TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Klinis Infeksi Tuberkulosis pada Kulit Putu Indah Andriani PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar ABSTRAK Infeksi M. tuberculosis pada kulit disebut tuberkulosis kutis. Tuberkulosis kutis dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah bakteri tahan asam dan cara penyebaran infeksinya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, Tuberculin Skin Test (TST), histopatologi, menemukan basil tahan asam dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen, kultur, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan serologi. Penatalaksanaan umum sama seperti infeksi tuberkulosis lain. Pada lesi kulit bisa dilakukan tindakan bedah listrik, bedah beku, atau eksisi. Kata kunci: M. tuberculosis, diagnosis, tuberkulosis kutis ABSTRACT Cutaneous tuberculosis is M. tuberculosis infection in the skin. Classification of cutaneous tuberculosis was based on bacterial load and mechanism of infection. Diagnosis can be made by history, clinical skin lesions, Tuberculin Skin Test (TST), histopathology, acid-fast bacteria identification by Ziehl-Neelsen staining, culture, Polymerase Chain Reaction (PCR), and serology. Treatment is similar to other tuberculosis infections. Minor surgical options like excision, electro surgery, or cryosurgery can be considered. Putu Indah Andriani. Clinical Aspects of Cutaneous Tuberculosis. Key words: M. tuberculosis, diagnosis, cutaneous tuberculosis PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit yang sering terjadi terutama di negara berkembang. Infeksi tuberkulosis tidak hanya mengenai paru tetapi bisa menyebar ke organ di luar paru seperti kulit. Infeksi tuberkulosis pada kulit disebut tuberkulosis kutis.1 Faktor predisposisi infeksi tuberkulosis adalah keadaan sosial ekonomi kurang, kondisi gizi buruk, lingkungan tempat tinggal kumuh dan padat, serta kondisi imunitas menurun akibat infeksi HIV. Infeksi tuberkulosis pada kulit sangat sulit didiagnosis karena memiliki gambaran klinis yang bervariasi dan menyerupai penyakit kulit lain (leishmaniasis, lepra, actinomycosis, dermatomikosis profunda, dll).2 Diagnosis tuberkulosis kutis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan didukung pemeriksaan penunjang. Keterlambatan mendiagnosis kasus ini dapat menyebabkan komplikasi serius karena terlambatnya penanganan. Dalam artikel ini akan dibahas pendekatan klinis dan diagnosis tuberkulosis kutis. Alamat korespondensi 584 Tabel 1 Klasifikasi Tuberkulosis Kutis Eksogen melalui kontak kulit langsung Multibasiler • Tuberkulosis inokulasi (tuberculous chancre) primer Endogen berasal dari infeksi tulang, sendi dan limfe di bawah kulit • Skrofuloderma Endogen karena autoinokulasi infeksi dari organ dalam • Tuberkulosis orifisialis Hematogen • Tuberkulosis miliaris akut • Tuberkulosis gumosa (cold abcess) Eksogen melalui kontak kulit langsung Pausibasiler Endogen (limfe) dan Hematogen EPIDEMIOLOGI WHO memperkirakan 1,5 sampai 2 juta orang meninggal setiap tahun akibat infeksi tuberkulosis. Infeksi tuberkulosis dominan terjadi di paru-paru, sisanya 10% kasus di luar paru (ekstrapulmoner). Tuberkulosis kutis hanya 1-2% dari seluruh kasus infeksi tuberkulosis.2 Tuberkulosis kutis yang paling sering ditemukan adalah skrofuloderma dan lupus vulgaris. Di daerah tropis, skrofuloderma lebih dominan. Lupus vulgaris lebih sering ditemukan pada wanita, sedangkan tuberkulosis verukosa sering ditemukan pada laki-laki.3 Tuberkulosis kutis yang sering ditemukan pada anak-anak • Tuberkulosis verukosa kutis • Lupus vulgaris • Tuberkulid adalah skrofuloderma. Pada daerah endemis tuberkulosis, 50% kasus tuberkulosis kutis dapat terjadi pada usia kurang dari 19 tahun. Sebanyak 3-12% kasus tuberkulosis kutis memiliki