PROBLEMATIKA PERPAJAKAN INDONESIA DAN TINDAK

advertisement
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
ISSN: 2505-5406
PROBLEMATIKA PERPAJAKAN INDONESIA DAN TINDAK
PIDANANYA
Oleh;
Fery Kurniaswan
1
Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Universitas Islam Bandung
1
Dosen Prodi. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas
Pamulang
1
Email: [email protected]
ABSTRAK
Keberhasilan suatu Negara dalam mengumpulkan pajak dari warga negaranya
akan menimbulkan stabilitas ekonomi dari negara yang bersangkutan, Sistem
pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta
pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang
telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Jadi sukses
penagihan pajak tergantung kejujuran wajib Pajak.
Tindak pidana di bidang perpajakan melibatkan orang orang yang well education,
berpendidikan dan mempunyai posisi penting di banyak perusahaan dan biasanya
melibatkan pejabat atau instansi yang corrupt sehingga tindak pidana perpajakan
ini termasuk dalam tindak pidana yang disebut sebagai White Colar Crime
Kata Kunci: Problematika Perpajakan, Tindak Pidananya
A. PENDAHULUAN.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun
2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).Pajak merupakan salah satu bentuk
pendapatan Negara yang menyumbang persentase terbesar dibandingkan dengan
sektor – sektor pendapatan lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan suatu Negara
dalam mengumpulkan pajak dari warga negaranya akan menimbulkan stabilitas
ekonomi dari negara yang bersangkutan. Namun pada kenyataannya, warga
negara yang melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak masih kurang
sehingga pemerintah selalu berperan aktif dalam pemungutan pajak tersebut
melalui berbagai program atau rencana kerja yang diantaranya adalah Sunset
Policy dan yang terbaru adalah tax amnesti .
Sistem pemungutan pajak di Indonesia menganut self assessment system yaitu
sistem pemungutan pajak
yang memberikan kepercayaan
kepada
masyarakat/Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak
tersebut mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara
teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar,
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP).Jadi sukses penagihan pajak
tergantung kejujuran wajib Pajak.Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu
sebab dimualainya tindak pidana dibidang perpajakan.
Penjelasan Pasal 38 KUP dalam Ketentuan Pidana menyebutkan bahwa
pelanggaranterhadap suatu kewajiban perpajakan yang dilakukanoleh wajib pajak,
sepanjang menyangkut tindakanadministrasi perpajakan, dikenai sanksi
administrasidengan menerbitkan suatu Surat Ketetapan Pajak atauSurat Tagihan
Pajak, sedangkan yang menyangkuttindak pidana di bidang perpajakan dikenai
sanksipidana. Dengan demikian, yang diancam dengansanksi pidana adalah
perbuatan atau tindakan yangbukan merupakan pelanggaran administrasi
melainkanmerupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
Tindak pidana di bidang perpajakan melibatkan orang orang yang well education,
berpendidikan dan mempunyai posisi penting di banyak perusahaan dan biasanya
melibatkan pejabat atau instansi yang corrupt sehingga tindak pidana perpajakan
ini termasuk dalam tindak pidana yang disebut sebagai White Colar Crime.
Pidana Perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundangundangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya
diancam dengan hukuman pidana.Penyelesaian tindak pidana di bidang
perpajakan merupakan hal yang sangat penting bagi Indonesia yang sebagian
besar biaya penyelenggaraan Negara kita dibiayai oleh uang pajak.Dalam rangka
penegakkan hukum (law enforcement) maka kepastian penyelesaian pidana
perpajakan di lakukan agar ketentuan undang-undang dapat dilaksanakan
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
sebagaimana mestinya, terlebih dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan
kepastian hukum itu sendiri.
Beberapa kasus pidana pajak yang cukup besar melibatkan PT Kaltim Prima Coal,
PT Bumi Resources Tbk, dan PT Arutmin Indonesia.Di Solo sebanyak 18 kasus
permasalahan pajak tahun 2014 telah ditangani oleh Kantor Wilayah Direktorat
Jendral (Dirjen) Pajak Jawa Tengah II.Dari jumlah tersebut, pelanggaran pajak
justru dilakukan oleh badan usaha atau perusahaan yang bergerak dalam bidang
tekstil dan perdagangan.Disamping itu terdapat juga pidana pajak yang
melibatkan pegawai Ditjen Pajak sendiri. Contohnya adalah Gayus Halomoan
Tambunan yang dalam penyelidikan terbukti terlibat dalam penyelewengan
dokumen pajak 19 perusahaan yang terkait dengan dugaan mafia pajak
Tindak pidana itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum
atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang pajak telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum.
