Aplikasi Jenis Pupuk Organikdengan Pupuk Anorganik Dosis

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Aplikasi Jenis Pupuk Organikdengan Pupuk Anorganik Dosis Rendah
pada Tanaman Padi (Oryza sativa L. )di Tanah Pasang Surut
Tipe Luapan C
Application of Organic Fertlizers with Low Dose Inorganic Fertilizeron
Rice Crop (Oryza sativa L. )at Tidal Swamp Soil of C-Typw Flooding
Neni Marlina1*), Nuni Gofar2, A.Halim PKS2, A. Madjid Rahim2, Rastuti Kalasari1 dan
Indra Saputra1
1
Fakultas Pertanian Universitas Palembang
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
*)
Corresponding author :[email protected]
2
ABSTRACT
Tidal swamp land is one of suboptimal land, but it has relatively good prospect to be used
as agricultural land, especially for food crops such as rice. However, rice production in this
land is still low so that one measure that can be done is by the application of organic
fertilizers and low dose inorganic fertilizers. The research objective was to determine the
best combination of organic fertilizer type and low dose NPK fertilizer to be used on rice
crop production at tidal swamp soil of C-type flooding. The research was done in the
greenhouse at Jalan Darmapala No. 6 Palembang from November 2014 to March 2015.
Experimental design used in this study was Non-Factorial Completely Randomized Design
with 5 treatments and 5 replications for each treatment. The treatments were consisted of
without fertilizer, inorganic fertilizer (according to recommended NPK dose), rice straw
compost (3 ton/ha + 50 % inorganic fertilizer), cow dunk compost (3 ton/ha + 50 %
inorganic fertilizer) and organic fertilizer (300 kg/ha + 50 % inorganic fertilizer). The
results showed that application of organic fertilizer at dose of 300 kg/ha + 50 % inorganic
fertilizer was capable to increase the growth and production of rice crop by magnitude of
46.80 g/pot.
Key words: organic fertilizer type, rice, tidal swamp soil
ABSTRAK
Lahan pasang surut merupakan salah satu lahan sub optimal, namun memiliki prospek
yang cukup menjanjikan jika dijadikan lahan pertanian, terutama tanaman pangan seperti
padi. Namun produksi masih rendah, oleh karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan
dengan aplikasi pupuk organik dengan pupuk anorganik dosis rendah.Tujuan penelitian ini
adalah untuk menentukan jenis pupuk organik dengan pupuk NPK dosis rendah yang
terbaik pada tanaman padi di tanah pasang surut tipe luapan C. Penelitian dilaksanakan di
Rumah Kaca di Jalan Darmapala No. 6 Palembang dari bulan Nopember 2014 sampai
bulann Maret 2015. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
non faktorial dengan 5 (lima) perlakuan yang diulang 5 (lima) kali yang terdiri dari tanpa
pupuk, pupuk anorganik (sesuai dosis anjuran NPK), kompos jerami padi (3 ton/ha+ 50 %
pupuk anorganik, kompos kotoran sapi (3 ton/ha + 50 % pupuk anorganik), dan pupuk
1
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
organik hayati (300 kg/ha + 50 % pupuk anorganik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi pupuk organik 300 kg/ha + 50 % pupuk anorganik mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi sebesar 46,80 g/pot.
Kata Kunci: Jenis pupuk organik, Padi, Tanah pasang surut
PENDAHULUAN
Lahan pasang surut merupakan salah satu lahan sub optimal, namun memiliki
prospek yang cukup menjanjikan jika dijadikan lahan pertanian, terutama tanaman pangan
seperti padi, hal ini dikarenakan sebagian besar lahan kering telah dialih fungsikan menjadi
kepentingan non pertanian. Luas lahan pasang surut di Indonesia diperkirakan sekitar 20.1
juta ha, dan sekitar 9.53 juta ha berpotensi untuk dijadikan sebagai lahan pertanian
(Alihamsyah, 2002).Lahan pasang surut memiliki 4 tipe luapan, yaitu tipe luapan A, B, C
dan D.Lahan pasang surut yang digunakan pada penelitian ini adalah lahan pasang surut
tipe luapan C.Lahan pasang surut tipe luapan C ini memiliki potensi yang cukup besar
dalam budidaya padi.Namun produksi padi dilahan pasang surut masih rendah yaitu 4,41
ton/ha (BPS Banyuasin, 2012).
Rendahnya produktivitas di lahan pasang surut diakibatkan genangan air dan
kondisi fisik lahan, kemasaman tanah dan asam organik pada lahan gambut tinggi,
mengandung zat beracun (seperti pirit (FeS2)) dan intrusi air garam, kesuburan alami tanah
rendah dan beragamnya kondisi fisika kimia tanahnya (Nazemi et al., 2012). Oleh karena
itu salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan pasang
surut ini adalah dengan pemupukan.
Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan tanaman untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia selama siklus
pertumbuhan.Pemberian pupuk organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapkan
dapat memperbaiki kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi
tanah.Pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik (NPK) merupakan suatu usaha
dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman.Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki
keseimbangan hara yang terdapat didalam tanah. Fungsi bahan organik menurut
Leiwakabessy et al. (2003), adalah memperbaiki struktur tanah, menambah ketersediaan
unsur N, P dan S, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, memperbesar kapasitas
tukar kation dan mengaktifkan mikroorganisme dalam merombak bahan organik.
Beberapa hasil penelitian Rachman et al. (2008), Marlina et al. (2013), Marlina et
al. (2014), Marlina dan Syafrullah (2014), Marlina et al. (2015) dan Syafrullah et al.
(2015), menunjukkan bahwa pupuk organik (seperti pupuk kandang kotoran ayam, kompos
jerami yang diperkaya mikroba (disebut pupuk organik hayati), kompos rumput rawa
bakung, dan pupuk organik plus) dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik
(NPK) yang pada gilirannya dapat menunjang produksi yang maksimal, hal ini dibuktikan
dengan banyaknya sumbangan unsur hara NPK pupuk kandang kotoran ayam (1,264 % N,
0,356 % P, dan 3,44 % K), pupuk organik hayati (1,834 g N/tan, 0,311 g P/tan, dan 3,294 g
K/tan), kompos rumput rawa bakung (2,05 % N total, 143,30 pp, P bray, 4,50 me/100g
Kdd), dan pupuk organik plus (14,5 % N, 6,71 % P, dan 5,02 % K), yang kesemua pupuk
organik tersebut dapat mengefisiensikan pupuk anorganik (NPK) sebanyak 25-75 % baik
pada tanaman padi, jagung maupun tanaman sawi dan mentimun.
2
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Kemudian menurut Hardiatmi (2006), pemberian jerami dalam bentuk kompos
memberikan pengaruh terbaik terhadap serapan hara N dan K. Pemberian kompos jerami
padi sebanyak 10 ton/ha nyata menurunkan nilai bobot volume tanah dan memperbaiki
permeabilitas tanah.Sedangkan jerami mengandung hara yang lengkap baik berupa hara
makro maupun mikro. Secara umum hara N,P,K masing-masing sebesar 0,4 %, 0,2% dan
0,7%, sementara itu kandungan Si dan C cukup tinggi yaitu 7,9 % dan 40% (Arafah dan
Surappa, 2003).
Selain itu, para petani pada umumnya mempunyai ternak, seperti sapi, dimana sapi
itu akan menghasilkan kotoran yang cukup banyak, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai
pupuk organik. Menurut Hakim et al. (1985) kandungan N, P, K pupuk kandang sapi dan
kerbau berturut-turut adalah 0,3 %N; 0,3 % P2O5 dan 0,4 % K2O.
Pupuk organik hayati adalah pupuk kombinasi antara pupuk organik dan pupuk
hayati.Pupuk organik hayati adalah pupuk orgnik yang terbuat dari bahan-bahan alami
seperti pupuk kandang, kompos jerami padi, kascing, gambut, rumput laut dan guano
diperkaya mikroba hidup yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Menurut ElHabbasha et al. (2007), aplikasi pupuk organik hayati menggantikan pupuk anorganik
penting dilakukan untuk melindungi dari dampak buruk pupuk anorganik bila digunakan
berlebihan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis pupuk organik dengan pupuk NPK
dosis rendah yang terbaik pada tanaman padi di tanah pasang surut tipe luapan C.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan percobaan di Rumah Kaca dengan menggunakan rancangan
RAL non faktorial dengan 5 perlakuan yang diulang lima kali yang terdiri dari tanpa pupuk,
pupuk anorganik (NPK dan sesuai dengan dosis anjuran 200 kg urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan
100 kg KCl/ha), kompos jerami padi (3 ton/ha +50 % pupuk anorganik), kompos kotoran sapi
(3 ton/ha + 50 % pupuk anorganik) dan pupuk organik hayati(300 kg/ha + 50 % pupuk
anorganik).
Pengisian Tanah Ke Dalam Pot. Tanah di timbang sebanyak 10 kg kemudian
dimasukkan ke dalam pot.Setelah itu pot disusun sesuai dengan perlakuan.
Pembuatan Kompos Jerami Padi. Jerami padi dikeringkan terlebih dahulu
kemudian dipotong sepanjang 5 cm lalu dicacah halus ditambah pupuk kandang kotoran
sapi dengan perbandingan 10:1. Setelah itu dikomposkan selama 1 bulan.
Pembuatan Kompos Kotoran Sapi. Pupuk kandang kotoran sapi dan jerami padi
dengan perbandingan 10:1. Setelah itu dikomposkan selama 1 bulan.
