BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kepentingan yang bermain di pasar modal baik kepentingan emiten maupun investor. Hal ini dapat terjadi sebab pasar modal merupakan wadah pengumpulan dana bagi emiten dan sebagai wadah investasi bagi para investor. Ditilik dari cara pandang masing-masing pihak terhadap pasar modal, maka mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Pasar modal identik dengan kegiatan spekulasi sehingga berbagai kondisi ketidakpastian sering muncul di sana. Media komunikasi yang sering digunakan untuk menghubungkan pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal dan berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen sebagai pihak internal untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada pihak-pihak eksternal. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lain, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Laporan keuangan umumnya terdiri dari Laporan Neraca, Rugi/Laba, Perubahan Modal dan Laporan Arus Kas. Semua bagian dari laporan keuangan pada dasarnya sangat penting dan diperlukan. Namun bagi pemerintah, pemegang saham, maupun kreditur cenderung lebih memperhatikan laba dengan maksud dan tujuan 2 yang berbeda-beda. Informasi laba dalam Laporan Rugi/Laba menjadi perhatian utama bagi pihak ekstern khususnya investor dan kreditur untuk menilai kinerja manajemen, membantu memprediksi earning power (kemampuan laba) dimasa yang akan datang serta menaksir risiko dalam investasi atau meminjamkan dana. Permasalahan inilah yang membuat manajemen menyadari bahwa laba memperoleh perhatian besar bagi pemakai laporan keuangan. Situasi ini yang mendorong timbulnya disfunctional behavior (perilaku yang tidak semestinya) untuk mengatasi konflik yang mungkin timbul. Perhatian investor yang sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie et al.,1994) mendorong manajer melakukan manajemen atas laba (earning manajemen) atau manipulasi laba (earning manipulation). Manajemen laba didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batas Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), untuk mengarahkan pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan (Assih dan Gudono, 2000). Salah satu bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer dan menjadi isu hangat dalam riset akuntansi adalah income smoothing (perataan laba) dengan memanipulasi laba untuk mengurangi fluktuasi dari laba yang dilaporkan disekitar tingkat yang dipertimbangkan normal bagi perusahaan dan meningkatkan kemampuan investasi untuk meramalkan arus kas di masa mendatang (Ronen dan Sadan, 1975). Menurut beberapa penelitian, manajer sering melakukan perataan laba guna mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang akhirnya meningkatkan harga saham perusahaan. Perataan laba (Income smoothing) didefinisikan sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan 3 penghasilan relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau (transaksi) riil (Koch, 1981 dalam Salno dan Baridwan, 2000). Konsep income smoothing mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak risiko dan manajer yang menolak risiko, yaitu manajer yang menghindari pinjaman dan pemberian pinjaman dari pasar modal, terdorong untuk melakukan perataan laba/penghasilan. Demikian juga dalam hubungannya dengan kreditur, manajer lebih menyukai alternatif yang menghasilkan perataan laba. Definisi income smoothing menurut Yurianto dan Gudono (2000) adalah suatu pemilihan metode akuntansi sedemikian rupa oleh manajer dalam membuat laporan keuangan yang bertujuan untuk mengelabuhi stakeholder mengenai kinerja ekonomis dari suatu perusahaan. Funderberg dan Tirole (1995) dalam Nasir dkk (2000) mendefinisikan income smoothing sebagai proses memanipulasi profit waktu, earning atau pelaporan earning agar aliran laba yang dilaporkan perubahannya lebih sedikit. Para ahli mendefinisikan konsep income smoothing (perataan laba) dengan bahasa dan cara yang berbeda-beda, akan tetapi keseluruhan definisi tersebut pada dasarnya memiliki satu inti permasalahan, yaitu perataan laba merupakan suatu tindakan manipulasi laporan keuangan agar laba yang dihasilkan tidak memiliki fluktuasi yang tinggi dari satu periode ke periode lainnya. Isu perataan laba sendiri telah banyak diteliti dalam riset-riset akuntansi untuk beberapa periode belakangan ini, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Michelson et al, (1995) mengamati bahwa pada