ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish as Rendang With Vacuum Packaging at Room Temperature Storage and Cold Temperatures Oleh RAHMADANA.S G 311 09 282 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish as Rendang With Vacuum Packaging at Room Temperature Storage and Cold Temperatures Oleh RAHMADANA.S G 311 09 282 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Pertanian PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 HALAMAN PENGESAHAN Judul : ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN Nama : RAHMADANA.S Stambuk : G 311 09 282 Program Studi : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN Disetujui 1. Tim Pembimbing Dr.rer.nat.Zainal,S.TP.,M.Food.Tech Pembimbing I Ir. Nandi K. Sukendar, M.app Sc Pembimbing II Mengetahui 2. Ketua Jurusan Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS NIP. 19570923 198312 2 001 Tanggal Lulus: Desember 2012 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana Ir. Nandi K. Sukendar, M.app Sc NIP. 19571103 198406 1 001 Rahmadana.S (G31109282). Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish as Rendang With Vacuum Packaging at Room Temperature Storage and Cold Temperatures Supervised by Zainal dan Nandi K Sukendar. ABSTRACT The objective of this research was to determine how many days the self life of rendang tuna which is packed normall and by using vacuum method at room temperature and cold storage and to determine the quality of rendang tuna which was packed normall and by using vacuum method at room temperature and cold storage. The treatment used in this study was A1B1(normall packaging stored at room temperature), A1B2 (normally packaging stored at cold temperature), A2B1 (vacuum packaging stored at room temperature), and A2B2 (vacuum packaging stored at room temperature). Observation parameters were organoleptic test, free fatty acid, pH, and total microbes. The data was processed by using descriptive analysis. The results showed that rendang tuna fish could only be stored for 18 days with vacuum packaging at cold temperatures. Keywords: rendang tuna fish, type of packaging, storage time Rahmadana.S (G 31109282). Analisa Masa Simpan Rendang Ikan Tuna dalam Kemasan Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang Dan Suhu Dingin.Dibawah bimbingan Zainal dan Nandi K Sukendar. RINGKASAN Produk rendang ikan tuna mudah rusak tanpa perlakuan khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa hari masa simpan produk rendang ikan tuna yang dikemas dengan metode biasa dan vakum yang masing-masing disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dan untuk mengentahui kualitas produk rendang ikan tuna yang dikemas secara vakum dan biasa yang disimpan pada suhu dingin dan suhu ruang. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu A1B1 (Pengemasan biasa disimpan pada suhu ruang), A1B2 (Pengemasan biasa disimpan pada suhu dingin), A2B1 (Pengemasan vakum disimpan pada suhu ruang), serta A2B2 (Pengemasan vakum disimpan pada suhu dingin). Parameter pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji organoleptik, asam lemak bebas, pH, dan total mikroba. Pengolahan data yang digunakan menggunakan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa rendang ikan tuna hanya dapat dikonsumsi selama 18 hari dengan pengemasan vakum yang disimpan pada suhu dingin. Kata Kunci :rendang ikan tuna, jenis kemasan, dan lama penyimpanan, KATA PENGANTAR Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur tiada lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.rer.nat. Zainal, S.TP.,M.Food.Tech dan bapak Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS dan Dr. Ir. Rindam Latief, MS selaku penguji yang telah meluangkan waktunya guna memberikan masukan dan petunjuk menuju kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan banyak Ilmu selama penulis berkuliah, dan kepada seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu. Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, sama halnya dengan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan tetapi penulis sadari bahwa kesalahan merupakan motivasi dan pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Dan semoga laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, khususnya penulis, Amin. Wassalam Makassar, Agustus 2013 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang tak akan ada habisnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis. Ayahanda Tercinta Muh. Saleh, dan almarhumah Ibu yang selalu penulis banggakan Andi Atika dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah mengasuh, membimbing dan memberikan dukungan baik materi maupun moril serta mengalirkan do’a yang selalu meyertai setiap langkah penulis.. Tak lupa pula saudara tercinta Mustika Saleh, Zainal Saleh, Asman Saleh, Akbar Saleh, Rabiatul Alwiah, dan Awal Mubarak kakak dan adik yang selalu terus mendukung dan memotivasi kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada mereka yang telah membantu : 1. Keluarga besar Ayahanda dan Ibunda penulis yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tulus dan ikhlas hingga skripsi ini terselesaikan. 2. Terima kasih buat mama tiriku Sanneng dan adik tiriku Nurul Izzah dan Ali Azhar yang selalu terus mendukung dan memotivasi kepada penulis, terima kasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis 3. Terima Kasih juga buat ipar-iparku k”Tia, K”sa’diah, k”ida, k”ummah, k”Udin dan keponakanku reza, fayyaz, arul, ayu, ezad, dan haidar yang selalu terus mendukung dan memotivasi kepada penulis dan terima kasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis 4. Sahabat-sahabatku Andi Tenri Lawang S.TP, Husnul Khatimah Yasin S.TP, Hikma Sulaiman, Munirah Muchtar, dan Mukarramah Lubis. Terima kasih atas dukungan, kebersamaan, canda, tawa yang telah terjalin selama ini. Dan teman seperjuangan dalam pengurusan berkas Asriyanti, Muhpidah, Hasrayanti, dan Nur Azizah,,terima kasih atas motivasinya. 5. Teman- Teman The Texa 09 UH yang telah memberikan motivasi dan dukungannya. 6. Teman-teman Tekpert 09 dan seluruh Warga KMJ TP UH, kakanda dan adinda yang telah memberikan motivasi dan dukungannya. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis. RIWAYAT HIDUP PENULIS Rahmadana.S lahir di Tajuncu Soppeng tepatnya pada Tanggal 29 Maret 1990. Penulis dilahirkan dari pasangan Muh.Saleh dan Andi Atika (Almh) Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah : 1. TK Pertiwi Donri-Donri, Soppeng. Tahun 1994-1996 2. Sekolah Dasar Negeri 35 Tajuncu. Soppeng. Tahun 1996-2002. 3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Donri-Donri, Soppeng. Tahun 2002-2005. 4. Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Donri-Donri. Tahun 2005-2008. 5. Pada Tahun 2009 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar. Selama menjalani studinya di Universitas Hasanuddin, penulis pernah menjadi asisten Aplikasi Teknologi Hasil Nabati. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (HIMATEPA UH). DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................. 1 B. Perumusan Masalah .................................................... 3 C. Tujuan dan Kegunaan ................................................. 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan .............................................................................. 5 B. Ikan Tuna ..................................................................... 5 C. Rendang ...................................................................... 8 D. Bumbu ......................................................................... 10 E. Masa Simpan ............................................................... 18 F. Pengemasan................................................................ 20 G. Penyimpanan ............................................................... 23 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ...................................................... 29 B. Alat dan Bahan ............................................................ 29 C. Prosedur Penelitian ..................................................... 30 1. Persiapan Bahan .................................................... 30 2. Pembuatan Rendang Ikan Tuna............................. 31 Halaman D. Perlakuan Penelitian .................................................... 32 E. Parameter Pengamatan ............................................... 33 F. Prosedur Analisa ......................................................... 33 G. Pengolahan Data ......................................................... 