Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan

advertisement
Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya beracun (B3) di Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung.
LAPORAN AKHIR
KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Oleh :
Maret Priyanta, S.H.
Imamulhadi, S.H., M.H.
Dilaksanakan atas biaya DIPA PNBP Universitas Padjadjaran
Tahun Anggaran 2008
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2008
LEMBAR PENGESAHAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
TAHUN ANGGARAN 2008
1. Judul Penelitian
2
Ketua Pelaksana
Nama
NIP
Pangkat/Gol
Jabatan
Fakultas/Jurusan
3. Personalia
Jumlah Anggota Pelaksana
Jumlah Pembantu Pelaksana
4. Jangka Waktu Kegiatan
6. Sumber Dana
7. Biaya Penelitian
:
Penyuluhan Hukum tentang Penaatan dan Penegakan
Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
beracun (B3) di Kecamatan Majalaya Kabupaten
Bandung.
:
:
:
:
:
Maret Priyanta, S.H.
132 317 007
Penata Muda/ III a
Asisten Ahli
Hukum
:
:
:
:
:
:
1 orang
1 orang
4 (empat) bulan
PNBP Unpad Tahun 2008
Rp. 3.500.000 (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Bandung, 19 Oktober 2008
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
Ketua Pelaksana
Prof.Dr. H. Ahmad M Ramli, S.H., M.H.,FCBArb.
NIP 131 653 086
Maret Priyanta, S.H.
NIP. 132 317 007
Menyetujui:
Plh. Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Padjadjaran
Prof. Dr. Tb. Zulrizka Iskandar, M.Sc.
NIP. 130 814 978
ABSTRAK
Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional oleh para pelaku industri
ternyata selain menghasilkan suatu produk yang bermanfaat juga menghasilkan
limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dari berbagai limbah yang
dihasilkan industri banyak diantaranya menghasilkan limbah B3. Pencemaran
lingkungan yang disebabkan limbah B3 merupakan ancaman yang serius terhadap
kesehatan manusia, kesejahteraan masyarakat, dan pemerosotan kualitas sumber
daya alam Dalam perkembangan di Indonesia diundangkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai upaya
untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, Pemerintah telah mengundangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3).
Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah dengan mengadakan
diskusi terarah dengan tokoh/ masyarakat terpilih, diskusi ini diikuti oleh semua
unsur yang berkepentingan dalam permasalahan wilayah Kecamatan Majalaya.
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3
dirasakan masyarakat kecamatan Majalaya dilakukan tanpa konsultasi publik dan
sosialisasi yang memadai, mengakibatkan umumnya masyarakat tidak mengetahui
mengenai pengaturan dan pengelolaannya. Majalaya sebagai kawasan industri
mengalai banyak masalah yang diakibatkan oleh limbag batu bara yang sampai
saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai status bau bara sebagai
kategori bahan beracun berbahaya, hal ini mengakibatkan timbulna kekhawatiran
dalam masyarakat tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh limbah tersebut
dimasa yang akan datang.
TIM PELAKSANA
1.
2.
Ketua Pelaksana
a. Nama dan Gelar Akademik
:
Maret Priyanta, S.H.
b. Pangkat/Golongan/NIP
:
Penata Muda/ III a / 132 317 007
c. Jabatan Fungsional
:
Asisten Ahli
d. Bidang Keahlian
:
Hukum Lingkungan
e. Fakultas/Program Studi
:
Hukum
a. Nama dan Gelar Akademik
:
Imamulhadi, S.H., M.H.
b. Pangkat/Golongan/NIP
:
Penata/ III c / 132 215 106
c. Jabatan Fungsional
:
Lektor
d. Bidang Keahlian
:
Hukum Lingkungan
e. Fakultas/Program Studi
:
Hukum
a. Nama dan Gelar Akademik
:
Amiruddin A. Dajaan Imami, S.H., M.H.
b. Pangkat/Golongan/NIP
:
Pembina Tk I/ IV b / 131 284 826
c. Jabatan Fungsional
:
Lektor Kepala
d. Bidang Keahlian
:
Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang
e. Fakultas/Program Studi
:
Hukum
Anggota
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
ridlo Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akhir Penyuluhan
Hukum tentang Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya beracun (B3) di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung.
Penyusunan laporan ini merupakan hasil dari kegiatan pengabdian kepada
masyarakat yang kami laksanakan pada tahun 2008 sesuai dengan bidang dan
kompentensi kami di bidang hukum.
Besar harapan kami, kegiatan dapat berlanjut dan serta bermanfaat bagi
seua pihak . Atas segala bantuan dan jalinan kerjasama yang baik selama ini, dan
kepada semua fihak yang telah membantu dan berbagai kesempatan dan kegiatan,
kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga, kegiatan ini dihitung sebagai amal ibadah kita bersama, serta
mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Bandung,
Oktober 2008
Tim Pelaksana
Maret Priyanta, S.H.
Imamulhadi, S.H., M.H.
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………………..
i
TIM PELAKSANA…………………………………………………………………
ii
PRAKATA…………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL………………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….
iii
iv
v
v
vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
A. Latar Belakang Permasalahan…………………………………………….
B. Analisis Situasi……………………………………………………………
C. Identifikasi dan Perumusan Masalah……………………………………..
D. Tujuan Kegiatan………………………………………………………….
E. Manfaat Kegiatan…………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………
1
1
2
4
4
5
6
BAB III MATERI DAN METODE PELAKSANAAN ……………………….
A. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Penyuluhan Hukum…………………….
15
B. Khalayak Sasaran…………………………………………………………
16
C. Metode yang Digunakan………………………………………………….
16
D. Materi Penyuluhan Hukum………………………………………………
16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………….
