BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perkembangan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan globalisasi kiranya makin memuncak seiring tuntutan
zaman yang serba dinamis dan juga praktis. Berbicara mengenai pandangan
kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi tak lepas dari pembicaraan
mengenai globalisasi yang menjadi faktor utama dalam kemajuan dunia
perdagangan. Adannya kemudahan lintas batas Negara, kemajuan teknologi
industri dan pemasaranpun turut mempengaruhi perdagangan dalam negeri
hingga internasional. Tentu saja hal tersebut didorong oleh kebutuhan
mesyarakat dunia terhadap kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier.
Contohnya seperti adanya kebutuhan barang yang sangat mendesak dan
sifatanya primer seperti barang-barang berteknologi tinggi dan juga obatobatan tertentu yang memang baru bisa dibuat oleh masyarakat dari luar
negeri. Di zaman moderen ini, masyarakat Indonesia tak lagi kesulitan untuk
memperoleh barang-barang dari luar negeri di pasaran. Tentu saja hal ini
dilator belakangi oleh adanya perdagangan bebas yang dilakukan oleh
Indonesia dengan Negara-negara asing, baik ekspor maupun impor. Tetapi
meski dilandasi dengan tujuan yang baik, perdagangan bebas internasional
ternyata menimbulkan dampak negatif yang berkesinambungan dan menjadi
salah satu problematika pelik di Negara ini. Akibatnya, hal tersebut sedikit
1
2
banyak telah mempengaruhi pola perkembangan masyarakat Indonesia dalam
berbagai aspek kehidupan.
Perdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam
perekonomian setiap negara. Tidak ada satu negara pun di muka bumi ini
yang tidak melakukan hubungan dagang dengan pihak luar negeri.
Perekonomian setiap negara praktis sudah terbuka dan terjalin dengan dunia
internasional. Perekonomian tertutup hanya tinggal ada dalam teori untuk
kepentingan metodologi. Begitu juga dengan Indonesia. Perdagangan luar
negeri menjadi semakin penting, bukan saja dalam kaitan dengan haluan
pembangunan yang berorientasi ke luar, yakni membidik masyarakat
dinegara-negara lain sebagai pasar hasil-hasil produksi dalam negeri, tapi juga
berkaitan dengan pengadaan barang-barang modal untuk memacu industri
dalam negeri.
Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang selalu berupaya
untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama mewujudkan
masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera. Dalam memenuhi
kebutuhan akan pembangunan diperlukan biaya yang besar dan tidak dapat
dipenuhi sendiri sehingga memerlukan kerjasama dengan Negara lain dalam
perdagangan internasional. Dengan adanya tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan ini maka Indonesia harus melakukan hubungan dengan luar negeri
melalui perdagangan internasional. Walaupun ekspor dapat memberikan
3
kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan perekonomian suatu Negara
namun impor juga memegang peranan yang penting bagi pembangunan
ekonomi suatu Negara. Kebijakan impor sepenuhnya ditunjukan agar bisa
mendorong kelancaran arus perdagangan luar negeri, dan meningkatkan lalu
lintas modal luar negeri untuk kepentingan pembangunan dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Nilai impor Indonesia tidak terlepas dari pengaruh permintaan dalam negeri
barang-barang konsumsi dan impor atas bahan baku serta barang modal yang
jumlah pasokannya belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh industri-industri
dalam negeri (Athiah ramadhani, 2010). Sedangkan pemerintah Indonesia
pada saat ini masih dan akan mengejar ketertinggalan dibidang ekonomi dan
tekhnologi dari Negara maju, selain itu Indonesia akan dihadapkan dengan
adanya pasar bebas atau dikenal dengan istilah globalisasi, dimana persaingan
perdagangan besar Indonesia akan produk atau barang yang masuk dari luar
negeri semakin lebih muda, karena produk atau barang tidak akan dikenakan
pajak (bea masuk). Sedangkan pada impor Indonesia meningkat sejalan
dengan peningkatan pembangunan. Pengembangan kapasitas produksi dalam
negeri memerlukan impor barang-barang modal yang belum di produksi
dalam negeri perlu di impor. Disamping itu pembangunan proyek-proyek
prasarana yang diperlukan untuk mendukung kapasitas produksi dalam negeri
yang semakin berkembang memerlukan impor (Ahmad jamli,1992).
