Manfaat Vitamin B6 pada Fraktur Osteoporosis (PDF

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Vitamin B6 pada Fraktur Osteoporosis
Farapti1, Savitri Sayogo2
1
Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
2
Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Fraktur osteoporosis merupakan dampak klinis osteoporosis dan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Insidennya
sekitar 40-50% pada perempuan dan 13-22% pada laki-laki kelompok usia lebih dari 50 tahun. Penyebab fraktur osteoporosis bersifat
multifaktorial. Defisiensi vitamin B6 diperkirakan berhubungan dengan menurunnya kekuatan tulang melalui mekanisme gangguan pada
kolagen cross linking baik secara langsung maupun melalui jalur terkait homosistein. Namun, hasil penelitian belum konsisten, masih diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk membuktikan peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis.
Kata kunci: fraktur osteoporosis, hiperhomosisteinemia, vitamin B6, kolagen cross-linking
ABSTRACT
Osteoporotic fractures are the clinical consequence of osteoporosis and become a major cause of morbidity and mortality worldwide.
The incidence is between 40–50% in women and 13–22% for men over 50 years of age. Causes of osteoporotic fractures are multifactorial.
Vitamin B6 deficiency is supposedly associated with reduced bone strength through impaired cross-link formation, either directly or through
homocysteine-related pathways. Further research is needed to prove the role of vitamin B6 in osteoporotic fractures. Farapti, Savitri Sayogo.
The Benefits of Vitamin B6 in Osteoporotic Fractures.
Key words: osteoporotic fractures, hyperhomocysteinemia, vitamin B6, cross-linking collagen
PENDAHULUAN
Osteoporosis merupakan keadaan densitas
massa tulang (DMT) menurun dan
mikroarsitektur tulang memburuk sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur.1,2
Fraktur osteoporosis dapat terjadi di setiap
tulang, tersering di panggul (hip), tulang
belakang (vertebra), dan pergelangan tangan
(wrist).2,3,4 Insiden fraktur osteoporosis cukup
tinggi terutama pada kelompok usia lebih
dari 50 tahun yaitu sekitar 40-50% pada
perempuan dan 13-22% pada laki-laki.3,4
Penyebab fraktur osteoporosis bersifat
multifaktorial, salah satunya adalah
hiperhomosisteinemia; studi meta analisis
memperlihatkan
hiperhomosisteinemia
merupakan kondisi umum pada usia lanjut
dan berhubungan dengan tingginya
insiden fraktur osteoporosis.4 Homosistein
bersama vitamin B6 berperan sebagai faktor
regulator pembentukan kolagen cross
linking.10 Efek negatif hiperhomosisteinemia
pada tulang melalui mekanisme gangguan
pembentukan collagen cross linking yang
Alamat korespondensi
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan
mudah fraktur.9,10
Nutrisi merupakan faktor yang sangat penting
karena defisiensi salah satu atau kombinasi
vitamin B6, vitamin B12 dan folat dapat
menyebabkan
hiperhomosisteinemia.5-8
Vitamin B6 merupakan kofaktor lebih dari 100
enzim yang mengkatalisis reaksi metabolisme
dalam tubuh.5 Defisiensi vitamin B6 telah
terbukti baik pada hewan coba maupun
manusia berhubungan dengan menurunnya
kekuatan tulang melalui mekanisme
gangguan pada kolagen cross linking baik
secara langsung maupun melalui jalur terkait
homosistein.5,6,7 Vitamin B6 berperan sebagai
kofaktor enzim lysyl oksidase yang merupakan
enzim kunci tahap awal pembentukan
enzimatik cross linking di tulang.5,6,7
Penelitian potong lintang Holstein pada 94
subyek usia 52-83 tahun yang menjalani hip
arthropasty tanpa riwayat trauma panggul
mendapatkan hasil marker formasi tulang yaitu
osteokalsin secara signifikan lebih tinggi pada
subyek dengan kadar serum folat, vitamin B6,
dan vitamin B12 tinggi, serta terjadi penurunan
struktur trabekular tulang pada subyek
dengan kadar folat dan vitamin B6 rendah.5
Penelitian Yazdanpanah dkk pada 5304 subyek
sehat usia ≥ 55 tahun memperlihatkan diet
tinggi vitamin B6 berhubungan dengan DMT
yang tinggi dan menurunnya risiko fraktur
bahkan setelah adjustment terhadap kadar
homosistein. Hal tersebut menunjukkan efek
independen vitamin B6 terhadap insiden
fraktur.6 Penelitian kohort pada 1002 subyek
rata-rata usia 75 tahun memperlihatkan
kadar vitamin B6 signifikan berhubungan
dengan kehilangan massa tulang.7 Namun
suplementasi folat 1 mg, B12 500 μg dan B6
10 mg (sekali sehari selama 2 tahun) pada
subyek usia lanjut dengan kadar homosistein
> 15 μmol/L, menurunkan kadar homosistein
tapi tidak mempunyai efek pada biomarker
tulang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
intervensi belum mengubah biomarker tulang
untuk menandakan keberhasilan terapi
osteoporosis.8
Makalah ini membahas manfaat vitamin B6
pada fraktur osteoporosis.
