Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya beracun (B3) di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Oleh : Maret Priyanta, S.H. Imamulhadi, S.H., M.H. Dilaksanakan atas biaya DIPA PNBP Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2008 LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN TAHUN 2008 LEMBAR PENGESAHAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2008 1. Judul Penelitian 2 Ketua Pelaksana Nama NIP Pangkat/Gol Jabatan Fakultas/Jurusan 3. Personalia Jumlah Anggota Pelaksana Jumlah Pembantu Pelaksana 4. Jangka Waktu Kegiatan 6. Sumber Dana 7. Biaya Penelitian : Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya beracun (B3) di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. : : : : : Maret Priyanta, S.H. 132 317 007 Penata Muda/ III a Asisten Ahli Hukum : : : : : : 1 orang 1 orang 4 (empat) bulan PNBP Unpad Tahun 2008 Rp. 3.500.000 (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) Bandung, 19 Oktober 2008 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Ketua Pelaksana Prof.Dr. H. Ahmad M Ramli, S.H., M.H.,FCBArb. NIP 131 653 086 Maret Priyanta, S.H. NIP. 132 317 007 Menyetujui: Plh. Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Tb. Zulrizka Iskandar, M.Sc. NIP. 130 814 978 ABSTRAK Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional oleh para pelaku industri ternyata selain menghasilkan suatu produk yang bermanfaat juga menghasilkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dari berbagai limbah yang dihasilkan industri banyak diantaranya menghasilkan limbah B3. Pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah B3 merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan manusia, kesejahteraan masyarakat, dan pemerosotan kualitas sumber daya alam Dalam perkembangan di Indonesia diundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3). Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah dengan mengadakan diskusi terarah dengan tokoh/ masyarakat terpilih, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang berkepentingan dalam permasalahan wilayah Kecamatan Majalaya. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 dirasakan masyarakat kecamatan Majalaya dilakukan tanpa konsultasi publik dan sosialisasi yang memadai, mengakibatkan umumnya masyarakat tidak mengetahui mengenai pengaturan dan pengelolaannya. Majalaya sebagai kawasan industri mengalai banyak masalah yang diakibatkan oleh limbag batu bara yang sampai saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai status bau bara sebagai kategori bahan beracun berbahaya, hal ini mengakibatkan timbulna kekhawatiran dalam masyarakat tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh limbah tersebut dimasa yang akan datang. TIM PELAKSANA 1. 2. Ketua Pelaksana a. Nama dan Gelar Akademik : Maret Priyanta, S.H. b. Pangkat/Golongan/NIP : Penata Muda/ III a / 132 317 007 c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli d. Bidang Keahlian : Hukum Lingkungan e. Fakultas/Program Studi : Hukum a. Nama dan Gelar Akademik : Imamulhadi, S.H., M.H. b. Pangkat/Golongan/NIP : Penata/ III c / 132 215 106 c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Bidang Keahlian : Hukum Lingkungan e. Fakultas/Program Studi : Hukum a. Nama dan Gelar Akademik : Amiruddin A. Dajaan Imami, S.H., M.H. b. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Tk I/ IV b / 131 284 826 c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala d. Bidang Keahlian : Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang e. Fakultas/Program Studi : Hukum Anggota PRAKATA Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan ridlo Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akhir Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya beracun (B3) di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Penyusunan laporan ini merupakan hasil dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang kami laksanakan pada tahun 2008 sesuai dengan bidang dan kompentensi kami di bidang hukum. Besar harapan kami, kegiatan dapat berlanjut dan serta bermanfaat bagi seua pihak . Atas segala bantuan dan jalinan kerjasama yang baik selama ini, dan kepada semua fihak yang telah membantu dan berbagai kesempatan dan kegiatan, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga, kegiatan ini dihitung sebagai amal ibadah kita bersama, serta mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin. Bandung, Oktober 2008 Tim Pelaksana Maret Priyanta, S.H. Imamulhadi, S.H., M.H. DAFTAR ISI ABSTRAK………………………………………………………………………….. i TIM PELAKSANA………………………………………………………………… ii PRAKATA………………………………………………………………………….. DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. iii iv v v vi BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… A. Latar Belakang Permasalahan……………………………………………. B. Analisis Situasi…………………………………………………………… C. Identifikasi dan Perumusan Masalah…………………………………….. D. Tujuan Kegiatan…………………………………………………………. E. Manfaat Kegiatan………………………………………………………… BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 1 1 2 4 4 5 6 BAB III MATERI DAN METODE PELAKSANAAN ………………………. A. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Penyuluhan Hukum……………………. 15 B. Khalayak Sasaran………………………………………………………… 16 C. Metode yang Digunakan…………………………………………………. 16 D. Materi Penyuluhan Hukum……………………………………………… 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………. A. Monografi Lokasi Pengabdian Kepada Masyarakat……………………... 