analisa masa simpan rendang ikan tuna dalam kemasan vakum

advertisement
ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA
DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA
PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN
Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish as Rendang With
Vacuum Packaging at Room Temperature Storage and Cold
Temperatures
Oleh
RAHMADANA.S
G 311 09 282
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA
DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA
PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN
Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish as Rendang With
Vacuum Packaging at Room Temperature Storage and Cold
Temperatures
Oleh
RAHMADANA.S
G 311 09 282
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: ANALISA MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA
DALAM
KEMASAN
VAKUM
SELAMA
PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN
Nama
: RAHMADANA.S
Stambuk
: G 311 09 282
Program Studi : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Disetujui
1. Tim Pembimbing
Dr.rer.nat.Zainal,S.TP.,M.Food.Tech
Pembimbing I
Ir. Nandi K. Sukendar, M.app Sc
Pembimbing II
Mengetahui
2. Ketua Jurusan
Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS
NIP. 19570923 198312 2 001
Tanggal Lulus: Desember 2012
3. Ketua Panitia
Ujian Sarjana
Ir. Nandi K. Sukendar, M.app Sc
NIP. 19571103 198406 1 001
Rahmadana.S (G31109282). Analysis of The Shelf Life of Tuna Fish
as Rendang With Vacuum Packaging at Room Temperature Storage
and Cold Temperatures Supervised by Zainal dan Nandi K Sukendar.
ABSTRACT
The objective of this research was to determine how many days the self
life of rendang tuna which is packed normall and by using vacuum
method at room temperature and cold storage and to determine the
quality of rendang tuna which was packed normall and by using vacuum
method at room temperature and cold storage. The treatment used in this
study was A1B1(normall packaging stored at room temperature), A1B2
(normally packaging stored at cold temperature), A2B1 (vacuum
packaging stored at room temperature), and A2B2 (vacuum packaging
stored at room temperature). Observation parameters were organoleptic
test, free fatty acid, pH, and total microbes. The data was processed by
using descriptive analysis. The results showed that rendang tuna fish
could only be stored for 18 days with vacuum packaging at cold
temperatures.
Keywords: rendang tuna fish, type of packaging, storage time
Rahmadana.S (G 31109282). Analisa Masa Simpan Rendang Ikan
Tuna dalam Kemasan Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang Dan
Suhu Dingin.Dibawah bimbingan Zainal dan Nandi K Sukendar.
RINGKASAN
Produk rendang ikan tuna mudah rusak tanpa perlakuan khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa hari masa simpan
produk rendang ikan tuna yang dikemas dengan metode biasa dan vakum
yang masing-masing disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dan
untuk mengentahui kualitas produk rendang ikan tuna yang dikemas
secara vakum dan biasa yang disimpan pada suhu dingin dan suhu ruang.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu A1B1 (Pengemasan
biasa disimpan pada suhu ruang), A1B2 (Pengemasan biasa disimpan
pada suhu dingin), A2B1 (Pengemasan vakum disimpan pada suhu
ruang), serta A2B2 (Pengemasan vakum disimpan pada suhu dingin).
Parameter pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
organoleptik, asam lemak bebas, pH, dan total mikroba. Pengolahan data
yang digunakan menggunakan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa rendang ikan tuna hanya dapat dikonsumsi selama 18
hari dengan pengemasan vakum yang disimpan pada suhu dingin.
Kata Kunci :rendang ikan tuna, jenis kemasan, dan lama penyimpanan,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur tiada lain yang patut
penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahNya
telah memberikan kekuatan, kesehatan dan keteguhan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISA MASA
SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DALAM KEMASAN VAKUM SELAMA
PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DAN DINGIN ” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr.rer.nat. Zainal, S.TP.,M.Food.Tech dan bapak Ir. Nandi K.
Sukendar, M.App.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan
skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hj.
Mulyati M. Tahir, MS dan Dr. Ir. Rindam Latief, MS selaku penguji yang
telah meluangkan waktunya guna memberikan masukan dan petunjuk
menuju kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.
Melalui kesempatan yang berharga ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan yang telah memberikan banyak Ilmu selama penulis berkuliah,
dan kepada seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna,
sama halnya dengan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan tetapi penulis sadari bahwa kesalahan merupakan
motivasi dan pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada
skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan
mendapat imbalan dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Dan semoga
laporan akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca,
khususnya penulis, Amin.
Wassalam
Makassar, Agustus 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih yang tak akan ada habisnya penulis ucapkan kepada
kedua orang tua penulis. Ayahanda Tercinta
Muh. Saleh, dan
almarhumah Ibu yang selalu penulis banggakan Andi Atika dengan
penuh kasih sayang dan keikhlasan telah mengasuh, membimbing dan
memberikan dukungan baik materi maupun moril serta mengalirkan do’a
yang selalu meyertai setiap langkah penulis.. Tak lupa pula saudara
tercinta Mustika Saleh, Zainal Saleh, Asman Saleh, Akbar Saleh,
Rabiatul Alwiah, dan Awal Mubarak kakak dan adik yang selalu terus
mendukung dan memotivasi kepada penulis. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada mereka yang telah membantu :
1. Keluarga besar Ayahanda dan Ibunda penulis yang telah memberikan
dukungan dan do’a yang tulus dan ikhlas hingga skripsi ini
terselesaikan.
2. Terima kasih buat mama tiriku Sanneng dan adik tiriku Nurul Izzah
dan Ali Azhar yang selalu terus mendukung dan memotivasi kepada
penulis, terima kasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada
penulis
3. Terima Kasih juga buat ipar-iparku k”Tia, K”sa’diah, k”ida, k”ummah,
k”Udin dan keponakanku reza, fayyaz, arul, ayu, ezad, dan haidar
yang selalu terus mendukung dan memotivasi kepada penulis dan
terima kasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis
4. Sahabat-sahabatku Andi Tenri Lawang S.TP, Husnul Khatimah
Yasin S.TP, Hikma Sulaiman, Munirah Muchtar, dan Mukarramah
Lubis. Terima kasih atas dukungan, kebersamaan, canda, tawa yang
telah terjalin selama ini. Dan teman seperjuangan dalam pengurusan
berkas Asriyanti, Muhpidah, Hasrayanti, dan Nur Azizah,,terima
kasih atas motivasinya.
5. Teman- Teman The Texa 09 UH yang telah memberikan motivasi dan
dukungannya.
6. Teman-teman Tekpert 09 dan seluruh Warga KMJ TP UH, kakanda
dan adinda yang telah memberikan motivasi dan dukungannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Rahmadana.S lahir di Tajuncu Soppeng tepatnya
pada Tanggal 29 Maret 1990. Penulis dilahirkan dari
pasangan Muh.Saleh dan Andi Atika (Almh)
Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :
1. TK Pertiwi Donri-Donri, Soppeng. Tahun 1994-1996
2. Sekolah Dasar Negeri 35 Tajuncu. Soppeng. Tahun 1996-2002.
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Donri-Donri, Soppeng.
Tahun 2002-2005.
4. Sekolah
Menengah
Umum
Negeri
1
Donri-Donri.
Tahun 2005-2008.
5. Pada Tahun 2009 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri
Universitas Hasanuddin Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai
mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin
Makassar.
Selama menjalani studinya di Universitas Hasanuddin, penulis
pernah menjadi asisten Aplikasi Teknologi Hasil Nabati. Penulis juga aktif
dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas
Hasanuddin (HIMATEPA UH).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xv
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................
3
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan ..............................................................................
5
B. Ikan Tuna .....................................................................
5
C. Rendang ......................................................................
8
D. Bumbu .........................................................................
10
E. Masa Simpan ...............................................................
18
F. Pengemasan................................................................
20
G. Penyimpanan ...............................................................
23
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ......................................................
29
B. Alat dan Bahan ............................................................
29
C. Prosedur Penelitian .....................................................
30
1. Persiapan Bahan ....................................................
30
2. Pembuatan Rendang Ikan Tuna.............................
31
Halaman
D. Perlakuan Penelitian ....................................................
32
E. Parameter Pengamatan ...............................................
33
F. Prosedur Analisa .........................................................
33
G. Pengolahan Data .........................................................
35
H. Diagram Alir .................................................................
36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Organoleptik Suhu Ruang dan Suhu Dingin ..........
37
1. Warna .....................................................................
37
2. Aroma .....................................................................
39
3. Tekstur ...................................................................
42
4. Rasa .......................................................................
44
B. Kandungan Asam Lemak Bebas .................................
45
C. Derajat Asam(pH) ........................................................
49
D. Total Mikroba ...............................................................
50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................
52
B. Saran ...........................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
53
LAMPIRAN ......................................................................................
58
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Halaman
1. Rancangan Perlakuan Penelitian ...........................................
32
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Halaman
01. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Warna Rendang Ikan Tuna ...................................................
38
02. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Aroma Rendang Ikan Tuna ...................................................
40
03. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Tekstur Rendang Ikan Tuna ..................................................
42
04. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Rasa Rendang Ikan Tuna......................................................
44
05. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Asam Lemak Bebas Rendang Ikan Tuna ..............................
46
06. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
pH Rendang Ikan Tuna .........................................................
49
07. Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Total Mikroba Rendang Ikan Tuna ........................................
50
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1.
Judul
Halaman
Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Ruang
pada Rendang Ikan Tuna ......................................................
2.
Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Dingin
pada Rendang Ikan Tuna .....................................................
3.
58
58
Hasil Rerata Analisa Asam Lemak Bebas pada Rendang Ikan
Tuna ......................................................................................
