MENCARI DALANG HOLOCAUST

advertisement
AGENDA ZIONISME DIBALIK HOLOCAUST
Surwandono
(Dosen Fisipol UMY dan Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik UGM)
Holocaut telah menjadi tragedi kemanusian yang senantiasa diidentikan dengan etnik
Yahudi, melebihi berbagai holocaust dan genocide yang terjadi kepada etnik lainnya.
Untuk mendukung fakta ini banyak film yang telah direlease menjadi best seller. Minimal
ada 2 film besar yang mendapat apresiasi masyarakat dunia, sangat mengugah naluri
emphati , seperti sebuah film Small is Beautiful.
Film yang sangat inspirasional
bagaimana seorang bapak senantiasa memberikan ruang optimisme kepada generasi
berikutnya tatkala menghadapi tekanan yang sangat masif.
Demikian pula film Schlinder List, yang mengkonstruksi pesan bahwa Yahudi adalah
bangsa yang teraniaya secara sistematis, memilukan sehingga mengajak audience untuk
menaruh simpati terhadap sejarah bangsa Yahudi yang terpuruk. Bahwa bangsa Yahudi
adalah bangsa yang paling tersakiti di seluruh dunia, bahkan tragedi Sabra Satilla (1982),
Qana (2006) bahkan genosida di Vietnam oleh Polpot dan Bosnia oleh Slobodan
Milosevic tidaklah sebanding dengan tingkat keperihan bangsa Yahudi. Tulisan ini
membangun asusmi bahwa holocaust merupakan sebuah instrumen yang secara sengaja
didesain untuk mendapatkan dukungan sekaligus partisipasi politik.
Rekayasa Atau Fakta
Terdapat konstruksi sejarah bahwa, Yahudi merupakan bangsa yang terdiaspora, bahkan
sudah dalam dataran hopeless untuk bisa kembali menjadi bangsa yang memiliki
eksistensi. Namun lewat tangan kreatif, Theodore Herzl, harapan mulai menunjukan titik
terang. Ide cerdas Herzl adalah dengan memaklumkan idiologi Zionisme, sebagai proses
manipulasi idiologi kerinduan kepada bukit Zion yang bernuansa spiritualitas menjadi
sebuah gerakan politik yang masif. Dari ide Herzl ini kemudian rangkaian “manipulasi”
tentang Holocaust terhadap Yahudi merebak.
Melihat tahun-tahun besar terjadinya Holocaust terhadap bangsa Yahudi yang berhimpit
dengan tahun-tahun politik berdirinya negara Israel, dalam pandangan Penulis seperti
terdapat relasi yang kuat. Holocauts justru mempercepat pendirian negara Yahudi, dan
mampu memobilisasi seluruh Yahudi untuk masuk ke Palestina. Sehingga tidaklah aneh
jika terdapat hipotesis bahwa bangsa Yahudi adalah aktor intelektual dari peristiwa
holocaust terhadap sekelompok bangsa Yahudi di berbagai negara. Aktor Yahudi hanya
meminjam tangan-tangan Revolusioner Bolshevik dan Nazi-Hitler untuk memaksa orang
Yahudi agar keluar dari negara-negara dengan populasi besar guna bersama-sama masuk
ke wilayah yang sudah disediakan, tanah Kanaan.
Sebut saja tahun 1917, sebuah tahun yang monumental bagi eksistensi bangsa Yahudi
dengan lahirnya Balfour Declaration, sebuah petisi yang menawarkan ruang nyaman bagi
bangsa Yahudi untuk bisa tinggal di Palestina. Tahun 1917 juga menjadi tahun Revolusi
Bolshevik, sebuah revolusi komunisme di Rusia yang mengakibatkan terusirnya
masyarakat Yahudi dari Rusia.
Ada benang merah yang kuat, bahwa sebenarnya revolusi Bolshevik yang menjadi pintu
terusirnya bangsa Yahudi adalah sebuah rekayasa besar dari Zionisme untuk mengusir
bangsa Yahudi dari Rusia agar berbondong-bondong masuk ke Palestina. Analisis yang
mengatakan revolusi Bolshevik adalah blessing indisguise bagi bangsa Yahudi
adalah
prematur, karena jangan-jangan justru Zionisme internasional yang menciptakan atau
menggunakan Revolusi ini untuk melakukan pengusiran bangsa Yahudi.