35 H. Diagram Alir ................................................................. 36 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik Suhu Ruang dan Suhu Dingin .......... 37 1. Warna ..................................................................... 37 2. Aroma ..................................................................... 39 3. Tekstur ................................................................... 42 4. Rasa ....................................................................... 44 B. Kandungan Asam Lemak Bebas ................................. 45 C. Derajat Asam(pH) ........................................................ 49 D. Total Mikroba ............................................................... 50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................. 52 B. Saran ........................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 53 LAMPIRAN ...................................................................................... 58 DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 1. Rancangan Perlakuan Penelitian ........................................... 32 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 01. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Warna Rendang Ikan Tuna ................................................... 38 02. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Aroma Rendang Ikan Tuna ................................................... 40 03. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Tekstur Rendang Ikan Tuna .................................................. 42 04. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Rasa Rendang Ikan Tuna...................................................... 44 05. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Asam Lemak Bebas Rendang Ikan Tuna .............................. 46 06. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap pH Rendang Ikan Tuna ......................................................... 49 07. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Total Mikroba Rendang Ikan Tuna ........................................ 50 DAFTAR LAMPIRAN No. 1. Judul Halaman Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Ruang pada Rendang Ikan Tuna ...................................................... 2. Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Dingin pada Rendang Ikan Tuna ..................................................... 3. 58 58 Hasil Rerata Analisa Asam Lemak Bebas pada Rendang Ikan Tuna ...................................................................................... 58 4. Hasil Rerata Analisa pH pada Rendang Ikan Tuna .............. 59 5. Hasil Rerata Analisa Total Mikroba pada Rendang Ikan 6. Tuna ...................................................................................... 59 Dokumentasi Gambar Rendang Ikan Tuna ........................... 60 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus spp) memiliki kualitas daging yang sangat baik, lembut, dan lezat, serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan lengkap terutama kandungan protein (asam amino essensial lengkap), vitamin, mineral serta memiliki kandungan kolesterol rendah. Tetapi ikan tuna memiliki sifat yang mudah rusak, baik kerusakan kimiawi, fisik maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui poripori ikan. Ikan tuna termasuk keluarga Scombroidae banyak mengandung senyawa asam amino histidin yang mudah mengalami proses dekarbolasi menjadi senyawa histamin. Kadar histamin pada ikan dapat digunakan sebagai indikator kemunduran mutu. Keberadaan histamin pada bahan pangan ini menandakan tingkat kerusakan bahan tersebut. Produksi histamin pada ikan dalam jumlah besar berpotensi menimbulkan racun. Daging ikan tuna dapat diolah sebagai makanan tradisional seperti rendang ikan tuna. Pada saat sekarang ini rendang bukan hanya dari daging tetapi rendang dapat dibuat dari ikan tuna. Rendang ikan tuna merupakan produk olahan dari ikan tuna yang dimasak didalam campuran santan dan bumbu. Dalam penanganan pasca pengolahan dibutuhkan suatu kemasan yang baik agar dapat mempertahankan kualitas rendang ikan tuna. Rendang ikan tuna termasuk makanan yang memilki kandungan asam karena pada proses pembuatan ditambahkan tomat dan asam. Pemberian asam ke dalam bahan pangan daging mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya mendapatkan citarasa yang diinginkan serta berkhasiat dalam mencegah pertumbuhan mikroba, karena dapat menurunkan pH pada bahan pangan. Pengemasan rendang ikan tuna dapat dilakukan dengan pengemasan vakum karena mikroorganisme anaerobik seperti Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh pada makanan yang memiliki tingkat keasaman rendah dengan pH 1-4,8. Kemasan mempunyai peranan yang sangat besar untuk mencegah dan memperlambat terjadinya kerusakan yang sangat besar pada bahan makanan. Jenis pengemasan yang digunakan untuk bahan kemasan sangat berpengaruh besar kepada lama penyimpanan bahan makanan, untuk memperlambat kerusakan mutu yang ada dalam makanan. Sehingga makanan lebih lama disimpan dan kualitasnya akan lebih tahan lama pada suhu ruang dan suhu dingin. Semakin berkembangnya teknologi diberbagai bidang, maka saat pengemasan bahan pangan dapat dilakukan dengan metode pengemasan vakum dan pengemasan biasa. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai berapa hari masa simpan produk rendang ikan tuna yang dikemas dengan metode biasa dan vakum yang masing-masing disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. B. Perumusan Masalah Produk rendang ikan tuna bersifat mudah rusak apabila tanpa perlakuan khusus karena rendang ikan tuna mengandung santan Kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh (Kataren, 1986). Cara pengemasan dan suhu penyimpanan memperpanjang produk masa tersebut simpan. penting untuk Pengemasan diteliti guna vakum dan penyimpanan pada suhu dingin (40C) dapat memperpanjang daya simpan produk tersebut. Namun belum diketahui berapa hari masa penyimpanan dan apakah efisien apabila dilakukan pengemasan plastik dengan kondisi vakum dan non-vakum yang disimpan pada suhu ruang dan dingin terhadap masa simpan produk tersebut. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui berapa hari masa simpan produk rendang ikan tuna yang dikemas dengan metode pengemasan plastik dengan kondisi vakum dan non-vakum yang masing-masing disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. 2. Untuk mengetahui kualitas produk rendang ikan tuna yang dikemas secara pengemasan plastik dengan kondisi vakum dan non-vakum yang disimpan pada suhu ruang dan dingin. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai informasi dan referensi mengenai jenis pengemasan dan lama penyimpanan terhadap mutu rendang ikan tuna 2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pedagang rendang ikan tuna mengenai jenis pengemasan dan lama penyimpanan terhadap mutu rendang ikan tuna yang tepat untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena beberapa kelebihannya, antara lain merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial karena pada daging ikan dapat dijumpai senyawa yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garam mineral dan vitamin. Kandungan zat-zat gizi tersebut menyebabkan ikan sangat diminati oleh masyarakat sehingga kebutuhan ikan semakin meningkat dengan berjalannya waktu (Buckle et al.,2007). Ikan merupakan sumber alami asam lemak Omega 3 yaitu Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) dan Decosa Hexaenoic Acid (DHA), yang berfungsi mencegah arterosklerosis (terutama EPA). Keduanya dapat menurunkan secara nyata kadar trigliserida di dalam darah dan menurunkan kadar kolesterol di dalam hati dan jantung. Kadar asam lemak Omega 3 dalam beberapa jenis ikan laut di perairan Indonesia berkisar antara 0,1 – 0,5 g/100g daging ikan seperti ikan sidat, terubuk, tenggiri, kembung, layang, bawal, seren, slengseng, tuna dan sebagainya (Suriawiria, 2002). B. Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Anonim, 1983) Spesies tuna dari genus Thunnus merupakan komoditas utama dalam pasar tuna dunia. Spesies dari genus Thunnus yang banyak diperdagangkan adalah tuna sirip kuning (T. albacares), tuna mata besar (T. obesus), tuna albakora (T. alalunga), tuna sirip biru atlantik (T. thynnus), tuna sirip biru pasifik (T. orientalis) dan tuna sirip biru selatan (T. maccoyii). Selain itu, ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang termasuk dalam genus Katsuwonus juga menjadi spesies penting dalam perdagangan spesies tuna dunia. Ketujuh spesies tersebut merupakan komoditas utama pada pasar tuna dunia karena menguasai lebih dari 80% dari jumlah ikan tuna di pasar internasional (Joseph et al. 2010). Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin) (Anonim, 1972). Histamin adalah senyawa yang terdapat pada daging ikan dari family scombroidae, subfamili scombroidae, atau ikan lain yang telah membusuk yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Histamin di dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan pemecahan histidinyaitu enzim histidine dekarboksilase. Melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil ) dihasilkan histamin. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg % atau ppm (mg/1000 g) (Hadiwiyoto, 1993) Histamin adalah salah satu komponen dari grup amina biogenic. Amina biogenik adalah komponen biologis aktif yang dihasilkan oleh proses dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat pada beberapa bahan pangan seperti ikan, produk pengolahan ikan, daging, anggur, keju, dan lain-lain. Keberadaan histamin pada bahan pangan ini menandakan tingkat kebusukan bahan tersebut. Kandungan histamin pada daging ikan tuna yang aman dikonsumsi <5 mg/100 gram. Apabila kandungan histamin berkisar antara 5-20 mg/100 gram merupakan gejala awal proses kemunduran mutu, dan bila meningkat menjadi 20-100 mg/100 g maka dagimg ikan bersifat racun dan mulai berbahaya pada kesehatan (Huss, 1994). Jenis ikan tuna yang memiliki 2 jenis daging yaitu putih dan merah, justru daging-daging putihlah yang tinggi histaminnya. Daging yang merah jauh lebih sedikit. Untuk konsumsi manusia, daging merah lebih aman daripada daging putihnya bila dipandang dari segi histamine. Hal itu disebabkan daging merah tinggi kandungan trimetil amina oksida (TMAO) yang berfungsi menghambat proses terbentuknya histamine. Meskipun enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri, sebagian besar enzim pemecah tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan dari luar. Bagian depan tubuh ikan biasanya memiliki kadar histamin paling tinggi, dan terendah dibagian ekor (Winarno, 1993). C. Rendang Rendang adalah salah satu masakan tradisional Minangkabau yang menggunakan daging dan santan kelapa sebagai bahan utama dengan kandungan bumbu rempah-rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang menggunakan santan kelapa dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya cabai , serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah. Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat (Wikipedia, 2012) Protein merupakan komponen kimia terpenting yang terdapat didalam rendang. Kandungan protein pada rendang yaitu masing- masing 23, 16 dan 18 persen. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein yang bersumber dari bahan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam-asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Rendang juga mengandung energi sebesar 193 kkal/100 g. Rendang memiliki kadar lemak lebih rendah daripada kornet dan abon. Sebagian besar lemak pada rendang berasal dari santan yang digunakan dalam pemasakan. Rendang kaya akan mineral kalsium 474 mg/100 gram, fosfor 211 mg/100 gram, dan besi 14,9 mg/100 gram. Rendang juga mengandung sejumlah vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, niasin, dan asam pantotenat, yang sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh (Astawan, 2009). Rendang ikan tuna merupakan produ olahan dari ikan tuna. Ikan tuna dibuat dengan cara yaitu ikan tuna yang sudah difillet dan dipotong 3 x 3 cm dimasukkan dalam tumisan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan, diaduk hingga warna berubah. Ditambahkan garam dan gula merah, kemudian dimasukkan santan, diaduk sampau matang dan meresap (Anonim, 2012). D. Bumbu Penelitian Edy (1998) diacu dalam Suyasa (2002) menyatakan bahwa bumbu rendang memiliki aktivitas antimikroba terhadap flora mikroba yang terdapat pada ekstrak daging, santan serta campuran daging dan santan. Efek penghambatan bumbu rendang terhadap beberapa bakteri yang diujikan diduga karena adanya aktivitas antimikroba rempah-rempah dalam bumbu terutama cabe merah selain dari pengaruh pemanasan itu sendiri. Komponen antimikroba setelah dipanaskan akan terurai menjadi komponen-komponen yang lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel mikroba, merusak dinding sel, sitoplasma, dan mengkoagulasi protein sel mikroba sehingga menyebabkan kematian mikroba. Rempah-rempah mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antibakteri dan antikapang. Akibatnya, rendang memiliki daya awet yang tinggi, yaitu sekitar tiga hari pada suhu kamar tanpa pemanasan ulang atau sembilan hari pada suhu refrigerator (lemari pendingin). Daya tahan simpan rendang didukung oleh beberapa faktor. Faktor pertama, rendang memiliki kadar air sekitar 3050 persen. Makanan dengan kadar air berkisar 15-50 persen digolongkan sebagai makanan semi basah (intermediate moisture foods), yang sudah barang tentu memiliki daya awet lebih lama dibandingkan makanan basah lainnya. Rempah-rempah atau bumbu adalah sejenis tanaman atau sayuran beraroma, baik berupa rimpang, daun, kulit pohon, buah, biji, maupun bagian tanaman lainnya yang digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan. Tujuan utama pemakaian rempah-rempah pada masakan adalah meningkatkan cita rasa yang enak dan gurih, sehingga mampu membangkitkan selera makan, serta menjadi bahan pengawet, yaitu bersifat sebagai antimikroba dan antioksidan (Astawan, 2009). a. Santan Kelapa Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu yang diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Santan kental merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah diberi emulsifier, sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk santan kental siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup. Untuk memperpanjang masa simpan santan kental diperlukan perlakuan pemanasan (Ramdhoni et all., 2009). Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang akan distabilkan oleh protein dan beberapa jenis ion yang terserap pada batas permukaan antara air dan minyak. Kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh. Beberapa factor yang mempercepat otooksidasi antara lain radiasi oleh panas dan cahaya, adanya bahan pengooksidasi, katalis logam, dan system oksidasi (Kataren, 1986). b. Cabai Merah Cabai merah mengandung oleoresin yang menimbulkan rasa pedas, warna merah dan cita rasa yang khas. Oleoresin adalah suatu produk yang mengandung resin, minyak-minyak esensial yang bersifat volatile dan bahan aktif lainnya yang diekstrak dengan pelarut non-aqueous seperti hidrokarbon (Furia, 1968). Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam cabai merah ialah limonen, linalil, metil salisilat, 4-metil-1-pentenil-2-metil butirat, isoheksilisokaproat dan heksasil-3-enol. Rasa pedas cabai dihasilkan oleh senyawa capcaisin dan vanililamida. Capcaisin bersifat tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk cair pada suhu 65oC dan menguap pada suhu yang lebih tinggi. Vanililamida dan capcaisin adalah senyawa antimikroba yang terdapat dalam cabai merah (Purseglove et al., 1981). c. Bawang Putih Bawang Putih (Allium sativum) termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan, tidak hanya didapur bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan mengundang selera (Wibowo, 1995). menjadi beraroma dan Bawang Putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap diudara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih ini diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara zat yang berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin, karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh dan dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialil-disulfida. Didalam tubuh, alisin merusak protein kuman penyakit sehingga kuman penyakit tersebut mati. Alisin merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup ampuh (Purwaningsih, 2007). d. Bawang Merah Bawang merah (Allium cepa) termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dan yang paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Kegunaan lain bawang merah sebagai obat tradisonal, khasiat bawang merah sebagai obat diduga karena mempunyai efek antiseptik dari senyawa allin atau allisin (Wibowo, 1995). Terdapat senyawa aktif yang terkandung dalam bawang merah berupa quercitin. Secara farmakologi quercitin diketahui sebagai senyawa yang bekerja aktif dalam menghambat inflamasi dan pelepasan histamin. Kemampuan anti inflamasi sangat penting untuk mencegah peradangan, sedangkan antihistamin yang dimiliki berguna untuk mencegah terjadinya alergi. Sekain itu, quercitin juga dikenal sebagai anti kanker (Anonim, 2010). e. Jahe Menurut Grosch (1999) seperti yang dikutip oleh Slamet (2005), jahe memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai pemberi rasa pedas dan antioksidan. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terhidrasi menjadi shogaol yang memiliki rasa pedas rendah daripada gingerol. Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan retroaldol dan terbentuk senyawa zingerone dan hexanal. Pada konsentrasi tertentu, hexanal dapat mengurangi aroma jahe. Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, manisan, minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan tambahan pada kue, puding, dan lain-lain. Selain itu, rimpang jahe dapat diambil oleoresinnya yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika, farmasi, dan lain-lain. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). f. Kunyit Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan sebagai bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren , sabinen , borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium (Wikipedia, 2013a) g. Ketumbar Ketumbar (Coriandrum Sativum L) bayak digunakan sebagai bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih (Sutejo, 1990). Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor, magnesium, potasium dan besi (Astawan, 2009). Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri (Guenther, 1987). h. Tomat Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam, dkk., 2005). Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah, bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang baik. Selain itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, beta-karoten, kalium dan antioksidan likopen. Satu buah tomat ukuran sedang mengandung hamper setengah batas jumlah kebutuhan harian (required daily allowance/RDA) vitamin C untuk orang dewasa (Franceschi et. al., 1994). i. Serai Serai memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Minyak atsiri serai wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan limonene. Eugenol yang terkandung dalam serai mempunyai pengaruh dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan jamur pathogenmelaporkan bahwa senyawa saponin memiliki sifat antimikroba karena kemampuannya berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan enzim-enzim tertentu (Oleszek, 2000). j. Gula Merah Gula aren adalah hasil olahan dari nira pohon aren (Arenga piñata). Gula aren dalam kehidupan sehari-hari bagi orang Indonesia sangat dibutuhkan. Terutama rasa dan aromanya yang khas sehingga tidak dapat digantikan dengan gula lain. Tingginya gula pereduksi menyebabkan gula merah bersifat hidroskopis sehingga mudah mencair karena itu tidak didapat dibiarkan di udara tanpa pengemasan yang baik (Reine, 1985). Gula merupakan senyawa organik penting sebagai bahan makanan. Disamping sebagai bahan makanan, gula digunakan juga sebagai bahan pengawet makanan. Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air, serta mempunyai sifat optis merupakan ciri khas untuk gula (Gautara & Wijandi 1981). mengenal setiap jenis k. Masa Simpan Definisi umur simpan (shelf life) berdasarkan Institute of Food Technology (1974) adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi, sedang kondisi produk masih memuaskan pada sifatsifat: penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi. Anonim (1978) menyatakan bahwa suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas memproteksi isi kemasan. Sedangkan Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level (Susiwi, 2009). Penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat diidentifikasi terjadinya sebagai penurunan suhu mutu pengujian produk umur dan simpan sering produk. Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Kondisi distribusi dan suhu akan menentukan umur simpan produk pangan (Hariyadi 2004). Penentuan umur simpan didasarkan pada faktor-faktor mempengaruhi umur simpan produk pangan. Faktor- faktor tersebut misalnya adalah keadaan alamiah (sifat makanan), mekanisme berlangsunganya perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen ), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal). Faktor lain adalah ukuran kemasan (volume), kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban), serta daya tahan kemasan selama transit dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau (John dan Wiwik, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk perekatan, terlipat (Labuza, 1982). penutupan, dan bagian-bagian yang Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi dalam bahan pangan bersifat kumulatif dan tidak dapat balik selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima lagi disebut waktu kadaluwarsa. Bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya (Syarief & Halid, 1993). l. Pengemasan Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang digunakan untuk melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas dan karton. Kemasan plastik adalah jenis kemasan yang paling banyak digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif lebih murah, lebih ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, warna dan bentuk relatif lebih disukai konsumen (Buckle et al. 2007). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas yang digunakan. Hubungan jenis bahan pengemas dengan daya berdasarkan awet bahan permeabilitasnya. pangan yang Permeabilitas dikemas ditentukan merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu. Semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang masuk ke lingkungan akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas di dalam kemasan, sehingga kadar air kritis produk pun akan segera tercapai dan umur simpan produk tidak lama (Robertson, 2010). Polipropilena berasal dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Plastik polypropylene merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah (Manley, 2000). Polipropilen termasuk jenis plastik olifein, lebih kaku dari polietilen, memiliki kekuatan tarik dan kejernihan lebih baik dari polietilen serta permeabilitas uap air rendah. Suhu leleh polipropilen sekitar 150oC, sehingga dapat digunakan untuk kemasan yang memerlukan sterilisasi dan kemasan produk yang dapat dipanaskan langsung di oven atau direbus (Syarief dan Halid 1993). Sifat-sifat kemasan polypropylene (PP) menurut Buckle et al., (2007) antara lain sebagai berikut: 1. Mengkilap dan tidak mudah sobek. 2. Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene. 3. Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah. 4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak. 5. Tahan terhadap suhu tinggi. Prinsip heat sealing (pengemasan biasa) adalah penutupan kemasan berbahan plastik menggunakan panas dengan menggabungkan dua jenis plastik berbahan sama. Pengemasan cara biasa memiliki keuntungan diantaranya mudah , murah ,alat sederhana. Kelemahan metode pengemasan ini adalah ada kemungkinan sealing yang kurang sempurna, masih ada celah sehingga udara atau uap air dapat masuk, karena heat sealer dioperasikan secara manual (Anonim, 2008) Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara dimana tekanannya kurang dari 1 atm dengan cara mengeluarkan O 2 dari kemasan sehingga memperpanjang umur simpan. Proses pengemasan vakum ini dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang dikuti dengan pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum (Vacuum Packager), kemudian ditutup dan disealer. Dengan ketiadaan udara dalam kemasan, maka kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk yang dikemas akan lebih bertahan 3 – 5 kali lebih lama daripada produk yang dikemas dengan pengemasan non-vakum (Jay 1996). Menurut Syarief et al. (1989), aktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu : 1. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi). 2. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan). m. Penyimpanan Kerusakan yang terjadi selama penyimpanan rendang biasaya adalah perubahan flavor menjadi tengik disebabkan teroksidasinya lemak daging dan lemak dari kelapa yang digunakan dalam pengolahan. Proses ketengikan ini karena teroksidasinya lemak oleh oksigen atau terjadinya proses hidrolisa lemak yang menghasilkan asam lemak bebas. Proses hidrolisa lemak dapat Juga tejadi karena adanya enzim lipase yang terdapat pada produk atau enzim yang dihasilkan oleh mikroba penyebab kerusakan (Novelina dan Nurhaidah, 1997). Terjadi penguraian senyam Non Protein Nitrogen (NPN) seperti trimethylamine oksida menjadi senyawa-senyawa amina seperti trimethylamin, dimethylamin, metilamin dan penguraian urea menjadi amoniak yang merupakan precursor bau pada ikan. Sementara lemak yang terdapat pada daging ikan mengalami proses lipolisis oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh mikroba menjadi asam-asam lemak bebas yang selanjutnya dapat mengalami oksidasi menghasilkan peroksidaperoksida. keton dan aldehid yang menyebabkan bau tengik (Tambunan, 1999). Enzim lipase tidak aktif sama sekali pada temperatur yang tinggi. Disamping itu dengan adanya perbedaan kadar air dalam bahan juga akan berpengaruh pada proses hidrolisa yang terjadi. Semakin tinggi kadar air dalam bahan maka akan semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk (Hartley, 1977). Clostridium botulinum adalah mikroorganisme negatif lipase yang tumbuh antara pH 4,8 dan 7 dan tidak dapat menggunakan laktosa sebagai sumber karbon utama merupakan karakteristik penting selama identifikasi. Clostridium botulinum adalah bakteri tanah. Spora dapat bertahan hidup di lingkungan yang sangat sulit untuk dimatikan. Pertumbuhan bakteri dapat dicegah dengan keasaman tinggi, gula terlarut yang tinggi, kelembaban yang rendah atau penyimpanan pada suhu di bawah 3°C (38 ° F) untuk tipe A (Wikipedia, 2013c). Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar (Hadiwiyoto, 1993) Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperlambat reaksi metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan bahan pangan. Cara pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas 0oC), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik beku. Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya sifat-sifat terhadap lainnya. rasa, Pengawetan tekstur, warna,nilai dengan jalan gizi dan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0oC, kemudian menjaga suhu selama penyimpanan (Tri Margono, dkk, 1993). Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu di atas titik beku yaitu di antara -20C dan 160C. Suhu lemari es umumnya berkisar antara 40–70C (Tjahjadi, 2011). Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegahh kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan ang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990) Kerusakan mikrobiologis disebabkan karena aktifitas mikroba terutama bakteri. Didalam pertumbuhannya atau untuk memenuhu kebutuhan hidupnya mikroorganisme memerlukan energy yang dapat diperoleh dari substrat bakteri karena dapat menyediakan senyawasenyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon dan kebtuhan-kebutuhan nutrient laiinya dalam memenuhi kebutuhannya (Suwendo,dkk, 1993). Mikroorganisme merupakan penyebab kebusukan pangan, tumbuhnya mikroorgansme didalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan dengan cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil : menyebabkan fermentasi gula, menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroorganisme dapat membentuk lender, gas, busa, warna, asam, dan toksin. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan lembab (Susiwi, 2009). Menurut SNI (1991), produk perikanan dapat dikonsumsi apabila nilai total mikroba tidak melebihi 5 x 105 sel/gram sampel. Pertumbuhan mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Apabila perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima oleh konsumen, maka bahan pangan tesebut dikatakan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh pertumbuhan jamur, kebusukan, adanya lendir dan perubahan warna. Menurut Buckle et al. (1987), kapang bersifat aerobik, paling banyak atau tumbuh pada bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah dan dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. Perubahan warna bahan pangan yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme yang menghasilkan koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada bahan pangan yang tercemar seperti: Seeatia marcescens, fluorescens (Buckle et al., 1997). Rhodoturulla, dan Pseudomonas Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada penyimpanan dingin dan beku adalah water activity (a ). a adalah w w air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk hidup dan tumbuh. Water activity adalah rasio dari tekanan uap air substrat produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang sama (Gorga dan Ronsivalli, 1988). III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2013 di Laboratorium Analisa Kimia dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah wadah/baskom, kompor, vacuum sealer, termometer, timbangan analitik, sendok, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, gelas kimia, Erlenmeyer, pipet volume, biuret, heat sealer, dan freezer. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ikan tuna, serai, bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai merah, ketumbar, kunyit, jahe, minyak, gula merah, tomat, daun jeruk, santan, plastic pp, air, tissue dan aluminium foil. C. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Bahan 1) Potongan Fillet Tuna a. Dipilh 2 ekor ikan tuna yang masih bagus, kondisi baik, segar, mata jernih dan cembung, insang masih merah, dan tidak ada bagian tubuh yang terluka untuk memperoleh 2000 gram daging ikan tuna b. Dibuang isi perut, kepala, daging yang berwarna hitam dan ekor ikan tuna c. Difillet ikan tuna untuk memisahkan antara kulit dan daging d. Daging ikan tuna dipotong 3x 3 cm untuk mendapatkan potongan fillet ikan tuna. e. Ditimbang potongan fillet ikan tuna sebanya 2000 gram 2) Campuran Bumbu Rempah Halus Untuk membuat 2000 gram rendang ikan tuna diperlukan bumbu sebagai berikut: a. Ditimbang bawang putih 120 gram, bawang merah 150 gram, cabe merah 100 gram, kunyit 80 gram, 25 gram ketumbar, 30 gram tomat dan 20 gram jahe b. Dihaluskan bumbu-bumbu untuk memperoleh campuran bumbu rempah halus. 3) Penyiapan Santan Kental a. Dipilih 3 buah kelapa dengan tingkat kematangan yang tua yang tidak ada tombongnya. b. Dikupas buah kelapa tersebut, kemudian diparut c. Hasil parutan tersebut diperas untuk meperoleh santan kental sebanyak 800 ml 4) Campuran Gula Merah, Garam, Batang Serai, dan Daun Jeruk Pembuatan 2000 gram rendang ikan tuna diperlukan bumbu-bumbu sebagai berikut: a. Ditimbang gula merah 20 gram dan garam 15 gram b. Digeprek 8 batang serai c. Daun jeruk 15 lembar yang sudah dibuang tulangnya. 2. Pembuatan Rendang Ikan Tuna Prosedur pembuatan 2000 gram rendang ikan tuna sebagai berikut : a. Direndam potongan fillet ikan tuna dengan bumbu rempah halus (Bawang putih 120 gram, bawang merah 150 gram, cabe merah 100 gram, kunyit 80 gram, 25 gram ketumbar, dan 20 gram jahe, 10 gram tomat, 5 gram asam, dan 15 gram garam) sampai meresap, kemudian diukur pH sampai pH < 4. b. Dimasak dengan menggunakan pressure cooker selama 15 menit c. Dimasak dengan menggunakan wajan biasa rendang tersebut, kemudian dimasukkan santan kental 600 ml dan gula merah 20 gram, batang serai 8 buah dan daun jeruk 10 lembar dimasak sampai matang dan meresap d. Diperoleh rendang ikan tuna dan kemudian dikemas sesuai perlakuan dan diamati samapi sampel mengalami kerusakan dengan maksimal 1 bulan. D. Perlakuan Penelitian Perlakuan pada penelitian ini yaitu metode pengemasan dan suhu penyimpanan Tabel 01. Rancangan Perlakuan Penelitian Metode Pengemasan Pengemasan Vakum (A1) Pengemasan Biasa (A2) Suhu Penyimpanan (B) Suhu Ruang Suhu Dingin (B1) (B2) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Keterangan : A1B1 : Pengemasan plastik non-vakum disimpan pada suhu ruang A1B2 : Pengemasan plastik non-vakum disimpan pada suhu dingin A2B1 : Pengemasan plastik dengan kondisi vakum disimpan pada suhu ruang A2B2 : Pengemasan plastik dengan kondisi vakum disimpan pada suhu dingin Pada perlakuan penelitian tersebut menggunakan 2 faktorial metode pengemasan dan 2 faktorial suhu penyimpanan, kemudian setiap sampel berisi rendang ikan tuna sebanyak 250 gram sehingga jumlah sampel keseluruhan yaitu 2000 gram. E. Parameter Pengamatan Selang waktu pengamatan parameter mutu produk disesuaikan dengan masing-masing sampel dan diamati sampai sampel tersebut mengalami kerusakan dengan maksimal 1 bulan. Adapun parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu kadar asam lemak bebas, total mikroba, kadar histamine, pH (ikan segar, ikan yang telah direndam bumbu, dan rendang ikan tuna) dan uji organoleptik. F. Prosedur Analisa 1. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995) a. Ditimbang sampel sebanyak 5 gram b. Dimasukkan sampel kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alkohol netral c. Dipanaskan hingga mendidih d. Setelah sampel dingin ditambahkan 2 ml indicator pp dan dititrasi dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang. %FFA mlNaOH NNaOH BMasamlemak 100% Beratbahan 1000 2. Uji Total Mikroba (Fardiaz, 1989) a. Menimbang masing-masing sampel sebanyak 1 gram menggunakan timbangan analitik. b. Memasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril sebanyak 9 ml kemudian dikocok hingga terbentuk suspense. c. Memipet 1 ml suspense secara aseptic dari tabung 1, kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2. Pengenceran dilakukan hingga tabung 10-3. d. Menyiapkan media padat TPC dengan cara menuangkan 15 ml agar cair TPC steril ke dalam cawan petri steril. e. Mengambil masing-masing sampel dari tingkat pengenceran (10-1, 10-2, 10-3) sebanyak 0,1 ml dan ditaburkan secara merata di atas media padat TPC. f. Selanjutnya cawan-cawan tersebut diInkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC pada posisi terbalik, sebelum dilakukan perhitungan total mikroba. 3. pH pH ditentukan dengan menggunakan pH meter. a. Mula-mula daging ikan dihaluskan b. Ditimbang 2 gram lalu diencerkan dengan aquadest sampai volume 10 ml c. Diaduk hingga rata. Filtrate diambil untuk diukur pH-nya 4. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan meliputi rasa, kenampakan, warna, dan aroma terhadap produk yang dihasilkan. G. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data berasal dari pengukuran dan pengamatan sebanyak 8 sampel, setiap sampel diukur 3 kali. Data yang diperoleh diolah dan disajikan secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. DIAGRAM ALIR MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DENGAN PENGEMASAN VAKUM DAN BIASA Ikan Tuna 2 ekor Pembersihan - bawang putih 100 gr bawang merah 120 gr cabe merah 150 gr kunyit 50 gram 20 gram ketumbar 20 gram jahe 30 gram tomat 5 gram asam 15 gram garam Penghalusan Bumbu Bumbu 2 - daun jeruk 10 lembar - gula merah 20 gr - 8 batang serai (dipotong-potong) - 600 ml santan kental Perlakuan : A1B1: Pengemasan biasa disimpan pada suhu ruang A1B2: Pengemasan biasa disimpan pada suhu dingin A2B1: Pengemasan vakum disimpan pada suhu ruang A2B2:Pengemasan vakum disimpan pada suhu dingin Analisa : - Asam Lemak Bebas - Total Mikroba - Histamin - pH Pemfilletan - Kepala Isi peut Ekor Daging hitam Kulit Potongan Fillet Tuna 2000 gram Perendaman selama 5 jam pH <4 15 gr garam 10 ml cuka Perendaman Potongan Fillet Tuna dengan Bumbu Halus (pH < 4) Pemasakan II denga wajan biasa Pemasakan 1 dengan Pressure cooker selama 15 menit Rendang Ikan Tuna Uji Organoleptik Warna Aroma Rasa kenampakan Gambar 01. Diagram Alir Masa Simpan Rendang Ikan Tuna dengan Pengemasan vakum dan biasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Masa simpan rendang ikan tuna yang diamati dari kombinasi perlakuan jenis pengemasan dan suhu penyimpanan meliputi analisa asam lemak bebas yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat menyebabkan ketengikan produk selama penyimpanan. Total mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan suatu produk serta derajat keasaman (pH). Sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur selama penyimpanan A. Uji Organoleptik 1. Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang. Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya perubahan warna. Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap warna rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 1. Warna 5 4.5 4.46 4.23 4.08 3.85 3.85 3.69 3.69 3.54 3.46 3.31 3.31 3.07 2.92 2.72 2.38 2.38 2.05 4 3.5 skor 3 2.5 2 1.5 1 1 1 0.5 Pengemasan kondisi Non-VakumBiasa Suhu Dingin Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 1. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Warna Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 1 diatas menunjukan adanya penurunan kesukaan terhadap warna rendang ikan tuna selama penyimpanan. Hal ini diiduga karena adanya mikroorganisme menghasilkan koloni yang berwarna yang terdapat pada rendang Perubahan warna bahan pangan yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme yang menghasilkan koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada bahan pangan yang tercemar seperti: Seeatia marcescens, Rhodoturulla, dan Pseudomonas fluorescen (Buckle et al., 1997). 2. Aroma Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap. Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap Aroma rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 2. Aroma 5 4.5 4.46 4.23 4.08 3.85 3.85 3.69 3.69 3.54 3.46 3.31 3.31 3.07 2.92 2.72 4 3.5 Skor 3 2.5 2.38 Pengemasan kondisi Non-VakumBiasa Suhu Dingin Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin 2.38 2.05 2 1.5 1 1 0.5 1 Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 2.Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Aroma Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 2 diatas menunjukan rendang ikan tuna yang dikemas kondisi vakum dan non-vakum dan disimpan pada suhu ruang dan dingin lebih cepat mengalami kerusakan dari segi aroma dibandingkan rendang ikan tuna yang dikemas vakum. Adanya penurunan kesukaan terhadap aroma rendang ikan tuna yang dikemas non-vakum selama penyimpanan selama 2 hari pada suhu ruang disebabkan oleh timbulnya bau tengik karena terjadi oksidasi lemak yang ada pada rendang oleh udara sehingga menyebabkan ketengikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren (1986), bahwa kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh. Beberapa faktor yang mempercepat otooksidasi antara lain radiasi oleh panas dan cahaya, adanya bahan pengooksidasi, katalis logam, dan system oksidasi. Aroma rendang ikan tuna yang dkemas vakum selama penyimpanan selama 6 hari pada suhu ruang mangalami penurunan kesukaan. Hal ini di disebabkan lemak yang ada pada santan tersebut mengalami hidrolisa akibat Clostridium botulinum yang termasuk mikroorganisme negatif lipase yang tumbuh pada makanan yang dikemas vakum menghasilkan enzim yang dapat menyebakan kerusakan pada produk tersebut. Hal ini sesuai dengan Wikipedia (2013c), bahwa clostridium botulinum adalah mikroorganisme negatif lipase yang tumbuh antara pH 4,8 dan 7 dan tidak dapat menggunakan laktosa sebagai sumber karbon utama merupakan karakteristik penting selama identifikasi dan sesuai dengan Novelina dan Nurhaidah (1997), bahwa proses ketengikan ini karena teroksidasinya lemak oleh oksigen atau terjadinya proses hidrolisa lemak yang menghasilkan asam lemak bebas. Proses hidrolisa lemak dapat juga tejadi karena adanya enzim lipase yang terdapat pada produk atau enzim yang dihasilkan oleh mikroba penyebab kerusakan. 3. Tekstur Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi, dan langitlangit (tekak). Dari nilai yang diperoleh diharapkan dapat diketahui kualitas makanan. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta kerenyahan makanan. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan dapat mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan (Meilgaard et al, 2000). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap tekstur rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 3 Tekstur 5 4.5 4.46 4.23 4.08 3.85 3.85 3.69 3.69 3.54 3.46 3.31 3.31 3.07 2.92 2.72 2.38 2.38 2.05 4 3.5 skor 3 2.5 2 1.5 1 1 0.5 1 Pengemasan kondisi Non-VakumBiasa Suhu Dingin Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 3. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Tekstur Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 3 diatas menunjukan adanya penurunan kesukaan terhadap tekstur rendang ikan tuna yang dkemas kondisi vakum dan non-vakum selama penyimpanan pada suhu ruang dan dingin. Hal ini disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme yang dapat mendegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga kerusakan protein selama penyimpanan akibat aktifitas mikroba menyebabkan kemampuan protein mengikat air berkurang yang dapat menyebabkan tekstur menjadi lunak. Tekstur rendang ikan tuna yang dikemas vakum lebih baik dibandingkan yang dikemas non vakum karena pada kondisi vakum akan menghambat sirkulasi udara dan uap air sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan pelunakan rendang ikan tuna. Hal ini sesuai dengan Nur (2009), aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menyebakan kemampuan protein untuk mengikat air menurun. Penurunan daya ikat air dari protein tersebut menyebabkan tekstur menjadi lunak. 4. Rasa Rasa makanan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit (Meilgaard et al. 2000). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap rasa rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 4. Rasa 5 4.5 4.46 4.23 4.08 3.85 3.85 3.69 3.69 3.54 3.46 3.31 3.31 3.07 2.92 2.72 2.38 2.38 2.05 4 3.5 Skor 3 2.5 2 1.5 1 1 1 0.5 Pengemasan kondisi Non-VakumBiasa Suhu Dingin Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 4. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Rasa Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 4 diatas menunjukan adanya penurunan kesukaan terhadap rasa rendang ikan tuna yang dkemas kondisi vakum dan non-vakum selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin. Hal ini disebabkan santan yang terdapat pada rendang mengalami oksidasi sehingga menghasilkan rasa tengik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren (1986), bahwa kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh. Beberapa faktor yang mempercepat otooksidasi antara lain radiasi oleh panas dan cahaya, adanya bahan pengooksidasi, katalis logam, dan system oksidasi. Rasa rendang ikan tuna yang dkemas vakum selama penyimpanan selama 6 hari pada suhu ruang mangalami penurunan kesukaan. Hal ini diduga disebabkan oleh karena telah terjadi perubahan kimia, biokimia maupun mikrobiologi yang dapat mempengaruhi rasa produk tersebut. B. Asam Lemak Bebas Jumlah asam-asam lemak bebas yang semakin meningkat merupakan tanda dari adanya proses ketengikan dalam bahan pangan. Asam-asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak. Hasil hidrolisa lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan bau yang tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin larut lemak dan asam lemak esensial dalam lemak (Ketaren 1989). Jumlah asam lemak bebas rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang pengemasan plastik non-vakum berkisar dari 0,08-3,93 dan kemasan vakum 0,08-2,7 ml NaOH 0,1 N/ 100 g dan pengemasan plastik kondisi vakum pada suhu dingin 0,08-1,26 ml NaOH 0,1 N/ 100 g dan non-vakum berkisar 0,08-2,9 ml NaOH 0,1 N/ 100 g dapat dilihat pada gambar 5 Asam Lemak Bebas 5 4.5 4 3.93 Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang 3.5 3 2.9 Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 2.5 2 1.5 0.5 0 1.26 1.13 1 Pengemasan kondisi Non-Vakum Biasa Suhu Dingin Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin 0.48 0.36 0.27 0.24 0.22 0.22 0.16 0.13 0.120.19 0.120.140.170.2 0.070.1 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 5.Perbandingan Kemasan kondisi Vakum danNon Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Asam Lemak Bebas Rendang Ikan Tuna Berdasarkan Gambar 5 diatas menunjukan selama penyimpanan nilai asam lemak bebas semakin tinggi untuk kedua jenis kemasan. Dari data yang dihasilkan laju pembentukan asam lemak bebas selama penyimpanan memperlihatkan bahwa laju pembentukan asam lemak bebas rendang ikan tuna yang dikemas biasa lebih cepat dibandingkan dengan rendang ikan tuna yang dikemas vakum. Hal ini disebabkan nilai asam lemak bebas yang semakin tinggi menyebabkan kerusakan lemak akibat penyimpanan dalam penelitian ini. Semakin tinggi kadar asam lemak suatu bahan pangan maka semakin tinggi pula kerusakan lemak akibat proses pengolahan pangan itu sendiri. Asam-asam lemak bebas dapat dihasilkan dari proses oksidasi lemak atau minyak. Penyimpanan akan mengakibatkan adanya proses oksidasi antara lemak atau minyak dengan oksigen, selanjutnya proses oksidasi akan membentuk peroksida-peroksida dan terurainya asam-asam lemak yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Semakin tingginya kadar asam lemak bebas pada setiap penyimpanan menandakan bahwa rendang ikan tuna telah mengalami tanda-tanda kerusakan. Tambunan, dkk. (1992), bahwa terjadi penguraian senyam Non Protein Nitrogen (NPN) seperti trimethylamine oksida menjadi senyawa-senyawa amina seperti trimethylamink, dimethylamin, metilamin dan penguraian urea menjadi amoniak yang merupakan precursor bau pada ikan. Sementara lemak yang terdapat pada daging ikan mengalami proses lipolisis oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh mikroba menjadi asam-asam lemak bebas yang selanjutnya dapat mengalami oksidasi menghasilkan peroksidaperoksida. keton dan aldehid yang menyebabkan bau tengik. Rendang ikan tuna yang dikemas vakum pada penyimpanan suhu dingin asam lemak bebas semakin meningkat, hal ini disebabkan rendang tersebut memilki kandungan kadar air yang tinggi yaitu 30-50% karena semakin tinggi kandungan air maka semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk. Hal ini sesuai Hartley (1977), semakin tinggi kadar air dalam bahan maka akan semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk C. pH Nilai pH atau derajat keasamaan sangat berkaitan dengan pertumbuhan mikroba. Setiap mikroorganisme memiliki pH minimal, maksimal dan optimal untuk pertumbuhannya. Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH mendekati netral, tetapi ada juga bakteri yang dapat tumbuh pada keadaan asam atau basa. Nilai pH rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada gambar 6 pH 7 6 Pengemasan kondisi Non-VakumBiasa Suhu Dingin 5.8 5.6 5 5.6 4.7 4.3 4 pH 4 4 3.7 3.8 3.5 3.6 4.3 4.1 4.2 4.5 4.7 Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang 3 2 Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang 1 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 6.Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan non-Vakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap pH Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 6 diatas menunjukan selama penyimpanan baik yang dikemas vakum maupun biasa mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan pada penyimpanan rendang ikan tuna terjadi penguraian baik mikro maupun makromolekul menjadi senyawa yang bersifat basa sehingga pH menjadi tinggi. Hal ini juga diduga selama waktu penyimpanan nilai pH mengalami peningkatan kembali. Hal ini dikarenakan selama waktu penyimpanan protein dan derivatnya akan diuraikan baik secara mikrobiologis maupun enzimatis menjadi turunan-turunannya yang bersifat basa sehingga mengakibatkan nilai pH menjadi naik. D. Total Mikroba Analisis kuantitatif mikroba pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut. Jumlah dan jenis jasad renik pada makanan yang telah diolah selain dipengaruhi oleh sifat bahan pangan juga dipengaruhi oleh ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan yang diterapkan terhadap makanan tersebut (Fardiaz 1992). Analisa mikroba rendang ikan tuna diuji dengan uji total plate count. Mikroba dalam bahan pangan dapat mengakibatkan kerusakan atau pembusukan pada bahan pangan. Hasil uji total mikroba pada rendang ikan tuna pada kemasan vakum dan biasa pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7. Log CFU/g Total Mikroba 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Pengemasan kondisi Non-Vakum Suhu Dingin 8.6 6.6 4.9 4.3 4.5 4.2 4.3 4 4.6 4.9 Pengemasan kondisi Non vakum suhu ruang 3.1 0 5 Pengemasan Kondisi Vakum Suhu Dingin 2 4 6 8 10 12 Pengemasan Kondisi vakum suhu ruang Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 7.Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan NonVakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Total Mikroba Rendang Ikan Tuna Berdasarkan gambar 7 diatas menunjukan jumlah total mikroba selama penyimpanan rendang ikan tuna pada suhu ruang dengan pengemasan vakum dan biasa terjadi peningkatan. Total mikroba setelah penyimpanan 2 hari pada suhu kamar, produk yang dikemas non-vakum (A1B1) yaitu 8,6 log CFU/g sedangkan total mikroba setelah penyimapanan 8 hari, produk yang dikemas kondisi vakum (A2B1) yaitu 6,6 log CFU/g, Total mikroba setelah penyimpanan 8 hari pada suhu dingin, produk yang dikemas kondisi non-vakum (A1B2) yaitu 6,6 log CFU/g sedangkan total mikroba setelah penyimpanan 20 hari, produk yang dikemas kondisi vakum (A2B2) yaitu 6,5 log CFU/g. Dari data diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan mikroba pada rendang ikan tuna yang dikemas biasa lebih cepat dibandingkan yang dikemas vakum. Hal ini disebabkan adanya air bebas pada produk sehingga mikroba tersebut dapatt tumbuh sehingga pertumbuhan mikroba selama penyimpanan terjadi kenaikan. Hal ini sesuai Gorga dan Ronsivalli (1988), bahwa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada penyimpanan dingin dan beku adalah water activity (a ). a adalah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk w w hidup dan tumbuh. Water activity adalah rasio dari tekanan uap air substrat produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang sama. