Pengertian Kewarganegaraan Kewarganegaraan (Citizenship

advertisement
1. Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (Citizenship) sama tuanya dengan komunitas manusia. Konsep ini
mendefinisikan siapa yang merupakan anggota dari masyarakat pada umumnya.
Kewarganegaraan secara manifest merupakan inisiatif politik, akan tetapi kita dapat
memunculkan dua pertanyaan yang pada praktisnya penjelasan dari dimensi politik tidak
memberikan pemahaman yang mendalam.
Pertama, masalah siapa yang dapat mempraktekan kewarganegaraan dan dengan syarat apa,
bukanlah hanya pemasalahan legal dan hakikat formal yang melekat padanya. Ini merupakan
permasalahan dari sisi kapasitas non politis dari warga negara pada kenyataannya tidak selalu
setara.
Secara istilahnya, praktek dari kewarganegaraan adalah berkontribusi pada barang publik.
Tapi, struktur dimana warga negara berpartisipasi dalam perkumpulan kolektifnya memiliki
implikasi lebih pada organisasi dari masyarakat secara keseluruhan. Jadi pertanyaan kedua
yang dapat dimunculkan mencakup konsenkuensi dari memajukan hak kewarganegaraan,
terutama untuk hubungan sosial dari warga negara (dan non warga negara) dan untuk institusi
ekonomi dan sosial di mana mereka bekerja dan hidup. Secara khusus, kelompok
terpinggirkan (disadvantaged groups) dalam masyarakat mungkin akan melawan demi hak
kewarganegaraannya untuk meningkatkan kondisi mereka. Pertanyaan secara langsung
muncul ketika ekspansi dari partisipasi warga negara dapat menurunkan ketimpangan kelas,
atau mempengaruhi struktur relasi antara orang yang berbeda jenis kelamin atau rasnya.
Konsep Kewarganegaraan dan Perdebatannya
Secara sederhana, kewarganegaraan dapat dijelaskan sebagai partisipasi atau keanggotaan
dari komunitas. Perbedaan tipe dari komunitas politik memberi perbedaan bentuk dari
kewarganegaraan.
Menurut Aristoteles, kewarganegaraan merupakan status privileged dari kelompok pengatur
negara-kota. Pada negara demokrasi modern basis kewarganegaraan merupakan kapasitas
untuk berpartisipasi dalam memakai kekuatan politis melalui proses pemilihan. Jadi,
partisipasi oleh warga negara dalam negara modern menyangkut keanggotaan komunitas
politik bedasarkan hak pilih universal dan oleh sebab itu juga keanggotaan dari komunitas
sipil bedasarkan penegakan hukum. Bagi aristoteles, status dari kewarganegaraan dikurung
pada partisipan efektifif dalam pertimbangan dan pemakaian kekuasaan; pengertian
kewaganegaraan nasional yang meluas antar masyarakat.
Sifat umum dari kewarganegaraan modern menyebrangi struktur sosial berarti bahwa tiap
orang sebagai warga negara setara di hadapan hukum dan tidak ada orang atau grup yang
secara legal diistimewakan. Akan tetapi, mereka yang terpinggirkan oleh sistem kelas tidak
dapat secara praktis berpartisipasi dalam kewarganegaraan walaupun mereka memiliki
keanggotaan yang legal. Mereka memiliki keanggotaan warga negara secara legal tapi tidak
dapat memakai hak kewarganegaraannya.
Kritik terhadap kewarganegaraan demokatis dilihat oleh Marx dalam studinya pada revolusi
Amerka dan Perancis, dimana kewarganegaraan modern muncul. Marx memperlihatkan
keberatannya pada demokrasi modern, atau borjuis, kewarganegaraan.
Negara dengan jalannya sendiri menghapus pemisahan bedasarkan kelahiran, pemeringkatan,
pendidikan dan pekerjaan ketika mendeklarasikan kelahiran, peringkat, pendidikan dan
pekerjaaan sebagai perbedaan non-politis. Negara mengklaim setiap anggota sebagai
partisipan yang setara walaupun tanpa memandang pemisahan tersebut. Namun, di sisi lain
negara mengizinkan kepemilikan private, pendidikan dan pekerjaan untuk bertindak dan
menyatakan hakikat khusus dalam jalan yang mereka tempuh. Jauh dari penghapusan, negara
justru secara faktual membuat pemisahan tersebut tetap ada.