umumnya penelitian yang telah dilakukan mengenai praktik income smoothing biasanya difokuskan pada tiga isu pokok, yaitu (1) apakah perusahaan benar-benar melakukan perataan laba, (2) kemampuan 4 berbagai teknik akuntansi untuk meratakan laba, dan (3) kondisi yang efektif untuk melakukan perataan laba. Selain itu penelitian pada perataan laba juga difokuskan pada motivasi manajemen dalam melakukan perataan laba, objek perataan laba, dimensi perataan, dan variabel perataan. Namun pada dasarnya, praktik perataan laba diharapkan dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham atau penilaian kinerja saham serta penilaian kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik perataan laba. Ilmainir (1993) menguji faktor-faktor laba dan faktor-faktor konsekuensi ekonomi yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia. Faktor laba yang diuji adalah perbedaan antara laba aktual dengan laba normal dan pengaruh perubahan kebijakan akuntansi terhadap laba. Sedangkan faktor-faktor konsekuensi ekonomi adalah ukuran perusahaan, keberadaan rencana bonus dan harga saham. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa perataan laba didorong oleh harga saham, perbedaan antara laba normal dan laba aktual, dan pengaruh kebijakan akuntansi terhadap laba. Gordon (1964) dalam Salno dan Baridwan (2000) menjelaskan bahwa kepuasan para pemegang saham meningkat dengan adanya pertumbuhan laba yang stabil. Biedleman (1973) percaya bahwa perataan laba dilakukan oleh para manajer untuk mengurangi fluktuasi covariance dari market return sehingga secara tidak langsung perataan laba dapat memperluas pasar saham dan seharusnya ada pengaruh yang baik terhadap nilai saham perusahaan. Penelitian yang dilakukan Atmini (2000) menyatakan, dalam menyusun laporan keuangan manajer diberi fleksibilitas untuk membuat metode maupun kebijakan akuntansi yang ada, yang dianggap paling sesuai untuk digunakan pada 5 suatu periode pelaporan. Hal ini dapat mendorong timbulnya perilaku oportunistik (opportunistic behavior) atau perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behavior) dalam bentuk praktik perataan laba (income smoothing). Penelitian perataan laba sudah banyak dilakukan, di Indonesia diantaranya Ilmainir (1993), Jin dan Machfoedz (1999), Baridwan dan Salno (2000), Abdullah dan Halim (2000), Gudono dan Yurianto (2002), Suzanti dkk (2002). Sedangkan penelitian yang dilakukan di luar negeri diantaranya Ronen dan Sadan (1975), Koch (1981), Moses (1987), Eldin and Brayshaw (1989), Craid and Walsh (1998). Pemilik perusahaan atau para pemegang saham sebagai prinsipal, memberi kewenangan pada para manajer sebagai agen untuk menjalankan perusahaan atas nama pemilik. Akan tetapi, para pemegang saham tidak dapat melakukan observasi terhadap tindakan serta tingkat dan kualitas usaha manajer dalam menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, ada kemungkinan manajer tertarik untuk berbuat curang. Apabila kinerja perusahaan buruk, manajer akan cenderung menyalahkan faktorfaktor yang berada di luar kendali manajer. Bagi para manajer yang melakukan perataan laba, dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang baik pada variabel yang digunakan sebagai peraturan atau laporan akuntansi (Brayshaw and Eldin, 1989). Adanya perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal utama ASEAN tidak menutup kemungkinan untuk melakukan praktik perataan laba seperti yang dilakukan perusahaan non-finansial yang terdapat di bursa saham negara-negara ASEAN (Godono dan Yurianto, 2002). Nasir (2002) juga mengungkapkan bahwa tindakan perataan laba mempengaruhi risiko pasar atas saham dan juga mempengaruhi return saham perusahaan perata laba. 6 Foster (1986) dan Atmini (2000) menyatakan bahwa perataan laba dilakukan manajemen untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal, yaitu bahwa perusahaan memiliki risiko yang rendah, jika variabilitas laba yang diyakini merupakan faktor penting untuk menilai risiko. Selain itu, perataan laba dilakukan manajer untuk memberi informasi yang relevan dalam memprediksi laba di masa yang akan datang. Perataan laba dilakukan untuk meningkatkan kepuasan relasi-relasi usaha, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan meningkatkan kompensasi manajemen. Studi ini ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan rasio keuangan seperti Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Current Ratio (CR), Leverage