Pendekatan Klinis Infeksi Tuberkulosis pada Kulit

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Klinis
Infeksi Tuberkulosis pada Kulit
Putu Indah Andriani
PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar
ABSTRAK
Infeksi M. tuberculosis pada kulit disebut tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah bakteri tahan asam dan
cara penyebaran infeksinya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, Tuberculin Skin Test (TST), histopatologi, menemukan
basil tahan asam dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen, kultur, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan serologi. Penatalaksanaan umum sama seperti
infeksi tuberkulosis lain. Pada lesi kulit bisa dilakukan tindakan bedah listrik, bedah beku, atau eksisi.
Kata kunci: M. tuberculosis, diagnosis, tuberkulosis kutis
ABSTRACT
Cutaneous tuberculosis is M. tuberculosis infection in the skin. Classification of cutaneous tuberculosis was based on bacterial load and
mechanism of infection. Diagnosis can be made by history, clinical skin lesions, Tuberculin Skin Test (TST), histopathology, acid-fast bacteria
identification by Ziehl-Neelsen staining, culture, Polymerase Chain Reaction (PCR), and serology. Treatment is similar to other tuberculosis infections.
Minor surgical options like excision, electro surgery, or cryosurgery can be considered. Putu Indah Andriani. Clinical Aspects of Cutaneous
Tuberculosis.
Key words: M. tuberculosis, diagnosis, cutaneous tuberculosis
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang sering
terjadi terutama di negara berkembang. Infeksi
tuberkulosis tidak hanya mengenai paru tetapi
bisa menyebar ke organ di luar paru seperti
kulit. Infeksi tuberkulosis pada kulit disebut
tuberkulosis kutis.1 Faktor predisposisi infeksi
tuberkulosis adalah keadaan sosial ekonomi
kurang, kondisi gizi buruk, lingkungan tempat
tinggal kumuh dan padat, serta kondisi
imunitas menurun akibat infeksi HIV.
Infeksi tuberkulosis pada kulit sangat sulit
didiagnosis karena memiliki gambaran klinis
yang bervariasi dan menyerupai penyakit
kulit lain (leishmaniasis, lepra, actinomycosis,
dermatomikosis profunda, dll).2 Diagnosis
tuberkulosis
kutis
dapat
ditegakkan
berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
didukung pemeriksaan penunjang. Keterlambatan mendiagnosis kasus ini dapat
menyebabkan komplikasi serius karena
terlambatnya penanganan. Dalam artikel ini
akan dibahas pendekatan klinis dan diagnosis
tuberkulosis kutis.
Alamat korespondensi
584
Tabel 1 Klasifikasi Tuberkulosis Kutis
Eksogen melalui kontak kulit langsung
Multibasiler
• Tuberkulosis inokulasi
(tuberculous chancre)
primer
Endogen berasal dari infeksi tulang, sendi dan limfe di bawah kulit • Skrofuloderma
Endogen karena autoinokulasi infeksi dari organ dalam
• Tuberkulosis orifisialis
Hematogen
• Tuberkulosis miliaris akut
• Tuberkulosis gumosa (cold abcess)
Eksogen melalui kontak kulit langsung
Pausibasiler Endogen (limfe) dan Hematogen
EPIDEMIOLOGI
WHO memperkirakan 1,5 sampai 2 juta
orang meninggal setiap tahun akibat infeksi
tuberkulosis. Infeksi tuberkulosis dominan
terjadi di paru-paru, sisanya 10% kasus di
luar paru (ekstrapulmoner). Tuberkulosis
kutis hanya 1-2% dari seluruh kasus infeksi
tuberkulosis.2 Tuberkulosis kutis yang paling
sering ditemukan adalah skrofuloderma
dan lupus vulgaris. Di daerah tropis,
skrofuloderma lebih dominan. Lupus
vulgaris lebih sering ditemukan pada wanita,
sedangkan tuberkulosis verukosa sering
ditemukan pada laki-laki.3 Tuberkulosis kutis
yang sering ditemukan pada anak-anak
• Tuberkulosis verukosa kutis
• Lupus vulgaris
• Tuberkulid
adalah skrofuloderma. Pada daerah endemis
tuberkulosis, 50% kasus tuberkulosis kutis
dapat terjadi pada usia kurang dari 19 tahun.