Pembuatan Pupuk Organik Hayati. Kompos jerami padi sebanyak 100 kg yang
telah dicacah halus dicampur dengan bakteri Azotobacter 100 ml, Azospirillum 100 ml,
bakteri pemacu tumbuh 100 ml, dan bakteri pelarut fosfat 100 ml. Bakteri tersebut
disentrifuse untuk diambil panen biomassanya. Setelah disentrifuse biomassa bakteri
tersebut disemprotkan secara zig-zag di atas kompos yang telah dihamparkan, kemudian
diaduk-aduk dan dibiarkan selama satu jam.Kemudian pupuk organik hayati tersebut telah
siap digunakan.
Pemupukan.Pemberian pupuk dilakukan satu hari sebelum dilakukan penanaman,
dengan banyak pupuk yang diberikan pada setiap potnya sesuai dengan perlakuan yang
akan dilaksanakan.
3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Pemeliharaan.Pemeliharaan meliputi penyiraman benih yang di tanam dalam pot
yang dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari, atau sesuai dengan keadaan
kelembaban tanah. Apabila terlihat gulma langsung dilakukan pembersihan dengan cara
mencabutnya langsung dengan tangan.
Pemanenan.Panen harus dilakukan bila buah sudah cukup dianggap masak dan
memiliki kadar air +12 %, umur + 105 hari. Panen yang kurang tepat dapat menurunkan
kualitas dari gabah maupun beras.
Peubah yang diamati adalah sifat kimia tanah sebelum penelitian, tinggi tanaman,
jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, jumlah
gabah isi per malai, persentase gabah hampa, berat 1000 butir, berat GKG dan berat
berangkasan. Data yang didapat diolah secara statistik dengan menggunakan program SAS
9.1.3. Portable dan uji lanjut yang digunakan adalah BNT (Beda Nyata Terkecil)
HASIL
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan
jenis pupuk berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman,
jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah hampa, berat GKG
dan berat kering berangkasan, berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan
maksimum, dan berat 1000 butir.
Tabel 1. Hasil analisis keragaman pengaruh jenis pupuk terhadap peubah yang
diamati
Peubah yang diamati
Jenis pupuk
Koefisien keragaman
(%)
*
Tinggi tanaman (cm)
3,76
7,20
tn
Jumlah anakan maksimum (anakan)
0,69
20,65
Jumlah anakan produktif (malai)
2,21tn
16,93
*
Jumlah gabah per malai (butir)
3,91
13,16
Jumlah gabah isi per malai (butir)
12,57**
21,08
**
Persentase gabah hempa (%)
31,73
16,98
Berat 1000 butir (g)
1,07tn
16,69
**
Berat GKG (g)
25,95
7,38
Berat kering berangkasan (g)
6,24**
24,41
F-tabel 0,05
2,67
0,01
4,43
Keterangan: tn
= berpengaruh tidak nyata
**
= berpengaruh sangat nyata
*
= berpengaruh nyata
Hasil uji BNT pengaruh perlakuan jenis pupuk terhadap peubah yang diamati dapat
dilihat pada Tabel 2 dan 3.
4
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Tabel 2. Pengaruh jenis perlakuan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum,
jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, jumlah gabah isi per malai
Jenis pupuk
Tinggi
tanaman (cm)
P0
P1
P2
P3
P4
BNT 0,05=
0,01 =
90,00 a A
101,80 bc AB
94,00 ab AB
97,60 abc AB
105,40 c B
9,29
12,67
Jumlah anakan
maksimum
(anakan)
15,80
18,80
18,00
18,60
19,40
tn
Jumlah anakan
produktif
(malai)
12,60 a A
15,60 ab AB
14,40 ab AB
15,40 ab AB
17,20 b B
3,36
4,58
Jumlah gabah
per
malai
(butir)
86,56 a A
103,51 ab AB
103,17 ab AB
95,40 a AB
118,54 b B
17,62
24,03
Jumlah gabah
isi per malai
(butir)
59,00 a A
85,22 b B
83,80 b B
70,24 ab AB
108,48 c C
15,45
21,08
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
berarti berbeda tidak nyata
Tabel 4. Pengaruh jenis perlakuan terhadap persentase gabah hampa, berat 1000 butir,
berat GKG dan berat kering berangkasan
Jenis pupuk
P0
P1
P2
P3
P4
BNT 0,05=
0,01 =
Persentase gabah
hampa (%)
32,54 d C
17,68 b B
18,69 b B
26,74 c C
9,19 a A
4,69
6,41
Berat 1000
butir (g)
20,00
22,00
20,00
21,40
24,00
tn
Berat GKG (g)
29,20 a A
44,00 b B
44,00 b B
42,80 b B
46,80 b B
4,03
5,49
Berat
kering
berangkasan (g)
40,80 a A
73,80 bc B
61,80 ab AB
66,60 b AB
90,80 c B
21,49
29,32
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
berarti berbeda tidak nyata
PEMBAHASAN
Hasil analisis sifat kimia tanah pada tanah pasang surut yang dilakukan sebelum
penelitian dan berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983), tanah yang digunakan
pada penelitian ini tergolong masam (pH H2O=4,72) dengan kapasitas tukar kation
tergolong sedang (35,74 cmol(+) kg-1), kandungan C-organik 83,50 g kg-1 tergolong
sangat tinggi, kandungan N-total tergolong sedang dan P tersedia tergolong sangat tinggi
(3,9 g kg-1 dan 148,39 mg kg-1), basa tertukar seperti Ca-dd 15,62 cmol(+) kg-1 tergolong
tinggi, Mg-dd 5,91 cmol(+) kg-1 tergolong tinggi, K-dd 0,77 cmol(+) kg-1 tergolong tinggi,
Na-dd 0,68 cmol(+) kg-1 tergolong tinggi, dengan Kejenuhan Basa 63,36 % tergolong
tinggi, Fe 135,12 mg kg-1, dengan tekstur tanah mengandung 25,93 % pasir, 36,48 %
debu, dan 37,59 % liat dan tergolong tekstur tanah lempung berliat.
