Komunikasi intrapersonal Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek. Aktifitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif [1]. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini [2] Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves). Daftar isi [sembunyikan] 1 Elemen-elemen konsep diri o 1.1 Konsep diri o 1.2 Karakteristik sosial o 1.3 Peran sosial o 1.4 Identitas diri yang berbeda 2 Proses pengembangan kesadaran diri 3 Catatan kaki 4 Referensi [sunting] Elemen-elemen konsep diri [sunting] Konsep diri Konsep diri adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, biasanya hal ini kita lakukan dengan penggolongan karakteristik sifat pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial. Karakteristik pribadi adalah sifat-sifat yang kita miliki, paling tidak dalam persepsi kita mengenai diri kita sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat fisik (laki-laiki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap, dungu, terpelajar, dsb.) konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Apabila pengetahuan seseorang itu baik/tinggi maka, konsep diri seseorang itu baik pula. Sebaliknya apabila pengetahuan seseorang itu rendah maka, konsep diri seseorang itu tidak baik pula. [sunting] Karakteristik sosial Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang kita tamplikan dalam hubungan kita dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert, banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal ini mempengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu. [sunting] Peran sosial Ketika peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka kita mendefinisikan hubungan sosial kita dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama. Meskipun pembahasan kita mengenai 'diri' sejauh ini mengacu pada diri sebagai identitas tunggal, namun sebenarnya masing-masing dari kita memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (mutiple selves). [sunting] Identitas diri yang berbeda Identitas berbeda atatu multiple selves adalah seseorang kala ia melakukan berbagai aktifitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika kita terlibat dalam komunikasi antar pribadi, kita memiliki dua diri dalam konsep diri kita. Pertama persepsi mengenai diri kita, dan persepsi kita tentang persepsi orang lain terhadap kita (meta persepsi). Identitas berbeda juga bisa dilihat kala kita memandang 'diri ideal' kita, yaitu saat bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa diri kita 'sebenarnya' dan bagian lain memperlihatkan kita ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri) Contohnya saat orang gemuk berusaha untuk menjadi langsing untuk mencapai gambaran tentang dirinya yang ia idealkan. [sunting] Proses pengembangan kesadaran diri Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu; Cermin diri (reflective self) terjadi saat kita menjadi subyek dan obyek diwaktu yang bersamaan, sebagai contoh orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi biasanya lebih mandiri. Pribadi sosial (social self) adalah saat kita menggunakan orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita, hal ini terjadi saat kita berinteraksi. Dalam interaksi, reakasi orang lain merupakan informasi mengenai diri kita, dan kemudian kita menggunakan informasi tersebut untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep diri kita. Menurut pakar psikologi Jane Piaglet, konstruksi pribadi sosial terjadi saat seseorang beraktifitas pada lingkungannya dan menyadari apa yang bisa dan apa yang tidak bisa ia lakukan [3] Contoh: Seseorang yang optimis tidak melihat kekalahan sebagai salahnya, bila ia mengalami kekalahan, ia akan berpikir bahwa ia mengalami nasib sial saja saat itu, atau kekalahan itu adalah kesalahan orang lain. Sementara seseorang yang pesimis akan melihat sebuah kekalahan itu sebagai salahnya, menyalahkan diri sendiri dalam waktu yang lama dan akan mempengaruhi apapun yang mereka lakukan selanjutnya, karena itulah seseorang yang pesimis akan menyerah lebih mudah. Perwujudan diri (becoming self). Dalam perwujudan diri (becoming self) perubahan konsep diri tidak terjadi secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui aktifitas serhari hari kita. Walaupun hidup kita senantiasa mengalami perubahan, tetapi begitu konsep diri kita terbentuk, teori akan siapa kita akan menjadi lebih stabil dan sulit untuk dirubah secara drastis. Contoh, bila kita mencoba merubah pendapat orang tua kita dengan memberi tahu bahwa penilaian mereka itu harus dirubah - biasanya ini merupakan usaha yang sulit. Pendapat pribadi kita akan 'siapa saya' tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih sulit untuk diubah sejalan dengan waktu dengan anggapan bertambahnya umur maka bertambah bijak pula kita. Komunikasi Intrapersonal: Sebuah Pengantar In 1, Islam, Makalah on Maret 30, 2008 at 5:33 am PENDAHULUAN Sebagai makhluk yang berpikir dan, karenanya, berbicara, komunikasi bagi manusia merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Komunikasi baginya adalah sarana untuk berinteraksi dengan ”yang diluar dirinya”. Terlebih saat ini, dengan percepatan teknologi tanpa henti, utamanya teknologi informasi, komunikasi adalah sebuah keniscayaan. Dalam pengertian sederhana, komunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian ”sesuatu yang sama” dari ”satu pihak” kepada ”pihak lain”. Dari sini, setidaknya, ada empat hal yang dibutuhkan dalam komunikasi; penyampaian atau yang dapat dipahami sebagai proses komunikasi; sesuatu yang sama atau pesan yang ingin disampaikan; pihak pertama (komunikator) yang berkepentingan untuk menyampaikan pesan dimaksud; dan pihak kedua (komunikan) yang menjadi tujuan penyampaian pesan. Dengan analisis yang lebih mendalam dapat diketahui bahwa pesan yang merupakan inti komunikasi terdiri dari dua aspek; isi pesan yang ingin disampaikan (the content of the message) dan lambang yang dijadikan sarana untuk menyampaikan pesan tersebut (symbol). Pengertian komunikasi juga dapat kita pahami dalam tiga konseptualisasi yang berbeda. Pertama, komunikasi yang dipahami sebagai tindakan satu arah yang berjalan linear dari komunikator kepada komunikan. Pengertian ini sesuai dalam beberapa kasus, seperti pidato dan komunikasi massa yang tidak melibatkan secara aktif pembaca atau pemirsanya, namun tidak sesuai untuk bentuk komunikasi interaktif. Kedua, komunikasi dipahami sebagai kegiatan interaktif yang melibatkan kedua belah pihak secara aktif. Jika yang satu berfungsi sebagai pemberi pesan, yang lain berfungsi sebagai penerima pesan. Demikian pula sebaliknya secara bergantian. Namun konseptualisasi yang kedua inipun tidak lepas dari kelemahan karena mengabaikan kemungkinan bahwa orang yang sama dapat berfungsi sebagai pemberi dan penerima pesan pada saat yang sama. Ketiga, komunikasi dipahami sebagai kegiatan transaksional yang dalam konteks ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat komunikasi berada dalam kondisi interdependen. Dalam pengertian ketiga ini, komunikasi tidak hanya terbatas dalam komunikasi verbal tapi juga mencakup komunikasi nonverbal yang mencakup, misalnya, ekspresi wajah. Lebih jauh lagi, bahkan dalam tataran individu, manusia tidaklah lepas dari komunikasi. Didalam dirinya, manusia mengalami komunikasi dengan dirinya yang disebut dengan komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal pada hakikatnya adalah jenis komunikasi ditinjau dari segi tatanannya (Effendy, 2003:53). Tatanan disini adalah proses komunikasi ditinjau dari segi jumlah komunikan yang terlibat didalamnya. Secara umum tatanan komunikasi terbagi menjadi tiga, komunikasi pribadi (personal communication), komunikasi kelompok (group communication), dan komunikasi massa (mass communication). Dalam makalah ini hanya akan dibahas salah satu cabang komunikasi pribadi yaitu komunikasi intrapersonal. Disamping itu akan pula dijelaskan komunikasi intrapersonal dalam perspektif Islam, yang dalam makalah hal ini pemaparannya lebih ditekankan pada kajian tradisi Islam bukan pada kajian sumber utama Islam, yaitu al-Quran dan al-Hadits. Tentang hal ini, selain pemaparan deskripsi yang diberikan dalam tradisi Islam tentang komunikasi intrapersonal sebagai proses pengolahan informasi, penulis juga akan berusaha untuk mencari paralelitas antara komunikasi intrapersonal modern dengan komunikasi intrapersonal dalam khazanah Islam. KOMUNIKASI INTRAPERSONAL Menurut Rakhmat (2000:49) komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi. Proses ini melewati empat tahap; sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Proses pertama dari komunikasi intrapersonal terjadi pada saat sensasi terjadi. Sensasi, yang berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk mencerap segala hal yang diinformasikan oleh pancaindera. Informasi yang dicerap oleh pancaindera disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses sensasi. Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap stimuli. Kapasitas indrawi yang dimiliki setiap orang berbeda-beda yang, karenanya, memungkinkan terjadinya perbedaan sensasi. Namun secara umum ada ambang batas tertentu yang didalamnya pancaindera manusia dapat menyerap informasi. Mata hanya dapat menyerap gelombang cahaya antara 380 sampai 780 nanometer. Telinga hanya mampu menerima getaran suara dalam frekuensi antara 20 hertz sampai 20 kilohertz. Tubuh manusia hanya sanggup bertahan dengan normal pada suhu udara antara 10 derajat celcius sampai 45 derajat celcius (ibid, 50). Rangsangan dari luar ini yang dicerap sensasi disebut sebagai stimuli eksternal yang merupakan faktor situasional yang berpengaruh pada sensasi. Disamping itu juga terdapat faktor internal yang dapat pula memengaruhi sensasi yaitu faktor personal. Dalam hal ini, faktor personal adalah pengalaman, lingkungan budaya, dan kapasitas indrawi masingmasing individu yang berbeda (ibid, 51). Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Secara sederhana persepsi adalah memberikan makna pada hasil cerapan panca indera. Selain dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil cerapan panca indera, persepsi dipengaruhi juga oleh perhatian (attention), harapan (expectation), motivasi dan ingatan (Desiderato dalam ibid, 2000:51). Secara umum tiga hal yang disebut pertama terbagi menjadi dua faktor personal dan faktor situasional. Penarik perhatian yang bersifat situasional merupakan penarik perhatian yang ada di luar diri seseorang (eksternal), seperti intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan. Secara internal, ada yang dinamakan perhatian selektif (selective attention) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis, sosiopsikologis, dan sosiogenis (ibid, 52-4). Penyimpanan informasi yang dihasilkan dan pemanggilan kembali (recalling) dilakukan dalam memori. Dalam melakukan fungsinya memori melakukan tiga hal: perekaman (encoding), penyimpanan (storage) dan pemanggilan (retrieval). Tahap pertama adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan saraf internal. Tahap kedua terbagi terbagi menjadi dua: penyimpanan aktif (dengan memberi informasi pada apa yang telah kita terima) dan penyimpanan aktif. Tahap terakhir terjadi ketika kita membutuhkan ingatan yang telah tersimpan dengan mengingat kembali hal itu (Mussen dan Rosenweig dalam ibid, 63). Dari tiga tahap memori, hanya tahap terakhir yang dapat diketahui dan, karenanya, dapat diklasifikasi. Pada tahap terakhir ini memori terbagi menjadi empat jenis. Pertama, pengingatan (recall) yaitu proses menghasilkan kembali fakta dan informasi secara apa adanya, seperti ketika seseorang ditanya, ”Apa saja jenis ikan laut yang termasuk mamalia”. Kedua, pengenalan (recognition) adalah mengenal kembali sebagian informasi yang sebagiannya telah dikenal, seperti pertanyaan yang disajikan dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice). Ketiga, pembelajaran ulang (relearning) adalah mempelajari kembali sesuatu yang pernah dipelajari. Seseorang yang pernah mempernah mempelajari suatu hal dan kemudian mempelajarinya kembali dua puluh lima persen lebih cepat menghafal. Keempat, redintegrasi (redintegration) adalah rekonstrusi masa lalu dari satu petunjuk memori kecil, seperti kenangan yang muncul saat anda melewati satu tempat yang biasa dilewati teman anda (ibid, 64). KOMUNIKASI INTRAPERSONAL: PERSPEKTIF TRADISI ISLAM Komunikasi intrapersonal yang diartikan sebagai proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia juga dikenal dalam tradisi Islam. Penjelasan tentang potensi-potensi jiwa (al-quwa al-bathinah) seringkali didahului oleh penjelasan tentang kemampuankemampuan eksternal (al-quwa al-bathinah). Hal ini dapat terlihat, misalnya, ketika al-Ghazali (1988:60-6) menjelaskan tentang kemampuan mencerap (al-quwa almudrikah) yang didahului dengan penjelasan tentang indera-indera eksternal. Dalam tradisi Islam keberadaan indera-indera internal (internal senses), yang melaluinya komunikasi intrapersonal terjadi, diketahui melalui intuisi (al-wijdan) dalam pengertian introspeksi (al-Attas, 2001:150). Secara berurutan indera internal terdiri dari lima komponen; communis sensus (al-hiss al-musytarak); yang mencerap bentuk, kemampuan melukiskan (al-quwa al-khayaliyyah); yang menyimpan hasil cerapan al-hiss al-musytarak, kemampuan menaksir (al-quwa al-wahmiyyah); yang mencerap hal-hal yang tidak sensibel, kemampuan mengingat (al-quwa al-dzakirah); yang menyimpan hasil cerapan al-quwa al-khayaliyah, dan kemampuan berdaya cipta (al-quwa al-mutakhayyilah); yang memroses hasil cerapan dan simpanan dari keempat daya diatas (ibid: 151-3 dan al-Ghazali, 1988:64). Al-Ghazali memberi ilustrasi untuk membuktikan keberadaan al-hiss al-musytarak, ketika anda melihat air menetes dengan cepat yang anda ’lihat’ adalah garis lurus dan ketika anda melihat titik rapat yang melingkar yang anda ’lihat’ adalah garis melingkar. Dan hal itu adalah kenyataan (‘ala sabil al-musyahadah) bukan khayalan (la ‘ala sabil al-takhayyul) (1988:64). Secara sederhana dapat dipahami bahwa al-hiss al-musytarak adalah, misalnya, daya yang ’menyatukan’ objek yang dilihat dua mata kita sehingga objek itu tetap terlihat satu. Hasil cerapan al-hiss al-musytarak disimpan dalam kemampuan melukiskan (al-quwwah al-khayaliyah). Dalam menjelaskan daya lukis (al-quwwah al-khayaliyah), al-Ghazali mengilustrasikan bahwa ketika kita melihat sesuatu di depan kita dan beberapa saat kemudian sesuatu itu menghilang maka kita masih bisa ’melihatnya’ seolah-olah sesuatu itu masih di depan kita (ibid,65). Jadi kemampuan melukiskan (al-quwwah alkhayaliyah) yang dimiliki manusia menyimpan citra yang telah diserap oleh al-hiss almusytarak. Daya estimasi (al-quwwah al-wahmiyah) adalah kemampuan, yang dimiliki manusia dan hewan, untuk memahami makna-makna yang tak terlihat (nonsensible meanings). Seekor kambing dapat memahami bahwa serigala adalah musuhnya, sedangkan permusuhan bukanlah sesuatu yang sensibel. Daya estimasi adalah tempat yang didalamnya opini dan pendapat terbentuk. Opini yang terbentuk melalui daya estimasi ini tidak menggunakan analisis intelektual tanpa menggunakan citra yang tersimpan dalam ingatan yang diasosiasikan dengan masa lalu (Op. cit, 2001:152). Tanpa kendali yang memadai dari pikiran (intellect), daya ini adalah sumber perbuatan destruktif yang dilakukan manusia, karena daya ini memiliki peranan besar dalam mengendalikan tindakan hewan dan manusia (Ibn Sina, 1956:177). Daya ingat (al-quwwah al-dzakirah/al-hafizhah) adalah tempat penyimpanan maknamakna yang dihasilkan oleh daya estimasi. Hubungan antara daya ingat (al-quwwah al-dzakirah/al-hafizhah) dengan makna-makna yang dihasilkan daya estimasi (alquwwah al-wahmiyah) adalah sama dengan hubungan antara kemampuan melukiskan (al-quwwah al-khayaliyah) dengan benda-benda sensibel yang citranya terbentuk dalam al-hiss al-musytarak (Op. cit, 2001:153). Daya cipta (al-quwwah al-mutakhayyilah) berfungsi untuk mengklasifikasi dan mengelola citra yang diserap oleh al-hiss al-musytarak. Dalam kaitannya dengan jiwa manusia, daya ini memiliki duafungsi; berfungsi menghasilkan kemampuan artistik dan teknik bila terhubung dengan kemampuan melukiskan (al-quwwah almutakhayyilah) dan berfungsi sebagai daya pikir (al-quwwah al-mufakkirah) bila terhubung jiwa manusia. Ketika terhubung dengan jiwa manusia, ia melakukan perenungan (cogitative). Secara umum ia adalah pengelola data akal teoritis dengan menyusunnya sedemikian rupa hingga menghasilkan pengetahuan (ibid, 153-4). Al-hiss al-musytarak adalah penerima stimuli dari indera eksternal yang paralel dengan sensasi yang didefinisikan sebagai proses menangkap stimuli. Fungsi memori sebagai proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali setara dengan alquwa al-khayaliyyah, yang menyimpan hasil cerapan al-hiss al-musytarak, dan alquwa al-dzakirah/al-hafizhah, yang menyimpan hasil cerapan daya estimasi. Persepsi, sampai batas tertentu, sama dengan al-quwa al-wahmiyah, yang menghasilkan maknamakna. Al-quwa al-mutakhayyilah, yang mengelola semua hasil cerapan, sejajar dengan berpikir. DAFTAR RUJUKAN Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2001. Prolegomena to The Metaphysics of Islam. (Kuala Lumpur: ISTAC). Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1988. Ma’arij Al-Quds fi Madarij Ma’rifah Al-Nafs. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah). Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti). Ibn Sina, Abu Ali al-Husain bin Abdillah. 1956. Kitab al-Syifa’, (Prague: De L’Academie Tchecoslovaque des Sciences). Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya). http://www.coremap.or.id/downloads/Mengapa_Kita_Berkomunikasi.pdf komunikasi written by Yudhi at 2008-01-24 Latar Belakang: =========== Dalam ilmu Beberapa komunikasi, di komunikasi antaranya kelompok, adalah tersebut dibagi komunikasi atas beberapa intrapersonal, perusahaan interpersonal, dan massa. Komunikasi Komunikasi sendiri. Saat Intrapersonal: intrapersonal Contohnya Anda jenis. di adalah seperti dalam kelas komunikasi merenung, atau yang ada berpikir, sedang di dalam berkhayal rapat, lalu dan terbersit diri kita berfantasi. dalam pikiran Anda bahwa guru atau pimpinan rapat Anda cantik, maka Anda sedang melakukan komunikasi intrapersonal. Komunikasi Interpersonal: Komunikasi Anda interpersonal mengobrol pelajaran, asyik adalah dengan berdiskusi rekan komunikasi sebelah sendiri antar Anda, tentang film dua tidak Harry individu. Contohnya menyimak rapat atau Potter. Salah satu media yang mendukung komunikasi interpersonal adalah telepon, e-mail (jalurpribadi) dan private chat (IRC). Kecerdasan intrapersonal, jelas Mayke lagi, adalah kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri. Karateristik orang yang cerdas dalam aspek intrapersonal mencakup tanggung jawab atas diri sendiri, mampu mengenali perasaannya, dan mengarahkan emosi pribadi. Manusia yang cerdas dalam aspek intrapersonal mempunyai percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, berani mengambil keputusan. Karena itu, mereka biasanya dikenal sebagai orang yang bisa memotivasi diri sendiri, senantiasa menjalankan apa yang sudah menjadi keputusannya.Menurut Mayke, kecerdasan interpersonal mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seseorang. Pertemanan dan jaringan kerja akan mudah dibentuk bila seseorang memiliki kecerdasan interpersonal. Hubungan yang terbina lebih alamiah, bukan dilandasi oleh kekuasaan atau kekuatan seseorang sehingga menjadi sumber ketenangan serta kebahagiaan manusia yang hakiki. Kerja sama akan terbina, masalah bisa diselesaikan, stres lebih mudah diatasi karena hubungan pertemanan yang akrab dan hangat.Demikian pula dengan kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan intrapersonal menjadi penting, kata Mayke, karena manusia perlu membekali diri dengan kemampuan untuk mengontrol hidupnya supaya dapat meraih keberhasilan dan rasa aman. Dengan begitu akan terbentuk stabilitas emosi yang dibutuhkan untuk mengatasi tekanan hidup serta kejadian-kejadian yang tidak menguntungkan. Komunikasi Komunikasi orang, Kelompok/Komunitas: kelompok tetapi dalam adalah komunikasi jumlah terbatas yang dan dilakukan materi oleh lebih komunikasi dari tersebut du juga kalangan terbatas, khusus bagi anggota kelompok tersebut. Contohnya apabilaada tugas kelompok dalam kelas atau perusahaan Anda untuk membahasmasalah-masalah tertentu, maka kelompok Anda tersebut akan melakukan apayang disebut dengan komunikasi kelompok. Salah satu media elektronis yangmendukung komunikasi kelompok adalah telepon party line, milis dan publicchat (IRC) terbatas. Interpersonal Proses komunikasi antara individu (lebih dari seorang individu). IntrapersonalKontemplasi, intuitif, pemikiran (taakulan), meditasi (bercakap dengan diri sendiri). Bentuk dan komponen komunikasi Manusia manusia berkomunikasi untuk berkongsi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk biasa komunikasi manusia ialah percakapan, bahasa isyarat, penulisan, sikap, dan broadcasting. Komunikasi boleh berbentuk interaktif, transaktif, disengaja atau tidak disengajakan. Ia juga boleh jadi lisan atau tanpa lisan. Teknologi Komunikasi.Penyiaran radio dua hala transatlantik yang pertama berlaku pada 25 Julai 1920.Apabila teknologi berkembang, protokol komunikasi pun berubah, misalnya Thomas Edison mendapati bahawa perkataan hello ialah sapaan yang paling tidak meragukan berbanding hail yang mudah hilang semasa penghantaran isyarat tersebut. Tahun 1993-1998: ditemukan tiga orang TKI yang bekerja di Brunei Darussalam yang terinfeksi HIV/AIDS, 2 di antaranya perempuan,Tahun 2003: tercatat 69 calon TKI (24 laki-laki dan 45 perempuan) yang tak jadi berangkat karena terinfeksi HIV (Data YPI, 2003), • tahun 2004: Dari 233.626 calon TKI tujuan Timur Tengah yang melakukan tes kesehatan, teridentifikasi 203 (0.087%) positif HIV/AIDS, • Tahun 2005: dari 145.298 calon TKI tujuan Timur Tengah yang melakukan tes kesehatan, teridentifikasi • Kasus 131 di (0.09%) Filipina: 28% positif orang dengan HIV/AIDS, HIV/AIDS. Kolega The Institute for Ecosoc Rights, Josephine dari Yogyakarta, membagikan oleh-oleh informasi untuk kita setelah menghadiri pelatihan fasilitator bertajuk “Informasi HIV/AIDS bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Solidaritas Perempuan(SP)/Serikat Buruh(SB)” di Bogor, 11-14 September 2006.HIV dan Buruh Migran Banyaknya para korban virus pelemah ketahanan tubuh ini menunjukkan semakin cepatnya perubahan zaman. Sekarang banyak perempuan yang bermigrasi untuk mencari pekerjaan di mana mereka dibayar lebih baik dibandingkan negara asal mereka. Diperkirakan saat ini para migran perempuan mengisi hampir separuh pekerja migran di seluruh dunia. Proses migrasi yang menentukan ”pilihan” pekerjaan terhadap perempuan meliputi pekerjaan reproduktif (pekerjaan rumah tangga dan hiburan) menjadikan mereka rentan, karena pada sektor tersebut berada di luar cakupan perlindungan hukum dalam pekerjaan terutama Kode Undang-Undang Perburuhan. KOMUNIKASI INTRAPERSONAL Dalam komunikasi intrapersonal, akan dijelaskab bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyumpannya dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. <!--[if !supportLists]-->1.1 <!--[endif]-->Sensasi Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.” Definisi sensasi, fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh ineroseptor (misalnya, system peredaran darah). Gerakan tubuh kita sendiri diindera oleg propriseptor (misalnya, organ vestibular). <!--[if !supportLists]-->1.2 <!--[endif]-->Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian. Perhatian (Attention) Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesdaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen) Faktor Eksternal Penarik Perhatian Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti : Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. Intensitas Stimuli, kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain Kebauran (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian. Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila deisertai sedikit variasi akan menarik perhatian. Faktor Internal Penaruh Perhatian Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contohcontoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah : Faktor-faktor Biologis Faktor-faktor Sosiopsikologis. Motif Sosiogenis, sikap, kebiasaan , dan kemauan, memengaruhi apa yang kita perhatikan. Kenneth E. Andersen, menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi. 1. Perhatian itu merupakan proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. 2. Kita cenderung memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan kita. 3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikat, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita. 4. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita. 5. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan 6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi kita akan betul-betul cermat. 7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita, 8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi. 9. Intesitas perhartian tidak konstan 10. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. 11. Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian 12. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. 13. Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan memertahankan perhatian Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memeberikan respons pada stimuli itu. Kerangka Rujukan (Frame of Reference) Sebagai kerangka rujukan. Mula-mula konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Dalam eksperimen psikofisik, Wever dan Zener menunjukan bahwa penilaian terhadap objek dalam hal beratnya bergantung pada rangkaian objek yang dinilainya. Dalam kegiatan komunikasi kerangka rujukan memengaruhi bagaimana memberi makna pada pesan yang diterimanya. Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi Faktor-faktor structural berasal semata-mara dari sifar stimuli fisik dan ekfek-efek saraf yang ditimbulkanny pada system saraf individu. Para psikolog Gestalat, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemundian terkenal dengan nama teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kia ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan *** Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian : 1. Dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi 2. Dalil persepsi yang kedua : Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi. 3. Dalil persepsi yang ketiga : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompolmua dengan efek berupa asimilasi atau kontras. 4. Dalil persepsi yang keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok. Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni structural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan dengan individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya, atau mengakrabkan diri dengan orang-orang yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. <!--[if !supportLists]-->1.3 <!--[endif]-->Memori Dalam komunikasi Intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Memori meleawai tiga proses: 1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor inera dan sirkit saraf internal. 2. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Pe 3. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan Jenis-jenis Memori Pemanggilan diketahui dengan empat cara : 1. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas. 2. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta;lebih mudah mengenalnya. 3. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita peroleh termasuk pekerjaan memori. 4. Redintergrasi (Redintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil. Mekanisme Memori Ada tiga teori yang menjelaskan memori : 1. Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat. 2. Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada menja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi proaktif (hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia. 3. Teori Pengolahan Informasi ( Information Processing Theory), menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memory jangka pendek; lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang) <!--[if !supportLists]-->1.4 <!--[endif]-->Berpikir Apakah berpikir itu? Dalam berpikir kita melibat semua proses yang kita sebut sensasi, persepsi, dan memori. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsure-unsur lingkungan dengan menggunakan lambing-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir menunjukan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami relaitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving). Dan menghasilkan yang baru (creativity). Bagaimana Orang Berpikir? Ada dua macam berpikir: 1. berpikir autistik, dengan melamun, berfantasi, menghayal, dan wishful thinking. Dengan berpikir autistic prang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. 2. berpikir realistic, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyara. 3. Floyd L. Ruch, menyebutkan tiga macam berpikir realistic : 1. Berpikir deduktif : mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, dalam logika disebutnya silogisme. 2. Berpikir Induktif : Dimulai dari hal-hal yang khusu kemundian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. 3. Berpikir evaluatif : berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan, kita tidak menmbah atau mengurangi gagasan, namun menilainya menurut kriteria tertentu. Menetapkan Keputusan (Decision Making) Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil beraneka ragam. Tanda-tanda umumnya: 1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual 2. keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternative 3. keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaanya boleh ditangguhkan atau dilupakan. Faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain : 1. Kognisi, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki 2. Motif, amat memengaruhi pengambilan keputusan 3. Sikap, juga menjadi faktor penentu lainnya. Memecahkan persoalan (Problem Solving) Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap : 1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat Karena sebab-sebab tertentu 2. Anda mencoba menggali memori anda untuk mengatahui cara apa saja yang efektif pada masa lalu 3. pada tahap ini, anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang pernah anda ingat atau yang dapat anda pikirkan. 4. Anda mulai menggunakan lambing-lambang vergal atau grafis untuk mengatasi masalah 5. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Pemecahan masalah ini biasa disebut Aha-Erlebnis (Pengalaman Aha), atau lebih lazim disebut insight solution. Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktrot situasional dan personal. Faktor-faktor situasional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan masalah. Pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Contohnya : 1. Motivasi. Motivasi yang rendah lebih mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. 2. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. 3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk memertahankan pole berpikir tertentu, atau misalnya melihat masalah dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, mengahambat pemecahan masalah yang efisien. 4. Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah berpikir betul-betul secara objektif. Berpikir Kreatif (Creative Thinking) Berpikir kreatif menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen, adalah “thinking which produces new methods, new concepts, new understanding, new invebtions, new work of art.” Berpikir kreatif harus memenui tiga syarat: 1. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistic sangat jarang terjadi. Tetapi kebauran saja tidak cukup. 2. Kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. 3. Kreativitas merupakan usaha untuk memertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin. Ketika orang berpikir kreatif, cara berpikir yang digunakan adalah berpikir analogis. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep konvergen dan divergen. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan cara berpikir divergen. Yakni, mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan, sedangkan divergen kreativitas. Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. Proses Berpikir Kreatif Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif : 1. Orientasi : Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah diidentifikasi 2. Preparasi : Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah. 3. Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita. 4. Iluminasi : Masa Inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis. 5. Verifikasi : Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahan keempat. Faktor-faktor yang Memengaruhi Berpikir Kreatif Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Menurut Coleman dan Hammen, faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif adalah : <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Kemampuan Kognitif : Termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Sikap yang terbuka : orang kreatif Komunikasi intra personal adalah perenungan, inner journey, kontemplasi atau berusaha menemukan diri. Siapa Anda, dari mana Anda datang, kemana Anda akan kembali, komunikasi intra personal adalah proses untuk menemukan jati diri, proses untuk menemukan “siapa saya”. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa anda jawab. Apa makanan favorit anda ?, Apa warna favorit anda ?, Siapa idola anda ?, Siapa yang selama ini telah mempengaruhi cara berpikir anda ?, Mengapa anda belajar ?, Mengapa anda berintaraksi dengan orang banyak ?, Untuk apa anda ingin memiliki mobil ?, Siapa saja orang yang menjadi teman anda ? Pertanyaan – pertanyaan ini bukan pedoman, pertanyaan – pertanyaan itu adalah salah satu contoh proses internalisasi, ketika Anda harus menemukan siapa diri Anda yang sebenarnya. “seorang anak bingung dengan kejadian – kejadian yang ia lihat, selama ini ia sering mengalami mimpi basah yang menyenangkan, tapi ia takut jika ia bercerita akan ditertawakan oleh temannya, kemudian ia mulai membaca buku tentang perubahan reproduksi remaja” apa hasil akhir dari cerita tersebut, usaha menemukan sesuatu yang terjadi dalam diri Anda dengan mencari dukungan literatur, pendapat pakar tentang kejadian yang Anda alami. Anda pernah jatuh cinta kepada seorang wanita yang kemudian wanita itu tidak tertarik pada anda, atau sebaliknya anda tertarik dengan seorang pria tampan tapi pria itu tidak memperdulikan anda. Perasaan kecewa, perasaan sedih, merasa ada yang kurang dalam diri Anda, merasa tidak cantik. Berarti kecantikan anda masih sebatas opini belum fakta karena faktanya semua wanita cantik, selama ini kriteria cantik menjadi perdebatan. Warna kulit putih, tinggi badan ideal, berat badan ideal, hidung mancung, wajah simetris. Apakah benar seperti itu. Cantik yang sebenarnya adalah ketika seseorang bisa benar – benar enjoy dengan dirinya sendiri. Cantik secara fisik berarti simetrisitas, hidung mancung tetapi ukuran lubang hidung tidak sama akan mengurangi penampilan, hidung mancung tetapi mancungnya kurang proporsional juga tidak bisa dikatakan cantik, cantik hati berarti dia tidak memiliki bad character, dia tidak memiliki benci karena yang ada dihatinya adalah cinta kepada orang lain, cantik sosial adalah orang yang memiliki kepedulian tingi kepada orang lain. Kecantikan spiritual ketika nilai nilai keTuhanan sudah merasuk dalam hidupnya. Masihkan anda merasa kurang cantik, lihatlah acara the Amazing of Love atau kekuatan cinta. Betapa perbedaan fisik sering tidak menjadi kendala atau masalah bagi seseorang dalam menentukan pilihan hidupnya. Ada pengalaman seorang teman yang begitu antipati dengan seorang cowok karena wajahnya kurang menarik, ketika akhirnya si cowok mau berubah, betapa terkejutnya ternyata sebenarnya cowok tersebut tampan. Sebuah penilaian yang bisa berubah dalam waktu seketika. Bahkan ada beberapa orang dengan neurofibromatosis bersuami cakep. Lalu masalahnya apa? “Ini kisah yang dialami oleh teman saya sebut saja namanya Rangga dia menyukai seorang cewek yang secara penampilan sangat jauh dari penampilan teman saya tersebut yang cewek seorang primadona sementara teman saya hanya cowok yang biasa karena begitu terobsesinya dia dengan cewek tersebut sampai setiap melihat cewek tersebut dia sudah mabuk kepayang, cewek yang disukai teman saya tersebut sebenarnya tidak paling cantik tapi dia mampu memikat banyak hati cowok sampai akhirnya suatu hari adik kelas saya tersebut menolak cinta teman saya, kasihan sekali teman saya tersebut yang gagal mendapatkan cinta dari orang yang ia sayangi. Ketika anda jatuh cinta pada seseorang kemudian orang yang anda cintai tidak membalas, bukan karena anda tidak menarik secara fisik, tapi anda belum mampu membuat dia merasa nyaman dengan keberadaan anda, jika anda mampu membuat orang lain merasa aman dan nyaman dengan keberadaan anda, tidak akan terjadi gaya tolak menolak.karena seseorang menolak bukan karena anda kurang tampan, bukan karena anda kurang cantik tapi kurang meyakinkan, jika mampu menyakinkan orang lain dengan ketulusan hati, orang akan merasa aman dan nyaman berada didekat anda. Anda jaga pikiran, hati dan ucapan maupun perbuatan dengan pertimbangan nilai dan norma, Anda pertimbangkan pula adat yang berlaku, jangan sampai anda dianggap kurang sopan atau kurang etis. Beberapa orang sering kali “klik” ketika bertemu dengan seseorang yang ia sukai, ketika kemudian hatinya ternyata tidak menyukai sesuatu akhirnya akan terjadi pemutusan komunikasi. Internal konflik adalah akibat dari konsep diri yang belum kuat, pencarian identitas, gambaran diri negatif bahkan kehilangan pertimbangan rasional dalam memutuskan segala sesuatu, misalkan : jatuh cinta pada istri orang lain, tidak hanya menyakiti diri sendiri juga berpotensi konfliks interpersonal. Konflik yang ujung – ujungnya mengarah ke pertikaian maupun ke perebutan kekuasaan atau harga diri. Saling unjuk kekuatan untuk membuat orang lain kalah. The Winning Spirit sejalan dengan pemikiran ESQ Way Ari Ginanjar Agustian, Komunikasi Efektifnya Dale Carnegie, Finansial Revolution nya Tung Desem Waringin, The Seven Habbit to be Effective People Stephen R Covey, atau bahkan dengan The Cashflow Quadrant Robert Tiyosaki. The Winning Spirit adalah proses perubahan mental dengan dimensi utama adalah homeostasis atau keseimbangan, jika Cashflow Quadrant membahas keseimbangan antara empat kuadran yaitu kuadran pekerja, kuadran bisnis, kuadran small bisnis, kuadran investor. The Winning Spirit adalah keseimbangan antara rencana dengan hasil yang akan dicapai. The Winning Spirit adalah langkah untuk berubah sesuai dengan konsep perubahan Kurt Lewin , jadi komunikasi internal adalah komunikasi antara rencana, faktor penyulit, faktor pendukung, analisis problem solving, bahkan sampai evaluasi proses, hasil. The Winning Spirit bukanlah meneriakkan “saya pasti bisa, aku bisa” The Winning Spirit adalah konsep pikir melaksanakan perencanaan untuk mencapai hasil maksimal “ sehingga Henry Ford berkata pekerjaan yang paling sulit adalah berpikir” betapa pentingnya komunikasi internal untuk mencapai keberhasilan hidup. Dengan komunikasi internal berarti anda sudah melakukan inner journey, perjalanan jauh kedalam diri anda sendiri, selama ini anda baru bisa mengingat bagaimana bentuk hidung anda, bentuk mata anda, warna kulit anda, bentuk gigi anda, padahal masih ada hal lain yang belum anda kenal, pemikiran anda, proses berpikir anda, apakah anda sudah mampu menyeimbangkan neraca, hitunglah air yang anda minum dengan air yang anda buang lewat urin dan keringat, hitunglah jumlah makanan yang anda makan dengan hasil akhir energi ATP yang dihasilkan. Keseimbangan neraca akan membantu anda untuk survive, ketidakseimbangan neraca akan mengancam anda. Cobalah berhenti bernafas selama 2 menit, lanjutkan sampai 10 menit, anda akan menyebabkan otak anda mengalami hipoksia yang berakibat kerusakan pada sel – sel otak, jika masih terjadi iskemik maupun infark pada otak akibatnya kerusakan otak irreversibel. Seimbangkan input dan output anda, jika anda saat ini dalam posisi kekurangan sekalipun, sisihkan 500 rupiah uang anda, berikan kepada pengemis atau peminta – minta tanpa melihat apakah dia benar – benar seorang pengemis atau tidak, berikan dengan tulus. Jangan pernah mengingat pemberian anda, lupakan hal baik yang sudah pernah anda lakukan agar anda berusaha untuk mengulanginya Jika anda berlimpah harta, berikan atau sumbangkan beberapa dari harta anda untuk orang lain, baik lewat yayasan maupun lewat tempat ibadah. Sisihkan sebagian rejeki anda, karena dengan menyisihkan sebagian rejeki anda, anda sudah memberi makan pada organ sosial anda, ketika anda beribadah berarti anda sudah memberi makan organ spiritual anda, bahkan berdasarkan penelitian, akhirnya diketemukan bahwa dalam otak ada area god spot. Area yang akan membawa anda pada kekuatan spiritual, kekuatan yang bersumber pada kepercayaan pada Tuhan. Jika anda yakin dengan keberadaan Tuhan, jika anda juga sudah meyakini dalam hati akan kekuasaan Tuhan maka ibadah anda adalah input bagi spirtitual yang anda bangun. Lakukan komunikasi intrapersonal, jujurlah dengan hati anda sendiri, catatlah semua kejadian dari yang menyenangkan sampai kejadian yang menyakitkan kedalam sebuah diari, kemudian tuliskan rencana – rencana anda ke depan, temukan semua pengetahuan tentang anda, tentang semangat anda, tentang cita – cita anda “gantungkan cita cita setinggi langit tapi jangan sampai pungguk merindukan bulan, ubah takdir anda yang masih bisa dirubah, karena takdir yang sudah tidak bisa dirubah tidak bisa diputar ulang agar anda bisa mengubahnya. Contoh takdir yang tidak bisa dirubah adalah anda lahir dari rahim seorang ibu, merubah ibu anda adalah hal yang mustahil Begitu anda terlahir ke dunia, anda tidak punya kekuatan untuk memilih anda tidak bisa kemudian mengubah ibu yang telah melahirkan anda, takdir ini akan anda bawa sampai mati, tapi takdir yang masih bisa anda rubah seperti bentuk tubuh, ketrampilan, pengetahuan, kekayaan, atau apapun yang ingin anda miliki masih bisa anda ubah. Sadari semua kekurangan dan kelebihan, terima semuanya sebagai pemberian dan titipan dari Tuhan, Tuhan selalu memberikan yang terbaik kepada hambanya. Selama ini, ketika anda berbuat salah, anda cenderung menyalahkan orang lain, ketika anda memecahkan gelas, anda berusaha menyalahkan lantai yang licin, letak gelas yang tidak terlalu ke tengah, akibatnya anda tidak mendapatkan pelajaran apa – apa dan berpotensi mengulang kesalahan yang sama. Ketika anda mengalami kesalahan dan kegagalan, pikirkan bahwa itu kesalahan anda, coba temukan mengapa bisa salah dan gagal, susun alternatif penyelesaian terhadap kesalahan dan kegagalan tersebut. Ketika anda belajar berjalan untuk pertama kalinya, anda terjatuh, anda bangun lagi mencoba berjalan lagi dengan sedikit rasa takut, ketika anda jatuh lagi anda sudah sadar bahwa terjatuh itu sakit, kemudian anda tetap mencoba berjalan, sekarang ketika anda sudah besar, sambil baca komik, tangan kanan memegang handphone, berjalan ternyata tidak sulit. Anda pantas belajar dari masa lalu anda, ketika anda baru bisa mengucapkan “mam..mam..” semua orang yang melihat anda sudah sangat senang sekali, mengapa menyenangkan mereka karena kata – kata yang anda ucapkan tulus dari dalam hati, anda tidak memiliki maksud dan tujuan lain kecuali ucapan yang anda ucapkan “tidak ada udang dibalik batu”, sehingga ketika anak kecil mampu bercerita, akan anda sadari bahwa anda pernah sangat menyenangkan, mengapa anda tidak melakukan flashback, anda berbicara secara jujur dan tulus tanpa ada unsur apapun, tanpa ada maksud yang tersembunyi. Buat diri anda menyenangkan bagi orang lain, tangan anda untuk menolong orang lain, bukan untuk memukul ataupun menampar, mulut anda untuk mengajak pada kebaikan bukan untuk mengajak dalam kesesatan, mengapa perbuatan buruk dianggap menyesatkan, karena dia telah melencengkan pikiran anda dengan kebenaran hati anda, sucikan hati agar hidup anda tenang, damai, bahagia dan sejahtera. Satu organ anda yang memiliki kemampuan luar biasa adalah otak anda, secara otomatis, otak akan memerintahkan kelenjar endokrin untuk mengeluarkan hormon – hormon yang ada dalam tubuh, mengatur pengeluaran neurotransmitter. Betapa otomatisnya, dengan kontrol otak pula anda bisa mengendalika emosi anda, bisa mengendalikan kenyang dalam perut anda. Sadari semua pikiran yang ada dalam otak anda, otak bekerja dengan mengolah informasi yang masuk, jika anda ingin menang, maka berikan informasi kemenangan kepada otak, maka otak akan memerintahkan semua organ tubuh dan kelenjar bergerak menuju kemenangan. Kemenangan sejati, kemenangan yang sudah tidak bisa dikalahkan, Best of the Best. Jika anda ingin menjadi yang terpandai, akan banyak orang yang bisa menyaingi kepandaian anda, jika anda ingin terkaya, akan banyak orang yang menyaingi kekayaan anda. Jika anda bersaing dengan masa lalu anda sendiri dan berpikiran bahwa “besok saya harus lebih baik” anda akan menang sejati, karena yang anda kalahkan adalah masa lalu dan masa lalu selalu tertinggal oleh masa sekarang dan masa depan. Menjadi yang terbaik, menjadi paling unggul akan membawa anda menang dalam waktu yang terbatas, kemenangan terhadap perubahan tidak terbatas, ketika anda bisa menjadi orang yang benar – benar taat kepada Tuhan maka masa depan anda jauh lebih panjang dari umur anda.umur anda terbatas sampai 70 – 80 tahun, lebih dari itu anda akan berpindah alam, anda akan hidup lebih panjang di alam setelah kematian. Dengan hidup sesuai tuntunan agama yang resmi, anda akan berusaha menjadi lebih baik. Home SISTEM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL PSIKOLOGI KOMUNIKASI Dennis coon (1977), Sensasi berasal dari kata sense artinya alat pengindraan yang menghubungkan dengan lingkungannya. Alat-alat indera dapat mengubah informasi menjadi implus-implus saraf yang dapat dipahami oleh otak . Desiderato ( 1976) Persepsi ialah memberi makna pada stimuli inderawi sensori stimuli. Hubungan sensasi adalah bagian dari persepsi atau menafsirkan makna informasi inderawi tetapi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori. Schlessinger dan Groves (1976) Memori ialah system yang sangat berstruktur yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuan untuk membimbing perilakunya. Teori Aus (Disuse Theory) menurut teori hilang atau memudar waktu . bahwa themore memorizing one does the poorer one ability to memorize makin sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat Hunt (1982). Teori interferensi ( interference Theory) menurut teori ini merupakan meja lilin atau kanvas atau pengalaman atau menurut freud mengasali lupa pada proses represi yang berkaitan dengan cemas atau ketakutan .amnesia lupa sebagian atau seluruh memori bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi karena kerusakan otak atau neurosis. Teori pengolahan informasi ( information processing Theory) teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage gudang indrawi kemudian masuk short term memory STM memori jangka pendek lalu dilupakan atau koding untuk dimasukkan kedalam long term memory LTM memori jangka panjang .otak manusia dianalogikan computer. « sekber mCR.Biograp » PIK SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KAJIAN ILMU KOMUNIKASI Latar Belakang Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi berdasarkan banyaknya persepsi yang menganggap komunikasi itu mudah, padahal kesalahan dalam melakukan komunikasi dapat berakibat fatal bagi diri sendiri dan orang lain. Banyak peristiwa besar yang terjadi di dunia ini dikarenakan kesalahpahaman antara yang disampaikan dan yang menerima. Dalam keseharian manusia selalu melakukan komunikasi, karena komunikasi sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat tetapi tidak sedikit diantara kita yang melakukan kesalahan dalam berkomunikasi. Secara ringkas kita mengetahui beberapa unsur komunikasi yaitu sumber, pengirim pesan, media, penerima pesan dan efek. Dalam perkembangannya, komunikasi tidak hanya dilakukan secara personal namun sudah dilakukan lewat kelompok dan komunikasi massa. Untuk lebih jelasnya tentang sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi itu akan kita bahas dalam makalah ini. Perumusan Masalah Makalah ini akan membahas beberapa poin tentang sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi. Poin-poin itu adalah sebagai berikut : 1. Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi 2. Pengertian komunikasi. 3. Bentuk-bentuk komunikasi. Tujuan Penulisan Makalah Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu komunikasi dan apa itu komunikasi serta bentuk-bentuknya. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Gordon I. Zimmer man et al, bahwa tujuan komunikasi adalah : 1. Berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan kita. 2. Berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dan mengetahui fungsi-fungsi apa saja yang ada dalam ilmu komunikasi. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi itu mempunyai dua fungsi : 1. Fungsi sosial, yaitu untuk tujuan kesenangan, menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. 2. Fungsi pengambilan keputusan, yaitu memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada suatu saat tertentu. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum : 1. Untuk kelangsungan hidup diri sendiri. 2. Untuk kelangsungan hidup masyarakat. William I. Gorden mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai empat fungsi : 1. 2. 3. 4. Komunikasi sosial. Komunikasi ekspresif. Komunikasi ritual. Komunikasi instrumental. Pembahasan 1. Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi Sebenarnya sangat sulit untuk menentukan kapan dan bagaimana komunikasi pertama kali muncul. Kami mencoba untuk memaparkan sejarah dan perkembangan ilmu komunikasi. Development of Speech and Journalism (1900 – 1930-an) Komunikasi pada awal abad 20 adalah pidato atau dikenal juga istilah Public Speaking. Meskipun jurnalisme (cetak) sudah dikenal lama, namun sebagai sebuah studi formal praktek jurnalisme baru dipelajari pada awal tahun 1900. Jurnalisme semakin berkembang pesat dengan ditemukannya radio pada tahun 1920 dan televisi pada awal 1940. Interdisciplinary Growth (1940- 1950-an) Ruang lingkup ilmu komunikasi menjadi semakin luas secara substansial. Beberapa ilmuwan dari beberapa disiplin ilmu yang lain seperti antropologi, politik, sosiologi, dan psikologi mulai memperluas batasan ilmunya dan mulai mengembangkan teori-teori komunikasi. Pada periode ini dikenal beberapa model komunikasi seperti model komunikasi Harold Lasswell, model matematika dari Shannon-Weafer, dan model komunikasi dari Osgood-Schramm. Integration (1960-an) Para ilmuwan mulai melakukan sintesa terhadap pemikiran-pemikiran terhadap media massa, jurnalisme, public speaking dan ilmu-ilmu sosial dari disiplin ilmu yang lain. Misalnya komunikasi mulai dihubungkan dengan kebudayaan dan persuasi. Growth and Specialization (1970-an dan awal tahun 1980) Pada periode ini minat terhadap ilmu komunikasi semakin luas dan komunikasi sendiri mulai memilik banyak difersifikasi. Ilmu komunikasi menjadi populer dan memiliki bidang kajian yang semakin spesifik seperti misalnya komunikasi inter personal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi politik, komunikasi intra personal, dan sebagainya. The Information Age (Awal 1980 dan 1990-an) Pada periode ini komunikasi dan teknologi informasi memainkan peran yang semakin penting dalam masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan oleh media baru serta layanan informasi dan komunikasi tersebut begitu besar meliputi aspek personal maupun profesional dari seorang manusia. Informasi menjadi komoditi atau barang ekonomi yang diperdagangkan. Berbagai media baru dalam bentuk konvergensi mulai bermunculan dan semakin meningkatkan kualitas akses informasi oleh masyarakat. 