BAB II PENDIDIKAN GURU DAN KREATIFITAS INOVASI MANAJEMEN PEMBELAJARAN MADRASAH A. Pendidikan Guru 1. Pengertian Pendidikan Guru Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat bangsa, dan negara. 1 Dalam persepektif pendidikan Islam, pendidik bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik baik potensi afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), maupun psikomotorik (perilaku).2 Guru atau pendidik merupakan orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab dengan pendidikan yang ia berikan kepada orang lain dan pendidikan bagi dirinya. Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah keluarga, sedangkan pendidik di lembaga persekolahan 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 4. 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 75. 23 24 disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah tingkat TK sampai dosen di perguruan tinggi.3 Berdasarkan kelembagaannya, dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal, namun bisa di masjid, surat atau musola, di rumah dan sebagainya.4 Jadi, guru adalah orang yang harurs bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perilakunya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan mengupayakan perkembangan peserta didik baik perkembangan sikap, pengetahuan dan perilakunya. Moh. Uzer Usman menjelaskan, bahwa guru merupakan profesi atau jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu belum tentu dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan pra jabatan.5 3 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 31. 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm. 31. 5 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Rosda Karya, 2005), hlm. 5. 25 Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pendidikan guru adalah tingkat pendidikan yang dicapai oleh guru dalma rangka membekali dirinya untuk menjadi tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis, dan menyimpulkan masalah yang dihadapi, berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. 2. Jalur Pendidikan Guru Berdasarkan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 mengemukakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. a. Pendidikan formal Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.6 Untuk kualifikasi tenaga profesional guru, ia harus menempuh pendidikan formal sesuai dengan kualifikasi minimum dan sertifikat mengajar sesuai dengan jenjangnya. Adapun pendidikan formal guru yaitu pendidikan tinggi yang memiliki jurusan ilmu pendidikan, misalnya PGTK, PGSD, PGMI dan pendidikan lainnya, serta mengeluarkan sertifikat kewenangan mengajar (Akta Mengajar), baik akta II untuk Diploma Dua maupun akta IV untuk Sarjana Strata Satu. 6 DEPAG RI, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas, (Jakarta: DEPAG RI, 2003), h. 41. 26 b. Pendidikan non formal Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Untuk tenaga profesional guru pendidikan non formal terutama pada lembaga pelatihan.7 Adapun pendidikan non formal yang dapat ditempuh oleh tenaga profesional guru misalnya pendidikan di lembaga kursus dan pelatihanpelatihan yang diselenggarakan oleh dinas atau lembaga pendidikan terkait. Pelaksanaan pendidikan dan latihan untuk guru dilakukan berdasarkan keputusan lembaga administrasi negara (LAN) dalam Surat Edarana Nomor 157/Seklan/6/7, tanggal 1 Juni 1997.8 c. Pendidikan informal Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.9 Adapun pendidikan informal ini dapat ditempuh dalam pendidikan di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), pondok pesantren dan taman pendidikan AlQur’an (TPQ).10 7 Ibid., hlm. 45. Soebagio Atmodiwirio, Manajemen Training Pedoman Praktis Bagi Penyelenggara Training (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 11. 9 DEPAG RI, Op.Cit., hlm. 45. 10 Depag RI, Op.Cit., hlm. 45. 8 27 3. Syarat Menjadi Guru Mengingat bahwa guru merupakan profesi atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, maka diperlukan syarat-syarat khusus bagi profesi guru, yaitu antara lain: a. Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori Ilmu pengetahuan yang mendalam. b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. f. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya. g. Memiliki klien atau objek layanan yang tetap seperti dokter dan pasiennya, guru dan muridnya. h. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.10 Menurut Zakiah Darajat, dkk, syarat-syarat bagi seorang guru adalah: a. Taqwa kepada Allah Swt b. Berilmu 10 28 c. Sehat Jasmani d. Berkelakuan baik.11 4. Tujuan dan Fungsi Guru Tugas dan fungsi guru sebagaimana dikemukakan oleh Ramayulis yaitu: a. Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian serta program itu dilaksanakan. b. Sebagai pendidika (educator) yang mengarahkan siswa pada tingkat kedewasaan dan kepribadian yang mantap dan sempurna. c. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, siswa dan masyarakat yang terkait, menyakut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atau program yang dilakukan itu.12 Ketiga tugas dan fungsi guru di atas merupakan satu kesatuan yang tak terpisah, sehingga ketiga tugas itu harus dilakukan dengan baik dan secara berkesesuaian satu dengan lainnya. 