Sebanyak 3-12% kasus tuberkulosis kutis
memiliki gambaran abnormal pada rontgen
thorax.3,4
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab utama tuberkulosis kutis adalah
Mycobacterium tuberculosis (91,5%). Penyebab
lain sebanyak 8,5% adalah mikobakteria
atipikal yang terdiri atas M. bovis, M. marinum,
M. kansasii, M. scrofulaceum, M. aviumintracellulare, M. ulceran, M. fortuitum, M.
abscessus.1,3-5 Penularan bisa melalui saluran
email: [email protected]
CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014
TINJAUAN PUSTAKA
pernafasan, saluran pencernaan, dan kontak
langsung melalui membran mukosa maupun
kulit yang tidak intak.5
minggu kemudian sehingga membentuk
kompleks primer (Ghon Complex). Varian
klinis lain adalah ulkus gusi (primary gingivitis)
setelah minum susu yang terkontaminasi M.
bovis, granulomatosa paronichia, serta ulkus
penis.3,6-8 Diagnosis banding penyakit ini
adalah sifilis, sporotrichosis, dan tularemia.3
lipat paha adalah ekstremitas bawah. Lesi
skrofuloderma awalnya berupa pembesaran
beberapa kelenjar limfe yang tidak nyeri
tanpa tanda radang akut, kemudian makin
banyak kelenjar limfe yang membesar dan
berkonfluensi. Selain limfadenitis terjadi juga
periadenitis yang menyebabkan perlekatan
kelenjar limfe dengan jaringan sekitarnya.
Kelenjar tersebut akan mengalami perlunakan
menjadi lunak dan kenyal (abses dingin). Abses
dapat pecah dan membentuk fistel, kemudian
menjadi ulkus yang memanjang dan tidak
teratur. Kulit di sekitar ulkus berwarna merah
kebiruan, dinding ulkus bergaung, dasar ulkus
berupa jaringan granulasi tertutup oleh pus
seropurulen, jika mengering akan terbentuk
krusta berwarna kuning. Ulkus dapat sembuh
menjadi sikatrik yang memanjang dan tidak
teratur. Di antara sikatrik terdapat jembatan
kulit yang bentuknya seperti tali.2,3,6,7 Diagnosis
banding skrofuloderma adalah sporotrichosis,
hidradenitis supurativa, limfogranuloma
venereum.2,3
Infeksi M.tuberculosis akan mengaktifkan
respons imun seluler (reaksi hipersensitivitas
tipe lambat). Respons imun terbentuk
sempurna 2-10 minggu setelah infeksi yang
kemudian bisa dikonfirmasi dengan hasil
positif pada tes tuberkulin. Manifestasi klinis
tuberkulosis kutis sangat dipengaruhi oleh
status imunitas host dan frekuensi paparan M.
tuberculosis.3,5
2. Skrofuloderma
Skrofuloderma disebabkan karena penyebaran infeksi pada struktur di bawah kulit
seperti kelenjar limfe, sendi, tulang, maupun
epididimis. Tersering mengenai kelenjar limfe.