gambaran abnormal pada rontgen thorax.3,4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyebab utama tuberkulosis kutis adalah Mycobacterium tuberculosis (91,5%). Penyebab lain sebanyak 8,5% adalah mikobakteria atipikal yang terdiri atas M. bovis, M. marinum, M. kansasii, M. scrofulaceum, M. aviumintracellulare, M. ulceran, M. fortuitum, M. abscessus.1,3-5 Penularan bisa melalui saluran email: [email protected] CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 TINJAUAN PUSTAKA pernafasan, saluran pencernaan, dan kontak langsung melalui membran mukosa maupun kulit yang tidak intak.5 minggu kemudian sehingga membentuk kompleks primer (Ghon Complex). Varian klinis lain adalah ulkus gusi (primary gingivitis) setelah minum susu yang terkontaminasi M. bovis, granulomatosa paronichia, serta ulkus penis.3,6-8 Diagnosis banding penyakit ini adalah sifilis, sporotrichosis, dan tularemia.3 lipat paha adalah ekstremitas bawah. Lesi skrofuloderma awalnya berupa pembesaran beberapa kelenjar limfe yang tidak nyeri tanpa tanda radang akut, kemudian makin banyak kelenjar limfe yang membesar dan berkonfluensi. Selain limfadenitis terjadi juga periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar limfe dengan jaringan sekitarnya. Kelenjar tersebut akan mengalami perlunakan menjadi lunak dan kenyal (abses dingin). Abses dapat pecah dan membentuk fistel, kemudian menjadi ulkus yang memanjang dan tidak teratur. Kulit di sekitar ulkus berwarna merah kebiruan, dinding ulkus bergaung, dasar ulkus berupa jaringan granulasi tertutup oleh pus seropurulen, jika mengering akan terbentuk krusta berwarna kuning. Ulkus dapat sembuh menjadi sikatrik yang memanjang dan tidak teratur. Di antara sikatrik terdapat jembatan kulit yang bentuknya seperti tali.2,3,6,7 Diagnosis banding skrofuloderma adalah sporotrichosis, hidradenitis supurativa, limfogranuloma venereum.2,3 Infeksi M.tuberculosis akan mengaktifkan respons imun seluler (reaksi hipersensitivitas tipe lambat). Respons imun terbentuk sempurna 2-10 minggu setelah infeksi yang kemudian bisa dikonfirmasi dengan hasil positif pada tes tuberkulin. Manifestasi klinis tuberkulosis kutis sangat dipengaruhi oleh status imunitas host dan frekuensi paparan M. tuberculosis.3,5 2. Skrofuloderma Skrofuloderma disebabkan karena penyebaran infeksi pada struktur di bawah kulit seperti kelenjar limfe, sendi, tulang, maupun epididimis. Tersering mengenai kelenjar limfe. Predileksi terutama pada daerah yang banyak mengandung kelenjar limfe superfisial, yaitu leher (submandibular, preauricular, postauricular, occipital, supraclavicular), ketiak (axillary), lipat paha (inguinal). Port d’entrée kelenjar limfe leher adalah tonsil dan paruparu, pada ketiak adalah apeks pleura, pada 3. Tuberkulosis Orifisialis Merupakan tuberkulosis kutis yang terjadi di sekitar orifisium. Pada infeksi tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya akibat kontak langsung dengan sputum. Pada infeksi tuberkulosis saluran cerna dapat terjadi ulkus anus akibat kontak dengan feses yang mengandung mikobakteria. Pada infeksi saluran kemih, ulkus dapat dijumpai di sekitar orifisium ureter akibat kontak dengan urin yang mengandung mikobakteria. Infeksi tuberkulosis ini timbul GAMBARAN KLINIS 1. Tuberkulosis Inokulasi Primer (Tuberculous chancre) Infeksi tuberkulosis primer terjadi pada orang yang belum pernah mengalami infeksi tuberkulosis sebelumnya.6 Tuberkulosis kutis ini sering dialami oleh paramedis dan laboran akibat kontaminasi langsung mikrobakteria melalui lesi mikro kulit. Selain itu bisa juga terjadi pada bayi yang belum mendapat imunisasi BCG akibat kontak langsung dengan pengasuhnya yang tuberkulosis paru. Lokasi lesi biasanya di wajah, tangan, dan kaki. Lesi awal berupa papul atau nodul yang kemudian berkembang