tesis serum darah tali pusat manusia dapat meningkatkan proliferasi

advertisement
TESIS
SERUM DARAH TALI PUSAT MANUSIA DAPAT
MENINGKATKAN PROLIFERASI FIBROBLAS PADA
TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) LEBIH BANYAK DARI
PADA SERUM FETUS SAPI
RITA LAHIRIN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS
iii
SERUM DARAH TALI PUSAT MANUSIA DAPAT
MENINGKATKAN PROLIFERASI FIBROBLAS PADA
TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) LEBIH BANYAK DARI
PADA SERUM FETUS SAPI
RITA LAHIRIN
NIM : 0790761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS
SERUM DARAH TALI PUSAT MANUSIA DAPAT
MENINGKATKAN PROLIFERASI FIBROBLAS PADA
iv
TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) LEBIH BANYAK DARI
PADA SERUM FETUS SAPI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Kekhususan Anti Aging Medicine
Program Pascasarjana Universitas Udayana
RITA LAHIRIN
NIM : 0790761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
v
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 10 JANUARI 2011
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS drg. Ferry Sandra,PhD,LFIBA,CIPM,MIPM
NIP : 194612131971071001
NIP :130356070
Mengetahui
Ketua Program Magister
Direktur
Ilmu Kedokteran Biomedik
Progam Pascasarjana
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof. Dr.dr. Wimpie I.Pangkahila, Sp.And.FAACS
vi
Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi,Sp.S(K)
NIP : 194612131971071001
NIP : 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 10 Januari 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No : 23/H14.4/HK/2011
Ketua :
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. FAACS
Anggota:
1. Dr. drg. Ferry Sandra, PhD, LFIBA, CIPM, MIPM
2. Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, Sp.And., PhD
3. Prof. Dr. dr Bagiada., MBiok, PhD
4. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.M.Kes.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia-Nya,sehingga penelitian dan
penyusunan tesis yang berjudul “Serum Darah Tali Pusat Manusia Meningkatkan
Proliferasi Fibroblas Pada Tikus (Galur Sel NIH3T3) Lebih Banyak dari pada
Serum Fetus Sapi” dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi
untukmeraihgelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana.
Dengan selesainya laporan penelitian ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua Program
Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana dan pembimbing I
yang telah memberikan banyak sekali semangat, masukan dan bimbingan
dan juga telah memacu penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini untuk
kemajuan ilmu yang baru berkembang yaitu Ilmu Kedokteran Anti
Penuaan ( Anti Aging Medicine).
2. Dr drg. Ferry Sandra, PhD, LFIBA, CIPM, MIPM selaku pembimbing II,
yang dengan sangat sabar memberikan pengarahan dan bimbingan yang
sangat berharga dalam menyusun tesis ini.
3. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And.selaku penguji yang telah
banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama
penyusunan tesis ini.
4. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp. BIOK. selaku penasehat akademik dan
penguji yang dengan sangat bersemangat membimbing dan banyak sekali
memberi masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan
manfaatnya pada penulis selama penyusunan tesis ini.
viii
5. Dr. dr. Ida Sri Iswari, dr SpMK. Mkes. selaku penguji yang sangat sabar
dalam membimbing, mengarahkan dan memberi masukan yang sangat
berharga, dari awal penyusunan penelitian sampai selesainya tesis ini.
6. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan tekun dan sabar memberikan
bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam analisis statistik.
7. Para dosen pengajar Progam Studi Ilmu Biomedik Progam Pascasarjana
Universitas Udayana, teman-teman sependidikan dan seluruh karyawan
bagian Ilmu Biomedik, serta semua pihak yang telah membantu selama
pendidikan, penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu..
8. Dr. I Made Oka Negara beserta staf bagian Andrologi dan Seksologi FK
Universitas Udayana (dr. Pram, Ibu Eni dan Bapak Edi ) serta teman-teman
mahasiswa Program Magister Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine
atas doa, semangat dan dorongannya.
9. Kolonel Ckm drg. Normadyanto, MARS, selaku Kepala RS. Tk. II Moh
Ridwan Meuraksa periode tahun 2009 - saat ini yang memberikan ijin
menyelesaikan
pendidikan
dan
sangat
membantu
memperlancar
pelaksanakan penelitian ini di RS. Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta.
10. dr Herman Sasongko, SpO.G. dan dr Matius Simuluk G., SpO.G. yang
telah memberikan ijin dan ikut membantu dalam pengumpulan darah tali
pusat serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu
tapi telah membantu dalam pengumpulan darah tali pusat di RS.Tk.II.Moh.
Ridwan Meuraksa.
11. Drs Dwi Agustina, M.Si, yang telah dengan tekun dan sabar memberi
pengarahan, petunjuk dan bantuan dalam melaksanakan penelitian ini.
12. Drs Indra Bachtiar, M.Si, PhD, yang telah dengan tekun dan sabar
memberi pengarahan dan petunjuk dalam penulisan tesis ini.
13. Oktasari Suryanti, A.Md serta para karyawan lainnya di Stem Cell And
Cancer Institute (SCI), yang selalu memberikan semangat dan sudah
banyak sekali membantu selama melakukan penelitian.
ix
14. Keluarga terkasih, suami tercinta Timmy, terimakasih atas dukungan yang
luar biasa. Serta kedua orang tua, saudara-saudara atas doa, dukungan dan
pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Pengasih, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada
mereka semua.
Denpasar, Januari 2011
Penulis.
x
ABSTRAK
SERUM DARAH TALI PUSAT MANUSIA MENINGKATKAN
PROLIFERASI FIBROBLAS PADA TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) LEBIH
BANYAK DARI PADA SERUM FETUS SAPI
Menua (menjadi tua atau aging) adalah suatu proses kompleks yang
dipengaruhi stimulasi lingkungan dan sistem dalam tubuh. Proses ini terjadi
secara perlahan-lahan dengan hilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Penyakit
yang berhubungan dengan umur, kanker dan aterosklerosis, menunjukkan
kegagalan dalam regulasi proliferasi sel.
Penelitian
kepada hUCB yang dikultur menjadi serum dapat
menggantikan posisi serum fetus sapi (Fetus Bovine Serum, FBS) yang mudah
terinfeksi oleh berbagai bakteri patogen dan selama ini digunakan dalam banyak
pengembangbiakan sel.
Serum darah tali pusat manusia (Human Umbilical Cord Blood Serum,
hUCBS) merupakan sumber yang kaya berbagai sitokin dan berbagai macam
faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup
dari berbagai jenis sel seperti sel punca, fibroblas, kerationosit,dll.
Penuaan fibroblas berasal dari lapisan dermal kulit telah dilaporkan dalam
beberapa penelitian dan fibroblas merupakan sel yang paling mudah dikultur.
Fibroblas merupakan sel yang paling banyak terdapat di jaringan ikat, dapat
membuat kolagen, glikosaminoglikan, retikuler, serat elastin dan glikoprotein
yang merupakan bagian dari matriks ekstraselular sehingga peningkatan fibroblas
mempengaruhi elastisitas kulit, kelenturan otot, kekuatan tulang, dan lain-lain
dimana hal ini sangat penting dalam proses penuaan dini seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa hUCBS dapat
meningkatkan proliferasi fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3) dari pada FBS.
Sampel dari penelitian ini adalah Fibroblas dari Galur sel NIH 3T3 berasal dari
tikus putih Swiss (Mus musculus). Fibroblas dikultur dalam medium DMEM
dengan ditambah berbagai konsentrasi FBS dan hUCBS.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan
menggunakan rancangan pre dan post test control group design yang dilakukan di
Stem Cell and Cancer Institute, pada bulan Mei – Oktober 2010.
Dalam penelitian ini dilakukan 45 pemeriksaan pada galur fibroblas NIH3T3
sebagai sampel, yang terbagi menjadi 5 (lima) kelompok, masing-masing
kelompok berjumlah 9s ediaan, yaitu kelompok kontrol (DMEM), kelompok
DMEM + FBS 10%, kelompok DMEM + hUCBS 5%, kelompok DMEM +
hUCBS 10%, dan kelompok DMEM + hUCBS 20%.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hUCBS meningkatkan proliferasi
fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3) lebih banyak dibandingkan FBS secara
bermakna dan konsentrasi serum menentukan proliferasi fibroblas yaitu semakin
tinggi kosentrasi serum, semakin tinggi proliferasi fibroblas disamping itu terbukti
total protein pada hUCBS lebih tinggi dibanding FBS dimana hal ini diduga
berhubungan dengan peningkatan proliferasi fibroblas.
Kata Kunci : Serum Darah Tali Pusat Manusia, Serum Fetus Sapi, NIH3T3,
Proliferasi
xi
Abstract
HUMAN UMBILLICAL CORD BLOOD SERUM ENHANCED
PROLIFERATION HIGHER THAN FETAL BOVINE SERUM IN RAT
FIBROBLASTS (NIH3T3 CELLS)
Aging is a complex process influenced by environmental stimulation and
body system.The process is caused by disappearance of the tissues capacity to
improve or replace themselves and to maintain the structure and function
normally. Aged-related diseases, cancer and atherosclerosis indicate failures of
cell proliferation regulation. Until now, Human Umbilical Cord Blood (hUCB) has
been used as a source for stem cell transplantation. Presumably there are many
other benefits that need to be revealed from the hUCB, for example in increasing
fibroblast proliferation.
Research in hUCB reported that UCB Serum (hUCBS) can replace Fetal
Bovine Serum (FBS). FBS has been used in many cell culture, however it is easily
infected by various bacterial pathogens.Meanwhile, hUCBSis a rich source of
cytokines and various growth factors,which is necessary for growth and survival
of various cell types such as stem cells and fibroblast.
Fibroblasts are the easiest cell to be cultured and the most numerous cells
in the connective tissue. Fibroblastcan make collagen, glycosaminoglycan,
reticular, elastin fibers and glycoproteins, which are part of the extracellular
matrix. Fibroblasts influence the increase in skin elasticity and flexibility, muscle,
bone strength, and others. This fibroblast is potential and very importance to avoid
the process of premature aging.
Objective of this study is to find out whether hUCBS can enhanced
proliferation higher than FBS in rat of fibroblasts (NIH3T3 cells). The sample of
this research is NIH3T3 cells derived from Swiss white mice
(Musmusculus).NIH3T3 cells were culture in DMEM medium with or without
various concentrations of hUCBS or FBS.
This study was conducted in the scheme of laboratory experimental
research, while the research design is pre- and post-test controlled group. The
research was conducted in Stem Cell and Cancer Institute starting from May until
October 2010. Populations of NIH3T3 cells were divided into 5 groups and 45
examination: control (DMEM), DMEM+FBS10%, DMEM+hUCBS 5%,
DMEM+hUCBS 10%, DMEM + hUCBS 20% groups.
Research results were analyzed for the normality and homogeneity tests,
while significant of the research result was tested with SaphiroWilk, Levene’s,
Kruskal Wallis and Mann Whitney tests.
Research results concluded that hUCBS increased proliferation of
fibroblast significantly higher than FBS in NIH3T3 cells. hUCBS contained higher
protein concentration than FBS. Taken together higher protein concentration of
hUCBS might be related to its potential in inducing proliferation of NIH3T3.
Key words : human umbilical cord blood serum, fetal bovine serum, NIH3T3,
proliferation
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM
i
PRASYARAT GELAR
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
v
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1.
Latar Belakang
1
1.2.
Rumusan Masalah
6
1.3
Tujuan Penelitian
6
1.3.1.
Tujuan Umum
6
1.3.2.
Tujuan Khusus
6
1.4.
Manfaat Penelitian
7
1.4.1.
Manfaat Ilmiah
71
1.4.2.
Manfaat Praktis
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1.
Penuaan Dini
8
2.3.
Regenerasi
14
2.4.
Galur Sel NIH/3T3
17
xiii
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
Serum Fetus Sapi (Fetal Bovine Serum)
21
2.5.1.
23
Proses Terjadinya FBS
Selaput Janin dan Plasenta
26
2.6.1.
Peredaran Darah Plasenta
27
2.6.2.
Fungsi Plasenta
28
Darah Tali Pusat (Human Umbilical Cord Blood / HUCB)
29
2.7.1.
Serum darah tali pusat manusia (Human Umbilical Cord
Blood Serum)
32
2.7.2.
Proses Terjadinya Serum Darah Tali Pusat
Protein
35
35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
40
3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
40
3.2.
Hipotesis
42
BAB IV METODE PENELITIAN
43
4.1.
Rancangan Penelitian
43
4.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
44
4.2.1.
Tempat Penelitian
44
4.2.2.
Waktu Penelitian
44
4.2.3.
Populasi dan Sampel
44
4.2.3.1.
Penentuan Besar Sampel
45
4.3.
Variabel Penelitian
46
4.4.
Definisi Operasional
47
4.5.
Prosedur-Prosedur dan Bahan-bahan Penelitian
49
4.5.1.
Prosedur Pengumpulan HUCB
49
4.5.2.
Prosedur Isolasi Serum dari HUCB
50
xiv
4.5.3.
Metode Thawing dan Kultur NIH3T3
51
4.5.4.
Prosedur Penelitian hUCBS pada Fibroblas
53
4.5.5.
Prosedur 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide (MTT) assay
54
4.5.6. Prosedur pemeriksaan protein dengan nanodrop
54
4.6.
Alur Penelitian
55
4.7.
Analisis Data
56
BAB V HASIL PENELITIAN
58
5.1
Uji Normalitas Data
58
5.2
Uji Homogenitas Data antar Kelompok
59
5.3
Jumlah Fibroblas
60
5.3.1
Uji komparabilitas
60
5.3.2
Analisis efek perlakuan antar Serum
60
5.3.3
Analisis Efek Perlakuan antar Dosis HUCBS
67
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
71
6.1.
Subyek Penelitian
71
6.2
Serum Darah Tali Pusat Manusia Meningkatkan Jumlah Sel
71
6.2.1 hUCBS10% Meningkatkan Proliferasi Fibroblas Lebih Baik
Dibanding FBS 10%
71
6.2.2 Peningkatan Kosentrasi hUCBS Menyebabkan Peningkatan
Proliferasi Fibroblas
75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
78
7.1
Simpulan
78
7.2
Saran
78
xv
DAFTAR PUSTAKA
80
LAMPIRAN
88
Lampiran 1
Uji Normalitas Data Jumlah Sel
88
Lampiran 2
Uji Kruskal-Wallis Jumlah Sel antara Kelompok
Kontrol, FBS, dan Serum Tali Pusat
88
Uji Mann-Whitney antara Kontrol dengan Kelompok
FBS
89
Uji Mann-Whitney antara Kontrol dengan Kelompok
Serum Tali Pusat Manusia
90
Uji Mann-Whitney antara Kelompok FBS dengan
Kelompok Serum Tali Pusat Manusia
91
Uji Kruskal-Wallis Jumlah Sel antara Kelompok Serum
Tali Pusat dosis 5%, 10%, dan 20%
91
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat
Manusia dosis 5% dengan 10%
92
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat
Manusia dosis 5% dengan 20%
93
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat
Manusia dosis 10% dengan 20%
94
Lampiran 10
Analisis Regresi Linier
94
Lampiran 11
Analisis Total Protein
95
Lampiran 12
Foto-foto Penelitian
97
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Persetujuan Ethical Clearance
102
Persetujuan Penelitian Rs.Ridwan Meuraksa
104
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1
Fibroblas (Alberts, dkk, 2002)
11
Gambar 2. 2
Galur Sel NIH/3T3
17
Gambar 2. 2.1 Albino Swiss Mouse Embryo Fibroblast
21
Gambar 2. 3
Fetus Sapi
23
Gambar 2. 4
Normal Placenta (Grunebaum, 2008)
26
Gambar 2. 5
Peredaran Darah Plasenta (King, 2003)
27
Gambar 2. 6
Peredaran Darah Plasenta (Vorvick, dkk, 2010)
28
Gambar 2. 7
Bayi dan Tali Pusat
38
Gambar 2. 8
Tali Pusat dan Vena Umbilikalis
39
Gambar 2. 9
Pengambilan HUCB
39
Gambar 2. 10 Plasenta dan Tali Pusat
39
Gambar 3. 1
Kerangka Konsep Penelitian
42
Gambar 4. 1
Bagan Rancangan Penelitian
43
Gambar 4. 2
Alur Penelitian
55
Gambar 5. 1
Grafik Peningkatan Jumlah Fibroblas setelah Diberikan
Perlakuan dengan Berbagai Medium
62
Grafik Peningkatan Jumlah Fibroblas Setelah
DiberikanPerlakuan dalam Dosis HUCBS yang Berbeda
65
Gambar 5. 3
Grafik Perbandingan Total Protein FBS dengan HUCBS
68
Gambar 5.4
Foto sel NIH3T3 dengan beberapa perlakuan
69
Gambar 5. 2
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1
Profil dari Serum Fetus Sapi GIBCO
25
Tabel 4. 1
Formulasi DMEM
47
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Jumlah Sel Fibroblas Sesudah Perlakuan 59
Tabel 5.2
Uji Homogenitas Jumlah Sel antara Kelompok Kontrol,FBS,
dan HUCBS
60
Tabel 5.3
Uji Homogenitas Jumlah Sel antara Kelompok HUCBS Dosis
5%, 10%, dan 20%.
60
Tabel 5.4
Rerata Jumlah sel fibroblas antar Kelompok sesudah diberikan
Perlakuan
61
Tabel 5.5
Analisis Perbedaan Jumlah Sel Fibroblas Sesudah Perlakuan
antar Kelompok
63
Tabel 5.6
Rerata Jumlah Sel Fibroblas Sesudah Diberikan Perlakuan
64
Tabel 5.7
Analisis Perbedaan Jumlah Sel Fibroblas Sesudah
PerlakuanAntar Kelompok
66
Rerata Total Protein antar Kelompok FBS DAN HUCBS
67
Tabel 5.8
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh,
tidak dapat berkembang lagi, tetapi karena proses penuaan justru terjadi penurunan
fungsi berbagai organ tubuh. Penurunan secara progresif ini akan membuat
manusia kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan terjadi penumpukan
distorsi metabolisme struktural yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif
(seperti hipertensi, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain) dan akan menyebabkan
kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik.
