ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN Raisa Rishya Renald Rinaldi dan Brian A. Prastyo Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Raisa Rishya Renald Rinaldi : Ilmu Hukum (Hukum tentang Kegiatan Ekonomi) : ANALISIS PENERAPAN PEMBERIAN PATEN TERHADAP SEL PUNCA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN Penelitian ini disusun dalam rangka melakukan analisis terhadap Undang-Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten, khususnya pengaturan mengenai ruang lingkup invensi dan syarat patentabilitas ketika diterapkan pada permohonan klaim paten terhadap sel punca. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, bahwa sel punca yang telah dimodifikasi dan/atau dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya memenuhi ruang lingkup suatu invensi. Kedua, sel punca merupakan invensi yang dapat dipatenkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ketika memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri dengan catatan bahwa sel punca tersebut bukan merupakan sel punca yang berasal dari embrio manusia. Kata kunci: Paten Terhadap Sel Punca; Invensi dan Discovery; Product of Nature; Product Derived from Nature; Kebaruan; Langkah Inventif; Dapat Diterapkan Dalam Industri; Ordre-Public dan Moralitas. 1 Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 2 ABSTRACT Name Program Title : Raisa Rishya Renald Rinaldi : Law (Law of Economy Activity) : ANALYSIS ON THE IMPLEMENTATION OF STEM CELLS PATENT BASED ON LAW NUMBER 14 OF 2001 REGARDING PATENTS This research was arranged in order to conduct an analysis on Law Number 14 of 2001 Regarding Patents, specifically for the regulation on the scope of the invention and the patentability requirements when applied to the claims of the patent application for stem cells. Firstly, this research found that stem cells that have been modified and/or removed from their natural environment meet the scope of an invention. Secondly, stem cells are patentable invention if the stem cells are novel, involve an inventive step and susceptible of industrial application based on Law Number 14 Of 2001 Regarding Patents as long as the stem cells are not derived from human embryos. Keywords: Stem Cells Patent; Invention and Discovery; Product of Nature; Product Derived from Nature; Novelty; Inventive Step; Industrial Applicable; Ordre-Public and Morality. I. PENDAHULUAN Kemampuan manusia untuk mempertahankan hidup dari berbagai penyakit yang terus mengancam merupakan salah satu faktor tetap eksisnya manusia di dunia sampai saat ini. Ancaman penyakit salah satunya datang penyakit degeneratif, yaitu penyakit yang muncul akibat adanya proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis.1 Sampai saat ini, penyakit degeneratif seperti jantung, kanker dan diabetes merupakan penyumbang tertinggi kematian di dunia.2 Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung 1 Alan Zelicoff dan Michael Bellomo, More Harm Than Good: What Your Doctor May Not Tell You About Common Treatments And Procedures, (USA: Amacom, 2008), hal. 176-177 dan Ruri Diah Pamela, “Overweight dan Obesitas Sebagai Suatu Resiko Penyakit Degeneratif,” http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article&id=115:overweightdan-obesitas-sebagai-suatu-resiko-penyakit-degeneratif&catid=3:artikel&Itemid=2, 2 Februari 2013 2 World Health Organization (WHO), “World Health Statistics 2012,” http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/EN_WHS2012_Full.pdf, 2 Februari 2013 dan Bambang Irawan Martohusodo, “Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,” http://mgb.ugm.ac.id/media/download/pidatopengukuhan.html?download=122&start=40, 2 Februari 2013. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 3 contohnya, telah mencapai hampir 50% di negara yang sudah maju dan 25% di negara yang sedang berkembang.3 Sementara berdasarkan Litbang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dari data Riset Kesehatan Dasar per tahun 2007 menyebutkan, angka kematian akibat penyakit-penyakit degeneratif meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007.4 Kondisi di atas mengantarkan manusia untuk melakukan peningkatan kualitas kesehatan ini dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengembangkan teknologiteknologi di bidang kesehatan seperti obat-obatan, teknik mengidentifikasi penyakit dan teknologi-teknologi lainnya sebagai penyeimbang atas berkembang pesatnya berbagai penyakit. Di Indonesia, pengembangan teknologi dicanangkan dalam 2 (dua) program antara lain riset ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta penelitian dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar kesehatan.5 Dewasa ini, teknologi kesehatan yang berkembang dengan pesat adalah teknologi kesehatan yang menggunakan materi biologis (bioteknologi) seperti obatobatan atau metode yang menggunakan makhluk hidup atau bagian dari makhluk hidup, misalnya sel dan gen dari makhluk hidup.6 Adapun salah satu bioteknologi yang perkembangannya paling pesat untuk menjawab permasalahan kesehatan ini yaitu penggunaan sel punca. Sel punca merupakan sel yang berada dalam tubuh makhluk hidup, salah satunya dalam tubuh manusia yang belum terspesialisasi dan mempunyai kemampuan atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang spesifik yang membentuk jaringan tubuh.7 Hasil penelitian dan pengembangan 3 Ibid. 4 “Stroke Penyebab Kematian Tertinggi,” http://health.kompas.com/read/2012/09/30/12033537/, 2 Februari 2013 5 Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 (Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012), hal. 32. 6 Chynthia M. Ho, Access to Medicine in The Global Economy: International Agreements on Patents and Related Rights, (New York: Oxford University Press, 2011), hal. 4 dan National Physicians Biologics Working Group, “Biologics: Different Class of Medications That Makes a Difference For Our Patients,” http://allianceforpatientaccess.org/120117%20NPBWGWhitePaper.pdf, 3 Februari 2013. 7 Øyvind Baune et al, “Stem Cells: Sources and Clinical Applications,” dalam Lars Østnor, Stem Cells, Human Embryos and Ethics: Interdisciplinary Perspectives, (Norway: Springer, 2008), hal. 21-22 dan Ahmad Aulia Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya (Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta 2008), hal. 2 Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 4 menunjukan bahwa potensi sel punca begitu besar. Sel punca memiliki potensi untuk menyembuhkan segala penyakit degeneratif tanpa terkecuali.8 Atas potensi dan manfaat dari sel punca bagi masyarakat, sel punca juga memberikan manfaat bagi penemu atau inventornya, yaitu untuk melakukan komersialisasi terhadap sel punca. Untuk dapat melakukan komersialisasi, maka inventor harus memastikan bahwa ia memiliki hak eksklusif atas sel punca tersebut. Adapun terkait invensi berupa sel punca, hak paten merupakan instrumen hukum yang melindungi hak-hak dari para inventor.9 Paten sebagai suatu hak eksklusif yang lahir sebagai penghargaan yang diberikan oleh negara bagi inventor atas invensinya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia yang sepatutnya dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual. Pemberian paten terhadap sel punca ternyata menimbulkan perdebatan yang sengit mengacu kepada praktik yang berkembang di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Perdebatan tersebut antara lain atas dasar sifat sel punca yang merupakan materi yang berasal dari makhluk hidup dalam kaitannya dengan paten yang hanya melindungi invensi dan bukan discovery.10 Selain itu adanya kekhawatiran bahwa pemberian paten terhadap sel punca akan bertentangan dengan moralitas dan ketertiban umum.11 Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah sel punca merupakan suatu invensi? 2. Apakah sel punca memenuhi syarat patentabilitas dan dapat dipatenkan berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten 8 Danny Halim et al, Stem Cell:Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 84. 9 Lori P. Knowles, ”Stem Cells Patents,” http://www.stemcellnetwork.ca/uploads/File/whitepapers/Stem-Cell-Patents.pdf, 4 Februari 2013. 10 Sreenivasulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, (India: Manupatra, 2008). Hal. 62 dan Karl Bozicevic, “Distinguishing Products of nature from products derived from nature,” Journal of the Patent and Trademark Office Society (Agustus 1987): 415-426. 11 Lori P. Knowles, Stem Cells Patents, hal. 2 dan Amina Agovic, “Stem Cell Patents: Looking For Serenity,” dalam Intellectual Property And Emerging Technologies, (USA: Edward Elgar, 2012), hal. 228-254. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 5 II. SEL PUNCA Sel merupakan penyusun makhluk hidup (organisme). Organisme sendiri merupakan entitas yang hidup secara mandiri. Bentuk paling sederhana dari entitas tersebut adalah organisme bersel satu misalnya bakteri dan amoeba. Sementara entitas yang kompleks adalah organisme yang tersususn oleh banyak sel misalnya tumbuhan dan manusia. Sel memiliki fungsi dasar dan fungsi yang telah terspesialisasi. Fungsifungsi ini sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerusakan pada sel akan mengganggu juga fungsi dari jaringan, organ serta kebutuhan manusia misalnya untuk bernafas, metabolisme tubuh, bergerak, tanggap terhadap rangsangan dan hal-hal lainnya. Gambaran umum di atas terangkum dalam definisi sel yaitu: 1. Sel adalah unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh.12 2. Sel adalah unit dasar yang menyusun makhluk hidup serta mempengaruhi fungsi dari makhluk hidup tersebut dalam melaksanakan proses-proses yang terkait dengan kehidupannya.13 Secara medis, penggunaan materi biologis (bioteknologi) memiliki potensi dan manfaat yang lebih besar dari pada penggunaan materi kimiawi. Sehingga dewasa ini sedang gencar-gencarnya penelitian dan pengembangan terhadap bioteknologi, salah satunya ditandai dengan James Thomson yang berhasil membuat galur murni sel punca embrionik manusia, dimana sel tersebut memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh manusia.14 Ini merupakan titik terang bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia. Sel punca (Stem cell) adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik (berdiferensiasi) yang membentuk berbagai jaringan tubuh.15 Sel punca juga merupakan awal mula dari pertumbuhan sel lain yang menyusun keseluruhan tubuh organisme, termasuk manusia.16 Ada 2 (dua) jenis sel punca, yaitu sel punca 12 Lauralee Sherwood, Human Physiology: From Cells to Systems, (USA: Cengage, 2013), hal. 2. 13 Ethel Sloane, Anatomi dan Fisiologi, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), hal. 34. 14 Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal. 4. 15 Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya, hal. 10 dan lihat juga Anatomy 101: “Stem Cells-Reeeve Irvine Research Center,” http://www.reeve.uci.edu/anatomy /stemcells.php . 30 April 2013. 16 Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal. 4. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 6 dewasa dan sel punca embrionik. Sel punca dewasa adalah sel punca yang ditemukan di antara sel-sel lain yang telah berdiferensiasi, dalam suatu jaringan yang telah mengalami maturasi. Karena telah mengalami maturasi maka kemampuan diferensiasinya terbatas. Sementara sel punca embrionik merupakan awal dari pembentukan seluruh jenis sel dalam tubuh manusia. Hal ini karena sel punca embrionik adalah sel punca yang didapatkan saat perkembangan individu masih berada dalam tahap embrio (inner cell mass) yang terdapat dalam blastocyst (embrio yang terdiri atas 50-150 sel yang terbentuk pada hari ke-5 pembuahan).17 Lain dengan sel punca dewasa, sel punca embrionik memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi hampir semua jenis sel dalam tubuh manusia. Berbagai penyakit, khususnya penyakit degeneratif disebabkan karena rusaknya atau penuaan (aging) dari sel-sel dalam tubuh manusia dan dengan penjelasan di atas maka sel punca dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Adapun potensi penggunaan dan manfaat dari sel punca, yaitu antara lain:18 1. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat pada jaringan atau organ tubuh pasien; 2. Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan sel-sel baru yang ditranspalantasikan (Cell Based Therapy); 3. Mendiagnosis penyakit degeneratif; 4. Terapi gen; 5. Terapi sel; 6. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada organisme termasuk perkembangan organisme dan kanker; 7. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan. III. SEL PUNCA: INVENSI ATAU DISCOVERY Melakukan analisis terhadap suatu obyek yang akan dipatenkan dalam rangka memastikan obyek tersebut merupakan invensi dalam lingkup hukum paten merupakan tindakan yang fundamental, khususnya bagi invensi di bidang 17 Jusuf, Aspek Dasar Sel Punca Embrionik dan Potensi Pengembangannya, hal. 3 18 Ibid., hal 5, Danny Halim et al, Stem Cell: Dasar Teori dan Aplikasi Klinis, hal.98-126, dan Wawancara dengan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD., Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 7 bioteknologi. Bioteknologi yang menggunakan materi alamiah cenderung dikaitkan dengan penemuan semata (discovery) dan bukan invensi.19 Hal ini juga tidak terlepas dari pandangan yang menyatakan bahwa “living things are not new and are not at all patentable”.20 Pembedaan invensi dan discovery dapat merujuk pada pemahaman mengenai product of nature dan product derived from nature. Segala sesuatu terjadi karena memang sudah kodratnya dan dengan demikian obyek tersebut dipandang merupakan penemuan semata (discovery) dan discovery tidak dilindungi oleh hukum paten. Ini merupakan perwujudan dari pemahaman yang dikenal dengan product of nature. Adapun argumentasi yang menentang hal ini, yaitu