5. Kompetensi yang Harus Dimiliki Guru a. Kompetensi Mengajar Guru Kompetensi mengajar guru atau kompetensi guru sebagaimana dijelaskan dalam UU RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 menyebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud 11 12 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 15. Ramayulis, Op.Cit., hlm. 63. 29 dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional, yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat, kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru.13 kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan pengembangan profesionalisme. Keempat standar kompetensi tersebut akan dipaparkan pada penjabaran berikut ini: 1) Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.14 Pengelolaan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam menguasai dasar-dasar ilmu mendidik atau teori-teori pendidikan. Menurut E. Mulyasa kemampuan pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan 13 14 Farida Sarimaya, Lampiran UU RI Nomor 14 Tahun 2005, hlm. 119. Farida Sarimaya, Lampiran UU RI Nomor 14 Tahun 2005, hlm. 157. 30 Peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya.15 Hal-hal yang meliputi kompetensi pedagogik menurut E. Mulyasa, yaitu: a) Kemampuan mengelola pembelajaran b) Pemahaman terhadap peserta didik c) Perancangan pembelajaran d) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis e) Pemanfaatan teknologi pembelajaran f) Evaluasi hasil belajar g) Pengembangan peserta didik.16 Moh. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional menyebuatkan beberapa kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru, antara lain: a) Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, ini dilakukan melalui upaya: - Kajian terhadap tujuan pendidikan nasional. - Kajian terhadap tujuan pendidikan dasar dan menengah. - Penelitian yang berkaitan antara tujuan pendidikan dasar dan menengah dengan tujuan pendidikan nasional.17 15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 75. 16 Ibid., hlm. 75. 17 Moh. Uzer Usman, Op.Cit., hlm. 16-19. 31 - Kajian terhadap kegiatan-kegiatan pengajaran yang menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional. b) Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat, kompetensi ini dilakukan dengan perbuatan: - Kajian terhadap peranan sekolah sebagia pusat pendidikan dan kebudayaan. - Kajian terhadap peristiwa yang mencerminkan sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. - Pengelolaan kegiatan sekolah yang mencerminkan sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. c) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar, untuk itu perlu melakukan: - Kajian terhadap jenis perbuatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. - Kajian terhadap prinsip-prinsip belajar. - Terapan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Kompetensi Kepribadian Kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa, serta menjadi teladan peserta didik.18 Guru sering ditanggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang ideal, oleh 18 Farida Sarimaya, Lampiran UU RI Nomor 14 Tahun 2005, hlm. 157. 32 karena itu, pribadi guru yang sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Kepriabdian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dan anak didik. Kepribadian dapat dilihat dari perilaku guru dalam kehidupan sehari-hari. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik akan mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan karena tuntutan belaka, yang membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah.19 Seorang guru harus memiliki beberapa kepribadian yang nantinya dapat dilihat oleh siswanya dalam perbuatan selama mengajar. Menurut E. Mulyasa, kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu: a) Kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa Dengan adanya kepribadian yang mantap maka guru dapat menjaga kestabilan emosionya sehingga kemarahan guru dalam kelas tidak begitu saja diledakkan. Kestabilan emosi ini merupakan bentuk ke ewasaan seseorang dalam memahami sesuatu.20 19 20 Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 42. E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 121-131. 33 b) Disiplin, arif dan berwibawa Kedisiplinan merupakan sesuatu yang harus diajarkan kepada siswanya, agar dalam kehidupannya ia berperilaku dan berbuat sesuatu dengan norma-norma yang berlaku. Dalam hal ini kedisiplina harus dimulai dari gurunya dan guru mengajarkannya kepada siswanya. Kedisiplinan yang tinggi akan membawa kewibawaan kepada seorang guru, sehingga siswa menyeganinya. c) Menjadi teladan bagi siswanya Sebagai orang dewasa yang menjadi orang tua di sekolah maka secara otomatis siswa akan meniru segala perkataan, perbuatan gurunya. Oleh karen aitu, guru harus dapat memberikan kesan yang baik terhadap siswanya sehingga siswa terseut dapat meniru kebaikan-kebaikan gurunya. d) Berakhlak mulia Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah seorang penasehat bagi pserta didik atau siswanya.21 3) Kompetensi Sosial Kemampuan guru untuk berkomuknikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua dan wali peserta didik dan masyarakat sekitar.22 Seorang guru 21 22 Ibid., hlm. 117-131. Farida Sarimaya, Lampiran UU RI Nomor 14 Tahun 2005, hlm. 157. 