menjadi ulkus dalam 2-3 minggu. Karakteristik ulkus adalah keras, dangkal, tidak nyeri, dasarnya berupa jaringan granulasi. Infeksi ini bisa disertai limfadonepati tanpa nyeri yang muncul 3-8 Gambar 2 Skrofuloderma7 Berdasarkan rute infeksinya, tuberkulosis kutis bisa diklasifikasikan menjadi, penyebaran infeksi secara eksogen, endogen, limfogen, dan hematogen.2,3 Berdasarkan banyaknya bakteri tahan asam yang ditemukan melalui pemeriksaan mikroskop biopsi kulit dengan pewarnaan Ziehl-Nielson, tuberkulosis kutis dapat dibedakan menjadi bentuk multibasiler dan pausibasiler.6 Pada tuberkulosis kutis multibasiler ditemukan banyak basil tahan asam; yang termasuk tipe multibasiler adalah tuberkulosis inokulasi primer, skrofuloderma, tuberkulosis orifisialis, tuberkulosis miliaris akut, dan tuberkulosis gumosa. Pada tuberkulosis kutis pausibasiler sangat jarang ditemukan basil tahan asam, mikroorganisme sangat sulit diisolasi; yang termasuk tipe pausibasiler adalah tuberkulosis verukosa, lupus vulgaris, dan tuberkulid.2,6 Klasifikasi tuberkulosis kutis dapat dilihat pada tabel 1. CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 Gambar 1 Tuberkulosis Inokulasi Primer6 585 TINJAUAN PUSTAKA pada host dengan sistem kekebalan tubuh rendah. Karakteristik ulkus adalah nyeri, tepi tidak rata (punched-out appearance), dasarnya ditutupi pseudomembran fibrin dan mudah berdarah. Mukosa di sekitar ulkus mengalami edema dan inflamasi. Diagnosis banding ulkus mukosa oris adalah aphthous ulcer, pada anus adalah ulkus karena Entamoeba histolytica, dan squamous cell carcinoma.2-4,6,7 4. Tuberkulosis Miliaris Akut Infeksi ini terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan infeksi tuberkulosis paru yang menyebar di seluruh tubuh sampai meningen. Lokasi paling sering adalah di badan. Lesi berupa makula eritema dan papul eritema multipel, ukuran kecil (tidak melebihi 5mm), kemudian meninggalkan sikatrik. Pemeriksaan diaskopi memberikan gambaran apple jelly colour. Infeksi ini sering terjadi pada pasien AIDS dengan gejala sistemik berat.2-4,6,7 5. Tuberkulosis Gumosa Guma adalah infiltrat subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, dan bersifat destruktif. Sering terjadi pada ekstremitas dan badan akibat penyebaran mikobakteria yang dorman secara hematogen. Diagnosis banding tuberkulosis gumosa adalah guma pada sifilis, frambusia, dan infeksi mikosis profunda.2,6 6. Tuberkulosis Verukosa Kutis Merupakan reinfeksi mikobakteria secara eksogen pada individu yang sebelumnya pernah terinfeksi. Sering terjadi di tempat yang mudah mengalami trauma (ekstremitas). Lesi berupa plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri. Lesi bisa meluas secara perlahan. Permukaan kulit mengalami fisura dengan eksudat dan krusta. Bagian tepi lesi tersusun secara serpiginosa, bagian tengah lesi bisa mengalami involusi. Penyakit ini sering terjadi pada petugas kesehatan, laboran, petani, pemotong daging, anak-anak yang terinfeksi lewat tanah.1-4,6 7. Lupus Vulgaris Lupus vulgaris merupakan tuberkulosis kutis yang paling sering. Penyebarannya bisa hematogen maupun limfogen. Fokus infeksi tuberkulosis pada paru, hati, kelenjar limfe, tulang dan sendi, 90% kasus terjadi pada kepala dan leher. Lesi biasanya soliter atau multipel, berupa papul atau plak merah kecoklatan, berbatas tegas. Pada pemeriksaan diaskopi infiltrat tampak berwarna applejelly. Lesi bisa meluas ke perifer dan bagian tengah lesi bisa mengalami atrofi. Selain berupa plak, lesi juga bisa berupa ulkus atau nodul hiperkeratosis. Apabila kondisi imunitas menurun lesi lupus vulgaris bisa menyebar secara hematogen ke area lain. Lupus vulgaris kronis bisa menyebabkan skar, deformitas, dan karsinoma (squamous cell carcinoma).1-4,6 8. Tuberkulid Tuberkulid merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap adanya mikobakteria pada host. Tuberkulid biasanya terjadi pada host yang memiliki imunitas yang baik, memiliki kondisi kesehatan baik dengan hasil tes tuberkulin positif (silent focus of TB). Penyebaran infeksi terjadi secara hematogen. Varian morfologi Gambar 3 Tuberkulosis Orifisialis6 Gambar 4 Tuberkulosis Milliaris Akut6 586 Gambar 5 Tuberkulosis Gumosa7 Gambar 6 Tuberkulosis Verukosa Kutis11 Gambar 7 Lupus Vulgaris12 tuberkulid adalah erythema induratum of Bazin, tuberkulid papulonekrotik,dan lichen scrofulosorum.2,4,7 a. Eritema Induratum of Bazin (Nodular Tuberculid/Granulomatous Phlebitis) Sering terjadi pada wanita usia pertengahan. Lesi terjadi di bagian belakang betis yang memperlihatkan gambaran akrosianosis. Lesi berupa nodul subkutan ukuran 1-2 cm berwarna merah keunguan teraba keras. Lesi bisa berkembang menjadi ulkus yang sembuh menjadi skar. Diagnosis diferensial kasus ini adalah eritema nodosum, vaskulitis nodular, dan poliartritis nodosa.2,4 b. Tuberkulid Papulonekrotik Lesi biasanya tidak bergejala dan kronis. Gambaran lesi berupa papul ukuran 1-5 mm dengan bagian tengahnya terdapat umbilikasi dan nekrosis. Lesi dapat membentuk skar variceliform. Distrubusi lesi adalah pada ekstensor (siku, lutut, punggung tangan dan kaki, pantat, wajah, telinga, glan penis). Tuberkulid Papulonekrotik sering terjadi pada anak dengan infeksi tuberkulosis paru dan kelenjar limfe.2,4,7 c. Lichen Skrofulosorum Lesi berupa papul likenoid, permukaan datar, berwarna merah muda sampai merah kecoklatan, ukuran 2-4 mm pada daerah CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 TINJAUAN PUSTAKA folikular dan parafolikular. Lesi tersusun secara numular atau discoid. Lokasi tersering pada badan. Lesi bisa mengalami involusi spontan secara perlahan, 95% kasus terjadi pada anakanak di bawah usia 20 tahun. Pada 3/4 kasus disertai dengan infeksi aktif tuberkulosis pada tulang dan kelenjar limfe. Diagnosis banding kasus ini adalah lichen nitidus, lichen planus, sifilis sekunder, dan sarcoidosis.2,4,7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis kutis adalah Tuberculin Skin Test (TST), pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan mikroskop untuk menemukan basil tahan asam, kultur untuk menemukan mikobakteria, Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA mikrobakteria, pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen mikrobakteria berupa QFT-G dan T-SPOT.3,5 1. Tuberculin Skin Test (TST) Protein M.tuberculosis (tuberculin) disuntikkan intradermal sebanyak 5U (0,1 ml) di bagian anterior lengan. Reaksi maksimal terjadi 48 jam setelah disuntikkan. Reaksi positif berupa indurasi eritema batas tegas ukuran diameter lebih dari 10 mm. Pada pasien infeksi HIV, diameter lesi ≥5mm sudah dinyatakan positif. Pada pasien yang sudah pernah mendapat vaksin BCG, diameter lesi ≥15 mm dinyatakan positif. Hasil tes positif terjadi 2-3 minggu setelah infeksi.3,5 Hasil tes tuberkulin positif tergantung pada imunitas host. Tes tuberkulin positif pada kasus tuberkulosis inokulasi primer, skrofuloderma, tuberkulosis gumosa, tuberkulosis verukosa kutis, lupus vulgaris, dan tuberkulid. Hasil tes tuberkulin negatif terjadi pada host dengan imunitas buruk, misalnya pada kasus tuberkulosis orifisialis, tuberkulosis miliaris akut, dan tuberkulosis gumosa dengan kondisi fisik buruk.2,3,5 2. Pemeriksaan Histopatologi Sediaan pemeriksaan histopatologi berasal dari biopsi lesi kulit. Masing-masing lesi akan memberikan gambaran histopatologi berbeda.3,5,9 Berikut adalah gambaran histologi masing-masing tuberkulosis kutis (tabel 2): 3. Pemeriksaan Basil Tahan Asam Pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan bakteri tahan asam dilakukan dengan pewarnaan spesimen