2. Pengertian komunikasi Pengertian komunikasi menurut Jane Pauley (1999) membandingkan tiga komponen yang harus ada dalam sebuah peristiwa komunikasi. Jadi kalau satu komponen kurang maka komunikasi tidak akan terjadi. Dia berkata komunikasi merupakan : 1. 2. 3. Transmisi informasi. Transmisi pengertian. Menggunakan simbol-simbol yang sama. Menurut Bernardo Attias (2000) definisi komunikasi itu harus mempertimbangkan tiga model komunikasi : 1. Model retorikal dan perspektif dramaturgi 2. Model transmisi 3. Model ritual Jadi komunikasi itu : 1. Membuat orang lain mengambil bagian, menanamkan, mangalihkan berita atau gagasan. 2. Mengatur kebersamaan. 3. Membuat orang yang terlibat memiliki komunikasi. 4. Membuat orang saling berhubungan. 5. Mengambil bagian dalam kebersamaan. Walstrom (1992) dari berbagai sumber menampilkan beberapa definisi komunikasi : 1. Komunikasi antar manusia sering diartikan dengan pernyataan diri yang paling efektif. 2. Komunikasi merupakan pertukaran pesan-pesan secara tertulis dan lisan melalui percakapan atau bahkan melalui penggambaran yang imajiner. 3. Komunikasi merupakan pembagian informasi atau pemberian hiburan melalui kata-kata secara lisan atau tertulis dengan metode lainnya. 4. Komunikasi merupakan pengalihan informasi dari seorang kepada orang lain. 5. Pertukaran makna antara individu dengan menggunakan sistem simbol yang sama. 6. Komunikasi adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui suatu saluran tertentu pada orang lain dengan efek tertentu. 7. Komunikasi adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan yang tidak saja dilakukan secara lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa tubuh atau gaya atau tampilan pribadi atau hal lain di sekelilingnya yang memperjelas makna. 3. Bentuk-bentuk komunikasi Penyampaian pesan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sehingga didalam komunikasi terdapat bentuk-bentuk komunikasi yang memiliki karakteristik masing-masing, yaitu : 1. Komunikasi intra personal. Komunikasi intra personal adalah komunikasi yang terjadi dalam setiap individu atau komunikasi dengan diri sendiri. Karakteristik komunikasi intra personal : 1. Berfokus pengolahan informasi yang didapat seseorang dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. 2. Terjadi ketika seorang individu sedang dalam keadaan ragu, bingung. 3. Melibatkan alat indera, karena didalam komunikasi intra personal akan terjadi proses penyimpanan informasi dan pemberian makna terhadap apa yang terjadi dalam diri seseorang. 4. Dapat memberikan perubahan didalam diri seseorang baik yang bersifat positif maupun negatif. 2. Komunikasi inter personal Komunikasi inter personal adalah komunikasi yang terjadi antara individu dengan individu yang lain. Karakteristik komunikasi inter personal : 1. Komunikasi inter personal merupakan komunikasi yang paling efektif dalam hal upaya merubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. 2. Komunikasi yang terjadi bersifat diaglogis, yaitu berupa percakapan antara komunikator dengan komunikan, bahkan dapat terjadi tanya jawab. 3. Arus balik didalam komunikasi inter personal terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui, tanggap/respon dari komunikan ketika komunikasi terjadi. 4. Pesan yang disampaikan kepada komunikan berupa masukan/nasehat yang dapat mangarahkan bahkan ke suatu tujuan yang diinginkan. 5. Komunikator dapat mengetahui hasil dari komunikasi yang dilakukan. 6. Antara komunikator dengan komunikan terjadi hubungan yang erat/saling mengenal. 2. Komunikasi kelompok Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang dapat terjadi antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Karakteristik komunikasi kelompok : 1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen. 2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat itu juga. 3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung. 4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat rasional (terjadi pada komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikasi kelompok besar). 5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi inter personal. 6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Komunikasi organisasi Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang berlangsung di dalam suatu organisasi. Karakteristik komunikasi organisasi : 1. Karakteristik utama dari komunikasi organisasi adalah adanya faktor-faktor struktur dalam organisasi dengan peranan yang diharapkan. 2. Terdapat batasan komunikasi antara para anggota dengan pengurus. Bentuk komunikasinya vertikal dan horizontal. 3. Komunikan dalam komunikasi memiliki kesamaan keahlian, pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan peranannya di dalam organisasi. 4. Bersifat formal dan informal 2. Komunikasi massa Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada khalayak. Karakteristik komunikasi massa : 1. Komunikasi dalam komunikasi massa jumlahnya relatif besar. Bersifat heterogen dan anomin. Berjumlah besar, karena jumlah komunikan yang relatif besar hanya dalam periode yang singkat. Bersifat heterogen, karena komunikan berbeda satu sama lain dalam segala hal tetapi di dalam heterogenitasnya terdapat pengelompokan komunikan yang mempunyai minat yang sama oleh media massa. Bersifat anomin, karena komunikator tidak mengenal sama sekali komunikan. 2. Berlangsung satu arah, karena didalam komunikasi massa tidak terdapat arus balik secara langsung. 3. Media komunikasi massa menimbulkan kesempatan dan sifatnya cepat. Media massa dapat membuat khalayak secara serempak menaruh perhatian terhadap pesan pada saat yang bersamaan. Sifat media massa cepat, artinya pesan yang disampaikan pada khalayak dalam waktu yang cepat. 4. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Pesan melalui media massa sifatnya sejenak, karena pesan melalui media massa hanya untuk sajian seketika. 5. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga. Karena media massa adalah suatu lembaga atau organisasi, maka komunikatornya terlembagakan dan pesan-pesan yang sampai kepada khalayak adalah hasil yang kolektif. Definisi komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan. Kesimpulan dan Saran Dari uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. Sejarah dan perkembangan kajian ilmu komunikasi telah melewati beberapa tahap yaitu : Development of Speech and Journalism. Interdisciplinary Growth. Integration The Information Age. Pengertian komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan. Beberapa unsur komunikasi, secara singkat yaitu : sumber, pengirim pesan, media, penerima pesan, dan efek. Bentuk-bentuk komunikasi : Komunikasi intra personal. Komunikasi Inter personal. Komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi. Komunikasi massa. Dengan demikian diharapkan kita semua dapat memahami arti komunikasi sehingga tidak terjadi lagi kesalahan dalam berkomunikasi. 11.03.2008 KOMUNIKASI INTRAPERSONAL Bagi kamu yang selama ini beranggapan bahwa sering komunikasi merupakan satu-satunya sarat hubungan (antara 2 orang atau lebih; apapun latar belakangnya) menjadi kuat, nampaknya harus menguji ulang kebenaran hipotesa tersebut. Soalnya dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan orang-orang yang putus hubungan. Seorang teman kehilangan teman sejatinya, janda dan duda semakin tak terhitung (coba kamu hitung) padahal mereka sering berkomunikasi hampir di setiap tempat dan setiap waktu, di dapur, di sumur bahkan di kasur. Ternyata, menurut Jalaluddin Rahmat pengarang buku Psikologi Komunikasi yang menggelitik (saya sebut demikian karena pembahasannya membuat saya tertawa geli), yang menjadi soal bukan seberapa sering komunikasi itu dilakukan, tapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jadi bukan kuantitas yang utama, melainkan kualitasnya. Tarohlah misalkan kamu adalah partner saya. Kita sering berkomunikasi dan berdiskusi untuk beberapa permasalahan. Namun jika diantara kita berkembang sikap curiga, maka hubungan kita malah akan menjadi jauh. Ada tiga faktor menurut Jalaluddin yang bisa menumbuhkan hubungan intrapersonal yang baik. Yaitu kepercayaan (trust), sikap suportif dan sikap terbuka. Kepercayaan merupakan unsur yang paling penting. Meskipun ia mengandung resiko. Seperti definisi yang dikemukakan Ghiffin tentang percaya, “ mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dihendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam yang penuh resiko. Artinya jika kamu telah percaya kepada seseorang, maka segala konsekuensi dari pekerjaan orang yang kamu percayai akan menjadi resiko kamu. Apa untungnya kita percaya? Begini, percaya bisa memuluskan jalur komunikasi. Sehingga memudahkan kita untuk menyampaikan maksud. Kalau kamu tidak mengatakan siapa sebenarnya kamu, apa sebenarnya yang kamu rasakan, maka hal ini akan menimbulkan persepsi yang tidak benar bagi partner kamu. Bisa saja ia berpraduga negatif, atau berpikiran lain dari yang sebenarnya kamu pikirkan. Bagi yang punya pacar bisa saja menganggap pacarnya selingkuh; ketika ia berbicara atau dekat dengan orang lain. Lebih jauh Jalaluddin mengatakan demikian: “ Tanpa percaya tidak akan ada pengertian. Tanpa pengertian terjadi kegagalan komunikasi primer” Selain itu, tanpa kepercayaan maka keakraban hubungan akan terhambat. Jika kamu menganggap teman kamu tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu dari kamu, maka kamupun akan melakukan hal yang sama. Oleh karena itu hubungan kamu akan menjadi dangkal. Faktor yang kedua menurut Jalaluddin adalah sikap suportif. Yaitu sikap menerima, jujur dan empatis. Tiga sikap ini akan menumbuhkan kepercayaan. Faktor yang ketiga adalah sikap terbuka (open-mindedness). Tanpa faktor ini seseorang sulit membentuk hubungan yang harmonis; dalam artian setiap orang seolah menyembunyikan rahasia, sehingga kasus saling vonis kerap terjadi diantara dua orang komunikan. “Kamu kok sekarang beda,” “Lha, bukannya kamu yang beda,”. Tulisan ini bukan untuk mengguri, namun terdorong oleh keinginan saya untuk saling berbagi. KAMIS, 2008 SEPTEMBER 04 Pencerahan Menuju Tuhan (Kajian Filsafat Komunikasi Intrapersonal Dalam Islam) PENCERAHAN MENUJU TUHAN (Kajian Filsafat Komunikasi Intrapersonal Dalam Islam) Oleh : Muhammad Khairil ABSTRAK Kajian Komunikasi intrapersonal dalam perspektif Islam merupakan introspeksi spiritual dalam proses pencerahan umat manusia mencari dan menemukan agama dan Tuhannya. Hikmah yang terpetik dari proses pencarian hakekat ketuhanan hingga menemukan jalan menuju Tuhan menurut para sufi tidak akan terlepas dari tiga proses utama yaitu pertama takhalli yaitu berjihad dan bermujahadah untuk mengosongkan jiwa dari segala sifat dan perbuatan yang tercela. Proses kedua adalah tahalli yaitu upaya pengisian dan penghiasan diri dengan sifat-sifat yang terpuji. Proses yang ketiga dan terakhir adalah tajalli yaitu tidak lagi menjadikan amal sholeh sebagai tempat berpijak tetapi lebih banyak melakukan kontemplasi. Pada fase inilah tempatnya seorang ber-ittihad (menyatu) dengan Tuhan, ber-hulul (Tuhan menempati dan memilihnya) dan ber-wahdatul wujud (Kesatuan eksistensi Tuhan dengan hamba). Kajian dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dan komparatif interpretatif terhadap perjalanan spiritual umat manusia khususnya umat Islam, hingga kegelisahan ruhaniah pada aspek ontologis, proses meniti jalan menuju pencerahan hakekat ketuhanan pada aspek epistimologis dan nilai aksiologis terbangun dari pancaran kasih sayang Tuhan melalui hamba-hambaNya yang senantiasa melakukan mujahadah (Kesungguhan) menuju Insan Kamil. Nama Tuhan yang kekal dan abadi di dalam lubuk jiwa manusia memang lebih mengesankan daripada bumi dengan segala isinya. Kehadiran Tuhan menyertai manusia dalam segala tindakan, bukan dimaksudkan sebagai alat untuk melemparkan kesalahan dan menghindari tanggung jawab, melainkan sebagai doa dan pengharapan yang tulus agar sang hamba selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dan terlepas dari jeratan hawa nafsu yang acapkali menguasai nurani ummat manusia. Kata Kunci : Filsafat, Intrapersonal dan Tuhan A. Pendahuluan. “We cannot not communicate!” diungkap oleh Watzlawick, Beavin dan Jackson. Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dengan komunikasi, manusia mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi sosia, dan mengembangkan kepribadiannya. Kegagalan dalam berkomunikasi akan berakibat fatal baik secara individul maupun sosial. Secara individual, kegagalan komunikasi menimbulkan frustasi, demoralisasi, alienasi, dan penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Secara sosial, kegagalan komunikasi dapat menghambat saling pengertian, kerja sama, toleransi dan merintangi pelaksanaan norma-norma sosial. Nilai sosial yang dibangun melalui proses komunikasi diungkap dalam sistem komunikasi interpersonal, sistem komunikasi kelompok hingga sistem komunikasi massa. Secara individual proses komunikasi diungkap dalam sistem komunikasi intrapersonal yaitu proses penerimaan informasi, mengolah, menyimpan dan menghasilkannya kembali. Terkait dengan proses komunikasi intrapersonal ini, diungkap lebih mendetail oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya psikologi komunikasi bahwa sistem komunikasi intrapersonal meliputi empat aspek yaitu sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli melalui indrawi manusia. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru (persepsi mengubah sensasi menjadi informasi). Memori adalah proses menyimpan informasi dan menghasilkannya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 2000). Ketika proses komunikasi intrapersonal dikaitkan dalam nuansa spiritual khususnya perspektif Islam maka akan menjadi kajian introspektif dalam proses pencerahan umat manusia mencari dan menemukan agama dan Tuhannya. Hal ini bisa terlihat ketika Nabiullah Ibrahim dalam kegelisahan jiwanya mencari pencerahan tentang hakekat ketuhanan yang sesungguhnya. Disaat malam telah menjadi gelap, Ia melihat bintang, lalu Ia berkata “inilah tuhanku”. Namun, tatkala bintang itu tenggelam, Ia berkata “saya tidak suka pada yang tenggelam”. Kemudian, tatkala Ia melihat bulan muncul, Ia berkata “inilah tuhanku”. Namun, setelah cahaya bulan menghilan, Ia berkata “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orangorang yang sesat. Kegelisahan jiwa Nabiullah Ibrahim terus berlanjut hingga Ia melihat matahari terbit, Ia berkata “inilah tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari terbenam, Ia berkata “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” (Dahlan, 2003). Kisah yang berbeda namun memiliki substansi yang sama dialami oleh Rasulullah S.A.W. ketika proses pencerahan mencari hingga akhirnya menemukan hakekat ketuhanan yang sesungguhnya. Diungkap dalam buku Sejarah Tuhan (Armstrong, 2001) bahwa Rasulullah S.A.W. melakukan penyendirian spiritual selama bulan suci Ramadhan hingga pada malam ketujuh belas. Ia dibangunkan dari tidur dan merasakan dirinya didekap oleh kehadiran Ilahiah yang maha dahsyat. Ia bercerita bahwa satu malaikat menampakkan diri kepadanya dan memberinya sebuah perintah singkat “bacalah” (iqra’!), Rasulullah menolak dan memprotes, “aku bukan seorang pembaca!”