Menua (menjadi tua atau aging) adalah suatu proses kompleks yang dapat
disebabkan oleh stimulasi lingkungan dan sistem dalam tubuh dimana terjadi
proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya. Hal ini perlu dicatat bahwa penyakit yang berhubungan dengan umur,
kanker dan aterosklerosis, menunjukkan kegagalan dalam regulasi proliferasi sel
(Phipps, dkk 2007).
Teori tentang penuaan pun banyak bermunculan yang pada pokoknya
dibagi menjadi 4 teori seperti teori wear and tear, teori neuroendokrin, teori
kontrol genetik dan teori radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007). Berbagai
upaya menghambat proses penuaan (anti aging) diusahakan dengan harapan
dilakukan dengan cara yang sehat dan benar, yaitu yang mempunyai dasar dan
bukti ilmiah (Pangkahila, 2007).
2
3
Penuaan fibroblas yang berasal dari lapisan dermal kulit telah dilaporkan
dalam beberapa penelitian. Meskipun, data-data tersebut tidak sangat meyakinkan,
tetapi pada umumnya, dermal fibroblast
mempunyai potensi replikatif
sehingga
dari donor yang lebih tua kurang
mengalami penuaan lebih awal
dibandingkan dengan fibroblas yang berasal dari lapisan dermal donor yang muda
(Dimri dan Dellambra, 2008).
Fibroblas adalah tipe sel yang dapat mensintesa matriks ekstraselular dan
kolagen yang memegang peranan penting dalam proses penyembuhan luka.
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat. Fibroblas
membuat kolagen, glycosaminoglycan, retikuler, serat elastin, dan glikoprotein
yang merupakan bagian dari matriks ekstraselular sehingga peningkatan fibroblas
mempengaruhi elastisitas kulit, kelenturan otot, kekuatan tulang, dan lain lain
dimana hal ini sangat penting dalam mencegah proses penuaan dini (antiaging)
seseorang (Koller, dkk, 2002).
Faktor pertumbuhan merupakan salah satu protein yang secara alami
mampu
merangsang pertumbuhan sel, proliferasi dan differensiasi sel.
Pertumbuhan dan differensiasi sel diatur oleh protein faktor pertumbuhan.
Misalnya faktor pertumbuhan saraf (Nerve Growth Factor, NGF) akan
merangsang pertumbuhan jaringan saraf, faktor pertumbuhan fibroblas (Fibroblast
growth factor, FGF) akan merangsang pertumbuhan fibroblas (Stryer, 2000).
Protein adalah biomolekul yang sesungguhnya, karena senyawa ini yang
menjalankan berbagai fungsi dasar kehidupan, antara lain protein berkontraksi
melakukan gerak, menjalankan berbagai proses metabolisme dalam bentuk enzim,
pertumbuhan sel (Sadikin, 2001).
3
4
Fibroblas adalah sel yang paling mudah dikultur dari vertebrata dan telah
digunakan sangat luas dalam banyak penelitian kultur jaringan.
Kultur yang
paling awal diadakan pada awal abad 20, sehingga sampai saat ini sudah hampir
mempunyai pengalaman 100 tahun dengan jenis sel ini. Medium yang dipakai
pun bermacam-macam diantaranya serum fetus sapi (Carrel, 1912).
Serum fetus sapi / Fetus Bovine Serum (FBS) merupakan bagian dari
plasma yang tersisa setelah pembekuan darah dan yang paling banyak digunakan
karena mengandung lebih banyak antibodi dan faktor pertumbuhan, yang
memungkinkan fleksibilitas dalam berbagai aplikasi. FBS digunakan dalam kultur
sel eukariotik (FDA, 1991).
FBS ini mudah terinfeksi oleh berbagai bakteri patogen. Bahkan dalam
jumlah tertentu FBS yang digunakan ini, walaupun telah dibersihkan dengan baik,
tetap dapat menyebabkan toksisitas pada manusia (Yamaguchi, 2002; Stute, 2004;
Mizuno, 2006). Risiko penularan dari bakteri patogen dan zoonosis dari
penggunaan FBS dianggap kecil (Doerr, dkk, 2003). Namun, hewan merupakan
potensi sumber kontaminan mikrobiologi, khususnya mikoplasma, virus sapi, dan
patogen lainnya, dan bakteri yang dapat menyebabkan ensefalopati spongiform
sapi atau penyakit Creutzfeldt-Jakob (Klein dan Dumbledore, 1993).
Berbagai peneliti menggunakan serangkaian teknik, termasuk filtrasi, dan /
atau radiasi, untuk mengurangi kontaminasi mikroba apapun. Sebagai akibat dari
masalah ini, sel dan organ transplantasi program tidak merekomendasikan
penggunaan suplemen FBS (Koivisto dkk, 2004). Selain itu, penggunaan klinis
FBS juga melibatkan peradangan lokal, produksi antibodi terhadap xenoproteins,
4
5
dan non engraftment karena respon imun xenogenic (Stute, dkk, 2004). Semua
faktor-faktor ini meningkatkan pertanyaan tentang biosafety yang terlibat dalam
penggunaan FBS dalam sistem sel yang membawa potensi terapeutik.
Untuk mengatasi keterbatasan fungsi dari FBS ini, telah dilakukan
penelitian dengan menggunakan berbagai hal termasuk penggunaan serum
kambing (Paranjape, 2004), cairan mata sapi dalam kombinasi dengan plasma
defibrinated domba, dan serum autologus darah manusia ([ABS]; Filipic, dkk,
2002. ). Sebelumnya upaya untuk menggantikan FBS oleh serum kambing pada
kultur sel, terutama sel-sel hibridoma, menghasilkan sukses kecil karena
mengatasi sifat racun dari serum kambing. Penambahan campuran kedelai untuk
serum kambing diusulkan agar kompatibel dengan FBS, namun kultur jangka
panjang menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi dengan serum kambing
(Deshpande, dkk, 2000). Dilakukan pula penelitian dengan menggunakan stroma
sumsum tulang yaitu penggunaan serum darah perifer manusia (Yamaguchi, 2002;
Stute, 2004; Mizuno, 2006).
Serum darah perifer manusia dewasa tidak memiliki banyak faktor
pertumbuhan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup maupun perluasan
pertumbuhan suatu sel. Selain membutuhkan darah segar dalam volume besar
untuk pengerjaannya, darah perifer manusia bukan merupakan bahan buangan
(seperti darah tali pusat manusia / Umbilical Cord Blood (UCB), yang akan
dibuang segera setelah bayi dilahirkan) sehingga akhirnya tidak digunakan untuk
kultur sel, kultur jaringan maupun organ invitro.
Selain itu, dibandingkan dengan serum darah perifer, serum darah tali
pusat manusia / Human Umbilical Cord Blood Serum, (hUCBS) merupakan
5
6
sumber yang lebih kaya berbagai sitokin dan berbagai macam faktor pertumbuhan
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari berbagai jenis
sel seperti sel punca, jaringan maupun organ (Savarese, dkk, 2007).
Saat manusia baru yang tumbuh dan berkembang dalam rahim ibu,
terbentuklah plasenta yang berisi darah untuk memberi nutrisi bagi semua organorgan vital janin dan untuk membawa produk limbah kembali ke ibu. Darah janin
di dalam plasenta yang berisi produk-produk limbah dari janin ditukar dengan
produk nutrisi dan oksigen dari ibu melalui vena umbilikalis. Sekitar 30% - 40%
darah dari janin, beredar di dalam plasenta setiap saat untuk mengalir dari dan
kembali ke ibu. Kehamilan menimbulkan perubahan molekul dan biokimia dimana
terdapat penyatuan antara dua genom yang terpisah atau berbeda yaitu janin dan
ibu, beroperasi di dalam satu tubuh yaitu tubuh ibu. Ada interaksi langsung dan
tidak langsung antara ibu, embrio atau janin, plasenta, membran ekstra amnion dan
cairan ketuban. Dan darah tali pusat membawa semua nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan pertumbuhan dari organisme sesuai dengan usia
kehamilan (Bhattacharya, 2009).
Keuntungan
penggunaan
hUCB
adalah
kemudahan
pengadaan,
pengolahan, dan penyimpanan, tidak ada risiko donor, memiliki sifat
imunogenisitas yang lebih rendah, isolasinya tidak membutuhkan prosedur yang
invasif, penerimaannya tidak membutuhkan ketepatan 100% Human Leucocyte
Antigen (HLA) (Ryan, 2005).
Selama ini hUCB dipakai sebagai salah satu sumber transplantasi sel punca
(stem cell). Diduga masih banyak manfaat lain yang perlu diungkap dari hUCB
tersebut. Pada kesempatan ini, saya mencoba meneliti bahwa hUCB yang dikultur
6
7
menjadi serum dapat menggantikan posisi FBS yang selama ini digunakan dalam
banyak pengembangbiakan sel serta berapa total protein yang terkandung dalam
hUCB dimana kita telah mengetahui bahwa salah satu yang memegang peranan
dalam proses pertumbuhan adalah protein .
Studi
yang menguji tentang kemampuan hUCBS yang lebih baik
dibanding FBS dalam peningkatan proliferasi fibroblas pada galur NIH3T3
memang belum pernah dilakukan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi alternatif pengganti FBS dalam mengembangkan cara klinis yang cocok
untuk manusia.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut :
Apakah serum darah tali pusat manusia dapat meningkatkan proliferasi fibroblas
pada tikus (galur sel NIH3T3)lebih banyak daripada Serum darah sapi?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mencari bahan untuk meningkatkan proliferasi fibroblas manusia secara
bermakna baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup manusia.
1.3.2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa serum darah tali pusat
manusia dapat meningkatkan proliferasi fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3)
lebih banyak dari pada serum darah sapi.
7
8
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Ilmiah
Untuk mendapatkan data ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan acuan
untuk memberikan informasi yang tepat, sekaligus membuktikan bahwa serum
darah tali pusat manusia dapat meningkatkan proliferasi fibroblas pada tikus (galur
sel NIH3T3) lebih banyak dari pada serum darah sapi.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Pemanfaatan serum darah tali pusat
(yang biasanya dibuang) untuk
penelitian maupun untuk aplikasi klinis yang menunjang
kesehatan
manusia khususnya perlambatan penuaan dini (antiaging) dengan
merangsang proliferasi fibroblas.
2. Dapat bermanfaat dalam pemilihan sumber serum yang baik untuk
penelitian ataupun sebagau landasan aplikasi klinis pada manusia
misalnya untuk memperbaiki kolagen kulit, menjadi media kultur sel
punca,
dll.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penuaan Dini
Penuaan merupakan bagian integral kehidupan, berawal pada konsepsi,
terjadi tataran kromosom, sel, organ, tumbuh dan berkembang, yang kemudian
berakhir pada kematian. Mengapa orang dan hewan menua, merupakan suatu
pertanyaan dan mengapa berbagai usia manusia dipengaruhi dengan laju yang
berbeda.
Akan tetapi umur menurut penanggalan (chronological age) tidak selalu
sama dengan umur biologis (biological age). Di dalam kehidupan sehari-hari
perbedaan antara kedua jenis umur tersebut juga dapat ditemukan, misalnya orangorang tertentu tampak cepat menjadi tua sedangkan orang-orang lain yang seusia
memberi kesan lebih muda, dimana hal ini dapt dilihat dari penampilan tubuh,
fungsi mental, penampilan seksual sampai kekuatan fisiknya (Pangkahila, 2007,
Goldman dan Klatz, 2007). Alasan ini menyebabkan usia menurut penanggalan
saja tidak cukup untuk menilai usia biologis seorang individu. Proses penuaan ini
juga dapat terjadi lebih cepat atau lebih lambat tergantung pula dari kesehatan
masing-masing individu (Fowler, 2003).
Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh waktu ditemukan didalam
makromolekul lain yang banyak terdapat dialam, seperti pada karet. Persamaan ini
menyebabkan proses yang terjadi pada usia lanjut dianggap sebagai proses
menjadi tuanya makromolekul (macromolecular aging), sebagai sesuatu proses
yang wajar.
Mekanisme kontrol secara keseluruhan yang menentukan usia suatu
individu dan pengawetan sistem organnya tidak diketahui, namun jelas melibatkan
9
10
faktor yang keturunan/genetik dan pengaruh lingkungan. Kajian biologis terhadap
penuaan telah dipusatkan pada penuaan dalam tatanan sel, dan khususnya penentu
kelangsungan hidup sel dalam biakan jaringan invitro. Terdapat dua hipotesis
utama penuaan sel, yaitu yang pertama, penuaan adalah progam dimana hal ini
berdasarkan pemikiran bahwa sejak konsepsi hingga kematian, perkembangan
manusia diperintah oleh jam biologis yang mengatur waktu yang tepat untuk
sejumlah perubahan. Yang kedua, penuaan adalah suatu kebetulan menyatakan
organisme menjadi tua oleh sejumlah kejadian acak, seperti kerusakan DNA oleh
radikal bebas, atau hanya wear and tear dari kehidupan sehari-hari. Teori tentang
penuaan pun banyak bermunculan tetapi pada pokoknya dibagi menjadi 4 teori
yaitu teori wear and tear, teori neuroendokrin, teori kontrol genetik dan teori
radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
Beberapa peneliti percaya bahwa mereka telah mengindentifikasi senyawa
yang dapat berdifusi, yang dapat menghambat sintesis DNA, sehingga dengan
demikian membuat sel menjadi berstatus pratua yang membuatnya tidak lagi
mampu membelah. Selanjutnya, sindrom yang diturunkan pada penuaan prematur
berhubungan dengan abnormalitas reparasi DNA (DNA repair) (Spector dan
Spector, 2002).
Dasar penuaan sel didukung oleh terbatasnya usia sel dalam biakan
fibroblas manusia dimana dalam kondisi ideal mempunyai kemampuan membelah
50 kali. Fibiroblas dalam kasus Sindrom Werner, yaitu suatu penyakit penuaan
prematur yang berhubungan dengan aberasi kromosom, memiliki umur
pembelahan lebih pendek dalam biakan sel (Spector dan Spector, 2002).
11
Perubahan jaringan pengikat pada orang tua terjadi pada kita semua. Kulit
menjadi kering, berkeriput dan tidak elastis, ini berkaitan dengan turunnya
kandungan air pada kulit dari 86% pada bayi yang baru lahir menjadi 60% pada
usia lanjut. Perubahan-perubahan juga terjadi pada jaringan antar sel yaitu
fibroblas yang berkaitan dengan kolagen, elastin dan proteoglikan. Proteoglikan
berkurang pada usia lanjut dan kandungan asam hialuronatnya menurun karena
molekul ini mengikat air dengan mudah, dapat membantu menerangkan keringnya
kulit orang-orang berusia lanjut. Juga serat elastin yang berkurang, menyebabkan
hilangnya kelenturan kulit. Panjangnya usia sel pada lapisan kulit juga menurun,
usia rata-rata sel epidermis turun dari 100 hari pada bayi yang baru lahir menjadi
46 hari pada usia lanjut. Situasinya menjadi lebih jelek karena disertai
menurunnya mitosis epidermis.
Perubahan-perubahan pada kulit lansia (Norman, 2003), bisa bersifat
histologik, fisiologik maupun klinik, dan terjadi karena proses penuaan, baik
bersifat intrinsik, maupun ekstrinsik (photoaging). Perubahan-perubahan tersebut
antara lain bentuk dan ukuran sel, menurunnya melanosit, penurunan jumlah sel
langerhans. Dermis relatif mengalami penurunan jumlah sel, vaskularisasi
berkurang, hilangnya fungsi elastisitas, yang berakibat banyak terjadi kerutan
(wrinkle). Demikian pula saraf, mikrosirkulasi serta kelenjar keringat mengalami
penurunan secara garis besar, yang merupakan predisposisi untuk terjadinya
penurunan termoregulasi, sensitivitas terhadap rasa panas. Kuku mengalami
penurunan kecepatan pertumbuhan, dengan terjadinya penipisan pada lempeng
kuku, serta terjadinya kerapuhan dan keretakan kelenjar lemak subkutan
12
mengalami atrofi, misalnya pada pipi, ekstremitas bagian distal, tetapi terjadi
hipertrofi pada paha (perempuan) dan perut (pria) (Norman, 2003).
Kolagen merupakan sejenis protein yang terbanyak terdapat didalam tubuh
binatang dan manusia. Zat ini merupakan bagian fibrus (fibreous) utama didalam
jaringan-jaringan kulit, tendo, ligamen, tulang rawan, tulang dan lensa mata.
Dengan menetapkan usia biologis serat kolagen dari seorang individu maka usia
biologis individu tersebut juga akan diketahui. Satu sifat kolagen yang telah
diketahui sejak dahulu ialah bahwa serat kolagen (yang misalnya terdapat didalam
jaringan tendon) mengkerut (kontraksi) bila serat tersebut dimasukkan didalam air
panas (Alberts, dkk, 2002).
2.2.
Fibroblas
Fibroblast
Gambar 2. 1
Fibroblas (Alberts, dkk, 2002)
Jaringan ikat dibawah epithelial cell sheet yang sebagian besar disekresi
oleh fibroblas
13
Setiap sel saling berhubungan satu dengan lainnya melalui berbagai cara.