20 23 B. Pemahaman Masyarakat tentang Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Limbah B3……………………………………………………………. 23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. A. Kesimpulan………………………………………………………………. B. Saran……………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. LAMPIRAN 26 26 26 27 DAFTAR TABEL Tabel 1 : Jumlah RW, RT dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Lokasi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Gambar 2 : Skema Penentuan Bahan Beracun Berbahaya dan Limbahnya Gambar 3 : Bagan Alur Pemikiran Pelaksanaan Penyuluhan DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar Hadir Peserta Penyuluhan Hukum Kecamatan Majalaya 2. Surat Tugas Penyuluhan Hukum 3. Dokumentasi Kegiatan Penyuluhan Hukum di Kecamatan Majalaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (Limbah B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.1 Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional oleh para pelaku industri ternyata selain menghasilkan suatu produk yang bermanfaat juga menghasilkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dari berbagai limbah yang dihasilkan industri banyak diantaranya menghasilkan limbah B3. Pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah B3 merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan manusia, kesejahteraan masyarakat, dan pemerosotan kualitas sumber daya alam.2 Dalam perkembangan di Indonesia diundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 Dengan diharapkan pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3. 1 2 Selain itu diharapkan pula dengan Lihat, Penjelasan Umum Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Takdir Rahmadi, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University Press, Surabaya, 2003, hlm. 1. diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industri dan pelaku kegiatan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut. Akan tetapi setelah lebih hampir 7 (tujuh) tahun Peraturan Pemerintah Limbah B3 berlaku ternyata harapan tersebut tidak terwujud dalam kenyataan. Pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah B3 masih marak terjadi, dan para pelaku industri banyak yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan pengelolaan limbah B3 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Limbah B3. Salah satu permasalahan yang terjadi di Jawa Barat terlihat dari sejumlah protes yang dilakukan warga di Kp. Balekambang, Desa Sukamaju, Kec. Majalaya, terhadap beberapa industri tekstil di wilayah tersebut yang dinilai telah membuang limbahnya secara sembarangan ke Sungai Citarum. Akibatnya, warga tidak bisa lagi memanfaatkan air sungai tersebut, baik untuk mandi, mencuci pakaian maupun kebutuhan lainnya. Akibat pencemaran limbah cair dari industriindustri tersebut, warna air Sungai Citarum menjadi hitam pekat. Sebagian lagi warnanya merah, hijau, dan warna-warna lainnya 3 B. Analisis Situasi Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6°,41’ – 7°,19’ Lintang Selatan dan diantara107°22’ – 108°5’ Bujur Timur dengan luas wilayah 176.239 ha. Batas Utara Kabupaten Bandung Barat; Sebelah Timur Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; Sebelah Selatan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur sebelah Barat Kabupaten Bandung Barat; di bagian Tengah Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kabupaten Bandung terdiri atas 30 kecamatan, 266 Desa dan 9 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk sebesar 2.943.283 jiwa (Hasil Analisis 2006) dengan mata pencaharian yaitu disektor industri, pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa.4 3 Beberapa Industri Tekstil di Majalaya Diprotes Warga, Harian Umum Galamedia Selasa,18 September 2007 <dalam www. bandungkab.go.id> 4 Peta dan Kondisi Geografis Kabupaten Bandung, <dalam www. bandungkab.go.id> Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Di antara puncakpuncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076 m) ( Wilayah KBB) di perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut. Gambar 1 : Peta Lokasi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Perkembangan dan hasil Pembangunan di Kabupaten Bandung secara umum dapat dilihat dari beberapa indicator makro, yaitu Indikator Macro ekonomi dan Indikator Makro Sosial Budaya, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan indeks pembangunan Manusia (IPM). Berikut uraian mengenai estimasi perhitungan kedua indicator tersebut:5 5 Ibid Pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dari besarnya kenaikan PDRB atas dasar harga konstan tahun1993. PDRB Kabupaten Bandung tahun 2002 atas dasar harga konstan tersebut adalah sebesar Rp. 6,432 Triliun yang mengalami kenaikan dari Rp. 6,131 Triliun pada tahun 2001. Dengan demikian estimasi laju pertumbuhan ekonomi atau LPE Kabupaten Bandung tahun 2002 adalah sebesar 3,93%. Kenaikan LPE ini menunjukan adanya pemulihan (recovery) dalam perekonomian Kabupaten Bandung. Sedangkan pada tahun 2004 nilai PDRB Kabupaten Bandung atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp. 26,957 trilyun. Tiga sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kabupaten Bandung tahun 2004 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 14,37 trilyun (53,33%), sektor perdagangan, hotel restoran sebesar Rp. 4,74 trilyun (17,57%) dan sektor pertanian sebesar Rp. 2,53 trilyun (9,42%). PDRB Kabupaten Bandung tahun 2004 berdasarkan harga konstan adalah Rp. 7,108 trilyun. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,23 %.6 C. Identifikasi Dan Perumusan Masalah Pemberlakuan mengenai Pengelolaan Limbah B3 dilakukan tanpa konsultasi publik yang memadai, sehingga pada umumnya masyarakat tidak mengetahui pengaturannya. Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku industri dan pelaku kegiatan lainnya diduga dikarenakan oleh faktor penaatan dan penegakan hukum dan masih sentralistiknya pengelolaan limbah B3 serta pengetahuan masyarakat mengenai bahan-bahan apa saja yang dikategorikan sebagai bahan B3. D. Tujuan Kegiatan 1. Masyarakat di Kecamatan Majalaya mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya penaatan dan penegakan hukum, serta perundangundangan dibidang pengelolaan limbah B3. 6 Ibid 2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di kecamatan Majalaya agar dapat berperan serta secara optimal dalam pelaksanaan penaatan dan penegakan hukum perundang-undangan dibidang pengelolaan limbah B3; E. Manfaat Kegiatan 1. Memberikan gambarani terhadap upaya-upaya penaatan dan penegakan hukum perundang-undangan dibidang pengelolaan limbah B3; 2. Memberikan pemahaman terhadap permasalahan yang menghambat upaya penaatan dan penegakan hukum dalam pengelolaan Limbah B3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hukum Lingkungan pada hakekatnya mengutamakan penaatan hukum dibandingkan dengan penegakan hukum. Dengan ditaatinya hukum lingkungan atau seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup, yang tampak pada tindakan-tindakan preventif, sehingga menjamin terhindarnya lingkungan dari akibat pencemaran atau perusakan lingkungan. Pengelolaan lingkungan menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Sistem keterpaduan tersebut berlaku pula pada sistem perundang-undangan, bahkan dikatakan bahwa peraturan perundangundangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup menuntut pengaturan hukum secara terpadu pula atau secara utuh-menyeluruh.7 Keterpaduan dalam Hukum Lingkungan merupakan metode pendekatan yang khas, yang disebabkan karena sifat dan hakekat, serta sasaran yang hendak diaturnya adalah lingkungan hidup, yang merupakan suatu ekosistem. Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbegai sub sistem, yang mempunyai aspek sumberdaya manusia dan sumberdaya alam, serta sumberdaya budaya sebagai hasil interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya alam. Dalam pengertian Lingkungan menujukan adanya sumberdaya manusia, sumberdaya budaya dan sumberdaya alam, yang saling berinteraksi satu sama lainnya, dengan daya tampung, daya dukung dan daya lenting lingkungan yang berlain. Peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup merupakan salah satu sub sistem dari Sistem Hukum Nasional. Ruang lingkungan 7 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bina Cipta, Bandung, 1981, Hlm 135. penelitian ini dipersempit, hanya meliputi peraturan perundang-undangan saja, secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut di bawah ini. Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitnya (fiat justitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat menghendaki adanya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Keadilan dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, karena hukum itu sifatnya umum, mengikat setiap orang, dan menyamaratakan. Bunyi hukum "barang siapa mencemarkan lingkungan hidup harus dihukum," Artinya setiap orang yang mencemarkan lingkungan harus dihukum, tanpa membeda-bedakan kedudukan atau jabatan siapa yang mencemarkan. Tetapi sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan. Dalam penaatan dan penegakkan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional. Kalau dalam penegakan hukum yang diperhatikan hanya kepastian hukum saja maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula bila yang diperhatikan hanyalah unsur kemanfaatanya saja maka unsur kepastian hukum dan keadilan dikorbankan.8 Penaatan dan Penegakan hukum tidak hanya melalui proses di pengadilan dan penegakan hukum tidak hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum. Karena penegakan hukum dapat dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan 8 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu hlm.134-135. Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana, serta penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat. Jalur pertama penegakan hukum seharusnya adalah jalur admistratif dengan sanksinya yang meliputi: 1. Pemberian teguran keras. 2. Pembayaran uang paksaan (dwangsom). 3. Penangguhan berlakunya izin. 4. Pencabutan izin (upaya terakhir). Bentuk penaatan lingkungan hidup berupa proses perizinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 18 tersebut menyatakan bahwa “ Setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melaksanan usaha dan atau kegiatan”. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa “ Izin melakukan usaha dan atau kegiatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berkenaan dengan pejabat yang berwenang, maka proses perizinan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu Izin-izin yang dikeluarkan oleh Bupati/ Walikota sebagai pejabat yang berwenang, serta Izin yang dikeluarkan oleh instansi pusat yang berwenang di bidang yang bersangkutan, setelah mendapat rekomendasi dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Penegakan hukum mempunyai makna, bahwa perbuatan yang melanggar norma hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan telah terjadi, oleh karena itu sanksi hukumnya harus dilaksanakan. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitny. Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat menghendaki adanya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Pengaturan perizinan berdasarkan pasal 18 undang-undang no.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan bahwa Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam izin dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan: a. rencana tata ruang; b. pendapat masyarakat; c. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut. Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin berada pada Menteri yang dalam permasalahan terkait limbah B3 berada pada Menteri Lingkungan Hidup. Penaatan dan Penegakan hukum tidak hanya melalui proses di pengadilan dan penegakan hukum tidak hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum. Karena penegakan hukum dapat dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana, serta penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat. Jalur pertama penegakan hukum seharusnya adalah jalur admistratif dengan sanksinya yang meliputi: Pemberian teguran keras, Pembayaran uang paksaan (dwangsom), Penangguhan berlakunya izin dan Pencabutan izin (upaya terakhir). Namun demikian upaya yang lebih dulu harus dilakukan adalah upaya yang bersifat compliance yaitu penaatan hukum atau pemenuhan peraturan, atau penegakkan preventif dengan pengawasan preventifnya. 9 Instrumen penegakan berikutnya adalah instrumen kepidanaan. Kendala dalam penerapan sanksi pidana adalah dalam hal pembuktian, karena pencemaran lingkungan sering terjadi secara komulatif sehingga sulit untuk membuktikan sumber pencemaran terutama yang sifatnya kimiawi. Instrumen penegakan hukum lingkungan yang ketiga adalah menggunakan instrument keperdataan. Penegakan hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian sengketa dengan cara gugatan lingkungan untuk memperoleh ganti rugi bagi korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum administratif yang telah digunakan tidak memadai. Selanjutnya Siti Sundari menyimpulkan bahwa penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) instrumen administratif, kepidanaan dan keperdataan.10 Penegakan hukum lingkungan sangat dipengaruhi pula oleh berfungsinya hukum lingkungan tersebut berfungsinya hukum dalam masyarakat kenyataan dalam masyarakat. faktor Berbicara biasanya pikiran diarahkan pada apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Apabila dikaji secara lebih mendalam, agar hukum berfungsi di dalam masyarakat maka hukum harus memenuhi unsur filosofis, ekologis, sosiologis, dan yuridis. Hal ini dikarenakan apabila hukum hanya berlaku secara yuridis saja maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati. Apabila hanya berlaku secara sosiologis saja maka kaidah hukum hanyalah 9 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1996, Hlm. 390-391. 10 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, Hlm. 190-191 merupakan alat paksa, dan apabila hukum hanya berlaku secara filosofis saja maka mungkin hukum hanyalah sesuatu yang dicita-citakan saja.11 Selanjutnya agar hukum lingkungan benar-benar berfungsi dalam masyarakat maka harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :12 1. Hukum atau peraturan itu sendiri, seperti apakah peraturan yang ada sudah sistimatis, secara hirarkhie tidak ada pertentangan, telah mengakomodasikan seluruh kepentingan, dan telah sesuai dengan persyaratan yuridis formil. 2. Petugas yang menegakannya seperti sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada, sampai batas mana petugas memberikan kebijakan, dan apakah kewenangan petugas hukum telah cukup memamadai. 3. Fasilitas yang diharapkan mendukung pelaksanaan hukum seperti apakah fasilitas hukum setiap saat berfungsi, apakah fasilitasnya sudah lengkap, dan apakah fasilitas yang rusak telah diganti. 4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut seperti apakah warga masyarakat mengetahui dan memahami akan hak-hak dan kewajibannya, apakah kepentingan masyarakat telah dilindungi, dan apakah terdapat kepastian hukum bagi masyarakatnya. Bahan Berbahaya Beracun (B3) adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair maupun gas yang mempunyai potensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia serta merusak lngkungan akibat sifat-sifat yang dimilikinya. Karakteristik B3 adalah eksplosif, oksidan, korosif, mudah terbakar, toksik, iritasi dan mutagenik. 13 11 Soerjono Soekamto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung, 1986, Hlm. 52-53. 12 Soerjono Soekamto, Ibid, Hlm. 53. 