email: [email protected]
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
751
TINJAUAN PUSTAKA
OSTEOPOROSIS
Osteoporosis merupakan penyakit tulang
sistemik yang ditandai oleh penurunan
DMT dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
fraktur (WHO).1,2 National Institute of Health
(NIH) mengajukan definisi baru : osteoporosis
didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik
yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah.14,15
Diagnosis dan evaluasi klinis
Osteoporosis tidak memberikan gejala klinik
khas dengan penyebab multifaktorial.16,17
Penegakan
diagnosis
osteoporosis
memerlukan pendekatan cermat dan
sistematik. Evaluasi klinis dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, densitometri,
pemeriksaan turnover tulang baik petanda
formasi maupun petanda resorpsi tulang,
pemeriksaan radiologi, serta biopsi tulang
dan histomorfometri untuk menilai kelainan
metabolik tulang 1,5,11,14,17,20
FRAKTUR OSTEOPOROSIS
Fraktur osteoporosis merupakan osteoporosis
tingkat lanjut yang memberikan keluhan dan
gejala klinis.
Insiden
Fraktur osteoporosis dapat terjadi di setiap
tulang dalam tubuh dan berdampak pada
penurunan kualitas hidup, mortalitas dan
tingginya biaya perawatan. USA, Swiss, dan
Switzerland merupakan negara dengan
insiden fraktur osteoporosis sangat tinggi.19
Data epidemiologi fraktur osteoporosis di
Indonesia belum diketahui pasti, hasil analisis
data risiko osteoporosis 2005 menunjukkan
prevalensi osteoporosis 10,3%, diperkirakan
meningkat seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup.16
Faktor risiko
Berdasarkan data WHO collaborating centre for
metabolic bone disease,18 yang termasuk faktor
risiko fraktur osteoporosis adalah usia, jenis
kelamin, indeks massa tubuh (IMT) rendah,
riwayat fraktur sebelumnya, riwayat keluarga
dengan fraktur panggul, pengobatan
glukokortikoid (>5 mg prednisolon perhari
selama ≥ 3 bulan), merokok, konsumsi alkohol
(≥ 3 gelas perhari).18
Pada usia lanjut, selain faktor usia dan DMT
rendah, adanya penurunan respon protektif
752
seperti kelainan neuromuskular / penurunan
kekuatan otot, gangguan penglihatan,
gangguan keseimbangan juga berperan
penting meningkatkan risiko terjatuh yang
memudahkan terjadinya fraktur.14,17
Klasifikasi dan dampak fraktur
osteoporosis
Jenis fraktur osteoporosis dibedakan
berdasarkan lokasi tulang yang mengalami
fraktur, tersering pada panggul (hip), tulang
belakang (vertebra), dan pergelangan tangan
(wrist).2,3,4 Fraktur panggul merupakan fraktur
osteoporosis paling serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas cukup tinggi.2,3,11
Fraktur vertebra biasanya baru terdiagnosis
setelah terjadi penurunan tinggi vertebra
sebesar 21%. Selain itu kompresi vertebra
dapat meningkatkan DMT sehingga mungkin
salah diagnosis.2,3,14,15
Insiden fraktur pergelangan tangan pada
perempuan meningkat setelah menopause
dan konstan setelah usia 65 tahun, mungkin
disebabkan penurunan ketrampilan tangan
untuk melindungi bagian tubuh lain ketika
jatuh.2,3
Diagnosis
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan
diagnosis dan evaluasi klinis osteoporosis,
dihubungkan dengan lokasi fraktur.14,17
WHO merekomendasikan metode fracture risk
assesment/ FRAX tool, yang mengintegrasikan
informasi faktor risiko fraktur dengan