B. Pembahasan.
1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang menurut
ketentuan perundang-undangan tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk yang tujuannya untuk digunakan membiayai pengeluaran public
sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dalam pendekatan hukum, Rochmat Soemitro mendefinisikan pajak sebagai :1
“Suatu perikatan yang timbul karen undang-undang, yang mewajibkan orang yang
memenuhi syarat ( tatbestand) yang ditentukan dalam undang-undang, untuk
membayar suatu jumlah tertentu kepada negara yang secara langsung dapat
ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara
(pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, fungsi budgeter )”
Jadi pajak mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu sumber
pendapatan negara terbesar, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai berbagai
pengeluaran negara termasuk pengeluaran pembangunan.
Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun
di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak bukan merupakan suatu
1
Rochmat Soemitro, 1990, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Eresco, Bandung, hal. 51
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
pemungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja
dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan Negara
terhadap serangan musuh dari luar, membuat jalan untuk umum, membiayai
pegawai kerajaan dan sebagainya. Bagi penduduk yang tidak melakukan
penyetoran dalam bentuk natura maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan –
pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu
tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orang –
orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan
untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi. Besarnya
pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan
untuk membayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan itu, yang
seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki stastus sosial yang
tinggi dan orang kaya tadi. 2
Pajak bukan istilah asing bagi bangsa Indonesia, bahkan kata itu telah menjadi
istilah baku dalam bahasa Indonesia. Istilah Pajak baru muncul pada abad ke 19 di
Pulau Jawa, yaitu pada saat Pulau Jawa dijajah oleh Pemerintahan Kolonial
Inggris tahun 1811 – 1816.Pada waktu itu diadakan pungutan landrente yang
diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat
olehLord Minto Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813
dikeluarkanlah Peraturan Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus
dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya. 3
Penduduk menamakan pembayaran landrente itu pajeg atau duwit pajeg yang
berasal dari kata bahasa jawa ajeg, artinya tetap. Jadi, duwit pajeg atau pajeg
diartikan sebagai jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama
tiap tahunnya. 4
Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan
pengeluaran umum Pemerintah, yang balas jasanya tidak secara langsung
diberikan kepada pembayarnya, sedangkan pelaksanaannya di mana perlu dapat
dipaksaakan.5
Selain pajak, juga dikenal adanya berbagai iuran yang dikenakan terhadap warga
Negara.Namun iuran-iuran tersebut berbeda dengan pajak, misalnya retribusi yang
pada umumnya yang hubungan dengan prestasi-kembalinya adalah
2
Ibid hlm.1
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, Cetakan ke-2 (Malang : Bayu
Media Publishing, 2008), hlm. 3.
4
ibid
5
B. Usman dan K. Subroto, Pajak-Pajak Indonesia (Jakarta: Yayasan Bina Pajak, 1980),hlm. 16.
3
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
langsung.Sebab pembayaran tersebut memang ditujukan untuk semata-mata oleh
si pembayar untuk mendapatkan suatu prestasi yang tertentu dari pemerintah.
Hukum pajak, yang juga disebut hukum fiscal, adalah keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas
Negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara Negara dan orang-orang atau badan badan
(hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut Wajib
Pajak). 6
Hukum pajak dibagi ke dalam hukum pajak material dan hukum pajak
formal.Pembagian hukum pajak ke dalam hukum pajak material dan hukum pajak
formal itu penting sekali.Dalam hukum Perdata Eropa pembagian semacam ini
sangat dipentingkan sehingga menimbulkan lahirnya dua macam buku tersendiri,
yaitu yang khusus memuat hukum perdata material, dan yang khusus memuat
hukum acara perdata (formal).Kitab Undang- undang Hukum Sipil yang berisikan
hukum materialnya, memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban perdata, sedangkan hukum formalnya, yang ditemukan antara lain
dalam HIR (Herziene Indonesische Reglement), menetapkan cara-cara untuk
mempertahankan hak-hak material.7
Demikian pula halnya dengan hukum pajak, bahwa dalam setiap undang undang
pajak hukum material dan hukum formal dapat berdampingan, walaupun dalam
undang-undang yang terpisah.8
1) Hukum Pajak Material.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang
menerangkan tentang:
a. Keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa
hukum yang harus dikenai pajak (obyek pajak) atau sasaran yang akan
dikenai pajak;
b. Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak);
c. Berapa besarnya pajak (tarif pajak);
d. Sangsi-sangsi dalam hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib
pajak.