Waktu mereka bersatu membentuk jaringan atau organ. Beberapa jaringan, seperti
epitel pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang rapat dan saling
melekat erat secara langsung dengan sedikit sekali ruang antara. Kelompok jenis
ini adalah lunak dan lentur dan tidak dapat mempertahankan bentuk organ ataupun
memperkuat
seluruh
tubuh.
Sebenarnya
jaringan
penyambunglah
yang
mempersatukan sel-sel tersebut menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki
substansi interselular, secara harafiah jaringan penyambung merupakan zat antara
sel. Zat ini merupakan kolagen yang adalah suatu protein yang dihasilkan dalam
bentuk serabut yang amat kuat (seperti tendo dan ligamentum dan elastin) yang
juga dibentuk menjadi serabut, serta mempunyai sifat-sifat kenyal. Diantara
serabut-serabut elastik ini terdapat matriks atau zat dasar seperti agar-agar.
Kombinasi serabut kuat dan serat elastik serta matriks memberikan kekuatan,
bentuk dan gaya pegas pada tubuh. Pada rangka, zat antar sel ini diisi dengan
garam-garam kalsium, menghasilkan tulang penyokong tubuh yang kuat (Mescher,
2010).
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat.
Fibroblas adalah sel memanjang yang dibedakan terutama oleh banyaknya
anyaman retikulum endoplasma kasar yang melapisi rongga lebar dalam
sitoplasmanya. Mikrokop eletron biasanya mengungkapkan, berkas-berkas
kolagen dengan pita-pita transversal teratur yang khas, yang berhubungan erat
dengan bagian luar sel. Ia berfungsi membuat serat dan substansi interselular
amorf. Fibroblas aktif mempunyai banyak sitoplasma yang bercabang-cabang
tidak teratur, Intinya lonjong, besar dan berwarna pucat, dengan kromatin halus
14
dan suatu anak inti yang jelas. Sitoplasmanya penuh dengan retikulum endoplasma
kasar tetapi aparatus golginya berkembang dengan baik. Dua tahap aktivitas (yaitu
aktif dan diam) diamati dalam sel ini. Sel dengan aktifitas sintetik besar secara
morfologis berbeda dari fibroblas tenang yang tersebar di dalam matriks yang
telah dibuatnya. Beberapa ahli histologi memakai istilah fibroblas untuk menyebut
sel aktif dan sel diam disebut fibrosit (Mescher, 2010).
Fibrosit adalah sel yang lebih kecil daripada fibroblas. Ia cenderung
berbentuk gelendong, dengan lebih sedikit cabang-cabangnya daripada fibroblas.
Ia memiliki inti yang panjang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat
asidofil serta mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar. Bila cukup
dirangsang, fibrosit dapat berubah menjadi fibroblas dan aktivitas sintetiknya
diaktifkan kembali. Hal ini terjadi pada penyembuhan luka dan dalam keadaan
demikian sel-sel mengambil bentuk dan tampak seperti fibroblas muda.
Miofibroblas, suatu sel dengan gambaran fibroblas dan otot polos, juga diamati
selama penyembuhan luka. Sel ini mempunyai sifat morfologis sebagai suatu
fibroblas tetapi mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin. Aktivitas selsel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera jaringan, suatu proses
yang disebut kontraksi luka (Mescher, 2010).
Fibroblas
membuat
serat-serat
kolagen,
retikulin,
elastin,
glikosaminoglikan dan glikoprotein dari substansi intersellular amorf. Serat
kolagen adalah serat yang paling banyak dijumpai dalam jaringan penyambung.
Serat-serat kolagen segar merupakan benang-benang tanpa warna, namun bila
terdapat dalam jumlah besar akan menyebabkan jaringan tempat beradanya
tampak putih, misalnya pada tendon dan aponeurosis (Mescher, 2010).
15
Serat kolagen bersifat tidak elastis dan karena konfigurasi molekulnya, memiliki
daya rentang lebih besar dari baja. Akibatnya kolagen memberi gabungan
fleksibilitas dan kekuatan unik pada jaringan yang menampungnya. Serat kolagen
terdiri atas serabut tebal berhimpit padat, dengan garis tengah rata-rata 75 nm pada
mamalia. Garis tengah serat bergantung pada jumlah fibril/serabut yang
dikandungnya. Pada banyak bagian tubuh, serat kolagen tersusun dalam deretan
pararel, membentuk berkas kolagen (Alberts, dkk, 2002)
Fibroblas mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel, dan
polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut.Pada
orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan.
Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu bila
jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).
2.3.
Regenerasi
Kesembuhan merupakan prasyarat bagi regenerasi jaringan lain dan suatu
bentuk regenerasi bagi dirinya sendiri, di sini terdapat pertumbuhan kembali epitel
yang menutupinya dan jaringan pengikat yang melandasinya.
Setiap jaringan yang beregenerasi jelas harus mengembangkan pembuluh
darah, limfa, dan saraf yang baru. Ciri khusus jaringan pengikat yang mengalami
rekonstitusi adalah aktivitas fibroblasnya. Fibroblas adalah sel mesenkim dasar
jaringan dewasa yang sifat utamanya adalah sintesis komponen-komponen
jaringan pengikat, yakni kolagen dan mukopolisakarida. Osteoblas dan kondrosit
yang masing-masing membentuk tulang dan kartilogo barangkali merupakan
keluarga dekat. Sesungguhnya fibroblas di tepi luka dapat terlihat membelah dan
bermigrasi ke dalam luka pada saat yang sama dengan timbulnya kuncup-kuncup
16
pembuluh dan dengan laju kira-kira 0,2 mm per hari. Di dalam luka mereka terus
membelah dan kira-kira enam hari sesudah datangnya fibroblas, fibril kolagen
pertama dapat dikenali, dengan garis-garis melintang pada interval 64nm (Spector
dan Spector, 2002).
Komponen utama lain jaringan pengikat adalah matriks mukopolisakarida
(glikosaminoglikan) dan ini juga disintesis oleh fibroblas. Komposisi kimianya
sangat bervariasi dan tergantung pada tipe jaringan pengikatnya. Penting untuk
dicatat bahwa hubungan antara stroma dan epitel yang menutupinya kompleks dan
dinamis. Stroma sering dilukiskan sebagai substansi dasar atau fondasi, namun
sesungguhnya tidak hanya demikian. Terdapat bukti yang meyakinkan bahwa sifat
stroma, sel yang dikandungnya dan perilakunya sangat mempengaruhi sifat,
diferensiasi dan proliferasi epitel yang menutupinya.
Dengan lewatnya waktu terdapat orientasi dan perbaikan jaringan pengikat
baru yang secara berangsur-angsur menjadi lebih padat, meskipun kebanyakan
luka yang sedang sembuh mencapai kekuatan optimal penyatuannya dalam
beberapa minggu kecuali jika jaringan yang hilang sangat banyak. Wilayah
jaringan pengikat yang baru dan padat dikenal sebagai jejas/parut (Spector dan
Spector, 2002).
Fibroblas mempunyai sifat lain, yakni kontraktilitas. Untuk lebih tepatnya,
ini merupakan fungsi miofibroblas, yakni suatu sel dengan ciri ultrastruktur dan
fungsi fibroblas dan sel-sel otot polos. Kemampuan luka kulit untuk berkontraksi
mengurangi ukurannya dalam kira-kira minggu pertama. Sel-sel berkontraksi
dalam menanggapi rangsangan yang sampai sekarang belum diketahui namun
tentu saja dengan pertolongan fibril-fibril sitoplasmanya, yakni aktomiosin.
17
Sementara mereka menarik tepi-tepi luka sehingga mengurangi ukuran daerah
yang telanjang (Spector dan Spector, 2002).
Fibroblas adalah sel yang paling mudah dikultur dari vertebrata dan telah
digunakan sangat luas dalam banyak penelitian kultur jaringan.
Kultur yang
paling awal diadakan pada awal abad 20 (Carrel, 1912), maka sampai saat ini
sudah hampir punya pengalaman 100 tahun dengan jenis sel ini. Banyak teknik
kultur jaringan paling awal menggunakan sel yang bertumbuh pada darah beku.
Dalam pengamatan, alasan terbesar keberhasilan dengan kultur fibroblas adalah
fibroblas berperan penting dalam penyembuhan luka, dan respon ke faktor
pertumbuhan selama pembekuan darah sebagai bagian dari fungsi fisiologis
normalnya. Fibroblas dapat dikultur dari organ apapun sebagaimana sumber yang
paling selalu tersedia untuk primary cell. Dalam penelitian perubahan mutasi,
fibroblas lebih unggul dari lymphocytes, dimana genomenya tidak mengalami
penataan ulang (no rearrangements) dan fibroblas telah digunakan untuk
menggandakan (clone) hewan (Schnieke, dkk., 1997). Sebagai sumber yang
mudah dari adherent, primary cell,
fibroblas telah digunakan untuk berbagai
kegunaan termasuk fisiologi sel, analisa siklus sel, diferensiasi dan penuaan,
carcinogenesis, identifikasi onkogen, penelitian transfection
dan protein
recombinant.
Adapun macam-macam growth faktor yang sangat mendukung proliferasi
fibroblas, seperti untuk suatu penyembuhan luka yang melibatkan reepithelialisasi,
pembentukan jaringan granulasi, proses inflamasi, terdeteksi interleukin IL-1, IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor), TGF 
(Transforming Growth Factor 
TGF  (Transforming Growth Factor ),
18
NGF (Nerve Growth Factor), PDGF (Platelet Derived Growth Factor) dan FGF
(Fibroblast Growth Factor) (Luger dan Schwarz, 2000).
2.4.
Galur Sel NIH/3T3
Gambar 2. 2
Galur Sel NIH/3T3
Salah satu karakteristik hewan yang paling utama adalah bahwa mereka
multiselular dengan kata lain, mereka terdiri dari banyak sel. Multiseluler ini
terdiri dari sel–sel dengan spesialisasi berbeda-beda.
Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang berasal dari sel-sel
yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur primer, atau dari
galur sel atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau disagregasi kimiawi.
Banyak sel-sel hewan, dengan perawatan khusus, dapat diinduksi untuk
tumbuh di luar organ atau jaringan asal. Sel, jaringan atau organ yang terisolasi
dapat tumbuh di cawan plastik ketika mereka disimpan pada suhu yang ditetapkan
19
dengan menggunakan inkubator dan dilengkapi dengan media yang mengandung
nutrisi sel dan faktor pertumbuhan. Sebagian jenis sel yang berbeda, dapat tumbuh
dalam kultur termasuk elemen jaringan ikat yaitu fibroblas, jaringan tulang (tulang
dan tulang rawan), tulang, jantung dan otot polos, jaringan epitel (hati, paru-paru,
payudara, kulit, kandung kemih dan ginjal), sel saraf (neuron dan sel glial),
meskipun neuron tidak berkembang biak in vitro), sel endokrin (adrenal, hipofisis,
sel-sel islet pankreas), melanosit dan banyak berbagai jenis sel tumor.
Perkembangan teknik-teknik kultur jaringan dibagi dalam dua cabang utama
penelitian medis: kanker dan penelitian virologi.
Sejak dikembangkannya Laboratorium Kultur Sel dan Jaringan di Unit
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran pada tahun
1997, hingga kini beberapa jenis kultur sel telah berhasil dikembangkan, antara
lain kultur fibroblas yang diisolasi baik dari preputium maupun chick / mouse
embryo, sel endotel yang diisolasi dari porcine aorta, sel otot jantung yang
diisolasi dari mouse embryo, dan sel tiroid yang diisolasi dari jaringan tumor
tiroid. Isolasi berbagai sel di atas dilakukan dengan menggunakan teknik dispersi
enzimatik maupun mekanik. Pemanfaatan teknologi ini banyak membantu
penyelesaian penelitian para peserta program pasca sarjana maupun para peneliti
yang memperoleh hibah penelitian dari berbagai sumber.
3T3 sel berasal dari sebuah galur sel yang dibuat tahun 1962 oleh dua
ilmuwan kemudian di Departemen Patologi di New York University School of
Medicine, George Todaro dan Howard Green.
Galur sel 3T3 telah menjadi
standar galur fibroblas yang dapat diperoleh dari jaringan embrio tikus Swiss
(Todaro dan Green, 1963)
20
The '3-T3 adalah singkatan dari "3-hari transfer, inokulum 3 x 105 sel."
Galur sel ini berasal dari sel-fibroblas embrio tikus primer yang dikultur sesuai
dengan aturan atau protokol, yang disebut '3T3 protokol '. Sel-fibroblas embrio
tikus primer ditransfer ( "T") setiap 3 hari (yang pertama "3"), dan diinokulasi
pada kepadatan dari 3 x 10 5 sel-sel per 20-cm ² piringan ("3" yang kedua) terusmenerus. Sel-sel yang secara spontan diabadikan dengan tingkat pertumbuhan
stabil setelah dikultur dalm 20-30 generasi, dan kemudian bernama '3T3 'sel.
Galur sel (Cell line) terus menerus dibentuk dari kultur NIH mouse embrio
Swiss (Todaro dan Green, 1963). Galur sel NIH13T3 rentan terhadap
pembentukan fokus sarkoma virus dan virus leukemia serta berharga untuk studi
transfection DNA. Telah digunakan untuk ekspresi rekombinan protein, termasuk
antigen hepatitis B, hidroksilase fenilalanin, hormon pertumbuhan tikus,
rekombinan fibronektin, human class antigen I1 MHC n, insulin reseptor manusia
dan faktor pertumbuhan seperti insulin. Sel-sel dikultur dengan mengunakan
DMEM + 10% FBS. Sel – sel sangat mudah dihambat dan sangat sensitif terhadap
kumpulan serum.
Sel tumbuh dan dipelihara pada temperatur dan campuran gas yang sesuai
(biasanya, 37ºC, 5% CO2 untuk sel mamalia) dalam inkubator sel. Kondisi kultur
berbeda-beda untuk setiap jenis sel dan variasi kondisi untuk tipe sel tertentu dapat
menghasilkan phenotype yang berbeda yang sedang diekspresikan. Selain suhu
dan campuran gas, faktor yang paling sering bervariasi dalam sistem kultur adalah
media pertumbuhan. Kondisi yang mempengaruhi media pertumbuhan dapat
bervariasi seperti pH, konsentrasi glukosa, faktor pertumbuhan, dan adanya zat
21
gizi lain. Faktor-faktor pertumbuhan yang digunakan untuk melengkapi media
sering berasal dari darah binatang, seperti FBS (Selborne, 2006)
Galur sel NIH3T3 yang dipakai untuk penelitian ini diambil dari pabrik American
Type Culture Collection (ATCC) dengan data sebagai berikut :
NIH/3T3 (ATCC)
Jenis Sel
Fibroblast (Connective Tissue Cells, Galur sels)
Deskripsi
Swiss NIH embryonic fibroblast
Karakteristik
Adherent
Spesies
Tikus
Pemasok
American Type Culture Collection (ATCC)
Klon
CCL-92
Asal Jaringan
Embryo
Tahap Pengembangan
Embryonic
Jaringan
Protokol yang
Nucleofector (PDF, 98 KB) 96-well Shuttle
Dioptimalkan
(PDF, 129 KB)
Related Citations
Nucleofection of NIH/3T3
22
Gambar 2.2.1. Albino Swiss Mouse Embryo Fibroblast
2.5.
Serum Fetus Sapi (Fetal Bovine Serum)
Dalam sistem kultur in vitro tersedia berbagai jenis sel yang merupakan
model ideal untuk substitusi dari percobaan hewan di sebagian besar kasus (Sasse,
dkk, 2000). Dalam sebagian besar sistem kultur, serum fetus sapi (Fetal Bovine
Serum, FBS) adalah komponen penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel.
Ini adalah campuran kompleks rendah dan tinggi berat molekul biomolekul
dengan berbagai pemicu pertumbuhan (growth promoting) dan sifat-penghambat
pertumbuhan. Toksisitas rendah dan pemicu pertumbuhan dari FBS, membuat
FBS menjadi suplemen yang populer dalam kultur in vitro pada sel mamalia.
Namun, hewan tetap berpotensi sebagai sumber kontaminan mikrobiologi,
khususnya Mycoplasma, virus sapi, dan patogen-patogen lainnya, dan agen yang
dapat menyebabkan ensefalopati spongiform sapi atau penyakit Creutzfeldt-Jakob
(Klein dan Dumbledore, 1993)
23
Pemasok menggunakan serangkaian teknik, termasuk filtrasi dan/atau
radiasi,
untuk mengurangi kontaminasi mikroba apapun. Sebagai akibat dari
masalah ini, sel dan organ transplantasi program tidak merekomendasikan
penggunaan suplemen FBS (Koivisto, dkk, 2004). Selain itu, penggunaan klinis
FBS juga melibatkan peradangan lokal, produksi antibodi terhadap xenoproteins,
dan non engraftment karena respon imun xenogenic (Stute, dkk, 2004). Semua
faktor-faktor ini meningkatkan pertanyaan tentang biosafety yang terlibat dalam
penggunaan FBS dalam sistem sel yang membawa potensi terapeutik.
Alternatif untuk FBS termasuk penggunaan serum kambing (Paranjape,
2004), cairan mata sapi dalam kombinasi dengan plasma defibrinated domba, dan
serum autologus darah manusia ([ABS]; Filipic, dkk, 2002 ). Sebelumnya upaya
untuk menggantikan FBS oleh serum kambing pada kultur sel, terutama sel-sel
hibridoma, menghasilkan sukses kecil karena mengatasi sifat racun dari serum
kambing. Penambahan campuran kedelai untuk serum kambing diusulkan agar
kompatibel dengan FBS, namun kultur jangka panjang menunjukkan angka
kematian yang lebih tinggi dengan serum kambing (Deshpande, dkk, 2000).