A. Monografi Lokasi Pengabdian Kepada Masyarakat……………………...
20
23
B. Pemahaman Masyarakat tentang Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Limbah B3…………………………………………………………….
23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
LAMPIRAN
26
26
26
27
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Jumlah RW, RT dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2
: Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
: Peta Lokasi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung
Gambar 2
: Skema Penentuan Bahan Beracun Berbahaya dan Limbahnya
Gambar 3
: Bagan Alur Pemikiran Pelaksanaan Penyuluhan
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Hadir Peserta Penyuluhan Hukum Kecamatan Majalaya
2. Surat Tugas Penyuluhan Hukum
3. Dokumentasi Kegiatan Penyuluhan Hukum di Kecamatan Majalaya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko makin
meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah
Bahan Berbahaya Beracun (Limbah B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem
yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.1
Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional oleh para pelaku industri
ternyata selain menghasilkan suatu produk yang bermanfaat juga menghasilkan
limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Dari berbagai limbah yang
dihasilkan industri banyak diantaranya menghasilkan limbah B3. Pencemaran
lingkungan yang disebabkan limbah B3 merupakan ancaman yang serius terhadap
kesehatan manusia, kesejahteraan masyarakat, dan pemerosotan kualitas sumber
daya alam.2
Dalam perkembangan di Indonesia diundangkan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai upaya untuk
mewujudkan pengelolaan limbah B3, Pemerintah telah
mengundangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah
dirubah dengan
Peraturan Pemerintah No.
85 Tahun 1999.
diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3
Dengan
diharapkan pengelolaan
limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah B3.
1
2
Selain itu
diharapkan pula dengan
Lihat, Penjelasan Umum Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup,
Takdir Rahmadi, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University Press,
Surabaya, 2003, hlm. 1.
diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku
industri dan
pelaku kegiatan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut. Akan tetapi
setelah lebih hampir 7 (tujuh) tahun Peraturan Pemerintah Limbah B3 berlaku
ternyata harapan tersebut tidak terwujud dalam kenyataan. Pencemaran
lingkungan yang diakibatkan limbah B3 masih marak terjadi, dan para pelaku
industri banyak yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan pengelolaan limbah B3
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Limbah B3.
Salah satu permasalahan yang terjadi di Jawa Barat terlihat dari sejumlah
protes yang dilakukan warga di Kp. Balekambang, Desa Sukamaju, Kec.
Majalaya, terhadap beberapa industri tekstil di wilayah tersebut yang dinilai telah
membuang limbahnya secara sembarangan ke Sungai Citarum. Akibatnya, warga
tidak bisa lagi memanfaatkan air sungai tersebut, baik untuk mandi, mencuci
pakaian maupun kebutuhan lainnya. Akibat pencemaran limbah cair dari industriindustri tersebut, warna air Sungai Citarum menjadi hitam pekat. Sebagian lagi
warnanya merah, hijau, dan warna-warna lainnya 3
B. Analisis Situasi
Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung
berada pada 6°,41’ – 7°,19’ Lintang Selatan dan diantara107°22’ – 108°5’ Bujur
Timur dengan luas wilayah 176.239 ha. Batas Utara Kabupaten Bandung Barat;
Sebelah Timur Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; Sebelah Selatan
Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur sebelah Barat Kabupaten Bandung
Barat; di bagian Tengah Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kabupaten Bandung
terdiri atas 30 kecamatan, 266 Desa dan 9 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk
sebesar 2.943.283 jiwa (Hasil Analisis 2006) dengan mata pencaharian yaitu
disektor industri, pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa.4
3
Beberapa Industri Tekstil di Majalaya Diprotes Warga, Harian Umum Galamedia Selasa,18
September 2007 <dalam www. bandungkab.go.id>
4
Peta dan Kondisi Geografis Kabupaten Bandung, <dalam www. bandungkab.go.id>
Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Di antara puncakpuncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m),
Gunung Tangkubanperahu (2.076 m) ( Wilayah KBB) di perbatasan dengan
Kabupaten Purwakarta. Sedangkan di selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m),
Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung
Guntur (2.249 m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.
Gambar 1 : Peta Lokasi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung
Perkembangan dan hasil Pembangunan di Kabupaten Bandung secara
umum dapat dilihat dari beberapa indicator makro, yaitu Indikator Macro ekonomi
dan Indikator Makro Sosial Budaya, yang pada akhirnya akan bermuara pada
peningkatan indeks pembangunan Manusia (IPM). Berikut uraian mengenai
estimasi perhitungan kedua indicator tersebut:5
5
Ibid
Pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan dari besarnya kenaikan PDRB
atas dasar harga konstan tahun1993. PDRB Kabupaten Bandung tahun 2002 atas
dasar harga konstan tersebut adalah sebesar Rp. 6,432 Triliun yang mengalami
kenaikan dari Rp. 6,131 Triliun pada tahun 2001. Dengan demikian estimasi laju
pertumbuhan ekonomi atau LPE Kabupaten Bandung tahun 2002 adalah sebesar
3,93%. Kenaikan LPE ini menunjukan adanya pemulihan (recovery) dalam
perekonomian Kabupaten Bandung. Sedangkan pada tahun 2004 nilai PDRB
Kabupaten Bandung atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp. 26,957 trilyun.
Tiga sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kabupaten
Bandung tahun 2004 adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 14,37 trilyun
(53,33%), sektor perdagangan, hotel restoran sebesar Rp. 4,74 trilyun (17,57%)
dan sektor pertanian sebesar Rp. 2,53 trilyun (9,42%). PDRB Kabupaten Bandung
tahun 2004 berdasarkan harga konstan adalah Rp. 7,108 trilyun. Laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2004 sebesar 5,23 %.6
C. Identifikasi Dan Perumusan Masalah
Pemberlakuan mengenai Pengelolaan Limbah B3 dilakukan tanpa konsultasi
publik yang memadai, sehingga pada umumnya masyarakat tidak mengetahui
pengaturannya. Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para
pelaku industri dan
pelaku kegiatan lainnya diduga dikarenakan oleh faktor
penaatan dan penegakan hukum dan masih sentralistiknya pengelolaan limbah B3
serta pengetahuan masyarakat mengenai bahan-bahan apa saja yang dikategorikan
sebagai bahan B3.
D. Tujuan Kegiatan
1. Masyarakat di Kecamatan Majalaya mengetahui kendala-kendala yang
dihadapi dalam upaya penaatan dan penegakan hukum, serta perundangundangan dibidang pengelolaan limbah B3.
