktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok social ke
kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relative dan
temporer.
5. Teori-Teori Kritis dan Interpretif
Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi interpretift, yang dikembangkan oleh
Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. sementara teori kritis berkembang dari pemikiran
Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School.
Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu
tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak dapat
dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses
aktif dan inventif.
Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang
dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam
mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna.
Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi
banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam
masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan
komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis
mengenai komunikasi perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara
keseluruhan.
Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara
Eropa.Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah:
 Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman
individual.
 Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang
sebagai meaning centered.
 Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.
Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan
mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam pendekatannya.
Pendekatan teori interpretif cenderung menghndarkan sifat-sifat preskriptif dan
keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut
teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teoriteori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut,
preskriptif dan juga politis sifatnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami
pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks.
Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia
mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki
kehidupan manusia.
A. Jenis Teori-teori Kontekstual
Berdasarkan konteks dan tingkatan analisisnya, teori komunikasi dapat dibagi menjadi
lima :
1. intra personal communication, yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri
seseorang. Fokusnya adalah pada bagaimana jalannya proses pengolahan informasi
yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya. Umumnya membahas
mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang
ditangkap melalui pancainderanya.
2. interpersonal communication, yaitu komunikasi antar perorangan dan bersifat
pribadi baik yang terjadi secara langsung (non-media) atau tidak langsung (media).
Fokus teori ini adalah pada bentukbentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi
dan karakteristik komunikator.
3. komunikasi kelompok. Fokus pada interaksi diantara orang-orang dalam kelompok
kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi, namun
pembahasannya berkaitan dengan dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas
penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan
keputusan.
4. komunikasi Organisasi. Mengarah pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi
dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentukbentuk komunikasi formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur
dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses
pengorganisasiannya serta budaya organisasi.
5. komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan pada
sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi melibatkan keempat teori
sebelumnya. Teori ini secara umum memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang
menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media
dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak komunikasi
massa terhadap individu.
by. Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication,
New Jersey, 1996.
Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, sangat perlu untuk tau apa itu karakteristik studi yang
ia pelajari. Terlebih lagi tentang karakteristik penelitian komunikasi yang membedakan
dengan ilmu lain. Nah disini aku coba buat menguraikan:
Berbicara komunikasi, banyak orang awam beranggapan bahwa komunikasi merupakan studi
yang mempelajari bagaimana berbicara di depan khalayak. Ada pula yang beranggapan
bahwa ilmu ini berhubungan dengan media, entah itu surat kabar, radio, maupun televisi.
Namun jika seseorang telah berkecimpung dan belajar mendalami ilmu ini, ternyata isi di
dalam studi komunikasi tak hanya sekedar belajar berbicara di depan khalayak ataupun
berhubungan dengan media. Lebih dalam lagi ilmu komunikasi mempelajari bagaimana
proses berbicara di depan khalayak, serta apa saja yang terjadi dibalik meja redaksi media.
Jika boleh meminjam istilah Harold Lasswell, inti komunikasi adalah who says what in which
channel to whom with what effect (Onong Uchjana Effendy, 2003 : 10). Pandangan Harold
Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur; komunikator, pesan,
media, komunikan, dan efek. Artinya, jika terdapat komunikator yang menyampaikan pesan
melalui saluran komunikasi maka pesan tersebut akan diterima oleh komunikan dan bahkan
dapat menimbulkan efek tertentu. Serangkaian penjelasan dari Harold lasswell ini disebut
dengan proses komunikasi. Proses komunikasi inilah yang menjadikan titik fokus dari studi
ilmu komunikasi.
Selanjutnya dalam proses komunikasi tesebut tercakup beberapa tingkatan; komunikasi
intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan
komunikasi sosial (Lawrence R Frey, 1991 : hal. 33-35).
1. Komunikasi intrapersonal terjadi ketika seseorang mengirimkan pesan pada dirinya
sendiri dan kemudian mengirimkan pesan tersebut kepada orang lain.
2. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang yang bersifat
mutualisme, keduanya saling bertukar pesan sehingga menghasilkan efek pada masingmasing pihak.
3. Komunikasi kelompok terdiri dari tiga orang atau lebih, tujuannya pun sama dengan
komunikasi interpersonal, yaitu saling bertukar pesan.
4. Komunikasi organisasi merupakan gabungan dari komunikasi intrapersonal, komunikasi
interpersonal, dan komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi ini paling sering dijadikan
sebagai topik penelitian mahasiswa atau pakar komunikasi karena di dalamnya terkandung
proses komunikasi yang melibatkan kegiatan organisasi, baik itu formal maupun informal.
5. Komunikasi sosial merupakan level komunikasi yang paling luas. Proses komunikasi yang
terkandung di dalamnya mencakup komunikasi antar sistem sosial yang besar, bahkan bisa
mencakup antar negara yang berbeda kebudayaan. Proses penyampaian pesan dalam
komunikasi sosial ini bisa menggunakan atau tanpa media komunikasi.
Kelima tingkatan dalam proses komunikasi ini merupakan area dari penelitian komunikasi.
Uraian diatas adalah sedikit gambaran tentang ilmu komunikasi. Sekarang mari kita masuk
pada karakteristik penelitian komunikasi yang membedakan dengan penelitian sosial lainnya:
1. Dari segi obyek penelitian.
Sebagaimana yang telah disebutkan Harold Laswell, obyek penelitian dalam studi komunikasi
mengandung lima aspek, yaitu sumber pesan, pesan, media penyampai pesan, pihak
penerima pesan, dan efek yang ditimbulkan oleh pesan.