58
4.
Hasil Rerata Analisa pH pada Rendang Ikan Tuna ..............
59
5.
Hasil Rerata Analisa Total Mikroba pada Rendang Ikan
6.
Tuna ......................................................................................
59
Dokumentasi Gambar Rendang Ikan Tuna ...........................
60
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan tuna (Thunnus spp) memiliki kualitas daging yang sangat
baik, lembut, dan lezat, serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan
lengkap terutama kandungan protein (asam amino essensial lengkap),
vitamin, mineral serta memiliki kandungan kolesterol rendah. Tetapi
ikan tuna memiliki sifat yang mudah rusak, baik kerusakan kimiawi,
fisik maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui poripori ikan.
Ikan
tuna
termasuk
keluarga
Scombroidae
banyak
mengandung senyawa asam amino histidin yang mudah mengalami
proses dekarbolasi menjadi senyawa histamin. Kadar histamin pada
ikan
dapat
digunakan
sebagai
indikator
kemunduran
mutu.
Keberadaan histamin pada bahan pangan ini menandakan tingkat
kerusakan bahan tersebut. Produksi histamin pada ikan dalam jumlah
besar berpotensi menimbulkan racun.
Daging ikan tuna dapat diolah sebagai makanan tradisional
seperti rendang ikan tuna. Pada saat sekarang ini rendang bukan
hanya dari daging tetapi rendang dapat dibuat dari ikan tuna.
Rendang ikan tuna merupakan produk olahan dari ikan tuna yang
dimasak didalam campuran santan dan bumbu. Dalam penanganan pasca
pengolahan
dibutuhkan
suatu
kemasan
yang
baik
agar
dapat
mempertahankan kualitas rendang ikan tuna.
Rendang ikan tuna termasuk makanan yang memilki
kandungan asam karena pada proses pembuatan ditambahkan tomat
dan asam. Pemberian asam ke dalam bahan pangan daging
mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya mendapatkan citarasa
yang diinginkan serta berkhasiat dalam mencegah pertumbuhan
mikroba, karena dapat menurunkan pH pada bahan pangan.
Pengemasan rendang ikan tuna dapat dilakukan dengan pengemasan
vakum
karena
mikroorganisme
anaerobik
seperti
Clostridium
botulinum tidak dapat tumbuh pada makanan yang memiliki tingkat
keasaman rendah dengan pH 1-4,8.
Kemasan mempunyai peranan yang sangat besar untuk
mencegah dan memperlambat terjadinya kerusakan yang sangat
besar pada bahan makanan. Jenis pengemasan yang digunakan
untuk bahan kemasan sangat berpengaruh besar kepada lama
penyimpanan bahan makanan, untuk memperlambat kerusakan mutu
yang ada dalam makanan. Sehingga makanan lebih lama disimpan
dan kualitasnya akan lebih tahan lama pada suhu ruang dan suhu
dingin. Semakin berkembangnya teknologi diberbagai bidang, maka
saat pengemasan bahan pangan dapat dilakukan dengan metode
pengemasan vakum dan pengemasan biasa.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai berapa hari masa simpan produk rendang ikan tuna yang
dikemas dengan metode biasa dan vakum yang masing-masing
disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin.
B. Perumusan Masalah
Produk rendang ikan tuna bersifat mudah rusak apabila tanpa
perlakuan khusus karena rendang ikan tuna mengandung santan
Kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya
ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal
asam lemak tidak jenuh (Kataren, 1986). Cara pengemasan dan suhu
penyimpanan
memperpanjang
produk
masa
tersebut
simpan.
penting
untuk
Pengemasan
diteliti
guna
vakum
dan
penyimpanan pada suhu dingin (40C) dapat memperpanjang daya
simpan produk tersebut. Namun belum diketahui berapa hari masa
penyimpanan dan apakah efisien apabila dilakukan pengemasan
plastik dengan kondisi vakum dan non-vakum yang disimpan pada
suhu ruang dan dingin terhadap masa simpan produk tersebut.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui berapa hari masa simpan produk rendang ikan
tuna yang dikemas dengan metode pengemasan plastik dengan
kondisi vakum dan non-vakum yang masing-masing disimpan
pada suhu ruang dan suhu dingin.
2. Untuk mengetahui kualitas produk rendang ikan tuna yang
dikemas secara pengemasan plastik dengan kondisi vakum dan
non-vakum yang disimpan pada suhu ruang dan dingin.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai informasi dan referensi mengenai jenis pengemasan dan
lama penyimpanan terhadap mutu rendang ikan tuna
2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat khususnya
pedagang rendang ikan tuna mengenai jenis pengemasan dan
lama penyimpanan terhadap mutu rendang ikan tuna yang tepat
untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan
Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak
dimanfaatkan oleh manusia karena beberapa kelebihannya, antara lain
merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial karena pada
daging ikan dapat dijumpai senyawa yang sangat penting bagi
manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garam mineral dan
vitamin. Kandungan zat-zat gizi tersebut menyebabkan ikan sangat
diminati oleh masyarakat sehingga kebutuhan ikan semakin meningkat
dengan berjalannya waktu (Buckle et al.,2007).
Ikan merupakan sumber alami asam lemak Omega 3 yaitu
Eicosa Pentaenoic Acid (EPA) dan Decosa Hexaenoic Acid (DHA),
yang berfungsi mencegah arterosklerosis (terutama EPA). Keduanya
dapat menurunkan secara nyata kadar trigliserida di dalam darah dan
menurunkan kadar kolesterol di dalam hati dan jantung. Kadar asam
lemak Omega 3 dalam beberapa jenis ikan laut di perairan Indonesia
berkisar antara 0,1 – 0,5 g/100g daging ikan seperti ikan sidat, terubuk,
tenggiri, kembung, layang, bawal, seren, slengseng, tuna dan
sebagainya (Suriawiria, 2002).
B. Ikan Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya
seperti cerutu mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang
biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari
sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip
dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak
ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural.
Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan
agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip
tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna
gelap (Anonim, 1983)
Spesies tuna dari genus Thunnus merupakan komoditas utama
dalam pasar tuna dunia. Spesies dari genus Thunnus yang banyak
diperdagangkan adalah tuna sirip kuning (T. albacares), tuna mata
besar (T. obesus), tuna albakora (T. alalunga), tuna sirip biru atlantik
(T. thynnus), tuna sirip biru pasifik (T. orientalis) dan tuna sirip biru
selatan (T. maccoyii). Selain itu, ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
yang termasuk dalam genus Katsuwonus juga menjadi spesies penting
dalam perdagangan spesies tuna dunia. Ketujuh spesies tersebut
merupakan
komoditas
utama
pada
pasar
tuna
dunia
karena
menguasai lebih dari 80% dari jumlah ikan tuna di pasar internasional
(Joseph et al. 2010).
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang
tinggi dan lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara
22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di
samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium, fosfor, besi dan
sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan
niasin) (Anonim, 1972).
Histamin adalah senyawa yang terdapat pada daging ikan dari
family scombroidae, subfamili scombroidae, atau ikan lain yang telah
membusuk yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang
tinggi. Histamin di dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim
yang
menyebabkan
pemecahan
histidinyaitu
enzim
histidine
dekarboksilase. Melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus
karboksil ) dihasilkan histamin. Satuan kadar histamin dalam daging
tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg % atau ppm (mg/1000 g)
(Hadiwiyoto, 1993)
Histamin adalah salah satu komponen dari grup amina
biogenic. Amina biogenik adalah komponen biologis aktif yang
dihasilkan oleh proses dekarboksilasi asam amino bebas yang
terdapat
pada
beberapa
bahan
pangan
seperti
ikan,
produk
pengolahan ikan, daging, anggur, keju, dan lain-lain. Keberadaan
histamin pada bahan pangan ini menandakan tingkat kebusukan
bahan tersebut.
Kandungan histamin pada daging ikan tuna yang
aman dikonsumsi <5 mg/100 gram. Apabila kandungan histamin
berkisar antara 5-20 mg/100 gram merupakan gejala awal proses
kemunduran mutu, dan bila meningkat menjadi 20-100 mg/100 g maka
dagimg ikan bersifat racun dan mulai berbahaya pada kesehatan
(Huss, 1994).
Jenis ikan tuna yang memiliki 2 jenis daging yaitu putih dan
merah, justru daging-daging putihlah yang tinggi histaminnya. Daging
yang merah jauh lebih sedikit. Untuk konsumsi manusia, daging merah
lebih aman daripada daging putihnya bila dipandang dari segi
histamine. Hal itu disebabkan daging merah tinggi kandungan trimetil
amina
oksida
(TMAO)
yang
berfungsi
menghambat
proses
terbentuknya histamine. Meskipun enzim pemecah karboksil dapat
berasal dari daging tubuh ikan sendiri, sebagian besar enzim pemecah
tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran
pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan dari
luar. Bagian depan tubuh ikan biasanya memiliki kadar histamin paling
tinggi, dan terendah dibagian ekor (Winarno, 1993).