Predileksi terutama pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar limfe superfisial,
yaitu leher (submandibular, preauricular,
postauricular, occipital, supraclavicular), ketiak
(axillary), lipat paha (inguinal). Port d’entrée
kelenjar limfe leher adalah tonsil dan paruparu, pada ketiak adalah apeks pleura, pada
3. Tuberkulosis Orifisialis
Merupakan tuberkulosis kutis yang terjadi
di sekitar orifisium. Pada infeksi tuberkulosis
paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir,
dan sekitarnya akibat kontak langsung
dengan sputum. Pada infeksi tuberkulosis
saluran cerna dapat terjadi ulkus anus akibat
kontak dengan feses yang mengandung
mikobakteria. Pada infeksi saluran kemih,
ulkus dapat dijumpai di sekitar orifisium ureter
akibat kontak dengan urin yang mengandung
mikobakteria. Infeksi tuberkulosis ini timbul
GAMBARAN KLINIS
1. Tuberkulosis Inokulasi Primer
(Tuberculous chancre)
Infeksi tuberkulosis primer terjadi pada
orang yang belum pernah mengalami infeksi
tuberkulosis sebelumnya.6 Tuberkulosis kutis
ini sering dialami oleh paramedis dan laboran
akibat kontaminasi langsung mikrobakteria
melalui lesi mikro kulit. Selain itu bisa juga
terjadi pada bayi yang belum mendapat
imunisasi BCG akibat kontak langsung
dengan pengasuhnya yang tuberkulosis
paru. Lokasi lesi biasanya di wajah, tangan,
dan kaki. Lesi awal berupa papul atau nodul
yang kemudian berkembang menjadi ulkus
dalam 2-3 minggu. Karakteristik ulkus adalah
keras, dangkal, tidak nyeri, dasarnya berupa
jaringan granulasi. Infeksi ini bisa disertai
limfadonepati tanpa nyeri yang muncul 3-8
Gambar 2 Skrofuloderma7
Berdasarkan rute infeksinya, tuberkulosis kutis
bisa diklasifikasikan menjadi, penyebaran
infeksi secara eksogen, endogen, limfogen,
dan hematogen.2,3 Berdasarkan banyaknya
bakteri tahan asam yang ditemukan melalui
pemeriksaan mikroskop biopsi kulit dengan
pewarnaan Ziehl-Nielson, tuberkulosis kutis
dapat dibedakan menjadi bentuk multibasiler
dan pausibasiler.6 Pada tuberkulosis kutis
multibasiler ditemukan banyak basil tahan
asam; yang termasuk tipe multibasiler adalah
tuberkulosis inokulasi primer, skrofuloderma,
tuberkulosis orifisialis, tuberkulosis miliaris
akut, dan tuberkulosis gumosa. Pada
tuberkulosis kutis pausibasiler sangat jarang
ditemukan basil tahan asam, mikroorganisme
sangat sulit diisolasi; yang termasuk tipe
pausibasiler adalah tuberkulosis verukosa,
lupus vulgaris, dan tuberkulid.2,6
Klasifikasi tuberkulosis kutis dapat dilihat pada
tabel 1.
CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014
Gambar 1 Tuberkulosis Inokulasi Primer6
585
TINJAUAN PUSTAKA
pada host dengan sistem kekebalan tubuh
rendah. Karakteristik ulkus adalah nyeri, tepi
tidak rata (punched-out appearance), dasarnya
ditutupi pseudomembran fibrin dan mudah
berdarah. Mukosa di sekitar ulkus mengalami
edema dan inflamasi. Diagnosis banding ulkus
mukosa oris adalah aphthous ulcer, pada anus
adalah ulkus karena Entamoeba histolytica,
dan squamous cell carcinoma.2-4,6,7
4. Tuberkulosis Miliaris Akut
Infeksi ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
dengan infeksi tuberkulosis paru yang menyebar di seluruh tubuh sampai meningen.