Untuk lebih jelasnya, lihat saja contoh obyek penelitian tentang penyuluhan Program
Keluarga Berencana (KB) berikut. Dalam obyek penelitian ini, tim posyandu berperan sebagai
sumber pesan. Sedangkan informasi program KB adalah pesan yang disampaikan.
Penyuluhan program KB itu sendiri merupakan media penyampaian pesan. Target dari
program KB adalah penerima pesan. Sedangkan dampak dari penyuluhan ini adalah adanya
kesadaran masyarakat, tingkat kelahiran. Dari sedikit uraian mengenai contoh penelitian
komunikasi tersebut, nampak bahwa obyek penelitian komunikasi pastilah berkisar tentang
pesan; bagaimana proses penyampaian pesan dan apa dampak yang ditimbulkan dari
penyampaian pesan.
2. Hal pembeda kedua adalah adanya proses komunikasi yang menjadi salah satu bahasan
dari obyek penelitian.
Proses komunikasi itu terdiri dari dua hal; penyampaian pesan dan pertukaran makna.
Penyampaian pesan mengacu pada bagaimana komunikator mengirim pesan melalui saluran
komunikasi yang telah ditentukan dan kemudian bagaimana komunikan dapat menerima
pesan tersebut. Pertukaran makna mengacu pada bagaimana pesan yang disampaikan
komunikator dapat dimaknai oleh komunikan sehingga tidak menimbulkan gangguan (noise
atau misunderstanding) (Ashadi Siregar, 2008 : 14).
Ambillah contoh obyek penelitian tentang penerapan teknologi komunikasi. Dalam penelitian
tersebut tentunya dibahas mengenai proses bagaimana informasi dapat disampaikan kepada
bagian yang membutuhkan melalui perangkat teknologi komunikasi. Dari contoh penelitian
ini didapat kesimpulan bahwa penelitian komunikasi membahas tentang proses penyebaran
informasi.
3. Pembeda selanjutnya adalah berkaitan dengan referensi penelitian. Penelitian di bidang
komunikasi tentunya akan mengambil referensi teori komunikasi. Berikut ada beberapa
contoh obyek penelitian komunikasi lengkap dengan referensi yang digunakan.
Contoh pertama adalah penelitian mengenai kajian budaya di suatu suku yang menggunakan
teori semiotika komunikasi sebagai referensi. Semiotika atau semiologi adalah ilmu tentang
tafsir tanda. Definisi ini membuat aplikasi semiologi sangat luas, bisa digunakan berbagai
bidang keilmuan, karena semiologi adalah metode tafsir untuk seluruh tanda yang diproduksi
oleh manusia. Khusus untuk penelitian di bidang komunikasi, semiologi dipakai untuk
membahas fokus persoalan (problematik) komunikasi dengan dititikberatkan pada tafsir
tanda pada pertukaran pesan yang diproduksi oleh partisipan komunikasi dalam suatu proses
komunikasi. Semiologi komunikasi menitik beratkan pada interpretasi terhadap pesan
(tanda) yang dipertukarkan dalam proses komunikasi (Andrik Purwasito, Jurnal Komunikasi
Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 42-59). Pemaknaan dalam proses komunikasi inilah yang
membedakan topik semiologi dalam ilmu komunikasi dengan topik semiologi ketika dibahas
oleh ilmu lain seperti sastra, hukum, seni.
Contoh kedua adalah penelitian tentang media dan teknologi komunikasi baru. Penelitian ini
bisa saja menjadi tema yang general dan dapat dijadikan sebagai tema penelitian sosial
lainnya. Namun di dalam studi komunikasi, terdapat sebuah referensi khas studi komunikasi
yang dapat digunakan untuk mengupas tema tentang media dan teknologi komunikasi baru.
Referensi tersebut dikenal dengan teori determinisme teknologi media. Media dianggap
sebagai ”motor perubahan”. Media merupakan alat paling baik digunakan secara terencana
untuk menimbulkan perubahan (Denis McQuail, 1996 : 97). Sementara pandangan dari
determinisme teknologi bahwasanya teknologi membawa perubahan sosial. Teknologi dilihat
sebagai ‘penggerak utama’ dalam sejarah. Seperti perkataan Thomas Carlyle Echoed “without
tools he is nothing, with them he is all” (Daniel Chandler, September 18, 1995,
http://www.aber.ac.uk/media/Documents/tecdet/tecdet.html). Teknologi yang demikian
menonjol dan mempunyai pengaruh yang besar mampu mendorong terjadinya perubahan
sosial (Robert H. Lauer, 1989, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, hal. 211-226). Disini
muncul istilah perubahan sosial yang ternyata juga dimiliki oleh ilmu sosiologi. Namun yang
menjadi pembeda, perubahan sosial yang ada di studi komunikasi muncul karena adanya
determinisme teknologi, sedangkan perubahan sosial yang dikaji oleh ilmu sosiologi muncul
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat seperti unsur geografis, ekonomis, biologis, atau kebudayaan (Soerjono Soekanto,
2003 : 305).
Dari uraian diatas, nampak bahwa penelitian komunikasi memiliki keunikan tertentu yang
dapat menjadi pembeda dengan penelitian sosial lainnya. Keunikan pertama adalah obyek
penelitian komunikasi yang mengandung lima aspek, yaitu sumber pesan, pesan, media
penyampai pesan, pihak penerima pesan, dan efek yang ditimbulkan oleh pesan. Pembeda
kedua adalah tentang adanya proses komunikasi sebagai tema yang dibahas dalam
penelitian. Sementara proses komunikasi itu sendiri terdiri dari dua hal, yaitu penyampaian
pesan dan pertukaran makna. Pembeda yang terakhir adalah banyaknya teori komunikasi
yang dapat dijadikan referensi dalam peneitian yang mana teori tersebut masing-masing
memiliki keunikan tersendiri.
Download