bahwa invensi di bidang bioteknologi bukan semata-mata suatu product of nature melainkan suatu invensi yang dapat dipatenkan sebagai perwujudan dari pemahaman yang dikenal dengan product derived from nature. Kedua hal ini secara istilah memang berbeda namun secara praktis, dua hal ini sangat sulit untuk dibedakan. Invensi (Product Derived From Nature) dan Discovery (Product of Nature) Perbedaan product of nature dalam lingkup discovery dengan product derived from nature dalam lingkup invensi menjadi sorotan publik pada kasus Diamond v. Chakrabarty ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat memberikan paten terhadap bakteri milik Chakrabarty karena bakteri tersebut merupakan bakteri baru dengan karakteristik yang berbeda dengan bakteri sejenis yang ditemukan di alam serta memiliki potensi kemanfaatan yang signifikan. Bakteri tersebut memang dapat digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak dengan kemampuan mengkonsumsi hidrokarbon. Adapun kemampuan bakteri tersebut diklaim oleh Chakrabarty merupakan hasil intervensinya untuk melakukan isolasi dan mengubah struktur molekul dari bakteri asal.21 Mahkamah Agung Amerika Serikat memandang bakteri ini tidak bersifat alamiah namun merupakan hasil intervensi intelektualitas 19 Leeron Morad, “Stemming The Tide on Patentability of Stem Cells and Differentiation Processes,” New York University Law Review Vol. 87:551 (2012):565. 20 Sreenavisulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, hal. 74. 21 Lihat Putusan Mahkamah Agung Diamond v. Chakrabarty, 447 U.S. 303, 206 USPQ 193 (1980), “Statement of Q. Todd Dickinson , Acting Assistant Secretary of Commerce and Acting Commissioner of Patents and Trademarks,” http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf, 10 Mei 2013 dan Karl Bozicevic, “Distinguishing “Product of Nature” from Products Derived from Nature,” Journal of the Patent and Trademarks Office Society 198th (August): 422-423. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 8 Chakrabarty. Dengan demikian bakteri ini dianggap bukan merupakan suatu discovery atau product of nature namun merupakan suatu invensi yang dapat dipatenkan karena telah memenuhi pasal 101, 102 dan 103 Undang-Undang Paten Amerika Serikat. Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat ini yang akhirnya memotivasi perlindungan paten terhadap modifikasi, isolasi dan pemurnian produkproduk alamiah seperti bakteri, sel, gen dan lain-lain atas dasar pernyataan “anything under the sun that is made by man is patentable”22 yang akhirnya mempengaruhi lingkup suatu invensi dalam hukum paten. Kantor Paten Eropa (EPO) juga memberikan paten atas invensi terkait dengan product of nature dalam kasus Howard Florey/Relaxin.23 Kasus ini bermula ketika Howard Florey akan mematenkan gen yang merupakan kode dari protein alami yang dikenal dengan sebutan relaxin. Gen tersebut memungkinkan pelaksanaan produksi protein relaxin melalui proses biologis di luar tubuh manusia. Atas permohonan paten tersebut, EPO berpendapat bahwa penemuan atas suatu materi yang telah ada di alam tidak dilindungi oleh hukum paten. Namun ketika materi tersebut ada karena proses pengisolasian yang baru dari lingkungan sekitarnya yang dilakukan oleh manusia, maka gen tersebut dapat dipatenkan.24 Apabila diperhatikan secara seksama maka kedua kasus di atas pada dasarnya tidak mengindikasikan bahwa suatu product of nature kemudian merupakan suatu invensi. Paten tidak melindungi product of nature semata namun melindungi invensi yang merupakan hasil intervensi dari intelektualitas manusia terhadap materi-materi yang berasal dari alam (product derived from nature).25 Sel Punca Sebagai Invensi Adapun dua pendekatan terkait dengan intervensi atas dasar intelektualitas yang inventor miliki di bidang invensinya. Pendekatan yang pertama yaitu bahwa perlu disadari bahwa semua invensi di bidang bioteknologi memiliki sifat product of 22 Ibid 23 Lihat “Howard Florey/Relaxin T 0272/95 - 3.3.4 (23 Oktober 2002)”. http://www.epo.org/law-practice/case-law-appeals/pdf/t950272eu2.pdf. 15 April 2013 24 Ibid dan Antony Taubman, “The International Patent System and Biomedical Research: Reconciling Aspiration, Policy and Practice” http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2628210/ 5 Mei 2013. 25 Karl Bozicevic, “Distinguishing Products of nature from products derived from nature,” hal. 425. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 9 nature. Namun intelektualitas dan campur tangan inventor akan membuat invensi tersebut memiliki manfaat atau potensi yang khas sehingga membuat invensi tersebut ialah hal yang baru dan berbeda dari product of nature.26 Pendekatan yang kedua yaitu suatu produk alamiah dalam hal ini misalnya sel, gen, bakteri merupakan invensi yang dapat dipatenkan ketika produk tersebut telah berhasil diisolasi, dimurnikan dan/atau dikultur atas dasar suatu proses atau metode teknis yang dicetuskan oleh manusia. Dengan demikian, inventor merupakan orang pertama yang membuat invensi tersebut tersedia untuk dapat digunakan dengan cara mengisolasi dan memurnikannya dari lingkungan asalnya darimana invensi tersebut berasal.27 Walaupun demikian, beberapa ahli tidak setuju dengan konsep ini karena pada dasarnya melakukan isolasi atas invensi di bidang bioteknologi seperti yang disebutkan di atas ialah hal yang memang harus dilakukan oleh inventor ketika akan melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut atas invensi tersebut. Jika mengisolasi suatu produk alamiah telah mengeliminir suatu product of nature maka dengan mudah segala macam barang tiba-tiba bisa menjadi dipatenkan. Hal ini yang di rasa begitu mudah pemenuhan ruang lingkup suatu invensi untuk dapat dipatenkan.28 Dengan demikian, sel punca merupakan suatu invensi karena sel punca memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Untuk mengeluarkan potensi dari sel punca, diperlukan peran manusia untuk melakukan penelitian dan pengembangan untuk menemukan kemanfaatan dan aplikasi dari sel punca terhadap dunia kesehatan, misalnya terkait dengan teknik isolasi, teknik kultur sel serta manipulasi sel untuk merubah sel punca menjadi jenis sel yang diinginkan. 29 Sel punca tetap merupakan obyek yang dapat dipatenkan karena paten diberikan kepada produk yang baru, memiliki kekhasan serta memiliki 26 Sreenavisulu dan Raju, Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings, hal. 76. 27 Varu Chilakamarri, “Structural Nonobviousness: How Inventiveness is Lost in the Discovery,” Virginia Journal of Law & Technology Vol. 10, No. 7 (2005): 6 28 John M. Golden, “Biotechnology, Technology Policy, and Patentability: Natural Products and Invention in the American System,” dalam Intellectual Property and Biotechnology, (UK: Edward Elgar, 2011), hal. 127-128, dan “US Supreme Court May Invalidate Gene Patents, But Create a Little Change,” https://law.duke.edu/sites/default/files/news/IP%20Watch_042013_Myriad%20May%20Changle%20Little.pdf, 12 Juni 2013 29 Wawancara dengan Prof. dr. Jeanne A. Pawitan PhD dan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD., Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 10 potensi kemanfaatan meskipun obyek tersebut berasal dari alam selama sel punca tersebut telah diisolasi, dimurnikan dan/atau dikultur dengan proses teknis buatan manusia sehingga sel punca tersebut bukan lagi suatu materi alamiah.30 IV. PATENTABILITAS SEL PUNCA Sel punca, gen dan invensi sejenis merupakan invensi yang dapat dipatenkan. Pemberian paten terhadap invensi tersebut dipelopori oleh paten terhadap bakteri Chakrabarty di Amerika Serikat. Bahkan di Eropa, dalam European Biotechnology Directive 98/44 telah mengatur pemberian paten terhadap sel punca pada pasal 5.2 yang menyatakan bahwa: “an element isolated from the human body or otherwise produced by means of a technical process, including the sequence or partial sequence of a gene, may constitute patentable invention, even if the structure of that element is identical to that of a natural element.” Atas dasar pemahaman bahwa sel punca dapat dipatenkan, maka sel punca harus memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri serta tidak bertentangan dengan moralitas dan ordre public. Dalam praktiknya, ada beberapa kendala yang perlu menjadi perhatian khusus karena membuat sel punca tidak memenuhi syarat-syarat patentabilitas. Setidaknya ada dua klaim paten atas sel punca yang menjadi perhatian dunia karena paten tersebut menuai kontroversi, yaitu kasus klaim paten atas sel punca milik Winsconsin Alumni Research Foundation (WARF) dan manusia dan klaim paten atas sel punca milik Oliver Brüstle. Klaim Paten Terhadap Sel Punca Embrionik milik WARF James Thomson, orang yang pertama kali mengisolasi sel punca dari embrio manusia. Ia mematenkan metode isolasi termasuk sel punca tersebut. Klaim paten tersebut mengatasnamakan WARF (Wisconsin Alumni Research Foundation) dan dilisensikan kepada Geron Corporation, salah satu perusahaan bioteknologi terbesar 30 Lihat Q. Todd Dickinson http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf, 10 Mei 2013 dan American Fruit Growers, Inc. v. Brodex Co., 283 U.S. 1, 11, 8 U.S.P.Q. 131, 133 (1931) Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 