pengukuran DMT untuk identifikasi individu
risiko tinggi.18
Patofisiologi
Faktor kekuatan tulang memegang peranan
penting, salah satunya adalah kolagen cross
linking tulang.10,12,21 Kualitas kolagen cross
linking menentukan kekuatan regangan dan
viskoelastisitas tulang, dan kualitas abnormal
diperkirakan menyebabkan kerapuhan/
fragilitas tulang.22,24 Gangguan kualitas
kolagen tulang dapat disebabkan oleh
gangguan proses enzimatik cross linking dan
hiperhomosisteinemia.24
VITAMIN B6
Struktur Kimia
Istilah vitamin B6 digunakan sebagai
penjelasan bentuk struktur dasarnya, yaitu
derivat 2-metil, 3-hidroksi, 5-hidroksimetil-
piridin. Vitamin B6 terdiri dari beberapa
vitamer yang berbeda pada posisi C-4
cincin piridin. Bentuk non fosforilasi terdiri
dari piridoksin (PN), piridoksamin (PM),
dan piridoksal (PL). Disebut PN bila posisi
C-4 berikatan dengan alkohol (CH2OH), PL
bila C-4 berbentuk aldehid (CHO), dan PM
dengan bentuk amine (CH2NH2). Bentuk
vitamer lain yaitu bentuk fosforilasi terdiri
dari piridoksin fosfat (PNP), piridoksal
fosfat (PLP), dan piridoksamin fosfat (PMP),
merupakan derivat fosfat dari PN, PL,dan PM
yang C-5 cincin piridinnya berikatan dengan
fosfat.24,25,26
Penggunaan istilah vitamin B6 lebih dianjurkan
daripada piridoksin, untuk menghindari
kesalahpahaman nomenklatur vitamin B6.24,25
Bahan makanan sumber
Seluruh vitamer B6 terdistribusi luas
dalam bahan makanan sumber nabati
dan hewani.25,28 Piridoksin (PN) merupakan
vitamer utama dalam bahan makanan
nabati, sedangkan PL dan PM terutama
terdapat pada bahan makanan hewani.25
Bahan makanan tinggi vitamin B6 antara
lain daging, produk whole-grain khususnya
tepung, sayuran, kacang, dan sereal yang
difortifikasi.24,26,27,29
Pada beberapa tanaman, PN ditemukan
dalam bentuk konjugasi/glikosilat yaitu
piridoksin glukosida (PNG); yang menurunkan
bioavailabilitas vitamin B6. PNG terdapat
pada produk nabati dan tidak ditemukan
pada produk hewan, sehingga bioavaliabiltas
vitamin B6 bahan makanan sumber hewani
lebih baik daripada nabati.24
Bentuk vitamer B6 yang paling stabil dalam
bahan makanan adalah PN, oleh karena itu PN
hidroklorida (PN-HCL) dipilih sebagai bentuk
yang digunakan pada suplemen maupun
pada bahan makanan yang difortifikasi.24,25
Peran dan fungsi
Bentuk metabolit aktif vitamin B6 dalam
tubuh terutama bentuk PLP, berfungsi
sebagai kofaktor lebih dari 100 enzim yang
mengkatalisasi reaksi metabolisme terutama
metabolisme asam amino.5,26 Selain itu
vitamin B6 juga berperan pada metabolisme
karbohidrat (sebagai koenzim glikogen
fosforilase) dan metabolisme lipid pada
biosintesis sfingolipid dan karnitin.24,27,30
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2 Matriks rujukan penelitian peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis
No
Ref
Penelitian
Desain
penelitian
Subyek penelitian
5
Holstein JH, et al
Potong
lintang
10
Saito M, et al
Kasus
kontrol
6
Yazdanpanah N,
et al
Kohort
7
McLean RR, et al
Kohort
8
Green TJ, et al
RCT
Variabel independen
(Dosis)
Variabel dependen
(Parameter)
Efek (hasil signifikan)
94 pasien hip
arthroplasty usia 52-83
tahun
Kadar folat
Kadar vit B6
Kadar vit B12
- Folat↑---homosistein↓
- Folat, B6, B12 ↑ --- osteokalsin ↑
- B6↓dan folat ↓ --- struktur tulang
(trabekular)↓
50 subyek ♀ usia
70-90 tahun.