kulit menggunakan ZiehlNeelsen. Hasil positif bila ditemukan 104 bakteri per millimeter. Hasil pemeriksaan bakteri tahan asam ini dapat mengklasifikasikan tuberkulosis kutis menjadi multibasiler dan pausibasiler. Pada kasus dengan jumlah bakteri sedikit, sering ditemukan hasil negatif. Hasil negatif pemeriksaan ini tidak menyingkirkan diagnosis tuberkulosis kutis.5 4. Pemeriksaan Kultur Media yang digunakan untuk kultur adalah Egg-Based Media/Lowenstein Jensen dan media agar semisintesis (Middlebrook 7H10 dan 7H11). Hasil kultur dengan media solid terlihat pada minggu ke-4 sampai ke-8. Media kultur cair akan mempercepat pertumbuhan koloni menjadi 3-7 hari. Metode kultur cepat yang sering digunakan adalah radiometri BACTEC (BATEC 460) atau nonradiometri BACTEC (BATEC MGIT 960). Hasil kultur positif pada tuberkulosis kutis multibasiler, sedangkan tidak semua kasus tuberkulosis kutis pausibasiler hasil kulturnya positif.5 5. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan ini bisa mendeteksi fragmen DNA M. tuberculosis; sangat cocok pada tuberkulosis kutis dengan jumlah bakteri tahan asam sedikit yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskop menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan PCR juga cocok digunakan pada pasien immunocompromised (infeksi HIV). Pemeriksaan sangat spesifik sehingga bisa membedakan antigen M.tuberculosis dengan mikobakterium lainnya.2,5 6. Pemeriksaan Serologi Pemeriksaan ini untuk mendeteksi antibodi yang terbentuk akibat infeksi tuberkulosis. Pemeriksaan QFT-G menggunakan antigen protein M.tuberculosis yaitu ESAT-6 dan CFP-10. Pada pemeriksaan ini diukur kadar IFN-γ yang terbentuk setelah 16-24 jam sebagai respons terhadap antigen tersebut. Pemeriksaan lain yang lebih sensitif adalah T-SPOT® yang mengukur IFN-γ yang diproduksi oleh sel T.5 PENATALAKSANAAN Pada semua pasien tuberkulosis kutis, harus dievaluasi kemungkinan tuberkulosis paru, serta infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti kelenjar limfe, tulang, dan organ lain.2 Gambar 8 Erythema Induratum of Bazin6 Gambar 9 Tuberkulid Papulonekrotik6 CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014 Gambar 10 Lichen Skrofulosorum7 587 TINJAUAN PUSTAKA Tabel 2 Gambaran Histopatologi Tuberkulosis Kutis TUBERKULOSIS KUTIS GAMBARAN HISTOPATOLOGI Tuberkulosis Inokulasi Primer (Tuberculous chancre) Tuberkel granuloma dikelilingi infiltrat netrofil Skrofuloderma Tuberkel granuloma, dikelilingi tepi nekrosis, netrofil, eosinofil Tuberkulosis Orifisialis Tuberkel granuloma dengan perkejuan di dermis bagian bawah Tuberkulosis Miliaris Akut Tuberkel granuloma nekrosis, basil tahan asam multipel, infiltrat sel inflamasi akut dengan mikroabses Tuberkulosis Gumosa Granuloma nekrosis supuratif dengan infiltrat non spesifik Tuberkulosis Verukosa Kutis Hiperplasia pseudoepithelioma, pada dermis ditemukan sel granuloma epiteloid dan sel raksasa (giant cell) Lupus Vulgaris Tuberkel granuloma multipel tanpa penkeju, hiperkeratosis, hiperplasia pseudoepithelioma, infiltrat monosit, sel raksasa (giant cell), dan sel Langerhans Eritema Induratum of Bazin Jaringan lemak nekrosis, sel raksasa (giant cell), fibrosis, atrofi menggantikan lapisan subkutan, vaskulitis Papulonekrotik Tuberkulid Infiltrat inflamasi dikelilingi area nekrosis pada epidermis dan dermis bagian atas, Granuloma vaskulitis, thrombosis Lichen Scrofulosorum Granuloma epiteloid superfisial sekitar folikel rambut/adnexa, sel raksasa (giant cell) Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis pasien. Pasien yang baru pertama kali terinfeksi mendapat regimen pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1.6 Regimen ini diberikan selama enam bulan, terdiri dari dua bulan fase intensif dan empat bulan fase lanjutan. Pengobatan