Ratio (LEV), dan Debt to Equity Ratio (DER) diantara perusahaan manufaktur yang melakukan perataan laba dan tidak melakukan perataan laba. Rasionalitas yang mendasari penelitian ini adalah hubungan antara laba (earnings) serta item-item laporan keuangan lainnya dengan rasio-rasio tersebut. Bila laba dimanipulasi kemungkinan besar rasio-rasio tersebut juga akan termanipulasi, sehingga nantinya apabila pengguna laporan keuangan menggunakan informasi yang telah dimanipulasi untuk tujuan pengambilan keputusannya, maka keputusan tersebut secara tidak langsung juga termanipulasi. Perhatian investor yang terpusat pada informasi laba dalam mengambil keputusan investasi, menarik para manajer untuk memanipulasi data dengan cara meratakan laba. Data dapat dimanipulasi dari rasio keuangan maupun kinerja perusahaan. Adanya kecenderungan manajer ini mengarah kepada kemungkinan pengambilan keputusan atau kebijakan akuntansi dan ekonomi yang keliru oleh pengguna laporan keuangan. Investor sebagai salah satu pengguna utama laporan 7 keuangan juga akan terpengaruh oleh kondisi ini. Hal ini diakibatkan bias dalam laba sebagai akibat earning management atau income smoothing. Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998) tentang faktorfaktor yang mempengaruhi perataan laba telah menganalisis variabel-variabel antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas sektor industri dan leverage perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2000) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba dengan menggunakan rasio keuangan sebagai variabel independennya, antara lain ROI, ROE, LEV, PER, PBV, dan EPS. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: (1). Periode penelitian meliputi 5 tahun dari 1998-2002, yaitu periode setelah krisis. Alasan mengambil periode setelah krisis ini adalah untuk menghindari bias pada hasil perhitungan yang dapat disebabkan kondisi perekonomian tidak stabil. (2). Variabel independennya adalah perataan laba, sedangkan variabel dependennya adalah ROI, ROE, CR, rasio LEV, dan debt to equity (DER). Perbedaan antara penelitian Abdullah dan Halim dengan penelitian ini adalah menghilangkan rasio PBV dan EPS, dan menambahkan dengan CR dan debt to equity (DER). Penelitian ini dilakukan mengingat bahwa rasio-rasio tersebut berhubungan dengan laba dan penilaiannya mencerminkan kinerja perusahaan. Jadi dengan adanya manipulasi penghasilan atau laba maka kemungkinan akan menyebabkan termanipulasinya rasio-rasio tersebut, dan kemungkinan pula terdapat perbedaan rasio antara perusahaan yang melakukan perata laba dan tidak. 8 B. Perumusan Masalah Perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. - Apakah terdapat perbedaan rasio-rasio keuangan seperti ROI, ROE, CR, LEV, dan DER antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan perusahaan bukan perata laba? C. Tujuan Penelitian Penelitian perataan laba ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai ada tidaknya perbedaan rasio keuangan antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan perusahaan yang bukan perata laba. Rasio-rasio keuangan tersebut sering digunakan investor untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan dalam rangka pengambilan keputusan akuntansi dan ekonomi. Rasio-rasio yang akan diuji meliputi ROI, ROE, CR, LEV, dan DER. D. Manfaat Penelitian Pada dasarnya penelitian ini memberikan beberapa kontribusi bagi pihakpihak yang berkepentingan dan berkompeten di bidang pasar modal yaitu sebagai berikut. 1. Bagi investor sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemilihan investasi dan portofolio saham, sehingga investor dapat menilai perusahaan mana yang kinerjanya bagus. 2. Bagi analis informasi pasar modal memberikan informasi yang lebih baik untuk melakukan analisis di bidang pasar modal. 9 3. Bagi dunia akademik digunakan sebagai literatur tambahan terutama dalam bidang pasar modal. 4. Bagi BAPEPAM selaku pengawas pasar modal di Indonesia, khususnya BEJ, akan menggunakan wewenangnya untuk membuat peraturan maupun kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan full transparancy dan full disclosure atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh emiten. 5. Bagi kreditur bisa digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan pemberian kredit. 