34 tidak dapat melepaskan dirinya dari bidang kehidupan masyarakat, karena ia hidup juga sebagai anggota masyarakat. Kompetensi-kompetensi sosial yang sekurang-kurangnya dimiliki guru dalam kehidupan sosialnya yaitu:23 a) Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat. b) Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan d) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Menurut Uzer Usman, yang termasuk dalam kompetensi sosial yaitu:24 a) Berinteraksi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional, hal ini dilakukan dengan cara: - Kajian terhadap ajaran struktur organisasi Depdikbud. - Kajian terhadap hubungan kerja profesional. - Berlatih menerima dan memberikan balikan. - Pembiasaan diri dalam mengikuti perkembangan profesi. b) Berinteraksi dengan masyarakat untuk penunaian misi pendidikan, yang dilakukan melalui: - Kajian terhadap berbagai lembaga kemasyarakatan yang berkaitan dengan pendidikan. 23 24 E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 173. Moh. Uzer Usman, Op.Cit., hlm. 16-17. 35 - Berlatih menyelenggarakan kegiatan kemasyarakatan yang menunjang usaha pendidikan. 4) Kompetensi Profesional Kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.25 Kompetensi profesional yang bersifat khusus untuk guru di antaranya meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Memahami standar nasional pendidikan b) Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan c) Menguasai materi standar d) Mengelola program pembelajaran e) Mengelola kelas f) Menggunakan media dan sumber pembelajaran g) Menguasai landasan-landasan kependidikan h) Memahami dan melaksanakan pengembangan peserta didik i) Memahami dan menyelenggarakan administrasi sekolah j) Memahami penelitian dalam pembelajaran k) Menampilkan keteladanan dan kepemimpinan dalam pembelajaran l) Mengembangkan teori dan konsep dasar kependidikan m) Memahami dan melaksanakan kosnep pembelajaran individual. Menurut Uzer Usman, kompetensi profesional ini meliputi: a) Menguasai bahan pengajaran, yang meliputi: 25 Farida Sarimaya, Lampiran UU RI Nomor 14 Tahun 2005, hlm. 157. 36 - Penguasaan bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah. - Kajian terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah. - Telaah tentang buku teks pendidikan dasar dan menengah. - Telaah tentang buku-buku pedoman khusus bidang studi. - Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dinyatakan dalam buku teks dan buku pedoman khusus. b) Menguasai bahan pengayaan, dengan langkah-langkah sebagai berikut: - Kajian terhadap bahan penunjang yang relevan dengan bahan bidang studi atau mata pelajaran. - Kajian terhadap bahan penunjang yang relevan dengan profesi guru. c) Melaksanakan program pengajaran yang meliputi: - Ciptaan terhadap iklim belajar mengajar yang tepat. - Kajian terhadap faktotr-faktor pengelolaan kelas. - Kajian terhadap prinsip-prinsip pengelolaan kelas. - Ciptaan terhadap suasan abelajar mengajar yang baik. - Penanganan masalah pengajaran dan pengelolaan. d) Mengatur ruangan belajar dengan berpedoman pada: - Kajian terahdap berbagai tata ruang belajar. - Kajian terhadap kegunaan sarana dan prasarana kelas - Aturan tentang ruang belajar yang tepat. 37 e) Mengelola interaksi belajar-mengajar, pengelolaan ini dilakukan dengan cara: - Kajian terhadap cara-cara mengamati kegiatan belajarmengajar. - Dapat mengamati kegiatan belajar-mengajar. - Dapat mengatu rmurid dalam kegiatan belajar-mengajar.26 B. Kreativitas Inovasi Manajemen Pembelajaran 1. Pengertian Kreativitas Inovasi Manajemen Pembelajaran Kreativitas adalah proses yang dilakukan oleh seseorang yang menyebabkan ia menciptakan yang baru baginya. Keberadaan guru untuk menciptakan sesuatu yang baru bagi dirinya diwujudkannya dalam bentuk kreatifitas.27 Sedangkan inovasi adalah usaha untuk menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha). Ibrahim juga mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang berupa suatu ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat).28 Pada hakikatnya baik kreatifitas maupun inovasi memiliki tujuan yang sama yaitu menghasilkan hal yang baru. Perbedaannya apabila 26 Moh. Uzer Usman, Op.Cit., hlm. 18-19. Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam: Analisis Psikologis dan Falsafah (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2001), hlm. 236. 28 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 80. 27 38 kreativitas lebih pada proses mencipta sedangkan inovasi pada proses penemuan. Adapun pengertian manajemen, mengutip Giegold, bahwa proses manajemen adalah aktivitas yang melingkar, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan sampai pada pengawasan, kemudian kembali lagi pada perencanaan, pengorgnaisasian dan seterusnya dengan tidak pernah berhenti.29 Selanjutnya manajemen akan menghasilkan kegiatankegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan keberhasilan yang telah ditentukan. Sedangkan Scalan dan Key mendefinisikan bahwa manajemen sebagia proses pengoordinasian dan pengintegrasian semua sumber baik manusia, fasilitas maupun sumber daya teknikal lain untuk mencapai berbagai tujuan khusus yang ditetapkan. Sedangkan Terry mendefinsiikan manajemen dari sudut pandang fungsi organiknya, bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, aktuasi, pengawasan baik sebagai lmu maupun seni untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.30 Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.31 29 Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan: Sebuah Pengantar (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2008), hlm. 4. 