DETERMINAN NILAI PERUSAHAAN PANCAWATI HARDININGSIH Universitas STIKUBANK Semarang ABSTRACT To attain shareholders’ wealth reflected in the share price, company can conduct monetary policy, such as dividend, investment and leverage policy. These policies will reduce agency conflict. The high level of agency conflict can decrease the company value. This condition can be minimized by controlling mechanism that can be paralleled to the related necessities. The increasing of dividend, issuing of loan, and increasing of ownership structure are several ways to reduce agency cost, therefore it is expected to increase the company’s value. The data based from publication of financial statement on Indonesian Capital Market Directory period 2004 until 2007. The research object are Manufacturing Company which is listed on Indonesian Stock Exchange (IDX) in this period. The sampling method used purposive sampling with characteristic. The hypothesis analysis in this research used Multiple Linear Regression. The results showed that managerial ownership had positive influence to firm size but not significant (p=0,851), institutional ownership had negative influence to firm size and significant (p=0,042), leverage policy had positive influence to firm size and significant (p=0,020), dividend policy had positive influence to firm size but not significant (p=0,253), investment policy had leverage policy had positive influence to firm size and significant (p=0,000),and size which is the control variable had positive influence to firm size but not significant (p=0,677). Key Words : managerial ownership, institutional ownership, leverage policy, dividend policy, investment policy, firm size, firm value PENDAHULUAN Tujuan perusahaan menurut pandangan manajemen keuangan, pada dasarnya adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera pula shareholdernya. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya (Fama, 1978; Wright & Ferris, 1997; dan Walker, 2000 dalam Hasnawati, 2005). Jadi semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemilik perusahaan. Wright dan Ferris (1997) dalam Hasnawati (2005) menyatakan bahwa harga saham merupakan pencerminan kemampuan unit bisnis menghasilkan keuntungan yang telah menggunakan sumber daya perusahaan secar efisien. Dengan demikian semakin tinggi keuntungan perusahaan semakin tinggi nilai perusahaan. Tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan dengan hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya yang berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Dalam mewujudkan kesejahteraan shareholder yang tercermin dari harga saham yang terbentuk di pasar modal, Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) beberapa alternatif kebijakan dapat dilakukan guna memperoleh simpati dari pelaku pasar. Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan diantaranya adalah dengan melakukan kebijakan keuangan, seperti kebijakan dividen, kebijakan investasi dan kebijakan leverage. Untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut, banyak shareholder menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada manajer perusahaan. Dalam proses pendelegasian wewenang ini, sering dijumpai beberapa persoalan yang berhubungan dengan konflik diantara shareholder (pemilik) dan para pelaksana (manajer). Konflik tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dengan shareholder atau dalam teori keuangan disebut dengan konflik keagenan (agency conflict), dimana manajer berfungsi sebagai agent dan shareholder sebagai principal. Para pemegang saham eksternal berusaha untuk mengawasi manajer dalam menentukan kebijakan dan mengupayakan agar manajer bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Demikian juga dengan para kreditur, mereka ingin melindungi dana yang telah ditanamkan kedalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). 231 Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat diminumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Salah satu faktor penghambat yang paling mencolok dalam pelaksanaan fungsi pengawasan yang sering terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah begitu kuatnya pengaruh pemegang saham pengendali yang seringkali bersifat dualisme dengan menjabat sebagai manajemen perusahaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya dualisme kepemilikan dan kepemimpinan tersebut, fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Dewan Komisaris menjadi mandul, demikian juga sebaliknya, direksi menjadi begitu dominan sehingga fungsi kemudi, pedal, gas, dan rem dalam perusahaan menjadi tidak harmonis (Daniri, 2006: 129). Biaya yang ditimbulkan atau dikeluarkan untuk mengatasi konflik keagenan disebut dengan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa biaya kegenan merupakan biaya yang tidak dapat dihindari dalam mekanisme hubungan antara agent dengan principal. Copeland dan Weston (1988) menyatakan bahwa beban biaya keagenan yang terjadi dari sisi pemegang saham (agency cost of equity) dapat dikurangi dengan “mengundang” pihak ketiga sering disebut dengan bondholders dan atau debtholders. Debtholders tersebut akan menimbulkan suatu kebijakan baru yaitu adanya kebijakan leverage (utang). Seiring dengan adanya peningkatan struktur leverage maka muncullah agency cost of debt. Semakin tinggi proporsi leverage, maka resiko kebangkrutan akan meningkat sehingga debtholders memerlukan tambahan return untuk menutupi tambahan resiko yang terjadi. Agency Problem menurut beberapa peneliti dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini dapat disebabkan kerena adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial dapat 232 digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan Hansen, 1989; Jensen, Solberg, dan Zorn, 1992 dalam Almilia dan Silvy, 2006). Adanya permasalahan keagenan yang memicu timbulnya biaya keagenan (agency cost) antara manajer dengan pemilik merupakan suatu kondisi yang sangat kompleks dan rumit dan sangat sulit untuk diminimalkan. Salah satu cara untuk mengontrol biaya tersebut adalah dengan menerbitkan utang. Kebijakan utang merupakan suatu mekanisme yang dapat digunakan oleh manajer untuk memberikan gambaran kepada para pemegang saham eksternal tentang usaha yang dilakukan oleh para manajer dalam rangka melaksanakan tujuan perusahaan. Sebagai suatu mekanisme kontrol, kebijakan utang akan menurunkan biaya keagenan ekuitas tetapi akan meningkatkan biaya keagenan utang (Megginson, 1997: 335). Demikian juga dengan adanya kebijakan dividen yang diterapkan dalam perusahaan. Kebijakan dividen tersebut ditunjukkan dengan adanya pembagian dividen sebagai return yang diharapkan oleh para shareholder. Peningkatan dividen diharapkan dapat menurunkan biaya keagenan yang muncul akibat adanya hubungan antara manajer dan pemegang saham. Dividen yang besar akan menyebabkan rasio laba yang ditahan dalam periode yang bersangkutan akan menjadi kecil, sehingga perusahaan dalam rangka menjalankan strategi bisnisnya membutuhkan tambahan dana dari sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana melalui penerbitan saham baru menyebabkan kinerja dari manajer dimonitor oleh bursa dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan emisi saham baru (Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Almilia dan Silvy, 2006). Dalam konsep signaling theory, hal ini akan menjadi suatu sinyal positif dari manajemen yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang masa depan suatu perusahaan berdasarkan tingkat profitabilitas yang