6. Bagi institusi pembuat standar akuntansi bisa digunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan standar akuntansi, penentuan metode dan perlu tidaknya pengungkapan atas permasalahan metode akuntansi yang mempengaruhi perataan laba. 10 E. Sistematika Penulisan BAB I :PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II :LANDASAN TEORI Bab ini berisi tinjauan pustaka, telaah penelitan terdahulu, kerangka teoritis, dan hipotesis. BAB III :METODE PENELITIAN Bab ini berisi desain penelitian, populasi dan sampel, pengukuran variabel, instrumen penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV :ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini berisi analisis hasil penelitian dengan menggunakan alat analisis yang telah ditentukan. BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, dan implikasi hasil penelitian. 11 E. TINJAUAN PUSTAKA Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi tindakan perataan laba. Salno dan Baridwan (2000) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan return dan risiko antara perusahaan perataan laba dan perusahaan bukan perata laba. 12 Hasil studi ini bertentangan dengan Michelson et al (1995) yang mengindikasikan bahwa perusahaan perata laba memiliki return dan risiko pasar yang lebih rendah secara signifikan daripada perusahaan bukan perata laba. Yurianto dan Gudono (2002), Jatiningrum (2000), Jin dan Machfoedz (1998) meneliti mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi tindakan perataan laba dengan menggunakan variabel independen yang berbeda-beda. Barnea, Ronen dan Sadan (1976), Craig dan Walsh (19989) menguji mengenai bukti empiris yang mempengaruhi tindakan perataan laba dengan menggunakan “extraordinary items”. Asih dan Gudono (2000) meneliti hubungan tindakan perataan laba dengan pengumuman informasi laba dan berhasil menemukan suatu bukti bahwa rata-rata cumulative abnormal return sekitar tanggal pengumuman informasi laba untuk kelompok perata laba tidak signifikan dan kelompok perata laba lebih nampak signifikan. Abdullah dan Halim (2000) meneliti pengaruh rasio keuangan terhadap tindakan perataan laba di perusahaan manufaktur dengan menggunakan uji multivariate dan univariate. Moses (1987) meneliti mengenai perataan laba yang dikaitkan dengan perubahan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. F. KERANGKA TEORITIS 1. Perataan Laba (Income Smoothing). Perataan laba berkaitan erat dengan konsep manajemen laba (earning management). Manajemen laba didefinisikan sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat earning yang diinginkan (Davidson et al., 1987). Perataan laba 13 merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada asumsi dalam positive accounting theory bahwa agen (manajer) adalah individu yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya. Hepworth (1953) mengungkapkan bahwa manajer termotivasi untuk melakukan perataan laba pada dasarnya ingin mendapat berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis yaitu: (1) mengurangi total pajak terutang, (2) meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula, (3) meningkatkan hubungan manajer dan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah, dan (4) siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak. Moses (1987) mengemukakan bahwa perataan laba merupakan suatu hubungan sebab akibat yang langsung antara fluktuasi earning dan risiko pasar. Perataan laba diakibatkan oleh: 1. Natural smoothing (perataan yang alami); yang menyatakan bahwa proses laba secara inheren menghasilkan suatu aliran laba yang rata (Eckel, 1981; dalam Michelson et al., 1995). 2. Intentional smoothing (perataan yang disengaja); biasanya dihubungkan dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan bahwa intentional smoothing berkenaan dengan situasi dimana rangkaian earning yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifikasikan menjadi: Real smoothing; merupakan usaha yang diambil manajemen dalam merespon perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan 14 pengaruh perataannya pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan waktu kejadian transaksi riil untuk mencapai sasaran perataan. Artificial smoothing; merupakan suatu usaha yang disengaja untuk mengurangi variabilitas aliran laba secara artifisial. Perataan laba ini menerapkan prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/atau laba dari satu periode ke periode lain. Dengan kata lain, artificial smoothing dicapai dengan menggunakan kebebasan memilih prosedur akuntansi yang memperbolehkan pengubahan cost dan /atau revenue dari satu periode akuntansi ke periode lainnya. 