Daya tahan hidup sel monosit-koloni-membentuk granulosit dari pasien
dengan leukemia granulositik kronis dalam kultur cairan telah terbukti tergantung
pada tambahan faktor yang terdapat dalam serum autologus darah manusia atau
hUCBS (Human Umbilical Cord Blood Serum (hUCBS)), tetapi tidak dalam FBS
(Frassoni, dkk, 1987).
Meskipun penggunaan alternatif serum kambing atau sapi yang diberikan
dapat menyebabkan pertumbuhan yang memuaskan untuk jenis sel tertentu
(Paranjape, 2004), mereka tetap mempunyai keterbatasan yang sama dalam
24
membatasi penggunaan serum tersebut seperti dalam kultur sel untuk transplantasi
manusia.
Gambar 2. 3
Fetus Sapi
2.5.1. Proses Terjadinya FBS
FBS (atau Serum Janin Anak Sapi) adalah bagian dari plasma yang tersisa
setelah dikeluarkannya faktor-faktor pembekuan darah, dimana selama proses
fibrinogen, protein plasma diubah menjadi fibrin dan tetap berada di belakang
proses pembekuan darah. FBS berasal dari darah yang diambil dari fetus sapi yang
belum lahir melalui venapuncture sistem tertutup di rumah potong hewan.
Protein globular, bovine serum albumin (BSA), adalah komponen utama
dari FBS. Variasi kaya protein dalam FBS dalam memelihara sel dikultur dalam
media di mana mereka dapat bertahan hidup, tumbuh, dan membelah.
FBS dikumpulkan dari darah hewan anak sapi yang diambil di Rumah
Pemotongan Hewan. Darah diisi kedalam botol plastik yang telah disterilkan atau
kantong darah dan disimpan dalam freezer untuk memungkinkan pembekuan.
Kemudian darah akan dikirim ke laboratorium untuk pemrosesan. Darah
disentrifugasi untuk memisahkan komponen cair dan padat. Serum adalah bagian
25
dari plasma yang tersisa setelah faktor-faktor pembekuan darah, fibrinogen,
protein plasma diubah menjadi fibrin yang merupakan faktor yang berperan dalam
proses pembekuan. Serum adalah bagian yang bewarna kekuningan dari seluruh
darah. Bekuan serum ini disimpan dalam freezer kemudian dikirim laboratorium
untuk di filtrasi dan disteril. Setelah penyaringan, serum siap dijual dan digunakan.
Serum membutuhkan pengujian dan Sertifikat Analisis data untuk validitas dan
verifikasi. Pengujian meliputi sebagai berikut: pernyataan Filtrasi, negara asal,
pengujian sterilitas untuk bakteri, bakteriofag,
mycoplasma, endotoksin,
hemoglobin, virus, IgG, total protein, besi, jejak logam, dan hormon. ISIA yang
didirikan Juni 2006 mempromosikan dan menjamin kualitas dan standar industri
yang sebelumnya unstandardized. Sebelum filtrasi dan steril, dua uji diperlukan
untuk menentukan kualitas serum, tingkat endotoksin dan hemoglobin. FBS secara
komersial telah tersedia dan dibuat oleh banyak produsen. Adapun salah satu
produsen yang membuat FBS adalah Gibco Invitrogen yang profil FBSnya dapat
dilihat pada tabel 2.1.
FBS harus disimpan beku sebelum ditambahkan ke media dalam rangka
untuk mencegah kontaminasi. Ketika pencairan FBS, meskipun itu akan memakan
waktu lebih lama, maksimal serum tersebut harus dipanaskan pada suhu kamar
dan tidak dengan air bersuhu 37 derajat. Ketika melakukan kultur sel, botol serum
janin sapi harus dibuka dan ditutup dalam tudung biosafety, dan orang yang
menggunakan serum tersebut harus telah dilatih untuk melakukan manipulasi steril
(FDA, 1991).
26
Tabel 2. 1
Profil dari FBS GIBCO
Description
Average
Range
N
Endotoxin
0.356 ng/ml
0.008–10.0
39
pH
7.4*
7.20–7.60
40
Calcium (Ca2+)
13.6/100ml
12.6–14.3
43
Chloride (Cl-)
103 meq/L
98–108
43
Inorganic Phosphorous
9.8 mg/100*ml
4.3–11.4
43
Potassium (K+)
11.2 meq/L
10.0–14.0
43
Selenium
0.026 µg/ml
0.014–0.038
25
Sodium (Na+)
137meq/L
125–143
43
Alkaline Phosphatase
255 mU/ml
111–352
43
Blood Urea Nitrogen
16 mg/100 ml
14–20
43
Creatine
3.1 mg/100 ml
1.6–4.3
43
Direct Bilirubin
0.2 mg/100 ml
0.0–0.5
43
Glucose
125 mg/100 ml
85–247
43
Hemoglobin
11.3 mg/100 ml
2.4–18.1
17
Lactate Dehydrogenase
864 mU/ml
260–1,215
43
Transaminase
130 mU/ml
20–201
43
Total Bilirubin
0.4 mg/100 ml
0.3–1.1
43
Uric Acid
2.9 mg/100 ml
1.3–4.1
43
Cholesterol
31 mg/100 ml
12–63
43
Cortisol
0.5 µg/ml
<0.1–2.3
43
Follicle Stimulating Hormone
9.5 ng/ml
<2–33.8
34
Growth Hormone
39 ng/ml
18.7–51.6
40
Leutinizing Hormone
0.79 ng/ml
0.12–1.8
38
Parathyroid Hormone
1718 pg/ml
85–6,180
41
Progesterone
8 ng/100 ml
<0.3–36
42
Inorganic Salts
Other Components
Serum Glutamate Oxalacetate
Steroids and Hormones
27
Prolactin
17.6 ng/ml
2.00–49.55
40
Prostaglandin E
5.91 ng/ml
0.5–30.48
37
Prostaglandin F
12.33 ng/ml
3.77–42.00
38
T3
119b ng/100 ml
56–233
41
T4
12.1 ng/100 ml
7.8–15.6
42
Testosterone
40 ng/100 ml
21–99
42
Thyroid Stimulating Hormone
1.22 ng/ml
<0.2–4.5
40
Total Protein
3.8 g/100 ml
3.2–7.0
43
Albumin
2.3 g/100 ml
2.0–3.6
43
Insulin
10 mU/ml
6–14
40
Protein
N = SAMPEL
2.6.
Selaput Janin dan Plasenta
Gambar 2. 4
Normal Placenta (Grunebaum, 2008)
28
Tali pusat janin diliputi oleh amnion dan mengandung:
1. Dua arteri umbilikalis.
2. Satu pembuluh balik atau vena umbilikalis.
3. Agar-agar wharton yang berperan sebagai bantal pelindung bagi pembuluh-
pembuluh.
2.6.1. Peredaran Darah Plasenta
Kotiledon menerima darahnya melalui 80-100 arteria spiralis yang
menembus lempeng desidua dan memasuki ruang antar jonjot dengan jarak yang
kurang lebih teratur. Rongga arteria spiralis adalah sempit, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah sewaktu memasuki ruang antar jonjot dan memandikan
sejumlah besar jonjot kecil dari cabang-cabang jonjot dengan darah yang kaya
oksigen (Sadler, 2010). Pada waktu tekanan menurun darah mengalir kembali dari
lempeng korion ke desidua, dimana daerah yang berasal dari danau-danau antar
jonjot mengalir kembali ke dalam peredaran ibu melalui pembuluh balik
endometrium.
Gambar 2. 5
Peredaran Darah Plasenta (King, 2003)
29
Gambar 2. 6
Peredaran Darah Plasenta (Vorvick, dkk, 2010)
Sejak bulan keempat dan seterusnya sawar plasenta menjadi jauh lebih
tipis, sehingga endotel yang membatasi pembuluh kemudian melekat erat pada
selaput sinsitium dengan demikian sangat meningkatkan kecepatan pertukaran zat.
Oleh karena darah ibu dalam ruang antar jonjot dipisahkan dari anak oleh sawar
plasenta, yang dibentuk oleh unsur-unsur korion, plasenta manusia dianggap dari
jenis hemokorialis. (Sadler, 2010).
Trophoblast plasenta membuat berbagai macam faktor-faktor pertumbuhan
seperti insulin like growth factor ( IGF ), transforming growth factor-b ( TGF-b),
dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Telah diuji pula sejumlah co
stimulating faktor yang berada pada plasma hUCB. (Savarese,dkk, 2007)
2.6.2. Fungsi Plasenta
Fungsi utama plasenta (Sadler, 2010) :
1. Pertukaran gas.
2. Pertukaran zat gizi dan dan elektrolit.
3. Penyaluran antibodi ibu yang dipersiapkan bagi kekebalan pasif janin.
4. Pembentukan hormon.
5. Detoksifikasi beberapa obat.
30
2.7.
Darah Tali Pusat Manusia / Human Umbilical Cord Blood
(hUCB)
Sejak
tahun 1989, kesadaran manusia akan kegunaan plasenta makin
meningkat, bahkan bukan hanya pada penggunaan plasenta saja, melainkan juga
pada penggunaan hUCB dimana terdapat sel-sel induk muda yang tersedia sebagai
sumber sel batang hematopoetic transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan
dalam melakukan transplantasi allogenic hUCB manusia (human umbilical
cord blood atau birth cord atau funiculus umbilicalis) ke seorang anak
penderita anemia Fanconi di Paris (Gluckman, 1989) semakin membuka
lembar baru dalam pemanfaatan hUCB yang sebelumnya dianggap tidak
berguna sehingga mulai berkembanglah minat dunia sains untuk meneliti
lebih dalam tentang potensi yang terkandung dalam hUCB. Saat ini hUCB
termasuk salah satu topik yang paling banyak diminati di dunia riset.
Sebagai manusia baru yang tumbuh dan berkembang dalam ibunya,
terbentuklah plasenta yang berisi darah untuk memberi nutrisi bagi semua organorgan vital janin dan untuk membawa produk limbah kembali ke ibu. Darah janin
di dalam plasenta yang berisi produk-produk limbah dari janin ditukar dengan
produk nutrisi dan oksigen dari ibu melalui vena umbilikalis. Sekitar 30% - 40%
darah dari janin, beredar didalam plasenta setiap saat untuk mengalir dari dan
kembali ke ibu. Kehamilan merupakan hal yang dramatis bagi perubahan molekul
dan biokimia dimana terdapat penyatuan antara dua genom yang terpisah atau
berbeda yaitu janin dan ibu, beroperasi di dalam satu tubuh yaitu tubuh ibu. Ada
interaksi langsung dan tidak langsung antara ibu, embrio atau janin, plasenta,
membran ekstraamnion dan cairan ketuban. Dan hUCB membawa semua nutrisi
31
yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan pertumbuhan dari organisme sesuai
dengan usia kehamilan (Bhattacharya, 2009).
Keuntungan penggunaan hUCB sebagai sumber transplantasi sel induk adalah:
(Ryan, 2005)
1. Kemudahan pengadaan, pengolahan, dan penyimpanan.
2. Tidak ada risiko donor.
3. Memiliki immunogenicity yang lebih rendah
4. Isolasinya tidak membutuhkan prosedur yang invasif
5. Penerimaannya tidak membutuhkan ketepatan 100% HLA (human
leucocyte antigen)
Kerugian penggunaan sel induk yang berasal dari hUCB sebagai sumber batang
sel untuk transplantasi adalah:
1. Terbatasnya jumlah sel-sel batang hematopoetic dalam unit hUCB yang
mungkin
mengakibatkan
gagal
atau
tertunda
atau
dibatasinya
hematopoetic yang akan digunakan pada orang dewasa.
2. Kemungkinan kelainan sel-sel induk dari hUCB, misalnya, keganasan,
mutasi, yang mungkin berpengaruh pada penerima.
3. Tidak mungkin untuk mengumpulkan sel-sel induk donor tambahan, atau
limfosit donor bagi penerima yang telah melakukan transplantasi sel induk
hUCB.
Proses pengambilan hUCB berlangsung singkat, begitu lahir, tali pusat
diikat dan diambil sebanyak empat tabung dengan menggunakan suntikan. hUCB
dikirim ke bank hUCB dan disimpan untuk diproses.
32
Menurut penelitian metode pengambilan darah dengan kantong darah lebih
aman dari resiko pencemaran dibandingkan dengan metode jarum suntik, caranya
tali pusat dibersihkan dengan iodine dan jarum dari kantong darah dan ditusukkan
ke vena tali pusat. Darah akan mengalir ke kantong darah. Proses ini tidak
menyakitkan, tidak invasif, tidak beresiko dan tidak menyakiti ibu dan bayi.
Pengambilan ini memerlukan waktu kurang dari lima menit. Lebih mudah diambil
sewaktu plasenta belum lahir.
hUCB dapat diisolasi dengan dua cara, yaitu secara in utero (saat plasenta
masih di dalam rahim) dan ex utero (saat plasenta sudah di luar rahim). Literatur
menunjukkan bahwa dengan isolasi secara in utero, bisa didapatkan 100ml darah
sedangkan dengan isolasi secara ex utero hanya bisa didapatkan 80ml (Craven dan
Ward, 2000). Pada mulanya, transplantasi dilakukan dengan whole blood yang
berarti bahwa
hUCB
ditransplantasikan secara
utuh,
tanpa
dipisahkan
komponennya terlebih dahulu. Penggunaan whole blood untuk transplantasi
memiliki risiko timbulnya reaksi graft vs host disease (GVHD) yang lebih tinggi,
antara lain karena adanya inkompatibilitas yang disebabkan oleh antigen
permukaan sel darah merah yang ikut tertransplantasi (antigen ABO), namun ada
juga literatur yang menyatakan bahwa inkompatibilitas ABO tidak menimbulkan
reaksi GVHD yang berat (Wagner, dkk, 1995).
Saat ini penggunaan hUCB dalam terapi lebih banyak dilakukan untuk
pasien kanker yaitu dengan transplantasi hematopoetik sel punca (stem cell),
sementara untuk penggunaan yang lain relatif masih sangat sedikit.
33
2.7.1. Serum darah tali pusat manusia / Human Umbilical Cord
Blood Serum (hUCBS).
Sebagai alternatif penggunaan serum sebagai media untuk kultur, serum
autologus darah manusia telah digunakan di beberapa laboratorium. Namun, 10%
serum autologus darah manusia saja tidak dapat mendukung pertumbuhan dan
proliferasi sel mesenkimal invitro kecuali dilengkapi dengan faktor-faktor
pertumbuhan seperti Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor
(FGF2), dan Bone morfogenetik Protein-4 (BMP4) (Phadnis, dkk, 2008)
Karenanya serum tali pusat manusia (Umblical Cord Blood Serum,
hUCBS) dilihat lebih baik dalam mendukung proliferasi sel karena mengandung
konsentrasi yang lebih tinggi dari pertumbuhan dan faktor diferensiasi
dibandingkan dengan yang ada di darah perifer dewasa. Disamping itu, darah
perifer manusia bukanlah bahan buangan seperti halnya darah tali pusat manusia
yang akan dibuang/tidak terpakai segera setalah bayi dilahirkan.
hUCBS merupakan sumber yang lebih kaya berbagai sitokin dan berbagai
macam
faktor
pertumbuhan
yang
diperlukan
untuk
pertumbuhan
dan
kelangsungan hidup dari berbagai jenis sel seperti sel punca, jaringan maupun
organ. (Savarese, dkk, 2007). Sitokin menggambarkan berbagai kelompok protein
yang memodulasi aktivitas fungsional sel. Faktor pertumbuhan ( atau istilah yang
sering dipakai growth factor) menggambarkan substansi yang mendorong
pertumbuhan sel, tetapi dalam penelitian selanjutnya tidak ada pemisahan yang
jelas atara sitokin dan faktor pertumbuhan tersebut sehingga istilah tersebut sering
digunakan sinonim walaupun tidak semua sitokin berperan sebagai faktor
pertumbuhan.(COPE, 2010). Sitokin bertanggung jawab untuk stimulasi atau
34
inhibisi produksi, differntiation, atau pergantian ataupun prekursor sel darah
dewasa.(Bagby dan Heinrich, 2000)
Lam, 2001, telah menggunakan autologous plasma UCB manusia untuk
pengembangkan sel induk manusia. Autologous plasma hUCB juga telah
digunakan untuk kultur T sel untuk mengadopsi immunotherapy ( Kim, 2005).
Kandungan hUCBS menurut beberapa penelitian di antaranya 0,48 ng/mL
Epidermal Growth Factor (EGF), 230,85 ng/mL Vitamin A, 57.15ng/mL
Transforming Growth Factor-β (TGF-β) (Yoon, dkk, 2005), 245,3 pg/mL
Substance P, 239 pg/mL Insuline Growth Factor-I (IGF-I), 729,7 pg/mL Nerve
Growh Factor (NGF) (Yoon,dkk., 2007), 7.95 pg/mL basic Fibroblast Growth
Factor (bFGF), 504,51 pg/mL Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), 9,32
pg/mL Placental Growth Factor (PGF), 121,38 soluble Fms-like Tyrosine Kinase1 (sFlt-1), 6804,66 pg/mL soluble Kinase Domain Receptor (sKDR) (Wallner,
dkk., 2007), 27,0 Transforming Growth Factor-α (TGF-α) (Wagner, dkk., 2001),
8,4 ng/mL Leptin (Pighetti, dkk., 2003).
Yang dimaksud dengan darah adalah plasma (cairan darah) beserta butirbutir (a) eritrosit (darah merah), (b) lekosit, limfosit, monosit ( darah putih), dan
(c) trombosit. Serum adalah cairan yang didapat jika darah dibiarkan membeku,
merupakan plasma yang telah kehilangan fibrinogen (unsur pembeku darah).