4
Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Cina seakan menjadi
ancaman bagi Negara-negara besar di dunia. Hal ini mendorong Cina
melakukan kerjasama perdagangan bebas (Free Trade Area) dengan berbagai
Negara dan kawasan perekonomian seperti ASEAN. ACFTA atau ASEANChina Free trade Area adalah kerja sama perdagangan bebas antara Negaranegara anggota ASEAN dan China mengenai penurunan tarif, bea masuk, dan
pajak. Berdasarkan perjanjian perdagangan bebas antara enam Negara anggota
ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei
Darussalam) dengan China tersebut, Negara-negara ini bersepakat untuk
memperkuat dan meningkatkan kerja sama perdagangan di antara mereka dan
meliberalisasi perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau
penghapusan tarif atau bea masuk. Selain itu, perjanjian ini dimaksudkan
untuk mencari area baru dan mengembangkan kerja sama ekonomi yang
saling menguntungkan dan memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif
dengan Negara anggota baru ASEAN dan menjembatani celah di antara
Negara-negara tersebut. Dalam kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN
dan China diatur tentang kesepakatan penurunan tarif dan kerjasama dalam
penghapusan tarif untuk mempermudah perdagangan internasional seperti
WTO (World Trade Organization). Konsekuensi dari adanya kesepakatan
Negara-negara anggota ASEAN dengan China mengenai perdagangan bebas
termasuk Indonesia berlaku mulai tahun 2010.
5
Pemerintah RI waktu itu mengajukan tiga alasan pokok mengapa
kesepakatan ACFTA harus disetujui. Pertama, penurunan dan penghapusan
tarif serta hambatan nontarif di Cina membuka peluang bagi Indonesia untuk
meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya
terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Kedua, penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka
peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih lebih banyak investasi dari Cina.
Ketiga, peningkatan kerja sama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas
membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, technologi
transfer, dan managerial capability. Konsekuensinya bagi Indonesia sendiri,
setelah kesepakatan ACFTA berlaku efektif 1 Januari 2010, kita harus
membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara peserta. Arus
produk-produk impor dari ASEAN dan China lebih mudah masuk ke
Indonesia dan lebih murah lantaran ada pengurangan tarif dan penghapusan
bea masuk, serta tarif akan menjadi 0% dalam waktu tiga tahun. Demikian
pula sebaliknya, produk-produk bermerek Indonesia dan diproduksi di
Indonesia memiliki peluang yang sama untuk memasuki pasar dalam negaranegara ASEAN dan China sedemikian rupa sehingga tiap negara memiliki
peluang yang sama untuk mengekspor produk-produk dalam negerinya ke
negara-negara peserta kesepakatan tersebut.
6
Pada tanggal 1 Januari 2010 indonesia telah membuka pasar dalam
negeri secara luas kepada Negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan
pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara
enam Negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura,
Filipina dan Brunei Darussalam) dengan China, yang disebut dengan ASEAN
China Free Trade Agreement (ACFTA). Produk-produk impor ASEAN dan
China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya
pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen
dalam jangka waktu tiga tahun. Sebaliknya, Indonesia juga memiliki
kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam Negara-negara ASEAN
dan China (Dewitari, dkk 2009).
Beberapa
kalangan
menerima
pemberlakuan
ACFTA
sebagai
kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang
sebagai ancaman. Dalam ACFTA, kesempatan atau ancaman ditunjukan
bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang positif karena bisa
memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Keuntungan yang diperoleh
oleh Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PNN produkproduk baru masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seriring
dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah
produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk Cina yang
7
masuk keindonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan
pajak bagi pemerintah.
2. Persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu
persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan
menguntungkan konsumen.
Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan,
kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan
berbagai alasan. ACFTA, di antaranya, potensi membangkrutkan banyak
perusahaan dalam negeri. bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan
imbas dari membanjirnya produk cina yang ditakutkan dan memang sudah
terbukti memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan
industri mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam
pemutusan hubungan kerja (PHK). Tekanan dari kalangan pengusaha industri
agar pelaksanaan ACFTA ditunda menandakan besarnya pengaruh negatif
terhadap industri di Indonesia. Sementara itu pemerintah tetap menjalankan
kesepakatan dengan tetap mengkaji dan mengevaluasai berbagai hal untuk
dapat tetap meningkatkan daya saing Indonesia antara lain terkait dengan
prasarana, biaya ekonomi tinggi, biaya transportasi, dan sektor makro lainnya.
Karena sekalipun pemerintah menunda pelaksanaan ACFTA untuk waktu
tertentu bagi produk-produk tertentu, pada akhirnya perlindungan tersebut
juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar
8
kesepakatan dan melindungi industri dalam negeri, konsumen dirugikan
karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal dan perekonomian
menjadi tak berkembang.
Tetapi kenyataanya, pemerintah cenderung lambat mengantisipasi
implementasi kerja sama perdagangan bebas yang sudah di tanda tangani.
Bukan hanya terhadap implementasi ACFTA, tetapi sejak tahun 1992 ketika
Indonesia menandatangani persetujuan AFTA (ASEAN Free Trade Area)
mengenai sektor produksi lokal di seluruh Negara ASEAN. Dengan
persetujuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai
basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan
nonbea dalam ASEAN, sekaligus untuk menarik investasi asing langsung ke
negara-negara anggota ASEAN. Berbeda dengan RI, pelan namun pasti
negara-negara ASEAN lain secara konsisten terus mempersiapkan diri,
membenahi para pelaku usahanya, mengatur dan menata kondisi ekonomi,
serta memperbaiki iklim usaha nasional mereka agar lebih kondusif bagi
investasi dan dunia usaha.
Di dalam negeri RI sendiri, proses yang sepadan terhenti akibat
terjadinya
peristiwa goro-goro reformasi tahun 1998. Peristiwa jatuh
bangunnya rezim politik pasca-1998 membawa konsekuensi lebih lanjut di
mana laju ekonomi nasional mengalami stagnasi dan kontinuitas perdagangan
terhambat. Pemerintah cenderung sibuk mengurusi dirinya sendiri untuk
9
mempertahankan kekuasaan, sementara dunia usaha berjalan sendiri untuk
survive meskipun nyaris tanpa dukungan pemerintah. Memang pemerintah
berperan besar dalam perjanjian liberalisasi perdagangan termasuk ACFTA
pada tahun 2002, tetapi itu cenderung dilakukuan secara gegabah, krang
perhitungan, dan tanpa persiapan memadai. Akibatnya, setelah kesepakatan
ACFTA diberlakukan dan arus barang impor mulai membanjiri pasar
nasional, pemerintah seolah kalang kabut lantaran baru menyadari sepenuhnya
bahwa industri nasional seperti tak berkutik dan kalah bersaing dengan
industri asing.
Produk dalam negeri yang bersaing ketat di pasar adalah industri
kerajinan seperti properti dan furniture, industri hasil hutan yang selama ini
menjadi unggulan Indonesia dalam pasar domestik maupun mancanegara dan
yang paling merasakan dampak langsung arus perdagangan bebas dengan
Cina adalah industri tekstil karena industri inilah yang paling diunggulkan
dinegeri tirai bambu tersebut. Sedangkan diindonesia
sendiri juga cukup
menonjol dalam dunia perundustrian sektor tekstil sehingga secara tidak
langsung akan terjadi sebuah perang harga di pasaran dalam negeri. apalagi
produk tekstil Cina biasanya lebih murah dari pada produk dalam negeri.