6
Ibid
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di kecamatan Majalaya agar dapat
berperan serta secara optimal dalam pelaksanaan penaatan dan penegakan
hukum perundang-undangan dibidang pengelolaan limbah B3;
E. Manfaat Kegiatan
1. Memberikan gambarani terhadap upaya-upaya penaatan dan penegakan
hukum perundang-undangan dibidang pengelolaan limbah B3;
2. Memberikan pemahaman terhadap permasalahan yang menghambat upaya
penaatan dan penegakan hukum dalam pengelolaan Limbah B3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Lingkungan pada hakekatnya mengutamakan penaatan hukum
dibandingkan dengan penegakan hukum. Dengan ditaatinya hukum lingkungan
atau seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi
lingkungan hidup, yang tampak pada tindakan-tindakan preventif, sehingga
menjamin terhindarnya lingkungan dari akibat pencemaran atau perusakan
lingkungan.
Pengelolaan lingkungan menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan
keterpaduan sebagai ciri utamanya. Sistem keterpaduan tersebut berlaku pula pada
sistem perundang-undangan, bahkan dikatakan bahwa peraturan perundangundangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup menuntut pengaturan hukum
secara terpadu pula atau secara utuh-menyeluruh.7 Keterpaduan dalam Hukum
Lingkungan merupakan metode pendekatan yang khas, yang disebabkan karena
sifat dan hakekat, serta sasaran yang hendak diaturnya adalah lingkungan hidup,
yang merupakan suatu ekosistem.
Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbegai sub sistem,
yang mempunyai aspek sumberdaya manusia dan sumberdaya alam, serta
sumberdaya budaya sebagai hasil interaksi antara sumberdaya manusia dengan
sumberdaya alam. Dalam pengertian Lingkungan menujukan adanya sumberdaya
manusia, sumberdaya budaya dan sumberdaya alam, yang saling berinteraksi satu
sama lainnya, dengan daya tampung, daya dukung dan daya lenting lingkungan
yang berlain.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup
merupakan salah satu sub sistem dari Sistem Hukum Nasional. Ruang lingkungan
7
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bina Cipta, Bandung, 1981, Hlm
135.
penelitian ini dipersempit, hanya meliputi peraturan perundang-undangan saja,
secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut di bawah ini.
Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus
dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan
unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana
hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitnya (fiat justitia et pereat
mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini
dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat
menghendaki adanya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan
hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk
melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya
peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan
sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat
justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Keadilan dalam penegakan
hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik
dengan keadilan, karena hukum itu sifatnya umum, mengikat setiap orang, dan
menyamaratakan. Bunyi hukum "barang siapa mencemarkan lingkungan hidup
harus dihukum," Artinya setiap orang yang mencemarkan lingkungan harus
dihukum, tanpa membeda-bedakan kedudukan atau jabatan siapa yang
mencemarkan. Tetapi sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan
tidak menyamaratakan.
Dalam penaatan dan penegakkan hukum lingkungan,
unsur kepastian, unsur kemanfaatan dan unsur keadilan harus dikompromikan,
ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional. Kalau dalam penegakan
hukum yang diperhatikan hanya kepastian hukum saja maka unsur-unsur lainnya
dikorbankan. Demikian pula bila
yang diperhatikan
hanyalah unsur
kemanfaatanya saja maka unsur kepastian hukum dan keadilan dikorbankan.8
Penaatan dan Penegakan hukum tidak hanya melalui proses di pengadilan dan
penegakan hukum tidak hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum.
Karena penegakan hukum dapat dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan
8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu
hlm.134-135.
Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988,
berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana,
serta penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat. Jalur pertama
penegakan hukum seharusnya adalah jalur admistratif dengan sanksinya yang
meliputi:
1. Pemberian teguran keras.
2. Pembayaran uang paksaan (dwangsom).
3. Penangguhan berlakunya izin.
4. Pencabutan izin (upaya terakhir).
Bentuk penaatan lingkungan hidup berupa proses perizinan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pasal 18 tersebut menyatakan bahwa “ Setiap usaha dan atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan,
wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin
melaksanan usaha dan atau kegiatan”. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa “ Izin
melakukan usaha dan atau kegiatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berkenaan dengan pejabat yang berwenang, maka proses
perizinan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu Izin-izin yang dikeluarkan oleh
Bupati/ Walikota sebagai pejabat yang berwenang, serta Izin yang dikeluarkan
oleh instansi pusat yang berwenang di bidang yang bersangkutan, setelah
mendapat rekomendasi dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Penegakan hukum mempunyai makna, bahwa perbuatan yang melanggar
norma hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan telah terjadi, oleh
karena itu sanksi hukumnya harus dilaksanakan. Kepastian hukum menghendaki
bagaimana hukumnya dilaksanakan, tanpa peduli bagaimana pahitny. Hal ini
dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat
menghendaki adanya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan
hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk
melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Pengaturan perizinan berdasarkan pasal 18 undang-undang no.23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan bahwa Setiap usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan diberikan pejabat yang berwenang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam izin
dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian
dampak lingkungan hidup.
Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib
diperhatikan:
a.
rencana tata ruang;
b.
pendapat masyarakat;
c.
pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang
berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup. Kewenangan menerbitkan atau menolak
permohonan izin berada pada Menteri yang dalam permasalahan terkait limbah
B3 berada pada Menteri Lingkungan Hidup.
Penaatan dan Penegakan hukum tidak hanya melalui proses di pengadilan dan
penegakan hukum tidak hanya merupakan tanggung jawab aparat penegak hukum.
Karena penegakan hukum dapat dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan
berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana,
serta penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat. Jalur pertama
penegakan hukum seharusnya adalah jalur admistratif dengan sanksinya yang
meliputi: Pemberian teguran keras, Pembayaran uang paksaan (dwangsom),
Penangguhan berlakunya izin dan Pencabutan izin (upaya terakhir).