Kelompok kasus:
pasien fraktur panggul
yg menjalani operasi
hemiarhtroplasty
Kel kontrol:
cadaver (<10jam)
n=5209 (Rotterdam
study) usia ≥ 55 tahun
derajat mineralisasi
dan kolagen
cross linking dari
intrakapsular tulang
cancellous leher
femur
Kadar
homosistein
Biomarker
tulang
(osteokalsin
dan TRAP)
Struktur tulang
Kadar vit B6
Kadar
homosistein
6,4-7,4 th
Asupan harian
vitamin B (B2, B6,
B12, folat)
- DMT
- insiden fraktur
osteoporosis.
- Kematian
n=1002 (Framingham
Osteoporosis Study)
rata-rata usia 75 tahun
4 tahun
Kadar folat
Kadar vit B6
Kadar vit B12
Kadar
homosistein
- DMT
- Insiden fraktur
panggul
n=276
usia ≥ 65tahun
kadar homosistein
> 15 μmol/L
2 tahun
Folat 1 mg
Vitamin B12
500 μg
Vitamin B6
10 mg
(1x sehari)
Kadar homosistein
BSAP
Β-CTX
Stabilitas dan bioavailabilitas
Vitamin B6 dalam bahan makanan stabil
dalam kondisi asam, tidak stabil pada keadaan
netral dan alkali, terutama jika terpajan panas
dan sinar. Proses memasak dan pemanasan
menurunkan kadar vitamin B6 (bisa sampai
70%), sedangkan penyimpanan menurunkan
kadar B6 dengan lebih lambat. PN jauh lebih
stabil daripada PL dan PM.25,27
Beberapa
penelitian
memperlihatkan
hubungan terbalik antara kandungan glikosida
B6 dalam makanan dan bioavailabilitasnya.
Makin tinggi kandungan glikosida dalam
makanan, makin tinggi ekskresi dalam urin
dan makin rendah status vitamin B6 dalam
tubuh.31
Absorpsi, metabolisme, dan ekskresi
vitamin B6
Vitamin B6 diabsorpsi dalam bentuk non
fosforilasi terutama di jejunum dan ileum
dengan cara difusi pasif. Setelah diabsorpsi,
PN, PL, PM dibebaskan dalam sirkulasi
darah porta kemudian diambil oleh hati. Di
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
Lama
penelitian
hati hampir semua bentuk vitamer diubah
menjadi PLP, sehingga PLP merupakan
bentuk vitamer utama yang ditemukan dalam
sirkulasi sistemik dan bentuk utama metabolik
aktif vitamin B6. 24,26,27
Hasil metabolisme vitamin B6 terutama
diekskresikan melalui urin, dalam bentuk
4-pyridoxic acid (4-PA). Diperkirakan sekitar
40-60% vitamin B6 yang dikonsumsi akan
diubah menjadi 4-PA26,27,29.