Tanah pasang surut tipe luapan C yang digunakan pada penelitian ini tergolong
tanah yang memiliki kesuburan tanah rendah, hal ini disebabkan karena pH tanah
tergolong masam yaitu ber-pH 4,72, walaupun kandungan N tergolong sedang dan P
tergolong tinggi. Namun unsur hara P tidak tersedia bagi tanaman, karena kandungan
logam Fe sangat tinggi yaitu 135,12 mg kg-1 dan logam tersebut mengikat unsur hara P
dalam bentuk Fe-P. Hal ini sejalan dengan pendapat Stevenson (1986) dan Hardjowigeno
5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
(2003), bahwa ketersediaan P yang rendah disebabkan adanya fiksasi P yang tinggi oleh
mineral Al dan Fe sehingga sulit diserap oleh tanaman.
Upaya penambahan berbagai jenis pupuk baik berupa pupuk anorganik, kompos
jerami padi, kompos kotoran sapi dan pupuk organik hayati yang diperkaya oleh bakteri
Azotobacter sp. dan Azospirillium sp. (penambat N2 dari udara), bakteri Pseudomonas
pseudomallei (bakteri pemacu tumbuh), dan bakteri Bacillus firmus (bakteri pelarut fosfat
dan kalium) sebagai penyumbang hara dengan sifat kimia: memiliki pH netral (pH=7,04),
kapasitas tukar kation tergolong tinggi (34,80 cmol(+) kg-1), nisbah C dan N tergolong
rendah (13,45), N-total, P tersedia dan K-dd tergolong sangat tinggi (10,8 g kg-1, 87,30
mg k -1 dan 11,18 cmol(+) kg-1 ) diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia tanah pasang
surut yang belum optimal untuk pertumbuhan tanaman padi.
Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik hayati dengan dosis
300 kg ha-1 dan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran menunjukkan pertumbuhan dan
produksi tanaman padi lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan jenis pupuk yang
lainnya. Hal ini dapat terlihat pada setiap peubah yang diamati seperti tinggi tanaman
tertinggi (105,40 cm), jumlah anakan maksimum terbanyak (19,40 anakan), jumlah anakan
produktif terbanyak (17,20 malai), jumlah gabah per malai terbanyak (118,54 butir),
jumlah gabah isi per malai (108,48 butir), persentase gabah hampa paling rendah
(9,19
%), berat 1000 butir terberat (24,00 g), berat GKG terberat (46,80 g) dan berat kering
berangkasan terberat (90,80 g).
Hal ini disebabkan bahwa pupuk organik hayati dengan dosis 300 kg ha-1 dengan
pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran merupakan dosis yang cukup dan berimbang
dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina et al.(2014), bahwa pemberian
pupuk organik hayati 300 kg ha-1 yang dikombinasikan dengan 75 % pupuk anorganik
memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sebanyak 93,67 g di tanah lebak.
Pupuk organik hayati yang diberikan ini mengandung bakteri penambat N2
(Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.), bakteri pelarut fosfat (Bacillus firmus) dan bakteri
pemacu tumbuh (Pseudomonas pseudomallei). Bakteri tersebut diatas sangat berperan
dalam menciptakan lingkungan tumbuh akar yang baik dengan memperbesar luas serapan
sehingga unsur hara dari pupuk anorganik sebanyak 50 % dan sumbangan dari bakteri
penambat N dan bakteri pelarut fosfat serta kalium dapat dimanfaatkan tanaman padi untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Unsur hara yang telah diserap oleh akar tanaman padi kemudian digunakan untuk
pengisian biji sehingga jumlah gabah berisi lebih banyak.Banyaknya jumlah gabah yang
berisi memberikan kontribusi penting dalam menurunkan rata-rata persentase gabah
hampa.Peningkatan jumlah gabah berisi serta penurunan persentase gabah hampa
berpengaruh terhadap meningkatnya berat GKG yang dicapai.