Menurut Marx, emansipasi politis pada kewarganegaraan tidak cukup mapan dan malah
mengadvokasi emansipasi manusia pada umumya yang mana orang-orang dibebaskan dari
menentukan kekuasaan dari private property dan instititusi yang berasosiasi dengannya.
Pembatasan dari kewarganegaraan yang mana muncul mealui transformasi politik dapat
dilalui hanya melalui revolusi sosial dimana ketimpangan berbasiskan kelas dalam kondisi
sosial dan kekuasaan dijungkirkan.
Pada abad ke-19 debat pada kewarganegaraan dan revolusi telah secara mendasar berubah
dengan kemunculan pergerakan buruh yang melawan untuk mendapatkan haknya membentuk
kesatuan dan hak untuk secara kolektif banding dengan atasannya meningkatkan gaji, kondisi
kerja, dan pengupahan. Sebagai dampak dari pergerakan tersebut, langsung maupun tidak,
kebijakan telah dikembangkan untuk menyediakan jaring pengaman (safety net) melawan
dampak aspek tertentu dari ketidaksamaan sosial, khususnya pengangguran dan usia tua.
Struktur sosial yang tidak setara di masyarakat kapitalis barat telah berubah, dan perubahan
ini diasosiasikan dengan partisipasi dari anggota dari kelas propertyless/powerless dalam
status kewarganegaraannya.
Satu tipe respon terhadap situasi yang muncul ini ingin menunjukkan bahwa perubahan
dalam kondisi sosial dan ekonomi dari kelas pekerja telah memiliki dampak menyertakannya
pada struktur kapitalisme, yang akhirnya meredam potensi revolusioner. Arguemen ini
cenderung mengansumsikan bahwa tidak ada modifikasi yang dibutuhkan sesuai dengan
kewarganegaraan yang digarsbawahi oleh Marx.
Namun pemikiran tersebut bukan berarti membuat kita tidak memeriksa lagi konsep
kewarganegaraan. Seperti perkataan V.I. Lenin menunjukkan bahwa datangnya hak pilih bagi
laki-laki dewasa dalam sistem politik demokrasi modern menghasilkan kepatuhan dari kelas
pekerja dan kondisi ini hanya dapat diambil dari reformasi sosial. Pengurutan ini dsebut
Lenin sebagai “Lloyd Georgism”, yang mana kewarganegaraan, melawan harapan awal
Marx, pada kenyataannya membawa kepada perubahan-perubajan tertenru pada struktur
ketidakadilan sosial.
Pendekatan Kewarganegaraan
Dalam melihat ketimpangan sosial dan kemajuan kewarganegaraan, ada pendekatan
yang menyatakan bahwa kemajuan kewarganegaraan telah berdampak pada kemunduran
kelas. Stanislaw Ossowski menyatakan perubahan di struktur sosial telah diatur oleh paksaan
politik sejalan dengan pekembangan kewarganegaraan, kemudian di abad 19 konsep kelas
menjadi kurang lebih sesuatu yang ketinggalan jaman dan konflik kelas melepas dan menjadi
bentuk lain dari antagonisme sosial. Pendekatan ini cenderung mengindentifikasi sistem kelas
dengan pihak-pihak terpinggirkan dari kelas yang dipengaruhi oleh penyetaraan dari
kewarganegaraan. Tidak hanya melihat pihak terpinggirkan, tapi juga mereka yang memiliki
kuasa dan privilege. Pertanyaan mengenai konsekuensi dari pengembangan kewarganegaraan
pada ketimpangan struktur sosial tidak dapat dijawab dalam ketidakadaan pemerikasaan
ulang secara dekat pada permasalahannya.
T.H. Marshall mengajukan teori mengenai kewarganegaraan yang mana berfokus
pada hubungan antara perkembangan hakikat kewarganegaraan dan sistem kelas. Penjelasan
Marshall bersandarkan pada hakikat kewarganegaaan pada post-Perang dunia ke 2 di Inggris,
yang mana, sejak naiknya negara kesejahteraan, ini juga menyediakan penjelasan bahwa
kemunculan kewarganegaraan dalam negara modern dalam istilah perkembangan sejarah
masyarakat kapitalis. Marshall berpendapat, seiring dengan perkembangan kapitalis dalam
sistem sosial, dan struktur kelas berkembang bersamanya, kewarganegaaan modern berubah
dari sistem hak yang mendukung hubungan pasar menjadi antagonis terhadapnya. Marshall
membagi-bagi elemen kewarganegaraan untuk menawarkan karakterisasi baru dai
kewarganegaraan untuk menganalisa hubungan antara kewarganegaraan dan masyarakat yang
absen pada pendekatan lainnya.