Lokasi paling sering adalah di badan. Lesi
berupa makula eritema dan papul eritema
multipel, ukuran kecil (tidak melebihi 5mm),
kemudian meninggalkan sikatrik. Pemeriksaan
diaskopi memberikan gambaran apple jelly
colour. Infeksi ini sering terjadi pada pasien
AIDS dengan gejala sistemik berat.2-4,6,7
5. Tuberkulosis Gumosa
Guma adalah infiltrat subkutan, lunak, berbatas
tegas, kronis, dan bersifat destruktif. Sering
terjadi pada ekstremitas dan badan akibat
penyebaran mikobakteria yang dorman
secara hematogen. Diagnosis banding
tuberkulosis gumosa adalah guma pada sifilis,
frambusia, dan infeksi mikosis profunda.2,6
6. Tuberkulosis Verukosa Kutis
Merupakan reinfeksi mikobakteria secara
eksogen pada individu yang sebelumnya
pernah terinfeksi. Sering terjadi di tempat
yang mudah mengalami trauma (ekstremitas).
Lesi berupa plak hiperkeratosis atau plak
verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak
nyeri. Lesi bisa meluas secara perlahan.
Permukaan kulit mengalami fisura dengan
eksudat dan krusta. Bagian tepi lesi tersusun
secara serpiginosa, bagian tengah lesi bisa
mengalami involusi. Penyakit ini sering terjadi
pada petugas kesehatan, laboran, petani,
pemotong daging, anak-anak yang terinfeksi
lewat tanah.1-4,6
7. Lupus Vulgaris
Lupus vulgaris merupakan tuberkulosis
kutis yang paling sering. Penyebarannya
bisa hematogen maupun limfogen. Fokus
infeksi tuberkulosis pada paru, hati, kelenjar
limfe, tulang dan sendi, 90% kasus terjadi
pada kepala dan leher. Lesi biasanya soliter
atau multipel, berupa papul atau plak merah
kecoklatan, berbatas tegas. Pada pemeriksaan
diaskopi infiltrat tampak berwarna applejelly. Lesi bisa meluas ke perifer dan bagian
tengah lesi bisa mengalami atrofi. Selain
berupa plak, lesi juga bisa berupa ulkus atau
nodul hiperkeratosis. Apabila kondisi imunitas
menurun lesi lupus vulgaris bisa menyebar
secara hematogen ke area lain. Lupus vulgaris
kronis bisa menyebabkan skar, deformitas, dan
karsinoma (squamous cell carcinoma).1-4,6
8. Tuberkulid
Tuberkulid merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap adanya mikobakteria pada host.
Tuberkulid biasanya terjadi pada host yang
memiliki imunitas yang baik, memiliki kondisi
kesehatan baik dengan hasil tes tuberkulin
positif (silent focus of TB). Penyebaran infeksi
terjadi secara hematogen. Varian morfologi
Gambar 3 Tuberkulosis Orifisialis6
Gambar 4 Tuberkulosis Milliaris Akut6
586
Gambar 5 Tuberkulosis Gumosa7
Gambar 6 Tuberkulosis Verukosa Kutis11
Gambar 7 Lupus Vulgaris12
tuberkulid adalah erythema induratum of
Bazin, tuberkulid papulonekrotik,dan lichen
scrofulosorum.2,4,7
a. Eritema Induratum of Bazin (Nodular
Tuberculid/Granulomatous Phlebitis)
Sering terjadi pada wanita usia pertengahan.
Lesi terjadi di bagian belakang betis yang
memperlihatkan gambaran akrosianosis. Lesi
berupa nodul subkutan ukuran 1-2 cm berwarna merah keunguan teraba keras. Lesi bisa
berkembang menjadi ulkus yang sembuh
menjadi skar. Diagnosis diferensial kasus ini
adalah eritema nodosum, vaskulitis nodular,
dan poliartritis nodosa.2,4
b. Tuberkulid Papulonekrotik
Lesi biasanya tidak bergejala dan kronis.
Gambaran lesi berupa papul ukuran 1-5
mm dengan bagian tengahnya terdapat
umbilikasi dan nekrosis. Lesi dapat membentuk skar variceliform. Distrubusi lesi adalah
pada ekstensor (siku, lutut, punggung tangan
dan kaki, pantat, wajah, telinga, glan penis).