Penilaian status vitamin B6
Penilaian status vitamin B6 penting karena
tanda dan gejala defisiensi vitamin B6 tidak
spesifik. Tiga indikator yang paling sering
digunakan yaitu: 1) Enzim eritrosit aspartat
aminotransferase, 2) Kadar PLP plasma, dan
3) kadar 4-PA urin. PLP plasma merupakan
pengukuran
tunggal
terbaik
karena
menggambarkan simpanan jaringan.28
Kecukupan
Kecukupan vitamin B6 yang dianjurkan di
Indonesia adalah untuk kelompok usia 30-49
Pada kelompok kasus:
- tulang cancellous krg
termineralisasi
- Kadar homosistein lebih tinggi
(p=0,037)
- kadar piridoksal lebih rendah
(p=0,035)
- enzimatik cross link ↓ (p<0,0001)
- Asupan B2, B6, B12, folat ↑ --- DMT
↑
- Asupan B6 ↑ -- fraktur
non vertebra ↓
Asupan B6 ↓ -- kematian ↑
- Kadar B6 ↓--- DMT↓ (p=0,01)
- Kadar B6 dan B12 ↓--- Insiden
fraktur panggul ↑
(p=0,02 & p=0,04)
Kadar homosistein↑--- Insiden fraktur
panggul ↑
Kadar homosistein ↓
5,2 μmol/L (95%CI 3,9-6,4 ; p<0,001)
tahun pria sama dengan perempuan sebesar
1,3 mg/ hari; pada usia ≥ 50 tahun, untuk pria
1,7 mg/ hari , sedangkan untuk perempuan
1,5 mg/hari.32
Defisiensi vitamin B6
Vitamin B6 tersebar luas dalam bahan makanan,
sehingga jarang terjadi defisiensi akibat
kurangnya asupan sehari-hari.28,29 Populasi
yang berisiko status vitamin B6 suboptimal
adalah usia lanjut, kehamilan, menyusui,
konsumsi alkohol berlebih, gangguan fungsi
hati atau ginjal, serta konsumsi obat-obatan
tertentu seperti isoniazid (INH), sikloserin,
penisilin, hidrokortison.28
Antagonis vitamin B6 yang berasal dari bahan
makanan seperti agaritin dan giromitrin
(variasi jamur), serta linatin (golongan flaxseed)
dapat menghambat metabolisme vitamin B6.
Defisiensi riboflavin, niasin, dan seng juga
dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6
karena ketiga nutrien tersebut dibutuhkan
sebagai kofaktor proses interkonversi dan
metabolisme vitamin B6.28
753
TINJAUAN PUSTAKA
Serin hidroksimetil
transferase
serin
S-Adenosil
Metionin
Metionin
1
THF
glisin
2
CH2THF
glisin
Glisin
dekarboksilase
CH3THF
S-AdenosilHomosistein
Homosistein
Thymidine & Purines
Sistasionin β sintase
3
serin
Sistasionin
Sistasionin ϒ liase
Glutathione
4
Sistein
Taurine
Ket: 1,2,3,4 merupakan peran PLP sebagai koenzim pada metabolisme homosistein
Gambar 1 Peran PLP pada jalur metabolisme homosistein
(modifikasi referensi no 24)
Gejala defisiensi B6 tidak khas meliputi
kelelahan, mengantuk, sakit kepala, neuropati
perifer, lesi oral (glositis, cheilosis, stomatitis),
gangguan imunitas, konvulsi, depresi, anemia
hipokromik mikrositik. Manifestasi klinik yang
banyak dilaporkan adalah kelainan kulit dan
saraf. 27-29
Toksisitas
Toksisitas vitamin B6 dilaporkan terjadi
pada konsumsi dosis tinggi (>2 g/hari)
berupa gangguan sensoris dan neuropati
perifer sensorik seperti gangguan
gaya berjalan, parestesi, gangguan
reflek tendon, penurunan mielinisasi,
degenerasi serat sensoris pada syaraf
perifer. 26,29
Toksisitas vitamin B6 terutama akibat
penggunaan suplemen; belum pernah
dilaporkan toksisitas akibat asupan harian
vitamin B6.24,26,28
PERAN VITAMIN B6 PADA FRAKTUR
OSTEOPOROSIS
Peran vitamin B6 pada fraktur osteoporosis
diperkirakan
melalui
metabolisme
homosistein, dan bersama homosistein berperan sebagai faktor regulator pembentukan
kolagen cross linking.