13 Laporan Akhir, Sistem Penanganan Pembuangan Limbah B3 yang tidak Memenuhi syarat, Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan lingkungan LP-Unpad 1992 Skema dalam menentukan suatu bahan merupakan bahan berbahaya dan beracun dinyatakan sebagai berikut : Limbah : a. Bahan Bahan beracun yang dibuang b. Sisa Pada\Kemasan c. Tumpahan d. Sisa Proses Masuk dalam daftar limbah 1,2,3 TIDAK Evaluasi : Karakteristik Limbah YA KOROSIF • • • TIDAK Daftar 1 : Limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik Daftar 2 : Limbah B3 dari sumber yang spesifik Daftar 3 : Limbah B3 dari bahan kimia yang dibuang, tumpahan, sisa kemasan, bahan kimia kadaluwarsa atau produksi yang gagal YA REAKTIF YA YA TIDAK MUDAH TERBAKAR TIDAK MUDAH MELEDAK YA TIDAK INFEKTIF TIDAK YA SIFAT RACUN (TCLP & EPT) TIDAK LIMBAH B3 BUKAN LIMBAH B3 TES TOKSIKOLOGI Gambar 2 : Skema Penentuan Bahan Beracun Berbahaya dan Limbahnya Bagan tersebut menggambarkan mengenai skema cara menentukan apakah suatu bahan merupakan bahan berbahaya dan beracun. Skema tersebut menggambarkan evaluasi terhadap bahan yang tidak masuk dalam kategori daftar 1,2 dan 3, sehingga harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah bahan tersebut mengandung sifat-sifat yang berbahaya bagi makhluk hidup. Skema tersebut menyatakan bahwa dalam menentukan suatu bahan secara bertingkat. Sehingga setelah dilakukan karakteristik suatu limbah dan ternyata mempunyai sifat yang korosif, maka limbah tersebut langsung dikategorikan sebagai limbah B3. Apabila limbah tersebut tidak mengandung karakteristik yang korosif, maka dilanjutkan dengan pengujian apakah bahan/limbah tersebut bersifat reaktif dan seterusnya sampai ke sifat racun dan apabila telah dilakukan tes toksilogi dan hasilnya negative maka setelah melalui proses tersebut suatu limbah dapat dinyatakan bukan sebagai limbah B3. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Indonesia no 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, yang disebut B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk memelihara sungai. Selain itu masyarakat juga dapat menjadi alat kontrol pelaksanaan pengendalian pencemaran yang cukup efektif. Kebijakan pengelolaan limbah B3 di Indonesia berdasarkan agenda 21 nasional, menggunakan konsep cradle-to-grave, yang akan mengontrol limbah B3 mulai dari terbentuknya (cradle) sampai pembuangan akhirnya (grave). Disiapkan pula suatu draft program yang mengatur bahan berbahaya melalui daur hidupnya (life-cycle). Pengendalian pencemaran lingkungan harus bertumpu pada penggunaan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan serta ketersediaan sumber daya alam untuk mendukung upaya pembangunan itu sendiri. Sudah menjadi paradigma baru bahwa produksi, teknologi dan manajemen penggunaan sumber daya yang tidak efisien dari residu bahan atau limbah akan mengdatangkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, lingkungan serta produk yang dihasilkan. Melalui produt life-cycle, maka teknologi, proses serta manajemen sumber daya perlu dievaluasi dan diganti dengan yang lebih sesuai. Strategi produksi bersih dan minimisasi limbah akan menjadi tumpuan utama dalam pengelolaan limbah dari segala sektor kegiatan, tidak hanya dilihat dari sudut pengurangan limbah B3 yang timbul, tetapi lebih dititikberatkan pada upaya pengurangan daya toksik yang dikandungnya. Pengelolaan limbah pada tahap ini sudah bersifat proaktif. Faktorfaktor yang selama iini dianggap eksternal, seperti biaya sosial dan lingkungan, sudah dimasukkan ke dalam kelayakan kegiatan ekonomi. Kelemahan dalam pengelolaan limbah B3 menurut Agenda 21 adalah: 1. Kurang memadainya infrastruktur, peraturan dan sumberdaya. 2. Tidak efisiennya peraturan yang berlaku, dan ditambah dengan kurangnya upaya pemberdayaannya. 3. Kurangnya program untuk pendidikan dan pelatihan. 4. Kurangnya koordinasi dan harmonisasi antara masing-masing instansi terkait. 5. Kurangnya kesadaran dan kepedulian dari pengusaha, importer maupun eksportir limabah, termasuk limbah B3, tentang masalah dampak limbah B3 ini pada lingkungan. 6. Kurangnya informasi yang berakibat kurangnya pengetahuan tentang segala aspek dan pengaruh pencemaran, khususnya akibat pengelolaan limbah B3 yang tidak memenuhi persyaratan. Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penimbulan dan peningkatan kepedulian/kesadaran melalui pendidikan pelatihan bagi pelaku-pelaku yang terkait secara langsung dan tidak langsung dengan program-program yang direncanakan. 2. Pengadaan dan penggalakan program-program penelitian, antara lain guna mengembangkan teknologi pencegahan yang sesuai, menentukan karakteristik limbah secara mudah, menentukan dampak dan potensi limbah B3 terhadap kesehatan dan lingkungan. 3. Pengadaan dan penguatan institusi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah B3 dan pencegahan masuknya limbah B3 dari luar negeri. 4. Pengembangan dan pemberdayaan hokum yang berlaku. BAB III MATERI DAN METODE PELAKSANAAN A. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Penyuluhan Hukum PENYULUHAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH B3 BERTINDAK (Psikomotorik) BERSIKAP (Afektif) MENGETAHUI (Kognitif) Gambar 3 : Bagan Alur Pemikiran Pelaksanaan Penyuluhan Keterangan Bagan : 1. Penyuluhan hukum dilakukan kepada masyarakat (stakeholder) mengenai pemberlakuan dan ketentuan yang ada dalam pengelolaan Limbah B3. 2. Dengan Mengetahui tentang pengelolaan limbah B3, masyarakat setelah mendapat penyuluhan diharapkan dapat mengetahui kendala-kendala dalam pengelolaan dalam aturan-aturannya 3. Setelah masyarakat mengetahui ketentuan tentang pengelolaan limbah B3, maka mereka akan memikirkan dan menentukan sikap terhadap permasalahan pengelolaan limbah B3. 4. Masyarakat akan menentukan sikapnya untuk bertindak terhadap pengelolaan limbah B3 yang telah diketahuinya. 5. Setelah itu dari masyarakat diharapkan dapat secara mandiri melakukan penyuluhan kembali kepada masyarakat yang lainnya mengenai apa yang diketahui sebelumnya dari hasil penyuluhan. B. Khalayak Sasaran Antara Yang Strategis Khalayak sasaran strategis dalam penyuluhan ini antara lain : 1. Tokoh masyarakat di Kecamatan Majalaya; 2. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pemerhati Lingkungan; 3. Aparatur pemerintah setempat.; 4. Dunia Usaha di Kecamatan Majalaya. C. Metode Yang Digunakan Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah diskusi terarah dengan tokoh/ masyarakat terpilih, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang berkepentingan dalam permasalahan pengelolaan limbah B3; D. Materi Penyuluhan Hukum JUDUL : Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan Limbah B-3 di Kecamatan Majalaya PENDAHULUAN 1. Pembangunan meningkat, konsekuensinya limbah meningkat, termasuk limbah B-3, menimbukan pencemaran/ perusakan lingkungan. 2. Pencemaran darat (termasuk air), laut dan udara. Semuanya akan bermuara di air/ sungai. Misalnya : Sungai Citarum. Hukum dalam arti luas : mengatur hubungan 1. antara manusia dengan manusia lainnya; 2. antara manusia dengan alamnya; dan 3. antara manusia dengan Tuhannya. Perbuatan manusia harus dipertanggung jawabkan terhadap manusia lainnya, alam semesta, serta Tuhan Yang Maha Esa. 1. Hukum lingkungan dan penataan ruang berdasarkan materi muatannya merupa-kan salah satu sub sistem dalam Sistem Hukum Nasional; 2. Hukum lingkungan dan penataan ruang berorientasi pada ‘pencegahan’ disamping penanggulangan dan pemulihan lingkungan; 3. Hukum lingkungan dan penataan ruang mengutamakan ‘penaatan hukum’ di samping penegakan hukum. 4. Limbah = sisa suatu usaha/ kegiatan; 5. B3 adalah bahan berbahaya beracun yang karena sifat, konsentrasi, jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan/ merusak lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup, manusia serta mahkluk hidup lainnya. 6. Pencemaran = masuk/ dimasukannya 7. benda, daya, keadaan, makhluk hidup dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu, yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. 8. Sampai tingkat tertentu = Baku Mutu Lingkungan (BML); 9. Tidak dapat berfungsi sesuai peruntukan-nya (fakta yang dibuktikan secara ilmiah) 10. Baku Mutu Lingkungan = ukuran batas/ kadar benda, daya, keadaan, makhluk hidup, dan komponen lain yang ada/ harus ada, dan atau unsur pencemar, yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 11. Ukuran batas atau kadar; 12. Unsur lingkungan yang ada/ harus ada; 13. Ditenggang keberadaannya. PERMASALAHAN 1. Proses Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), jadi amdalamdalan; 2. Hasil Studi Andal, sering diabaikan dalam proses perizinan; 3. Hasil studi tidak lengkap/ tidak berkualitas; 4. Kolusi, Korupsi dan Nepotisme dalam penyusunan Andal, RPL, RKL, antara penanggung jawab usaha/ kegiatan dengan konsultan dan aparat. 5. Izin-izin terlalu banyak, birokrasi panjang, boros dana dan waktu, sehingga rawan kolusi, korupsi dan nepotisme. Izin mengolah limbah B-3 terdiri dari ; 1. Izin mengangkut; 2. Izin menyimpan/ mengumpul; 3. Izin menggunakan/ mengolah; 4. Izin membuang. EFEKTIVITAS PENAATAN HUKUM 1. Hukum harus “Berdiri di depan menunjukan arah bagi terselenggaranya pembanguan secara tertib dan teratur”. 2. Pembangunan harus terencana, bertahap, dan berkelanjutan Perencanaan Pembangunan UU ttg RPJP à Per Pres à Sis ttg RPJM Nasional à Perda ttg RPJM Provinsi à Perda ttg RPJM Kab / Kota HUKUM, EFEKTIF APABILA : 1. Mampu mengantisipasi perubahan/ dinamika masyarakat dalam 25 – 50 thn ke depan; 2. Mengakar pada nilai-nilai kearifan tradisional yang bersumber dari Hukum Alam dan Hukum Agama; 3. Adanya kesadaran hukum (internal) pada aparatur pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Adanya kejelasan ttg : 1. jenis limbah B-3, dan pengecualiannya; 2. peran masing-masing instansi; 3. status rekomendasi; 4. instansi yang terlibat; 5. program sosialisasi (kampanye) 6. peranserta masyarakat dalam setiap proses kegiatan/ usaha; 7. Adanya desentralisasi pelaksanaan urusan kepada Daerah Kab/ Kota; 8. Adanya kesadaran hukum (internal) pada para anggota legislatif. 9. Difahami dan laksanakannya prinsip-prinsip Good Governace (transparansi, pertisipasi, dan akuntabilitas) baik bagi instansi pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) KESIMPULAN DAN SARAN 1. Amdal sebagai instrumen pengendalian pembangunan, pengendalian pengelolaan lingkungan, pengendalian usaha/ kegiatan, bukan beban akan tetapi menjamin keber-lanjutan; 2. Amdal merupakan tanggung jawab penang-gung jawab usaha/ kegiatan, namun perlu ada sanksi bagi konsultan, anggota komisi amdal, dan aparatur pemerintah; 3. Perlu diatur kewajiban menutup perjanjian pertanggungan keuangan atas kerugian yang mungkin timbul, dan menjadi persyaratan memperoleh Izin Usaha/ Kegiatan yang menggunakan/ menghasil-kan Limbah B3; 4. Menfasilitasi asosiasi pengusaha se kawasan/ se jenis, kemudian membentuk unit kerja penanggulangan pencemaran/ perusakan lingkungan; 5. Memberikan sanksi bagi aparatur pemerintah yang melanggar peraturan perundang-undangan, khususnya melanggar kewajiban hukumnya. 6. Membentuk instansi yang menangani proses perizinan dalam satu sistem perizinan yang komprehensif-integral, dan memisahkannya dengan tugastugas lain. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Monografi Lokasi Pengabdian Kepada Masyarakat 1) Visi dan Misi Jangka Menengah Daerah Berdasarkan Visi Kabupaten Bandung dengan memperhatikan potensi, berkembang dan peluang serta dinamika yang berkembang yang ada di Kecamatan Majalaya, visi yang kami kedepankan adalah : "Menjadikan kecamatan Majalaya idaman (iman, damai dan nyaman) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten Bandung di wilayah kecamatan tahun 2010" Adapun untuk mewujudkan visi di atas, dirumuskan misi sebagai berikut 1. Mewujudkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan 2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum 3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat 4. Meningkatkan keberdayaan masyarakat Desa 5. Meningkatkan sumber pendapatan daerah 2) Kondisi Umum Kecamatan a. Kondisi Geografis dan Demografis Kecamatan Majalaya sebagai salah satu Kecamatan dari 45 kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Bandung, secara topografis merupakan daerah yang relatif datar yang memiliki ketinggian 670 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 781 mm/tahun dengan suhu udara minimal 21°C maksimal 31°C. Sebagai salah satu daerah industri tekstil yang berada di wilayah bandung selatan, kecamatan majalaya memiliki jarak orbitrasi dari pusat pemerintahan kabupaten bandung 25 km dan dari pusat pemerintahan propinsi Jawa Barat 35 km. Luas wilayah kecamatan Majalaya adalah 2.385,700 ha yang terdiri dari 1.567,17 ha areal sawah dan sisanya 818,53 ha tanah darat. Secara administratif kecamatan Majalaya memiliki batas-batas sebagai berikut : 1) sebelah utara kecamatan Solokanjeruk 2) sebelah timur kecamatan Paseh 3) sebelah selatan kecamatan Pacet 4) sebelah barat kecamatan Ciparay Wilayah kecamatan Majalaya Meliputi 11 Desa. 162 RW dan 695 RT dengan jumlah pendudukan sampai akhir tahun 2006 sebanyak 135.015 orang dan 35.042 Kepala Keluarga, sebagai berikut : NO DESA RW RT LAKI- PEREMPUA JUMLAH 1 Majalaya 16 57 LAKI 5.538 5.673 2 Majasetra 15 48 4.960 3.533 8.493 3 Majakerta 12 57 5.714 5.794 11.508 4 Sukamaju 20 86 9.439 9.023 18.462 5 Padamulya 17 59 7.060 6.678 13.738 6 Sukamukti 12 41 6.131 5.698 11.829 7 Padaulun 16 48 6.903 6.845 13.748 8 Bojong 15 60 6.510 6.232 12.742 9 Wangisagara 13 55 5.446 6.358 11.804 10 Neglasari 10 32 3.875 3.777 7.652 11 Biru 16 52 6.858 6.970 13.828 162 595 68.434 Jumlah N 66.581 11.211 135.015 Tabel 1 : Jumlah RW, RT dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Penduduk warga negara asing keturunan sebanyak 1.371 orang yang terdiri dari 725 laki-laki dan 636 perempuan. b. Kondisi Sosial Politik Stabilitas politik di wilayah kecamatan Majalaya sampai dengan akhir tahun 2006 cukup kondusif, hal ini ditandai dengan tidak terjadinya konflik SARA maupun politik, termasuk di dalamnya pemilihan Kepala Desa sebanyak 7 Desa, yaitu 1. desa Biru tanggal 11 Nopember 2006 2. desa Bojong tanggal 25 Nopember 2006 3. desa Wangisagara tanggal 26 Nopember 2006 4. desa Padamulya tanggal 3 Desember 2006 5. desa Sukamaju tanggal 10 Desember 2006 6. desa Majakerta tanggal 17 Desember 2006 7. desa Majasetra tanggal 26 Desember 2006 c. Kondisi Ekonomi Sumber penghidupan bagi penduduk Majalaya adalah dari sektor pertanian, seldor industri, sektor perdagangan dan jasa. Di sektor industri, pabrik-pabrik tekstil yang ada di wilayah kecamatan Majalaya telah menjadi sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat Majalaya. Hal ini karena lahan pertanian saat ini mengalami penurunan produksi yang menyebabkan banyak penduduk beralih ke sektor industri. Adapun jumlah industri besar, menengah dan kecil sampai akhir tahun 2006 sebanyak 261 buah. NO MATA JUMLAH 1. Petani Pemilik 1.945 2. Petani Penggarap 2.301 3. Buruh Tani 2.804 4. Petcrnak 5. Wiraswasta/Pedagang 6. Pegawai Negeri 893 7. Pegawai Swasta 3.231 8. TNI/ P0LRI 1.542 244 3.165 KET NO 9. MATA JUMLAH Pensiunan KET - 10. Buruh Pabrik 39.623 11. Pekerja Lainnya - Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian 3) Isu dan Masalah Strategis A. Isu Strategis 1. relokasi pasar Majalaya 2. optimalisasi sungai citarum 3. pembangunan kantor kecamatan Majalaya 4. pembangunan SLTA di wilayah kecamatan Majalaya B. Masalah Strategis 1. kualitas pelayanan publik belum optimal 2. rendahnya kinerja pembangunan desa 3. adanya potensi ancaman instabilitas kehidupan masyarakat 4. rendahnya daya beli masyarakat dan keberdayaan social masyarakat 5. berkurangnya kesadaran dan kecintaan terhadap budaya sunda dalam kehidupan masyarakat 6. derajat kesehatam masyarakat masih rendah 7. belum mantapnya kepedulian social 8. menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan 9. belum optimalnya kualitas infrastruktur wilayah 10. kualitas pendidikan masih relatif rendah B. Pemahaman Masyarakat tentang Peraturan Lembah B3 dan Permasalahan di Kecamatan majalaya Berdasarkan hasil kegiatan dilapangan, ternyata peraturan hukum yang menjadi landasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana tersebut di atas memiliki celah-celah hukum yang berakibat pada tidak dapat dilakasanakannya peraturan tersebut secara keseluruhan. Beberapa peraturan yang menjadi landasan pengelolaan limbah B3 dipandang belum mencerminkan sebuah pengaturan yang terpadu. Peraturan pengelolaan limbah B3 masih bersifat parsial dan sektoral karena tidak didukung oleh peraturan dari sektor lainnya. Majalaya merupakan daerah industri yang cukup besar di wilayah Bandung dan sekitarnya, permasalah tidak hanya pada penggunaan bahan bakan sebagai suber energy namun juga sisa limbah hasil dari industry banyak meresahkan masyarakat Majalaya. Sejumlah industri pengguna bahan bakar batu bara di sejumlah sentra industri di Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi belum memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan pemerintah. Sejak tarif listrik naik, sebagai energi penggerak