terbentuk, dan secara langsung akan meningkatkan nilai dari perusahaan yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya harga saham di pasar. Penelitian yang mengkaitkan antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 diantara peneliti. Taswan dan Soliha (2002) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Christiawan dan Tarigan (2007), Wahyudi dan Pawestri (2006), dan Fuerst dan Kang (2000) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh Sujoko dan Soebiantoro (2007), Lasfer dan Faccio (1999) dalam Christiawan dan Tarigan (2007) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian mengenai struktur kepemilikan dan keputusan keuangan pernah dilakukan oleh Crutchley (1999) yang menunjukkan bahwa terdapat empat keputusan yang saling berkaitan yaitu antara keputusan leverage, devidend payout ratio, insider ownership, dan institutional ownership. Mahadwartha (2003) menemukan bahwa terdapat hubungan interdependensi antara leverage dan kebijakan dividen dengan kepemilikan manajerial, dan secara signifikan mendukung teori keagenan. Crutchley dan Hansen (1989) dalam Mahadwartha (2003) menemukan dukungan yang kuat bahwa kepemilikan manajerial mempengaruhi beberapa variabel perusahaan secara spesifik, dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi kebijakan dividen dan leverage. Jensen, Solberg dan Zorn (1992) dalam Mahadwartha (2003) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kebijakan keuangan (dividen dan leverage) dan menemukan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan keuangan, tetapi kebijakan keuangan berpengaruh negatif terhadap kepemilikan manajerial. Fama dan French (1998) menyatakan bahwa optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Hasnawati (2005) yang menemukan bahwa keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen secara parsial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen secara langsung Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) mempengaruhi nilai perusahaan dan secara tidak langsung keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan melalui kebijakan dividen dan keputusan pendanaan. Hasil temuan ini tidak didukung oleh Sudarma (2003) dalam Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang mengemukakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Sujoko dan Soebiantoro (2007) menemukan hasil yang kontradiktif terhadap hasil penemuan Hasnawati (2005), dan Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa kebijakan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini ingin memperbaiki keterbatasan penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) dengan memperbanyak anggota sampel dan menambahkan variabel kontrol ukuran perusahaan (size) kedalam model penelitian.. Pengambilan variabel ukuran perusahaan ini didasari dari beberapa penelitian lain yang menunjukkan hubungan terhadap struktur kepemilikan dan kebijakan keuangan. Sejumlah studi telah mengemukakan bahwa ukuran perusahaan akan berpengaruh terhadap kebijakan leverage yang diambil oleh perusahaan. Kajian Teori Perspektif Teori Keagenan (Agency Theory) Dalam agency theory,mengatur hubungan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dengan principal, dimana manajer sebagai agent dan shareholder sebagai principal. Agent diberikan mandat oleh shareholder (principal) untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Anthony dan Govindarajan (2003) mengatakan bahwa hubungan agensi terjadi apabila satu pihak sebagai principal sepakat memakai pihak lain (agent) untuk melaksanakan beberapa jasa dan dalam melakukannya principal membuat keputusan otoritas bagi agent. Di dalam perusahaan, pemegang saham adalah principal dan para manajer (CEO atau CFO) adalah agen mereka. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingan sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam kondisi ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency 233 theory, yaitu adanya konflik kepentingan. Teori keagenan lebih menekankan pada penentuan pengaturan kontrak yang efisien dalam hubungan antara pemilik dengan agent. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang jelas untuk masing-masing pihak yang berisi tetang hak dan kewajiban sehingga dapat meminimumkan timbulnya konflik keagenan. Masalah Keagenan (Agency Problem) Menurut Jensen (1986), agency problem timbul karena seseorang cenderung untuk mementingkan dirinya sendiri dan munculnya konflik ketika kepentingan tersebut bertemu dalam suatu aktivitas bersama. Konflik akan menciptakan masalah (agency cost), sehingga masing-masing pihak akan berusaha untuk mengurangi timbulnya agency cost ini. Selain terdapat konflik eksternal, adapula konflik internal didalam diri agent maupun principal sendiri karena pada dasarnya orang cenderung tidak konsisten. Agency costs ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk bonding expenditures yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Terdapat tiga masalah utama dalam kaitannya dengan agensi, antara lain adalah masalah kontrol pemegang saham kepada manajer, biaya yang menyertai hubungan agensi, dan menghindari dan meminimalisasi biaya agensi. Perspektif Asimetri Informasi Anthony dan Govindarajan (2003) menyatakan bahwa kondisi informasi yang asimetrik adalah suatu kondisi apabila pemilik tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kinerja agent (manajer) sehingga atasan tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan. Asymetric information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston (1999; 35) adalah situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. 234 Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal. Adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan dengan fungsi kontrol ini memicu adanya asimetri informasi, dimana informasi yang dimiliki oleh shareholder tidak seimbang dengan informasi yang dimiliki oleh pengelola atau manajer. Hal ini dapat terjadi dikarenakan manajer terlibat langsung dalam kegiatan operasional perusahaan, sehingga lebih mengetahui mengenai kondisi riil dari perusahaan tersebut jika dibandingkan dengan shareholder. Struktur Kepemilikan Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. seseorang yang memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar. Husnan (2001) mengemukakan adanya tiga tipe kepemilikan perusahaan dan permasalahan tentang hubungan keagenan yang terjadi pada perusahaan di Indonesia yaitu antara lain: a. Perusahaan yang kepemilikannya sangat menyebar (dispersed ownership) b. Perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi (Closely Held) c. Perusahaan yang merupakan BUMN Classens et al. (1996) dalam Wardhani (2006) melakukan penelitian terhadap struktur kepemilikan di Republik Ceko. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan lebih tinggi apabila perusahaan tersebut dimiliki oleh lembaga keuangan yang disponsori oleh bank. Karena akan menjalankan fungsi monitoringnya dengan lebih baik dan investor percaya bahwa bank tidak akan melakukan ekspropriasi atas aset perusahaan disamping juga perusahaan akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana dari bank tersebut. Dalam penelitian selanjutnya, Classens et al. (1999) dalam Wardhani (2006) menyatakan bahwa kepimilikan oleh bank akan menurunkan kemungkinan perusahaan untuk mengalami kebangkrutan. Apabila struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan komisarisnya, maka dewan tersebut justru akan melakukan tindakan ekspropriasi yang menguntungkannya secara pribadi, karena keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 dirinya dan secara keseluruhan akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan. Komposisi kepemilikan saham memiliki dampak yang penting pada sistem kendali perusahaan. Banyaknya jumlah non eksekutif pada dewan direksi dan fungsi terpisah dari CEO dan pimpinan perusahaan dapat meningkatkan perputaran direktur pelaksana pada perusahaan yang memiliki kinerja buruk (Soepriyatno; 2004: 8). Di Indonesia, kebanyakan perusahaan emiten di Indonesia, memiliki pemegang saham dalam bentuk institusi bisnis seperti Perseroan Terbatas yang terkadang merupakan representasi dari pendiri perusahan. Nilai Perusahaan Nilai buku dapat digunakan sebagai batas aman untuk mengukur nilai perusahaan yang akan digunakan untuk keperluan investasi. Konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai perusahaan adalah pendekatan nilai intrinsik. Akan tetapi pendekatan dengan menggunakan nilai intrinsik ini akan sangat sulit dalam memperkirakannya, sebab untuk menentukan nilai intrinsik membutuhkan kemampuan mengidentifikasi variabel-variabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel tersebut berbeda karakteristiknya antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, selain itu penentuan nilai intrinsik juga memerlukan kemampuan memprediksi arah kecenderungan yang akan terjadi di kemudian hari (Christiawan dan Tarigan, 2007). Secara logika, dalam beberapa kemungkinan, manajer dapat melakukan tindakan diluar kepentingan perusahaan dan cenderung untuk memenuhi kepentingannya sendiri, dan pada akhirnya nilai perusahaan tidak akan maksimal. Manajer mungkin akan melakukan tindakan yang akan menguntungkan dirinya sendiri atau bertindak diluar orientasi pekerjaan dan menggunakan beberapa fasilitas perusahaan yang diberikan kepadanya untuk kepentingan pribadi. Untuk itulah maka dirasa perlu untuk menerapkan pengukuran nilai perusahaan berdasarkan manajemen, yaitu berusaha untuk memotivasi para eksekutif dan manajer yang lain untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan (Brigham dan Daves; 2004: 351). Shleifer dan Vishny (1997) dalam Halomoan dan Djakman (2000) menemukan bahwa Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap kepemilikan manajerial. Kepemilikan institusional secara mayoritas akan mengurangi kemungkinan perusahaan untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan keinginan manajer untuk memperbesar kepemilikan pada perusahaan. Analisis Struktur Modal Perusahaan dan Kebijakan Leverage Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan dalam perusahaan. Menurut Barclay et, al. (1998) dalam Hasnawati (2005) mengemukakan bahwa penentuan kebijakan pendanaan terkait dengan masalah cash flow perusahaan. Terdapat beberapa faktor yang pada umumnya dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mengambil keputusan mengenai struktur modal (Brigham dan Houston, 2001: 39). Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah: Stabilitas penjualan, Struktur aktiva, Leverage operasi, Tingkat pertumbuhan, Profitabilitas, Pajak, Pengendalian, Sikap manajemen, Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, Kondisi pasar, Kondisi internal perusahaan, dan Fleksibilitas keuangan Pendekatan Teori Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (atau sebaliknya), apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Dapat diartikan juga bahwa jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, maka berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik. Akan tetapi jika dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan dan Pudjiastuti, 2002: 293). Rencana investasi yang telah dibuat oleh perusahaan, dapat membentuk struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal sehingga dapat memaksimumkan usaha dalam mencapai salah satu tujuan 235 perusahaan yaitu kesejahteraan para pemegang saham. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk menjelaskan kebijakan hutang perusahaan adalah free cash flow hypothesis. Digunakannya teori ini dikarenakan free cash flow mengaitkan antara konflik keagenan dalam pendistribusiannya. Pendapat Jensen (1986) menyatakan bahwa perusahaan dengan free cash flow yang mempunyai skala besar cenderung akan mempunyai level hutang yang lebih tinggi khususnya ketika perusahaan mempunyai set kesempatan investasi (Investment Opportunity Set: IOS) yang rendah. Dalam perspektif free cash flow hypothesis, adanya konflik keagenan dapat terdeteksi, hal ini dikarenakan free cash flow mengindikasikan timbulnya konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Konflik ini terjadi karena para pemegang saham berkeinginan agar sisa dana tersebut dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan bagi para manajer, sisa dana tersebut diharapkan agar dapat digunakan untuk berinvestasi pada proyek-proyek yang menguntungkan karena pada masa yang akan datang akan menambah insentif bagi para manajer. Meskipun teori pecking order dianggap dapat menjelaskan beberapa aspek dalam teori pendanaan perusahaan, namun pecking order theory tidak mempertimbangkan timbulnya konflik keagenan. Pendekatan Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagikan sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan dan Pudjiastuti, 2002: 333). Laba tersebut kemudian dapat direinvestasikan dalam aktiva operasi, digunakan untuk membeli sekuritas, digunakan untuk melunasi hutang perusahaan, dan atau dibagikan kepada para pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001: 66). Permasalahan mengenai kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan kadang menjadi nampak rumit karena adanya alternatif pendanaan dari luar. Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai dividen, dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Ataukah lebih baik tidak membagi dividen dan juga tidak menerbitkan saham baru?, apakah cara semacam ini akan memberikan dampak yang berbeda bagi pemegang saham?, dan masalah 236 lain yang mungkin timbul adalah bahwa perusahaan bisa membagikan dividen bukan dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk saham atau lebih sering disebut dengan stock dividend. Demikian juga perusahan bisa membagikan dana ke pemegang saham dengan cara membeli kembali (sebagian) saham (dikenal sebagai repurchase stocks). Dividend Signaling Theory Dividend signaling theory mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cash dividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric information antara manajer dengan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi peningkatan dividen akan dianggap sebagai sinyal positif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif, yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif. Kenaikan dividen seringkali menyebabkan kenaikan harga saham yang berarti bahwa nilai perusahaan meningkat, sementara pemotongan dividen umumnya menyebabkan penurunan harga saham yang berarti penurunan nilai perusahaan. hal ini menunjukkan bahwa investor secara keseluruhan lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Baker dan Powell (1999) dalam Apriani (2005) mengatakan bahwa asimetri informasi memberi kesan bahwa manajer kantor pusat mempunyai informasi melebihi investor luar. Jika manajer memiliki informasi yang tidak dipunyai oleh investor (seperti yang diungkapkan oleh Myers dan Majluf, 1984), maka manajer dapat menggunakan perubahan dalam dividen sebagai cara untuk menunjukkan sinyal informasi dan kemudian menurunkan asimetri informasi. Kemudian investor akan menggunakan pengumuman dividen sebagai