754
Peran vitamin B6 pada metabolisme
homosistein
Vitamin B6 mempunyai dua peran pada
metabolisme homosistein, yaitu pada jalur
remetilisasi dan jalur transulfurasi, peran
terpenting pada jalur transulfurasi.24,27
Bentuk PLP berperan penting dalam reaksi
transulfurasi homosistein, sebagai kofaktor
enzim sistationin β-sintase dan sistasionin ϒ
liase yang mengubah homosistein menjadi
sistein. Pada jalur remetilisasi, vitamin B6
juga berperan tidak langsung, yaitu sebagai
kofaktor enzim serin hidroksimetil transferase
dan glisin dekarboksilase. Kedua enzim
tersebut berperan membantu folat sebagai
donor metil pada reaksi remetilasi homosistein
menjadi metionin.24,27 (gambar 1).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
defisiensi vitamin B6 meningkatkan kadar
homosistein darah (hiperhomosisteinemia),
menunjukkan bahwa vitamin B6 berperan
penting pada metabolisme homosistein.6,7,8
Peranan vitamin B6 pada kolagen cross
linking
Tahap awal pembentukan cross linking
kolagen merupakan tahap penting dalam
regulasi pembentukan cross link. Tahap
awal berupa reaksi oksidasi peptidil lisin (I)/
residu hidroksilisin (II) menjadi peptidil allisin
(III)/ hidroksiallisin (IV), dikatalisasi copper
metalloenzyme lisil oksidase (LOX), dengan
PLP sebagai koenzim. 21,22
Beberapa penelitian menunjukkan aktivitas
LOX tulang turun dengan bertambahnya
usia.22 Selain itu, kadar PLP plasma turun
sekitar 0,9 ng/ mL per dekade, sehingga pada
lanjut usia terutama dengan status vitamin
B6 rendah tulang dapat menjadi rapuh dan
mudah fraktur.22
MANFAAT VITAMIN B6 PADA FRAKTUR
OSTEOPOROSIS
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
membuktikan peran vitamin B6 pada
fraktur osteoporosis dan secara konsisten
memperlihatkan defisiensi vitamin B6
berhubungan dengan menurunnya kekuatan
tulang melalui mekanisme gangguan pada
kolagen cross linking baik secara langsung
maupun melalui jalur terkait homosistein.
Namun studi intervensi suplementasi folat
1 mg, B12 500 μg dan B6 10 mg sekali
sehari selama 2 tahun, belum menghasilkan
perubahan biomarker tulang yang merupakan
parameter prediksi fraktur dan efektifitas
pengobatan.
RINGKASAN
Fraktur osteoporosis merupakan tingkat lanjut
osteoporosis yang memberikan keluhan dan
gejala klinik.
Kolagen merupakan komponen terbesar
matriks tulang sehingga gangguan pada
pembentukan kolagen cross linking akan
meningkatkan risiko fraktur. Vitamin B6
bersama homosistein berperan sebagai
faktor regulator pembentukan kolagen cross
linking. Beberapa penelitian secara konsisten
memperlihatkan defisiensi vitamin B6
berhubungan dengan menurunnya kekuatan
tulang melalui mekanisme gangguan pada
kolagen cross linking baik secara langsung
maupun melalui jalur terkait homosistein.
Namun studi intervensi suplementasi folat
1 mg, B12 500 μg dan B6 10 mg sekali
sehari selama 2 tahun, belum menghasilkan
perubahan biomarker tulang yang merupakan
parameter prediksi fraktur dan efektifitas
pengobatan. Masih diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk membuktikan peran vitamin
B6 pada fraktur osteoporosis.
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1.
Consensus Development Statement. Who are candidates for prevention and treatment for osteoporosis? Osteoporos Int 1997;7:1–6.
2.
Cummings SR, Melton LJ. Epidemiology and outcomes of osteoporotic fractures. Lancet 2002;359:1761–7.
3.
Johnell O, Kanis JA. Epidemiology of osteoporotic fractures. Osteoporos Int 2005;16:S3–7.
4.
Jun Y, Xinhua H, Qiang Z, Hui C, Jumpeng W, Bing L. Homocysteine level and risk of fracture: A meta-analysis and systematic review. Bone 2012;51:376-82
5.
Holstein JH, Hermann M, Splett C, Hermann W, Garcia P, Histing T, et al. Low serum folat and vitamin B-6 are associated with an altered cancellous bone structure in humans. Am J Clin
6.
Yazdanpanah N, Zillikens MC, Rivadeneira F, de Jong R, Lindemans J, Uitterlinden AG, et al. 2007 Effect of dietary B vitamins on BMD and risk of fracture in elderly men and women: the
Nutr 2009;90:1440-5
Rotterdam Study. Bone 2007;41:987–94
7.
McLean RR, Jacques PF, Selhub J, Fredman L, Tucker KL, Samelson EJ, et al. Plasma B vitamins, homocysteine, and their relation with bone loss and hip fracture in elderly men and women.
J Clin Endocrinol Metab 2008;93:2206–12.