. Malaikat itu mendekapnya, hingga Ia merasa seolah-olah nafasnya akan meninggalkan tubuhnya. Pada saat Rasulullah merasa seakan tak mampu lagi bertahan, Malaikat itu melepaskannya dan kembali memerintahkan, “bacalah!” (Iqra’!). Rasulullah lagi-lagi menolak dan malaikat itupun mendekapnya lagi hingga Ia merasa telah mencapai batas daya tahannya. Akhirnya, diakhir dekapan dahsyat yang ketiga, Rasulullah merasakan kata-kata pertama dari sebuah kitab suci baru mengalir keluar dari mulutnya : Bacalah dengan nama Tuhanmu, Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah! Bacalah, dan Tuhanmulah Yang maha Pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Pencarian dan penemuan hakekat ketuhanan sesungguhnya adalah proses pencerahan manusia menuju Tuhannya. Al-Hallaj, seorang sufi besar yang pernah dimiliki oleh dunia Islam, akhirnya dihukum pancung oleh algojo Abul Haris atas perintah Khalifah Bani Abbasiyah karena telah dituduh kafir atas pendapatnya, “Ana Al-Haq” (aku adalah kebenaran) atau “Ana Al-lah” (Aku adalah Allah). Ucapan kesufiannya inilah yang menghadapkan Al-Hallaj ke tiang gantungan. Kasus Al-Hallaj menggores kepedihan mendalam pada nurani sejarah. Kematiannya memercikkan sentimen publik tentang perebutan makna dan hak istimewa “atas nama Tuhan” untuk mematikan perbedaan pendapat dikalangan masyarakat. Seolah menjadi penguasa, lantas dengan sendirinya memiliki hak istimewa dari Tuhan untuk menuntun, mengatur dan menentukan jalan hidup orang lain. Salah satu wasiat sufi Ayatullah Khomeni kepada putranya bahwa “Anakku, jika engkau bukan seorang pengembara di dunia ruhani, setidaknya berupayalah untuk tidak menyangkal maqam-maqam keruhanian karena salah satu dari tipuan terbesar setan dari diri badani, yang menghalangi manusia dari meraih berbagai maqam kemanusiaan dan keruhanian adalah mendorong-dorong manusia untuk menyangkal atau bahkan melecehkan perjalanan ruhaniah menuju Allah” (Yamin, 2002). Kajian dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dan komparatif interpretatif terhadap perjalanan spiritual umat manusia khususnya umat Islam, hingga kegelisahan ruhaniah pada aspek ontologis, proses meniti jalan menuju pencerahan hakekat ketuhanan pada aspek epistimologis dan nilai aksiologis terbangun dari pancaran kasih sayang Tuhan melalui hamba-hambaNya yang senantiasa melakukan mujahadah (Kesungguhan) menuju Insan Kamil. B. Atas Nama Agama dan Tuhan Dalam sejarah Kristiani, para teolog kristen dan bapak-bapak gereja di Barat pernah memperoleh serangan yang amat keras dari para filosof dan Ilmuan ketika mereka mengatakan bahwa agama telah usang dan telah kehilangan kredibilitasnya untuk menyelenggarakan kehidupan yang berkeadaban, damai dan mampu melindungi hak-hak asasi manusia. Puncak perlawanan dan pengingkaran peran sosial agama ini secara lantang diproklamasikan oleh Friendrich Wilhelm Nietzche dengan diktumnya “Tuhan telah mati”. Pandangan Nietzche itu kemudian memperoleh dukungan dari para ilmuan ternama lain, seperti Sigmund Freud, Karl Marx dan sederetan nama lain yang pada dasarnya berpendapat bahwa ajaran agama tak lebih sebagai sebuah ilusi dan hiburan sesaat untuk lari dari derita hidup dan sama sekali bukan penyelesaian problem hidup itu sendiri. Agama sering diposisikan sebagai objek kajian metafisis yang hasil dan tingkat kebenarannya dianggap spekulatif, namun secara sosial kenyataannya dampak kehadiran agama merupakan sumber peradaban yang cukup besar dalam sejarah kemanusiaan, namun agama juga merupakan sumber konflik sosial yang amat kejam dan berkepanjangan. Bagi para penguasa yang tiran, konsep keyakinan untuk memperoleh keselamatan eskatologis (ukhrawi) sering dimanfaatkan sebagai peluang untuk menindas rakyatnya atas nama agama. Pada zaman Orde Baru, agama dibatasi ruang geraknya agar tidak menjadi identitas politik atau tujuan politik. Agama dianggap oleh penguasa sebagai ancaman yang harus dijinakkan dan kalau perlu dipinggirkan. Elit politik atau massa yang menggunakan simbol agama untuk melawan hegemoni negara selalu dituding sebagai ekstrim kanan, seperti juga penggunaan ideologi komunis atau sosialis untuk tujuan yang sama dituding sebagai ekstrim kiri. Berbagai konflik sosial bernuansa agama baik antar sesama pemeluk ajaran satu agama maupun yang berbeda keyakinan seringkali mewarnai kehidupan setiap insan beragama. Manusia saling menyalahkan satu sama lain, klaim kebenaran sebagai kebenaran mutlak, hakim menghakimi hingga saling membunuh satu sama lain atas nama agama. Akar persoalan yang sesungguhnya adalah hanya karena keberagamaan yang bersifat subjektif, menonjolkan nilai-nilai egoisme dan arogansi, sehingga perspektif nilai kebenaran dalam beragama hanya dipandang dari satu sudut pandang. Di Maluku dan di Poso, masyarakatnya sibuk saling membunuh atas nama Tuhan mereka masing-masing. Di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia, pencopet, penodong maupun maling ayam dibakar hidup-hidup oleh massa yang marah, disamping karena alasan keamanan publik juga karena atas nama Tuhan yang melarang melakukan perbuatan yang merugikan orang banyak. Ironisnya, ketika berbagai persoalan sosial keagamaan muncul bukan untuk menjadikan Tuhan sebagai “sebab” dan “tujuan” segala permohonan dan pengabdian melainkan Tuhan dipinjamkan nama-Nya, guna dimanfaatkan sebagai alat, sebagai instumen politik untuk membenarkan berbagai tindakan yang justru melawan kehendak Tuhan itu sendiri. Perbincangan tentang agama seringkali berakhir dengan perbedaan yang meruncing hanya karena masing-masing memandang agama dari dimensidimensi yang berbeda. Sebagai contoh, ketika satu pihak memandang bahwa kesadaran agama sedang bangkit, karena melihat pengunjung mesjid yang sedang melimpah dan peringatan keagamaan yang meriah. Pihak yang lain menunjukkan mundurnya perasaan beragama dengan meningkatnya tindakan kriminal, perilaku anti sosial dan kemerosotan moral. Kedua pihak tidak akan bertemu, sebelum ditunjukkan pada mereka bahwa nilai agama yang mereka bicarakan adalah tidak sama. Pihak pertama membicarakan dalam dimensi ritual dan pihak kedua dalam dimensi sosial. Sesungguhnya moralitas agama yang paling mengesankan dalam kehidupan manusia adalah menolak kejahatan dengan kebaikan. Etika ketuhanan yang selalu tulus memberikan “air susu” disaat orang suka melempar “air tuba”. Kendati setiap hari orang beragama disakiti, tetapi ajaran agamanya memintanya untuk bersabar dan kalau perlu memaafkan. Dengan keyakinan bahwa sikap sabar dan memaafkan itu justru akan mendekatkan dirinya dengan cinta kasih Tuhan dan menjauhkan musuhnya dari kasih sayang-Nya. Ajaran Islam memberikan kesempatan bagi setiap orang yang diperlakukan secara tidak manusiawi (zhalim) untuk mengadakan perlawanan demi membela diri. Bahkan, apabila yang bersangkutan mau membalas kejahatan orang itu pun agama membenarkannya, asalkan setara dengan kejahatan yang diterimanya. Membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, tidak dikenakan sanksi dosa, karena dosa itu hanya berlaku bagi orang-orang yang berbuat aniaya (zhalim) tanpa berpijak pada logika kebenaran. Dalam pandangan Islam, benih agama muncul dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan dan kebaikan (Shihab, 1993). Manusia pertama yang diperintahkan oleh Allah untuk turun ke bumi, diberi pesan agar mengikuti petunjuknya, jika petunjuk tersebut sampai kepadanya (Q.S. 2: 28). Petunjuk pertama yang melahirkan agama adalah ketika Adam dalam perjalanannya di bumi ini menemukan kebenaran, keindahan dan kebaikan. Keindahan yang ditemukan adalah terkait dengan alam raya, bintang yang gemerlap, kembang yang mekar dan berbagai fenomena alam lainnya. Nilai kebaikan ditemukan pada angin sepoi yang menyegarkan di saat Ia merasa gerah kepanasan atau pada air yang sejuk dikala Ia sedang haus. Ditemukannya nilai kebenaran dalam ciptaan Tuhan yang terbentang di alam raya dan di dalam dirinya sendiri. Gabungan ketiga hal itu melahirkan kesucian. Manusia yang memiliki naluri ingin tahu, berusaha untuk mendapatkan apakah yang paling indah, benar dan baik ? Jiwa dan akalnya mengantarkannya bertenmu dengan yang Maha Suci dan ketika itu Ia berusaha untuk berhubungan dengan-Nya, bahkan berusaha mencontoh sifat-sifat-Nya. Dari sinilah agama lahir, bahkan dari sini pula dilukiskan proses beragama sebagai upaya manusia mencontoh sifat-sifat yang Maha Suci. Nama Tuhan yang kekal dan abadi di dalam lubuk jiwa manusia memang lebih mengesankan daripada bumi dengan segala isinya. Kehadiran Tuhan menyertai manusia dalam segala tindakan, bukan dimaksudkan sebagai alat untuk melemparkan kesalahan dan menghindari tanggung jawab, melainkan sebagai doa dan pengharapan yang tulus agar sang hamba selalu terdorong untuk berbuat kebaikan dan terlepas dari jeratan hawa nafsu yang acapkali menguasai nurani ummat manusia. C. Jalan Menuju Tuhan Bagi Albert Einstein, tidak terbayangkan olehnya ada para ilmuan yang tidak punya keimanan mendalam. Makin jauh kita masuk pada rahasia alam, makin besar kekaguman dan penghormatan kita pada Tuhan. Ketika Einstein ditanya apakah Ia percaya kepada Tuhannya Spinoza, filosof Yahudi dari Belanda, Ia berkata : Aku tak bisa menjawabnya dengan sederhana; ya atau tidak. Aku bukan ateis dan aku tidak juga dapat menyebut diriku panteis. Kita ini mirip seorang anak yang masuk kesebuah perpustakaan besar, penuh dengan buku dalam berbagai bahasa. Anak itu tahu bahwa pasti ada orang yang telah menulis buku-buku itu. Secara samar-samar, si anak menduga adanya keteraturan misterius dalam penyusunan buku-buku itu, tetapi Ia tak tahu bagaimana. Bagiku, itulah sikap yang sesungguhnya dari bahkan orang yang paling cerdas sekalipun terhadap Tuhan. Kita melihat alam semesta disusun dengan sangat menakjubkan dan mematuhi hukum-hukum tertentu. Tetapi, kita kita hanya memahami hukumhukum itu secara samar-samar saja. Pikiran kita yang terbatas tak dapat menangkap kekuatan misterius yang menggerakkan semesta. Aku terpesona dengan panteisme spinoza, tetapi aku jauh lebih mengagumi lagi sumbangannya bagi pemikiran modern karena dialah filosof pertama yang memperlakukan jiwa dan badan sebagai satu kesatuan, bukan dua hal yang berbeda (Rakhmat, 2004). Ketakjubannya pada penemuan sains membawa Einstin kepada Tuhan. Jika pandangan agamanya mempengaruhi pemikiran ilmiahnya, pada gilirannya pemikiran ilmiahnya mewarnai pandangan agamanya. Dalam pandangan Einstin, salah satu intekasi antara agama dan ilmu pengetahuan adalah agama menyumbangkan ajarannya pada ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan menghadiahkan penemuannya pada agama. Meminjam metafora Einstin, maka sesungguhnya antara Agama dan Ilmu pengetahuan ibarat si buta dan si lumpuh. Ilmu pengetahuan tanpa bantuan agama, akan terpaku pada tempat duduknya. Ia hanya mampu melihat apa yang berada disekitarnya. Suapaya bisa berjalan, ilmu pengetahuan harus meminta bantuan agama. Agama membawa ilmu pengetahuan pada dunia yang lebih luas, dunia yang jauh diluar batas-batas empiris. Dalam pandangan Muthahhari, bahwa sesungguhnya sejarah telah membuktikan pemisahan sains dari keimanan telah menyebabkan kerusakan yang tak bisa diperbaiki lagi. Keimanan mesti dikenali lewat sains. Keimanan bisa tetap aman dari berbagai takhyul melalui pencerahan sains. Keimanan tanpa sains akan berakibat fanatisme dan kemandekan. Jika saja tak ada sains dan ilmu, agama, dalam diri penganutnya yang naif akan menjadi suatu intstrumen ditangantangan para dukun cerdik (Muthahhari, 1994). Bagaimanapun bentuk penolakan Nietzche, Freud dan Karl Marx terhadap nilainilai agama dan proses penerimaan Einstin tentang hakekat ketuhanan, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses pencerahan manusia menuju tuhan-Nya namun juga sebaliknya, ilmu pengetahuan bisa menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Menurut Ayatullah Khomaeini (Yamin, 2002) bahwa, Kaum filosof telah membuktikan Kemahahadiran Tuhan dengan argumen-argumen rasional. Akan tetapi selama apa saja yang telah dibuktikan oleh akal dan argumen tidak mencapai hati, maka akal itu tidak memiliki kepercayaan kepadanya. Diungkapkan lebih lanjut oleh Khomaeini bahwa para nabi dan para wali yang ikhlas, tidak pernah menggunakan bahasa dan argumen filosofis dalam dakwah mereka, tetapi mengimbau kepada jiwa dan hati orang-orang tersebut. Jiwa dalam pandangan Plato adalah self initiating motion atau source of motion (F. Copleston, 1945). Dengan demikian orang-orang yang mereka asuh adalah pecinta-pecinta yang setia dengan sepenuh hati. Sedangkan para filosof dan murid-muridnya lebih menyukai argumen dan diskusi dan lalai dari mengurus dengan baik hati dan jiwa mereka. Hikmah yang terpetik dari proses pencarian hakekat ketuhanan hingga menemukan jalan menuju Tuhan menurut para sufi tidak akan terlepas dari tiga proses utama yaitu pertama takhalli yaitu berjihad dan bermujahadah untuk mengosongkan jiwa dari segala sifat dan perbuatan yang tercela. Unsur “keterpaksaan” dalam proses ini, menempatkan amaliah seseorang dalam bingkai ketaatan yang senantiasa disandarkan atas negosiasi pahala dan dosa. Pada tahap ini seseorang menyesali segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya, kemudian membuka sejarah lembaran baru dengan menghiasi diri dengan amalan sholeh. Proses kedua adalah tahalli yaitu upaya pengisian dan penghiasan diri dengan sifat-sifat yang terpuji. Dalam hal ini seorang hamba tidak lagi tergantung pada negosiasi surga neraka, melainkan hanya ingin dekat dengan Dzat yang dikasihi dan dirindukan. Proses yang ketiga dan terakhir adalah tajalli yaitu tidak lagi menjadikan amal sholeh sebagai tempat berpijak tetapi lebih banyak melakukan kontemplasi. Pada fase inilah tempatnya seorang ber-ittihad (menyatu) dengan Tuhan, ber-hulul (Tuhan menempati dan memilihnya) dan ber-wahdatul wujud (Kesatuan eksistensi Tuhan dengan hamba). D. Hidup Yang Tercerahkan Falsafah Man Arafa Nafsa Fa Arafah Rabbah (Manusia yang mengenal hakekat dirinya, akan mengenal hakekat Tuhannya) dan ungkapan Socrates "Gnothi Seauthon" (kenalilah dirimu) menjadi bagian dari pengkajian dan perenungan diri umat manusia sepajang sejarah untuk dapat mengenal hakekat kehidupan, substansi kemanusiaan dan nilai Ilahiah. Pada akhirnya manusia mulai mengenal hidup, kemanusiaan dan Tuhannya. Proses inilah sebagai awal dari pencerahan hidup manusia atas kemanusiaannya dan manusia atas keyakinan dan agamanya. Agama, dalam bentuk apapun dia muncul tetap merupakan kebutuhan ideal umat manusia. Peranan agama menentukan dalam setiap bidang kehidupan. Manusia, tanpa agama tidak dapat hidup sempurna. Manusia sejatinya senantiasa mendambakan kebahagiaan hidup, bahkan keberlangsungan hidup itu sendiri ada di dalam kondisi bahagia. Dengan kata lain, hanya bahagialah yang memungkinkan seseorang dapat melanjutkan hidupnya, bahkan tujuan hidup itu sendiri adalah kebahagiaan. Orang yang mendapatkan dirinya menderita akan berusaha keluar dari penderitaan tersebut. Apabila Ia sakit, maka Ia akan mencari dokter atau rumah sakit yang bisa menyembuhkannya. Apabila Ia miskin maka Ia akan berusaha bekerja keras agar keluar dari jeratan kemiskinan. Semua itu merupakan respon eksistensial manusia bahwa mereka tidak bisa dan tidak tahan hidup dalam penderitaan. Untuk dapat keluar dari berbagai himpitan hidup dengan segala persoalannya maka agama adalah jalan keluar menemukan pencerahan hidup yang sesungguhnya. Ilustrasi yang tepat untuk mendeskripsikan hal tersebut adalah apa yang pernah dialami oleh Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Bin Ahmad al-Gazali. Ia tiba-tiba dilanda keresahan hingga Ia memutuskan meninggalkan karirnya yang cemerlang dan mencari hal yang didambakannya yaitu jawaban kepada guncangan batinnya. Ia jatuh sakit, mulutnya membisu, tetapi pikirannya terus bergejolak. Ia mengasingkan diri untuk menjawab pertanyaan besar yang sedang merisaukan hatinya yaitu cara apakah yang dapat ditempuh hingga sampai pada pengetahuan yang benar ? Pertama, Al-Gazali menganggap bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh lewat pencerapan indera. Sehingga kebenaran adalah apa yang dapat dilihat, didengar atau diraba. Segera Ia menemukan bahwa persepsi indera juga tidak dapat sepenuhnya dipercaya. Matanya melihat bahwa bayangan tongkat itu tidak bergerak padahal orang tahu bahwa bayangan itu bergerak perlahan sekali mengikuti bayangan matahari dan matahari kelihatan kecil padahal lewat perhitungan geometris matahari lebih besar dari pada bumi. Kekeliruan indera dibetulkan oleh akal. Al-Gazali segerah mencurahkan perhatiannya pada akal namun dalam pergolakan batinnya, Ia dihujat oleh persepsi inderawi bahwa kalau tidak ada akal, anda akan selalu menganggap inderawi benar. Barangkali dibalik pemahaman akal, ada lagi hakim lain yang bila menampakkan dirinya dapat menunjukkan kesalahan akal dalam menetapkan keputusan. Selama berbulan-bulan Al-Gazali merenungkan permasalahan yang dihadapinya dan pemecahannya tidak datang lewat berpikir dan merenung. Ia bercerita “penyelesaian masalahku tidaklah datang karena pembuktian yang sistimatis dan argumentasi yang dikemukakan, tetapi karena cahaya yang dimasukkan Allah Ta’ala kedalam dadaku. Cahaya itu merupakan kunci menuju bagian pengetahuan yang lebih besar. Cahaya itu sendiri bukanlah ungkapan kebenaran namun kebenaran harus dicari” (Otman, 1960). Al-Gazali telah melewati perjalanan panjang spiritualnya melalui kekuatan persepsi inderawi dan menguras kekuatan intelektual namun berakhir dengan keputusasaan hingga sentuhan gaib Tuhan menyelamatkannya. Dorongan mendadak keimanan ini tampak olehnya berasal dari pencerahan Ilahi sebagai suatu cahaya pembawa harapan. Baginya, hal itu berarti bahwa Ilham dan wahyu adalah riil. Perjalanan spiritual manusia dalam perspektif Islam sesungguhnya diawali dengan sebuah transaksi spiritual “Alastu Birabbikum” Apakah aku ini Tuhanmu ? “Qalu Bala Syahidna” Kami bersaksi Ya Allah, bahwa Engkaulah Tuhan Kami (Q.S. Al-A’raf 172). Dalam sejumlah hadits yang disandarkan pada Nabi saw, para sahabatnya dan mufassir Al-Qur’an awal memaknai ayat tersebut bahwa jauh sebelum manusia lahir, Allah S.W.T telah mengumpulkan seluruh keturunan Adam dalam bentuk partikel-partikel kecil (arwah) dan dalam keadaan semacam itu, mereka menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan, sehingga dengan pengakuan ini semestinya tidak ada alasan bagi manusia untuk mengingkari Tuhan, kapan dan dimanapun ia berada (Mulyadi, 2003) Transaksi spiritual tersebut mengingatkan sepatutnyalah setiap Insan dengan nilai ruhaniahnya mawas diri terhadap tipuan jasad badani dan setan lahir maupun batin, yang sering menyesatkan orang atas nama Tuhan dan atas nama pengabdian kepada makhluk-makhluk-Nya, sambil menghalangi dan