fase intensif adalah isoniazid (H), ethambutol (E), rimfapisin (R), dan pirazinamid (Z), sedangkan pada fase lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R).2,6 Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus lama, diberikan regimen pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 2.6 Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase intensif, ditambah injeksi streptomisin selama dua bulan pertama. Setelah fase intensif kemudian fase lanjutan selama lima bulan.6 Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya sama dengan infeksi tuberkulosis lain. Yang perlu diperhatikan adalah pada terapi untuk anak, dosisnya harus disesuaikan dengan berat badan.7 Respons klinis bisa terlihat dalam 4-6 minggu pengobatan.2 Jika tidak memberikan respons klinis baik setelah 6 minggu pengobatan, harus dievaluasi kemungkinan adanya infeksi lain atau infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti di tulang, sendi, meningen, serta kemungkinan resistensi obat anti tuber- kulosis yang diberikan. Resistensi ditandai dengan respons buruk terhadap terapi serta lesi kulit yang bertambah berat dan luas.2,6,7 Pasien resisten harus mendapatkan obat anti tuberkulosis lini kedua, seperti amikasin, streptomisin, kanamisin, ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin.7 Selama terapi obat anti tuberkulosis perlu dipantau adanya efek samping obat seperti buta warna, hepatitis, kolestasis, anemia, dan trombositopeni.2 Tindakan bedah minor atas lesi kulit seperti bedah listrik, bedah beku, ataupun eksisi juga diperlukan untuk lesi berupa lupus vulgaris atau tuberkulosis verukosa kutis.3 SIMPULAN Diagnosis tuberkulosis kutis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk mencari faktor risiko terpapar infeksi tuberkulosis, pemeriksaan fisik pada lesi, didukung pemeriksaan penunjang seperti tes tuberkulin, histopatologi, bakteri tahan asam dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen, kultur, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan serologi. Harus dilakukan evaluasi kemungkinan infeksi tuberkulosis di tempat lain seperti paru, kelenjar limfe, tulang, sendi, saluran cerna, dan meningen. Pemahaman cara diagnosis tuberkulosis kutis sangat penting agar dapat memberikan penanganan yang optimal dan maksimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda A. Tuberkulosis Kutis. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p 64–9. 2. Francisco GB, Eduardo G. Cutaneus Tuberculosis. Clinics in Dermatology.2007;25:173–180. 3. Sethi A. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria. In: Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw Hill; 2012. p 2225–38. 4. William D, Timothy G, Dirk. Andrew’s Diseases of The Skin. 11th ed. USA: Elsevier; 2011. 5. Almaguer J, Ocampo J, Rendon A. Current Panorama in the Diagnosis of Cutaneus Tuberculosis. Actas Dermosifiliorg.2009;100:562–70. 6. Yasarate B, Madegedara D. Tuberculosis of the skin. J. Ceylon Coll. of Physician.2010;41:83–8. 7. Gomathy S, Venkatesh R. Cutaneus Tuberculosis in Childern. Pediatric Dermatol.2013;30:7–16. 8. Girish L. Primary Tuberculosis of Skin-A Nodular Variant Rare Case Report. J. Clin. Diagnost. Res. 2010;4:3561–5. 9. Neerja Puri. A Clinical and Histopathological Profile with Cutaneuos Tuberculosis. Indian J Dermatol. 2011;56:550–2. 10. Surendra K, Alladi M, Abhiskek S. Challenges in the Diagnosis and Treatment of Milliary Tuberculosis. Indian J. Medical Res. 2012;135:703–30. 11. Rajan J, Mathai A, Prasad P, Kaviarasan P. Multifocal Tuberculosis Verrucosa Cutis. Indian J. Medical Res. 2011;56:332–4. 12. Enver T, Nurdan Y, Yavuz Y, Ozgur I. Lupus Vulgaris Diagnosis After 37 years: A Case of Delayed Diagnosis. Dermatology Online J. 2012;18:13–6. 588 CDK-219/ vol. 41 no. 8, th. 2014