30 Konsep Dasar Manajemen dan Manajemen Kelas, hlm. 164. 31 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 57. 39 Sebagaimana dikutip oleh Ramayulis pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja untuk memungkikan ia turut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus untuk menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.32 Berdasarkan pada pengertian di atas, maka kreatifitas inovasi manajemen pembelajaran adalah kemampuan guru dalam menciptakan dan menemukan hal baru dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengevaluasian terhadap proses perubahan tingkah laku pada siswa. 2. Prinsip dan Ruang Lingkup Manajemen Pembelajaran Berdasarkan pada pengertian di atas, maka prinsip dan ruang lingkup yang terkandung dalam manajemen pembelajaran meliputi proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), aktuasi (actuating) dan pengawasan (controling) yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Prinsip ini biasa dikenal dengan istilah POAC. Dalam manajemen pembelajaran maka ruang lingkupnya akan dijabarkan sebagai berikut: a. Perencanaan pembelajaran Perencanaan pembelajaran dapat didefinisikan suatu proses dan cara berpikir mengenai suatu hal yang dilakukan dengan tujuan agar diri seseorang dapat berubah.33 Menurut Rosyada sebagaimana dikutip oleh Suwardi menyebutkan bahwa perencanaan pembelajaran meliputi: 32 33 Ramayulis, Op.Cit., hlm. 239. Suwardi, Op.Cit., hlm. 30. 40 rumusan tentang apa yang akan diajarkan, cara mengajar, dan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang akan diajarkan.34 Perangkat dari perencanaan pembelajaran meliputi: silabi dan rencana pembelajaran. 1) Silabi atau silabus Silabus merupakan hasil atau produk kegiatan pengembangan desain pembelajaran. Silabus dapat didefinisikan sebagai garis besar ringkasan, iktisar, atau pokok-pokok ini atau materi pelajaran.35 Istilah silabus sering digunakan untuk menyebut produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, kompetensi dasar, serta uraian pokokpokok materi. Dengan demikian maka komponen-komponen dari silabus adalah sebagai berikut: a) Standar kompetensi b) Kompetensi dasar c) Materi pokok d) Strategi pembelajaran e) Alokasi waktu f) Sumber bahan 2) Rencana pembelajaran Rencana pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran yang sering disebut dengan RPP. RPP adalah 34 Ibid., hlm. 30. Masnur Muslich, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 23.. 35 41 rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.36 Formt RPP pada setiap lembaga beragam, namun secara garis besarnya RPP harus memuat aspekaspek sebagai berikut: a) Pokok bahasan b) Subpokok bahasan c) Tujuan umum (kompetensi/standar kompetensi) d) Tujuan khusus (indikator kompetensi/kompetensi dasar) e) Prosedur dan materi Menurut Suwardi, secara umum RPP di Indonesia biasanya memuat aspek-aspek sebagai berikut:37 a) Identitas mata pelajaran yang meliputi: - Mata pelajaran - Pokok bahasan - Sub pokok bahasan - Kelas - Semester - Waktu b) Tujuan (standar kompetensi dan kompetensi dasar) c) Materi d) Metode e) Media/alat 36 37 Ibid., hlm. 45. Suwardi, Op.Cit., hlm. 42. 42 f) Evaluasi g) Sumber bahan Adanya perencanaan ini sebagaimana dikutip dari Yusuf Enoch, merupakan proess mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.38 Dengan demikian perencanaan pembelajaran dimaksudkan untuk mempersiapkan proses pembelajaran secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diinginkan. b. Pengoganisasian Pembelajaran Menurut Terry sebagaimana dikutip oleh Musfirotun Yusuf mengemukakan bahwa pengorganisasian meliputi: pembuatan struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sehingga hubungan mereka dalam organisasi satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka secara keseluruhan dalam sistem.39 Dengan demikian maka pengorganisasian pembelajaran adalah pembuatan bagian-bagian yang diintegrasikan yang kesemuanya saling berpengaruh dan berkaitan dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian pembelajaran ini meliputi: pengorganisasian materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan media pembelajaran. 38 Ahmad Muthohar, Urgensi Perencanaan Strategi dan Taktis Dalam Pendidikan, Dinamika Ilmu Jurnal pendidikan, vol. VII, No. 1, Juni 2007, h. 114. 39 Musfirotun Yusuf, Op.Cit., hlm. 40. 43 1) Pengorganisasi materi pembelajaran Kurikulum dan silabus di dalamnya berisi tentang pokokpokok materi yang harus disampaikan oleh guru kepada siswa. Pokok-pokok materi yang harus disampaikan kadang membuat guru mengalami kesulitan agar pokok-pokok tersebut dapat disampaikan kepada siswa secara sistematis dan terarah. Tugas ini dapat dilakukan oleh guru jika ia memiliki kompetensi yang baik dalam memilih dan mengorganisasikan materi pembelajaran.40 Untuk dapat mengorganisasikan materi pembelajaran dengan baik diperlukan sumber materi yang harus dijaidkan pedoman bagi guru. sumber materi ini adalah bahan rujukan, referensi atau literatur yang digunakan guru dalam mengkaji dan mengembangkan pokok-pokok materi pembelajaran yang harus disampaikan. Pengembangan pokok-pokok materi pembelajaran harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang berlaku, dalam hal ini pengembangan KTSP. Prinsip-prinsip pengembangan KTSP harus memperhatikan hal-hal berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i) 40 Peningkatan iman dan taqwa Peningkatan akhlak mulia Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik Keragaman potensi daerah dan lingkungan Tuntutan pembanguann daerah dan nasional Tuntutan dunia kerja Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Agama Dinamika perkembangan global. Suwardi, Op.Cit., hlm. 44. 