Bakteri penambat N yang diberikan dalam pupuk organik hayati ini sangat
membantu dalam menyumbangkan unsur hara nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman padi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman dan
pengisian bulir padi.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), penambatan nitrogen sebenarnya adalah reaksi
reduksi N2 menjadi NH4+ , yang mana sejauh ini diketahui bahwa reaksi ini hanya dapat
dilakukan oleh mikroorganisme prokariot. Reaksi keseluruhan penambatan N adalah
sebagai berikut: N2 + 8e + 16ATP + 8H2O  2NH3 + H2 + 16ATP + 16PI+ 8H+
6
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Reaksi tersebut memerlukan elektron dan proton serta banyak molekul ATP yang dapat
diperoleh dari oksidasi piruvat.Dalam reaksi oksidasi piruvat tersebut, dihasilkan asetil
fosfat yang dengan adanya adenisin difosfat (ADP) membentuk ATP.Disamping itu,
oksidasi piruvat juga menyebabkan reduksi sebuah protein yang disebut feredoksin.
Menurut Rao (1994), feredoksin secara alami ditemukan pada protein pembawa elektron
yang mengandung besi-belerang (Fe-S) yang dapat melakukan oksidasi-reduksi secara
bolak-balik. Proten ini banyak diisolasi dari bakteri Clostridium pasteeurianum,
Azotobacter vinelandii, daan Bacillus polymyxa. Pada reaksi reduksi feredoksin ini piruvat
mentransfer elektron yang bergabung dengan 2H+ kemudian ditransfer pada feredoksin
dengan bantuan enzim hidrogenase sebagai katalisator Lebih lanjut Rao (1994),
menjelaskan bahwa selain pentingnya elektron dan proton serta ATP dalam proses reduksi
N2 menjadi NH4 +, dalam reaksi ini juga diperlukan enzim nitrogenase yang berfungsi
sebagai katalisator. Nitrogenaseterdiri dari dua protein, yakni protein Fe dan protein FeMo. Protein Fe mempunyai 4 atom besi di kelompok Fe4S4, sedangkan protein Fe-Mo
mengandung 2 atom molybdenum dan 28 atom besi. Reaksi penambatan nitrogen dimulai
ketika nitrogenase menerima elektron dari feredoksin tereduksi, sehingga protein Fe
menjadi tereduksi. Selanjutnya protein Fe membawa elektron ke protein Fe-Mo disertai
katalisis ATP menjadi ADP dan Pi. Protein Fe-Mo kemudian meneruskan pengangkutan
elektron menuju proton untuk membentuk 2NH4 dan satu H2.
Bakteri pemacu tumbuh dapat membantu tanaman untuk tumbuh dan berkembang
disamping auksin endogen yang dimiliki tanaman.Auksin pada tanaman biasanya biasanya
terdapat pada jaringan meristem (Spaepen et al., 2007). Auksin yang dihasilkan oleh
bakteri pemacu tumbuh Burkholderia kururiensis pada tanaman padi menyebabkan
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dengan jumlah rambut akar dan akar lateral
tanaman meningkat. Pertumbuhan tanaman menjadi cepat dan memberi produk hasil yang
tinggi (Mattos et al.,2008).
Kompos jerami padi yang diperkaya oleh bakteri tersebut diatas dapat berperan
sebagai sumber asam-asam organik yang mampu mengontrol kelarutan logam dalam tanah
ataupun berperan sebagai sumber hara bagi tanaman.Hasil dekomposisi tersebut dapat
berupa asam-asam organik yang dapat mengkhelat ion logam sehingga P yang terikat oleh
ion logam (Fe-P) dapat terlepas dan tersedia kembali.Begitu juga dengan adanya bakteri
pelarut fosfat yang dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam organik yang dapat
melarutkan unsur fosfat yang terikat oleh ion logam, sehingga unsur P tersebut menjadi
tersedia kembali dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman padi untuk tumbuh dan berproduksi
dengan baik.
Menurut Fadiluddin (2009), pada tanaman padi gogo perlakuan kombinasi pupuk
hayati, anorganik dan organik mampu meningkatkan serapan unsur hara makro total
hingga 99,40 % dan 80,60 %, meningkatkan jumlah gabah isi per rumpun hingga 76,00 %
dan 76,10 % dan bobot gabah isi per rumpun hingga 51,50 dan 63,70 % dibandingkan
kontrol.
Hasil penelitian Syamsiar (2009), bahwa produksi padi dengan pemberian pupuk
organik meningkatkan produksi 15,00 % bila dibandingkan tanpa pupuk organik.