Serum juga merupakan bagian darah yang mengandung zat anti (antibody)
terhadap macam-macam racun (toxin) yang dikeluarkan bakteri atau virus. Oleh
karena itu, imunisasi melalui suntikan biasanya dilakukan dengan penyuntikan
suatu zat yang dinamakan 'antiserum'. Antiserum ini sebenarnya adalah serum
yang diambil dari makhluk lain yang sengaja disuntikkan suatu bakteri atau virus
35
sehingga memproduksi zat anti yang tersimpan di dalam serumnya. Dengan
kemajuan teknologi antiserum ini dapat diganti dengan materi lain melalui
rekayasa genetik. (Williams, 2001)
Aliran darah bayi dalam kandungan berbeda dengan manusia yang sudah
dilahirkan. Selama dalam kandungan ibu, sebagian darah bayi dialirkan melalui
pembuluh nadi di tali ari (umbilicus) menuju plasenta. Di sana darah akan melepas
sisa pembakaran melalui proses penyerapan oleh darah ibu dan mengambil
oksigen serta makanan yang berasal dari darah ibu. Dari plasenta darah dialirkan
melalui pembuluh balik tali ari (vena umbilicalis) ke hati untuk diolah, tetapi
karena hati belum berfungsi dan kandungan makanan sudah selesai diolah oleh
hati ibu, darah langsung dialirkan ke serambi kanan jantung. Sebagian besar darah
dialirkan ke serambi kiri melalui sebuah lubang yang disebut foramen ovale yang
akan segera menutup segera setelah dilahirkan (Sadler, 2010).
Jadi umumnya, serum darah adalah cairan yang berwarna bening bila darah
diendapkan. Beberapa ciri-cirinya:
 Bewarna jernih putih kekuningan.
 Mengandung antibodi, antigen, hormon, cairan elektrolit, semua
substansi exogenous.
 Macam antibodi :
 Presipitin, berperanan dalam menggumpalka antigen.
 Lisin, berperanan dalam menguraikan kuman.
 Antitoksin, berperanan dalam menawarkan racun.


36
2.7.2. Proses Terjadinya Serum Darah Tali Pusat Manusia (hUCBS)
hUCB membeku untuk 8 sampai 16 jam pada suhu kamar. hUCB diproses
sebelum 2x24jam sejak pengambilan dari plasenta. hUCB dapat diambil dari vena
umbilikalis plasenta baik in utero maupun ekstrautero. Setelah diambil dengan
menggunakan spuit, darah di masukan ke 10-ml tabung – tabung vacutainer tanpa
anticoagulants. Darah lalu disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit pada 4 o
C , kemudian serum yang terbentuk dikumpulkan ke dalam wadah / tabung steril.
Seluruh serum dithawing dan dikumpulkan dalam becker glass serta
dihomogenkan. Serum dikumpulkan menjadi satu untuk menghilangkan variasi /
karakteristik dari masing-masing donor hUCB. Serum donor disterilkan dengan
cara disaring melalui filter membran 0,45 m Sarstedt, Numbrecht, Germany.
Kemudian diinakitvasi dengan menaikan suhu sebesar 56oC selama 30 menit.
Setelah diinaktivasi, serum disimpan dalam suhu -40°C.
2.8.
Protein
Protein merupakan unsur molekular utama dari membran (>50%, w/w),
dapat dibagi dalam dua kelompok. Protein integral adalah segolongan protein yang
secara langsung terikat pada lapis ganda lipid sedangkan protein perifer tampak
tidak begitu erat tergabung pada permukaan membran (Koolman dan Rohm,
2001).
Protein dapat dibagi secara kasar menjadi lima kelompok, yaitu albumin,
dan 1 globulin, 2 globulin,  globulin dan -globulin. Pembagian menjadi
albumin dan globulin dahulu dianggap berdasarkan kelarutannya. Protein apapun
dan berasal dari makhluk apapun juga ternyata hanya tersusun dari 20 macam
37
asam amino saja. Protein adalah biomolekul yang sesungguhnya, karena senyawa
ini yang menjalankan berbagai fungsi dasar kehidupan, antara lain protein
berkontraksi melakukan gerak, pengendali pertumbuhan dengan adanya faktorfaktor pertumbuhan, menjalankan berbagai proses metabolisme dalam bentuk
enzim (Sadikin, 2001).
Adapun fungsi dari protein adalah (Koolman dan Rohm, 2001)
1. Membentuk dan mempertahankan struktur dimana protein bertanggung jawab
terhadap stabilitas mekanik dari organ dan jaringan.
2. Transpor, yang terkenal adalah hemoglobin dari eritrosit, transferin untuk
ferro, ceruloplasmin untuk Cu, dll.
3. Perlindungan dan pertahanan, dengan pembentukan sistim imun seperti
immunoglobulin dan fibrinogen.
4. Pengendali dan pengatur pertumbuhan, seperti faktor-faktor pertumbuhan.
5. Katalisator yaitu enzim.
6. Penyimpanan, sebagai cadangan energi yang dimobilisasi dalam keadaan
darurat.
7. Koordinasi Gerak. Protein merupakan komponen utama dalam otot, dimana
kontraksi otot berlangsung akibat pergeseran 2 jenis filamen protein, aktin dan
miosin.
8. Penunjang mekanis. Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh adanya
kolagen yang merupakan protein fibrosa.
9. Membangkitkan dan menghantar impuls saraf. Respon sel saraf terhadap
rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor, misalnya rodopsin.
38
Faktor pertumbuhan merupakan salah satu protein yang secara alami mampu
merangsang pertumbuhan sel, proliferasi dan differensiasi sel. Beberapa macam
faktor pertumbuhan yang kita kenal adalah Nerve Growth Factor (NGF), Platelet
Derived Growth Factor (PDGF), Thrombopoietin (TPO), Transforming Growth
Factor Alpha (TGF- ), Transforming Growth Factor Beta (TGF- ), Tumour
Necrosis Factor Alpha (TNF- ), Vascular Endothelial Growth Factror (VEGF),
Fibroblast Growth Factor (FGF), Interleukin 1 (IL-1), dll. Faktor-faktor tersebut
memiliki peranan penting dalam penyembuhan luka sertadalam pemeliharaan dan
pertumbuhan jaringan normal (Rogers, 2011).
Banyak faktor pertumbuhan diketahui bertindak pada membran eksternal
sel dan berinteraksi dengan reseptor protein khusus, serta memicu perubahan sel
selanjutnya, termasuk peningkatan kadar kalsium yang membuat sel lebih alkali
dan penambahan gugus fosfat dalam asam amino tirosin. Respon kompleks dari
sel untuk faktor pertumbuhan ini merupakan dasar yang penting untuk mengontrol
proliferasi sel. Jika faktor pengendali dari faktor pertumbuhan ini gagal, maka
memungkinkan sel terus membagi sehingga mendorong pembentukan tumor atau
kanker (Rogers, 2011).
Pengaturan urutan ekspresi informasi genetik sangat penting bagi pertumbuhan
yang beraturan serta differensiasi sel. Hanya bagian kecil genom dalam sel yang
akan diekspresikan untuk meredam segmen spesifik suatu DNA dalam suatu sel.
Pertumbuhan dan differensiasi sel diatur oleh protein faktor pertumbuhan.
Misalnya faktor pertumbuhan saraf (Nerve Growth Factor, NGF) akan
merangsang pertumbuhan jaringan saraf, faktor pertumbuhan fibroblas (Fibroblast
growth factor, FGF) akan merangsang pertumbuhan fibroblas. Aktifitas sel-sel
39
yang berbeda pada organisme multisel dikoordinasi oleh hormon dan banyak
hormon seperti insulin dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) merupakan
protein (Stryer, 2000).
Peningkatan
proliferasi
fibroblas
disebabkan
oleh
faktor-faktor
pertumbuhan yang terdapat pada protein sehingga diharapkan pada hUCBS akan
mengandung protein lebih banyak disbanding FBS.
Gambar 2. 7
Bayi dan Tali Pusat
40
Gambar 2. 8
Tali Pusat dan Vena Umbilikalis
Gambar 2. 9
Pengambilan HUCB
Gambar 2. 10
Plasenta dan Tali Pusat
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut :
Galur sel NIH3T3 yang ditumbuhkan di berbagai laboratorium dengan
berbagai teknik memiliki sifat yaitu: tumbuh di kultur sebagai sel yang melekat
dengan lama hidup tertentu. Fibroblas memiliki kemampuan untuk membuat
kolagen, glycosaminoglycan, retikuler, elastin serat, dan glikoprotein yang
ditemukan
dalam
matriks
ekstraselular
sehingga
peningkatan
fibroblas
mempengaruhi elastisitas kulit, kelenturan otot, kekuatan tulang, dll dimana hal ini
sangat penting dalam menunda proses penuaan dini.
Penggunaan FBS dalam berbagai kultur sel mempunyai beberapa
kelemahan seperti mudah terinfeksi oleh bakteri patogen seperti prion, walau
dalam jumlah sedikit dapat menimbulkan toksisitas pada manusia dan reaksi
imunogenisitas dari xenogeneic protein dari FBS. Baru-baru ini, ditunjukkan
bahwa satu persiapan dari 108 sel punca (stem cell) mesenkimal manusia yang
tumbuh di dalam media dengan FBS, akan membawa sekitar 7-30 mg protein
FBS.
Serum darah tali pusat manusia adalah sumber yang kaya berbagai sitokin
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari berbagai jenis
sel seperti sel punca, jaringan maupun organ.Trofoblas plasenta membuat berbagai
macam faktor-faktor pertumbuhan seperti insulin like growth factor (IGF),
41
42
transforming growth factor- (TGF-), dan vascular endothelial growth factor
(VEGF).
Dengan pertambahan usia, karena proses penuaan, secara alamiah sebagian
besar komponen tubuh akan mengalami penurunan berbagai fungsi organ tubuh
dan terjadi perubahan fisik baik dari tingkat seluler, organ maupun sistem tubuh.
Demikian pula dengan fibroblas manusia. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya proses aging ini, dan pada dasarnya dibagi menjadi faktor internal dan
faktor eksternal. Adapun faktor-faktor internal tersebut adalah penyakit
degeneratif, genetik, penyakit autoimmune, radikal bebas, stress, kelainan
hormonal sedangkan faktor eksternal adalah kanker, radiasi, mengkomsumsi obatobatan yang bersifat sitotoksik, hepatotoksik, immunosupressan, gaya hidup
seperti rokok, alkohol, olahraga, serta penyakit infeksi seperti HIV, H5N1.
Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada teori bahwa dengan
adanya penuaan (aging) membuat
pembentukan fibroblas menjadi berkurang
sehingga perlu dirangsang kemampuan pertumbuhannya, maka dicari sumbersumber lain yang memiliki kemampuan besar dalam merangsang pertumbuhan.
43
Serum Darah
Serum darah tali pusat manusia
Serum darah janin sapi
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
Pnyk.Degeneratif
Radiasi
Pnyk Autoimmune
Obat-obatan (yg bersifat sitotoksik,
hepatotoksik, immunosupressan)
Hormonal
Gaya hidup, Stress
Radikal bebas
Penyakit HIV,H5N1,kanker
Kelainan genetik
Penyakit Infeksi (ex : HIV, H5N1)
Proliferasi Fibroblas
AGING
Penuaan Fibroblas
Proliferasi
Fibroblas meningkat
ANTI AGING
Gambar 3. 1
Kerangka Konsep Penelitian
3.2.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
Kemampuan serum darah tali pusat manusia dalam meningkatkan proliferasi
fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3) lebih banyak dibandingkan serum fetus
sapi.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan
menggunakan rancangan pre dan post test control group design (Pocock, 2008).
Pada penelitian ini terdapat tiga kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok
hUCBS dan kelompok FBS. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama
adalah
membandingkan
antara
hUCBS
dan
FBS,
tahap
kedua
yaitu
membandingkan kosentrasi hUCBS. Secara singkat digambarkan dalam bagan di
bawah ini.
P0
01
P
02
P1
S
03
04
P2
05
Gambar 4. 1
Bagan rancangan penelitian
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
O1, O3, O5 = Pengukuran sebelum perlakuan (Pre test)
P0 = Pemberian DMEM (Kontrol)
44
06
45
P1 = Pemberian DMEM dan FBS 10%
P2 = Pemberian DMEM dan hUCBS 10%
O2 = Pengukuran setelah perlakuan dengan pemberian DMEM
O4 = Pengukuran setelah perlakuan dengan pemberian DMEM dan
FBS10%
O6 = Pengukuran setelah perlakuan dengan pemberian
DMEM dan
hUCBS10%
4.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Tempat Penelitian
Rs. Ridwan Meuraksa, Jl. Kramat Raya no 174, Jakarta Pusat
Stem Cell and Cancer Institute, Jalan Ahmad Yani no 2, PuloMas, Jakarta
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 24 (dua puluh empat) minggu, mulai
tanggal 1 Mei 2010 sampai 4 Oktober 2010,
dengan rincian sebagai
berikut :
1) 12 (duabelas) minggu untuk pengumpulan darah melakukan isolasi
hUCBS
2) 6 (enam) minggu untuk proses kultur dan perhitungan sel,
3) 6 (enam) minggu untuk analisa hasil dan penyusunan usulan kelayakan
4.2.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian
Galur sel NIH 3T3 dari tikus putih Swiss (Mus musculus)
Sampel
46
Galur NIH 3T3 fibroblas
Sampel dalam penelitian ini adalah dengan kriteria sebagai berikut :
Kriteria Inklusi:

hUCB yang berasal dari manusia.

Minimal jumlah serum 3 ml dari setiap hUCB
Kriteria Ekslusi

hUCB beku

Sediaan terkontaminasi bakteri/jamur

hUCB lebih dari 48 jam
4.2.3.1.
Penentuan Besar Sampel
Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008)
n
2 2
2  1 2
x f ( ,  )
Keterangan :
n
= Besar sampel
µ2
= Rerata hasil pada kelompok perlakuan
µ1
= Rerata hasil pada kelompok kontrol

= simpang baku
 = tingkat kesalahan I ( =0,05)
 = tingkat kesalahan II ( = 0,1)
47
Sehingga f ( ,) = 10,5 (Tabel 9.1) (Pocock, 2008)
Berdasarkan penelitian pendahuluan (Lahirin, 2010) diketahui rerata kelompok
kontrol = 1000, dengan simpang baku (SB) = 3423,21, rerata kelompok perlakuan
= 6889. Dengan menggunakan rumus di atas maka hasilnya adalah :
2 x (3423,21)2
n =
x 10,5
(6889-1000)2
23436733
=
x 10,5
34680321
=
7,09
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada sampel maka ditambahkan 20%
sehingga jumlah sampel minimal adalah 8,5 dan dibulatkan menjadi 9. Besar
sampel tiap kelompok adalah 9. Sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 45.
4.3.
Variabel Penelitian
Klasifikasi Variabel :
1. Variable bebas.
2. Variable tergantung.
3. Variabel kendali.
48
Variabel bebas adalah perlakuan dengan pemberian hUCBS dan FBS.
Variabel tergantung adalah fibroblas NIH3T3.
Variabel kendali adalah Mesin centrifuge, refigerator, lingkungan (suhu kering,
suhu basah, kelembaban relatif), voltase/ketegangan.
4.4.
Definisi Operasional
1. hUCB : darah yang diambil dari vena umbilikalis dari plasenta secara
ekstrautero, segera setelah ibu melahirkan baik secara alami, tanpa suatu
komplikasi yang membahayakan ibu ataupun janin.
2. Serum darah tali pusat manusia : Serum yang didapat dari suatu proses kultur
yang berasal dari hUCB dengan jumlah minimal 3 ml dari tiap hUCB, yang
pemrosesannya paling lama 48 jam setelah darah dikeluarkan dari vena
umbilikalis. Pengambilan hUCB dilakukan pada kelahiran normal walaupn
dapat pula diambil dari kelahiran dengan section cesarea selama tidak
membahayakan jiwa ibu dan bayi.
3. Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) dengan formulasi :
Tabel 4. 1 Formulasi DMEM
Inorganic Salts (g/liter)
Inorganic Salts (g/liter)
CaCl2 (anhydrous)
0.20000
Choline Chloride
0.00400
Fe(NO3)3·9H2O
0.00010
Folic Acid
0.00400
MgSO4 (anhydrous)
0.09770
myo-Inositol
0.00720
KCl
0.40000
Nicotinamide
0.00400
NaHCO3
1.50000
D-Pantothenic Acid
0.00400
NaCl
6.40000
(hemic
alcium)
49
NaH2PO4·H2O
0.12500
Amino Acids (g/liter)
Pyridoxine·HCl
0.00400
Riboflavin
0.00040
Thiamine·HCl
0.00400
L-Arginine·HCl
0.08400
L-Cystine·2HCl
0.06260
Other (g/liter)
L-Glutamine
0.58400
D-Glucose
4.50000
Glycine
0.03000
Phenol Red, Sodium Salt
0.01500
L-Histidine·HCl·H2O
0.04200
Sodium Pyruvate
0.11000
L-Isoleucine
0.10500
L-Leucine
0.10500
L-Lysine·HCl
0.14600
L-Methionine
0.03000
L-Phenylalanine
0.06600
L-Serine
0.04200
L-Threonine
0.09500
L-Tryptophan
0.01600
L-Tyrosine·2Na·2H2O
0.10379
L-Valine
0.09400
4. FBS : Menggunakan 10% FBS pada tiap mediumnya yang jumlahnya sekitar
15 ml dan diproduksi Biopharmaceutical Industry dengan merk GIBCO
INVITROGEN yang berasal dari darah fetus sapi yang dikumpulkan dari
Rumah Pemotongan Hewan United States Department of Agriculture (USDA)
yang terletak di Amerika Serikat, melalui 3 kali penyaringan melalui filter
0,1-mm, dan sudah mempunyai sertifikat kualitas sistem regulasi Current
Good Manufacturing practice (cGMP)dari Food and Drug Administration’s
(FDA) serta ISO-9001 certified facility in Grand Island, New York.