8.
Green TJ, McMahon JA, Skeaff CM, Williams SM, Whiting SJ. Lowering homocysteine with B vitamins has no effect on biomarkers of bone turnover in older persons: a 2-y randomized
controlled trial. Am J Clin Nutr 2007;85:460–4
9.
Hermann M, Tami A, Wildemann B, Wolny M, Wagner A, Schorr H, et al. Hyperhomocysteinemia induces a tissue specific accumulation of homocysteine in bone by collagen binding and
adversely affects bone. Bone 2009;44:467-75
10. Saito M, Fujii K, Marumo K. Degree of mineralization-related collagen crosslinking in the femoral neck cancellous bone in cases of hip fracture and controls. Calcif Tissue Int
2006;79:160–8.
11. Heaney RP. Bone biology in health and disease. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott
Williams and Wilkins 2006. hal.1314-25
12. Setiyohadi B. Struktur dan metabolisme tulang. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Jakarta. Internapublishing.
2009. hal.2385-400
13. Anderson JB. Nutrition and bone health. Dalam : Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Buku Krause’s Food and Nutrient Therapy. Edisi ke 12. Missouri: Saunders Elsevier 2008. hal.614-26
14. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. Jakarta. Internapublishing. 2009. hal.255076
15. Hughes BD. Osteoporosis. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott Williams and Wilkins
2006. hal.1339-52
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis.
17. Pengurus Besar Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA). Panduan diagnosis dan pengelolaan osteoporosis.2005
18. Kanis JA, McCloskey EV, Johanson H, Oden A, Strom O, Borgstrom F. Development and use of FRAX® in osteoporosis. Osteoporos Int 2010:1-7
19. Lippuner K, Johansson H, Kanis JA, Rizolli R. Remaining lifetime and absolute 10-year probabilities of osteoporotic fracture in Swiss men and women. Osteoporos Int 2009;20:1131-40
20. Vasikaran S, Eastell R, Bruyère O, Foldes AJ, Garnero P, Griesmacher A, et al. Markers of bone turnover for the prediction of fracture risk and monitoring of osteoporosis treatment: a need
for international reference standards. Osteoporos Int 2011;22:391–420
21. Rucker RB, Murray J. Cross-linking amino acids in collagen and elastin. Am J Clin Nutr 1978;31:1221-36
22. Saito M, Marumo K. Collagen cross-links as a determinant of bone quality: a possible explanation for bone fragility in aging, osteoporosis, and diabetes mellitus. Osteoporos Int
2010;21:195–214
23. Paschalis EP ,Shane E, Lyritis G, Skarantavos G, Mendelsohn R, Boskey AL. Bone Fragility and Collagen Cross-Links. J Bone Miner Res. 2004;19(12): 2000–4
24. Mackey AD, Davis SR, Gregory JF. Vitamin B6. Dalam: Shills ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousin RJ,editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Edisi ke 10. New York: Lippincott
Williams and Wilkins 2006. hal.453-61
25. Eitenmiller RR, Ye L, Landen WO. Vitamin Analysis For The Health And Food Sciences. 2nd edition. CRC press. 2008. hal.401-42
26. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Edisi ke 5. Canada : Wadsworth. hal 364-9
27. Combs jr G F. The Vitamins Fundamental Aspects in Nutrition and Health. Edisi ke 3. USA : Elsevier,2008. Hal 313-29
28. Gibson R S. Principles of Nutritional Assessment. Edisi ke 2. USA : Oxford uiversity press, 2005. Hal. 575-94
29. Gallangher M L. The nutrients and their metabolism. Dalam: Mahan L K, Escott-stump S, editor. Krause’s Food and Nutrition therapy. Edisi ke 12. Canada : Saunders Elsevier, 2008. Hal. 8990
30. Lieberman M, Marks A D. Basic Medical Biochemistry A Clinical Approach. Edisi ke 3. China : Lippincot Williams and Wilkins. 2009. Hal 591–699.
31. Reynolds RD. Bioavailability of vitamin B-6 from plant Am J Clin Nutr 1988;48:863-7.
32. Setiawan B, Rahayuningsih S. Angka kecukupan vitamin larut air. Dalam: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Jakarta 17–19 Mei 2004. hal.369-70.
CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013
755
Download