Namun demikian upaya yang lebih dulu harus dilakukan adalah upaya yang
bersifat compliance yaitu penaatan hukum atau pemenuhan peraturan, atau
penegakkan preventif dengan pengawasan preventifnya. 9
Instrumen penegakan berikutnya adalah instrumen kepidanaan. Kendala dalam
penerapan sanksi pidana adalah dalam hal pembuktian, karena pencemaran
lingkungan sering terjadi secara komulatif sehingga sulit untuk membuktikan
sumber pencemaran terutama yang sifatnya kimiawi. Instrumen penegakan hukum
lingkungan yang ketiga adalah menggunakan instrument keperdataan. Penegakan
hukum lingkungan keperdataan hendaklah dibedakan dari upaya penyelesaian
sengketa dengan cara gugatan lingkungan untuk memperoleh ganti rugi bagi
korban pencemaran akibat perbuatan melawan hukum oleh pencemar, karena
sifatnya individual. Gugatan perdata yang dimaksud dalam penegakan hukum
lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum
administratif yang telah digunakan tidak memadai. Selanjutnya Siti Sundari
menyimpulkan bahwa penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk
mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum
yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan
(atau ancaman) instrumen administratif, kepidanaan dan keperdataan.10
Penegakan hukum lingkungan sangat dipengaruhi pula oleh
berfungsinya
hukum
lingkungan
tersebut
berfungsinya hukum dalam masyarakat
kenyataan
dalam
masyarakat.
faktor
Berbicara
biasanya pikiran diarahkan pada
apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak dalam
masyarakat. Apabila dikaji secara lebih mendalam, agar hukum berfungsi di
dalam masyarakat
maka hukum harus memenuhi unsur filosofis, ekologis,
sosiologis, dan yuridis. Hal ini dikarenakan apabila hukum hanya berlaku secara
yuridis saja maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati.
Apabila hanya berlaku secara sosiologis saja maka kaidah hukum hanyalah
9
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996, Hlm. 390-391.
10
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga
University Press, Surabaya, Hlm. 190-191
merupakan alat paksa, dan apabila hukum hanya berlaku secara filosofis saja
maka mungkin hukum hanyalah sesuatu yang dicita-citakan saja.11 Selanjutnya
agar hukum lingkungan benar-benar berfungsi dalam masyarakat maka harus
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :12
1. Hukum atau peraturan itu sendiri, seperti apakah peraturan yang ada sudah
sistimatis, secara hirarkhie tidak ada pertentangan, telah mengakomodasikan
seluruh kepentingan, dan telah sesuai dengan persyaratan yuridis formil.
2. Petugas yang menegakannya seperti sejauh mana petugas terikat
oleh
peraturan-peraturan yang ada, sampai batas mana petugas memberikan
kebijakan, dan apakah kewenangan petugas hukum telah cukup memamadai.
3. Fasilitas yang diharapkan mendukung pelaksanaan hukum seperti apakah
fasilitas hukum setiap saat berfungsi, apakah fasilitasnya sudah lengkap, dan
apakah fasilitas yang rusak telah diganti.
4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut seperti
apakah warga masyarakat mengetahui dan memahami akan hak-hak dan
kewajibannya, apakah kepentingan masyarakat telah dilindungi, dan apakah
terdapat kepastian hukum bagi masyarakatnya.
Bahan Berbahaya Beracun (B3) adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair
maupun gas yang mempunyai potensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
manusia serta merusak lngkungan akibat sifat-sifat yang dimilikinya. Karakteristik
B3 adalah eksplosif, oksidan, korosif, mudah terbakar, toksik, iritasi dan
mutagenik. 13
11
Soerjono Soekamto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung,
1986, Hlm. 52-53.
12
Soerjono Soekamto, Ibid, Hlm. 53.
13
Laporan Akhir, Sistem Penanganan Pembuangan Limbah B3 yang tidak Memenuhi syarat, Pusat
Penelitian Sumber Daya Alam dan lingkungan LP-Unpad 1992
Skema dalam menentukan suatu bahan merupakan bahan berbahaya dan
beracun dinyatakan sebagai berikut :
Limbah :
a. Bahan Bahan beracun
yang dibuang
b. Sisa Pada\Kemasan
c. Tumpahan
d. Sisa Proses
Masuk dalam
daftar limbah
1,2,3
TIDAK
Evaluasi :
Karakteristik Limbah
YA
KOROSIF
•
•
•
TIDAK
Daftar 1 : Limbah B3 dari sumber
yang tidak spesifik
Daftar 2 : Limbah B3 dari sumber
yang spesifik
Daftar 3 : Limbah B3 dari bahan
kimia yang dibuang, tumpahan, sisa
kemasan, bahan kimia kadaluwarsa
atau produksi yang gagal
YA
REAKTIF
YA
YA
TIDAK
MUDAH TERBAKAR
TIDAK
MUDAH MELEDAK
YA
TIDAK
INFEKTIF
TIDAK
YA
SIFAT RACUN (TCLP
& EPT)
TIDAK
LIMBAH B3
BUKAN
LIMBAH B3
TES TOKSIKOLOGI
Gambar 2 : Skema Penentuan Bahan Beracun Berbahaya dan Limbahnya
Bagan tersebut menggambarkan mengenai skema cara menentukan apakah
suatu bahan merupakan bahan berbahaya dan beracun. Skema tersebut
menggambarkan evaluasi terhadap bahan yang tidak masuk dalam kategori daftar
1,2 dan 3, sehingga harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah bahan
tersebut mengandung sifat-sifat yang berbahaya bagi makhluk hidup. Skema
tersebut menyatakan bahwa dalam menentukan suatu bahan secara bertingkat.
Sehingga setelah dilakukan karakteristik suatu limbah dan ternyata mempunyai
sifat yang korosif, maka limbah tersebut langsung dikategorikan sebagai limbah
B3. Apabila limbah tersebut tidak mengandung karakteristik yang korosif, maka
dilanjutkan dengan pengujian apakah bahan/limbah tersebut bersifat reaktif dan
seterusnya sampai ke sifat racun dan apabila telah dilakukan tes toksilogi dan
hasilnya negative maka setelah melalui proses tersebut suatu limbah dapat
dinyatakan bukan sebagai limbah B3. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah
Indonesia no 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun,
yang disebut B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusak lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk
hidup lainnya.