mendorong menuju nafsu-nafsu diri sendiri. Untuk dapat memahami nilai-nilai agama maka Allah SWT memberikan manusia berbagai instrumen agar dapat senantiasa berada dalam bimbingan, lindungan dan ridha-Nya. Allah S.W.T menganugerahkan manusia indrawi sehingga nilai sensasi hidup dalam dirinya. Mata yang indah untuk menatap keindahan. Indra pendengaran untuk menikmati kicauan burung hingga azan berkumandang. Lisan, sebagai anugerah dalam penyampaian pesan nilai-nilai Ilahiah dan interaksi melalui proses komunikasi. Allah S.W.T. juga menganugerahkan manusia akal pikiran dengan itu manusia mampu berpikir rasional dan mengembangkan logika berpikirnya. Fungsi berpikir sendiri terkait dengan dua aspek yang amat penting yaitu wissen dan verstehen. Wissen adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu sedangkan verstehen adalah pengetahuan yang telah dimiliki dimenerti dan dipahami secara mendalam (Effendi, 2003). Indrawi telah membantu manusia untuk dapat mengetahui berbagai hal dalam kehidupannya dan berpikir menjadi pijakan manusia dalam mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya, hingga Ia mampu membedakan baik dan buruk, perintah dan larangan, dosa dan pahala serta menjaga dirinya dari berbagai jeratan dan himpitan persoalan kehidupan duniawinya. Hidup yang tercerahkan tidak semata-mata diperoleh hanya dengan optimalisasi indrawi dan proses berpikir, lebih dari itu pencerahan hidup juga dituntun oleh Intuisi/ilham dan Wahyu. Ituisi adalah petunjuk dan tuntunan Allah S.W.T bagi hamba-hamba yang senantiasa taat dengan keikhlasan ibadahnya dan wahyu adalah karunia Allah S.W.T yang akan membimbing, menuntun, mengarahkan manusia sehingga memperoleh ridha-Nya. Hal ini hanya diperoleh dengan melakukan mujahadah (bersungguh-sungguh) dalam memenuhi kebutuhan altakamul al-ruhani yaitu proses penyempurnaan nilai-nilai spiritual yang telah tertanam dalam diri setiap hamba melalui transaksi spiritualnya. E. Penutup Kajian filsafat dalam berbagai perspektif akan selalu terkait dengan nilai ontologis, epistimologis dan aksiologis. Nilai ontologis dibangun melalui asumsi metafisis spiritual yaitu substansi yang terkandung dibalik realitas yang ada dengan mengacu pada nilai-nilai kejiwaan (ruhaniah) yang dimiliki oleh manusia. Epistimologis berupa kemampuan metodologis dalam mencari dan menemukan nilai kebenaran. Aksiologis adalah bentuk implementatif dari nilai ontologis dan epistimologis yang telah dikaji oleh manusia yang berwujud fisis material. Nilai ontologis dalam kajian Islam adalah proses pencerahan manusia untuk menemukan hakekat ketuhanan yang sesungguhnya seperti yang tercermin melalui kisah Nabiullah Ibrahim a.s. dan Rasulullah Muhammad S.A.W. Nilai Epistimologis tercermin dari proses berpikir hingga kontemplasi meniti jalan menuju sang Khalik. Aksiologis merupakan Ruh Ilahiyah (pancaran sinar Ilahi) yang terpancar melalui cinta kasih manusia terhadap sesamanya maupun cinta kasihnya dengan segala ciptaan yang diciptakan-Nya. Daftar Pustaka Armstong, Karen. 2001. Sejarah Tuhan. Mizan. Bandung. Copleston, Frederick. 1995. A History Of Philosophy. Search Press. London Dahlan, Mahmudi Arif. Mutiara Kisah Pribadi Menawan Rasul, Sahabat, Ulama dan Hamba Shaleh. Pustaka Gorda. Ponorogo. Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hidayat, Komaruddin. 2001. Agama Di Tengah Kemelut. Mediacita, Jakarta. Maliki, Zainuddin. 2000. Agama Rakyat Agama Penguasa. Yayasan Galang, Yogyakarta. Mulyadi, Arif. 2003. Tuhan Menurut Al-Qur’an. Al-Huda. Jakarta Otman, Ali Issa. 1960. The Concept Of Man In Islam, In The Writing Of AlGazzali. Daar Al-Maareef. Cairo. Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. ________________. 2003. Islam Aktual. Mizan Pustaka. Bandung. ________________. 2004. Psikologi Agama. Mizan Pustaka. Bandung. ________________. 2004. Meraih Kebahagiaan. Rekatama Media. Bandung ________________. 2004. Madrasah Ruhaniah. Muthahhari. Bandung Shihab, Quraish. 1993. Membumikan Al-Quran. Mizan. Bandung. Yamani. 2002. Wasiat Sufi Ayatullah Khomaeini. Mizan. Bandung. masyarakat terbesar di Indonesia mengeluarkan fatwa yang menimbulkan kontroversi dalam masyarakat berkaitan dengan “haram” hukumnya melihat tayangan infotainment. Beberapa pengamat setuju dan mendukung fatwa tersebut karena berpendapat bahwa tayangan infotainment yang ada selama ini telah turut andil dalam memperparah moral masyarakat dengan menayangkan sisi-sisi negatif dan privasi selebritis yang seharusnya tidak untuk konsumsi umum. Dalam Islam, menyebarluaskan aib atau keburukan muslim lainnya diibaratkan dengan makan daging saudaranya. Namun tidak sedikit pula yang kontra karena menurut mereka yang seharusnya dilarang bukanlah secara infotainmennya melainkan substansi atau isinya yang mengaduk-aduk aib seseorang. Sebagaimana dengan isu-isu sensitif lainnya, kontroversi tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena masing-masing pihak melihat dari sudut pandang yang berbeda, sesuai dengan keadaan dirinya. Dengan kata lain persepsi orang dapat berbeda terhadap isu yang sama, tergantung dari nilai dan norma yang dianut, latar belakang pendidikan, agama, satus sosial ekonomi dan sebagainya. Tulisan ini tidak berniat menambah polemik tentang hukum melihat tayangan acara infotainment yang kontroversial tersebut. Yang jelas bahwa dalam melihat dan menginterpretasikan suatu fenomena, seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Untuk dapat memahami wacara semacam itu dengan baik, maka perlu dibahas bagaimana proses pengolahan informasi yang terjadi dalam diri seseorang sehingga reaksi orang terhadap isu-isu tertentu bermacam-macam walapun peristiwa yang dilihat dan diamati relatif sama. PEMBAHASAN Komunikasi intra-personal atau proses pengolahan informasy yang terjadi dalam diri seseorang, sebagaimana reaksi terhadap fatwa “haram” melihat tayangan infotainment atau polemik tentang perlu zakat penghasilan dikenakan pada pejabat dan pegawai negeri, melibatkan beberapa tahapan yang saling berhubungan, yaitu sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Memori merupakan proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali, sementara berpikir adalah proses mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon (Rakhmat, 2000). Sensasi Setiap proses komunikasi yang terjadi pada manusia selalu dimulai dengan sensasi. Sensasi ini terjadi dengan adanya stimuli atau rangsangan dari lingkungan yang menerpa panca indra. Rangsangan ini bisa berupa suara, gambar, tulisan, baubauan, ataupun yang lainnya baik verbal maupun non verbal. Ketika anda sedang naik kendaraan dan melihat iklan layanan masyarakat “50+50 = 97,5%” yang dipasang oleh Portal Infaq atau mendengar lantunan merdu lagu-lagu islami yang dibawakan Ungu dari perangkat audio mobil, itu adalah sensasi. Karena merupakan pertautan antara stimul dan alat indra, maka kualitas panca indra yang ada menjadi sangat penting dalam tahap ini. Kekurang sempurnaan atau kurang berfungsinya alat indra dengan baik akan menyebabkan kekurang-akuratan dalam menerima pesan yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kualitas komunikasi dan interaksi dengan lingkungannya. Berkaitan dengan sumber informasi, Rakhmat (2000), mengelompokkan tiga macam indra pengerima yaitu eksteroseptor seperti mata dan telinga yang menerima informasi eksternal, interoseptor seperti sistem peredaran darah yang mengindra informasi dari dalam, dan prorioseptor yang mengindra gerakan tubuh. Persepsi. Setelah seseorang menerima stimuli dari lingkungan melalui panca indra, langkah selanjutnya adalah memberikan makna terhadap stimuli. Hal ini dinamakan persepsi yang merupakan proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi mempengaruhi stimulus atau pesan apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan kepada mereka ketika mereka mencapai kesadaran (De Vito, 1997). Sebagai contoh, setelah seseorang mendengarkan informasi baru tentang hkum bunga bank atau tentang wacana zakat profesi maka ia akan memberikan makna terhadap pesan-pesan tersebut sesuai dengan pemahaman yang ia terima, tergantung dari faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhinya. Proses bagaimana persepsi berlangsung dapat digambarkan melalui tiga langkah yang saling terkait satu sama lain, yaitu terjadinya stimuli atau alat indra, stimuli alat indra diatur, dan stimuli alat indra dievaluasi ditafsirkan. Proses persepsi tersebut, jika disajikan dalam skema akan nampak dalam bagan 1 berikut: Keterangan A. Terjadinya stimulasi alat indra B. Stimulasi alat indra diatur C. Evaluasi-penafsiran Dalam bagian 1 tersebut dapat dilihat bahwa proses persepsi dimulai dengan dirangsangnya alat-alat indra oleh stimuli tertentu. Kita mendengarkan khotip menyampaikan khotbah Jum’at, kita melihat sinetron Rahasia Illahi yang menuturkan bagaimana nasib seseorang yang suka berbuat maksiat, atau pun merasakan nikmatnya buah kurma pada waktu berbuka puasa adalah contoh-contoh sensasi. Setelah alat indra kita menerima rangsangan tertentu, maka proses selanjutnya adalah pengaturan terhadap stimulasi tersebut. Ada beberapa prinsip yang terlibat dalam proses ini, antara lain proksimitas dan kelengkapan. Prinisip proksimitas atau kemiripan menegaskan bahwa orang atau pesan yang secara fisik mirip satu sama lain seringkali dipersepsikan bersama-sama atau sebagai satu kesatuan. Prinsip ini menjelaskan mengapa orang mempersepsikan kita secara tidak tepat h anya karena kita berada di lingkungan yang menurut mereka tidak seharusnyalah kita ada di sana, tanpa mereka mencari informasi lebih lengkap mengapa dan untuk apa kita berada di lingkungan atau bersama-sama orang-orang tertentu. Prinsip ini juga dapat menjelaskan mengapa seseorang sangat bangga jika ia berdampingan dengan orang yang dianggap penting dalam masyarakat sehingga fotonya selalu dipajang di tempat-tempat penting. Prinsip kelengkapan atau closure menjelaskan kepada kita mengapa orang seringkali menarik kesimpulan dan mempersepsikan sesuatu secara kurang tepat karena mereka menganggap suatu pesan atau peristiwa yang pada kenyataannya tidak lengkap sebagai sesuatu yang lengkap. Langkah ketiga dalam proses perseptual adalah penafsiran evaluasi yang merupakan proses subyektif yang melibatkan penilaian di pihak penerima. Proses ini tentu saja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pesan itu sendiri dan lingkungan, namun juga faktor-faktor internal yang ada pada pihak penerima seperti motivasi, kebutuhan, pengalaman masa lalu, ataupun nilai-nilai yang dianutnya. Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, Crech dan Cruthfeld sebagaimana dikutip Rakhmat (2000) merumuskan tiga dalil persepsi. Pertama, persepsi bersifat selektif secara fungsional. Ini berarti obyek-obyek yang mendapat tekanan dalam persepsi biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Kedua, medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Ketiga, sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Keempat, obyek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Memori Setelah sensasi dan persepsi, faktor penting lainnya dalam proses pengolahan informasi adalah memori. Hal ini terjadi karena memori mempengaruhi persepsi maupun berpikir. Memori, menurut Schlessinger dan Groves (1976 dalam Rakhmat 2000), adalah sistem yang sangat berstruktur, sehingga dengan itu organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Memori bekerja dengan melibatkan tiga proses : perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkit saraf internal. Penyimpanan adalan proses yang menentukan berapa lama informasi tertentu ada dalam diri kita, dalam bentuk apa dan dimana. Sedangkan pemanggilan adalah menggunakan kembali informasi yang disimpan (Mussen dan Rosen Weigh 1973 dalam Rakhmat 2000). Menurut Rakhmat (2000), manusia seringkali tidak menyadari pekerjaan memori pada tahap pertama dan kedua melainkan hanya mengetahui tahap ketiga, pemanggilan kembali. Pemanggilan kembali dapat diketahui dengan empat cara, yaitu : 1. Pengingatan atau recall yang merupakan proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara kata demi kata, tanpa petunjuk yang jelas. Contohnya adalah ketika kepada kita ditanyakan apa saja rukun Islam atau rukun iman itu. 2. Pengenalan atau recognition adalah proses mengenal kembali informasi yang pernah kita ketahui sebelumnya. Misalnya pertanyaan : pada bulan apakah Al-Qur’an diturunkan? Ramadhan atau Muharram ? 3. Belajar lagi atau relearning yaitu menguasai kembali pelajaran yang pernah kita peroleh. 4. Redintegrasi yaitu mengkonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil. Petunjuk tersebut dapat berupa bau tertentu, warna ataupun tempat. Contohnya adalah takbir pada malam Idul Fitri sering membawa kita pada kenangan masa kecil di kampung. Berpikir Proses selanjutnya yang terlibat dalam komunikasi intra-personal setelah memori adalah berpikir. Proses berpikir selalu melibatkan sensasi, persepsi, dan memori. Menurut Anita Taylor (1977 dalam Rakhmat 2000), berpikir adalah proses penarikan kesimpulan yang dilakukan seseorang untuk memahami realitas dalam angka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, menghasilkan yang baru. Menurut Rakhmat (2000), ada beberapa jenis berpikir, yaitu berpikir austik dan berpikir realistic. Dengan berpikir austik orang mencoba melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastik. Berpikir austik ini misalnya fantasi, menghayal dan wishfull thinking. Berpikir realistik, sebaliknya, adalah cara berpikir dalam rangka menyesuaikandiri dengan dunia nyata. Ruch (1967 dalam Rakhmat, 2000) membagi berpikir realistik ini menjadi tiga macam : deduktif, induktif, dan evaluatif. Salah satu fungsi berpikir, secara induktif, deduktif, maupun evaluatif, adalah menetapkan keputusan. Walaupun keputusan yang diambil beraneka ragam, namun terdapat tanda-tanda umum, yaitu : keputusan merupakan hasil berpikir; melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, dan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan. Fungsi lain dari berpikir adlaah memecahkan persoalan yang ada pada diri seseorang. Proses tersebut, menurut Rakhmat (2000), berlangsung melalui lima tahap, yaitu : 1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-sebab tertentu. 2. Penggalian memori untuk mengetahui cara-cara apa saja yang efektif pada masa lalu untuk mengatasi masalah sejenis. 3. Penyelesaian mekanis dengan uji coba secara trial dan error. 4. Penggunaan lambang-lambang verbal atau grafis untuk mengatasi masalah. 5. Insight solution atau pengalaman aha yang merupakan kilasan pemecahan masalah yang tiba-tiba terlintas dalam pikiran. TAMBAHAN PERSOALAN MENJAUHKAN WACANA POLITIK DARI DIALOG AGAMA (Hamdan Daulay) Tulisan Adi Wicaksono berjudul “Membicarakan Soal Hubungan Antarumat Beragama” (Kedaulatan Rakyat, 15/11/1996) menarik untuk ditanggapi. Membicarakan dialog agama dan kerukunan umat beragama di tengah pluralitas umat beragama di tanah air adalah relevan. Dalam dialog agama pun sesungguhnya terkandung makna yang positif untuk mencari persamaan-persamaan, bukan justru perbedaan antar umat beragama. Kajian tentang dialog agama tentu harus dilakukan dengan penuh kearifan dan kedewasaan. Sebab dalam dialog agama tidak semua hal bisa didialogkan. Ada bagian-bagian tertentu dalam agama yang bersifat doktriner dan aqidah yang tak bisa ditawar-tawar. Namun pada dasarnya, setiap kali dialog agama diadakan, yang diharapkan adalah terwujudnya kerukunan dan keharmonisan antarumat beragama. Dalam tulisan Adi, sesungguhnya sudah jelas disebutkan, betapa pentingnya dialog agama. Bahkan dalam tulisan tersebut ia mengutip pendapat Presiden Soeharto, agar dialog agama di tanah air diadakan setiap tiga bulan sekali. Namun dalam uraian berikutnya, tampaknya ada beberapa pandangan Adi Wicaksono tentang komunikasi antarumat beragama yang perlu diluruskan. Diantaranya, penilaian tentang hubungan antarumat beragama yang terkesan merosot, masalah perbedaan normative, proyek yang akan diwujudkan, dan masalah pendekatan politis yang formal. Kerukunan Umat Tidak dapat disangkal bahwa kerukunan umat beragama di tanah air adalah yang terbaik jika dibanding dengan kerukunan umat beragama di negara lain. Bangsa Indonesia yang menganut berbagai agama, bisa hidup rukun tanpa ada penindasan mayoritas pada minoritas. Bahkan dalam UUD 1945 pasal 29 juga diatur tentang kebebasan beragama. Dalam realitanya kerukunan umat beragama di tanah air bukanlah kerukunan yang semu. Jadi adalah keliru apabila Adi Wicaksono menilai kerukunan umat beragama di tanah air begitu rentan dan merosot. Adanya gejolak yang menguak kerukunan umat beragama di beberapa daerah, seperti Situbondo dan Timtim, tidaklah bisa digeneralisasikan. Sebab jika diamati secara mendalam, gejolak tersebut tidaklah murni karena faktor agama, tapi sudah ditambah dengan faktor politik. Jadi, kalau kita menilai secara jujur tentang kerukunan umat beragama di tanah air, sesungguhnya sudah semakin baik. Penilaian ini tentu harus dilihat dari kacamata agama, bukan dengan kacamata politik. Normatif Masalah kedua yang cukup menarik ditanggapi dari tulisan Adi adalah tentang perbedaan normative. Adi mengatakan, bahwa perbedaan normative adalah perbedaan bentuk