Tuberkulid Papulonekrotik sering terjadi pada
anak dengan infeksi tuberkulosis paru dan
kelenjar limfe.2,4,7
c. Lichen Skrofulosorum
Lesi berupa papul likenoid, permukaan
datar, berwarna merah muda sampai merah
kecoklatan, ukuran 2-4 mm pada daerah
CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014
TINJAUAN PUSTAKA
folikular dan parafolikular. Lesi tersusun secara
numular atau discoid. Lokasi tersering pada
badan. Lesi bisa mengalami involusi spontan
secara perlahan, 95% kasus terjadi pada anakanak di bawah usia 20 tahun. Pada 3/4 kasus
disertai dengan infeksi aktif tuberkulosis pada
tulang dan kelenjar limfe. Diagnosis banding
kasus ini adalah lichen nitidus, lichen planus,
sifilis sekunder, dan sarcoidosis.2,4,7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
kutis adalah Tuberculin Skin Test (TST),
pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan
mikroskop untuk menemukan basil tahan
asam, kultur untuk menemukan mikobakteria,
Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
mendeteksi DNA mikrobakteria, pemeriksaan
serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap
antigen mikrobakteria berupa QFT-G dan
T-SPOT.3,5
1. Tuberculin Skin Test (TST)
Protein M.tuberculosis (tuberculin) disuntikkan
intradermal sebanyak 5U (0,1 ml) di bagian
anterior lengan. Reaksi maksimal terjadi 48
jam setelah disuntikkan. Reaksi positif berupa
indurasi eritema batas tegas ukuran diameter
lebih dari 10 mm. Pada pasien infeksi HIV,
diameter lesi ≥5mm sudah dinyatakan positif.
Pada pasien yang sudah pernah mendapat
vaksin BCG, diameter lesi ≥15 mm dinyatakan
positif. Hasil tes positif terjadi 2-3 minggu
setelah infeksi.3,5 Hasil tes tuberkulin positif
tergantung pada imunitas host. Tes tuberkulin
positif pada kasus tuberkulosis inokulasi
primer, skrofuloderma, tuberkulosis gumosa,
tuberkulosis verukosa kutis, lupus vulgaris,
dan tuberkulid. Hasil tes tuberkulin negatif
terjadi pada host dengan imunitas buruk,
misalnya pada kasus tuberkulosis orifisialis,
tuberkulosis miliaris akut, dan tuberkulosis
gumosa dengan kondisi fisik buruk.2,3,5
2. Pemeriksaan Histopatologi
Sediaan pemeriksaan histopatologi berasal
dari biopsi lesi kulit. Masing-masing lesi akan
memberikan gambaran histopatologi berbeda.3,5,9 Berikut adalah gambaran histologi
masing-masing tuberkulosis kutis (tabel 2):
3. Pemeriksaan Basil Tahan Asam
Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan
bakteri tahan asam dilakukan dengan pewarnaan spesimen kulit menggunakan ZiehlNeelsen. Hasil positif bila ditemukan 104 bakteri
per millimeter. Hasil pemeriksaan bakteri
tahan asam ini dapat mengklasifikasikan
tuberkulosis kutis menjadi multibasiler dan
pausibasiler. Pada kasus dengan jumlah bakteri
sedikit, sering ditemukan hasil negatif. Hasil
negatif pemeriksaan ini tidak menyingkirkan
diagnosis tuberkulosis kutis.5
4. Pemeriksaan Kultur
Media yang digunakan untuk kultur adalah
Egg-Based Media/Lowenstein Jensen dan media
agar semisintesis (Middlebrook 7H10 dan
7H11). Hasil kultur dengan media solid terlihat
pada minggu ke-4 sampai ke-8. Media kultur
cair akan mempercepat pertumbuhan koloni
menjadi 3-7 hari. Metode kultur cepat yang
sering digunakan adalah radiometri BACTEC
(BATEC 460) atau nonradiometri BACTEC
(BATEC MGIT 960). Hasil kultur positif pada
tuberkulosis kutis multibasiler, sedangkan
tidak semua kasus tuberkulosis kutis pausibasiler hasil kulturnya positif.5
5. Pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini bisa mendeteksi fragmen DNA
M. tuberculosis; sangat cocok pada tuberkulosis
kutis dengan jumlah bakteri tahan asam
sedikit yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan mikroskop menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan PCR juga cocok digunakan pada
pasien immunocompromised (infeksi HIV).