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masa simpan rendang ikan tuna perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu ruang selama 2 hari, perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu dingin dan pengemasan vakum disimpan pada suhu ruang selama 8 hari, serta perlakuan penegemasan vakum disimpan pada suhu dingin selama 18 hari. 2. Rendang ikan tuna yang dilakukan pengemasan plastik kondisi vakum yang disimpan pada suhu ruang dapat dikonsumsu selama 8 hari dan yang disimpan pada suhu dingin selama 18 hari. B. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian kadar histamine dan digunakan kemasan yang bisa disterilisasi. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1972. Food Composition Table for use in East Asia. USA: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Anonim. 1983. Analisis Data Kelautan. Sumatera-Barat. Anonim.2008. Mesin Pengemas, Vakum Mesin Vacuum sealer Mesin KemasanVakum.http://www.mesinpengemas.com/Mesin_Pengem as_Vakum_Mesin_Vacuum_sealer_Mesin_Kemasan_Vakum.html. Akses Tanggal 30 November 2012, Makassar. Anonim. 2010. Beberapa Manfaat Yang Terkandung dalam Bawang Merah. http://paijah.com/beberapa-manfaat-yang-terkandungdalam-bawang-merah.html. Diakses tanggal 3 Februari 2013. Anonim. 2012. Tuna Bumbu Rendang. http://www.sajiansedap.com/recipe/detail/16549/tuna-bumbu-rendang. Akses Tanggal 28 November 2012, Makassar. AOAC. 1995. Official of Association of Official Analitycal Chemist. AOAC Inc. Washington. Astawan, M. 2009. Makan Rendang Dapat Vitamin dan Mineral. web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_rendang.php. Akses pada tanggal 7 Desember 2012, Makassar. Badan Standar Nasional. 1991. SNI 01-2346-1991. Petunjuk Pengujian Organoleptik Produk Perikanan Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit. Universitas Indonesia, Jakarta. Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4). Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ.,London. Furia, T.E. 1968. Handbook of Food Additives. Florida: CRC Press Inc. Franceschi, S., E. Bidoli, C. LaVeccia. R. Talamini, B. D’Avanzo, and E. Negri. 1994. Tomatoes and Risk of Digestive-tract Cancers. International Journal of Cancer. 59: 181-184. Gautara & S. Wijandi 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi Industri, Fafemeta-IPB. Gorga, Carmine dan Louis J. Ronsivalli. 1988. Quality Assurance of Seafood. AVI Book, New York. Guenther, 1987. Minyak Atsiri Ketumbar. Jurnal Penelitian Resipository.ipb.ac.id. Akses tanggal 30 Januari 2013. Makassar. Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kedaluwarsa dengan metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). Pusat Studi Pangan dan Gizi: Institut Pertanian Bogor. Hadiwiyoto,S.1993.Teknologi Yogyakarta. Pengolahan Hasil Perikanan.Liberti: Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm. London:Longman. Huss HH, Ababouch L, Gram L. 2003. Assesment and Management of Seafood Safety and Quality. Rome, Italy: Food and Agriculture Organization of the United Nations Institute of Food Science and Technology. 1974. Shelf Life of Food. J. Food Sci. 39: 861−865. Jay. 1996. Modern Food Microbiology 4th edition. New York : D Von Nostrand Company. Jonsen. 1984. Mempelajari Penyimpanan Tape Ubi Kayu (Manihot sp) Sebagai Bahan Mentah Untuk Industri. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty. 2007. Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kedaluwarsa. Jakarta: Pelangi Cendikia. hal, 129. Joseph J, D. Squires, W. Bayliff, T. Groves. 2010. Addressing the problem of excess fishing capacity in tuna fisheries. Di dalam buku Conservation and Management of Transnational Tuna Fisheries. Allen R, J. Joseph, D.Squires. New Delhi : Blackwell Publishing. p11-38. Kataren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Labuza, TP 1982. Open shelf-life Dating of Foods. Food Science and Nutrition.Press Inc., Westport, Connecticut. Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies 3rd Edition. Cambridge: Woodhead PublishingLimited. Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Press. Nur, Muhammad. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, Dan Organoleptik Sate Bandeng (Chanos Chanos). Novelina dan Nurhaida. 1997. Studi Mengenai Cita Rasa Rendang Yang Diawetkan Dengan Cara Stertlisasi Dan Pemberian Antioksidan Setelah Dua Bulan Penyimpanan. Oleszek WA. 2000. Saponins. Di dalam. Naidu AS, Editor. Natural food antimicrobial system. New York: CRC Press. Purseglove, J.W., E.G Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbins. 1981. Spices Vol I. Longman: London. Purwaningsih, E. 2007. Bawang Putih. Ganeca: Jakarta. Reine, S. 1985. Pengembangan Cara Pengolahan Nira Aren Menjadi Gula. Departemen Perindustrian, Manado. Ramdhoni, A. Nawansih, O. Nuraini, F., 2009. Pengaruh Pasteurisasi Dan Lama Simpan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis Dan Organoleptik Santan Kental. Robertson GL. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. CRC Press. Florida. Slamet, Y. 2005. Formulasi Minuman Fungsional Untuk Kelompok Gizi Khusus dari Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus, Linn) dan Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa: Bandung. Sutejo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. Rineke Cipta. Jakarta. Susiwi, S. 2009. Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia. Suwendo, Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil perikanan (Yogyakarta: cet 1 Liberty,1993)h. 201. Suriawiria U. 2002. Omega 3 ikan. . Suyasa, I,N, 2002. Penambahan Asam Asetat dan Asam Laktat serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Daging Sapi. Tesis. Program Pascasarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. Syarief, R. dan Haryadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Syarief et al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum Untuk Produk Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Universitas gadjah mada:Yogyakarta Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran:Bandung Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol. 88. Wibowo, S. 1995. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya: Jakarta. Wikipedia, 2012. Rendang. http://id.wikipedia.org/wiki/Rendang. Tanggal 28 November 2012, Makassar. Akses Wikipedia, 2013a. Kunyit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kunyit. Akses Tanggal 3 Februari 2013, Makassar. Wikipedia, 2013b. Clostridium Botulinum. http:// http://en.wikipedia.org/wiki/ Clostridium botulinum. Akses Tanggal 3 Februari 2013, Makassar. Winarno FG. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Ruang pada Rendang Ikan Tuna Lama Penyimpanan Parameter Perlakuan 0 2 4 6 8 warna A1B1 4.15 3.38 A2B1 4.15 3.95 3.7 2.77 2.47 aroma A1B1 4.23 2.92 A2B1 4.23 4.03 3.85 2.62 2.15 tekstur A1B1 4.08 2.85 A2B1 4.08 3.62 3.46 2.69 2.23 rasa A1B1 4.46 2.05 A2B1 4.46 3.85 3.69 2.38 1 Parameter warna aroma tekstur rasa Lampiran 2. Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Dingin pada Rendang Ikan Tuna Lama Penyimpanan Perlakuan 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 A1B2 4.15 3.94 3.37 3.33 2.92 A2B2 4.15 4.03 4.03 3.85 3.69 3.31 3.15 2.92 2.77 2.46 2 A1B2 4.23 3.67 3.38 3.33 2.23 A2B2 4.23 4.15 4 3.92 3.77 3.31 3.23 3 2.85 2.38 1.38 A1B2 4.08 3.35 3.31 2.87 2.3 A2B2 4.08 4.03 3.92 3.69 3.62 3.38 3.31 3.15 2.92 2.46 1.46 A1B2 4.46 3.54 3.31 2.72 1 A2B2 4.46 4.23 4.08 3.85 3.69 3.46 3.31 3.07 2.92 2.38 1 Lampiran 3. Hasil Rerata Analisa Asam Lemak Bebas pada Rendang Ikan Tuna Lama Penyimpanan Perlakuan 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 A1B1 0.07 3.93 . A2B1 0.07 0.12 0.16 0.22 1.13 A1B2 0.07 0.13 0.19 0.24 2.9 A2B2 0.07 0.1 0.12 0.14 0.17 0.2 0.22 0.27 0.36 0.48 20 1.3 Lampiran 4. Hasil Rerata Analisa pH pada Rendang Ikan Tuna Perlakuan Lama Penyimpanan 0 2 4 6 8 10 12 14 16 A1B1 3.5 5.8 A1B2 3.5 4 4.3 4.7 5.6 A2B1 A2B2 3.5 3.5 3.7 3.6 4 3.7 4.5 3.8 5.8 4 4.1 4.2 4.3 4.5 18 20 4.7 5.6 Lampiran 5. Hasil Rerata Analisa Total Mikroba yang Tumbuh pada Rendang Ikan Tuna Perlakuan Lama Penyimpanan A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 0 3.1 3.1 3.1 3.1 2 8.6 4.1 4.3 4 4 6 8 10 12 14 16 18 20 4.4 4.5 4.2 4.7 4.9 4.3 6.5 6.6 4.6 4.9 5 5.2 5.3 5.4 6.5 Lampiran 6. Dokumentasi Gambar Rendang Ikan Tuna Rendang Ikan Tuna Perlakuan A1B1(Pengemasan Vakum Suhu Ruang) Rendang Ikan Tuna Perlakuan A2B1(Pengemasan Vakum Suhu Ruang) Rendang Ikan Tuna Perlakuan A2B2(Pengemasan Vakum Suhu Dingin) Rendang Ikan Tuna Perlakuan A1B2(Pengemasan Biasa Suhu Dingin)