C. Rendang
Rendang adalah salah satu masakan tradisional Minangkabau
yang menggunakan daging dan santan kelapa sebagai bahan utama
dengan kandungan bumbu rempah-rempah yang kaya. Selain bahan
dasar daging, rendang menggunakan santan kelapa dan campuran dari
berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya cabai , serai,
lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah. Keunikan rendang
adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat antiseptik dan
membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai
bahan pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe,
dan lengkuas diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat
(Wikipedia, 2012)
Protein merupakan komponen kimia terpenting yang terdapat
didalam rendang. Kandungan protein pada rendang
yaitu masing-
masing 23, 16 dan 18 persen. Protein daging lebih mudah dicerna
dibandingkan dengan protein yang bersumber dari bahan nabati. Nilai
protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam-asam
amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Rendang juga
mengandung energi sebesar 193 kkal/100 g. Rendang memiliki kadar
lemak lebih rendah daripada kornet dan abon. Sebagian besar lemak
pada rendang berasal dari santan yang digunakan dalam pemasakan.
Rendang kaya akan mineral kalsium 474 mg/100 gram, fosfor 211
mg/100 gram, dan besi 14,9 mg/100 gram. Rendang juga mengandung
sejumlah
vitamin
A,
vitamin
B1,
vitamin
B2,
niasin,
dan
asam pantotenat, yang sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh
(Astawan, 2009).
Rendang ikan tuna merupakan produ olahan dari ikan tuna.
Ikan tuna dibuat dengan cara yaitu ikan tuna yang sudah difillet dan
dipotong 3 x 3 cm dimasukkan dalam tumisan bumbu-bumbu yang
sudah dihaluskan, diaduk hingga warna berubah. Ditambahkan garam
dan gula merah, kemudian dimasukkan santan, diaduk sampau
matang dan meresap (Anonim, 2012).
D. Bumbu
Penelitian Edy (1998) diacu dalam Suyasa (2002) menyatakan
bahwa bumbu rendang memiliki aktivitas antimikroba terhadap flora
mikroba yang terdapat pada ekstrak daging, santan serta campuran
daging dan santan. Efek penghambatan bumbu rendang terhadap
beberapa bakteri yang diujikan diduga karena adanya aktivitas
antimikroba rempah-rempah dalam bumbu terutama cabe merah selain
dari pengaruh pemanasan itu sendiri. Komponen antimikroba setelah
dipanaskan akan terurai menjadi komponen-komponen yang lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel mikroba, merusak dinding sel,
sitoplasma,
dan
mengkoagulasi
protein
sel
mikroba
sehingga
menyebabkan kematian mikroba.
Rempah-rempah mengandung berbagai senyawa bioaktif yang
bersifat sebagai antibakteri dan antikapang. Akibatnya, rendang
memiliki daya awet yang tinggi, yaitu sekitar tiga hari pada suhu kamar
tanpa pemanasan ulang atau sembilan hari pada suhu refrigerator
(lemari pendingin). Daya tahan simpan rendang didukung oleh
beberapa faktor. Faktor pertama, rendang memiliki kadar air sekitar 3050 persen. Makanan dengan kadar air berkisar 15-50 persen
digolongkan sebagai makanan semi basah (intermediate moisture
foods), yang sudah barang tentu memiliki daya awet lebih lama
dibandingkan makanan basah lainnya. Rempah-rempah atau bumbu
adalah sejenis tanaman atau sayuran beraroma, baik berupa rimpang,
daun, kulit pohon, buah, biji, maupun bagian tanaman lainnya yang
digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan. Tujuan utama
pemakaian rempah-rempah pada masakan adalah meningkatkan cita
rasa yang enak dan gurih, sehingga mampu membangkitkan selera
makan, serta menjadi bahan pengawet, yaitu bersifat sebagai
antimikroba dan antioksidan (Astawan, 2009).
a. Santan Kelapa
Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih
susu yang diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging
kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Santan kental
merupakan hasil olahan santan kelapa yang telah diberi emulsifier,
sehingga emulsinya lebih stabil. Namun, santan kental mudah
rusak dan berbau tengik, karena itu perlu diupayakan produk
santan kental siap pakai yang mempunyai daya simpan cukup.
Untuk memperpanjang masa simpan santan kental diperlukan
perlakuan pemanasan (Ramdhoni et all., 2009).
Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang
akan distabilkan oleh protein dan beberapa jenis ion yang terserap
pada batas permukaan antara air dan minyak. Kerusakan utama
yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya ketengikan. Bau
dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh. Beberapa factor yang mempercepat otooksidasi antara
lain radiasi oleh panas dan cahaya, adanya bahan pengooksidasi,
katalis logam, dan system oksidasi (Kataren, 1986).
b. Cabai Merah
Cabai merah mengandung oleoresin yang menimbulkan rasa
pedas, warna merah dan cita rasa yang khas. Oleoresin adalah
suatu produk yang mengandung resin, minyak-minyak esensial
yang bersifat volatile dan bahan aktif lainnya yang diekstrak dengan
pelarut non-aqueous seperti hidrokarbon (Furia, 1968).
Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam cabai
merah ialah limonen, linalil, metil salisilat, 4-metil-1-pentenil-2-metil
butirat, isoheksilisokaproat dan heksasil-3-enol. Rasa pedas cabai
dihasilkan oleh senyawa capcaisin dan vanililamida. Capcaisin
bersifat tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk cair pada suhu
65oC dan menguap pada suhu yang lebih tinggi. Vanililamida dan
capcaisin adalah senyawa antimikroba yang terdapat dalam cabai
merah (Purseglove et al., 1981).
c. Bawang Putih
Bawang Putih (Allium sativum) termasuk tanaman rempah
yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan,
tidak hanya didapur bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap
masakan
yang
membuat
masakan
mengundang selera (Wibowo, 1995).
menjadi
beraroma
dan
Bawang Putih mengandung minyak atsiri yang sangat
mudah menguap diudara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih ini
diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik.
Sementara zat yang berperan memberi aroma bawang putih yang
khas adalah alisin, karena alisin mengandung sulfur dengan
struktur tidak jenuh dan dalam beberapa detik saja terurai menjadi
senyawa dialil-disulfida. Didalam tubuh, alisin merusak protein
kuman penyakit sehingga kuman penyakit tersebut mati. Alisin
merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup ampuh
(Purwaningsih, 2007).
d. Bawang Merah
Bawang merah (Allium cepa) termasuk salah satu sayuran
umbi multiguna, dan yang paling penting didayagunakan sebagai
bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai masakan.
Kegunaan lain bawang merah sebagai obat tradisonal, khasiat
bawang merah sebagai obat diduga karena mempunyai efek
antiseptik dari senyawa allin atau allisin (Wibowo, 1995).
Terdapat senyawa aktif yang terkandung dalam bawang
merah berupa quercitin. Secara farmakologi quercitin diketahui
sebagai senyawa yang bekerja aktif dalam menghambat inflamasi
dan pelepasan histamin. Kemampuan anti inflamasi sangat penting
untuk mencegah peradangan, sedangkan antihistamin yang dimiliki
berguna untuk mencegah terjadinya alergi. Sekain itu, quercitin
juga dikenal sebagai anti kanker (Anonim, 2010).
e. Jahe
Menurut Grosch (1999) seperti yang dikutip oleh Slamet
(2005), jahe memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu
berfungsi sebagai pemberi rasa pedas dan antioksidan. Kandungan
senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe sebagian besar
adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terhidrasi menjadi
shogaol yang memiliki rasa pedas rendah daripada gingerol.
Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan retroaldol dan
terbentuk senyawa zingerone dan hexanal. Pada konsentrasi
tertentu, hexanal dapat mengurangi aroma jahe.
Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak,
manisan, minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan
tambahan pada kue, puding, dan lain-lain. Selain itu, rimpang jahe
dapat diambil oleoresinnya yang dapat digunakan untuk industri
parfum, sabun, kosmetika, farmasi, dan lain-lain. Ekstrak jahe
mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang
jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan
daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
f. Kunyit
Kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam
masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan sebagai
bumbu dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk
memberi warna kuning pada masakan, atau sebagai pengawet.
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak
10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat
bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton
sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren ,
sabinen , borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak
sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%,
Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor,
dan kalsium (Wikipedia, 2013a)
g. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum Sativum L) bayak digunakan sebagai
bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat
menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih (Sutejo, 1990).
Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor,
magnesium, potasium dan besi (Astawan, 2009). Ketumbar banyak
digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung
karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar
mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh
komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa
hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma
wangi dalam minyak atsiri (Guenther, 1987).
h. Tomat
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu
tanaman
yang
sangat
dikenal
oleh
masyarakat
Indonesia.
Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin
(0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak,
vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam, dkk., 2005).
Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah,
bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang
baik. Selain itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, beta-karoten,
kalium dan antioksidan likopen. Satu buah tomat ukuran sedang
mengandung hamper setengah batas jumlah kebutuhan harian
(required daily allowance/RDA) vitamin C untuk orang dewasa
(Franceschi et. al., 1994).
i. Serai
Serai memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin,
flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Minyak atsiri serai
wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol,
metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan
limonene. Eugenol yang terkandung dalam serai mempunyai
pengaruh dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan
jamur pathogenmelaporkan bahwa senyawa saponin memiliki sifat
antimikroba karena kemampuannya berinteraksi dengan sterol
pada membran sehingga menyebabkan kebocoran protein dan
enzim-enzim tertentu (Oleszek, 2000).
j. Gula Merah
Gula aren adalah hasil olahan dari nira pohon aren
(Arenga piñata). Gula aren dalam kehidupan sehari-hari bagi orang
Indonesia sangat dibutuhkan. Terutama rasa dan aromanya yang
khas sehingga tidak dapat digantikan dengan gula lain. Tingginya
gula pereduksi menyebabkan gula merah bersifat hidroskopis
sehingga mudah mencair karena itu tidak didapat dibiarkan di udara
tanpa pengemasan yang baik (Reine, 1985).