11 di Amerika Serikat. Kemudian PUBPAT (The Public Patent Foundation) dan FTCR (The Foundation for Taxpayer and Consumer Rights mengajukan keberatan karena pemberian paten terhadap isolasi dari sel punca dapat menghambat peneliti dalam melakukan penelitian dan pengembangan sel punca. USPTO menyatakan bahwa sel punca milik WARF tidak memenuhi syarat kebaruan karena dalam klaim paten milik Williams yang diajukan PUBPAT dan FTCR sebagai prior art dari sel punca milik WARF. Prior art menurut pemeriksa telah terbukti dengan adanya penjelasan di dalam klaim paten Williams mengenai sel punca yang berasal dari embrio, meskipun tidak ada pengungkapan ‘specific working examples’ di mana sel punca embrionik manusia tersebut dibuat. Selain itu metode isolasi yang dilakukan oleh James Thomson ternyata tercakup dalam salah satu dari dua metode yang dipatenkan dalam paten Williams, walaupun penerapannya dikenakan pada obyek yang berbeda, yaitu Williams menerapkannya pada embrio tikus, sementara James Thomson menerapkannya pada embrio manusia. USPTO juga menyatakan bahwa sel punca milik WARF tidak memenuhi syarat langkah inventif (non-obviousness). USPTO pada awalnya berpendapat bahwa sel punca memenuhi syarat non-obviousness karena tidak ada dugaan keberhasilan yang wajar (reasonable expectation of success) bahwa sel punca embrionik dapat diisolasi. Namun sel punca WARF ternyata merupakan hasil dari penerapan metode isolasi sel punca embrionik yang serupa dengan metode isolasi sel punca embrionik tikus.31 Hal ini telah memperlihatkan bahwa tidak adanya penciptaan metode atau pendekatan baru atas metode isolasi ini. Pemeriksa berpendapat bahwa untuk memenuhi syarat ‘non-obviousness’ inventor harus mencoba segala bentuk kemungkinan yang ada untuk menciptakan invensi dan tidak hanya mengikuti cara yang telah ada. Dengan demikian paten WARF tidak memenuhi syarat ‘nonobviousness’. 31 Metode isolasi sel punca embrionik yang akan dipatenkan seragam dengan metode isolasi sel punca embrionik dari berbagai hewan, termasuk tikus, babi dan domba yang tercantum dalam beberapa publikasi, antara lain tulisan Elizabeth Robertson, seorang peneliti dari Oxford University pada tahun 1983 dan 1987, Jorge Piedrahita, seorang peneliti dari North Carolina State University pada tahun 1990 dan Paten milik Robert Lindsay Williams (No. 5.166.065) pada tahun 1992. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 12 Klaim Paten Terhadap Sel Punca Embrionik Milik Oliver Brüstle Oliver Brüstle, mendapatkan paten dari Kantor Paten Jerman atas invensi tentang metode konversi sel punca embrionik menjadi sel-sel saraf. Atas invensi ini, Greenpeace mengajukan keberatan atas paten ini dan paten ini dibatalkan oleh Kantor Paten Jerman karena metode tersebut menggunakan sel punca embrionik. Adapun Brüstle mengajukan banding ke Pengadilan Paten Federal Jerman atas dasar bahwa tidak ada klaim paten terhadap sel punca embrionik dalam permohonan paten yang diajukan oleh Brüstle.32 Karena kasus ini merupakan kasus pertama yang membahas tentang penggunaan embrio manusia serta kaitannya dengan moralitas dan ketertiban umum, maka Pengadilan Paten Federal Jerman memilih untuk melimpahkan beberapa pertanyaan untuk diputuskan oleh European Court of Justice (ECJ) dalam kaitannya dengan pasal 6 Biotechnology Directive dan pasal 53(a) Konvensi Paten Eropa.33 Adapun hal-hal yang harus diputuskan oleh ECJ antara lain:34 1. Apakah arti dari ‘embrio manusia’ dalam ruang lingkup pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive? 2. Apakah arti ‘penggunaan embrio manusia untuk industri atau kepentingan komersial’ dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive dan apakah penggunaan untuk penelitian ilmiah termasuk ruang lingkup eksploitasi komersial seperti yang tercantum dalam pasal 6(1) European Biotechnology Directive? 3. Bagaimana patentabilitas dari teknologi yang dipatenkan terkait pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive jika penggunaan embrio manusia bukan merupakan bagian dari klaim teknologi tersebut? Atas pertanyaan yang diajukan oleh Pengadilan Paten Federal Jerman, dengan memperhatikan pendapat dari Advocates-General, ECJ memutuskan bahwa sel punca embrionik yang berasal dari embrio manusia dalam tahap blastokista termasuk dalam ruang lingkup ‘embrio manusia’ dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology 32 Oliver Brüstle v. Greenpeace, Case C-34/10, 18 Oktober 2011 dan Amina Agovic, Stem Cell Patents: Looking For Serenity, hal. 242-243 33 Lihat Pasal 234 Treaty establishing the European Community (EC Treaty) yang menyatakan bahwa 'The Court of Justice shall have jurisdiction to give preliminary rulings concerning: (a) the interpretation of this treaty; (b) the validity and interpretation of acts of the institutions of the Community and of the ECB (c) the interpretation of the statutes of bodies established by an act of the Council, where those statutes so provide. 