2) Hukum Pajak Formil
6
Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung: PT. Eresco, 1995), hlm.1
Sumyar, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Perpajakan (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya), hlm. 3.
8
Ibid. hlm. 3-5
7
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Hukum pajak formal, adalah hukum pajak yang memuat tata cara untuk
menjelmakan atau mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu
kenyataan. Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan tentang:
a.
b.
c.
d.
e.
Tata cara (prosedur) penetapan jumlah hutang pajak;
Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan;
Kewajiban pembukuan;
Prosedur pelunasan hutang pajak;
Prosedur pengajuan surat keberatan dan sebagainya.
Sebagian besar dari undang – undang pajak yang berlaku sebelum Undang –
undang Pajak Nasional adalah berasal dari Undang – undang produk pemerintah
Hindia Belanda. Undang – undang ini banyak mengalami perubahan dan
tambahan yang disusun dalam Bahasa Indonesia, mengingat Undang – undang
Dasar 1945 yang berbunyi: Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang – undang
ini. 9
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi
atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan
negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.
Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara
ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undangundang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan
landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. 10
Beberapa Undang – undang pajak yang ada sebagai undang – undang pajak
nasional terdiri dari:
1) Undang – undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah untuk ketiga
kalinya dan terakhir dengan Undang – undang Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
2) Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah untuk kempat
kalinya dan terakhir dengan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan;
3) Undang – undang Nomor 8 Tahun 1984 yang telah diubah untuk ketiga
kalinya dan terakhir dengan Undang – undang Nomor 42 Tahun 2009
Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPn).
9
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, ed. revisi, cet. 5, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm.
4..
10
Ibid
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Fungsi pajak di dalam Negara dikenal ada tiga, yaitu fungsi anggaran (budgeter),
fungsi mengatur (regulerend), dan fungsi sosial.11
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara
ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat
dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada
pengertian pajak antara lain sebagai berikut:12
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 23A yang menyatakan "pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang.
2) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik
pembiayaan rutin maupun pembangunan.
4) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan secara
yuridis apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Selain mempunyai fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Dalam pemungutan pajak, tentu saja terdapat ketentuan – ketentuan tertentu yang
harus dipenuhi. Dalam perpajakan dikenal adanya sistem pemungutan pajak yang
dibedakan berdasarkan beberapa cara sebagai berikut. 13
1) Menurut Waktu Pemungutan;
2) Menurut Dasar Penetapan Pajak;
a. Sistem Fiktif (Anggapan);
b. Sistem Riil (Nyata);
c. Sistem Campuran
3) Menurut yang menetapkan Pajaknya;
a. Official Assessment System;
b. Self Assessment System;
c. With Holding System.
11
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak (Malang: Bayumedia, 2005),hlm. 12.
Anonim, ―Pajak‖ http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak, diunduh 28 Januari 2010.
13
Ibid. hlm. 53.
12
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Kita ketahui bahwa self assessment sistem sebagai sistem penetapan pajak di
Indonesia telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983.Sebelumnya pernah
diberlakukan official assessment system.Pembaharuan system perpajakan nasional
pada tahun 1983 menjadi awal dari kebijakan perpajakan di Indonesia, yaitu
melakukan perombakkan total mengenai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Pembaharuan yang dilakukan antara lain meliputi
penyederhanaan jenis-jenis pajak; penyederhanaan ketentuan mengenai cara
pemenuhan kewajiban pajak dan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak
yang seharunya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan (self
assessment system).
Asas-asas pemungutan pajak didasarkan pada :14
1) Equality, adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
2) Certainty, adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenangwewenang.
3) Conveinance, adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang
tidak menyulitkan wajib pajak.
4) Economy, biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi
wajib pajak ditetapkan seminimum mungkin.
Disamping itu, peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu undang-undang
perpajakan yang mengatur mengenai pajak formal terpisah Undang-undang
Ketentuan Umum Perpajakan dengan hukum materiil misalnya undang-undang
Pajak Penghasilan, Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, dan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah.15
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi,
masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan Negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh
Negara di dunia. Selain sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, pajak juga
bermanfaat sebagai alat pemerataan pendapatan dan pendorong investasi. Namun
masih rendahnya pemahaman masyarakat akan pajak menyebabkan pajak masih
dianggap sebagai suatu beban, sehingga seringkali ditemukan wajib pajak yang
tidak melunasi pajak yang menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Wajib pajak sering berupaya untuk menghindari pajak yang dikenakan
kepadanya, hal ini tentunya merugikan Negara karena Negara akan kehilangan
potensi pemasukan dari sektor pajak.