Pemahaman umum mengenai kewarganegaran menurut Marshall dapat dkategorikan
konvensional. Pertama, kewarganegaraan merupakan status yang melekat pada keaggotaan
penuh dari komunitas, kedua, siapa yang memiliki status ini akan setara untuk memiliki hak
dan kewajiban yang terasosiasi dengannya. Marshall menambahkan bahwa perbedaan
masyarakat akan melekatkan perbeaan hak dan kewajiban pada status warga negara, jadi
tidak ada prinsip universal yang mana mendeterminasi hak dan kewajiban kewarganegaraan
secara umum. Marshall lebih dalam lagi membuat tiga bagian terpiisah yang ada pada semua
konstitusai dalam kewarganegaraan, yaitu civil, political dan social rights. Elemen
kewarganegaraan yang dibagi-bagi oleh Marshall didefinisikan bedasarkan seperangkat
spesifik mengenai hak dan institusi sosial melalui mana hak dapat dipakai. Pendekatan
Marshall lebih kepada hak hanya bermakna pada konteks institusi khusus dan hanya dapat
direalisaskan dalam kondisi material tertentu. Tiga elemen kewarganegaraan yang diajukan
Marshall memiliki historis yang independen.
Elemen Civil dari pembagian kewarganegaraan adalah susunan hukum yang penting
bagi kebebasan individual dan institusi yang terkait langsung adalah peraturan hukum dan
sistem pengadilan. Bagian Political dari kewarganegaraan mencakup hak untuk berpartisipasi
untuk mengaplikasikan kekuatan politik. Hak ini terkait dengan institusi parlemen. Elemen
social rights merupakan hak untuk kesetaraan standar hidup dan warisan sosial dari
masyarakat. Hak ini secara signifikan direalisasikan melalui pelayanan sosial dan sistem
pendidikan.
Leonard Hobhouse, Sosiolog dari London school memiliki kesamaan pandangan
dengan Marshall mengenai pembagian dalam kewarganegaraan. dalam salah satu sesi kuliah,
ia mendefinisikan hak politik sebagai kewajiban komunitas untuk menyediakan kebutuhan
minimum untuk hidup bebas dan hak sipil sebagai kewajiban negara kepada individu.
Marshall secara fundamental terpisah dari Hobhouse serta pemikiran liberalnya. Tidak
semua hak kewarganegaraan secara logis turunan dari hak sipil dan secara khusus memiliki
hak property. Teori liberal memegang bahwa hak sosial dan hak politik dapat secara eksplisit
ada dalam kondisi hak pasar dari property private (kepemilikan pribadi). Hak ini dapat
diperluas kepada seseorang yang berasal dari kelas non-property ketika pekerja dianggap
property dari pemiliknya. Marshall tidak setuju dengan pandangan itu dan meyakini bahwa
selain ada beberapa hak yang muncul sebagai produk sekunder dari hak lainnya, mereka juga
dapat melekat langsung dan independen pada kewarganegaraan. Lanjut, menurut Marshall
perubahan pada hakikat kewarganegaraan dapat dicapai melalui konflik antara institusi sosial
dan mungkin antar kelompok sosial.
Perkembangan Konsep Kewarganegaraan menurut Marshall
Marshall melihat adanya anomalus, ketika kapitalisme menghasilkan ketimpangan
kelas, di saat yang bersamaan muncul kewarganegaraan sebagai status yang menjamin
kesetaraan hak dan kewajiban para subjeknya.
Pada fase awal dari perkembangan kewarganegaraan kapitalisme cenderung
mengubur privilage yang mana merupakan hasil warisan zaman feodal, akan tetapi sistem
sosial masih dipengaruhi kuat oleh warisan tersebut. Terbentuk juga relasi hubungan kelas
kapitalis bedasarkan komoditas produksi dan pertukaran. Kemudian di abad 17 keadaan
masih sama namun dibatasi oleh hukum-hukum yang baru. Muncul juga institusi yang
mengatur private property. Pada abad 18 dan 19, hak kewarganegaraan cenderung harmonis
dengan ketimpangan kelas di masyarakat. Terdapat hak-hak yang mendukung mekanisme
pasar sehingga mempertahankan kesenjangan yang ada.
Ketika kewarganegaraan muncul tidak hanya mempersoalkan civil rights tapi juga
political rights, hubungan antar kelas sosial menjadi lebih konfliktual dibandingkan hanya
menganut civil rights. Menjelang akhir dekade 19, terjadi pergerakan kelas pekerja yang
kemudian membentuk trade unionism sebagai collective bargain. Dengan adanya ini, status
sosial dan ekonomi para pekerja menjadi meningkat.