50
5. Galur sel NIH3T3 Fibroblas : 1000 sel/well. Sel yang diambil dari embryo
tikus putih dengan strain Swiss Mus Musculus dengan tipe fibroblas dan
disediakan oleh American Type Culture Collection (ATCC).
6. Penisilin-Streptomisin : Antibiotika dimana menggunakan 1% Penisillin
10.000 units /mL, Streptomisin 10 mg/mL.
4.5.
Prosedur-Prosedur dan Bahan-bahan Penelitian
4.5.1. Prosedur Pengumpulan hUCB
Alat yang dibutuhkan:
1. 10 Vaccutainers 5 ml.
Bahan yang dibutuhkan:
2. Syringe 50 ml + needle.
3. Povidone Iodine Swab Stick.
Prosedur Kerja:
1. Pengambilan hUCB dilakukan oleh dokter, bidan atau perawat di ruang
bersalin setelah bayi dilahirkan. Pengambilan hUCB hanya dilakukan pada
kelahiran tanpa komplikasi (eklampsia, bayi lahir prematur, bayi lahir mati,
Intra Uterine Fetal Death ( IUFD), atau sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan oleh rumah sakit setempat).
2. hUCB diambil setelah plasenta dilahirkan (ex-utero). hUCB diambil
sebanyak 50 ml dengan menggunakan spuit 50cc kemudian darah yang
didapat dimasukan ke dalam vaccutainer 10x5ml.
51
3. V.umbilicalis diidentifikasi melalui warnanya yang kebiruan dan letaknya
yang superfisial. Pada bagian yang akan ditusuk, dilakukan swab terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan antiseptik povidone iodine.
4. hUCB harus telah selesai diproses sebelum 48 jam kemudian serum yang
dihasilkan dikumpulkan untuk sementara dan disimpan pada suhu ruang
(dalam ruangan di Rumah Sakit), hindari paparan sinar matahari.
4.5.2. Prosedur Isolasi Serum dari hUCB
Alat yang dibutuhkan:
1. Centrifuge
2. Biosafety cabinet
3. Mikropipet
4. Rak Falcon
5. Becker glass
6. Waterbath
Bahan yang dibutuhkan:
1. Alkohol 70%
2. Steril tips 1000 μl
3. Filter 0.45 μm
4. Falcon 50 ml dan 15 ml
5. Syringe 50 ml + needle
Prosedur Kerja:
1. Vaccutainers yang berisi hUCB disentrifugasi 4000 rotasi per menit (rpm),
selama 10 menit pada suhu 4 oC.
52
2. Serum diisolasi di dalam biosefaty cabinet yang telah terlebih dahulu
dibersihkan dengan alkohol 70%. Serum yang didapatkan dari hasil
sentrifugasi dipindahkan ke dalam falcon 50 ml dan disimpan dalam suhu
-400C.
3. Setelah terkumpul jumlah serum yang diinginkan sekitar 27 ml, seluruh
serum di thawing kemudian dikumpulkan dalam becker glass dan
dihomogenkan.
4. Dengan menggunakan syringe, serum diambil lalu difilter dengan filter
0.45 μm. Serum yang sudah difilter disimpan dalam falcon 15 ml.
5. Seluruh serum kemudian diinaktivasi dengan menyimpannya dalam
waterbath selama 30 menit, pada suhu 560C.
6. Setelah diinaktivasi, serum disimpan dalam suhu -400C.
4.5.3. Metode Thawing dan Kultur NIH3T3
Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) high glucose +
10% FBS (FBS) + 1% Penisillin-Streptomisin
Prosedur Kerja:
1. Cryotube
NIH3T3 dari cryotank disimpan dalam icepack untuk
menghindari penurunan suhu yang drastis. Cryotube tersebut kemudian
dihangatkan dalam waterbath dengan suhu 37 0C selama + 2 menit, lalu
dimasukkan kembali ke dalam icepack dan dibawa ke biosafety cabinet.
2. Seluruh isi sel dikeluarkan dari cryotube dan dimasukkan ke dalam falcon
15 ml yang telah berisi medium kultur sebanyak 7 ml. Suspensi
53
dihomogenkan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 150 g selama 5 menit,
pada suhu ruang.
3. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.
4. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel. Mula-mula dilakukan
pengenceran sesuai perkiraan untuk dihitung dengan hemasitometer.
Siapkan 1 tabung eppendorf steril, isi dengan 10 µl trypan blue, lalu
tambahkan 10 µl suspensi sel yang telah diencerkan, resuspensi dan
diamkan 3 menit. Setelah 3 menit, pipet 10 µl suspensi sel yang telah
dicampur trypan blue ke dalam kaca hemasitometer. Hitung viabilitas sel
dan jumlah sel dengan menggunakan cell counter di bawah mikroskop.
5. Sebanyak 7x105 sel ditanam dalam plate 10 cm dengan medium kultur
sebanyak 7 ml. Kultur dilakukan dalam inkubator suhu 370C dan 5% CO2
selama 2-3 hari. Setelah sel telah 80% confluent, maka dilakukan subculture.
6. Mula-mula medium dikeluarkan dari plate dan plate dicuci dengan hati-
hati menggunakan PBS-KCl (untuk menghilangkan sisa medium dari
kultur sel). Setelah itu PBS-KCl dikeluarkan, tambahkan 2 ml trypsinEDTA dan diinkubasi selama 3 menit dalam inkubator 370C.
7. Periksa apakah sel sudah lepas dari plate dengan menggunakan mikroskop.
8. Tambahkan 4 ml medium kultur dalam plate (untuk menghentikan kerja
trypsin).
9. Pindahkan seluruh suspensi dalam falcon 15 ml kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 150 g selama 5 menit, pada suhu ruang.
10. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.
54
11. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel (seperti nomor 4).
12. Sebelum sel siap digunakan untuk penelitian (untuk diberi perlakuan),
maka terlebih dahulu harus disub-culture minimal 1x. Sel siap digunakan
sesuai dengan kebutuhan.
4.5.4. Prosedur Penelitian hUCBS pada Fibroblas
Perlakuan:
1. Sel + medium kultur DMEM+P/S tanpa serum
2. Sel + medium kultur DMEM+P/S + 10% FBS
3. Sel + medium kultur DMEM+P?S + 5% hUCBS
4. Sel + medium kultur DMEM+P/S + 10% hUCBS
5. Sel + medium kultur DMEM+P/S + 20% hUCBS
Prosedur Kerja:
1. Tanam sel sebanyak 9x10 3 sel/cm2 dalam tiap-tiap well pada 6-well plate
yang sudah diberi medium kultur sebanyak 2 ml. Kultur dalam inkubator
37 0C, 5% CO2, selama 24 jam.
2. Setelah 24 jam, medium dikeluarkan dan plate dicuci dengan hati-hati
menggunakan PBS-KCl (untuk menghilangkan sisa medium, terutama
serumnya).
3. Sel dari tiap well pun diberi medium perlakuan sebanyak 2 ml (2
well/perlakuan), kemudian sel kembali dikultur hingga 80% confluent (+
48 jam).
4. Setelah confluent dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel yang
menunjukkan tingkat proliferasi dari sel tersebut dilakukan dengan metode
MTT assay.
55
4.5.5. Prosedur 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide
(MTT) assay
Prosedur kerja :
1. Tambahkan 10 l MTT solution pada tiap well yang berisi sampel dalam
100 ml medium kultur.
2. Inkubasi selama 4 jam dalam suhu 370.
3. Keluarkan 100 l solution dari medium kultur tersebut.
4. Tambahkan 100 l acidic isopropanol.
5. Inkubasi selama 2 jam, dalam 70-80 rpm ( pada orbital shaker).
6. Baca dengan microplate reader  = 570 m.
7. Preparat difoto dengan kamera digital Canon tipe powershot A620 melalui
mikroskop inverted Zeiss tipe axiovert 40 CFL.
4.5.6. Prosedur pemeriksaan protein dengan nanodrop :
1. Pilih menu dengan panjang gelombang 280 
2. Teteskan PBD sebanyak 4 l (sebagai blanko), tekan blank.
3. Bersihkan tempat drop tersebut dengan kimwaips.
4. Teteskan 4 l sampel yang akan diperiksa.
5. Baca hasil dengan menekan tombol measure.
56
4.6.
Alur Penelitian
FIBROBLAS
(GALUR SEL NIH3T3)
DMEM
DMEM + 10%
SERUM FETUS SAPI
PROLIFERASI FIBROBLAS
GALUR SEL NIH 3T3
ANALISIS DATA
LAPORAN
DMEM + 10% SERUM
DARAH TALI PUSAT
MANUSIA
57
FIBROBLAS
DMEM
DMEM + 5%
DARAH TALI
PUSAT MANUSIA
DMEM + 10%
DARAH TALI
PUSAT MANUSIA
DMEM + 20%
DARAH TALI
PUSAT MANUSIA
PROLIFERASI FIBROBLAS
GALUR SEL NIH 3T3
ANALISIS DATA
LAPORAN
Gambar 4. 2
Alur Penelitian
4.7.
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Nazir, 1999) :

Analisis deskriptif jumlah sel (persentase)

Analisis normalitas dengan Uji Saphiro-Wilk didapatkan data berdistribusi
normal dan Uji homogenitas dengan Uji Levene’s test dan didapatkan data
yang tidak homogen.
58

Analisis komparasi. Karena data yang didapat normal tetapi tidak homogen
maka digunakan Uji Kruskal-Wallis (Gomez dan Gomez, 1995 ., Steel
dan Torrie, 1980).

Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 16,0 for Windows
(Trihendadi, 2005)
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilakukan 45 pemeriksaan pada galur fibroblas
NIH3T3 sebagai sampel, yang terbagi menjadi 5 (lima) kelompok, masing-masing
kelompok berjumlah 9 sediaan, yaitu kelompok kontrol (DMEM), kelompok
DMEM + FBS 10%, kelompok DMEM + hUCBS 5%, kelompok DMEM +
hUCBS 10%, dan kelompok DMEM + hUCBS 20%. Pada hasil pemeriksaan
dilakukan uji normalitas data, uji homogenitas data dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data
Data jumlah fibroblas sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok
diuji
normalitasnya
dengan
menggunakan
uji
Shapiro-Wilk.
Hasilnya
menunjukkan data berdistribusi normal (p > 0,05). Hasil disajikan pada Tabel 5.1.
59
60
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Jumlah Fibroblas Sesudah Perlakuan
Kelompok Subjek
n
P
Keterangan
Kontrol (DMEM)
9
0,133
Normal
DMEM + FBS 10%
9
0,245
Normal
DMEM + hUCBS 5%
9
0,600
Normal
DMEM + hUCBS 10%
9
0,370
Normal
DMEM + hUCBS 20%
9
0,953
Normal
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok
Data
jumlah
fibroblas
antar
kelompok
sesudah perlakuan diuji
homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan
data sesudah perlakuan tidak homogen (p<0,05), hasil analisis disajikan pada
Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 berikut.
61
Tabel 5.2
Uji Homogenitas Jumlah Sel antara Kelompok Kontrol, FBS, dan hUCBS
Variabel
Jumlah Sel antara
Kelompok Kontrol, FBS,
dan hUCBS
F
p
27,78
0,000
Keterangan
Tidak Homogen
Tabel 5.3
Uji Homogenitas Jumlah Sel antara Kelompok hUCBS Dosis 5%, 10%, dan
20%
Variabel
Jumlah Sel antara
Kelompok hUCBS 5%,
10%, dan 20%
F
p
5,16
0,014
Keterangan
Tidak Homogen
5.3 Jumlah Fibroblas
5.3.1 Uji komparabilitas
Mengingat jumlah sel awal yang ditanam pada masing-masing kelompok
sama, yaitu 1000 sel, maka uji komparabilitas sebelum perlakuan tidak perlu
dilakukan.
5.3.2 Analisis efek perlakuan antar Serum
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah fibroblas antar
kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa FBS dan hUCBS. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
62
Tabel 5.4
Rerata Jumlah fibroblas antar Kelompok sesudah diberikan Perlakuan
n
Rerata
fibroblas
SB
Kontrol (DMEM)
9
328.11
25.79
DMEM + FBS 10%
9
6185.11
1242.80
DMEM + hUCBS 10%
9
9685.11
313.24
Kelompok Subjek
ChiKuadrat
(2)
P
23,16
0,000
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah fibroblas kelompok
kontrol (DMEM) adalah 328,11 ± 25,79, rerata jumlah fibroblas kelompok
DMEM + FBS 10% adalah 6185,11 ± 1242,80, jumlah fibroblas kelompok
DMEM + hUCBS 10% adalah 9685,11 ± 313,24. Analisis kemaknaan dengan uji
Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai Chi-Kuadrat (2) = 23,16 dan nilai p =
0,000. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata
jumlah fibroblasnya berbeda secara bermakna (p < 0,05).
63
12000
9685
Jumlah Fibroblas
10000
8000
6185
6000
4000
2000
H0
1000
328
1000
1000
FBS
10%
FBS10%
HUCBS10%
UCBS10%
H3
0
Tanpa
Serum
Non serum
Jenis Perlakuan
Gambar 5.1
Grafik Peningkatan Jumlah Fibroblas Setelah Diberikan Perlakuan dengan Berbagai
Medium. Perhitungan table 5.4 dituangkan dalam bentuk grafik.
Gambar 5.1 Di atas menggambarkan bahwa pemberian FBS 10% dan hUCBS
10% dapat meningkatkan jumlah fibroblas dibandingkan dengan kontrol.
Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda digunakan uji MannWhitney sebagai uji lanjut. Hasil uji disajikan di bawah ini.
64
Tabel 5.5
Analisis Perbedaan Jumlah Fibroblas Sesudah Perlakuan antar
Kelompok
Kelompok
Kontrol (DMEM) dan kelompok
DMEM + FBS 10%
Kontrol (DMEM) dan kelompok
DMEM + hUCBS 10%
Beda
Rerata
P
Interpretasi
5857,00
0,000
Berbeda Bermakna
9357,00
0,000
Berbeda Bermakna
3500,00
0,000
Berbeda Bermakna
Kelompok FBS 10% dan Kelompok
DMEM + hUCBS 10%
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:
1. Rerata jumlah fibroblas Kelompok Kontrol (DMEM) berbeda bermakna
dengan kelompok DMEM + FBS 10% (rerata kelompok Kontrol lebih
rendah daripada kelompok DMEM + FBS 10%).
2. Rerata jumlah fibroblas Kelompok Kontrol (DMEM) berbeda bermakna
dengan kelompok DMEM + Serum darah tali pusat manusia 10% (rerata
kelompok Kontrol lebih rendah daripada kelompok DMEM + Serum tali
pusat 10%).
3. Rerata jumlah fibroblas kelompok DMEM + FBS 10% berbeda bermakna
dengan kelompok DMEM + Serum darah tali pusat manusia 10% (rerata
kelompok DMEM + FBS 10% lebih rendah daripada kelompok DMEM +
Serum darah tali pusat manusia 10%).
65
5.3.3 Analisis Efek Perlakuan antar Dosis hUCBS
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah fibroblas antar
kelompok dosis sesudah diberikan perlakuan berupa serum tali pusat manusia.
Hasil analisis kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Rerata Jumlah fibroblas sesudah diberikan Perlakuan
DMEM + hUCBS 5%
9
Rerata
fibroblas
8.125,89
DMEM + hUCBS 10%
9
9.685,11
313,24
DMEM + hUCBS 20%
9
12.200,00
304,11
Kelompok Subjek
n
SB
628,01
2
p
199,19
0,000
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah fibroblas kelompok
kontrol (DMEM) + hUCBS 5% adalah 8.125,89 ± 628,01, rerata jumlah fibroblas
kelompok DMEM + hUCBS 10% adalah 9.685,11 ± 313,24, jumlah fibroblas
kelompok DMEM + hUCBS 20% adalah 12200,00 ± 304,11. Analisis kemaknaan
dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai 2 = 23,15 dan nilai p =
0,000. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata
jumlah fibroblasnya berbeda secara bermakna (p < 0,05).
66
14000
12241
Jumlah Fibroblas
12000
9685
10000
8126
8000
6000
H0
4000
H3
2000
1000
1000
1000
0
HUCBS
5%
UCBS5%
HUCBS
10%
UCBS10%
HUCBS
20%
UCBS20%
Jenis Perlakuan
Gambar 5.2
Grafik Peningkatan Jumlah Fibroblas Setelah Diberikan. Perlakuan dalam Dosis hUCBS yang
Berbeda. Perhitungan table 5.6 dituangkan dalam bentuk grafik.
Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa pemberian hUCBS baik dosis 5%,
10%, maupun 20% dapat meningkatkan jumlah fibroblas dibandingkan dengan
awal yang ditanam.
Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda digunakan uji MannWhitney sebagai uji lanjut. Hasil uji disajikan berikut ini.
67
Tabel 5.7
Analisis Perbedaan Jumlah Fibroblas Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok
Beda Rerata
P
Interpretasi
Kelompok DMEM + Serum darah tali
pusat
manusia 5% dan Kelompok DMEM +
hUCBS 10%
1559,22
0,000
Berbeda Bermakna
Kelompok DMEM + hUCBS 5% dan
Kelompok DMEM + hUCBS 20%
4114,89
0,000
Berbeda Bermakna
Kelompok DMEM + hUCBS 10% dan
Kelompok DMEM + hUCBS 20%
2555,67
0,000
Berbeda Bermakna
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:
1. Rerata jumlah fibroblas Kelompok DMEM + hUCBS 5% berbeda
bermakna dengan kelompok Kelompok DMEM + hUCBS 10% (rerata
kelompok Kelompok DMEM + hUCBS 5%
lebih rendah daripada
kelompok Kelompok DMEM + hUCBS 5%).