14
Sri Pudyatmoko, 2009 (edisi Revisi), Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pajak, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. hlm.:4)
15
Syofron Syofyan, Hukum Pajak dan Permasalahannya (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm. 15 – 16.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Kondisi ini membuat diperlukannya ketegasan terhadap wajib pajak dalam
pemungutan pajak dengan menerapkan ketentuan hukum (law enforcement)
sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Adanya kekuatan hukum mengikat
dalam bentuk undang-undang menjadikan pajak memiliki sifat dasar dipaksakan
yang berarti apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak,
maka dapat dikenai sanksi terhadapnya.
2. Tindak Pidana Perpajakan
a. Pengertian .
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana
sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang
merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau
perbuatan pidana atau tindak pidana.Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenai hukum pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan
“subjek” tindak pidana.16
Pendapat beberapa ahli tentang pengertian tindak pidana :
1) Menurut Pompe :Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib
hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah
dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan hukum.
2) Menurut Simons :Merupakan tindakan melanggar hukum pidana yang
telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang
hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.
3) Menurut Utrecht :Isilah peristiwa pidana yang sering disebut delik karena
peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif) atau suatu
melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang
ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu).
Sementara itu definisi tindak pidana perpajakan secara jelas dapat dilihat pada
penjelasan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal menyatakan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan “tindak pidana perpajakan” adalah informasi yang tidak
benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan
menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak
16
Adami Chazawi, 2002, Percobaan dan Penyertaan Pelajaran Hukum Pidana , PT. RadjaGrafindo
Persada, Jakarta.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
lengkap atau melampirkan keterangan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada negara dan kejahatan lain yang diatur dalam
undang-undang yang mengatur perpajakan.
Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia adalah Self assessment dimana Wajib
pajak diberi kepercayaan untuk mendaftar, menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Konsekuensi dari
penerapan Self assessment ini memberikan tanggung jawab besar pada Wajib
Pajak untuk melakukan kepatuhannya secara sukarela (Voluntary Compliance).
Potensi pelanggaran dari kepatuhan sukarela (Voluntary Compliance) tersebut
adalah :
1) Penghindaran Pajak (Tax avoidance) adalah Suatu skema transaksi yang
ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan (pemanfaatkan celah
hukum). Cirinya adalah berupaya meminimalkan beban pajak dengan cara:
a. tidak secara jelas melanggar ketentuan perpajakan;
b. Cenderung menafsirkan ketentuan pajak tidak sesuai dengan maksud dan
tujuan pembuat undang-undang.
2) Penggelapan Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu
skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan (illegal), misalnya :
a. tidak melaporkan sebagian penjualan
b. memperbesar biaya dengan cara fiktif
c. memungut pajak tetapi tidak menyetor
Untuk wajib pajak korporasi maka peran akuntan sangat penting dalam proses
terjadinya tindak pidana pajak ini. Terjaringnya akuntan publik dan konsultan
pajak sebagai bagian dari pihak yang menganjurkan melakukan perbuatan
merupakan bentuk pencegahan dalam rangka mengantisipasi delik hukum
pajak.Tidak dapat dipungkiri bahwa akuntan publik dan/atau konsultan pajak
sangat berpan terhadap wajib pajak, termasuk kegiatan yang bersifat
menganjurkan melakukan perbuatan yang mengarah kepada delik hukum pajak.17
b. Pasal Pasal Pidana Dalam KUP
Berikut ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana
perpajakan diantaranya:
17
Muhammad Djafar Saidi & Eka Merdekawati Djafar,2011, Kejahatan Di Bidang Perpajakan, PT.
RadjaGrafindo Persada, hlm: 131-134).
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
a. Pasal 36A: Pegawai Pajak yangterbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri, diancam
dengan pidana Pasal 368 KUHP dan bersamaan dengan pasal tersebut maka
diancam dengan pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tipikor dan perubahannya “pegawai negeri yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan
menyalahgunakan kekuasaannya:
a)
memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
b)
untuk membayar atau
c)
menerima pembayaran, atau
d)
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
b. Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT,
Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali),
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi
pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak
yang terutang atau kurang dibayar.
c. Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
 Tidak mendaftarkan diri;
 Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
 Tidak menyampaikan SPT;
 Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
 Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
 Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
 Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
 Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU
KUP;
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan
sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal
2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar
d. Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana
sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat
belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidan
e. Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
1) Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.
2) Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap.
3) (Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan
pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan
Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi
atau pengkreditan pajak.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
f. Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti
potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau
Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi
pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2
Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
g. Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan
atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak,
penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari
Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan
atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).Setiap orang dengan
sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau
bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
h. Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan
sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
i.
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
 Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika setiap orang
dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
 Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban
Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00
 Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
 Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi
perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00.
j.
Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
Ketentuan sebagaimana pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa,
pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut
serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi
yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Bahwa ada dua jenis pembantuan yaitu dengan sengaja memberi bantuan pada
saat kejadian diwujudkan dan yang dengan sengaja memberikan bantuan
untuk melakukan atau mewujudkan kejahatan.18
k. Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut
setelah lampau sepuluh tahun sejak:
 saat terutangnya pajak,
 berakhirnya Masa Pajak,
 berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
 berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
l.
Pasal 34: Rahasia Jabatan:
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya.
Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
 sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
 ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada
pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang
melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
c. Bukti permulaan
“Bahan baku” Pemeriksaan Bukti Permulaan sebenarnya berasal dari usulan
Kantor Pelayanan Pajak dan pengaduan masyarakat.Setidaknya inilah praktek
yang terjadi saat ini.Tetapi tidak semua usulan dari Kantor Pelayanan Pajak
diterima dan langsung diperiksa oleh Kanwil DJP.Ada juga yang ditolak karena
dianggap tidak layak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Kalau di Bandung
dan beberapa Kanwil, setiap pengusul harus melakukan pemaparan dihadapan tim
pemeriksa Kanwil. Setelah itu, diputuskan diterima, atau ditunda dulu atau
ditolak. Apabila dari bukti permulaan tidak menunjukkan adanya tindak pidana
yang dilakukan wajib pajak, maka secara otomatis kasus tersebut akan ditutup.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 202/PMK.03/2007
Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan mendefenisikan Bukti Permulaan sebagai keadaan, perbuatan,
dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan
petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana
18
Zainal Abidin Farid, A, & A. Hamzah, 2006, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (
Percobaan,Penyertaan, dan Gabungan Delik ) Dan Hukum Penitensier, PT. RadjaGrafindo Persada, Jakarta.
Hlm. 224
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara. Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh
Kantor Wilayah atau Direktorat Intelijen dan Penyidikan.Berdasarkan hasil
pemeriksaan bukti permulaan dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.
Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan
dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana
di bidang perpajakan yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang,
pembuatan laporan sumir apabila wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya, pembuatan laporan sumir apabila tidak ditemukan adanya indikasi
tindak pidana di bidang perpajakan.
d. Penyidikan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan serangkaian
tindakan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan. Penyidikan tindak pidana perpajakan dilaksanakan berdasarkan surat
perintah penyidikan yang ditandatangani oleh Dirjen Pajak atau Kepala kantor
Wilayah DJP. Tetapi jika diperlukan, polisi dapat mendampingi atau membantu
penyidik pajak.Terutama masalah pemberkasan, penyidik pajak kurang
pengalaman karena sedikitnya kasus-kasus pidana pajak yang diajukan ke
pengadilan negeri.Sedangkan bagi polisi, membuat berkas kasus pidana
merupakan pekerjaan sehari-hari.
Penyidik pajak tidak sebebas-bebasnya melakukan tugasnya, tetapi ia harus
memberitahukan kepada jaksa penuntut umum bila memulai penyidikan dan wajib
pula menyampaikan hasil/laporan penyidikannya kepada jaksa penuntut umum.
Selanjutnya jaksa penuntut umum yang akan menentukan apakah masalahnya
sudah matang untuk diajukan ke pengadilan. Proses penyidikan mengandung dua
klausul yakni: Penyidikan yang berakhir dengan diserahkannya hasil penyidikan
ke pengadilan atau untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan Menteri
Keuangan, hasil penyidikan tidak diproses di pengadilan/dihentikan, dengan
catatan wajib pajak yang disidik telah melunasi utang pajaknya dan ditambah
dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
e. Peradilan Pajak
Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan
kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari
keadilan terhadap sengketa pajak.
Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang
perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
undang-undang penagihan dengan surat paksa
Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota
negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya,
dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan
Pajak.
Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris,
dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan
sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua.
Pembinaan serta pengawasan umum terhadap hakkim Pengadilan Pajak
dilakukan oleh Mahkamah Agung.Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi,
dan keuangan ditanggulangi olehKementrian Keuangan.
Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dan dalam Pasal 27 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2009 , secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak
merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara.
Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihakpihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Sedangkan mengenai perkara perkara mengenai pidana dibidang perpajakan
masih dialaksanakan di pengadilan umum, atau dipengadilan negeri setempat.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
3. Sanksi Pajak
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena
pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka
pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya
sendiri.Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak
memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis
administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang
diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU
Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur
pemaksaan.Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada
konsekuensi hukum yang bisa terjadi.Konsekuensi hukum tersebut adalah
pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Direktur Jendral Pajak (DJP) sebagai otoritas pajak di Indonesia dalam
melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar yaitu fungsi pelayanan dan
fungsi penegakkan hukum.Contoh pelayanan adalah memberikan pelayanan
pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan dan lain-lain. Selain
fungsi pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan hukum bagi
pelanggar hukum pajak:
1) Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan atas
pelanggaran yang bersifat administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga
(sanksi administrasi umum), misalnya telat lapor SPT tahunan Orang
pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,2) Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan atas tindak
pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi
khusus dan sanksi pidana.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah
sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga
mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.
Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu
dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan
tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Secara umum ada 2 macam Sanksi perpajakan,
1)
Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
a. Sanksi Adrninistrasi
Berupa Denda Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak
ditemukan dalam UU perpajakan.Terkait besarannya denda dapat
ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau
suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran,
sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang
juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau
disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal
yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk
pengenaan denda, dan besarnya denda.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga Sanksi administrasi berupa bunga
dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih
besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu
jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan
saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa
dengan bunga utang pajak.Penghitungan bunga utang pada umumnya
menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga).Sementara, sanksi bunga
dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang
tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar
sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat
ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat
ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi
bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan
penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh
atau tidak dihitung secara harian.
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan
adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak.Hal ini karena bila
dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi
berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan
angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.--Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena
Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan
dalam menghitung jumlah pajak terutang.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
2). Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum.Dalam
perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana.UU KUP menyatakan bahwa pada
dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan
sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali
melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai
sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak
kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran
disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja
tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di
bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terlampaui. (diatur dalam Pasal 40 UU KUP). Jangka waktu ini dihitung sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau
berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen
perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu
selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada
intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak formal.Namun,
dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana.Sanksi pidana
biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu
ada.
Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib
Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
C. KESIMPULAN
Pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana
dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan
Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya
diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak formal.Namun, dalam UU
Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana.Sanksi pidana biasanya
disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada.
D. DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2002, Percobaan dan Penyertaan Pelajaran Hukum Pidana ,
PT. RadjaGrafindo Persada, Jakarta.
Gunadi dkk, Perpajakan Buku 1, Edisi Revisi 2, Lembaga Penerbit FEUI,
Jakarta, 2001,
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori –Praktek Hukum Pidana , Sinar Grafika,
Jakarta.
Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Kesembilan, Penerbit:
Andi, Jakarta.
Marihot Pahala Siahaan, 2010, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar
Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Muhammad Djafar Saidi & Eka Merdekawati Djafar,2011, Kejahatan Di
Bidang Perpajakan, PT. RadjaGrafindo Persada, Jakarta.
Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat dan Daerah, Humaniora, Bandung, 2010,
R Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cetakan keduapuluh
satu, Refika Aditama, Jakarta, 2008,
R, Soesilo, 1996, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Politea Bogor,
Sri Pudyatmoko, 2009 (edisi Revisi), Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa
Di Bidang Pajak, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis
Vol. 3 No. 3 Desember 2016
ISSN: 2505-5406
--------------------------------- Pembaharuan Hukum Pajak, 2007 PT. Radja
Grafindo Persada, Jakarta.
Zainal Abidin Farid, A, & A. Hamzah, 2006, Bentuk-Bentuk Khusus
Perwujudan Delik ( Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Delik ) Dan Hukum
Penitensier, PT. RadjaGrafindo Persada, Jakarta.
Undang Undang.
Kitab undang undang hukum Pidana
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Download