total, dan karenanya senantiasa akan menjadi wacana tertutup. Tampaknya Adi terlalu sempit menilai factor normative ini. Sampai-sampai ia mengatakan bahwa perbedaan normative adalah wacana yang tertutup untuk didialogkan. Kalau kita bicara tentang wacana yang tertutup dalam dialog agama, justru terletak pada aqidah (doktrin). Artinya, pembicaraan tentang hubungan dengan Tuhan (hablumminalah) dan tata cara peribadatan masing-masing agama memang tidak perlu didialogkan. Tetapi wacana yang menyangkut hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas) tetap terbuka untuk didialogkan. Jadi adalah keliru, jika Adi menganggap masalah normative adalah wacana yang tertutup untuk didialogkan. Pendekatan Politis Barangkali yang paling menarik untuk ditanggapi dari tulisan Adi adalah uraiannya tentang pendekatan politis formal. Adi menulis, adalah salah satu kelemahan kita dalam mengelola interaksi social kehidupan beragama adalah terlalu kuatnya pendekatan politis formal. Pendapat ini tampaknya terlalu subyektif dan tendensius, juga tidak didukung oleh data yang akurat. Sebab dengan pendapat yang demikian, terkesan bahwa pemerintah terlalu banyak campur tangan dalam mengelola dialog agama. Kalau kita amati lembaga dialog agama yang ada di tanah air, tidak ada alasan untuk mengatakan kegiatan tersebut dipolitisir. Sebab dalam lembaga tersebut, masing-masing umat beragama sudah terwakili di dalamnya. Lembaga dialog agama ini boleh dikata adalah independent. Pemerintah tidak banyak mencampuri, apalagi mempolitisir dialog tersebut. Jadi sekali lagi, tulisan Adi Wicaksono tampaknya terlalu banya diwarnai unsur politis. Sehingga ia tidak bisa membedakan mana masalah agama dan mana masalah politik. Padahal dalam komunikasi kerukunan umat beragama, kita tidak boleh mencampuradukkan agama dan politik. Demikian pula dengan tokoh-tokoh agama sebagai panutan bagi umatnya, hendaknya dalam memelihara kerukunan umat beragama, jangan sampai mencampuri urusan politik dengan memakai jubah agama. Komunikasi antar umat beragama justru akan lebih lancar, manakala aspek yang dibicarakan adalah persoalan agama. Daftar Pustaka - Daulay, Hamdan, Membangun Kerukunan Berpolitik dan Beragama di Indonesia, Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama Pusat Litbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2002. - De. Vito, Joseph, Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar, Edisi Kelima, Jakarta : Profesional Books, 1997. - Griffin E.M., A First Look at Communication Theory, Fifth Edition, New York : Mc. Graw-Hill, 2003. - Muis, A., Komunikasi Islami, Bandung Ramadja Rosdakarya, 2001. - Rakhmat, J., Psikologi Komunikasi, Bandung : Ramadja Rosdakarya, 2000 Self Promotion Implikasinya Bagi Eksistensi Individu Dalam Komunitas Kerja Andi Trinanda Prolog Self Promotion secara umum dikatakan sebagai suatu usaha mengembangkan personality seseorang agar diketahui seberapa besar nilai eksistensi pribadi dirinya dalam suatu komunitas. Tujuan dari self promotion tiada lain dan tidak bukan adalah pengakuan dari komunitas itu sendiri tentang kontribusi dan produktifitas seseorang itu di organisasi (baca : ditempat kerja). Secara teoritis self promotion adalah merupakan bagian dari suatu hakikat nilai kebutuhan hidup seseorang. Menurut Maslow setiap orang memiliki hirarki (tingkatan) dalam upaya mencapai suatu taraf hidup yang diinginkan. Tingkatan tersebut berjenjang dari pemenuhan kebutuhan pokok, kebutuhan rekreasi (hiburan), kebutuhan mengenai pengakuan dan kebutuhan tentang aktualisasi diri. Hirarki tersebut pada prinsipnya berdiri diatas faktor-faktor nilai kepribadian orang itu sendiri yang diukur dari berbagai segi, misalnya saja dari segi ekonomi, segi sosial budaya, bahkan dapat dilihat dari segi politik. Tinggal persoalannya dimana proposisi mengenai self promotion tersebut seseorang tempatkan. Dengan kata lain tidak ada salahnya apabila dalam lingkup komunitas kerja terkadang orang perlu mempromosikan dirinya sendiri agar paling tidak komunitas lingkungan kerja ?mengakui? produktivitas dan kinerja yang pernah dan telah dilakukannya. Proposisi yang dimaksud adalah apakah cara mempublikasikan diri tersebut sesuai dengan kaidah dan budaya komunikasi. Dalam konteks ini budaya komunikasi dapat dilihat dari sejauhmana komunikasi intra dan antar personal dalam lingkup komunikasi formal tersebut dibangun oleh organisasi kepada masing-masing individu, baik secara vertikal maupun horizontal. Self Promotion dalam Konteks Komunikasi Intra dan Antar Personal self promotion dalam konteks komunikasi intra personal dilakukan untuk mendorong timbulnya motivasi dalam diri. Hal ini penting dilakukan mengingat setiap orang pasti memiliki orientasi dalam bekerja sekecil apapun orientasi tersebut. Orientasi tersebut akan memberikan nilai bagi kualitas produktivitas dan kinerja seseorang. Self Promotion dalam konteks komunikasi intra personal inilah yang akan melahirkan semangat keberpihakan dalam diri atau rasa memiliki (sense of belonging) ketika organisasi dimana tempat ia bekerja telah memberikan harapan bagi dirinya dalam bentuk dan dalam konteks apapun. Istilah ?right or wrong is my organizer? adalah cermin telah lahirnya embrio kesetiaan kepada organisasi, dan tentu hal tersebut didapatkan ketika setiap individu mau atau sudah secara terbuka melakukan self promotion dalam dirinya. Self Promotion dalam konteks komunikasi intra personal tersebut juga akan memberikan semacam proses pendewasaan berfikir terhadap suatu gejala fenomena dalam proses interaksi yang dibangun organisasi. Self Promotion dalam konteks komunikasi intra personal inilah yang menyebabkan orang semakin matang dan dewasa dalam lingkup suasana dan iklim kerja karena learning process yang panjang dengan mengambil ikhtiar dari pengalaman yang dirasakannya. Self Promotion dalam konteks komunikasi antar personal juga perlu dilakukan. Hal ini penting untuk memberikan semacam komparasi obyektif tentang kompetensi dan skill yang dimiliki oleh setiap individu. Secara umum dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang melalukan self promotion dengan pendekatan komunikasi antar personal, maka sejatinya akan melahirkan konsep ?keterbatasan? dalam diri, yakni bahwa kita memang memerlukan parameter terhadap kemampuan pribadi kita, dan kemampuan pribadi tersebut tidak dimonopoli oleh pribadi orang tersebut. Sebab semakin kita mampu melakukan komparasi terhadap perilaku dan kemampuan orang lain, maka kita akan merasakan pula sejauhmana diri pribadi kita memiliki keterbatasan. Dengan demikian self promotion memang perlu dilakukan mengingat pengakuan seseorang dalam eksistensinya di lingkup komunitas kerja, perlu apresiasi oleh orang lain, dan upaya untuk memberikan gambaran mengenai apresisi orang lain terhadap diri kita itu memberikan value apabila secara pribadi kita mampu mensosialisasikan apa yang sudah pernah kita lakukan dan perbuat secara konstruktif dan positif bagi diri kita, terlebih-lebih memberikan kontribusi bagi organisasi dimana kita mengabdi. Namun demikian self promotion dalam konteks komunikasi antar personal ini, perlu dilakukan dengan suatu pendekatan yang obyektif dan kecakapan berkomunikasi yang baik. Pendekatan yang obyektif dimaksudkan bahwa self promotion memang perlu di sosialisasikan untuk diketahui orang lain sesuai dengan apa yang pernah seseorang perbuat sebagai bentuk kontribusinya kepada orang lain. Hal ini penting mengingat tingkat sensitivitas dari implementasi self promotion ini terkadang memberikan kesempatan kepada kita justru untuk mencederai semangat komunalitas dalam lingkup komunitas kerja. Sebagai contoh, terkadang kita mempopulerkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain, terlebih-lebih kepada pimpinan, namun sejatinya pekerjaan yang kita informasikan dan sosialisasikan tersebut adalah bukan pekerjaan kita. Atau self promotion dalam konteks ini bisa saja dimanipulasi dan dicederai oleh perilaku buruk kita sebagai imbas terbukanya tingkat persaingan dalam bekerja. Kecenderungan dari destruksi self promotion ini adalah terkadang seseorang bisa menganggap dirinya bisa menyenangkan orang lain terlebih-lebih pimpinan dengan informasi yang kita berikan, dengan harapan kita nantinya jadi ?populer? dimata pimpinan. Namun caracara yang dilakukan tidak dilakukan dengan cara-cara yang elegan. Misalnya dengan menjelek-jelekkan orang lain secara personal maupun menakar kontribusi dan kemampuan orang lain, yang sejatinya hal tersebut sekali lagi justru dapat mencederai semangat kebersamaan. self promotion dalam konteks komunikasi antar personal juga perlu dilakukan dengan tingkat kecakapan berkomunikasi yang baik. Kecakapan berkomunikasi disini bukan dilihat dari pandainya seseorang bertutur secara sistematis, kemampuan orasi dan bersosialisasi yang baik dan sebagainya. Walaupun kesemua hal tersebut penting, namun yang lebih penting dari kecakapan berkomunikasi tersebut adalah etika menyampaikan suatu pandangan atau pendapat pribadi dihadapan komunitas organisasi, baik kepada bawahan, teman satu level atau kepada kepada pimpinan. Etika yang dimaksud adalah komunikasi yang dibangun haruslah melewati budaya (kultur) organisasi dimana seseorang tersebut berada. Sebab Kultur organisasilah yang akan meredefinisi perilaku seseorang terhadap publiknya sendiri. Secara kongkrit misalnya terkadang maksud seseorang baik, yakni untuk mensosialisasikan dan menginformasikan apa yang telah dilakukannya sebagai sebuah pengakuan bagi nilai eksistensinya, namun terkadang pula niat baik tersebut diintepretasikan tidak secara proporsional, yakni bisa saja seseorang justru malah disebut sebagai arogan (baca : sombong). Oleh karena itu maka untuk mempromosikan diri seseorang harus memahami betul bagaimana pola dan budaya komunikasi dalam organisasi. Budaya Organisasi Implikasinya terhadap Kecenderungan Munculnya Self Promotion Berbicara tentang budaya organisasi, maka ada satu hal yang barangkali perlu menjadi suatu gambaran, agar setidaknya kita sebagai individu dalam lingkup anggota komunitas organisasi tidak menjustifikasi budaya yang dikembangkan dan menjadi laten dalam suatu organisasi itu baik atau buruk. Sebab yang namanya budaya organisasi inheren dengan latar belakang pengelolaan organisasi itu sendiri. Ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu budaya menjadi bagian dari perilaku organisasi, salah satunya pertama, bagaimana pengelolaan organisasi dilihat dari aspek manajerial, kedua, bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh organisasi, ketiga?sejauhmana partisipasi yang disediakan oleh organisasi. Untuk menjawab faktor yang pertama, yakni yang menyangkut pengelolaan organisasi yang dilihat dari aspek manajerial, maka yang harus dicermati adalah sejauhmana organisasi memberikan deskripsi tentang mekanisme dan sistem pengelolaannya yang jika kita intepretasikan lebih detil hal tersebut dapat dilihat dari soal aturan main (rule of the game), soal job discription, dan soal-soal yang berhubungan dengan decisi?n making. Dalam konteks yang demikian itu, jika proses manajerial dilakukan secara obyektif dalam artian terbuka ruang bagi semua pihak untuk mengimplementasikan peran dan posisinya dalam suatu organisasi, maka self promotion tanpa dilakukanpun sebenarnya publik organisasi sudah merasakan produktifitas dan kontribusi masing-masing individu. Sebab tiap individu sudah terpetakan dalam pola pembagian posisi dan tugas serta masuk kedalam suatu rangkaian rentang kendali secara manajerial. Jadi apabila organisasi sudah mampu menciptakan budaya ?mengedepankan aturan main?, maka sejatinya self promotion sama sekali tidak dibutuhkan. Karena sekali lagi eksistensi seseorang dalam budaya organisasi seperti itu sudah diakui dan secara implisit hal tersebut memang sudah tertuang menjadi salah satu reward organisasi kepada individu (karyawan). Lain soal apabila baik secara infrastruktur maupun suprastruktur organisasi telah memiliki piranti atau elemen manajemen tersebut, namun secara aplikatif tidak diimplementasikan kepada individu karena beberapa sebab, misalnya faktor personality pemimpin, faktor konflik kepentingan dan lain-lain, maka self promotion menjadi suatu pilihan agar organisasi terutama pimpinan mau tidak mau melihat dan menjadi tahu bahwa setiap individu memiliki andil dalam memberikan kontribusinya buat organisasi. Faktor yang kedua adalah budaya komunikasi. Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus lihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain. Sisi ketiga adalah antara karyawan kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing. Hal inilah yang dinamakan bahwa dalam komunikasi organisasi itu akan lahir yang namanya hubungan industrial dan hubungan subordinatif. Hubungan industrial adalah hubungan yang meletakkan individu atau karyawan sebagai assetnya organisasi, karena ia asset maka ia harus dipelihara dan dikembangkan. Oleh karenanya maka prestasi dan produktifitas kinerja karyawan menjadi salah satu ukuran penting bagi eksistensi individu atau karyawan tersebut dalam suatu organisasi. Hubungan subordinatif adalah hubungan pemberian perintah antara atasan kepada bawahan. Hubungan ini harus disadari menggingat individu atau karyawan bukan cuma dilihat dalam konteks pembagian tugasnya saja. Namun juga dilihat dari rentang posisi yang diberikan organisasi kepada individu atau karyawan. Oleh karenanya maka kesetiaan dan kepatuhan karyawan menjadi salah satu ukuran penting dalam melihat eksistensi individu atau karyawan. self promotion dalam budaya komunikasi organisasi ini harus dikembangkan dan dipelihara secara obyektif. Apabila organisasi-termasuk pimpinan menciptakan budaya komunikasi yang proporsional, partisipatif dan bertendensi pada upaya penciptaan hubungan yang harmonis, maka sebenarnya karyawan tidak perlu melakukan self promotion. self promotion menjadi pentig dilakukan apabila ada salah satu dari budaya komunikasi yang dilakukan organisasi, tidak dilakukan secara fair, adil dan obyektif, akibatnya individu atau karyawan dirasa perlu melakukan suatu komunikasi yang bertujuan untuk memberikan pengakuan bahwa tiap individu atau karyawan punya andil dalam membesarkan organisasi. Tanpa kontribusi individu atau karyawan, maka peran manajer tidak akan ada apa-apanya. Tanpa peran manajer, maka seorang Direktur atau pimpinan tidak ada apa-apanya. Faktor yang ketiga adalah partisipasi. Partisipasi adalah suatu kesempatan yang diberikan oleh organisasi kepada individu atau karyawan untuk mengembangkan kemampuan atau kompetensinya kepada organisasi. Secara kongkrit organisasi akan memberikan keleluasaan kepada individu atau karyawan untuk melakukan inisiatif, kreatifitas dan kemampuan mengambil keputusan sebagai suatu learning proses kaderisasinya menjadi pemimpin, atau paling tidak mengaplikasikan proses aktualisasi dirinya dalam organisasi. Jika organisasi melakukan hal yang demikian itu, maka sebenarnya self promotion dengan sendirinya akan dilakukan oleh individu atau karyawan, karena karyawan akan menyadari bahwa proses observasi dan penilaian organisasi terhadap dirinya sangat ditentukan oleh parameter kreatifitas, pengejewantahan ide dan gagasan dan kemampuan kognitifnya dalam mengemban proses kegiatan organisasi. Jika organisasi tidak menciptakan pola partisipasi, maka salah satu implikasi yang akan muncul kemudian adalah timbulnya konflik antar kepentingan, masing-masing individu akan berupaya ?populer? dimata pimpinan namun kesemuanya tidak dalam suatu kerangka iklim yang kondusif dan tidak dibarengi oleh produktifitas dan kinerja individu atau karyawan secara obyektif. Epilog Berdasarkan deskripsi tersebut diatas, maka jelas bahwa sebenarnya self promotion adalah bagian yang tidak terpisahkan dari yang namanya kebutuhan hidup manusia secara umum. Pengakuan orang lain terhadap apa yang seseorang lakukan di tengah komunitas organisasi penting untuk membangun semangat komunalitas dan peningkatan kualitas sumber daya individu itu sendiri secara kualitatif. Tinggal persoalannya adalah apakah kemauan individu atau karyawan dalam melakukan self promotion terhadap organisasi dibarengi dengan semangat organisasi terutama pimpinan organisasi dalam menciptakan iklim atau kondisi yang kondusif bagi individu atau karyawan. Tiga faktor diatas adalah salah satu dari indikator keberhasilan organisasi dalam memanfaatkan momentum semangat individu dalam melakukan untuk kepentingan organisasi dalam jangka panjang. Khususnya dalam hal yang menyangkut kaderisasi kepemimpinan dan menciptakan TOL (totalitas, orientasi dan loyalitas) karyawan. Penulis adalah Akademisi disalah satu Perguruan Tinggi Terbesar di Jakarta Ketua Kelompok Study SEMBILAN DI Jakarta Pengurus GEMA ASGAR (Generasi Muda Asal Garut) SeJADEBOTABEK Komponen Konseptual dan Jenis-jenis Teori Komunikasi Selasa, April 22nd, 2008 in Teori Komunikasi by [kuliah-omith] Sebagaimana telah disinggung dalam modul sebelumnya bahwa ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, maka defenisidefenisi mengenai komunikasi menjadi sangat beragam. Setiap defenisi memiliki penekanan arti, cakupan dan konteks yang berbeda satu sama lainnya. Terdapat 126 defenisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank E.X. Dance. semuanya setelah dirangkum dapat dikategorikan manjadi 15 komponen konseptual. Yaitu: 1. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal. (Hoben, 1954) 2. Pengertian/pemahaman, proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. (Anderson, 1959) 3. Interaksi/hubungan/proses sosial. Interaksi adalah perwujudan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. (Mead, 1963) 4. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhankebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (Burnland, 1964) 5. Proses, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dll. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka dll. 6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran. Penggunaan kata komunikasi menunjuk pada pengalihan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya menjadi bermakna. Misal kata “pohon― mewakili objek pohon. 7. Menghubungkan/menggabungkan. Komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya. 8. Kebersamaan. Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang semula dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih. 9. Saluran/jalur/alat. Komunikasi adalah alat pengirim pesan. Misalnya telegraph, telepon, radio, kurir, dll. 10. Replikasi memori. Komunikasi adalah proses mengarahkan perhatian dengan menggugah ingatan. 11. Tanggapan Diskriminatif, komunikasi adalah tanggapan pilihan atau terarah pada suatu stimulus. 12. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima. 13. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima. 14. Waktu/situasi, komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu struktur keseluruhan situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan. 15. Kekuasaan/kekuatan, komunikasi adalah suatu mekanisme yang memimbulkan kekuatan atau kekuasaan. Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka acuan yang dapat dijadikan dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa komunikasi. Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara gabungan atau secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian dalam penelitian. JENIS-JENIS TEORI KOMUNIKASI Menurut Littlejohn (1989) berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dua kelompok: 1. Teori-teori Umum (general theories), teori ini merupakan teori yang mengarah pada bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). Karenanya teori ini memberi analisa piker suatu teori, terdiri dari: 2. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori ini adalah: Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial dan individu bagian dari struktur. Sehingga cara pandangnya dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya. Pendekatan ini menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi. Karakteristik dari pendekatan ini adalah: a. Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diacrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya dalam mengamati suatu fenomena menggunakan dalil-dalil yang jelas dari suatu kaidah. Perubahan terjadi melalui tahapan metodologis yang telah baku. b. Cenderung memusatkan perhatiannya pada ―akibat-akibat yang tidak diinginkan― (unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan. Pendekatan ini tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran. Fokus mereka pada faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran manusia. c. Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent. Oleh karena itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris yang cermat. d. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan objek yanng disimbolkan dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah ada. e. Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan ssuatu secara akurat. 3. Teori-teori Behavioral dan kognitif. Teori ini berkembang dari ilmu psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara individual. Beberapa pokok pikirannya:  Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R) yang menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon.  Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap penting serta mencari hubungan antar variabel.  Menurut pandangan ini komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses berfikir, tingkah laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol individu. Contoh lain teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah Model Psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap individu. Tujuan model ini adalah untuk memperhitungkan dan membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap tingkah laku orang perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana efek selama ini dapat ditemukan. Model ini dinamakan model psikologi karena melibatkan masalahmasalah keadaan mental dan tingkah laku orang perorangan. Moel ini berpendapat , televisi hendaknya dianggap sederajat dengan setiap pengalaman, tindakan atau observasi personal yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman (learning) maupun tindakan (acting). Jadi model ini mencakup kasus dimana televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber lain. 4. Teori-teori Konvesional dan Interaksional. Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interactionisme simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini adalah:  kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society).  Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi.  Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya. Sehingga focus pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur social, serta bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.  Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu makna dapat berubah dari waktu ke waktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok social ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relative dan temporer. 5. Teori-Teori Kritis dan Interpretif Jenis teori ini berkembang dari tradisi sosiologi interpretift, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour et al. sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School. Interpretif berarti pemahaman (verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna idak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretif umumnya menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinan-kemungkinan makna. Implikasi social kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari keseluruhan system. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa.Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah:  Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada pengalaman individual.  Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai meaning centered.  Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia. Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga perbedaan mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam pendekatannya. Pendekatan teori interpretif cenderung menghndarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolute tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentative dan relative. Sementara teoriteori kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks. Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia. A. Jenis Teori-teori Kontekstual Berdasarkan konteks dan tingkatan analisisnya, teori komunikasi dapat dibagi menjadi lima : 1. intra personal communication, yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Fokusnya adalah pada bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan inderanya. Umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui pancainderanya. 2. interpersonal communication, yaitu komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (non-media) atau tidak langsung (media). Fokus teori ini adalah pada bentukbentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator. 3. komunikasi kelompok. Fokus pada interaksi diantara orang-orang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antar pribadi, namun pembahasannya berkaitan dengan dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan keputusan. 4. komunikasi Organisasi. Mengarah pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentukbentuk komunikasi formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasiannya serta budaya organisasi. 5. komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan pada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi melibatkan keempat teori sebelumnya. Teori ini secara umum memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak komunikasi massa terhadap individu. by. Drs. Ahmad Mulyana, M.Si. Referensi: 1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003 2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996 3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey, 1996. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, sangat perlu untuk tau apa itu karakteristik studi yang ia pelajari. Terlebih lagi tentang karakteristik penelitian komunikasi yang membedakan dengan ilmu lain. Nah disini aku coba buat menguraikan: Berbicara komunikasi, banyak orang awam beranggapan bahwa komunikasi merupakan studi yang mempelajari bagaimana berbicara di depan khalayak. Ada pula yang beranggapan bahwa ilmu ini berhubungan dengan media, entah itu surat kabar, radio, maupun televisi. Namun jika seseorang telah berkecimpung dan belajar mendalami ilmu ini, ternyata isi di dalam studi komunikasi tak hanya sekedar belajar berbicara di depan khalayak ataupun berhubungan dengan media. Lebih dalam lagi ilmu komunikasi mempelajari bagaimana proses berbicara di depan khalayak, serta apa saja yang terjadi dibalik meja redaksi media. Jika boleh meminjam istilah Harold Lasswell, inti komunikasi adalah who says what in which channel to whom with what effect (Onong Uchjana Effendy, 2003 : 10). Pandangan Harold Lasswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur; komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Artinya, jika terdapat komunikator yang menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi maka pesan tersebut akan diterima oleh komunikan dan bahkan dapat menimbulkan efek tertentu. Serangkaian penjelasan dari Harold lasswell ini disebut dengan proses komunikasi. Proses komunikasi inilah yang menjadikan titik fokus dari studi ilmu komunikasi. Selanjutnya dalam proses komunikasi tesebut tercakup beberapa tingkatan; komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi sosial (Lawrence R Frey, 1991 : hal. 33-35). 1. Komunikasi intrapersonal terjadi ketika seseorang mengirimkan pesan pada dirinya sendiri dan kemudian mengirimkan pesan tersebut kepada orang lain. 2. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang yang bersifat mutualisme, keduanya saling bertukar pesan sehingga menghasilkan efek pada masingmasing pihak. 3. Komunikasi kelompok terdiri dari tiga orang atau lebih, tujuannya pun sama dengan komunikasi interpersonal, yaitu saling bertukar pesan. 4. Komunikasi organisasi merupakan gabungan dari komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, dan komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi ini paling sering dijadikan sebagai topik penelitian mahasiswa atau pakar komunikasi karena di dalamnya terkandung proses komunikasi yang melibatkan kegiatan organisasi, baik itu formal maupun informal. 5. Komunikasi sosial merupakan level komunikasi yang paling luas. Proses komunikasi yang terkandung di dalamnya mencakup komunikasi antar sistem sosial yang besar, bahkan bisa mencakup antar negara yang berbeda kebudayaan. Proses penyampaian pesan dalam komunikasi sosial ini bisa menggunakan atau tanpa media komunikasi. Kelima tingkatan dalam proses komunikasi ini merupakan area dari penelitian komunikasi. Uraian diatas adalah sedikit gambaran tentang ilmu komunikasi. Sekarang mari kita masuk pada karakteristik penelitian komunikasi yang membedakan dengan penelitian sosial lainnya: 1. Dari segi obyek penelitian. Sebagaimana yang telah disebutkan Harold Laswell, obyek penelitian dalam studi komunikasi mengandung lima aspek, yaitu sumber pesan, pesan, media penyampai pesan, pihak penerima pesan, dan efek yang ditimbulkan oleh pesan. Untuk lebih jelasnya, lihat saja contoh obyek penelitian tentang penyuluhan Program Keluarga Berencana (KB) berikut. Dalam obyek penelitian ini, tim posyandu berperan sebagai sumber pesan. Sedangkan informasi program KB adalah pesan yang disampaikan. Penyuluhan program KB itu sendiri merupakan media penyampaian pesan. Target dari program KB adalah penerima pesan. Sedangkan dampak dari penyuluhan ini adalah adanya kesadaran masyarakat, tingkat kelahiran. Dari sedikit uraian mengenai contoh penelitian komunikasi tersebut, nampak bahwa obyek penelitian komunikasi pastilah berkisar tentang pesan; bagaimana proses penyampaian pesan dan apa dampak yang ditimbulkan dari penyampaian pesan. 2. Hal pembeda kedua adalah adanya proses komunikasi yang menjadi salah satu bahasan dari obyek penelitian. Proses komunikasi itu terdiri dari dua hal; penyampaian pesan dan pertukaran makna. Penyampaian pesan mengacu pada bagaimana komunikator mengirim pesan melalui saluran komunikasi yang telah ditentukan dan kemudian bagaimana komunikan dapat menerima pesan tersebut. Pertukaran makna mengacu pada bagaimana pesan yang disampaikan komunikator dapat dimaknai oleh komunikan sehingga tidak menimbulkan gangguan (noise atau misunderstanding) (Ashadi Siregar, 2008 : 14). Ambillah contoh obyek penelitian tentang penerapan teknologi komunikasi. Dalam penelitian tersebut tentunya dibahas mengenai proses bagaimana informasi dapat disampaikan kepada bagian yang membutuhkan melalui perangkat teknologi komunikasi. Dari contoh penelitian ini didapat kesimpulan bahwa penelitian komunikasi membahas tentang proses penyebaran informasi. 3. Pembeda selanjutnya adalah berkaitan dengan referensi penelitian. Penelitian di bidang komunikasi tentunya akan mengambil referensi teori komunikasi. Berikut ada beberapa contoh obyek penelitian komunikasi lengkap dengan referensi yang digunakan. Contoh pertama adalah penelitian mengenai kajian budaya di suatu suku yang menggunakan teori semiotika komunikasi sebagai referensi. Semiotika atau semiologi adalah ilmu tentang tafsir tanda. Definisi ini membuat aplikasi semiologi sangat luas, bisa digunakan berbagai bidang keilmuan, karena semiologi adalah metode tafsir untuk seluruh tanda yang diproduksi oleh manusia. Khusus untuk penelitian di bidang komunikasi, semiologi dipakai untuk membahas fokus persoalan (problematik) komunikasi dengan dititikberatkan pada tafsir tanda pada pertukaran pesan yang diproduksi oleh partisipan komunikasi dalam suatu proses komunikasi. Semiologi komunikasi menitik beratkan pada interpretasi terhadap pesan (tanda) yang dipertukarkan dalam proses komunikasi (Andrik Purwasito, Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 42-59). Pemaknaan dalam proses komunikasi inilah yang membedakan topik semiologi dalam ilmu komunikasi dengan topik semiologi ketika dibahas oleh ilmu lain seperti sastra, hukum, seni. Contoh kedua adalah penelitian tentang media dan teknologi komunikasi baru. Penelitian ini bisa saja menjadi tema yang general dan dapat dijadikan sebagai tema penelitian sosial lainnya. Namun di dalam studi komunikasi, terdapat sebuah referensi khas studi komunikasi yang dapat digunakan untuk mengupas tema tentang media dan teknologi komunikasi baru. Referensi tersebut dikenal dengan teori determinisme teknologi media. Media dianggap sebagai ”motor perubahan”. Media merupakan alat paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan (Denis McQuail, 1996 : 97). Sementara pandangan dari determinisme teknologi bahwasanya teknologi membawa perubahan sosial. Teknologi dilihat sebagai ‘penggerak utama’ dalam sejarah. Seperti perkataan Thomas Carlyle Echoed “without tools he is nothing, with them he is all” (Daniel Chandler, September 18, 1995, http://www.aber.ac.uk/media/Documents/tecdet/tecdet.html). Teknologi yang demikian menonjol dan mempunyai pengaruh yang besar mampu mendorong terjadinya perubahan sosial (Robert H. Lauer, 1989, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, hal. 211-226). Disini muncul istilah perubahan sosial yang ternyata juga dimiliki oleh ilmu sosiologi. Namun yang menjadi pembeda, perubahan sosial yang ada di studi komunikasi muncul karena adanya determinisme teknologi, sedangkan perubahan sosial yang dikaji oleh ilmu sosiologi muncul karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti unsur geografis, ekonomis, biologis, atau kebudayaan (Soerjono Soekanto, 2003 : 305). Dari uraian diatas, nampak bahwa penelitian komunikasi memiliki keunikan tertentu yang dapat menjadi pembeda dengan penelitian sosial lainnya. Keunikan pertama adalah obyek penelitian komunikasi yang mengandung lima aspek, yaitu sumber pesan, pesan, media penyampai pesan, pihak penerima pesan, dan efek yang ditimbulkan oleh pesan. Pembeda kedua adalah tentang adanya proses komunikasi sebagai tema yang dibahas dalam penelitian. Sementara proses komunikasi itu sendiri terdiri dari dua hal, yaitu penyampaian pesan dan pertukaran makna. Pembeda yang terakhir adalah banyaknya teori komunikasi yang dapat dijadikan referensi dalam peneitian yang mana teori tersebut masing-masing memiliki keunikan tersendiri.