Selain itu unsur hara N, P dan K yang disumbangkan oleh pupuk organik hayati
dan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran ini memiliki fungsi masing-masing. Menurut
De Datta (1981) dan Taslim et al. (1990), dengan meningkatnya ketersediaan hara N maka
dapat memberikan warna daun yang lebih hijau, tinggi tanaman, jumlah anakan banyak,
dapat memperbesar ukuran daun dan gabah, kualitas gabah dan kadar protein tinggi,
7
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
sedangkan fosfor dibutuhkan untuk pertumbuhan, terutama akar dan buah, lebih cepat
berbunga dan masak dan mempunyai kualitas beras yang baik dan berbagai proses
diantaranya fotosintesis, sintesis protein dan lemak dan transfer energi. Makinaktifhya
proses-proses tersebut pengisian biji akan sempurna, sehingga akan terbentuk gabah yang
berisi. Demikian juga dengan semakin tersedianya unsur hara kalium maka proses
pengisian biji semikin meningkat.
Menurut pernyataan Winarso (2005) bahwa pemberian fosfor dalam jumlah yang
cukup dan tersedia dapat merangsang keaktifan penyerapan unsur hara lain. Karena fungsi
fosfor dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan
energi, pembelahan sel dan pembesaran sel serta proses di dalam tanaman lainnya,
Selanjutnya Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa sebagian besar penyerapan
nitrogen tanah tergantung pada pemberian pupuk fosfor, sehingga pertumbuhan vegetatif
tanaman akan meningkat, termasuk jumlah anakan yang menghasilkan malai. Hal ini
sejalan dengan pendapat Marschner (1997) bahwa unsur hara yang tersedia cukup dalam
tanah terutama N, P dan K dapat merangsang pembentukan anakan dan anakan produktif.
Pertumbuhan tinggi tanaman terbaik (105,40 cm), jumlah anakan produktif yang
terbanyak (17,2 malai) pada pemberian pupuk organik hayati 300 kg ha-1 dan pupuk
anorganik 50 % dari dosis anjuran ini diikuti oleh berat 1000 butir yang terberat (24,00 g)
dan berat GKG yang terberat (46,80 g). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan
tinggi tanaman diikuti oleh hasil gabah (berat GKG, berat 1000 butir dan penurunan
persentase gabah hampa), sekitar 68 % fotosintat dari batang dan pelepah daun
ditranslokasikan ke gabah. Hasil asimilat yang dihasilkan lebih dikonsentrasikan ke
peningkatan kualitas gabah, berupa pembentukan gabah yang realatif lebih besar sehingga
berat gabah satuan berat makin besar dan bernas (Cock dan Yoshida, 1972 dalam
Ismunadji dan Manurung, 1988).
Perlakuan tanpa pupuk menunjukkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi
yang sangat rendah bila dibandingkan dengan perlakuan jenis pupuk lainnya. Hal ini
terbukti dari tinggi tanaman terendah (90,00 cm), jumlah anakan maksimum sedikit (15,80
anakan), jumlah anakan produktif terendah (12,60 malai), jumlah gabah per malai terendah
(128,48 butir), jumlah gabah isi per malai terendah (86,56 butir), persentase gabah hampa
terbanyak (32,54 %), berat 1000 butir teringan (20,00 g), berat GKG terendah (29,20 g),
dan berat kering berangkasan (40,80 g). Hal ini disebabkan tanaman padi hanya mendapat
unsur hara yang ada di dalam media saja tanpa mendapatkan dari yang lain, sehingga
tanaman mengalami kekurangan unsur hara N, P dan K dan pertumbuhan agak terhambat
dan ini akan berpengaruh terhadap produksi yang didapatpun rendah.
Tanaman padi yang kekurangan N dapat menyebabkan tanaman kerdil, daun
kekuningan (klorosis) terutama daun tua, anakan sedikit dengan daun kecil-kecil, jumlah
gabah sedikit (Abdulrachman et al., 2008).Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000),
defisiensi P dapat meningkatkan persentase gabah hampa, menurunkan bobot dan kualitas
gabah.Sedangkan menurut Abdulrachman et al., (2008), kekurangan K dapat menyebabkan
kehampaan gabah tinggi dan pengisian gabah tidak sempurna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis pupuk anorganik
memberikan pertumbuhan dan produksi rendah terhadap tanaman padi bila dibandingkan
dengan perlakuan jenis pupuk organik hayati 300 kg ha-1 dengan pupuk anorganik 50 %
dari dosis anjuran, namun lebih baik dari perlakuan tanpa jenis pupuk. Produksi pada
perlakuan jenis pupuk anorganik ini mendekati produksi tanaman padi pada perlakuan
jenis pupuk organik hayati 300 kg ha-1 dengan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran.
8
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Hal ini dapat dilihat dari semua peubah yang diamati.Hal ini disebabkan pupuk anorganik
dapat menyediakan unsur hara N, P dan K cepat tersedia bagi tanaman padi.
Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila segala elemen yang dibutuhkan tersedia
dalam jumlah yang cukup dan dalam bentuk yang siap diserap oleh tanaman
(Dwidjoseputro, 2006), selanjutnya Lingga dan Marsono (2006) menjelaskan bahwa jika
ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka tanaman akan
terganggu proses metabolismenya sebab tanaman mempunyai korelasi yang positif dengan
ketersediaan unsur hara sehingga dalam budidaya tanaman ketersediaan unsur hara
merupakan faktor yang sangat menentukan.
Perlakuan jenis pupuk yang lain seperti kompos jerami padi 3 ton ha-1 dengan
pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran dan kompos kotoran sapi 3 ton ha-1 dengan
pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran menunjukkan pertumbuhan dan produksi lebih
rendah dari perlakuan jenis pupuk organik hayati 300 kg ha-1 dengan pupuk anorganik 50
% dari dosis anjuran, namun lebih baik dari tanpa pupuk. Hal ini disebabkan tanaman
belum maksimal mendapat unsur hara dari kompos jerami padi dan kotoran sapi, karena
sifat kompos jerami padi dan kotoran sapi bersifat slow release (lambat tersedia). Namun
pertumbuhan dan produksi tanaman padi tetap lebih baik, hal ini disebabkan karena pupuk
anorganik yang diberikan bersama dengan kompos jerami padi dan kotoran sapi lebih
dahulu dimanfaatkan oleh tanaman dan lebih cepat tersedia, kemudian selanjutnya dibantu
oleh kompos dari hasil dekomposisi kompos yang selain membantu penyediaan unsur hara
juga membantu dalam memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah sehingga tanaman
tetap tumbuh dengan baik.
Tanah pasang surut ini merupakan tanah yang tergolong tanah suboptimal yang
memiliki kesuburan tanah rendah dengan pH tanah rendah yang mengakibatkan banyak
kendala dalam tersedianya unsur hara, oleh karena itu dalam pembudidayaan tanaman
pangan seperti padi, jagung, dan kacang-kacangan tanah pasang surut tetap diperlukan
bahan organik baik kompos jerami padi, kotoran sapi dan pupuk organik hayati. Hal ini
dikarenakan secara umum bahan organik ini dapat memperbaiki sifat fisika, sifat kimia
dan sifat biologi tanah. Menurut Winarso (2005), sifat fisika yang dapat diperbaiki yaitu
daya menyimpan air yang lebih tinggi sehingga air bersama unsur hara tetap tersedia
didalam tanah, struktur tanah lebih gembur. Selanjutnya menurut Marlina et al. (2014),
Marlina et al. (2015) dan Syafrullah dan Marlina (2015), secara kimia bahan organik
seperti kompos jerami padi, pupuk organik hayati, kompos kotoran ayam, kompos rumput
rawa dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatkan ketersediaan unsur hara
N (dari 0,39 % N menjadi 1,10-2,03 % N), K (0,53 cmol(+) kg-1 menjadi 2,08 – 11,18
cmol(+) kg-1) serta KTK (dari 35,74 cmol(+) kg-1 menjadi 150-300 cmol(+) kg-1).
Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif, sehingga akan
meningkatkan KTK. Secara biologi dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah
sehingga aktif dalam mendekomposisi bahan organik dan mempercepat ketersediaan unsur
hara bagi tanaman.
Selain itu Menurut Marlina (2001), bahwa pemberian kompos jerami padi
sebanyak 3 ton ha-1 dapat meningkatkan produksi padi dan mengefisienkan pupuk
anorganik sebanyak 50 % dari dosis anjuran.
9
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah perlakuan pupuk organik
hayati 300 kg ha-1 dengan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran memberikan
pertumbuhan dan produksi tanaman padi sebesar 46,80 g pot.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, S., H. Sembiring dan Suyamto. 2008. Pemupukan Tanaman Padi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan Bogor, Bogor
Alihamsyah, T. 2002. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang surut dalam
perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa depan. pp: 1-18. Dalam
Ar-Riza, I., T. Alihamsyah dan M. Sarwani (ed.). Pengelolaan Air dan Tanah di
Lahan Pasang Surut. Monograf Balai. Penelitian Pertanian Lahan Rawa,
Banjarbaru.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk
Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah Indonesia.
Kementerian Pertanian, Indonesia
Buckman, H.O. dan N.C. Brady, 1969. Ilmu Tanah yang diterjemahkan oleh Soegiman,
1982. Bratara Karya Aksara, Jakarta.
BPS Banyuasin. 2012. Banyuasin dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Banyuasin.
De Datta, S.K., 1984. Pronciple and Practices of Rice Produktion. Head Departemen of
Agronomi, The IRRI, Los Banos. Manila-Philippines.
Dobermann, A and Fairhust T. 2000.Rice Nutrient Disorders and Nutrient Management.
Potash and Phosphate Institute of Canada and International Rice Research
Institute.Oxford Geographic Printers Pte Ltd. Canada, Philippines. 192 p
El-Habbasha, S.F., A.E. Salam, and M.O. Kabesh. 2007. Response of Two Sesame
varieties (Sesamum indicum L.) to Partial Replacement of Chemical Fertlizers.