2. Analisis Rasio Analisis terhadap laporan keuangan memerlukan adanya pengukuran yang tepat. Ukuran yang sering digunakan dalam menganalisa laporan kinerja keuangan adalah rasio. Definisi rasio menurut S Munawir (1999:64) adalah sebagai berikut: “Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (methematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan” Untuk dapat menginterpretasikan suatu angka dalam analisa laporan keuangan diperlukan perbandingan dengan angka-angka lain yang dapat dijelaskan sebagai ukuran atau standar, yaitu; 1. didasarkan pada kondisi keuangan dan hasil operasional perusahaan pada tahun yang lalu. 2. didasarkan pada rasio perusahaan lain yang menjadi pesaingnya. 15 3. didasarkan pada data laporan keuangan yang dianggarkan. 4. didasarkan pada rasio standar dimana perusahaan yang bersangkutan masuk sebagai anggotanya. Jenis-jenis rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan: 1. Rasio Likuiditas: kemampuan perusahaan dalam memenuhi kemampuan finansialnya jangka pendek dalam kurun waktu yang segera jatuh tempo. 2. Rasio Solvabilitas: disebut juga rasio leverage, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban finansialnya bila perusahaan dilikuidasi. 3. Rasio Aktivitas: digunakan untuk mengukur efektif tidaknya pengelolaan dana perusahaan, yang dapat ditunjukkan dari tingkat perputaran masing-masing elemen aktiva. 4. Rasio Profitabilitas/Rentabilitas: rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi tidaknya pengelolaan dana perusahaan untuk memperoleh laba yang dihasilkan dari aktiva yang digunakan untuk operasi. Dari pengertian diatas serta penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dapat dibuat kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut: ROI ROE Laba yang diratakan CR LEV Debt to equity 16 G. HIPOTESIS Pengujian hipotesis dilakukan dalam dua bagian yaitu: 1. Tindakan perataan laba yang mempengaruhi rasio keuangan ROI, ROE, CR, LEV dan debt to equity. Hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H1a : perataan laba mempengaruhi pengukuran ROI. H1b : perataan laba mempengaruhi pengukuran ROE. H1c : perataan laba mempengaruhi pengukuran CR. H1d : perataan laba mempengaruhi pengukuran LEV. H1e : perataan laba mempengaruhi pengukuran debt to equity. 2. Perbedaan rasio antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba. H2 : terdapat perbedaan rasio ROI, ROE, CR, LEV, dan debt to equity antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba. H. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode field studies (Sekaran 2000) yang didasarkan pada data-data sekunder perusahaan yang terdaftar di BEJ, dan juga menggunakan data histories perusahaan. Field studies digunakan karena pada dasarnya dalam penelitian ini tidak ada manipulasi data, data yang ada di pojok BEJ maupun melalui ICMD langsung digunakan dan tidak ada perubahan data. Dari keterkaitan hubungan sebab akibat variable dependen dan variable independen serta 17 perbedaan antara dua group- perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba- maka studi penelitian yang dilakukan adalah test hipotesis ( hypotheses testing). Unit yang dianalisa dan diteliti adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, karena studi ini akan meneliti mengenai kelompok perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba. Dimana ingin mengetahui pengaruh perataan laba terhadap rasio keuangan pada perusahaan yang terdaftar di BEJ tersebut. Dari data-data perusahaan akan dapat diperoleh informasi mengenai mana perusahaan yang melakukan perataan laba dan mana perusahaan yang bukan perata laba. Penelitian ini menggunakan data sekunder perusahaan yang terdaftar di BEJ, yaitu data saham dan data akuntansi. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ yang dipilih dengan metode (purposive) judgement sampling (Sekaran 2000). Dengan metode ini, sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang ditentukan (Cooper dan Emory 1997). Seleksi sampel adalah sebagai berikut: Pelanggaran criteria 1: emiten yang tidak terdaftar sebelum 31 Desember 1998 dan delisting selama periode 31 Desember 1998-31 Desember 2002. Pelanggaran criteria 2 : emiten yang tidak menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember atau data keuangan tidak lengkap. Pelanggaran criteria 3 : emiten yang sahamnya tidak aktif diperdagangkan selama 1 Januari 1998- 31 Desember 