44 j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.41 Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengorganisasikan materi pembelajaran meliputi: pemilihan materi dan penyusuna materi. Pemilihan materi pembelajaran kadangkala membuat guru merasa kesulitan, hal ini karena disebabkan oleh faktor banyak dan sedikitnya materi pembelajaran yang tersedia, perubahan ilmu pengetahuan yang begitu cepat seiring dengan perkembangan teknologi, perbedaan karakteristik siswa serta perubahan standarisasi sistem penilaian. Oleh karena itu, agar guru dapat dengan mudah memilih materi maka guru perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi dan menenukan pokok bahasan yang relevan dengan tujuan pembelajaran. b) Memerinci pokok bahasan tersebut menjadi sub pokok bahasan atau topik. c) Mencari berbagai sumber untuk mendapatkan materi yang relevan dengan masing-masing sub pokok bahasan atau topik. d) Mengidentifikasi dan menentukan materi yang benar-benar relevan dengan masing-masing sub pokok bahasan atau topik yang disampaikan dalam proses pembelajaran.42 41 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Suwardi, Op.Cit., hlm. 58. 45 Setelah dilakukan pemilihan materi kemudian dilanjtukan dengan penyusunan materi pembelajaran, sehingga materi pembelajaran tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dengan urutan yang logis. Oleh sebab itu, dalam penyusunan materi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Materi pembelajaran disusun dari materi yang sederhana ke materi yang kompleks. b) Materi pembelajaran disusun dari materi yang dianggap sulit. c) Penyusunan materi sebaiknya diawali dari materi yang termasuk konsep.43 Adanya pengorganisasi materi pembelajaran yang dilakukan ditujukan untuk memudahkan trnasfer of knowledge kepada siswa agar dapat diterima dengan mudah. 2) Pengorganisasian metode pembelajaran. Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi metode berarti jalan yang dilalui.44 Secara istilah, Ramayulis menyebutkan metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dengan silabi 43 44 hlm. 65. Ibid., hlm. 59. Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filfasat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 46 mata pelajaran.45 Dengan demikian maka metode pembelajaran adalah jalan atau cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi ajar untuk memudahkan siswa dalam menyerap materi ajar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Penggunaan dan pengambilan metode dilakukan agar proses belaja rmengajar dapat berjalan efektif, sehingga siswa dapat mengerti, memahami dan mengaplikasikan materi ajar yang diberikan oleh pengajar dalam kehidupannya. Untuk itu diperlukan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam memilih metode mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai yaitu: a) Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Pada dasarnya belajar itu berwujud melalui pengalaman, memberi rekasi, dan melakukan. Menurut prinsip ini seseorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan dari semua pembelajaran. b) Metode tersebut harus memanfaatkan hukum pembelajaran. Hukum-hukum dasar pembelajaran menyangkut kesiapan, latihan dan akibt, harus dipertimbangkan dengan baik dalam segala jenis pembelajaran. Pembelajaran yang baik memberi kesempatan terbentuknya motivasi, latihan dan peninjauan kembali, penelitian dan evaluasi. c) Metode terseut harus berawal dari apa yang sudah diketahui peserta didik. Memanfaatkan pengalaman masa lampau peserta didik yang mengandung unsur-unsur materi pembalajran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. d) Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktik yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. e) Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan individual dan mengenakan prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi. 45 Ramayulis, Op.Cit., hlm. 185. 47 f) Metode harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar para peserta didik. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam mengajar peserta didik untuk bernalar. g) Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan peserta diik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan. h) Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. i) Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik ke arah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses diferensiasi dan integrasi. j) Metode harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. k) Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan atau kelemahan metode lain. l) Satu metode dapat dipergunakan untuk b erbagai jenis materi atau mata pelajaran satu materi atau mata pelajaran memerlukan banyak metode. m) Metode harus menggunakan prinsip fleksibel dan dinamis.46 Metode pembelajaran yang digunakan haruslah disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. Karakter siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Metode pembelajaran yang bervariasi dan dapat mengaktifkan siswa dianggap sebagai salah satu metode yang efektif dan efisien dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa. 3) Pengorganisasian media pembelajaran Suwardi mengemukakan bahwa media berasal dari bahsaa Latihn, medium yang berarti tengah, perancara atau pengantar. Menurut Assosiation of Education Communicatiion Technology, 46 Ibid., hlm. 189-190. 