Fakta kedua yang juga cukup mencengangkan adalah peristiwa camp concentration yang
diklaim telah membunuh masyarakat Yahudi di Jerman sampai dalam bilangan 6 juta.
Sedangkan dalam pandangan Rafsanjani, korban berbasis Yahudi dalam tragedi ini
adalah tidak lebih dari 20.000, sebuah upaya pemutarbalikan sejarah agar masyarakat
Yahudi tampak sebagai masyarakat yang teraniaya. Adalah tidak rasional jika penduduk
Yahudi di dekade 1930 telah mencapai 6 jutaan. Amerika Serikat sebagai basis
masyarakat Yahudi tatkala itu tidaklah mencapai angka itu.
Mirip dengan holocaust di Rusia dengan revolusi Bolshevik, program Camp Konsentrasi
dari Nazi-Hitler, memiliki keterdekatan makna dengan program pendudukan Yahudi di
Palestina. Dalam pandangan penulis, Kamp Konsentrasi telah dijadikan pendulum bagi
migrasi besar-besar etnis Yahudi dari seluruh dunia. Fakta yang diungkap Geraudy
sangatlah menarik, setelah holocaust di Jerman, Populasi penduduk Yahudi di Palestina
pada 1937 telah melebihi populasi penduduk Arab..
Artinya ada sebuah relasi yang kuat antara peristiwa Kamp Konsentrasi dengan migrasi
politik Yahudi. Sekali lagi ini juga bukan blessing in disguise. Ini adalah sebuah upaya
sistematis yang memang didesain oleh regim Zionisme Internasional guna memaksa
orang Yahudi berbondong-bondong masuk ke Palestina. Dalam pandangan seorang
Geraudy bahwa berbondong-bondongnya masyarakat Yahudi ke Palestina telah
memperkuat optimisme banga Yahudi untuk memiliki negara di tanah yang benar-benar
dijanjikan Taurat, sebuah tanah Kanaan.
Penutup
Seorang Ahmadinejad adalah seorang figur yang mempercayai logika ilmiah daripada
sebuah manipulasi. Sehingga penindasan dan kolonialisme Israel terhadap Palestina
sampai saat ini sebagai politik kompensasi atas penindasan bangsa Yahudi adalah tidak
reliable. Pembongkaran terhadap politik manipulasi perlu dibahas dalam sebuah
konferensi ilmiah. Seorang Ahmadinejad tidaklah emosional dengan membuat sebuah
forum yang berisi hardikan tanpa fakta dan data yang akurat.
Ahmadinejad hendak membawa kebohongan Zionisme ke dalam sebuah pentas ilmiah
yang kredible. Sebuah pentas untuk menempatkan sejarah Yahudi secara proporsional,
tidak kurang dan tidak lebih. Sebuah upaya yang seharusnya didukung oleh masyarakat
ilmiah internasional namun ditolak merupakan bentuk in-konsistensi negara-negara
pendukung Israel yang selama ini mendewakan obyektivitas.
Ada sesuatu yang sengaja dikontruksi secara permanen, bahwa strategi holocaust adalah
sebuah peristiwa pahit yang secara sengaja dibangun oleh Zionisme internasional, agar
menjadi sebuah daya tawar atas kolonialisme yang selama dijalankan terhadap bangsa
Palestina. Konferensi Holocaust justru akan menjadi kuburan mitos holocaust, yang akan
membuka sebuah politik manipulasi yang selama ini dibangun.
Sudah saatnya, bangsa Yahudi harus bersikap dewasa. Konferensi justru bisa
dipergunakan Zionisme untuk menepis analisis yang cenderung menyudutkannya.
Harusnya Zionisme internasional hadir dalam forum tersebut, bukannya malah
memboikot. Semoga Israel Mampu Menyadarinya. Wallohu A’lam
Download