serbuan produk-produk cina berupa kain dan garmen sudah mulai dirasakan
oleh pasar dalam negeri sejak awal berlakunya ACFTA. Ancaman ini
dirasakan oleh industri tekstil besar maupun industri kecil menengah karena
10
masyarakat akan cenderung lebih memilih tekstil dari Cina yang harganya
relatif murah. Selama ini produk kain dan garmen yang berasal dari Cina
harganya lebih murah 15%-25% bila dibandingkan dengan produk dalam
negeri. selain itu, produk pakaian jadi impor asal Cina diakui sejumlah
pedagang lebih diminati masyarakat karena kualitas dan modelnya yang lebih
mengikuti tren. Namun demikian, adapula faktor lain seperti selera
masyarakat terhadap pembelian produk Cina. Keunggulan tekstil Cina adalah
pada bahan baku katun. Sedangkan pada produk tekstil sintesis, Cina justru
mengimpor bahan baku dari Indonesia karena bahan baku tersebut banyak dan
murah di Indonesia. Tetapi karena biaya produksi yang tinggi dan kondisi
infrastruktur yang belum mendukung seperti kondisi jalan yang masih buruk
atau tarif listrik yang masih tinggi menyebabkan harga produk kita masih
lebih mahal dibandingkan dengan produk Cina dalam bisnis Indonesia. Oleh
karena itu, sektor yang paling tidak diuntungkan adalah usaha katun seperti
tekstil batik katun.
Menteri Mari Elka Pangestu semasa menjabat menteri perdagangan
untuk melindungi pasar dalam negeri. sepanjang periodenya pemerintah
melakukan terobosan-terobosan dan negosiasi-negosiasi untuk mengurangi
resiko yang mungkin terjadi akibat arus perdagangan bebas ACFTA. Pelan
namun pasti pemerintah menghasilkan instrument kebijakan yang mangarah
pada pengamanan pasar dalam negeri dan perlindungan pelaku usaha
11
nasional.
Pemerintah
juga
mempersiapkan
sejumlah
langkah
guna
mengantisipasi ketidakberimbangan neraca perdagangan Indonesia-Cina pasca
implementasi kerja sama perdagangan ACFTA.
Berbagai kebijakan disiapkan untuk melindungi industri-industri lokal
dari membanjirnya produk-produk impor. Diantaranya, memastikan semua
barang dari luar negeri masuk secara resmi dengan ketentuan bea masuk
sebesar 0% agar perdagangan berlangsung fair dan harga di pasar dalam
negeri dapat bersaing. Pemerintah juga mengeluarkan berbagai instrumen
kebijakan dan tindakan untuk melindungi konsumen domestik dari produkproduk luar yang tidak berkualitas dan berpotensi merugikan konsumen.
Instrumen
kebijakan
strategis
yang
disusun
pemerintah
adalah
memberlakukan sejumlah tindakan pengamanan pasar guna menghindari
praktik perdagangan yang tidak adil dan tidak sehat. Bentuk pengamanan
tersebut diantaranya adalah pemberlakuan standar mutu produk dengan label
SNI (Standar Nasional Indonesia), label bahasa Indonesia, standar kesehatan
terhadap produk-produk tertentu dan lain sebagainya. Standardisasi produk
baik melalui SNI, label bahasa Indonesia, dan ketentuan standar kesehatan
terhadap produk-produk impor ini diberlakukan terutama guna menjamin
perlindungan konsumen dalam negeri.
Selain menerapkan aneka instrumen tersebut, pemerintah juga berusaha
menahan laju banjir barang-barang impor melalui pintu-pintu masuk
12
perdagangan barang. Pembatasan ini tertuang dalam Permendag No.57 tahun
2010 yang mengatur bahwa produk makanan dan minuman, pakaian jadi,
elektronik, mainan anak, dan alas kaki hanya boleh masuk melalui lima
pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Belawan (Medan), pelabuhan
Tanjung Perak (Surabaya), pelabuhan Makassar, dan pelabuhan Tanjung Mas
(Semarang). Sementara untuk makanan dan minuman juga dapat masuk
melalui Pelabuhan Dumai dan Jayapura. Pembatasan pelabuhan ini sangat
penting artinya dalam rangka menghindari praktik penyelundupan, dan secara
umum untuk mengawasi secara lebih ketat terhadap impor barang-barang
tersebut ketanah air yang berpotensi menciptakan perdagangan yang tidak adil
dari industri luar negara dengan produsen dalam negeri.