Gula merupakan senyawa organik penting sebagai bahan
makanan. Disamping sebagai bahan makanan, gula digunakan
juga sebagai bahan pengawet makanan. Gula merupakan senyawa
kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, mempunyai
rasa manis dan larut dalam air, serta mempunyai sifat optis
merupakan
ciri
khas
untuk
gula (Gautara & Wijandi 1981).
mengenal
setiap
jenis
k. Masa Simpan
Definisi umur simpan (shelf life) berdasarkan Institute of Food
Technology (1974) adalah selang waktu antara saat produksi hingga
saat konsumsi, sedang kondisi produk masih memuaskan pada sifatsifat: penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi. Anonim (1978)
menyatakan bahwa suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur
simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk
tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama bahan
pengemas masih memiliki integritas memproteksi isi kemasan.
Sedangkan
Floros
dan
Gnanasekharan
(1993)
menyatakan
bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk
pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu
level (Susiwi, 2009).
Penentuan
umur simpan hendaknya dapat memberikan
informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada
kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan
penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu normal
untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan
atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan
mempercepat
diidentifikasi
terjadinya
sebagai
penurunan
suhu
mutu
pengujian
produk
umur
dan
simpan
sering
produk.
Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak
baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak
normal. Kondisi distribusi dan suhu akan menentukan umur simpan
produk pangan (Hariyadi 2004).
Penentuan
umur
simpan
didasarkan
pada
faktor-faktor
mempengaruhi umur simpan produk pangan. Faktor- faktor tersebut
misalnya adalah keadaan alamiah (sifat makanan), mekanisme
berlangsunganya perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan
oksigen ), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan
eksternal). Faktor lain adalah ukuran kemasan (volume), kondisi
atmosfer (terutama suhu dan kelembaban), serta daya tahan kemasan
selama transit dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air,
gas, dan bau (John dan Wiwik, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan
yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan
mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap
air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal
dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume,
kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan
dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta
kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau
termasuk
perekatan,
terlipat (Labuza, 1982).
penutupan,
dan
bagian-bagian
yang
Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi dalam
bahan pangan bersifat kumulatif dan tidak dapat balik selama
penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut
mengakibatkan mutu pangan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu
akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak dapat
diterima lagi disebut waktu kadaluwarsa. Bahan pangan disebut rusak
apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui
masa simpan optimumnya (Syarief & Halid, 1993).
l. Pengemasan
Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang
digunakan untuk melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis
bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah
kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas
dan karton. Kemasan plastik adalah jenis kemasan yang paling banyak
digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif lebih
murah, lebih ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, warna dan
bentuk relatif lebih disukai konsumen (Buckle et al. 2007).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan
pangan antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis
bahan pengemas yang digunakan. Hubungan jenis bahan pengemas
dengan
daya
berdasarkan
awet
bahan
permeabilitasnya.
pangan
yang
Permeabilitas
dikemas
ditentukan
merupakan
transfer
molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan
ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan
kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan
dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air
antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu.
Semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang
masuk ke lingkungan akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih
meluas di dalam kemasan, sehingga kadar air kritis produk pun akan
segera tercapai dan umur simpan produk tidak lama (Robertson, 2010).
Polipropilena berasal dari monomer propilena yang diperoleh
dari pemurnian minyak bumi. Polipropilena merupakan jenis bahan
baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan
kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas
dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan
penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik
sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan
(stress-cracking)
walaupun
pada
temperatur
tinggi.
Plastik
polypropylene merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier
terhadap uap air pada produk karena memiliki permeabilitas uap air
yang rendah (Manley, 2000).
Polipropilen termasuk jenis plastik olifein, lebih kaku dari
polietilen, memiliki kekuatan tarik dan kejernihan lebih baik dari
polietilen serta permeabilitas uap air rendah. Suhu leleh polipropilen
sekitar 150oC, sehingga dapat digunakan untuk kemasan yang
memerlukan sterilisasi dan kemasan produk yang dapat dipanaskan
langsung di oven atau direbus (Syarief dan Halid 1993).
Sifat-sifat kemasan polypropylene (PP) menurut Buckle et al.,
(2007) antara lain sebagai berikut:
1. Mengkilap dan tidak mudah sobek.
2. Plastik polypropylene lebih kaku daripada polyethylene.
3. Memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah.
4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak.
5. Tahan terhadap suhu tinggi.
Prinsip heat sealing (pengemasan biasa) adalah penutupan
kemasan
berbahan
plastik
menggunakan
panas
dengan
menggabungkan dua jenis plastik berbahan sama. Pengemasan cara
biasa memiliki keuntungan diantaranya mudah , murah ,alat sederhana.
Kelemahan metode pengemasan ini adalah ada kemungkinan sealing
yang kurang sempurna, masih ada celah sehingga udara atau uap
air dapat masuk, karena heat sealer dioperasikan secara manual
(Anonim, 2008)
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara
dimana tekanannya kurang dari 1 atm dengan cara mengeluarkan O 2
dari kemasan
sehingga
memperpanjang umur simpan. Proses
pengemasan vakum ini dilakukan dengan cara memasukkan produk ke
dalam kemasan plastik yang dikuti dengan pengontrolan udara
menggunakan mesin pengemas vakum (Vacuum Packager), kemudian
ditutup dan disealer. Dengan ketiadaan udara dalam kemasan, maka
kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran
produk yang dikemas akan lebih bertahan 3 – 5 kali lebih lama daripada
produk yang dikemas dengan pengemasan non-vakum (Jay 1996).
Menurut Syarief et al. (1989), aktor-faktor yang mempengaruhi
kerusakan
bahan
pangan
sehubungan
dengan
kemasan
yang
digunakan dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu :
1. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk
sehingga
tidak
dapat
dicegah
dengan
pengemasan
saja
(perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi).
2. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya
dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan
mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi
dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak
diinginkan).
m. Penyimpanan
Kerusakan yang terjadi selama penyimpanan rendang biasaya
adalah perubahan flavor menjadi tengik disebabkan teroksidasinya
lemak daging dan lemak dari kelapa yang digunakan dalam
pengolahan. Proses ketengikan ini karena teroksidasinya lemak oleh
oksigen atau terjadinya proses hidrolisa lemak yang menghasilkan
asam lemak bebas. Proses hidrolisa lemak dapat Juga tejadi karena
adanya enzim lipase yang terdapat pada produk
atau enzim
yang dihasilkan oleh mikroba penyebab kerusakan (Novelina dan
Nurhaidah, 1997).
Terjadi penguraian senyam Non Protein Nitrogen (NPN) seperti
trimethylamine
oksida
menjadi
senyawa-senyawa
amina
seperti
trimethylamin, dimethylamin, metilamin dan penguraian urea menjadi
amoniak yang merupakan precursor bau pada ikan. Sementara lemak
yang terdapat pada daging ikan mengalami proses lipolisis oleh enzim
lipase yang dihasilkan oleh mikroba menjadi asam-asam lemak bebas
yang selanjutnya dapat mengalami oksidasi menghasilkan peroksidaperoksida.
keton
dan
aldehid
yang
menyebabkan
bau
tengik
(Tambunan, 1999).
Enzim lipase tidak aktif sama sekali pada temperatur yang tinggi.
Disamping itu dengan adanya perbedaan kadar air dalam bahan juga
akan berpengaruh pada proses hidrolisa yang terjadi. Semakin tinggi
kadar air dalam bahan maka akan semakin cepat proses hidrolisa
berlangsung, dengan demikian semakin besar pula asam lemak bebas
yang terbentuk (Hartley, 1977).
Clostridium botulinum adalah mikroorganisme negatif lipase yang
tumbuh antara pH 4,8 dan 7 dan tidak dapat menggunakan laktosa
sebagai sumber karbon utama merupakan karakteristik penting selama
identifikasi. Clostridium botulinum adalah bakteri tanah. Spora dapat
bertahan hidup di lingkungan yang sangat sulit untuk dimatikan.
Pertumbuhan bakteri dapat dicegah dengan keasaman tinggi, gula
terlarut yang tinggi, kelembaban yang rendah atau penyimpanan pada
suhu di bawah 3°C (38 ° F) untuk tipe A (Wikipedia, 2013c).
Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan
pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan
hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan
atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun
pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi
tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya
dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana
enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya
terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar
(Hadiwiyoto, 1993)
Penyimpanan
bahan
pangan
pada
suhu
rendah
dapat
memperlambat reaksi metabolisme. Selain itu dapat juga mencegah
pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan
bahan pangan. Cara pengawetan bahan pangan pada suhu rendah
dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik
beku (di atas 0oC), sedangkan pembekuan dilakukan di bawah titik
beku. Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan
bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai beberapa
bulan.
Pendinginan
dan
pembekuan
masing-masing
berbeda
pengaruhnya
sifat-sifat
terhadap
lainnya.
rasa,
Pengawetan
tekstur,
warna,nilai
dengan
jalan
gizi
dan
pendinginan
dapat dilakukan dengan penambahan es yang berfungsi mendinginkan
dengan cepat suhu 0oC, kemudian menjaga suhu selama penyimpanan
(Tri Margono, dkk, 1993).
Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu
di atas titik beku yaitu di antara -20C dan 160C. Suhu lemari es
umumnya berkisar antara 40–70C (Tjahjadi, 2011). Tujuan penyimpanan
suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegahh kerusakan tanpa
mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan ang tak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang
dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990)
Kerusakan mikrobiologis disebabkan karena aktifitas mikroba
terutama bakteri. Didalam pertumbuhannya atau untuk memenuhu
kebutuhan hidupnya mikroorganisme memerlukan energy yang dapat
diperoleh dari substrat bakteri karena dapat menyediakan senyawasenyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon dan
kebtuhan-kebutuhan nutrient laiinya dalam memenuhi kebutuhannya
(Suwendo,dkk, 1993).
Mikroorganisme merupakan penyebab kebusukan pangan,
tumbuhnya mikroorgansme didalam bahan pangan dapat mengubah
komposisi bahan pangan dengan cara : menghidrolisis pati dan
selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil : menyebabkan fermentasi gula,
menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan serta mencerna
protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa
mikroorganisme dapat membentuk lender, gas, busa, warna, asam, dan
toksin. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan lembab (Susiwi,
2009). Menurut SNI (1991), produk perikanan dapat dikonsumsi apabila
nilai total mikroba tidak melebihi 5 x 105 sel/gram sampel.
Pertumbuhan mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai
perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Apabila
perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima oleh
konsumen, maka bahan
pangan tesebut
dikatakan mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh pertumbuhan
jamur, kebusukan, adanya lendir dan perubahan warna. Menurut
Buckle et al. (1987), kapang bersifat aerobik, paling banyak atau
tumbuh pada bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar.
Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah dan dapat
menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan
bahan pangan dengan pembentukan lendir. Perubahan warna bahan
pangan yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme yang
menghasilkan koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat
warna) yang memberi warna pada bahan pangan yang tercemar
seperti:
Seeatia
marcescens,
fluorescens (Buckle et al., 1997).
Rhodoturulla,
dan
Pseudomonas
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada
penyimpanan dingin dan beku adalah water activity (a ). a adalah
w
w
air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk hidup dan
tumbuh. Water activity adalah rasio dari tekanan uap air substrat
produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang sama
(Gorga dan Ronsivalli, 1988).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai bulan
Mei 2013 di Laboratorium Analisa Kimia dan Pengawasan Mutu
Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
adalah
wadah/baskom, kompor, vacuum sealer, termometer, timbangan
analitik, sendok, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, gelas kimia,
Erlenmeyer, pipet volume, biuret, heat sealer, dan freezer.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging
ikan tuna, serai, bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai merah,
ketumbar, kunyit, jahe, minyak, gula merah, tomat, daun jeruk, santan,
plastic pp, air, tissue dan aluminium foil.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Bahan
1) Potongan Fillet Tuna
a. Dipilh 2 ekor ikan tuna yang masih bagus, kondisi baik,
segar, mata jernih dan cembung, insang masih merah, dan
tidak ada bagian tubuh yang terluka untuk memperoleh 2000
gram daging ikan tuna
b. Dibuang isi perut, kepala, daging yang berwarna hitam dan
ekor ikan tuna
c. Difillet ikan tuna untuk memisahkan antara kulit dan daging
d. Daging ikan tuna dipotong 3x 3 cm untuk mendapatkan
potongan fillet ikan tuna.
e. Ditimbang potongan fillet ikan tuna sebanya 2000 gram
2) Campuran Bumbu Rempah Halus
Untuk
membuat
2000
gram
rendang
ikan
tuna
diperlukan bumbu sebagai berikut:
a. Ditimbang bawang putih 120 gram, bawang merah 150
gram, cabe merah 100 gram, kunyit 80 gram, 25 gram
ketumbar, 30 gram tomat dan 20 gram jahe
b. Dihaluskan bumbu-bumbu untuk memperoleh campuran
bumbu rempah halus.
3) Penyiapan Santan Kental
a. Dipilih 3 buah kelapa dengan tingkat kematangan yang tua
yang tidak ada tombongnya.
b. Dikupas buah kelapa tersebut, kemudian diparut
c. Hasil parutan tersebut diperas untuk meperoleh santan
kental sebanyak 800 ml
4) Campuran Gula Merah, Garam, Batang Serai, dan Daun
Jeruk
Pembuatan 2000 gram rendang ikan tuna diperlukan
bumbu-bumbu sebagai berikut:
a. Ditimbang gula merah 20 gram dan garam 15 gram
b. Digeprek 8 batang serai
c. Daun jeruk 15 lembar yang sudah dibuang tulangnya.
2. Pembuatan Rendang Ikan Tuna
Prosedur pembuatan 2000 gram rendang ikan tuna sebagai
berikut :
a. Direndam potongan fillet ikan tuna dengan bumbu rempah halus
(Bawang putih 120 gram, bawang merah 150
gram, cabe
merah 100 gram, kunyit 80 gram, 25 gram ketumbar, dan 20
gram jahe, 10 gram tomat, 5 gram asam, dan 15 gram garam)
sampai meresap, kemudian diukur pH sampai pH < 4.
b. Dimasak dengan menggunakan pressure cooker selama 15
menit
c. Dimasak dengan menggunakan wajan biasa rendang tersebut,
kemudian dimasukkan santan kental 600 ml dan gula merah 20
gram, batang serai 8 buah dan daun jeruk 10 lembar dimasak
sampai matang dan meresap
d. Diperoleh rendang ikan tuna dan kemudian dikemas sesuai
perlakuan dan diamati samapi sampel mengalami kerusakan
dengan maksimal 1 bulan.
D. Perlakuan Penelitian
Perlakuan pada penelitian ini yaitu metode pengemasan dan
suhu penyimpanan
Tabel 01. Rancangan Perlakuan Penelitian
Metode
Pengemasan
Pengemasan
Vakum
(A1)
Pengemasan
Biasa
(A2)
Suhu Penyimpanan
(B)
Suhu Ruang
Suhu Dingin
(B1)
(B2)
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
Keterangan :
A1B1
: Pengemasan plastik non-vakum disimpan pada suhu ruang
A1B2
: Pengemasan plastik non-vakum disimpan pada suhu dingin
A2B1
: Pengemasan plastik dengan kondisi vakum disimpan pada
suhu ruang
A2B2
: Pengemasan plastik dengan kondisi vakum disimpan pada
suhu dingin
Pada perlakuan penelitian tersebut menggunakan 2 faktorial
metode pengemasan dan 2 faktorial suhu penyimpanan, kemudian
setiap sampel berisi rendang ikan tuna sebanyak 250 gram sehingga
jumlah sampel keseluruhan yaitu 2000 gram.
E. Parameter Pengamatan
Selang waktu pengamatan parameter mutu produk disesuaikan
dengan masing-masing sampel dan diamati sampai sampel tersebut
mengalami kerusakan dengan maksimal 1 bulan. Adapun parameter
pengamatan pada penelitian ini yaitu kadar asam lemak bebas, total
mikroba, kadar histamine, pH (ikan segar, ikan yang telah direndam
bumbu, dan rendang ikan tuna) dan uji organoleptik.
F. Prosedur Analisa
1. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995)
a. Ditimbang sampel sebanyak 5 gram
b. Dimasukkan sampel kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 50
ml alkohol netral
c. Dipanaskan hingga mendidih
d. Setelah sampel dingin ditambahkan 2 ml indicator pp dan dititrasi
dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sampai
warna merah jambu tercapai dan tidak hilang.
%FFA 
mlNaOH  NNaOH  BMasamlemak
 100%
Beratbahan  1000
2. Uji Total Mikroba (Fardiaz, 1989)
a. Menimbang
masing-masing
sampel
sebanyak
1
gram
menggunakan timbangan analitik.
b. Memasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril
sebanyak 9 ml kemudian dikocok hingga terbentuk suspense.
c. Memipet 1 ml suspense secara aseptic dari tabung 1, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung 2. Pengenceran dilakukan hingga
tabung 10-3.
d. Menyiapkan media padat TPC dengan cara menuangkan 15 ml
agar cair TPC steril ke dalam cawan petri steril.
e. Mengambil masing-masing sampel dari tingkat pengenceran
(10-1, 10-2, 10-3) sebanyak 0,1 ml dan ditaburkan secara
merata di atas media padat TPC.
f. Selanjutnya cawan-cawan tersebut diInkubasi selama 48 jam
pada suhu 30oC pada posisi terbalik, sebelum dilakukan
perhitungan total mikroba.
3. pH
pH ditentukan dengan menggunakan pH meter.
a. Mula-mula daging ikan dihaluskan
b. Ditimbang 2 gram lalu diencerkan dengan aquadest sampai
volume 10 ml
c. Diaduk hingga rata. Filtrate diambil untuk diukur pH-nya
4. Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan meliputi rasa, kenampakan,
warna, dan aroma terhadap produk yang dihasilkan.
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan dan pengolahan data berasal dari pengukuran
dan pengamatan sebanyak 8 sampel, setiap sampel diukur 3 kali. Data
yang diperoleh diolah dan disajikan secara deskriptif kuantitatif dan
kualitatif.