Peningkatan partisipasi masyarakat untuk memelihara sungai. Selain itu
masyarakat juga dapat menjadi alat kontrol pelaksanaan pengendalian pencemaran
yang cukup efektif. Kebijakan pengelolaan limbah B3 di Indonesia berdasarkan
agenda 21 nasional, menggunakan konsep cradle-to-grave, yang akan mengontrol
limbah B3 mulai dari terbentuknya (cradle) sampai pembuangan akhirnya
(grave). Disiapkan pula suatu draft program yang mengatur bahan berbahaya
melalui daur hidupnya (life-cycle).
Pengendalian pencemaran lingkungan harus bertumpu pada penggunaan
prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan
ekosistem untuk mendukung perikehidupan serta ketersediaan sumber daya alam
untuk mendukung upaya pembangunan itu sendiri. Sudah menjadi paradigma baru
bahwa produksi, teknologi dan manajemen penggunaan sumber daya yang tidak
efisien dari residu bahan atau limbah akan mengdatangkan dampak negatif
terhadap kesehatan manusia, lingkungan serta produk yang dihasilkan. Melalui
produt life-cycle, maka teknologi, proses serta manajemen sumber daya perlu
dievaluasi dan diganti dengan yang lebih sesuai. Strategi produksi bersih dan
minimisasi limbah akan menjadi tumpuan utama dalam pengelolaan limbah dari
segala sektor kegiatan, tidak hanya dilihat dari sudut pengurangan limbah B3 yang
timbul, tetapi lebih dititikberatkan pada upaya pengurangan daya toksik yang
dikandungnya. Pengelolaan limbah pada tahap ini sudah bersifat proaktif. Faktorfaktor yang selama iini dianggap eksternal, seperti biaya sosial dan lingkungan,
sudah dimasukkan ke dalam kelayakan kegiatan ekonomi.
Kelemahan dalam pengelolaan limbah B3 menurut Agenda 21 adalah:
1. Kurang memadainya infrastruktur, peraturan dan sumberdaya.
2. Tidak efisiennya peraturan yang berlaku, dan ditambah dengan
kurangnya upaya pemberdayaannya.
3. Kurangnya program untuk pendidikan dan pelatihan.
4. Kurangnya koordinasi dan harmonisasi antara masing-masing instansi
terkait.
5. Kurangnya kesadaran dan kepedulian dari pengusaha, importer
maupun eksportir limabah, termasuk limbah B3, tentang masalah
dampak limbah B3 ini pada lingkungan.
6. Kurangnya informasi yang berakibat kurangnya pengetahuan tentang
segala aspek dan pengaruh pencemaran, khususnya akibat pengelolaan
limbah B3 yang tidak memenuhi persyaratan.
Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penimbulan
dan
peningkatan
kepedulian/kesadaran
melalui
pendidikan pelatihan bagi pelaku-pelaku yang terkait secara
langsung dan tidak langsung dengan program-program yang
direncanakan.
2. Pengadaan dan penggalakan program-program penelitian, antara
lain guna mengembangkan teknologi pencegahan yang sesuai,
menentukan karakteristik limbah secara mudah, menentukan
dampak dan potensi limbah B3 terhadap kesehatan dan lingkungan.
3. Pengadaan dan penguatan institusi yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan limbah B3 dan pencegahan masuknya limbah
B3 dari luar negeri.
4. Pengembangan dan pemberdayaan hokum yang berlaku.
BAB III
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Penyuluhan Hukum
PENYULUHAN HUKUM
TENTANG PENGELOLAAN
LIMBAH B3
BERTINDAK
(Psikomotorik)
BERSIKAP
(Afektif)
MENGETAHUI
(Kognitif)
Gambar 3 : Bagan Alur Pemikiran Pelaksanaan Penyuluhan
Keterangan Bagan :
1. Penyuluhan hukum dilakukan kepada masyarakat (stakeholder) mengenai
pemberlakuan dan ketentuan yang ada dalam pengelolaan Limbah B3.
2. Dengan Mengetahui tentang pengelolaan limbah B3, masyarakat setelah
mendapat penyuluhan diharapkan dapat mengetahui kendala-kendala
dalam pengelolaan dalam aturan-aturannya
3. Setelah masyarakat mengetahui ketentuan tentang pengelolaan limbah B3,
maka mereka akan memikirkan dan menentukan sikap terhadap
permasalahan pengelolaan limbah B3.
4. Masyarakat akan menentukan sikapnya untuk bertindak terhadap
pengelolaan limbah B3 yang telah diketahuinya.
5. Setelah itu dari masyarakat diharapkan dapat secara mandiri melakukan
penyuluhan kembali kepada masyarakat yang lainnya mengenai apa yang
diketahui sebelumnya dari hasil penyuluhan.
B. Khalayak Sasaran Antara Yang Strategis
Khalayak sasaran strategis dalam penyuluhan ini antara lain :
1. Tokoh masyarakat di Kecamatan Majalaya;
2. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pemerhati Lingkungan;
3. Aparatur pemerintah setempat.;
4. Dunia Usaha di Kecamatan Majalaya.
C. Metode Yang Digunakan
Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah diskusi terarah dengan
tokoh/ masyarakat terpilih, diskusi ini diikuti oleh semua unsur yang
berkepentingan dalam permasalahan pengelolaan limbah B3;
D. Materi Penyuluhan Hukum
JUDUL :
Penaatan dan Penegakan Peraturan Pengelolaan
Limbah B-3 di Kecamatan
Majalaya
PENDAHULUAN
1. Pembangunan meningkat, konsekuensinya limbah meningkat, termasuk
limbah B-3, menimbukan pencemaran/ perusakan lingkungan.
2. Pencemaran darat (termasuk air), laut dan udara. Semuanya akan bermuara
di air/ sungai. Misalnya : Sungai Citarum.