2. Rerata jumlah fibroblas Kelompok DMEM + hUCBS 5% berbeda
bermakna dengan Kelompok DMEM + hUCBS 20% (rerata Kelompok
DMEM + hUCBS 5% lebih rendah daripada kelompok DMEM + Serum
darah tali pusat manusia 20% ).
3. Rerata jumlah fibroblas Kelompok DMEM + hUCBS 10% berbeda
bermakna dengan kelompok DMEM + Serum darah tali pusat manusia
20% (rerata Kelompok DMEM + hUCBS 10% lebih rendah daripada
kelompok DMEM + Serum darah tali pusat manusia 20%).
68
5.4 Analisis Perbedaan antara Total Protein FBS dan hUCBS
Analisis perbedaan diuji berdasarkan rerata jumlah fibroblas antara
kelompok Serum Protein FBS dengan kelompok serum Protein UCBS. Hasil
analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8
Rerata Total Protein antar Kelompok FBS dan hUCBS
Kelompok Subjek
n
Total Protein FBS
9
Total Protein hUCBS
9
Rerata
fibroblas
SB
3,23
0,54
5,04
0,41
U
p
0,000
0,000
Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah fibroblas kelompok
total protein FBS adalah 3,23 ± 0,54, rerata jumlah fibroblas kelompok total
protein hUCBS adalah 5,04 ± 0,41. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney
menunjukkan bahwa nilai U = 0,000 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa
kedua kelompok total protein, rerata jumlah fibroblasnya berbeda secara bermakna
(p < 0,05).
69
6
5.04
Jumlah Protein (gr/dL)
5
4
3.23
3
Protein FBS
Protein HUCBS
2
1
0
Protein FBS
1 Protein HUCBS
Gambar 5.3
Grafik Perbandingan Total Protein FBS dengan hUCBS. Perhitungan pada tabel 5.8
dituangkan dalam bentuk grafik.
A. DMEM
B. FBS 10%
C. hUCBS 5%
D. hUCBS 10 %
E. hUCBS 20 %
Gambar 5.4. Foto sel NIH3T3 dengan beberapa perlakuan. Sel NIH3T3 dibiakkan dalam
medium DMEM mengandung FBS 10% selama 24 jam. Kemudian medium diganti dengan
medium perlakuan sebagai berikut : Medium DMEM saja (A) atau dengan penambahan FBS 10%
(B), hUCBS 5% (C), hUCBS 10% (D), hUCBS 20% (E) selama 48 jam. Morfologi sel difoto
dengan menggunakan mikrokop cahaya. Skala balok hitam: 100m.
70
71
Foto diatas menunjukan proliferasi yang semakin meningkat dengan pemberian
hUCBS dibanding medium DMEM saja ataupun FBS dan semakin meningkat
lagi dengan bertambahnya kosentrasi hUCBS.
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian
Untuk menguji pemberian FBS dan hUCBS terhadap peningkatan jumlah
sel, maka dilakukan penelitian pada galur fibroblas NIH3T3.
Sebagai model percobaan digunakan galur fibroblas, model bahan yang
dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 45 sediaan, dibagi menjadi 5
kelompok yaitu kelompok kontrol (DMEM), kelompok DMEM + FBS 10%,
kelompok DMEM + hUCBS 5%, kelompok DMEM + hUCBS 10%, dan
kelompok DMEM + hUCBS 20%. Serum darah tali pusat manusia dalam
penelitian ini, sengaja dikumpulkan dari 9 donor untuk menghilangkan
kespesifikan dalam hUCBS tersebut dan hUCB diisolasi secara ex utero untuk
meniadakan inform concern.
6.2 Serum Darah Tali Pusat Manusia Meningkatkan Jumlah Fibroblas
6.2.1. hUCBS 10%
Meningkatkan Proliferasi Fibroblas Lebih Baik
Dibanding FBS 10%.
Sebelum dilakukan uji inferensial terhadap data jumlah sel antar kelompok
perlakuan, terlebih dahulu data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro Wilk dan
homogenitas antar kelompok dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis
yang disajikan pada Tabel 5.1 (uji normalitas data), Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 (uji
homogenitas antar kelompok), didapatkan bahwa data berdistribusi normal tetapi
tidak homogen (p < 0,05).
Analisis komparabilitas (perbandingan) sebelum diberikan perlakuan (pre
test) antara kelima kelompok tidak dilakukan, mengingat jumlah sel awal yang
ditanam adalah sama yaitu 1000.
72
73
Analisis efek perlakuan sesudah diberikan perlakuan (post test) dengan
FBS dan hUCBS terhadap peningkatan jumlah sel antar kelompok dianalisis
dengan uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa rerata
jumlah fibroblas kelompok kontrol (DMEM) adalah 328,11 ± 25,79, rerata jumlah
fibroblas kelompok DMEM + FBS 10% adalah 6185,11 ± 1242,80, jumlah
fibroblas kelompok DMEM + hUCBS 10% adalah 9685,11 ± 313,24.
Analisis kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa ketiga
kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata jumlah fibroblasnya berbeda secara
bermakna (p < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa jumlah
fibroblas pada kelompok FBS lebih banyak dibandingkan jumlah fibroblas pada
kelompok kontrol, oleh karena itu dalam sebagian besar sistem kultur, FBS sering
digunakan.
Hal ini disebabkan karena FBS merupakan komponen penting untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan sel (Sasse, dkk, 2000). Serum ini merupakan
campuran kompleks rendah dan tinggi berat molekul biomolekul dengan berbagai
pemicu pertumbuhan (growth promoting) dan sifat penghambat pertumbuhan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian, yang menyatakan bahwa FBS
merupakan pemicu pertumbuhan yang memiliki toksisitas rendah, sehingga FBS
menjadi suplemen yang populer dalam kultur in vitro pada sel mamalia
(Yamaguchi, 2002, Stute, 2004, Mizino, 2006). Meskipun penggunaan FBS
memberikan kondisi pertumbuhan yang cukup memuaskan (Paranjape, 2004),
tetapi FBS mempunyai keterbatasan dalam penggunaan khususnya sebagai
suplemen dalam kultur sel untuk transplantasi manusia sebab berpotensi sebagai
sumber kontaminan mikrobiologi, khususnya Mycoplasma, virus sapi, dan
74
patogen-patogen lainnya, dan agen yang dapat menyebabkan ensefalopati
spongiform sapi atau penyakit Creutzfeldt-Jakob (Klein and Dumbledore, 1993).
Sebelumnya upaya menggantikan FBS dengan serum kambing dengan
ditambahkan campuran kacang kedelai menunjukan hasil yang baik tatapi
penggunaan jangka panjang menunjukkan angka
kematian yang tinggi
(Deshpande, dkk, 2000).
Jumlah fibroblas yang diberi hUCBS berproliferasi lebih banyak
dibandingkan kelompok FBS maupun kelompok kontrol, hal ini disebabkan
karena hUCB mempunyai semua nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan pertumbuhan dari organisme (Bhattacharya, 2009).hUCB memiliki
sifat imunogenisitas yang lebih rendah, isolasinya tidak membutuhkan prosedur
yang invasif, penerimaannya tidak membutuhkan ketepatan 100% Human
Leucocyte Antigen (HLA) (Ryan, 2005). Dalam penelitianya Lam, dkk, 2001
menggunakan plasma hUCB autologous untuk pengembangan sel punca karena
hUCB merupakan sumber yang kaya akan sitokin yang berbeda sehingga
diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup berbagai jenis sel. Alasan
yang sama digunakan oleh Kim, dkk dalam penelitiannya untuk kultur T cells pada
adoptive immunotherapy ( Kim, dkk, 2005).
Pengumpulan hUCBS dapat diperoleh tanpa suatu prosedur invasif yaitu
dari tali pusat plasenta sesaat setelah bayi dipisahkan dari ibu yang tidak menderita
riwayat suatu penyakit apapun, melalui persalinan normal maupun persalinan
dengan sectio Caesar yang terjadi tanpa komplikasi ataupun kesulitan dalam
melahirkan. Untuk penelitian ini, saya mengambil dari ibu-ibu yang melahirkan
75
dengan persalinan normal. Pengumpulan atau pengisolasian hUCBS juga tidak
mempunyai masalah etika, legal dan sosial.
Kandungan hUCBS menurut beberapa penelitian diantaranya 0,48 ng/mL
Epidermal Growth Factor (EGF), 230,85 ng/mL Vitamin A, 57.15ng/mL
Transforming Growth Factor-β (TGF-β) (Yoon, dkk, 2005), 245,3 pg/mL
Substance P, 239 pg/mL Insuline Growth Factor-I (IGF-I), 729,7 pg/mL Nerve
Growh Factor (NGF) (Yoon,dkk., 2007), 7.95 pg/mL basic Fibroblast Growth
Factor (bFGF), 504,51 pg/mL Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), 9,32
pg/mL Placental Growth Factor (PGF), 121,38 soluble Fms-like Tyrosine Kinase1 (sFlt-1), 6804,66 pg/mL soluble Kinase Domain Receptor (sKDR) (Wallner,
dkk., 2007), 27,0 Transforming Growth Factor-α (TGF-α) (Wagner, dkk., 2001),
8,4 ng/mL Leptin (Pighetti, dkk., 2003).
Walaupun kandungan yang lebih terperinci dalam hUCBS seperti hormonhormon perlu diteliti lebih jauh, tetapi macam-macam faktor pertumbuhan tersebut
juga sudah sangat mendukung proliferasi fibroblas, seperti untuk suatu
penyembuhan luka yang melibatkan reepithelialization, pembentukan jaringan
granulasi, proses inflamasi,
terdeteksi interleukin IL-1, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor), TGF  (Transforming
Growth Factor  TGF  (Transforming Growth Factor ), NGF (Nerve Growth
Factor), PDGF (Platelet Derived Growth Factor) dan FGF (Fibroblast Growth
Factor) (Luger dan Schwarz, 2000).
Serum darah perifer manusia dewasa tidak memiliki banyak faktor
pertumbuhan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup maupun perluasan
pertumbuhan suatu sel. Hal ini dibuktikan pada penelitian tentang human
76
mesenchymal stem cell yang menggunakan serum darah perifer manusia dengan
hasil tidak terlihat perubahan yang baik dalam proliferasi maupun differensiasi sel
yang dilakukan baik secara invitro maupun invitro ( Yamaguchi, 2002, Kassem,
2004). Sebagai alternatif penggunaan 10% serum darah perifer manusia saja tidak
mendukung pertumbuhan dan proliferasi sel kecuali ditambahkan faktor-faktor
pertumbuhan seperti epidermal growth factor, fibroblast growth factor (FGF2),
dan Bone Morphogenetic Protein 4 (BMP4), (Phadnis, dkk, 2008).
Untuk suatu penelitian ataupun therapi dengan menggunakan darah perifer
manusia, dibutuhkan darah segar dalam volume tertentu untuk pengerjaannya
sedangkan darah perifer manusia bukan merupakan bahan buangan (seperti halnya
hUCB, yang akan dibuang segera setelah bayi dilahirkan) sehingga akhirnya tidak
digunakan untuk kultur sel, kultur jaringan maupun organ invitro.
6.2.2. Peningkatan
Kosentrasi
hUCBS
Menyebabkan
Peningkatan
Proliferasi Fibroblas.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa kecenderungan efek dosis hUCBS
membentuk regresi linear dengan nilai R2 = 0,925. Dosis 20% dapat
menumbuhkan fibroblas lebih banyak dibandingkan dengan dosis 10% dan 5%.
Demikian juga dosis 10% dapat menumbuhkan fibroblas lebih banyak
dibandingkan dengan 5%.
hUCBS juga mempunyai kandungan total protein yang lebih besar dibanding
dengan serum darah sapi. Hal ini dibuktikan dengan melakukan test yang
menggunakan alat Nanodrop.
Protein apapun dan berasal dari makhluk apapun juga ternyata hanya
tersusun dari 20 macam asam amino saja. Protein adalah biomolekul yang
77
sesungguhnya, karena senyawa ini yang menjalankan berbagai fungsi dasar
kehidupan, antara lain protein berkontraksi melakukan gerak, pengendali
pertumbuhan dengan adanya faktor-faktor pertumbuhan, menjalankan berbagai
proses metabolisme dalam bentuk enzim (Sadikin, 2001).
Pertumbuhan dan differensiasi sel diatur oleh protein faktor pertumbuhan.
Misalnya faktor pertumbuhan saraf (Nerve Growth Factor, NGF) akan
merangsang pertumbuhan jaringan saraf, faktor pertumbuhan fibroblas (Fibroblast
growth factor, FGF) akan merangsang pertumbuhan fibroblas. Aktifitas sel-sel
yang berbeda pada organisme multisel dikoordinasi oleh hormon dan banyak
hormon seperti insulin dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) merupakan
protein (Stryer, 2000).
Peningkatan proliferasi fibroblas yang berbeda bermakna antara serum hUCB
dengan FBS, dimungkinkan karena kandungan protein yang lebih tinggi pada
serum hUCB
dibanding FBS, tetapi tidak dapat disingkirkan bahwa peranan
growth factor dalam hUCBS walau untuk hal ini perlu penelitian lebih lanjut.
Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian antara lain berjudul
human umbilical cord blood serum promotes growth, proliferation as well as
differentiation of human bone marrow derived progenitor cells (Phadnis, dkk,
2006), yang mengatakan hUCBS merupakan media yang baik dalam mendukung
proliferasi hBMCs (human bone marrow derived mesenchymal like cells) dan
differensiasi hBMCs ke adiposit, effects of human umbilical cord serum on
proliferation and insulin content of human fetal islet like cell clusters (Xia, dkk,
2005), yang mengatakan bahwa hUCBS dapat meningkatkan islet like cell clusters
(ICCs) empat kali lipat dibandingkan dengan FBS, Human umbilical cord blood
78
serum can replace fetal bovine serum in culture of mesenchymal stem cells
(Shetty, dkk, 2007), yang mengatakan proliferasi human mesechymal stem cell
lebih besar dengan menggunakan hUCBS dibanding dengan FBS, sehingga dapat
sebagai pengganti untuk mengembangkan protokol klinis kultur MSC, human
umbilical cord blood serum in culture medium on oocyte maturation in vitro
(Zhang,dkk, 2007), yang mengatakan tingkat kematangan akhir oosit pada media
yang ditambahkan serum darah tali pusat manusia secara signifikan lebih tinggi
daripada media yang ditambahkan cairan folikel manusia saja, Use of Umbilical
Cord Serum in Chromosomal Studies (Victor, dkk, 2007) yang menemukan
metafase dengan jumlah yang cukup dan merata untuk ikatan kromosom dengan
menggunakan medium hUCBS.
79
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian FBS dan hUCBS didapatkan
simpulan sebagai berikut:
1. hUCBS lebih meningkatkan proliferasi fibroblast pada tikus (galur sel
NIH3T3) dibandingkan FBS secara bermakna.
2. Konsentrasi hUCBS 20% meningkatkan proliferasi fibroblast lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi hUCBS 5% maupun hUCBS 10%.
Dengan meningkatnya konsentrasi hUCBS, maka jumlah protein yang
dikandungnya termasuk growth factor juga akan semakin banyak,
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan fibroblas.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi
optimal hUCBS terhadap peningkatan proliferasi fibroblas.
2. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang growth factor yang paling
dominan dalam hUCBS terhadap peningkatan proliferasi fibroblas.
3. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang komponen dari hUCBS
secara lengkap dan terperinci, misalnya hormon, jenis protein, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2002.
Molecular Biology of the Cell, 4th Ed.Garland Science.p.1090-1106.
Bagby G.C., Heinrich M.C., 2000. Growth Factors, Cytokines and the role of
Hematopoiesis. In Hoffman R., Benz E.J., Shattil S.J., dkk (eds):
Hematology Basic Principles and Practice 3rd ed, New York, Churchill
Livingstone ; 154-189.
Bhattacharya, N. 2009. Advanced Medical Research Institute, Frontiers of
Cord Blood Science, Springer-Verlag London.p.xx.
Carrel, A. 1912. On The Permanent Life of Tissues Outside of the Organism. J.
Exp. Med;15(5):516.
Craven, C.M., Ward, K. 2000. Transfusion of Fetal Cord Blood Cells: An
Improved Method of Hematopoietic Stem Cells Transplantation? J Repro
Immunol ; 42: 59-77.
COPE: Cytokines Online Pathfinder Encyclopaedia, Horst Ibelfault’s
Hypertext Information Universe of Cytokines, version 24.7 (August
2010).
Available
at
www.copewithcytokines.de/.
(Accessed
10
September 2010).
Deshpande, M., Katdare, M., Parab, P. 2000. Supplementation with Soybean
Lipids Reduces Goat Serum–Induced Apoptosis in the B-cell Hybridoma
CC9C10. In Vitro Cell. Dev. Biol. Anim. (Letter to the Editor). 36:1–3.
Dimri, G.P., Dellambra, E. 2008. Cellular Senescence and Skin Aging. In:
Dayan N. (Editor). Skin Aging Handbook.p.129-148.
80
81
Doerr, H.W., Cinatl, J., Stürmer, M., Rabenau H.F.,2003: Prions and
Orthopedic Surgery Infection. William Andrew. 31:163–171.
Filipic, B., Shehata, M., Toth, S., Schwarzmeier, J., Koren, S. 2002. Novel
Serum Replacement Based on Bovine Ocular Fluid: a Useful Tool for
Cultivation of Different Animal Cells in Vitro. ALTEX. 19(1):15–20.
Fowler, B., 2003. Functional and Biological Markers of Aging. In : Klatz, R.,
2003. Anti-Aging Medical Therapeutics volume 5. Chicago : The A4M
Publications : p. 43.