DIAGRAM ALIR MASA SIMPAN RENDANG IKAN TUNA DENGAN
PENGEMASAN VAKUM DAN BIASA
Ikan Tuna 2 ekor
Pembersihan
-
bawang putih 100 gr
bawang merah 120 gr
cabe merah 150 gr
kunyit 50 gram
20 gram ketumbar
20 gram jahe
30 gram tomat
5 gram asam
15 gram garam
Penghalusan Bumbu
Bumbu 2
- daun jeruk 10 lembar
- gula merah 20 gr
- 8 batang serai
(dipotong-potong)
- 600 ml santan kental
Perlakuan :
A1B1: Pengemasan biasa
disimpan pada suhu ruang
A1B2: Pengemasan biasa
disimpan pada suhu dingin
A2B1: Pengemasan vakum
disimpan pada suhu ruang
A2B2:Pengemasan vakum
disimpan pada suhu dingin
Analisa :
- Asam Lemak
Bebas
- Total Mikroba
- Histamin
- pH
Pemfilletan
-
Kepala
Isi peut
Ekor
Daging hitam
Kulit
Potongan Fillet Tuna 2000 gram
Perendaman selama 5 jam
pH <4
15 gr
garam
10 ml cuka
Perendaman Potongan Fillet
Tuna dengan Bumbu Halus
(pH < 4)
Pemasakan II denga wajan biasa
Pemasakan 1 dengan Pressure
cooker selama 15 menit
Rendang Ikan Tuna
Uji Organoleptik
Warna
Aroma
Rasa
kenampakan
Gambar 01. Diagram Alir Masa Simpan Rendang Ikan Tuna dengan
Pengemasan vakum dan biasa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Masa simpan rendang ikan tuna yang diamati dari kombinasi
perlakuan jenis pengemasan dan suhu penyimpanan meliputi analisa
asam lemak bebas yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat
menyebabkan ketengikan produk selama penyimpanan. Total mikroba
yang dapat menyebabkan kerusakan suatu produk serta derajat
keasaman (pH). Sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, aroma,
rasa, dan tekstur selama penyimpanan
A. Uji Organoleptik
1. Warna
Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan
makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan
tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang
yang
akan
memakannya
menjadi
hilang.
Warna
biasanya
merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari makanan,
seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya
perubahan warna.
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk
menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan.
Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat
baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau
memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya,
maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan
pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil
terlebih dahulu (Winarno, 2004). Hasi uji organoleptik tingkat
penilaian panelis terhadap warna rendang ikan tuna yang disimpan
pada suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik
kondisi vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 1.
Warna
5
4.5
4.46
4.23
4.08
3.85 3.85
3.69 3.69
3.54
3.46
3.31
3.31
3.07
2.92
2.72
2.38
2.38
2.05
4
3.5
skor
3
2.5
2
1.5
1
1
1
0.5
Pengemasan kondisi
Non-VakumBiasa Suhu
Dingin
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu ruang
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
0
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 1. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Warna
Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan
gambar
1
diatas
menunjukan
adanya
penurunan kesukaan terhadap warna rendang ikan tuna selama
penyimpanan. Hal ini diiduga karena adanya mikroorganisme
menghasilkan koloni yang berwarna yang terdapat pada rendang
Perubahan warna bahan pangan yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme yang menghasilkan koloni yang berwarna atau
mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada bahan
pangan yang tercemar seperti: Seeatia marcescens, Rhodoturulla,
dan Pseudomonas fluorescen (Buckle et al., 1997).
2. Aroma
Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta
sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan
kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi,
tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan. Timbulnya
aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang
mudah menguap.
Aroma bahan makanan banyak menentukan kelezatan
makanan tersebut. Industri makanan menganggap sangat penting
melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat memberikan hasil
penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto, 1985).
Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap Aroma
rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin
dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat
dilihat pada Gambar 2.
Aroma
5
4.5
4.46
4.23
4.08
3.85 3.85
3.69 3.69
3.54
3.46
3.31
3.31
3.07
2.92
2.72
4
3.5
Skor
3
2.5
2.38
Pengemasan kondisi
Non-VakumBiasa
Suhu Dingin
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
2.38
2.05
2
1.5
1
1
0.5
1
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu
ruang
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
0
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 2.Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Aroma
Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan gambar 2 diatas menunjukan rendang ikan
tuna yang dikemas kondisi vakum dan non-vakum dan disimpan
pada suhu ruang dan dingin lebih cepat mengalami kerusakan dari
segi aroma dibandingkan rendang ikan tuna yang dikemas vakum.
Adanya penurunan kesukaan terhadap aroma rendang ikan tuna
yang dikemas non-vakum selama penyimpanan selama 2 hari pada
suhu ruang disebabkan oleh timbulnya bau tengik karena terjadi
oksidasi lemak yang ada pada rendang oleh udara sehingga
menyebabkan ketengikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren
(1986), bahwa kerusakan utama yang sering terjadi pada santan
adalah timbulnya ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh
otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh. Beberapa faktor yang
mempercepat otooksidasi antara lain radiasi oleh panas dan
cahaya, adanya bahan pengooksidasi, katalis logam, dan system
oksidasi.
Aroma rendang ikan tuna yang dkemas vakum selama
penyimpanan selama 6 hari pada suhu ruang mangalami
penurunan kesukaan. Hal ini di disebabkan lemak yang ada pada
santan tersebut mengalami hidrolisa akibat Clostridium botulinum
yang termasuk mikroorganisme negatif lipase yang tumbuh pada
makanan yang dikemas vakum menghasilkan enzim yang dapat
menyebakan kerusakan pada produk tersebut. Hal ini sesuai
dengan Wikipedia (2013c), bahwa clostridium botulinum adalah
mikroorganisme negatif lipase yang tumbuh antara pH 4,8 dan 7
dan tidak dapat menggunakan laktosa sebagai sumber karbon
utama merupakan karakteristik penting selama identifikasi dan
sesuai dengan Novelina dan Nurhaidah (1997), bahwa proses
ketengikan ini karena teroksidasinya lemak oleh oksigen atau
terjadinya proses hidrolisa lemak yang menghasilkan asam lemak
bebas. Proses hidrolisa lemak dapat juga tejadi karena adanya
enzim lipase yang terdapat pada produk atau enzim yang
dihasilkan oleh mikroba penyebab kerusakan.
3. Tekstur
Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi,
dan langitlangit (tekak). Dari nilai yang diperoleh diharapkan dapat
diketahui kualitas makanan. Faktor tekstur diantaranya adalah
rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta
kerenyahan makanan. Untuk itu cara pemasakan bahan makanan
dapat mempengaruhi kualitas tekstur makanan yang dihasilkan
(Meilgaard et al, 2000). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian
panelis terhadap tekstur rendang ikan tuna yang disimpan pada
suhu ruang dan suhu dingin dengan pengemasan plastik kondisi
vakum dan non-vakum dapat dilihat pada Gambar 3
Tekstur
5
4.5
4.46
4.23
4.08
3.85 3.85
3.69 3.69
3.54
3.46
3.31
3.31
3.07
2.92
2.72
2.38
2.38
2.05
4
3.5
skor
3
2.5
2
1.5
1
1
0.5
1
Pengemasan kondisi
Non-VakumBiasa Suhu
Dingin
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu
ruang
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
0
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 3. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Tekstur
Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan
gambar
3
diatas
menunjukan
adanya
penurunan kesukaan terhadap tekstur rendang ikan tuna yang
dkemas kondisi vakum dan non-vakum selama penyimpanan pada
suhu ruang dan dingin. Hal ini disebabkan adanya aktivitas
mikroorganisme
yang
dapat
mendegradasi
protein
menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga kerusakan
protein selama penyimpanan akibat aktifitas mikroba menyebabkan
kemampuan
protein
mengikat
air
berkurang
yang
dapat
menyebabkan tekstur menjadi lunak. Tekstur rendang ikan tuna
yang dikemas vakum lebih baik dibandingkan yang dikemas non
vakum karena pada kondisi vakum akan menghambat sirkulasi
udara dan uap air sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang menyebabkan pelunakan rendang ikan tuna.
Hal ini sesuai dengan Nur (2009), aktivitas mikroorganisme yang
mendegradasi protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana dan menyebakan kemampuan protein untuk mengikat
air menurun. Penurunan daya ikat air dari protein tersebut
menyebabkan tekstur menjadi lunak.
4. Rasa
Rasa
makanan
merupakan
faktor
kedua
yang
mempengaruhi citarasa makanan setelah penampilan makanan itu
sendiri. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan
kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis
rasa dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit (Meilgaard et al.
2000). Hasi uji organoleptik tingkat penilaian panelis terhadap rasa
rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin
dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat
dilihat pada Gambar 4.
Rasa
5
4.5
4.46
4.23
4.08
3.85 3.85
3.69 3.69
3.54
3.46
3.31
3.31
3.07
2.92
2.72
2.38
2.38
2.05
4
3.5
Skor
3
2.5
2
1.5
1
1
1
0.5
Pengemasan kondisi
Non-VakumBiasa Suhu
Dingin
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu ruang
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
0
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 4. Perbandingan Kemasan kondisi Vakum dan Non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Rasa
Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan
gambar
4
diatas
menunjukan
adanya
penurunan kesukaan terhadap rasa rendang ikan tuna yang
dkemas kondisi vakum dan non-vakum selama penyimpanan pada
suhu ruang dan suhu dingin. Hal ini disebabkan santan yang
terdapat pada rendang mengalami oksidasi sehingga menghasilkan
rasa tengik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kataren (1986), bahwa
kerusakan utama yang sering terjadi pada santan adalah timbulnya
ketengikan. Bau dan rasa tengik disebabkan oleh otooksidasi
radikal
asam
lemak
tidak
jenuh.
Beberapa
faktor
yang
mempercepat otooksidasi antara lain radiasi oleh panas dan
cahaya, adanya bahan pengooksidasi, katalis logam, dan system
oksidasi.