Hukum dalam arti luas : mengatur hubungan
1. antara manusia dengan manusia lainnya;
2. antara manusia dengan alamnya; dan
3. antara manusia dengan Tuhannya.
Perbuatan manusia harus dipertanggung jawabkan terhadap manusia lainnya, alam
semesta, serta Tuhan Yang Maha Esa.
1. Hukum lingkungan dan penataan ruang berdasarkan materi muatannya
merupa-kan salah satu sub sistem dalam Sistem Hukum Nasional;
2. Hukum lingkungan dan penataan ruang berorientasi pada ‘pencegahan’
disamping penanggulangan dan pemulihan lingkungan;
3. Hukum lingkungan dan penataan ruang mengutamakan ‘penaatan hukum’
di samping penegakan hukum.
4. Limbah = sisa suatu usaha/ kegiatan;
5. B3 adalah bahan berbahaya beracun yang karena sifat, konsentrasi,
jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan/
merusak lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup, manusia serta
mahkluk hidup lainnya.
6. Pencemaran = masuk/ dimasukannya
7. benda, daya, keadaan, makhluk hidup dan/ atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas lingkungan turun
sampai tingkat tertentu, yang menyebabkan lingkungan tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
8. Sampai tingkat tertentu = Baku Mutu Lingkungan (BML);
9. Tidak dapat berfungsi sesuai peruntukan-nya (fakta yang dibuktikan secara
ilmiah)
10. Baku Mutu Lingkungan = ukuran batas/ kadar benda, daya, keadaan,
makhluk hidup, dan komponen lain yang ada/ harus ada, dan atau unsur
pencemar, yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
11. Ukuran batas atau kadar;
12. Unsur lingkungan yang ada/ harus ada;
13. Ditenggang keberadaannya.
PERMASALAHAN
1. Proses Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), jadi amdalamdalan;
2. Hasil Studi Andal, sering diabaikan dalam proses perizinan;
3. Hasil studi tidak lengkap/ tidak berkualitas;
4. Kolusi, Korupsi dan Nepotisme dalam penyusunan Andal, RPL, RKL,
antara penanggung jawab usaha/ kegiatan dengan konsultan dan aparat.
5. Izin-izin terlalu banyak, birokrasi panjang, boros dana dan waktu,
sehingga rawan kolusi, korupsi dan nepotisme.
Izin mengolah limbah B-3 terdiri dari ;
1. Izin mengangkut;
2. Izin menyimpan/ mengumpul;
3. Izin menggunakan/ mengolah;
4. Izin membuang.
EFEKTIVITAS PENAATAN HUKUM
1. Hukum harus “Berdiri di depan menunjukan arah bagi terselenggaranya
pembanguan secara tertib dan teratur”.
2. Pembangunan harus terencana, bertahap, dan berkelanjutan
Perencanaan Pembangunan UU ttg RPJP
à
Per
Pres
à Sis
ttg
RPJM
Nasional à Perda ttg RPJM Provinsi à Perda ttg RPJM Kab / Kota
HUKUM, EFEKTIF APABILA :
1. Mampu mengantisipasi perubahan/ dinamika masyarakat dalam 25 – 50
thn ke depan;
2. Mengakar pada nilai-nilai kearifan tradisional yang bersumber dari Hukum
Alam dan Hukum Agama;
3. Adanya kesadaran hukum (internal) pada aparatur pemerintah, pengusaha,
dan masyarakat.
Adanya kejelasan ttg :
1. jenis limbah B-3, dan pengecualiannya;
2. peran masing-masing instansi;
3. status rekomendasi;
4. instansi yang terlibat;
5. program sosialisasi (kampanye)
6. peranserta masyarakat dalam setiap proses kegiatan/ usaha;
7. Adanya desentralisasi pelaksanaan urusan kepada Daerah Kab/ Kota;
8. Adanya kesadaran hukum (internal) pada para anggota legislatif.
9. Difahami dan
laksanakannya prinsip-prinsip
Good
Governace
(transparansi, pertisipasi, dan akuntabilitas) baik bagi instansi
pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Amdal sebagai instrumen pengendalian pembangunan, pengendalian
pengelolaan lingkungan, pengendalian usaha/ kegiatan, bukan beban akan
tetapi menjamin keber-lanjutan;
2. Amdal merupakan tanggung jawab penang-gung jawab usaha/ kegiatan,
namun perlu ada sanksi bagi konsultan, anggota komisi amdal, dan
aparatur pemerintah;
3. Perlu diatur kewajiban menutup perjanjian pertanggungan keuangan atas
kerugian yang mungkin timbul, dan menjadi persyaratan memperoleh Izin
Usaha/ Kegiatan yang menggunakan/ menghasil-kan Limbah B3;
4. Menfasilitasi asosiasi pengusaha se kawasan/ se jenis, kemudian
membentuk
unit
kerja
penanggulangan
pencemaran/
perusakan
lingkungan;
5. Memberikan sanksi bagi aparatur pemerintah yang melanggar peraturan
perundang-undangan, khususnya melanggar kewajiban hukumnya.
6. Membentuk instansi yang menangani proses perizinan dalam satu sistem
perizinan yang komprehensif-integral, dan memisahkannya dengan tugastugas lain.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Monografi Lokasi Pengabdian Kepada Masyarakat
1) Visi dan Misi Jangka Menengah Daerah
Berdasarkan Visi Kabupaten Bandung dengan memperhatikan potensi,
berkembang dan peluang serta dinamika yang berkembang yang ada di
Kecamatan Majalaya, visi yang kami kedepankan adalah :
"Menjadikan kecamatan Majalaya idaman (iman, damai dan nyaman) dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten Bandung di wilayah
kecamatan tahun 2010"
Adapun untuk mewujudkan visi di atas, dirumuskan misi sebagai berikut
1. Mewujudkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan
2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat
4. Meningkatkan keberdayaan masyarakat Desa
5. Meningkatkan sumber pendapatan daerah
2) Kondisi Umum Kecamatan
a. Kondisi Geografis dan Demografis
Kecamatan Majalaya sebagai salah satu Kecamatan dari 45 kecamatan
yang ada di wilayah kabupaten Bandung, secara topografis merupakan daerah
yang relatif datar yang memiliki ketinggian 670 m di atas permukaan laut,
dengan curah hujan rata-rata 781 mm/tahun dengan suhu udara minimal 21°C
maksimal 31°C.