Pendekatan Marshall kepada kewarganegaraan dan kelas sosial melibatkan tidak
hanya kewarganegaraan memodifikasi kelas, tapi juga konflik kelas yang merupakan ekspresi
dari pemberontakan untuk hak dan khususnya hak kewarganegaraan.
Para peneliti literatur marshall memosisikan Marshall menjadi indikasi integrasi
penting dari kelas pekerja kedalam masyarakat kapitalis melalui kewarganegaraan dan
penurunan terus menerus pada kelas dan konflik kelas.
Hak Kewarganegaraan
Marshal mengatakan bahwa hukum perdata, politik dan sosial yang membedakan elemenelemen dalam masyarakat modern tergabung dalam satu ikatan dibawah konstitusi feodal.
Elemen-elemen dalam kewarganegaraan terpisah secara jelas bukan hanya menyangkut
perbedaan hukum secara analitis tapi terkait praktek-praktek masing-masing perangkat
hukum juga menimbulkan dampak yang sangat berbeda pada bidang hubungan sosial,
organisasi politik dan ekonomi dalam masyarakat.
1.
Kewarganegaraan bisa diidentifikasi sebagai status dan hukum, dimana hubungan
keduanya tidak begitu saja terjadi, melainkan kepentingan politis hak berasal dari ciri
sosial status itu sendiri. Secara umum hak bersifat signifikan, karena memberikan
sebuah kapasitas khusus pada individu melalui kebijakan yang statusnya konvensional
maupun legal. Inilah yang membuat seseorang memiliki kapabilitas terhadap
tindakan-kekuasaan tertentu, yaitu sebagai dampak dari status yang mereka miliki.
Status seseorang menunjukkan kapasitas yang dia miliki. Hak yang disahkan secara
legal diperkuat oleh kekuasaan publik. Hak yang sah dan kapasitas yang dimiliki
diberikan pada seseorang sesuai dengan status mereka secara hukum. Jadi hak
diciptakan dan diuji sebelumnya, dan hasil pengujian terhadap hak tersebutlah yang
menggambarkan kapasitas dari hak itu sendiri.
Menurut Marshal, status menegaskan kenyataan bahwa dalam masyarakat
sosial terdapat harapan normatif, berupa harapan yang berasal dari orang dengan
status tertentu. Status dari orang tertentu juga bisa ditentukan dari seberapa banyak
harapannya terpenuhi. Agar harapan seseorang bisa dipenuhi, tidak cukup hanya
dengan cara persuasif saja. Harapan normatif dari status tertentu adalah cermin yang
menggambarkan hak dan kapasitas yang dia miliki. Pengakuan terhadap hak, bukan
sekedar memberi kapasitas kepada seseorang dalam generasi tertentu tapi juga
menunjukkan status seseorang. Pandangan yang berpendapat bahwa status dan hak
diperoleh melalui perjuangan sebenarnya salah, karena status tidak hanya diperoleh
melalui perjuangan saja, tapi juga bisa diperoleh begitu saja jika status itu diakui
secara sah oleh umum. Harapan, kapasitas, dan gelar berhubungan dengan status, jadi
dapat dikatakan bahwa kedudukan sosial merupakan bagian paling penting dari
masyarakat. Hak tertentu ditujukan pada mereka yang mendapat batasan dalam aturan
sosial. Hal yang berkaitan langsung dengan gagasan bahwa hak merupakan bentuk
terkecil dari kapasitas dan gelar sosial adalah pernyataan yang menyatakan bahwa
pelanggaran hak adalah pembenaran terhadap penggunaan kekerasan dalam
memperbaiki suatu situasi karena hak merupakan cara terakhir masyarakat untuk
melindungi diri. Hak memberikan seseorang kapasitas dan kapabilitas, atau peluang
melakukan sesuatu dengan jaminan tertentu. Hal ini dikarenakan atribut dari status itu
sendiri memberikan batasan, dimana pelanggaran terhadap batasan itu akan diberi
sanksi. Perbedaan hak akan menciptakan kapasitas yang berbeda pula. Status tertentu
misalnya, hak kesejahteraan yang tidak hanya menyimbolkan seseorang dengan status
kepemilikan minimum, tidak hanya menggambarkan kapasitas tapi juga kondisi
seseorang. Pemisahan antara peluang dan kondisi seseorang mudah dibuat, namun
Download