informasi untuk menilai saham perusahaan. JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 Investment Opportunity Set (IOS) Pertumbuhan perusahaan menurut Smith dan Watts (1992) dalam Norpratiwi (2004) dapat diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi (Investment Opportunity Set / IOS). Esensi dari pertumbuhan suatu perusahaan pada dasarnya adalah kesempatan investasi yang dapat menghasilkan keuntungan (Chung & Charoenwong, 1991 dalam Norpratiwi, 2004). Menurut Myers (1977), perusahaan adalah kombinasi antara nilai asset in place dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pilihan investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Nilai kesempatan investasi (IOS) merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa mendatang. Secara umum dapat dikatakan bahwa IOS menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan, namun sangat tergantung pada pilihan expenditure perusahaan untuk kepentingan di masa yang akan datang. MOWN INST LEV NP DIVD IOS Gambar 1 : Model Penelitian Keterangan: MOWN : Kepemilikan Manajerial INST : Kepemilikan Institusional LEV : Kebijakan Leverage DIVD : Kebijakan Dividen SIZE : Ukuran Perusahaan NP : Nilai Perusahaan IOS : Investment Opportunity Set Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) Kerangka pemikiran dan Hipotesis Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Nilai Perusahaan Menurut Jensen dan Meckling (1976), peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen atau kepemilikan manajerial dapat menurunkan adanya agency cost dalam perspektif teori keagenan karena dengan kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Hal ini akan mensejajarkan antara kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Pensejajaran kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham tersebut menurut Murphy (1985), Jensen dan Murphy (1990), serta Smith dan Watts (1992) dalam Sukartha (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan program kebijakan remunerasi guna mengurangi masalah keagenan. Manajer yang sekaligus sebagai pemegang saham akan berusaha untuk meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan yang dicerminkan dari harga saham di pasar modal, maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan meningkat pula. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taswan dan Soliha (2002) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial (insider ownership) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Pendapat ini dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Nilai Perusahaan Some dan Singh (1995), Allen dan Philips (2000) dalam Faizal (2004) juga menemukan bahwa kinerja keuangan perusahaan mengikuti pembelian saham oleh outside block ownership. Cai et al. (2001) dalam Faizal (2004) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham dengan kepemilikan saham institusional. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 %) mengindikasikan 237 kemampuannya untuk memonitor perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. dengan demikian proporsi kepemilikan institusional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Nilai perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas dari perusahaan. Peningkatan produktivitas dari perusahaan dapat dilihat dari kemampuan manajemen menghasilkan profit yang tinggi sehingga dapat menjadi sinyal positif bagi pasar dan akan meningkatkan harga saham. Untuk menurunkan biaya keagenan timbul dalam hubungan antara manajer dengan pemilik, maka tingkat kepemilikan institusional ditingkatkan, dengan harapan setiap keputusan manajemen akan selalu terkontrol dan sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan adanya peningkatan kepemilikan institusional, maka akan mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerjanya sehingga akan berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hubungan Kebijakan Leverage dengan Nilai Perusahaan Jensen (1986) menyatakan bahwa dengan adanya hutang, maka dapat digunakan untuk mengendalikan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian menghindari investasi yang sia-sia, dan akan meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan rasio hutang suatu perusahaan merupakan sinyal positif bagi para investor dengan asumsi bahwa cash flow perusahaan di masa yang akan datang akan terjaga, dan adanya hutang juga menunjukkan optimisme dari manajemen dalam melakukan investasi, sehingga diharapkan bahwa di masa yang akan datang prospek dari perusahaan akan semakin cerah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taswan dan Soliha (2002), Hasnawati (2005), serta Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa keputusan pendanaan (leverage) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 238 Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara kebijakan leverage dan nilai perusahaan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Kebijakan leverage berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hubungan Kebijakan Dividen dengan Nilai Perusahaan Miller dan Rock (1985) dalam Hasnawati (2005) menyatakan bahwa dividen yang tinggi merupakan sinyal positif untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan dimasa yang akan datang. Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana yang dapat berasal dari pasar modal dan perbankan. Dividen mengandung informasi atau sebagai isyarat (sinyal) akan prospek perusahaan (Roseff, 1982 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006). Pendapat Roseff (1982) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Asquith dan Mullins (1983) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa pengumuman meningkatnya dividen telah meningkatkan return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal isu-isu yang tidak diharapkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sujoko dan Soebiantoro (2007) mengemukakan bahwa dengan adanya pembayaran dividen yang meningkat maka akan menunjukkan prospek perusahaan semakin bagus, kinerja manajer dianggap telah sesuai dengan fungsi pokok manajer yaitu sebagai agent bagi para pemegang saham yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dari pemegang saham. Oleh karena itu para investor akan merespon positif dan harga saham di pasar sebagai indikator nilai perusahaan akan meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnawati (2005), serta Sujoko dan Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi porsi pembagian dividen menurut Dividend Payout Ratio (DPR) akan memberikan sinyal positif yang dapat mengakibatkan semakin meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara kebijakan leverage dan nilai perusahaan yang telah dikemukakan diatas, JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hubungan Kebijakan Investasi dengan Nilai Perusahaan Investment Opportunity Set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung paa pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, dimana pada saat ini merupakan piliha-pilihan investasi yang diharapkan perusahaan dapat memberikan return yang lebih besar (Gaver & Gaver, 1993). Apabila dilihat dari teori sinyal, terjadinya pengeluaran untuk investasi oleh perusahaan akan memberikan sinyal yang positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham yang merupakan indikator dari nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh persepsi dari para pelaku pasar modal yang melihat bahwa dengan adanya pengeluaran untuk investasi berarti menunjukkan keseriusan manajemen dalam mengembangkan perusahaan. Dengan adanya kebijakan investasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka diharapkan dalam jangka waktu tertentu perusahaan akan mendapatkan return dari hasil investasinya sehingga perusahaan akan semakin tumbuh. Hal ini akan direspon positif oleh pasar dan harga saham sebagai indikator dari nilai perusahaan akan meningkat. Oleh karena itu dengan meningkatnya kegiatan investasi yang dilakukan oleh perusahaan maka akan meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut: H5 : Keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Sample terpilih sebanyak 132 perusahaan dengan teknik metode purposive sampling. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan periode 2003 sampai dengan tahun 2006 yang dipublikasikan dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2004 - 2007. Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Tingkat Kepemilikan Manajerial (MOWN) Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan atas saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen. Tingkat kepemilikan manajerial ini diukur dengan membagi jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali dengan jumlah saham yang beredar. MOWN = b. Tingkat Kepemilikan Institusional (INST) Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham suatu perusahaan yang dimiliki oleh pihak / institusi diluar manajerial. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan (Faizal, 2004). Kepemilikan institusional diukur dengan membagi jumlah saham yang dimiliki oleh institusi dengan jumlah saham yang beredar. INST = c. Kebijakan Leverage (LEV) Kebijakan leverage atau kebijakan pendanaan sebagai kebijakan yang dilakukan oleh manajemen yang Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) mempunyai keterkaitan dengan komposisi pendanaan yang dipilih sebagai keputusan perusahaan. Kebijakan pendanaan dalam penelitian ini menggunakan indikator Book 239 Debt to Equity Ratio (BDE), Book Debt to Asset Ratio (BDA), Long Term Debt Equity Ratio (LTDE), Market Debt Equity Ratio (MDE). Secara matematis, indikator kebijakan pendanaan dapat dinyatakan sebagai berikut: 1) Book Debt to Equity Ratio (BDE) BDE = 2) Book Debt to Asset Ratio (BDA) BDA = 3) Long Term Debt Equity Ratio (LTDE) LTDE = 4) Market Debt Equity Ratio (MDE) MDE = d. Kebijakan Dividen (DIVD) Kebijakan dividen sebagai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan penentuan persentase laba bersih perusahaan yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham 1) (Ningrum, 2006). Kebijakan dividen dalam penelitian ini menggunakan indikator Dividend Yield (DY) dan Dividend Payout Ratio (DPR). Secara matematis, indikator kebijakan dividen dapat dinyatakan sebagai berikut: Dividend Yield (DY) DY = 2) Dividend Payout Ratio (DPR) DPR = e. 1) Kebijakan Investasi (IOS) Keputusan investasi didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki dan pilihan investasi di masa yang akan datang (Ningrum, 2006). Alternatif proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Rasio Market to Book Value of Asset (MVA/BVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dari harga saham yang terbentuk. Pasar akan menilai perusahaan yang sedang tumbuh lebih besar dari nilai bukunya (Rokhayati, 2005; Kallapur dan Trombley, 1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006). MVA/BVA= 240 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 2) Rasio Market to Book Value of Equity (MVE / BVE) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa depan lebih besar dari return yang diharapkan dari ekuitasnya (Smith dan Watts, 1992 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006; Rokhayati, 2005). MVE/BVE = 3) Rasio Price to Earning Ratio (PER) Rasio ini digunakan dengan dasar bahwa nilai ekuitas merupakan jumlah nilai kapitalisasi laba yang dihasilkan dari pengelolaan aset ditambah nilai sekarang netto (Net Present Value / NPV) dari pilihan investasi di masa yang akan datang. PER menunjukkan perbandingan antara harga penutupan saham dengan laba per lembar saham (Brigham, 1999: 92). Semakin besar rasio PER maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh (Rokhayati, 2005). PER = 4) Rasio Capital Expenditure to Book Value of Asset (CAP / BVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa terdapat aliran tambahan modal saham perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi aktiva tetapnya (Rokhayati, 2005). Rasio ini juga menunjukkan adanya potensi pertumbuhan perusahaan (Kallapur dan Trombley, 1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006). CAP/BVA = 5) Rasio Capital Expenditure to market Value of Asset (CAP / MVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa perusahaan yang tumbuh memiliki level aktivitas investasi yang lebih tinggi jika disbanding dengan perusahaan yang tidak tumbuh (Rokhayati, 2005; Kallapur dan Trombley, 1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006). CAP / MVA = 6) Rasio Firm Value to Book Value of Gross Property, Plant, and Equipment (VPPE). Rasio ini menunjukkan bahwa terjadi investasi pada aktiva tetap yang produktif sevagai asset in place (Rokhayati, 2005). VPPE = 7) Rasio Current Assets to Net Sales (CAONS) Digunakannya rasio ini dengan pertimbangan bahwa modal kerja atau working capital dapat digunakan untuk investasi perusahaan yang berasal dari Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) aset perusahaan. Dengan investasi pada current asset akan mampu menghasilkan penjualan sebesar net sales yang diterima (Rokhayati, 2005). 241 CAONS = 2. Variabel Dependen Nilai Perusahaan (NP) sebagai nilai pasar, karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran kepada pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi tingkat kemakmuran dari pemegang saham. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan price book value (PBV) yang merupakan perbandingan antara harga pasar penutupan dari saham perusahaan yang bersangkutan pada akhir tahun dengan nilai buku saham. Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92) PBV = 3. Variabel Kontrol Ukuran perusahaan (SIZE) merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam total aktiva (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log natural (Ln) of total asset terhadap nilai total aktiva pada neraca akhir tahun. Besarnya ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemudahan perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan baik eksternal maupun internal. Analisis Data dan Uji Hipotesis Dalam analisis data ini dilakukan analisis faktor, teknik analisis data untuk menentukan proxy yang lebih baik. Analisis faktor dalam penelitian ini meliputi analisis faktor untuk variabel Kebijakan Leverage (LEV), Kebijakan Dividen (DIVD), dan Kebijakan Investasi (IOS). a. Analisis faktor untuk variabel Kebijakan Leverage (LEV) Indikator yang digunakan dalan Kebijakan Leverage adalah Book Debt to Equity ratio (BDE), Book Debt to Asset Ratio (BDA), Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE), dan Market Debt to Equity Ratio (MDE). Dari hasil analisis faktor dengan menggunakan SPSS for Windows, diperoleh hasil bahwa semua indikator mempunyai nilai KMO dan MSA diatas 0,50 . Dengan demikian maka analisis selanjutnya dapat dilakukan, dan diperoleh wakil dari indikator-indikator dalam kebijakan leverage yaitu regression factor analysis leverage (factor leverage). 