Sebagai salah satu daerah industri tekstil yang berada di wilayah bandung
selatan, kecamatan majalaya memiliki jarak orbitrasi dari pusat pemerintahan
kabupaten bandung 25 km dan dari pusat pemerintahan propinsi Jawa Barat 35
km.
Luas wilayah kecamatan Majalaya adalah 2.385,700 ha yang terdiri dari
1.567,17 ha areal sawah dan sisanya 818,53 ha tanah darat.
Secara administratif kecamatan Majalaya memiliki batas-batas sebagai
berikut :
1)
sebelah utara
kecamatan Solokanjeruk
2)
sebelah timur
kecamatan Paseh
3)
sebelah selatan
kecamatan Pacet
4)
sebelah barat
kecamatan Ciparay
Wilayah kecamatan Majalaya Meliputi 11 Desa. 162 RW dan 695 RT dengan
jumlah pendudukan sampai akhir tahun 2006 sebanyak 135.015 orang dan 35.042
Kepala Keluarga, sebagai berikut :
NO
DESA
RW
RT
LAKI-
PEREMPUA JUMLAH
1
Majalaya
16
57
LAKI
5.538
5.673
2
Majasetra
15
48
4.960
3.533
8.493
3
Majakerta
12
57
5.714
5.794
11.508
4
Sukamaju
20
86
9.439
9.023
18.462
5
Padamulya
17
59
7.060
6.678
13.738
6
Sukamukti
12
41
6.131
5.698
11.829
7
Padaulun
16
48
6.903
6.845
13.748
8
Bojong
15
60
6.510
6.232
12.742
9
Wangisagara
13
55
5.446
6.358
11.804
10
Neglasari
10
32
3.875
3.777
7.652
11
Biru
16
52
6.858
6.970
13.828
162
595
68.434
Jumlah
N
66.581
11.211
135.015
Tabel 1 : Jumlah RW, RT dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Penduduk warga negara asing keturunan sebanyak 1.371 orang yang
terdiri dari 725 laki-laki dan 636 perempuan.
b.
Kondisi Sosial Politik
Stabilitas politik di wilayah kecamatan Majalaya sampai dengan akhir
tahun 2006 cukup kondusif, hal ini ditandai dengan tidak terjadinya konflik
SARA maupun politik, termasuk di dalamnya pemilihan Kepala Desa sebanyak
7 Desa, yaitu
1. desa Biru tanggal 11 Nopember 2006
2. desa Bojong tanggal 25 Nopember 2006
3. desa Wangisagara tanggal 26 Nopember 2006
4. desa Padamulya tanggal 3 Desember 2006
5. desa Sukamaju tanggal 10 Desember 2006
6. desa Majakerta tanggal 17 Desember 2006
7. desa Majasetra tanggal 26 Desember 2006
c. Kondisi Ekonomi
Sumber penghidupan bagi penduduk Majalaya adalah dari sektor pertanian,
seldor industri, sektor perdagangan dan jasa. Di sektor industri, pabrik-pabrik
tekstil yang ada di wilayah kecamatan Majalaya telah menjadi sumber
penghasilan bagi sebagian besar masyarakat Majalaya. Hal ini karena lahan
pertanian saat ini mengalami penurunan produksi yang menyebabkan banyak
penduduk beralih ke sektor industri. Adapun jumlah industri besar, menengah dan
kecil sampai akhir tahun 2006 sebanyak 261 buah.
NO
MATA
JUMLAH
1.
Petani Pemilik
1.945
2.
Petani Penggarap
2.301
3.
Buruh Tani
2.804
4.
Petcrnak
5.
Wiraswasta/Pedagang
6.
Pegawai Negeri
893
7.
Pegawai Swasta
3.231
8.
TNI/ P0LRI
1.542
244
3.165
KET
NO
9.
MATA
JUMLAH
Pensiunan
KET
-
10. Buruh Pabrik
39.623
11. Pekerja Lainnya
-
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
3) Isu dan Masalah Strategis
A. Isu Strategis
1.
relokasi pasar Majalaya
2.
optimalisasi sungai citarum
3.
pembangunan kantor kecamatan Majalaya
4.
pembangunan SLTA di wilayah kecamatan Majalaya
B. Masalah Strategis
1.
kualitas pelayanan publik belum optimal
2.
rendahnya kinerja pembangunan desa
3.
adanya potensi ancaman instabilitas kehidupan masyarakat
4.
rendahnya daya beli masyarakat dan keberdayaan social masyarakat
5.
berkurangnya kesadaran dan kecintaan terhadap budaya sunda dalam
kehidupan masyarakat
6.
derajat kesehatam masyarakat masih rendah
7.
belum mantapnya kepedulian social
8.
menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan
9.
belum optimalnya kualitas infrastruktur wilayah
10. kualitas pendidikan masih relatif rendah
B. Pemahaman
Masyarakat
tentang
Peraturan
Lembah
B3
dan
Permasalahan di Kecamatan majalaya
Berdasarkan hasil kegiatan dilapangan, ternyata peraturan hukum yang
menjadi landasan pengelolaan limbah B3 sebagaimana tersebut di atas memiliki
celah-celah hukum yang berakibat pada tidak dapat dilakasanakannya peraturan
tersebut secara keseluruhan. Beberapa peraturan yang menjadi landasan
pengelolaan limbah B3 dipandang belum mencerminkan sebuah pengaturan yang
terpadu. Peraturan pengelolaan limbah B3 masih bersifat parsial dan sektoral
karena tidak didukung oleh peraturan dari sektor lainnya.