Pemeriksaan sangat spesifik sehingga bisa
membedakan antigen M.tuberculosis dengan
mikobakterium lainnya.2,5
6. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi
yang terbentuk akibat infeksi tuberkulosis.
Pemeriksaan QFT-G menggunakan antigen
protein M.tuberculosis yaitu ESAT-6 dan CFP-10.
Pada pemeriksaan ini diukur kadar IFN-γ yang
terbentuk setelah 16-24 jam sebagai respons
terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan
lain yang lebih sensitif adalah T-SPOT® yang
mengukur IFN-γ yang diproduksi oleh sel T.5
PENATALAKSANAAN
Pada semua pasien tuberkulosis kutis, harus
dievaluasi kemungkinan tuberkulosis paru,
serta infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti
kelenjar limfe, tulang, dan organ lain.2
Gambar 8 Erythema Induratum of Bazin6
Gambar 9 Tuberkulid Papulonekrotik6
CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014
Gambar 10 Lichen Skrofulosorum7
587
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2 Gambaran Histopatologi Tuberkulosis Kutis
TUBERKULOSIS KUTIS
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Tuberkulosis Inokulasi Primer
(Tuberculous chancre)
Tuberkel granuloma dikelilingi infiltrat netrofil
Skrofuloderma
Tuberkel granuloma, dikelilingi tepi nekrosis, netrofil, eosinofil
Tuberkulosis Orifisialis
Tuberkel granuloma dengan perkejuan di dermis bagian bawah
Tuberkulosis Miliaris Akut
Tuberkel granuloma nekrosis, basil tahan asam multipel, infiltrat sel inflamasi akut dengan
mikroabses
Tuberkulosis Gumosa
Granuloma nekrosis supuratif dengan infiltrat non spesifik
Tuberkulosis Verukosa Kutis
Hiperplasia pseudoepithelioma, pada dermis ditemukan sel granuloma epiteloid dan sel
raksasa (giant cell)
Lupus Vulgaris
Tuberkel granuloma multipel tanpa penkeju, hiperkeratosis, hiperplasia
pseudoepithelioma, infiltrat monosit, sel raksasa (giant cell), dan sel Langerhans
Eritema Induratum of Bazin
Jaringan lemak nekrosis, sel raksasa (giant cell), fibrosis, atrofi menggantikan lapisan
subkutan, vaskulitis
Papulonekrotik Tuberkulid
Infiltrat inflamasi dikelilingi area nekrosis pada epidermis dan dermis bagian atas,
Granuloma vaskulitis, thrombosis
Lichen Scrofulosorum
Granuloma epiteloid superfisial sekitar folikel rambut/adnexa, sel raksasa (giant cell)
Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis
pasien. Pasien yang baru pertama kali
terinfeksi mendapat regimen pengobatan
obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1.6
Regimen ini diberikan selama enam bulan,
terdiri dari dua bulan fase intensif dan empat
bulan fase lanjutan. Pengobatan fase intensif
adalah isoniazid (H), ethambutol (E), rimfapisin
(R), dan pirazinamid (Z), sedangkan pada fase
lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin
(R).2,6 Apabila infeksi tuberkulosis merupakan
kasus lama, diberikan regimen pengobatan
obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 2.6
Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase
intensif, ditambah injeksi streptomisin selama
dua bulan pertama. Setelah fase intensif
kemudian fase lanjutan selama lima bulan.6
Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya
sama dengan infeksi tuberkulosis lain. Yang