untuk mesin, pihak industri di daerah Kecamatan Majalaya, Dayeuhkolot, Leuwi Gajah, Kabupaten Bandung, dan sejumlah daerah lain di Kota Cimahi, beralih menggunakan bahan bakar batu bara. Namun pada umumnya mereka tidak mengantongi izin untuk penggunaan bahan bakar tersebut. Akibatnya, limbah atau residu bahan bakar batu bara tersebut memunculkan masalah baru bagi masyarakat sekitar. Di daerah industri Majalaya, misalnya, limbah batu bara mengganggu kenyamanan lingkungan permukiman. Ini akibat kalangan industri pengguna batu bara menumpuk limbahnya di area bebas atau terbuka, bahkan ada yang membuang di pinggir jalan. Karena itu, pemandangan di Kota Kecamatan Majalaya pun terhalang oleh gundukan limbah tersebut.14 Dari hasil diskusi pada saat diselenggarakannya penyuluhan hukum, batu bara sebagai masalah yang ada di Majalaya pada saat ini masih belum mempunyai aturan yang pasti sehingga membingungkan masyarakat dalam pengelolaan Limbah khususnya batu bara. Tidak adanya aturan mengenai baku mutu menyebakan banyak pihak yang membiarkan sisa batu bara hasil pengolahan atau penggunaan energy yang dibiarkan di sepanjang sungai Citaru, hal ini banyak meresahkan masyarakat, sehingga kepastian hukum menjadi hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat khususnya di wilayah Majalaya. 14 Limbah Batu Bara Timbulkan Masalah dalam http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=161852 diakses tanggal 28/10/20080:02:27 Batu bara menjadi salah satu alternative sumber energy yang diminati oleh dunia usaha, disatu sisi batu bara mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari bahan bakar minyak, namun disisi lain limbah yang dihasilkan masih sulit untuk diselesaikan. Ketidakpastian status batu bara banyak menimbulkan pertentangan dalam mayarakat mengenai statusnya yang diduga berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Beberapa permasalahan penegakan hukum yang terkait dengan budaya hukum diantaranya budaya masyarakat yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan. Kebiasaan masyarakat membuang kotoran ke sungai sudah sangat membudaya. Oleh karenanya banyak pengusaha yang memilih lokasi pabriknya disekitar sungai. Berdasarkan pada budaya ini mereka beranggapan bahwa lokasi yang strategis untuk mendirikan pabrik adalah pinggir sungai. Masyarakat juga beranggapan bahwa rusaknya lingkungan adalah merupakan risiko dari suatu proses pembangunan. Sepanjang mereka sejahtera secara ekonomi dan pencemaran lingkungan tidak mengancam jiwa dan harta bendanya mereka tidak menganggap penting pelestarian fungsi lingkungan. Kondisi demikian sangat mempengaruhi sikap masyarakat dalam proses penegakan hukum. Masyarakat tidak merasa perlu untuk melapor kepada pihak yang berwajib apabila pencemaran belum mengancam jiwa dan harta bendanya. Dalam proses penyelesaian sengekata lingkungan baik di luar pengadilan maupun secara litigasi, masyarakat seringkali mengabaikan tuntutan pemulihan lingkungan dan lebih tertarik untuk meminta ganti kerugian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 dirasakan masyarakat kecamatan Majalaya dilakukan tanpa konsultasi publik dan sosialisasi yang memadai, mengakibatkan umumnya masyarakat tidak mengetahui mengenai pengaturan dan pengelolaannya. Majalaya sebagai kawasan industri mengalai banyak masalah yang diakibatkan oleh limbag batu bara yang sampai saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai status bau bara sebagai kategori bahan beracun berbahaya, hal ini mengakibatkan timbulna kekhawatiran dalam masyarakat tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh limbah tersebut dimasa yang akan datang. B. Saran Sosialisasi melalui penyuluhan terhadap pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 perlu secara proaktif sehingga dalam pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang terkait dan kegiatan ini secara tidak langsung dapat membantu instansi terkait daam sosialisasi Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara langsung akan berdampak kepada masyarakat di kawasan tersebut dan pemahaman masyarakat tentang pengaturan dan status limbah yang menjadi permalahan di suatu wilayah. DAFTAR PUSTAKA BUKU Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1996. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bina Cipta, Bandung, 1981 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya. Soerjono Soekamto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung, 1986 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988. Takdir Rahmadi, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University Press, Surabaya, 2003. LAPORAN PENELITIAN Laporan Akhir, Sistem Penanganan Pembuangan Limbah B3 yang tidak Memenuhi syarat, Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan lingkungan LPUnpad 1992 Laporan Akhir, Efektifitas Penaatan dan Penegakan Hukum Lingkungan di Bidang Pengelolaan Limbah B3, Pusat Pengkajian Penyelesaian Sengketa Lingkungan Fakultas Hukum Unpad, 2006. PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun SUMBER INTERNET Beberapa Industri Tekstil di Majalaya Diprotes Warga, Harian Umum Galamedia Selasa,18 September 2007 <dalam www. bandungkab.go.id> Limbah Batu Bara Timbulkan Masalah dalam http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=161852 diakses tanggal 28/10/20080:02:27 Peta dan Kondisi Geografis Kabupaten Bandung, <dalam www. bandungkab.go.id> Dokumentasi Kegiatan Penyuluhan Hukum di Kecamatan Majalaya