Majalaya merupakan daerah industri yang cukup besar di wilayah Bandung
dan sekitarnya, permasalah tidak hanya pada penggunaan bahan bakan sebagai
suber energy namun juga sisa limbah hasil dari industry banyak meresahkan
masyarakat Majalaya. Sejumlah industri pengguna bahan bakar batu bara di
sejumlah sentra industri di Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi belum
memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan pemerintah.
Sejak tarif listrik naik, sebagai energi penggerak untuk mesin, pihak industri
di daerah Kecamatan Majalaya, Dayeuhkolot, Leuwi Gajah, Kabupaten Bandung,
dan sejumlah daerah lain di Kota Cimahi, beralih menggunakan bahan bakar batu
bara. Namun pada umumnya mereka tidak mengantongi izin untuk penggunaan
bahan bakar tersebut. Akibatnya, limbah atau residu bahan bakar batu bara
tersebut memunculkan masalah baru bagi masyarakat sekitar. Di daerah industri
Majalaya, misalnya, limbah batu bara mengganggu kenyamanan lingkungan
permukiman. Ini akibat kalangan industri pengguna batu bara menumpuk
limbahnya di area bebas atau terbuka, bahkan ada yang membuang di pinggir
jalan. Karena itu, pemandangan di Kota Kecamatan Majalaya pun terhalang oleh
gundukan limbah tersebut.14
Dari hasil diskusi pada saat diselenggarakannya penyuluhan hukum, batu bara
sebagai masalah yang ada di Majalaya pada saat ini masih belum mempunyai
aturan yang pasti sehingga membingungkan masyarakat dalam pengelolaan
Limbah khususnya batu bara. Tidak adanya aturan mengenai baku mutu
menyebakan banyak pihak yang membiarkan sisa batu bara hasil pengolahan atau
penggunaan energy yang dibiarkan di sepanjang sungai Citaru, hal ini banyak
meresahkan masyarakat, sehingga kepastian hukum menjadi hal yang paling
dibutuhkan oleh masyarakat khususnya di wilayah Majalaya.
14
Limbah Batu Bara Timbulkan Masalah dalam
http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=161852 diakses tanggal 28/10/20080:02:27
Batu bara menjadi salah satu alternative sumber energy yang diminati oleh
dunia usaha, disatu sisi batu bara mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari
bahan bakar minyak, namun disisi lain limbah yang dihasilkan masih sulit untuk
diselesaikan. Ketidakpastian status batu bara banyak menimbulkan pertentangan
dalam mayarakat mengenai statusnya yang diduga berbahaya bagi kesehatan
masyarakat.
Beberapa permasalahan penegakan hukum yang
terkait dengan budaya
hukum diantaranya budaya masyarakat yang menganggap sungai sebagai tempat
pembuangan. Kebiasaan masyarakat membuang kotoran ke sungai sudah sangat
membudaya. Oleh karenanya banyak pengusaha yang memilih lokasi pabriknya
disekitar sungai. Berdasarkan pada budaya ini mereka beranggapan bahwa lokasi
yang strategis untuk mendirikan pabrik adalah pinggir sungai.
Masyarakat juga beranggapan bahwa rusaknya lingkungan
adalah
merupakan risiko dari suatu proses pembangunan. Sepanjang mereka sejahtera
secara ekonomi dan pencemaran lingkungan tidak mengancam jiwa dan harta
bendanya mereka
tidak menganggap penting pelestarian fungsi lingkungan.
Kondisi demikian sangat mempengaruhi sikap masyarakat dalam proses
penegakan hukum. Masyarakat tidak merasa perlu untuk melapor kepada pihak
yang berwajib apabila pencemaran belum mengancam jiwa dan harta bendanya.
Dalam proses penyelesaian sengekata lingkungan baik di luar pengadilan maupun
secara litigasi, masyarakat seringkali mengabaikan tuntutan pemulihan lingkungan
dan lebih tertarik untuk meminta ganti kerugian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3
dirasakan masyarakat kecamatan Majalaya dilakukan tanpa konsultasi publik
dan sosialisasi yang memadai, mengakibatkan umumnya masyarakat tidak
mengetahui mengenai pengaturan dan pengelolaannya. Majalaya sebagai
kawasan industri mengalai banyak masalah yang diakibatkan oleh limbag batu
bara yang sampai saat ini belum ada pengaturan yang pasti mengenai status
bau bara sebagai kategori bahan beracun berbahaya, hal ini mengakibatkan
timbulna kekhawatiran dalam masyarakat tentang akibat yang akan
ditimbulkan oleh limbah tersebut dimasa yang akan datang.
B. Saran
Sosialisasi
melalui
penyuluhan
terhadap
pemberlakuan
Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 perlu secara proaktif sehingga
dalam pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang terkait dan kegiatan ini
secara tidak langsung dapat membantu instansi terkait daam sosialisasi
Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara langsung
akan berdampak kepada masyarakat di kawasan tersebut dan pemahaman
masyarakat tentang pengaturan dan status limbah yang menjadi permalahan di
suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 1996.
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Bina Cipta,
Bandung, 1981
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, Surabaya.
Soerjono Soekamto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum,
Alumni, Bandung, 1986
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1988.
Takdir Rahmadi, Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga
University Press, Surabaya, 2003.
LAPORAN PENELITIAN
Laporan Akhir, Sistem Penanganan Pembuangan Limbah B3 yang tidak
Memenuhi syarat, Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan lingkungan LPUnpad 1992
Laporan Akhir, Efektifitas Penaatan dan Penegakan Hukum Lingkungan di
Bidang Pengelolaan Limbah B3, Pusat Pengkajian Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Fakultas Hukum Unpad, 2006.
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
SUMBER INTERNET
Beberapa Industri Tekstil di Majalaya Diprotes Warga, Harian Umum Galamedia
Selasa,18 September 2007 <dalam www. bandungkab.go.id>
Limbah
Batu
Bara
Timbulkan
Masalah
dalam
http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=161852
diakses tanggal
28/10/20080:02:27
Peta dan Kondisi Geografis Kabupaten Bandung, <dalam www.
bandungkab.go.id>
Dokumentasi Kegiatan
Penyuluhan Hukum di Kecamatan Majalaya
Download