2002. Dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut diatas, maka perusahaan atau emiten yang masuk kriteria tersebut dikeluarkan dari populasi penelitian (tidak dipakai). Setelah nantinya sampel diseleksi maka sampel itu diklasifikasikan ke dalam kelompok 18 perata laba dan bukan perata laba dengan indeks Eckel (1981). Perusahaan tidak dimasukkan dalam kelompok perata laba jika : CV I CV S Dalam hal ini : CV : koefisien variasi (deviasi standar / expected value) I : perubahan penghasilan/laba dalam satu periode S : perubahan penjualan Disamping itu, Ashari dkk (1994) juga mengemukakan alasan mengapa indeks Eckel dipilih sebagai penunjuk terjadi atau tidaknya perataan laba. Adapun alasan yang dikemukakan antara lain: 1. Objektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang jelas antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan tidak. 2. Mengukur terjadinya praktik perataan laba tanpa memaksakan prediksi pendapatan, pembuatan model dari laba yang diharapkan, pengujian biaya atau pertimbangan yang subjektif. 3. Mengukur perataan laba dengan menjumlahkan pengaruh dari beberapa variabel perataan laba yang potensial dan menyelidiki pola dari perilaku perataan laba selama periode waktu tertentu. Pada dasarnya, pendekatan Eckel membandingkan variabilitas laba dengan penjualan untuk mengendalikan pengaruh dari perataan yang sesungguhnya dan secara alami aliran laba yang rata. Kelebihan dari indeks Eckel juga dikemukakan oleh Albrecht dan Richardson (1990) antara lain sebagai berikut: 19 1. Indeks ini hanya mengukur variabilitas laba yang dilaporkan tanpa menggunakan prediksi laba sehingga hasilnya tidak mudah dipengaruhi oleh model-model dari prediksi laba. 2. Indeks Eckel tidak menggunakan baik pengujian univariate maupun multivariate terhadap biaya. 3. Laba dan penjualan yang diuji adalah laba dan penjualan untuk beberapa periode. Baik Albrecht dan Richardson (1990) maupun Ashari dkk (1994) mengemukakan tiga kemungkinan yang dapat menjadi tujuan perataan laba. Ketiga tujuan ini adalah biaya operasi, laba sebelum pos luar biasa, dan laba bersih setelah pajak. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menguji laba setelah pajak sebagai tujuan perataan laba. Adapun dasar yang digunakan untuk memilih laba setelah pajak adalah bahwa laba setelah pajak tidak perlu memperhatikan perataan laba yang disebabkan karena perubahan klasifikasi suatu biaya. Perubahan klasifikasi biaya antara biaya operasi dan biaya lain-lain memang dapat menyebabkan terjadinya praktik perataan laba jika yang diteliti adalah laba operasi dan laba sebelum pos luar biasa. Tetapi jika yang diteliti adalah laba setelah pajak, maka pengaruh dari perubahan kualifikasi biaya sebagai upaya untuk meratakan laba tidak perlu diperhatikan lagi. Pengukuran variabel dependen adalah sebagai berikut: 1. Return on Investment (ROI) = profit margin on sales asset turn over. Atau EBIT : total aktiva. 2. Return on Equity (ROE) = laba bersih : modal sendiri. 3. Current Ratio (CR) = aktiva lancar : utang lancar. 4. Leverage (LEV) = EBIT : beban bunga. 5. Debt to Equity = total utang : ekuitas. 20 Untuk menguji pengaruh perataan laba terhadap rasio-rasio keuangan digunakan uji univariate dan multivariate. Sebelum menguji beda antara variabel perusahaan perata laba dan bukan, harus diketahui bentuk distribusi data (normal atau tidak). Untuk itu digunakan uji One-sample Kolmogorof-Sminorv dengan tingkat signifikansi 0,05. Bagi variabel yang terdistribusi normal digunakan uji t untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara perusahaan perata laba dan bukan. Untuk variabel yang tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann-Whitney, dengan 0,05. Dan untuk hipotesis kedua yaitu menguji perbedaan rasio-rasio tersebut antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan tidak digunakan uji beda dua rata-rata. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I :PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. BAB II :TELAAH PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan hipotesis. BAB III :METODE PENELITIAN Bab ini berisi desain penelitian, populasi dan sampel, pengukuran variabel, instrumen penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV :ANALISIS HASIL PENELITIAN 21 Bab ini berisi analisi hasil penelitian dengan menggunakan alat analisis yang telah ditentukan. BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, dan implikasi hasil penelitian.