Frassoni, F., Repetto, M., Piaggio, G., Podesta, M., Marmont, A. M., 1987;
Human Serum–Dependent Survival of GM-CFCs in vitro from Patients
with Chronic Granulocytic Leukemia. Leuk. Res. 11(1):3–6.
Gerald D.A., 2001: Cedera dan Kematian sel; Patofisilogi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 5, Sylvia A.P., Lorraine MW (Pentj.),
EGC:23-24.
Gluckman, E., Broxmeyer, H.E., Auerbach, A.D., dkk, 1989: Hematopoietic
Reconstitution in a Patient with Fanconi’s Anemia by Means of
Umbilical-cord Blood from an HLA-Identical Sibling. N Engl J Med. ;
.321:1174–8.
Goldman, R., dan Klatz. R., 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia
: Printmate Sdn, Bhd. P: 19-25.
Grunebaum, Amos. 2005. Placenta Previa Basics . Available from
http://www.horizon-bcbsnj.com/myhealthyhorizon/
webmd/Encyclopedia/articles/PlacentaPrevia/placenta_basics.asp.
Access : 23-07-2010.
82
Invitrogen.
2003.
Perspectives
in
Cell
Culture.
Available
at:
http://www.invitrogen.com. Access : 07-08-2010
Klein, R., Dumbledore L. J. 1993. Transmission of Creutzfeldt-Jakob Disease
by Blood Transfusion. Lancet. 341:768.
Kim, Y.M., Jung, M.H., Song, H.Y., Hyun, O.Y., Lee, S.T., Kim, J.H., dkk.,
2005: Ex Vivo Expansion of Human Umbilical Cord Blood Derived T
Lymphocytes with Homologous Cord Blood Plasma. Tohoku J Exp Med;
205:115-122.
King, D., 2003: Placenta and Umbilical Cord.
Available from: http://www.siumed.edu/~dking2/erg/placenta.htm.
Access: 23-07-2010.
Koller, M.R.,Palsson, B.O.,Masters, J.R.W,2002,Human Cell Culture, Volume
V:Primary Mesenchymal Cells, Kluwer Academic Publishers.
Koolman, Jan, Rohm,Klaus-Heinrich, 2001, Atlas Berwarna dan Teks
Biokimia, Penerbit Hipokrates, p. 62,146, 246.
Kountur, R. 2006. Statistik Praktis. PPM.
Koivisto, H., Hyvarinen M., Stromberg A. M., Inzunza, J., Matilainen, E.,
Mikkola, M., Hovatta, O., Teerijoki, H. 2004. Cultures of human
Embryonic Stem Cells: Serum Replacement Medium or SerumContaining Media and the Effect of Basic Fibroblast Growth Factor.
Reprod. Biomed. Online. 9(3):330–337.
83
Lahirin R., 2010. Serum Darah Tali Pusat Manusia Meningkatkan Proliferasi
Fibroblas Pada Tikus NIH3T3 Lebih Banyak Dibandingkan Dengan
Serum Fetus Sapi. Unpublished.
Lam, A.C., Li, K., Zang, Z.B., Li, C.K., Fok T.F., Chang A.M. 2001.
Preclinical ex vivo Expansion of Cord Blood Hematopoietic Stem and
Progenitor Cells: Duration of Culture; the Media, Serum Supplements,
and Growth Factors Used; and Engraftment in NOD/SCID Mice.
Transfusion; 41:1567.
Lichtman, M.A., Williams, W.J., 2001: Hematology in the Aged. In: Beutler,
E.,Coller, B., Lichtman, M.A., Seligsohn, U.,Williams Hematology 6th
Ed.,p93-100.
Luger, T.A., Schwarz, T., 2000: The role of cytokines and neuroendocrine
hormones in cutaneous immunity and inflammation, Allergi, 50; 292302.
Mescher, A. L., 2010, Junqueira's Basic Histology, Twelfth Edition, The
McGraw-Hill Companies, Inc..
Mizuno, N., Shiba, H., Ozeki, Y., Mouri, Y., Niitani M., Inui M., dkk., 2006:
Human Autologous Serum Obtained using a Completely Closed Bag
System as a Substitute for Fetal Calf Serum in Human Mesenchimal
Stem Cell Cultures. Cell Biol Int ;30:521-524.
Nazir. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta. Cetakan ke -4. Galia Indonesia.
Norman, R.A. 2003. Geriatric Dermatology. Dermatologic Therapy vol 16:
260-268.
.
84
Pangkahila, A., 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisi Statistik Dengan
SPSS. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, hal : 9-19.
Pangkahila, W., 2007. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas
Hidup. Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas, hal : 133-144.
Paranjape ,S. 2004. Goat Serum: An Alternative to Fetal Bovine Serum in
Biomedical Research. Indian J. Exp. Biol. 42(1):26–35.
Phipps, S.M.O., Berletch, J.B., Andrews, L.G., Tollesfsbol, T.O., 2007. Aging
Cell Culture. In: Tollesfsbol, T.O. (editor): Biological Aging: Methods
and Protocols. Totowa: Humana Press.
Pocock, S., 2008: The Size of Clinical Trials, In : Clinical Trial, A Practical
Approach. A Wiley & Sons Medical Publication. P. 123-127.
Rogers, K., 2011,The Cell, Britannica Educational Publishing, p.144-145,147.
Ryan, J.M., Barry, F.P., Murphy J.M., Mahon, B.P. 2005. Mesenchimal Stem
Cells Avoid Allogeneic Rejection. J. Inflammation ; 2: 8-18.
Sadikin M., 2001. Isolasi dan Pemisahan Protein. Biokimia Eksperimen
Laboratorium, FKUI, Jakarta, p.13.
Santoso, S., 2008: Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. PT. Elex Media
Komputindo.
Sasse, M., Lengwinat, T., Henklein, P., Hlina, A., Schade, R. 2000.
Replacement of Fetal Calf Serum in Cell Cultures by an Egg Yolk Factor
with Cholecystokinin/ Gastric-like Immunoreactivity. Altern. Lab. Anim.
28(6):815–831.
85
Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi ke-2. Sagung Seto.
Savarese, T., Strohsnitter C.W., Low H.P., Liu Q., Baik I., Okulick W.,
Chelmow D.P., Lagiou P., Quesenberry P.J., Noller K.L., Hsieh C.H.,
2007. Correlation of Umbilical Cord Blood Hormones and Growth
Factors with Stem Cell Potensial ; Implications for the Prenatal Origin
of Breast Cancer Hypothesis. Breast Cancer Research. BioMed Central
Ltd. USA.
Schnieke, A.E, Kind, A.J., Ritchie, W,A., Mycock, K., Scott, A.R., Ritchie,
M., Wilmut, I., Colman, A., Campbell, K.H. 1997. Human Factor IX
Transgenic Sheep Produced by Transfer of Nuclei from Transfected
Fetal Fibroblasts. Science, 278:2130-2133. Wiley-Liss. New York.
15:516-528
Selborne Biological Services. 2006. LipiMAX purified lipoprotein solution
from bovine serum. Available from: http://www.selbornebiological.com/
products/lipimax.htm. Access: 02-02-2010 .
Segel, G.B., Palis J., 2001: Hematology of The Newborn. Williams.
Hematology, 6 ed, New York, McGraw Hill Medical Publishing Division
; chap 7 : 77-92.
Segel, G.B., Palis J., 2001.
Hematology of The Newborn. Williams
Hematology, 6 ed, New York, McGraw Hill Medical Publishing
Division ; chap 7 : 77-92.
86
Shetty, P.,Bharucha, K., Tanavde, V., 2006. Human Umbilical Cord Blood
Serum can Replace Fetal Bovine Serum in the Culture of Mesenchymal
Stem Cells. Cell Biology Internasional, 31:293-298.
Spector, W.G., Spector, T.D. 2002. Pengantar Patologi Umum, edisi ketiga,
Gadjah Mada University Press; 136-140,230-233.
Spees, J. L., Gregory, C. A., Singh, H., Tucker H. A., Piester, A., Lynch, P. J.,
Smith, J. and Prockop, D. J. 2004. Internalized Antigens must be
Removed to Prepare Hypoimmunogenic Mesechymal Stem Cells for Cell
and Gene Therapy. Mol Ther; 9:747–756.
Stryer L., 2000. Biokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. p17-18
Stute N., Holtz K., Bubenheim M., Lange C., Blake F., Zander, A.R., 2004.
Autologous Serum for Isolation and Expansion of Human Mesenkimal
Stem Cells for Clinical Use. Exp Hematol; 32: 1212-1225.
The U.S. Food and Drug Administration (FDA), 1991. Profil Fetal Bovine
Serum. Available from : http://about.qkport.com/f/fetal_bovine_serum.
Access: 23-07-2010.
Todaro, G. J., Green, H.,1963. Quantitative Studies of the Growth of Mouse
Embryo Cells in Culture and Their Development into Established Lines,
New York, Department of Pathology, New York University School of
Medicine.
Trihendadi, C. 2005. Step by Step SPSS 17 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:
Andi Offset.
United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population
Division. 2006. http://www.un.org/esa/population/unpop.htm.
87
Vorvick, L., Storck, S., Zieve, D., 2010. Placenta. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19505.htm. Access:
23-07-2010.
Wagner, J.E., Kernan. N,A., Steinbuch, M., Broxmeyer, H.E., Gluckman, E.
1995. Allogeneic Sibling Umbilical Cord Blood Transplantation in
Children with Malignant and Non-Malignant Disease. Lancet ; 346: 2149.
Walner W, Sengenberger R, Strick R, Pamela L. Strissel PL, Meurer B, 2007.
Beckmann MW, Schlembach D, Angiogenic growth factors in maternal
and fetal serum in pregnancies complicated by intrauterine growth
restriction ;112, 51-57.
Yamaguchi, M., Hirayama, F., Wakamoto, S., Fujihara, M., Murahashi, H.,
Sato, N., Ikebuchi, K., Sawada, K., Koike, T., Kuwabara, M., Azuma, H.,
Ikeda, H. 2002. Bone Marrow Stromal Cells Prepared using AB Serum
and bFGF For Hematopoietic Stem Cells Expansion. Transfusion;
42:921e7.
Yoon, K.C., You, I.C.,Im, S.K., Jeong, T.S., Park, Y.G., Choi, J., 2007.
Application of Umbilical Cord Serum Eyedrops for the Treatment of
Neurotrophic Keratitis, Ophthalmology; 114, 9, 1637-1642.
Yoon, K.C., Song, B.Y., Seo, M.S., Park,
Y.G.. 2006. Analysis of Tear
Components in Umbilical Cord Serum and Its Application for the
Treatment of Ocular Surface Diseases. Cornea; 25:268–72.
88
LAMPIRAN
Lampiran 1
Uji Normalitas Data Jumlah Sel
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.203
9
.200*
.873
9
.133
DMEM + FBS 10%
.228
9
.194
.899
9
.245
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 5%
.169
9
.200*
.942
9
.600
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 10%
.171
9
.200*
.917
9
.370
9
.200*
.978
9
.953
Post Kontrol (DMEM)
DMEM + Serum
darah tali pusat
.156
manusia 20%
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
Lampiran 2
Uji Kruskal-Wallis Jumlah Sel antara Kelompok Kontrol, FBS, dan Serum Tali Pusat
Post
95% Confidence
Interval for Mean
N
Kontrol (DMEM)
DMEM + FBS 10%
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 10%
Mean
9 328.11
6185.1
9
1
9
9685.1
1
Std.
Deviation
25.790
Std.
Error
Lower
Bound
Upper
Bound
8.597
308.29
347.93
1242.802 414.267
5229.81
7140.41
313.237 104.412
9444.34
9925.89
89
Post
95% Confidence
Interval for Mean
N
Kontrol (DMEM)
DMEM + FBS 10%
Std.
Deviation
Mean
9 328.11
6185.1
9
1
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 10%
Total
Std.
Error
25.790
308.29
347.93
1242.802 414.267
5229.81
7140.41
9
9685.1
1
313.237 104.412
9444.34
9925.89
27
5399.4
4
3997.453 769.310
3818.10
6980.78
Post
df1
27.779
df2
2
Sig.
24
.000
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank
Kontrol (DMEM)
9
5.00
DMEM + FBS 10%
9
14.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 10%
9
23.00
Total
27
Test Statisticsa,b
Post
Chi-Square
23.164
df
2
Asymp.
.000
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
Upper
Bound
8.597
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic
Lower
Bound
90
Test Statisticsa,b
Post
Chi-Square
23.164
df
2
Asymp.
.000
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
Lampiran 3
Uji Mann-Whitney antara Kontrol dengan Kelompok FBS
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol
(DMEM)
9
5.00
45.00
DMEM + FBS
10%
9
14.00
126.00
Total
18
91
Test Statisticsb
Post
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
45.000
Z
-3.582
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 4
Uji Mann-Whitney antara Kontrol dengan Kelompok Serum Tali Pusat Manusia
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol (DMEM)
9
5.00
45.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 10%
9
14.00
126.00
Total
18
Test Statisticsb
Post
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
45.000
Z
-3.582
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
92
Lampiran 5
Uji Mann-Whitney antara Kelompok FBS dengan Kelompok Serum Tali Pusat Manusia
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank Sum of Ranks
DMEM + FBS 10%
9
5.00
45.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 10%
9
14.00
126.00
Total
18
Test Statisticsb
Post
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
45.000
Z
-3.576
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 6
Uji Kruskal-Wallis Jumlah Sel antara Kelompok Serum Tali Pusat dosis 5%, 10%, dan
20%
Post
95% Confidence
Interval for Mean
N
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 5%
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 10%
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Lower
Bound
Upper
Bound
9
8125.8
9
628.012 209.337
7643.16
8608.62
9
9685.1
1
313.237 104.412
9444.34
9925.89
93
DMEM + Serum
darah tali pusat
manusia 20%
Total
9 1.22E4
304.109 101.370
12007.02
12474.54
27 1.00E4
1779.852 342.533
9313.17
10721.35
Test of Homogeneity of Variances
Post
Levene
Statistic
df1
5.163
df2
2
Sig.
24
.014
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank
DMEM + Serum darah tali pusat
manusia 5%
9
5.00
DMEM + Serum darah tali pusat
manusia 10%
9
14.00
DMEM + Serum darah tali pusat
manusia 20%
9
23.00
Total
27
Test Statisticsa,b
Post
Chi-Square
23.150
Df
2
Asymp.
.000
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
Lampiran 7
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat Manusia dosis 5% dengan 10%
Ranks
Kelompok
N
Mean Rank Sum of Ranks
94
Post
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 5%
9
5.00
45.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 10%
9
14.00
126.00
Total
Test Statisticsb
18
Post
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
45.000
Z
-3.576
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 8
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat Manusia dosis 5% dengan 20%
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank Sum of Ranks
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 5%
9
5.00
45.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 20%
9
14.00
126.00
Total
18
Test Statisticsb
Post
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
45.000
-3.578
.000
95
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)]
.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 9
Uji Mann-Whitney antara Kelompok Serum Tali Pusat Manusia dosis 10% dengan 20%
Ranks
Kelompok
Post
N
Mean Rank Sum of Ranks
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 10%
9
5.00
45.00
DMEM + Serum darah
tali pusat manusia 20%
9
14.00
126.00
Total
18
Test Statisticsb
Post
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
45.000
Z
-3.578
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 10
Analisis Regresi Linier
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
96
1
.962a
.925
a. Predictors: (Constant), Kelompok
.922
496.763
UJI LINEARITAS
Sum of
Squares
Model
1
Regression
Residual
Df
Mean Square
7.620E7
1
6169339.630
25
Total
8.236E7
a. Predictors: (Constant), Kelompok
b. Dependent Variable: Post
F
Sig.
7.620E7 308.766
.000a
246773.585
26
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std. Error
1787.481
478.011
Kelompok
2057.444
a. Dependent Variable: Post
117.088
Beta
t
.962
Sig.
3.739
.001
17.572
.000
Lampiran 11
Analisis Total Protein
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
Total_Protein FBS
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.292
9
.026
.764
9
.008
hUCBS
.194
a. Lilliefors Significance Correction
9
.200*
.904
9
.275
97
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
Statistic
Total_Protein FBS
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.292
hUCBS
.194
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Statistic
df
9
.026
.764
9
.008
9
*
.904
9
.275
.200
Group Statistics
Kelompok
N
Mean
Total_Protein FBS
hUCBS
Std. Deviation
32.2894
5.41955
1.80652
9
50.3667
4.07398
1.35799
N
Total_Protein FBS
hUCBS
Total
Mean Rank
Sum of Ranks
9
5.00
45.00
9
14.00
126.00
18
Test Statisticsb
Total_Protein
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
Std. Error
Mean
9
Ranks
Kelompok
.000
45.000
-3.576
.000
.000a
Sig.
98
FOTO PENELITIAN
Darah tali pusat manusia (UCB)
UCB dicentrifuge
4000 g selama 10 menit
Serum darah tali pusat (hUCBS)
99
SERUM FETUS SAPI ( FOETAL BOVINE SERUM, FBS)
DMEM
Persiapan Thawing
Bahan operasional: DMEM, FBS, PanStrep
Medium dimasukan sekitar 7 ml, kemudian masukan sel
100
Pengambilan sel
dari cryotube
Inaktivasi medium
Pemasukan sel ke medium
Medium optimum
101
Pengamatan sel
dengan mikroskop inverted
Pelet hasil centrifugasi
Pembuangan supernatant
Penanaman sel
Penghomogenan sel
Pengamatan sebelum incubator
102
Inkubator dengan suhu 370C
MTT assay
Pembacaan hasil sel titer dengan microplate reader
Nanodrop
103
Hemasitometer
Perhitungan sel
Pembacaan hemasitometer
Download