Journal of Agriculture and Biological Sciences 3(6):563-571
Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas formula pupuk hayati dalam memacu serapan hara,
produksi dan kualitas hasil jagung dan padi gogo di lapang. Tesis. Sekolah
Pascasarjana IPB, Bogor
Hadiatmi, S. 2006. Kajian Bentuk Pemberian dan Dosis Jerami Padi Serapan N dan K serta
Hasil padi (Oryza sativa L.) Var. IR-64.J.Inovasi Pertanian 4 (2): 159 -171
Hadisuwito, S. 2008. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 50
hal.
Hakim, N, M.Yusuf, A.M. Lubis, N. Sutopo, M.R. Saul, M.A. Diha, Go Ban Hong dan
H.H. Bailey. 1986. Dasara-dasar ilmu tanah. Universitas Lampung. Lampung
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. RajaGrafindo, Jakarta
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Revisi, Akademika Pressindo, Jakarta.
Ismunadji, M dan S.O. Manurung. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi Buku I. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan Bogor. Bogor
Lingga, P dan Marsono. 2006. Petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
10
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Marlina, N.2001.
Perbaikan Lingkungan Tumbuh Perakaran Tanaman dengan
Menggunakan Kompos Jerami Padi dengan Kapur untuk Meningkatkan Efisiensi
Pemupukan NPK dalam Budidaya Padi Sawah. Tesis (Tidak dipublikasikan)
Marlina, N., N. Gofar, N. Amir dan B. A. Putra. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa
Varietas Padi (Oryza sativa L.) Lebak dengan Pemberian Komposisi Pupuk Organik
Hayati dan Anorganik.Prosiding Seminar Nasional VII Masyarakat Konservasi
Tanah Indonesia. Palembang 6-8 Nopember 2013.
Marlina, N,. N. Gofar, A.Halim, dan A. M. Rohim. 2014. Improvement of Rice Growth
and Productivity Through Balance Application of Inorganic and Biofertilizers in
Inceptisol Soil of Lowland Swamp Area. Journal of Agricultural Science Agrivita
36(1):48-56
Marlina, N. dan Syafrullah.2014. Pemanfaatan Jenis Kompos Rumput Rawa pada
Mentimun (Cucumis sativus L.) dengan Teknologi Rakit Terapung di Lahan
Lebak.Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Palembang 26-27
September 2014.
Marlina, N., Syafrullah, R.I. S. Aminah, Gusmiatun, Rosmiah, Midranisiah, Y. Purwanti
and Gribaldi. 2015. Floating Agricultural System Using Plastic Waste for
Vegetables Cultivation at Swamp Area. International Journal of Engeneering
Research Science & Technology 4(2): 100-112
Marschner, H., 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. News York: Academic Press.
Mattos K. A., V.L.M. Pádua, A. Romeiro, L.F. Hallack, B.C. Neves, T. Ulisses,.M.U. C.F.
Barros, A.R. Todeschini, J.O. Previato Mendonça-Previato. 2008. Endophytic
Colonization Of Rice (Oryza Sativa L.) By The Diazotrohic Bacterium
Burkholderia kururiensis And Its Ability.Ann.Acad. Bras.Cienc. 80 (3): 477-493
Nazemi, D.2012. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Pasang Surut Melalui
Pengelolaan Lahan dan Komoditas. Agrovigor vol 5 No. 1
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Terms of Reference Type. As. P3TT Bogor
Rao, N. S. 1994. Biofertilizers in Agriculture.Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi.
Bombay. Calcutta.
Salysbury, F. B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, jilid dua. Terjemahan Plant
Physiology, 4th edition, oleh : Diah R. Lukmana dan Sumaryono. 1992. Bandung.
Penerbit ITB Bandung.
Spaepen, S., V. Jos. and R. Roseline. 2007. Indole-3-Acetic Acid in Microbial and
Microorganism Plant Signaling. Departement of Microbial and Molecular Systems.
Centre of Microbial and Plant Genetics: Belgium
Stevenson, F.J. 1984. Humus Chemistry, Genesis, Composition, Reaction. John Wiley
and Son Inc. New York, USA. 496 p
Syafrullah dan N. Marlina. 2015. Nutrisi Tanaman Alami. Tunas Gemilang Press.
Palembang
Syafrullah, N. Marlina, Gribaldi, R.I.S. Aminah, Midranisiah, G.A. Nasser and Gusmiatun.
2015. Improvement of Soil Quality and Rice Crop Production Using Plus-Organic
Fertilizer. International Journal of Engeneering Research Science & Technology
4(3): 1-11
11
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal2015, Palembang 8-9 Oktober 2015
ISBN 979-587-580-9
Syamsiar. 2009. Respon varietas dan pupuk organik terhadap intensitas serangan penyakit
pada pertanaman padi secara organik. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan. FP USU, Medan.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta
12
Download