48 media berarti segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.47 Sementara itu, sebagaimana disebutkan oleh Ramayulis. Zakiah Daradjat menyebutkan pengertian alat pendidikan sama dengan media pendidikan, sarana pendidikan. Menurut Tokoh lain Gagne, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswwa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Dengan demikian maka media pembelajaran mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda untuk membantu penyampaian pesan.48 Menurut Gagfur sebagaimana dikutip oleh Suwardi mengemukakan bahwa pemilihan media harus melalui beberapa langkah di bawah ini:49 a) Menentukan tujuan penggunaan media, apakah media itu untuk penerangan atau untuk pengajaran. b) Menentukan transmisi atau saluran untuk menyapaikan pesan. c) Menentukan karakteristik pembelajaran. Hal ini perlu disesuaikan dengan media yang akan digunakan. d) Mengklasifikasikan media untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. c. Pelaksanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran di kelas diawali dengan persiapan dan membuka pelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. 47 Suwardi, Op.Cit., hlm. 75. Ramayulis, Op.Cit., hlm. 203. 49 Suwardi, Op.Cit., hlm. 82. 48 49 1) Persiapan dan membuka pembelajaran Sebelum membuka pelajaran guru perlu melakukan persiapan di kelas dengan baik. Agar persiapan dapat berjalan dengan baik, maka guru harus bersiap terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai. Misalnya guru datang lebih awal dari jadwal pembelajaran agar guru dapat menyiapkan pembelajaran dengan baik. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam pembelajaran mencakup bahan pengajaran, media pengajarna dan peralatan pengajaran.50 Setelah persiapan dianggap cukup maka langkah selanjutnya kegiatan membuka pelajaran. Kegiatan membuka plajaran ini meliputi: mengucapkan slaam pembuka, memimpin doa, mengabsen siswa, menyampaikan informasi dan memotivasi siswa. 2) Pelaksanaan pembelajaran Menurut Hunt sebagaimana dikutip oleh Suwadi menyebutkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di kelas meliputi: lima tahap yang disebut teori ROPES. Kata ROPEs merupakan singkatan dari review, overview, prsentasi, exercise dan summary.51 a) Review Review merupakan awal dari pelaksanaan pembelajaran, waktu dalam yang diperlukan oleh seorang guru mereview materi pembelajaran berkisar antara 5-10 menit. Tahap ini 50 51 Ibid., hlm. 124. Ibid., hlm. 130. 50 dilakukan untuk menjajaki kemampuan siswa dalam mengingat materi yang sebelumnya. Hal ini perlu dijadikan dasar dalam melaksanakan proses pebelajaran. Dengan mengetahui kemampuan awal dan karakteristik siswa akan mempermudah guru dalam pencapaian materi pembelajaran.52 b) Overview Overview adalah tahap kedua dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam tahap ini guru menjelaskan garis besar isi yang akan digunakan. Setelah guru menjelaskan, siswa diminta mengajukan saran dan usul atas materi yang akan dijadikan strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan. c) Presentasi Presentasi adalah tahap menyampaikan materi pembelajaran. Secara sederahana dalam penyampaian materi, guru perlu berpegangan pada tiga aktivitas yang meliputi: telling (bercerita), showing (menunjukkan) dan doing (berbuat).53 Telling maksudnya guru menjelaskan secara lisan. Showing maksudnya guru menunjukkan pada media yang terkait dengan materi yang dijelaskan. Doing maksudnya setelah guru menjelaskan dan menunjukkan, siswa diminta untuk melakukan tindakan. 52 53 Ibid., hlm. 130. Ibid., hlm. 131. 51 d) Exercise Exercise merupakan tahap untuk memberi kesempatan kepada peserta didik melakukan latihan-latihan untuk menerapkan materi dengan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, dalam melakukan praktik maka pembelajaran harus direncanakan secara jelas dan tersistematis. e) Summary Summary merupakan tahap akhir dari pelaksanaan pembelajaran. Dalam tahap ini guru menyimpulkan dari materimateri yang telah dipelajari pada hari itu. 3) Pengawasan atau kontrol pembelajaran Pengawasan menurut Anthony, Dearden, dan Bedford sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan bahwa pengawasan dimaksdukan untuk organsiasil melaksanakan apa memastikan yang agar anggota dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi.54 Organisasi dalam pembahasan ini adalah kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian maka pengawasan ini adalah pemastian agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi setiap pelaksanaan 54 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat: Strategi Memenangkan Persaingan Mutu (Jakarta; Nimas Multina, 2004), hlm. 26. 52 pembelajaran sehingga pembelajaran tersebut dapat dikendalikan dengan baik. Pengawasan pembelajaran ini bertujuan untuk mengawasi aktifitas yang dilakukan oleh guru dalam merencanakan, mengorgansiasikan, dan melaksanakan pembelajaran. Tahapan pengawasan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menetapkan standar-standar pelaksanaan Penetapan standar biasanya dilakukan pada proses perencanaan.55 Standar pelaksanaan dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada saat itu. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai dituangkan dalam bentuk penulisan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam perencanaan pembelajaran. Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik adalah standar-standar pelaksanaan dalam pembelajaran. b. Pengukuran hasil pembelajaran Pengukuran dalam pembelajaran dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peseta didik menyerap materi pembelajaran yang harus dipenuhi sesuai dengan capaian standar kompetensinya. Pengukurna hasil pembelajaran ini terkait 55 Musfirotun Yusuf, Op.Cit., hlm. 89. 53 dengan masalah penilaian dan pengevaluasian. Untuk lebih jelasnya berikut pegnertian dan istilah masing-masing tersebut. - Pengukuran Pengukurang berarti kegiatan yang sistematik untuk menentukan angka pada objek atau gejala.56 Sedangkan Suharsimi mengemukakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.57 - Penilaian Penilaian atau kegiatan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.58 - Evaluasi Menurut Norman E. Gronlud sebagaimana dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, evaluasi adalah suatu proses sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.59 Keterkaitan ketiga istilah di atas merupakan satu rangkaian yang digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran peserta 56 57 didik. Melalui pengukuran ini bertujuan untuk Suwardi, Op.Cit., hlm. 86. Suharsimi Arikunto, Dsaar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 3. 58 59 hlm. 3. Ibid., hlm. 3. M. Ngalim Purwanto, Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), 54 mengetahui hasil pembelajaran apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai serta dapat mengkategorikan kemampuan penyerapan materi pembelajaran setiap peserta didik. Dengan demikian maka dalam pembahasan pengukuran hasil pembelajaran ini digunakan pengertian dari pengukuran, penilaian, dan pengevaluasian, karena adanya integralisasi maksud dari masing-masing istilah. Standar-standar pelaksanaan dalam pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Menrutu Mansur Muslich disebutkan bahwa penilaian berbasis kelas inilah yang diterapkan dalam pembelajaran yang berdasarkan KTSP.60 Penilaian berbasis kelas memberi otoritas yang sangat besar kepada guru dan sekolah dalam menentukan keberhasilan pembelajaran yang dicapai oleh siswanya. Penilaian ini lebih berorientasi pada proses bukan pada hasil. Sehingga bukan hanya hasil belajar saja yang dinilai tetapi juga proses pembelajaran yang dilakukan siswa. selain penilaian berbasis kelas dilakukan pula penilaian ujian. Penilaian berbasis kelas bertujuan untuk menganalisis kemampuan siswa sedangkan penilaian ujian dilakukan untuk mengkategorikan siswa dalam kriteria tertentu. 60 Masnur Muslich, Op.Cit., hlm. 78. 55 c. Menentukan deviasi atau penyimpangan dan mengadakan perbaikan. Dengan adanya laporan perkembangan dan penilaian siswa secara individual melalui penilaian berbasis kelas, maka akan diketahui bagaimana penyimpangan (belum tercapainya tujuan pembelajaran oleh siswa) sehingga dapat dilakukan perbaikan. 3. Tujuan Manajemen Pembelajaran Manajemen pembelajaran ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendesain pembelajaran yang baik, sehingga peserta didik secara aktif terlibat dalam pembelajaran.61 Keaktifan siswa dalam pembelajaran akan membuat siswa merasakan pengalaman belajar yang efisien bagi dirinya dan dapat ia manfaatkan bagi dirinya dalam kehidupannya. C. Madrasah 1. Pengertian Madrasah Kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab yaitu merupakan isim makan dari kata “darasa” ( ) درسartinya tempat untuk belajar. Istilah madrasah kini lebih menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam).62 Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya, di madrasah anak menjalani proses belajar secara terarah, terpimpin dan terkendali. 61 Suwardi, Op.Cit., hlm. 2. Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka dan Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya, 2003), hlm. 305. 62 56 Dengan demikian secara teknis madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal yang tidak berbeda dengan sekolah. Hanya saja dalam lingkungan cultural, madrasah memiliki konotasi spesifik yaitu adanya pembelajaran hal ihwal atau seluk beluk agama dan keagamaan, sehingga lebih dikenal sebagai sekolah agama. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa yang dimaksud madrasah adalah yang dalam jenjangnya terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan dasar sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 17 ayat (1) merupakan jenajng pendidikan menengah. Mengenai bentuknya dalam ayat (2) dinyatakan bahwa pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Adapun pendidikan menengah pada pasal 18 ayat (1) dan (2) merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan menengah kejujuran. Bentuk pendidikan menengah, dalam ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Umum (SMU), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuuran (SMk), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan bentuk lain yang sederajat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah 57 Tsanawiyah (MTs) dan pendidikan menengah yang terdiri dari kejuruan berbentuk Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Berikut ini pengertian masing-masing madrasah tersebut. a. Madrasah Ibtdaiyyah yang selanjutnya disebut MI adalah salahs atu bentuk madrasah formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Meteri Agama. b. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs, adalah salah satu bentuk madradah formal yang menyelenggarakan pendidikan umum kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Menteri Agama. c. Madrasah Aliyah kejuruan yang selanjutnya disebut MAK, adalah salah satu bentuk madrasah formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Menteri Agama.63 2. Perkembangan Madrasah Pada awalnya, pendirian madrasah di beberapa wilayah Islam untuk mendalami bidang studi Fiqih. Dari 39 nama madrasah yang dihimpun oleh Richard W. Bulliet, kebanyakan mengajarkan fiqh. Umumnya, madrasah didirikan untuk mendalami satu madzab fiqih, namun ada juga yang mempelajari lebih dari satu madzab. Mengenai tingkatan madzab. Philip K. Hitti menggolongkannya ke dalam institution of higher education, setarap dengan akademi. Chartes Michael Stanton mengelompokkan madrasah sebagai lembaga pendidikan tingkat college (jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan sekarang).64 63 Tim Bina Mitra, Pemberdayaan Madrasah (BMPM) III, Profil Madrasah Masa Depan (Jakarta: DEPAG RI, 2005), hlm. 7-8. 64 Ibid., hlm. 100-101. 58 Kehadfiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam menurut Muhaimin mempunyai empat latar belakang, yaitu: a. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam. b. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijasah. c. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan mereka. d. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan trdisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari akulturasi. Kehadiran madrasah di Indonesia apabila dilihat dari aspek sejarahnya, keberadaan madrasah sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia.65 Baik budaya pra-sejarah, Hindu-Budha, tradisi Islam, dan tradisi modern. Keberadaannya secara fungsional menunjukkan fenomena modern dalam sistem pendidikan Islam Indonesia. Istilah “madrasah” ini diadopsi untuk memenuhi kebutuhan modernisasi pendidikan Islam, sedang mengintrodusir sistem klasikal, penjenjangan, penggunaan bangku, bahkan memasukkan pengetahuan umum sebagai bagian kurikulumnya. Nampaknya penggunaan istilah “madrasah” di Indonesia adalah untuk 65 Ananiah, “Problem Lembaga Pendidikan Madrasah dan Strategi Pengembangannya”, Dinamika Ilmu Jurnal Pendidikan, Vol. VI No. 2, Desember 2006), hlm. 137. 59 membedakan antara lembaga pendidikan Islam modern dengan lembaga pendidikan Islam tradisional dan sistem pendidikan Belanda yang sekuler. Adapun mengenai madrasah yang pertama kali didirikan di Indonesia, tim penyusun dari Departemen Agama RI telah menetapkan bahwa madrasah yang pertama kali didirikan adalah madrasah adabiyah di Padang (Sumatra Barat) didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Nama Resminya Adabiyah School, tahun 1915 dirubah menjadi HIT Adabiyah. Pada permulaan perkembangannya, madrasah merupakan lembaga madrasah yang mandiri, tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah indonesia merdeka, pemerintah memberikan perhatian kepada madrasah dan ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan UUD 1945. Sebagaimana tercantum dalam UU pokok pendidikan dan pengajaran nomor 4 tahun 1950, pada pasal 10 ayat (2) dinyatakan bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap sebagai memenuhi kewajiban pengakuan. Selanjutnya pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Melalui SKB ini, madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem pendidikan nasional 60 sehingga lulus dari madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolahsekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.66 3. Dasar Hukum Madrasah Dasar hukum yang jelas mengenai kedudukan madrasah di lingkungan pendidikan di Indonesia dimulai dari adanya SKB 3 Menteri tahun 1975. Berdasarkan SKB Menteri Agama, Menteri Dikbud, dan Menteri Dalam Negeri, kurikulum madrasah yang baku dari Departemen Agama perbandingan mata pelajaran umum dan pelajaran agama 70 % : 30 %. Disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam, sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata pelajaran umum.67 SKB Tiga Menteri ini dapat dipandang sebagai pengakuan yang lebih nyata terhadap eksistensi madrasah dan sekaligus merupakan langkah strategi menuju tahapn integrasi madrasah ke dalam sistem Pendidikan Nasional yang tuntas. Dengan SKB tersebut, madrasah memperoleh definisinya yang semakin jelas sebagai lembaga pendidikan setara dengan sekolah sekalipun pengelolaannya tetap berada pada Departemen Agama. Dalam hal ini, madrasah tidak lagi hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan atau lembaga penyelenggara kewajiban belajar, tetapi sudah merupakan “lembaga pendidikan yang menjadikan mata 66 Hanun, Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2009), hlm. 193-199. 67 Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depag RI, 2006), hlm. 43. 61 pelajaran agama Islam sebagai pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30 %, disamping mata pelajaran umum. Adanya SKB 3 Menteri ini memperkuat kedudukan madrasah yang tadinya belum jelas posisi dari lulusannya.68 68 Hanun, Asrohah, Op.Cit., hlm. 93.