242 b. Analisis faktor untuk variabel Kebijakan Dividen (DIVD) Indikator yang digunakan dalam Kebijakan Dividen adalah Dividend Yield (DY), dan Dividend Pay Out Ratio (DPR). Dari hasil analisis faktor dengan menggunakan SPSS for Windows, diperoleh hasil bahwa semua indikator mempunyai nilai KMO dan MSA diatas 0,50. Dengan demikian maka analisis selanjutnya dapat dilakukan, dan diperoleh wakil dari indikator-indikator dalam kebijakan dividen yaitu regression factor analysis dividend (factor dividend). c. Analisis faktor untuk Kebijakan Investasi (IOS) Indikator yang digunakan dalam Kebijakan Investasi (IOS) adalah Market Value to Book Value of Asset (MVA/BVA), Market Value to Book Value of Equity (MVE/BE), Price Earning Ratio (PER), Capital Expenditure to Book value of Asset (CAP/BVA), Capital Expenditure to Market Value of Asset (CAP/MVA), Firm Value to Book Value of Gross Property, Plant, and Equipment (VPPE), Current Asset to Net Sales (CAONS). Dari analisis diperoleh hasil bahwa dari semua indikator kecuali CAP/MVA mempunyai nilai KMO dan MSA diatas 0,50. Dengan demikian maka analisis selanjutnya dapat dilakukan, dan diperoleh wakil dari indikator-indikator dalam kebijakan investasi (IOS) yaitu regression factor analysis invest (factor invest). 1. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis a. Uji Normalitas JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Sig untuk kurva normal (2-tailed) menunjukkan nilai p = 0,333. Dengan demikian maka dapat disimpulkan normal. bahwa data berdistribusi Tabel 1 : HASIL UJI NORMALITAS b. Pengujian Asumsi Klasik. 1). Uji Multikolonieritas Uji multkolonieritas dilakukan dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel independen serta perhitungan nilai toleransi (tolerance) dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Tabel 2 : HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen tidak mempunyai nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, sehingga memenuhi asumsi bahwa tidak terjadi gejala multikolonieritas. Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) 2). Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW)hitung dengan nilai DWtabel. 243 Tabel 3 HASIL UJI DURBIN-WATSON (DW test) Uji heterocedasticity dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Park. Pengujian ini dilakukan dengan me-regres nilai Log Natural (Ln) dari Unstandardized Residual yang telah dikuadratkan sebagai variabel dependen dengan variabel independen yang diajukan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai sebagai berikut: Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai dl = 1,665 dan du = 1,802. Oleh karena itu nilai DWhitung lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4 - du (4 - 1,802 = 2,198). Dari hasil tersebut, kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak terdapat gejala autokorelasi baik positif maupun negatif. 3). Uji Heterocedasticity Model regresi yang baik adalah yang homocedasticity atau tidak terjadi heterocedasticity (Ghozali, 2006:105). Tabel 4 HASIL PENGUJIAN HETEROCEDASTICITY DENGAN UJI PARK Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala heterocedasticity. Oleh karena itu maka pengujian selanjutnya dapat dilakukan. c. Pengujian Hipotesis Dari hasil pengujian dengan menggunakan analisis regresi diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: PBV = 1,471 + 0,115 MOWN – 0,112 INST + 0,038 Factor Leverage + 0,018 Factor Dividen + 0,835 Factor Invest + 0,004 SIZE + e 2). Uji signifikansi simultan (Uji F) Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F lebih besar daripada 4 (F = 457,528) pada derajat kepercayaan 5%. Hal ini menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial 244 (MOWN), kepemilikan institusional (INST), kebijakan leverage (LEV), kebijakan dividen (DIVD), dan kebijakan investasi (IOS), terhadap nilai perusahaan (PBV), seperti nampak pada tabel berikut: JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 Tabel 5 : HASIL UJI F 3). Uji keeratan hubungan (koefisien determinasi) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai adjusted R square adalah sebesar 0,954 atau 95,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 95,4% variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen, seperti nampak pada tabel berikut: Tabel 6 NILAI KOEFISIEN DETERMINASI 4). Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan uji t yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh dapat direkapitulasikan dalam tabel 2. Hipotesis 1 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = 0,188 atau lebih kecil dari 2 dan tidak signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,851). Dengan demikian H1 ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten terhadap teori keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Meckling (1976) yang menyatakan bahwa dengan adanya peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen atau kepemilikan manajerial, akan mengakibatkan para manajer merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil, dan juga apabila ada kerugian yang timbul akibat adanya keputusan yang salah, Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) maka manajer dapat merasakan akibatnya. Hal ini dikarenakan budaya organisasi yang berbeda antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Keinginan untuk bertindak secara opportunistic seiring dengan semakin meningkatnya kepemilikan atas perusahaan dan adanya asimetri informasi, akan mengakibatkan manajer bertindak diluar koridor yang telah ditetapkan dalam kontrak antara principal dengan agent. Myers dan Majluf (1984) mengatakan jika manajer memiliki informasi yang lebih bila dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh shareholder, maka akan timbul kecenderungan manajer akan bertindak tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan dari shareholder. Hipotesis 2 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = -2,052 atau lebih besar dari 2 dalam nilai absolut dan signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,042). Dengan 245 demikian H2 terbukti, yang berarti bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan. Semakin besar porsi kepemilikan institusi terhadap sebuah entitas, maka akan menurunkan nilai dari perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Swandari (2003), Wahyudi dan Pawestri (2006), dan tidak konsisten terhadap konsep teori keagenan. Hal ini dikarenakan karakteristik perusahaan di Indonesia mempunyai pola struktur kepemilikan yang lebih terkonsentrasi (closely held) sehingga pendiri perusahaan juga dapat menempati posisi dalam dewan direksi atau komisaris, sehingga banyak perusahaan di Indonesia mempunyai hubungan yang erat antara pemilik dengan dewan direksi atau dewan komisaris. Menurut penelitian dari The Asian Development Bank Institute, perusahaan di Indonesia hanya 6% yang memiliki struktur kepemilikan yang tersebar dan tidak ada controlling shareholders. Dengan kata lain, perusahaan di Indonesia lebih bersifat owner controlled firms (Husnan, 2001). Dikarenakan manajer diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham mayoritas, maka mereka akan berusaha menunjukkan kinerja mereka dengan mengesampingkan kemungkinan akibat yang ditimbulkan. Hal ini akan merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Hipotesis 3 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = 2,351 atau lebih besar dari 2 dan signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,020). Dengan demikian H3 terbukti, yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif kebijakan leverage terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Taswan dan Soliha (2002), Hasnawati (2005), serta Wahyudi dan Pawestri (2006) yang menyatakan bahwa kebijakan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini konsisten dengan pendapat Modigliani dan Miller pada tahun 1963 yang menyatakan bahwa jika ada pajak penghasilan perusahaan maka penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang 246 pembayaran pajak (tax Dengan adanya pengurangan pembayaran pajak maka EAT (Earning After Tax) akan semakin meningkat dan dapat meningkatkan nilai perusahaan karena laba akan meningkat. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Wahidahwati (2001) yang mengemukakan bahwa salah satu alternatif untuk menurunkan adanya agency cost yang timbul karena adanya konflik keagenan adalah dengan meningkatkan pendanaan dengan utang. mengurangi deductable expenses). Hipotesis 4 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = 1,149 atau lebih kecil dari 2 dan tidak signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,253). Dengan demikian H4 ditolak, yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Hasnawati (2005) serta Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung teori dividend signaling yang dikemukakan oleh Bhattacharya (1979) yang mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cash dividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada dasarnya kebijakan dividen tidak selalu relevan dengan peningkatan nilai perusahaan. Husnan dan Pudjiastuti (2002: 336) menjelaskan bahwa sebenarnya keputusan investasilah yang akan meningkatkan atau menurunkan harga saham yang berhubungan dengan nilai dari perusahaan, yaitu apakah investasi yang dilakukan akan memberikan NPV yang positif. Syarat perusahaan dapat membagi dividen adalah menghasilkan laba, sedangkan laba perusahaan diperoleh dari aktivitas operasi perusahaan yang berawal dari keputusan investasi (keputusan untuk menahan laba dan keputusan untuk menginvestasikannya kembali). Hipotesis 5 Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = 50,902 atau lebih besar dari 2 dan signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,000). Dengan demikian H5 terbukti, yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 signifikan kebijakan investasi (IOS) terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hasnawati (2005) serta Wahyudi dan Pawestri (2006) yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kebijakan investasi terhadap nilai perusahaan. Dengan berdasarkan pada teori sinyal, semakin meningkatnya investasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka menggambarkan suatu pilihan manajemen untuk terus berkembang, dan merupakan proyeksi dari prospek perusahaan di masa yang akan datang, sehingga hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan. ini akan dapat meningkatkan resiko terjadinya kebangkrutan bagi perusahaan apabila tidak disertai dengan tingkat profitabilitas yang baik. Demikian juga hubungannya dengan nilai perusahaan yang menggunakan proksi PBV yang membandingkan antara harga pasar penutupan dari saham perusahaan yang bersangkutan pada akhir tahun dengan nilai buku saham. Nilai PBV akan semakin meningkat apabila harga saham yang terbentuk juga meningkat, sedangkan menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 336) keputusan untuk menahan laba dan menginvestasikan dana tersebut menjadi faktor utama dalam meningkatkan harga saham. Uji variabel control Variabel kontrol yang berfungsi untuk memperjelas adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Untuk menguji konsistensi dari variabel ukuran perusahaan (size) yang digunakan sebagai variabel kontrol dalam menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui nilai thitung = 0,417 atau lebih kecil dari 2 dan tidak signifikan pada level signifikansi 5% (p = 0,677). Dengan demikian variabel size belum dapat dikategorikan sebagai variabel kontrol dalam hubungan antara variabel independen dan variabel dependen . Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Taswan dan Soliha (2002), Soepriyatno dan Suwarti (2004), serta Sujoko dan Soebiantoro (2007) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka akan mempermudah perusahaan tersebut untuk memperoleh sumber pendanaan baik dari internal maupun dari eksternal bahkan perusahaan dengan skala besar dapat memperoleh economics of scale. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (size) belum dapat menjadi variabel kontrol dalam menjelaskan hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hal ini didasari pada nilai koefisen hubungan yang positif tetapi tidak signifikan dalam taraf signifikansi 5%. Ukuran perusahaan yang semakin meningkat apabila dilihat dari total aktiva perusahaan, mencerminkan bahwa tingkat leverage juga semakin meningkat. Hal Simpulan 1. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya kepemilikan saham suatu perusahaan oleh manajerial tidak mengakibatkan meningkatnya nilai perusahaan. 2. Kepemilikan institusional signifikan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya kepemilikan saham perusahaan oleh institusi maka akan mengakibatkan nilai perusahaan akan semakin menurun. 3. Kebijakan leverage signifikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat leverage yang terbentuk, maka akan menyebabkan nilai perusahaan juga akan semakin meningkat. 4. Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya nilai dividen yang dibagikan kepada shareholders tidak mempengaruhi nilai perusahaan. 5. Kebijakan investasi (IOS) signifikan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya tingkat investasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka nilai perusahaan yang terbentuk juga akan semakin meningkat. 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak dapat mengontrol hubungan antara variabel independen kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan leverage, kebijakan dividen, dan kebijakan investasi terhadap variabel dependen nilai Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) 247 perusahaan. Dengan demikian berarti bahwa besar kecilnya ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen yang dirumuskan. Implikasi 1. Review penelitian mendatang, hendaknya perlu memperluas criteria penentuan sampel, sehingga bisa memberikan gambaran terbaru mengenai kondisi perusahaan di Indonesia. 2. Obyek penelitian perlu diperluas dengan mengamati setiap sektor industri, sehingga dapat memberikan hasil yang berbeda . 3. Perlu menggunakan instrumen penelitian yang lain, sehingga hasilnya lebih bervariasi dan kemampuan mengukurnya lebih baik. 4. Perlu menggunakan kebijakan keuangan sebagai variabel intervening dalam mengkaji hubungan antara struktur kepemilikan perusahaan dan kebijakan keuangan terhadap nilai perusahaan. Hal ini didasari pada hasil pengujian yang belum dapat memberikan penjelasan yang akurat bagaimana pengaruh struktur kepemilikan dan kebijakan keuangan yang diputuskan oleh manajemen terhadap nilai perusahaan. 5. Penggunaan variabel kontrol guna memperjelas beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan bagi penelitian selanjutnya hendaknya lebih dikembangkan, bukan hanya berasal dari internal perusahaan saja, sehingga mampu menjelaskan fenomena yang terjadi secara lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Almilia, Luciana Spica; Silvy, Meliza. 2006. Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial dengan Teknik Analisis Multinomial Logit. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol. 6, No. 1, Februari 2006. Anthony, Robert N; Govindarajan, Vijay. 2003. Management Control System. Jakarta: Salemba Empat. Apriani, Lisa. 2005. Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kenaikan/Penurunan Dividen: Studi Empiris Pada Perusahaan Utilitas Publik dan Perusahaan dalam Industri Tidak Diregulasi. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII, Solo, 15-16 September 2005. Brigham, Eugene F; Daves, Phillip R. 2004. Intermediate Finance Management; 8th edition, New York: South Western. Brigham, Eugene F; Gapenski, LC. 1999. Intermediate Finance Management; 6th edition, the Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers. Brigham, Eugene F; Joel, F Houston. 2001. Fundamentals of Financial Management 9th edition, New York: Thomson South-Western. Christianti, Ari. 2006. Penentuan Perilaku Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta: Hipotesis Static Trade Off atau Pecking Order Theory. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Christiawan, Yulius Jogi; Tarigan, Josua. 2007. Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja, dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 9, No. 1, Mei 2007. Copeland, T.E; Weston, J.F. 1988. Financial Theory and Corporate Policy, 3rd edition, Addison-Wesley Publishing Company. Daniri, Mas Achmad. 2006. Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia; edisi kedua; PT. Ray Indonesia. Darmawan, Komang. 2008. Top Performers di Tengah Badai. Working Paper Majalah Investor/X/179, Mei 2008. Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII, Denpasar, Bali 2-3 Desember 2004. Fama, Eugene F; French, Kenneth R. 1998. Taxes, Financing Decisions, and Firm Value. The Journal of Finance, Vol. LIII, No. 3, June 1998. 248 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250 Febrianto, Rahmat. 2004. The Effect of Ownership Concentration on The Earning Quality: Evidence From Indonesian Company. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII Denpasar, Bali 2-3 Desember 2004. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics, 3rd International Edition, Mc Graw-Hill International. Halomoan, Gina; Djakman, Chaerul D. 2000. Pengujian Pecking Order Hypothesis Pada Emiten di Bursa Efek Jakarta Tahun 1994 dan 1995. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) III. Hasnawati, Sri. 2005. Implikasi Keputusan Investasi, Pendanaan, dan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Publik di BEJ. Usahawan No. 09 Tahun XXXIV, September 2005. Husnan, Suad. 2001. Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja Perusahaan dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan Multinasional. Journal of Accounting, Management, Economic Research hal 1-10. Husnan, Suad; Pudjiastuti, Enny. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, ed. 3. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Jensen, Michael C. 1986. Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers. American Economic Review, Vol. 76, No. 2, pp. 323-329, May 1986. Jensen, Michael C; Meckling, William H. 1976. Theory Of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3 , pp. 305-360. North-Holland Publishing Company. Mahadwartha, Putu Anom. 2002. Interdependensi Antara Kebijakan Leverage dengan Kebijakan Dividen: Perspektif Teori Keagenan. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi 2, No. 2, 6 April 2002. Mahadwartha, Putu Anom. 2003. Predictability Power of Dividend Policy and Leverage Policy to Managerial Ownership in Indonesia: An Agency Theory Perspective . Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 18, No. 3, 2003. Megginson, William L. 1997. Corporate Finance Theory. Massachusetts: Addison-Wesley. Myers, Stewart C. 1984. Capital Structure Puzzle. Journal of Finance, 39, (3), July 1984, pp. 572-592. Myers, Stewart C; Majluf, Nicholas S. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information That Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics 13, pp. 187-221. North-Holland. Ningrum, Nurika Samti Febriana. 2006. Analisis Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur di BEJ. Tesis: Program Magister Manajemen STIE STIKUBANK Semarang. Pramastuti, Suluh. 2007. Analisis Kebijakan Dividen: Pengujian Dividend Signaling Theory dan Rent Extraction Hypothesis. Thesis: Program Pasca Sarjana Jurusan Manajemen, Magister Sains Ilmu-Ilmu Ekonomi, Universitas Gadjahmada Yogyakarta. Putri, Imanda Firmantyas; Nasir, Mohammad. 2006. Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang, dan Kebijakan Dividen dalam Perspektif Teori Keagenan. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Riyanto, Prof. Dr. Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, edisi ke empat; Yogyakarta: BPFE. Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Computindo. Sartono, A. 2001. Long Term Financing Decisional: Views and Practices of Financial Management of Listed Publics Firms in Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada International Journal Business, 3, pp. 35-40. Determinan ………. (Pancawati Hardiningsih) 249 Sekaran, Uma. 2001. Research Methods for Bussiness: A Skill Building Approach 3rd edition. New York: John Wiley-Sons. Soepriyatno, Budi. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran Perusahaan, EBIT/Sales dan Total Debt/Total Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang Telah Go Publik dan Tercatat di BEJ. Tesis: Program Magister Manajemen STIE STIKUBANK Semarang. Soepriyatno, Budi; Suwarti, Titik. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial dan Publik, Ukuran Perusahaan, EBIT/Sales dan Total Debt/Total Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang Telah Go Publik dan Tercatat di BEJ. Semarang: Telaah Manajemen vol. 1 ed. 3 STIE STIKUBANK. Sritua, Arief. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI-Press Sugiyono. 1992. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfa Beta. Suharyadi; Purwanto SK. 2004. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat. Sujoko; Soebiantoro, Ugy. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan: Studi Empirik Pada Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9. No. 1, Maret 2007: 41-48. Sukartha, Made. 2007. Pengaruh Manajemen Laba, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan Pada Kesejahteraan pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 10, No. 3, September 2007. Swandari, Fifi. 2003. Pengaruh Perilaku Resiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia: Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI, Surabaya 16-17 Oktober 2003. Tarjo. 2005. Analisa Free cash Flow dan Kepemilikan manajerial terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 8, No. 1, Januari 2005. Taswan; Soliha, Euis. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, September 2002. Wahidahwati. 2001. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional Pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Pespektive Theory Agency. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IV. Wahidahwati. 2002. Kepemilikan Manajerial dan Agency Conflicts: Analisis Persamaan Simultan Non Linier dari Kepemilikan Manajerial, Penerimaan Resiko ( Risk Taking), Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) V, Semarang, 5-6 September 2002. Wahyudi, Untung; Pawestri, Hartini Prasetyaning. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Wardhani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahn Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Yujana, Lalu Hendry. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Tata Kelola Korporasi Terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Akuntansi, Tahun XI/03, September 2007. 250 JAI Vol.5, No.2, Juli 2009 : 231-250