perlu diperhatikan adalah pada terapi untuk
anak, dosisnya harus disesuaikan dengan
berat badan.7
Respons klinis bisa terlihat dalam 4-6 minggu
pengobatan.2 Jika tidak memberikan respons
klinis baik setelah 6 minggu pengobatan,
harus dievaluasi kemungkinan adanya infeksi
lain atau infeksi tuberkulosis di tempat lain
seperti di tulang, sendi, meningen, serta
kemungkinan resistensi obat anti tuber-
kulosis yang diberikan. Resistensi ditandai
dengan respons buruk terhadap terapi serta
lesi kulit yang bertambah berat dan luas.2,6,7
Pasien resisten harus mendapatkan obat
anti tuberkulosis lini kedua, seperti amikasin,
streptomisin,
kanamisin,
ciprofloxacin,
ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin.7 Selama
terapi obat anti tuberkulosis perlu dipantau
adanya efek samping obat seperti buta
warna, hepatitis, kolestasis, anemia, dan
trombositopeni.2
Tindakan bedah minor atas lesi kulit seperti
bedah listrik, bedah beku, ataupun eksisi juga
diperlukan untuk lesi berupa lupus vulgaris
atau tuberkulosis verukosa kutis.3
SIMPULAN
Diagnosis tuberkulosis kutis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk mencari
faktor risiko terpapar infeksi tuberkulosis,
pemeriksaan fisik pada lesi, didukung pemeriksaan penunjang seperti tes tuberkulin,
histopatologi, bakteri tahan asam dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen, kultur, Polymerase
Chain Reaction (PCR), dan serologi. Harus
dilakukan evaluasi kemungkinan infeksi
tuberkulosis di tempat lain seperti paru,
kelenjar limfe, tulang, sendi, saluran cerna,
dan meningen. Pemahaman cara diagnosis
tuberkulosis kutis sangat penting agar dapat
memberikan penanganan yang optimal dan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Djuanda A. Tuberkulosis Kutis. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p 64–9.
2.
Francisco GB, Eduardo G. Cutaneus Tuberculosis. Clinics in Dermatology.2007;25:173–180.
3.
Sethi A. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria. In: Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw Hill; 2012. p 2225–38.
4.
William D, Timothy G, Dirk. Andrew’s Diseases of The Skin. 11th ed. USA: Elsevier; 2011.
5.
Almaguer J, Ocampo J, Rendon A. Current Panorama in the Diagnosis of Cutaneus Tuberculosis. Actas Dermosifiliorg.2009;100:562–70.
6.
Yasarate B, Madegedara D. Tuberculosis of the skin. J. Ceylon Coll. of Physician.2010;41:83–8.
7.
Gomathy S, Venkatesh R. Cutaneus Tuberculosis in Childern. Pediatric Dermatol.2013;30:7–16.
8.
Girish L. Primary Tuberculosis of Skin-A Nodular Variant Rare Case Report. J. Clin. Diagnost. Res. 2010;4:3561–5.
9.
Neerja Puri. A Clinical and Histopathological Profile with Cutaneuos Tuberculosis. Indian J Dermatol. 2011;56:550–2.
10. Surendra K, Alladi M, Abhiskek S. Challenges in the Diagnosis and Treatment of Milliary Tuberculosis. Indian J. Medical Res. 2012;135:703–30.
11. Rajan J, Mathai A, Prasad P, Kaviarasan P. Multifocal Tuberculosis Verrucosa Cutis. Indian J. Medical Res. 2011;56:332–4.
12. Enver T, Nurdan Y, Yavuz Y, Ozgur I. Lupus Vulgaris Diagnosis After 37 years: A Case of Delayed Diagnosis. Dermatology Online J. 2012;18:13–6.
588
CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014
Download