Selain itu, untuk menurunkan defisit perdagangan pemerintah perlu
terus melakukan pendekatan bilateral membahas kerja sama Indonesia dengan
Cina, ASEAN, dan negara-negara lain untuk meningkatkan volume
perdagangan yang berimbang serta join production antara Indonesia dan
negara-negara tersebut. Perundingan dan dialog-dialog formal dan informal
harus lebih digenjarkan (terutama lewat komite perdagangan yang sudah
terbentuk pada tahun 2007) agar dicapai kesepakatan dagang yang saling
menguntungkan tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional masingmasing. Kebijakan resmi pemerintah ini sudah mengalami kemajuan untuk
sedapat mungkin memanfaatkan ACFTA dengan segala konsekuensi masalah
13
yang dihadapinya. Bagi Indonesia sendiri, Cina merupakan pangsa pasar yang
sangat besar dengan tingkat pertumbuhan kelas menengah yang tinggi dimana
Negara kita banyak mengekspor produk yang berbasis sumber daya alam
(SDA) seperti petambangan dan pertanian ke Negara tersebut.
Latar belakang dan kondisi diatas mendorong penelitian akan
hubungan Indonesia-cina dan untuk dapat mendukung pelaksanaan penelitian
ini maka peneliti membuat skripsi dengan judul “Pengaruh PDB, Kurs,
Inflasi dan Tarif Bea Masuk Terhadap Impor Kain dari Cina di
Indonesia Tahun 1983-2012”.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan
adalah data tahunan dari tahun 1983-2012. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah impor pakaian dari Cina ke Indonesia sedangkan variabel
independennya adalah Pendapatan Nasional (PDB), Kurs, Inflasi dan Tarif .
Data yang dibutuhkan berkaitan dengan data impor ,pendapatan nasional, nilai
tukar, Inflasi dan Tarif
maupun data yang lainnya. Sumber data dari
penelitian ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS) berbagai terbitan.
14
C. Rumusan Masalah
Perkembangan impor kain dari Cina di Indonesia selama ini mengalami
peningkatan yang tinggi dan signifikan, terutama sejak dimulainya kerjasama
ACFTA pada awal tahun 2010. Inti permasalahan yang dihadapi Indonesia
adalah tingginya ketergantungan akan produk impor kain dari Cina seiring
dengan pertumbuhan industri dalam negeri yang menuntut ketersediaan bahan
baku dan barang modal untuk proses produksi. Pertumbuhan impor kain dari
Cina akan semakin besar bila tidak diimbangi dengan kemampuan Negara
dengan memiliki indikator makro lainnya kurs rupiah terhadap dollar AS,
pendapatan nasional. Sementara kebijakan subtitusi impor pada kenyataan
belum menunjukan hasil yang baik karena daya saing produk domestik yang
rendah, sehingga kecenderungan nilai impor kain dari Cina di Indonesia juga
semakin meningkat sementara faktor harga kurs, inflasi dan tarif bea masuk
juga berdampak pada tinggi rendahnya nilai impor kain dari Cina di
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas
yang telah di
kemukakan
sebelumnya, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
impor kain dari Cina di Indonesia?
15
2. Seberapa beasar pengaruh Nilai Tukar (Kurs) terhadap impor kain dari
Cina di Indonesia?
3. Seberapa beasar pengaruh Inflasi terhadap impor kain dari Cina di
Indonesia?
4. Seberapa besar pengaruh Tarif bea masuk terhadap impor kain dari
Cina di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan penjelasan latar belakang permasalahan dan rumusan
masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Produk Domestik Bruto
terhadap impor kain dari Cina di Indonesia.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Kurs terhadap impor kain
dari Cina di Indonesia.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh inflasi terhapad impo kain
dari Cina di Indonesia.
4. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Tarif bea masuk terhadap
Impor kain dari Cina di Indonesia.
16
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu sebagai berikut:
1. Untuk memahami dan mendalami masalah-masalah dibidang ilmu
ekonomi
khususnya
yang
berkaitan
dengan
perdagangan
internasional.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi
dan masukan yang berguna dalam menetapkan kebijakan dan
langkah-langkah yang di ambil dalam menghadapi ACFTA.
3. Sebagai bahan untuk pertimbangan bagi pemerintah tentang upaya
antisipasi yang diambil dalam menghadapi masuknya produk Cina
yang bisa menjadi ancaman bagi produk lokal.
4. Khususnya manfaat bagi peneliti menambah pengalaman dan
wawasan ilmu pengetahuan terutama pada bidang ekonomi pada
umumnya.
Download