Rasa rendang ikan tuna yang dkemas vakum selama
penyimpanan selama 6 hari pada suhu ruang mangalami
penurunan kesukaan. Hal ini diduga disebabkan oleh karena telah
terjadi perubahan kimia, biokimia maupun mikrobiologi yang dapat
mempengaruhi rasa produk tersebut.
B. Asam Lemak Bebas
Jumlah asam-asam lemak bebas yang semakin meningkat
merupakan tanda dari adanya proses ketengikan dalam bahan
pangan. Asam-asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis
karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak. Hasil
hidrolisa lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan
bau yang tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi,
karena kerusakan vitamin larut lemak dan asam lemak esensial
dalam lemak (Ketaren 1989). Jumlah asam lemak bebas rendang
ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang pengemasan plastik
non-vakum berkisar dari 0,08-3,93 dan kemasan vakum 0,08-2,7 ml
NaOH 0,1 N/ 100 g dan pengemasan plastik kondisi vakum
pada suhu dingin 0,08-1,26 ml NaOH 0,1 N/ 100 g dan non-vakum
berkisar 0,08-2,9 ml NaOH 0,1 N/ 100 g
dapat dilihat pada
gambar 5
Asam Lemak Bebas
5
4.5
4
3.93
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu ruang
3.5
3
2.9
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
2.5
2
1.5
0.5
0
1.26
1.13
1
Pengemasan kondisi
Non-Vakum Biasa Suhu
Dingin
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
0.48
0.36
0.27
0.24
0.22
0.22
0.16
0.13
0.120.19
0.120.140.170.2
0.070.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 5.Perbandingan Kemasan kondisi Vakum danNon Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap Asam
Lemak Bebas Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan
Gambar
5
diatas
menunjukan
selama
penyimpanan nilai asam lemak bebas semakin tinggi untuk kedua
jenis kemasan. Dari data yang dihasilkan laju pembentukan asam
lemak bebas selama penyimpanan memperlihatkan bahwa laju
pembentukan asam lemak bebas rendang ikan tuna yang dikemas
biasa lebih cepat dibandingkan dengan rendang ikan tuna yang
dikemas vakum. Hal ini disebabkan nilai asam lemak bebas yang
semakin tinggi menyebabkan kerusakan lemak akibat penyimpanan
dalam penelitian ini. Semakin tinggi kadar asam lemak suatu bahan
pangan maka semakin tinggi pula kerusakan lemak akibat proses
pengolahan pangan itu sendiri. Asam-asam lemak bebas dapat
dihasilkan dari proses oksidasi lemak atau minyak. Penyimpanan
akan mengakibatkan adanya proses oksidasi antara lemak atau
minyak dengan oksigen,
selanjutnya
proses oksidasi akan
membentuk peroksida-peroksida dan terurainya asam-asam lemak
yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Semakin tingginya kadar
asam lemak bebas pada setiap penyimpanan menandakan bahwa
rendang ikan tuna telah mengalami tanda-tanda kerusakan.
Tambunan, dkk. (1992), bahwa terjadi penguraian senyam Non
Protein Nitrogen (NPN) seperti trimethylamine oksida menjadi
senyawa-senyawa amina seperti trimethylamink, dimethylamin,
metilamin dan penguraian urea menjadi amoniak yang merupakan
precursor bau pada ikan. Sementara lemak yang terdapat pada
daging ikan mengalami proses lipolisis oleh enzim lipase yang
dihasilkan oleh mikroba menjadi asam-asam lemak bebas yang
selanjutnya dapat mengalami oksidasi menghasilkan peroksidaperoksida. keton dan aldehid yang menyebabkan bau tengik.
Rendang ikan tuna yang dikemas vakum pada penyimpanan
suhu dingin asam lemak bebas semakin meningkat, hal ini
disebabkan rendang tersebut memilki kandungan kadar air yang
tinggi yaitu 30-50% karena semakin tinggi kandungan air maka
semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan demikian
semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk. Hal ini
sesuai Hartley (1977), semakin tinggi kadar air dalam bahan maka
akan semakin cepat proses hidrolisa berlangsung, dengan
demikian semakin besar pula asam lemak bebas yang terbentuk
C. pH
Nilai pH atau derajat keasamaan sangat berkaitan dengan
pertumbuhan mikroba. Setiap mikroorganisme memiliki pH minimal,
maksimal dan optimal untuk pertumbuhannya. Sebagian besar
bakteri tumbuh pada pH mendekati netral, tetapi ada juga bakteri
yang dapat tumbuh pada keadaan asam atau basa. Nilai pH
rendang ikan tuna yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin
dengan pengemasan plastik kondisi vakum dan non-vakum dapat
dilihat pada gambar 6
pH
7
6
Pengemasan kondisi
Non-VakumBiasa Suhu
Dingin
5.8
5.6
5
5.6
4.7
4.3
4
pH
4
4
3.7 3.8
3.5 3.6
4.3
4.1 4.2
4.5
4.7
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu ruang
3
2
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
1
0
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 6.Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan non-Vakum
pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap pH
Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan
gambar
6
diatas
menunjukan
selama
penyimpanan baik yang dikemas vakum maupun biasa mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan pada penyimpanan rendang ikan
tuna terjadi penguraian baik mikro maupun makromolekul menjadi
senyawa yang bersifat basa sehingga pH menjadi tinggi. Hal ini
juga diduga selama waktu penyimpanan nilai pH mengalami
peningkatan
kembali.
Hal
ini
dikarenakan
selama
waktu
penyimpanan protein dan derivatnya akan diuraikan baik secara
mikrobiologis maupun enzimatis menjadi turunan-turunannya yang
bersifat basa sehingga mengakibatkan nilai pH menjadi naik.
D. Total Mikroba
Analisis kuantitatif mikroba pada bahan pangan penting
dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung
proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan
tersebut. Jumlah dan jenis jasad renik pada makanan yang telah
diolah selain dipengaruhi oleh sifat bahan pangan juga dipengaruhi
oleh ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan yang
diterapkan terhadap makanan tersebut (Fardiaz 1992).
Analisa mikroba rendang ikan tuna diuji dengan uji total plate
count. Mikroba dalam bahan pangan dapat mengakibatkan
kerusakan atau pembusukan pada bahan pangan. Hasil uji total
mikroba pada rendang ikan tuna pada kemasan vakum dan biasa
pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7.
Log CFU/g
Total Mikroba
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Pengemasan kondisi
Non-Vakum Suhu
Dingin
8.6
6.6
4.9
4.3
4.5
4.2
4.3
4
4.6
4.9
Pengemasan kondisi
Non vakum suhu ruang
3.1
0
5
Pengemasan Kondisi
Vakum Suhu Dingin
2
4
6
8
10
12
Pengemasan Kondisi
vakum suhu ruang
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 7.Perbandingan Kemasan Kondisi Vakum dan NonVakum pada Suhu Ruang dan Suhu Dingin Terhadap
Total Mikroba Rendang Ikan Tuna
Berdasarkan gambar 7 diatas menunjukan jumlah total
mikroba selama penyimpanan rendang ikan tuna pada suhu ruang
dengan pengemasan vakum dan biasa terjadi peningkatan. Total
mikroba setelah penyimpanan 2 hari pada suhu kamar, produk
yang dikemas non-vakum (A1B1) yaitu 8,6 log CFU/g sedangkan
total mikroba setelah penyimapanan 8 hari, produk yang dikemas
kondisi vakum (A2B1) yaitu 6,6 log CFU/g, Total mikroba setelah
penyimpanan 8 hari pada suhu dingin, produk yang dikemas
kondisi non-vakum (A1B2) yaitu 6,6 log CFU/g sedangkan total
mikroba setelah penyimpanan 20 hari, produk yang dikemas
kondisi vakum (A2B2) yaitu 6,5 log CFU/g. Dari data diatas dapat
dilihat bahwa pertumbuhan mikroba pada rendang ikan tuna yang
dikemas biasa lebih cepat dibandingkan yang dikemas vakum. Hal
ini disebabkan adanya air bebas pada produk sehingga mikroba
tersebut dapatt tumbuh sehingga pertumbuhan mikroba selama
penyimpanan terjadi kenaikan. Hal ini sesuai Gorga dan Ronsivalli
(1988), bahwa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba pada penyimpanan dingin dan beku adalah water activity
(a ). a adalah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk
w
w
hidup dan tumbuh. Water activity adalah rasio dari tekanan uap air
substrat produk dan tekanan uap air murni pada temperatur yang
sama.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masa simpan rendang ikan tuna perlakuan pengemasan biasa
disimpan pada suhu ruang selama 2 hari, perlakuan pengemasan
biasa disimpan pada suhu dingin dan pengemasan vakum disimpan
pada suhu ruang selama 8 hari, serta perlakuan penegemasan
vakum disimpan pada suhu dingin selama 18 hari.
2. Rendang ikan tuna yang dilakukan pengemasan plastik kondisi
vakum yang disimpan pada suhu ruang dapat dikonsumsu selama
8 hari dan yang disimpan pada suhu dingin selama 18 hari.
B. Saran
Saran
untuk
penelitian
selanjutnya
sebaiknya
dilakukan
pengujian kadar histamine dan digunakan kemasan yang bisa
disterilisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1972. Food Composition Table for use in East Asia. USA:
Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Anonim. 1983. Analisis Data Kelautan. Sumatera-Barat.
Anonim.2008. Mesin Pengemas, Vakum Mesin Vacuum sealer Mesin
KemasanVakum.http://www.mesinpengemas.com/Mesin_Pengem
as_Vakum_Mesin_Vacuum_sealer_Mesin_Kemasan_Vakum.html.
Akses Tanggal 30 November 2012, Makassar.
Anonim. 2010. Beberapa Manfaat Yang Terkandung dalam Bawang
Merah.
http://paijah.com/beberapa-manfaat-yang-terkandungdalam-bawang-merah.html. Diakses tanggal 3 Februari 2013.
Anonim.
2012.
Tuna
Bumbu
Rendang.
http://www.sajiansedap.com/recipe/detail/16549/tuna-bumbu-rendang.
Akses Tanggal 28 November 2012, Makassar.
AOAC. 1995. Official of Association of Official Analitycal Chemist. AOAC
Inc. Washington.
Astawan, M. 2009. Makan Rendang Dapat Vitamin dan Mineral.
web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_rendang.php. Akses pada
tanggal 7 Desember 2012, Makassar.
Badan Standar Nasional. 1991. SNI 01-2346-1991. Petunjuk Pengujian
Organoleptik Produk Perikanan
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu
Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton
C., Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning
R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed
diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving
finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4).
Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf Life Prediction of
Packaged Foods: chemichal, biological, physical, and
nutritional aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier
Publ.,London.
Furia, T.E. 1968. Handbook of Food Additives. Florida: CRC Press Inc.
Franceschi, S., E. Bidoli, C. LaVeccia. R. Talamini, B. D’Avanzo, and E.
Negri. 1994. Tomatoes and Risk of Digestive-tract Cancers.
International Journal of Cancer. 59: 181-184.
Gautara & S. Wijandi 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi
Industri, Fafemeta-IPB.
Gorga, Carmine dan Louis J. Ronsivalli. 1988. Quality Assurance of
Seafood. AVI Book, New York.
Guenther, 1987. Minyak Atsiri Ketumbar. Jurnal Penelitian
Resipository.ipb.ac.id. Akses tanggal 30 Januari 2013. Makassar.
Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kedaluwarsa
dengan metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan
Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). Pusat Studi Pangan
dan Gizi: Institut Pertanian Bogor.
Hadiwiyoto,S.1993.Teknologi
Yogyakarta.
Pengolahan
Hasil
Perikanan.Liberti:
Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm. London:Longman.
Huss HH, Ababouch L, Gram L. 2003. Assesment and Management of
Seafood Safety and Quality. Rome, Italy: Food and Agriculture
Organization of the United Nations
Institute of Food Science and Technology. 1974. Shelf Life of Food. J.
Food Sci. 39: 861−865.
Jay. 1996. Modern Food Microbiology 4th edition. New York : D Von
Nostrand Company.
Jonsen. 1984. Mempelajari Penyimpanan Tape Ubi Kayu (Manihot sp)
Sebagai Bahan Mentah Untuk Industri. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty. 2007.
Negara Hukum dan
Perlindungan
Konsumen
Terhadap
Produk
Pangan
Kedaluwarsa. Jakarta: Pelangi Cendikia. hal, 129.
Joseph J, D. Squires, W. Bayliff, T. Groves. 2010. Addressing the
problem of excess fishing capacity in tuna fisheries. Di dalam
buku Conservation and Management of Transnational Tuna
Fisheries. Allen R, J. Joseph, D.Squires. New Delhi : Blackwell
Publishing. p11-38.
Kataren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press, Jakarta.
Labuza, TP 1982. Open shelf-life Dating of Foods. Food Science and
Nutrition.Press Inc., Westport, Connecticut.
Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies 3rd
Edition. Cambridge: Woodhead PublishingLimited.
Muchtadi, T. R., dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation
Techniques. Boca Raton, Florida: CRC Press.
Nur,
Muhammad. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan
Pengemas, Dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia,
Mikrobiologi, Dan Organoleptik Sate Bandeng (Chanos
Chanos).
Novelina dan Nurhaida. 1997. Studi Mengenai Cita Rasa Rendang
Yang Diawetkan Dengan Cara Stertlisasi Dan Pemberian
Antioksidan Setelah Dua Bulan Penyimpanan.
Oleszek WA. 2000. Saponins. Di dalam. Naidu AS, Editor. Natural food
antimicrobial system. New York: CRC Press.
Purseglove, J.W., E.G Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbins. 1981.
Spices Vol I. Longman: London.
Purwaningsih, E. 2007. Bawang Putih. Ganeca: Jakarta.
Reine, S. 1985. Pengembangan Cara Pengolahan Nira Aren Menjadi
Gula. Departemen Perindustrian, Manado.
Ramdhoni, A. Nawansih, O. Nuraini, F., 2009. Pengaruh Pasteurisasi
Dan Lama Simpan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologis
Dan Organoleptik Santan Kental.
Robertson GL. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide.
CRC Press. Florida.
Slamet, Y. 2005. Formulasi Minuman Fungsional Untuk Kelompok Gizi
Khusus dari Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus,
Linn) dan Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa: Bandung.
Sutejo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat.
Rineke Cipta. Jakarta.
Susiwi, S. 2009. Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Jurusan
Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia.
Suwendo, Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil perikanan
(Yogyakarta: cet 1 Liberty,1993)h. 201.
Suriawiria U. 2002. Omega 3 ikan.
.
Suyasa, I,N, 2002. Penambahan Asam Asetat dan Asam Laktat serta
Pengaruhnya Terhadap Kualitas Daging Sapi. Tesis. Program
Pascasarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan
dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Syarief, R. dan Haryadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan.
Penerbit Arcan, Jakarta.
Syarief et al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum
Untuk Produk Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing
Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.
Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi
Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI
bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation.
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.
Universitas gadjah mada:Yogyakarta
Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjajaran:Bandung
Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant
activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol.
88.
Wibowo, S. 1995. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya: Jakarta.
Wikipedia, 2012. Rendang. http://id.wikipedia.org/wiki/Rendang.
Tanggal 28 November 2012, Makassar.
Akses
Wikipedia,
2013a. Kunyit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kunyit. Akses
Tanggal 3 Februari 2013, Makassar.
Wikipedia,
2013b.
Clostridium
Botulinum.
http://
http://en.wikipedia.org/wiki/ Clostridium botulinum. Akses Tanggal 3
Februari 2013, Makassar.
Winarno FG. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu
Ruang pada Rendang Ikan Tuna
Lama Penyimpanan
Parameter
Perlakuan
0
2
4
6
8
warna
A1B1
4.15
3.38
A2B1
4.15
3.95
3.7
2.77
2.47
aroma
A1B1
4.23
2.92
A2B1
4.23
4.03
3.85
2.62
2.15
tekstur
A1B1
4.08
2.85
A2B1
4.08
3.62
3.46
2.69
2.23
rasa
A1B1
4.46
2.05
A2B1
4.46
3.85
3.69
2.38
1
Parameter
warna
aroma
tekstur
rasa
Lampiran 2. Hasil Rerata Uji Organoleptik pada Penyimpanan Suhu Dingin
pada Rendang Ikan Tuna
Lama Penyimpanan
Perlakuan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
A1B2
4.15 3.94
3.37 3.33 2.92
A2B2
4.15 4.03
4.03 3.85 3.69 3.31 3.15 2.92 2.77 2.46
2
A1B2
4.23 3.67
3.38 3.33 2.23
A2B2
4.23 4.15
4 3.92 3.77 3.31 3.23
3 2.85 2.38 1.38
A1B2
4.08 3.35
3.31 2.87
2.3
A2B2
4.08 4.03
3.92 3.69 3.62 3.38 3.31 3.15 2.92 2.46 1.46
A1B2
4.46 3.54
3.31 2.72
1
A2B2
4.46 4.23
4.08 3.85 3.69 3.46 3.31 3.07 2.92 2.38
1
Lampiran 3. Hasil Rerata Analisa Asam Lemak Bebas pada Rendang Ikan
Tuna
Lama Penyimpanan
Perlakuan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
A1B1
0.07 3.93
.
A2B1
0.07 0.12 0.16 0.22 1.13
A1B2
0.07 0.13 0.19 0.24 2.9
A2B2
0.07
0.1 0.12 0.14 0.17 0.2 0.22 0.27 0.36 0.48
20
1.3
Lampiran 4. Hasil Rerata Analisa pH pada Rendang Ikan Tuna
Perlakuan
Lama Penyimpanan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
A1B1
3.5
5.8
A1B2
3.5
4
4.3
4.7
5.6
A2B1
A2B2
3.5
3.5
3.7
3.6
4
3.7
4.5
3.8
5.8
4
4.1
4.2
4.3
4.5
18
20
4.7
5.6
Lampiran 5. Hasil Rerata Analisa Total Mikroba yang Tumbuh pada
Rendang Ikan Tuna
Perlakuan
Lama Penyimpanan
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
0
3.1
3.1
3.1
3.1
2
8.6
4.1
4.3
4
4
6
8
10
12
14
16
18
20
4.4
4.5
4.2
4.7
4.9
4.3
6.5
6.6
4.6
4.9
5
5.2
5.3
5.4
6.5
Lampiran 6. Dokumentasi Gambar Rendang Ikan Tuna
Rendang Ikan Tuna Perlakuan A1B1(Pengemasan Vakum Suhu Ruang)
Rendang Ikan Tuna Perlakuan A2B1(Pengemasan Vakum Suhu Ruang)
Rendang Ikan Tuna Perlakuan A2B2(Pengemasan Vakum Suhu Dingin)
Rendang Ikan Tuna Perlakuan A1B2(Pengemasan Biasa Suhu Dingin)
Download