34 Oliver Brüstle v. Greenpeace, Case C-34/10, 18 Oktober 2011 Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 13 Directive. Atas pertanyaan kedua, ECJ menyatakan bahwa pengecualian pemberian paten mengenai penggunaan embrio manusia untuk keperluan industri atau komersial dalam pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive mencakup juga penggunaan untuk penelitian ilmiah kecuali untuk tujuan terapi atau diagnostik yang diterapkan dan bermanfaat bagi embrio manusia, maka itu dapat dipatenkan. Untuk menjawab pertanyaan ketiga dari Pengadilan Paten Federal Jerman, ECJ menyatakan bahwa penjelasan atas pasal 6(2)(c) European Biotechnology Directive ialah dengan melakukan pengecualian atas invensi dari pemberian paten ketika pelaksanaan invensi tersebut memerlukan penghancuran atau pemusnahan embrio manusia atau menggunakan embrio manusia menjadi bahan dasar dari suatu invensi tersebut bahkan ketika teknik yang diterapkan pada embrio tersebut tidak diklaim paten.35 Patentabilitas Sel Punca Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten Syarat Kebaruan Syarat kebaruan diatur pada pasal 3 UU 14 Tahun 2001 tentang Paten dimana syarat kebaruan terpenuhi dengan membuktikan bahwa invensi bukan merupakan prior art atau teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya. Sel punca dapat memenuhi syarat kebaruan dengan memperhatikan bahwa prior art memang menjelaskan bahwa sel punca memang telah eksis secara alamiah. Namun nyatanya pengetahuan mengenai eksistensi dari sel punca secara alamiah tidak sejalan dengan fakta bahwa ketika sel punca tidak tersedia untuk umum atau dengan kata lain belum semua jenis sel punca dalam tubuh manusia dapat diisolasi atau bahkan diketahui.36 Pengembangannya juga masih terus dilakukan oleh para ahli untuk menemukan metode penggunaan atau metode untuk menghasilkan sel punca. Oleh karena itu penting bagi inventor yang invensinya berupa atau terkait dengan sel punca untuk memperhatikan perkembangan publikasi-publikasi terkait dengan sel punca. Penjelasan ini juga mengisyaratkan bahwa pemenuhan syarat kebaruan merupakan hal yang relatif mudah bagi inventor, khususnya di negara di mana sel punca belum begitu berkembang seperti di Indonesia. 35 Ibid. Paul L.C. Torremans, “Patentability of human stem cell or synthetic biology based invention,” dalam Biotechnology and Software Patent Law: A Comparative Review of New Developments (UK: Edward Elgar, 2011), hal. 289 36 Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 14 Langkah Inventif Syarat langkah inventif diatur pada pasal 2 UU 14 Tahun 2001. Invensi memenuhi syarat langkah inventif ketika invensi tidak dapat diduga sebelumnya oleh orang yang ahli di bidang teknologi tersebut, serta merupakan solusi dari permasalahan yang ada (problem-solution approach). Terkait sel punca sebagai invensi, maka pertama yang harus dibuktikan adalah bahwa tidak ada ‘prior art’ atau pengetahuan dari seseorang yang ahli di bidang teknologi terkait dengan sel punca yang mengindikasikan bahwa invensi tersebut hanya sekadar tahapan logis perbaikan dari invensi sebelumnya. Hal ini tercermin pada pertimbangan USPTO terhadap kasus paten WARF telah dijelaskan di atas bahwa invensi berupa sel punca embrionik manusia dan metode-metode terkait dengan sel punca embrionik manusia tidak memenuhi syarat langkah inventif atau non-obviousness karena klaim paten WARF telah dapat diduga oleh para ahli di bidang sel punca karena Thomson hanya melakukan metode isolasi yang telah dipublikasikan (prior art) namun kepada obyek yang berbeda, yaitu pada manusia. Isolasi dari sel punca sebagai obyek yang dapat dipatenkan dan sel punca yang ada dalam tubuh manusia pada dasarnya merupakan obyek yang sama tetapi pada dasarnya kedua obyek ini berbeda. Hal yang membedakan kedua obyek tersebut adalah hasil adanya upaya intervensi manusia untuk mengisolasi sel punca dengan metode yang sifatnya teknis. Sel punca dianggap tidak terduga karena telah berhasil diisolasi dan merupakan obyek yang sama dengan sel punca yang ada di lingkungan alamiahnya. Dengan demikian sel punca hanya akan tidak memenuhi syarat langkah inventif atau non-obviousness hanya ketika isolasi sel punca tersebut identik dengan sel punca yang telah dipatenkan atau dipublikasikan sebelumnya.37 Dapat Diterapkan Dalam Industri Suatu invensi harus dapat diterapkan dalam industri untuk dapat dipatenkan di Indonesia. Berdasarkan pasal 5 UU 14 Tahun 2001, syarat ini akan terpenuhi ketika dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri yang sebagaimana diuraikan dalam permohonan. invensi harus dapat dibuat 37 Arti K. Rai, “Intellectual Property Rights in Biotechnology: Addressing New Technology,” dalam Intellectual Property and Biotechnology, (USA: Edward Elgar, 2011), hal. 291. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 15 atau dijalankan dalam praktik secara berulang-ulang dengan kualitas yang sama. Hal ini juga yang membedakan invensi dengan sebuah eksperimen. Dengan demikian untuk dapat dibuat atau dijalankan dalam praktik secara berulang-ulang dengan kualitas yang sama, maka suatu invensi haruslah memiliki kegunaan. Sampai saat ini belum ada kasus paten terhadap sel punca terkait tidak terpenuhinya syarat ini. Namun kita dapat merujuk pada pemenuhan syarat dapat diterapkan dalam industri atas invensi di bidang bioteknologi pada kasus Human Genome Sciences v. Eli Lily yang mempermasalahkan penerapan dalam industri terhadap klaim paten atas gen neutrokine-α. Pada kasus ini, Mahkamah Agung Inggris berpendapat bahwa invensi harus dapat dilaksanakan dan memiliki kegunaan. Kegunaan invensi tersebut sifatnya bukan suatu hal yang spekulatif sehingga invensi harus sifatnya final (tidak memerlukan penelitian pengembangan lagi) yang salah satunya ditunjukan dengan reproduksi dari invensi tersebut.38 Dengan demikian, harus ada uraian tertulis yang jelas dan lengkap menjelaskan mengenai sel punca, pengunaan sel punca, manfaat sel punca yang sifatnya final dan dapat dilakukan secara berulang-ulang. Ordre Public (Ketertiban Umum) dan Moralitas Berdasarkan pasal 7 huruf (a) UU 14 Tahun 2001 tentang Paten, invensi yang bertentangan dengan moralitas dan ordre public (ketertiban umum) tidak dilindungi oleh paten. Sel punca sebagai suatu invensi memiliki potensi untuk bertentangan dengan moralitas dan ordre public (ketertiban umum). Pertama, pemberian paten terhadap sel punca komersialisasi bagian tubuh manusia. Komersialisasi yang dimaksud adalah sel punca akan menjadi komoditas perdagangan yang berarti akan terjadi praktik jual beli terhadap bagian tubuh manusia.39 Walaupun hal ini telah diantisipasi pada pasal 2, 3, 4 dan 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 833/MENKES/PER/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca yang mengatur bahwa sel punca berasal dari donor manusia dengan sebelumnya telah ada persetujuan tertulis dari donor (informed consent). Pengaturan ini menegaskan bahwa sel punca dilarang untuk diperjualbelikan. 38 Human Genome Sciences v. Eli Lily (2011) UKSC 51. European Group on Ethics in Science and New Technologies (EGE), “Ethical Aspects of Patenting Inventions Involving Human Stem Cells,” http://ec.europa.eu/bepa/european-groupethics/docs/avis16_en.pdf, 15 Juni 2013. 39 Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 16 Selain itu, pemberian paten atas sel punca dapat membatasi penelitian dan pengembangan sel punca. Klaim paten terhadap sel punca secara langsung menyatakan bahwa inventor memiliki hak eksklusif, khususnya hak atas ekonomi terhadap sel punca mana pun.40 Paten terhadap isolasi sel punca mengindikasikan bahwa setiap orang yang akan melakukan penelitian dan pengembangan atas sel punca tersebut harus dengan izin inventor pertama yang melakukan isolasi dan tidak menutup kemungkinan akan dikenai biaya yang sangat besar.41 Untuk menghindari hal tersebut maka paten atas sel punca tidak diberikan bagi klaim paten atas sel punca yang sifatnya luas dan tidak spesifik untuk menghindari tindakan monopoli terhadap penelitian dan pengembangan sel punca.42 Perlindungan paten dapat diberikan bagi sel punca yang sifatnya spesifik, karena pengaturan paten memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh inventor atas invensinya telah mengindikasikan bahwa invensi harus bersifat tidak luas dan spesifik.43 Kedua, mengingat telah adanya klaim paten yang diajukan terhadap sel punca embrionik maupun metode terhadap sel punca embrionik di Indonesia seperti:44 Nomor Permohonan Tanggal Penerimaan Inventor Pemohon Judul Invensi Klasifikasi Internasional Nomor Prioritas W002011015 76 29-04-2011 Alireza REZANIA CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC. Diferensiasi sel punca embrionik manusia menjadi turunan endokrin pankreatik C 12 N 5/00 61/110,287 JANSSEN BIOTECH, INC. Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia A 61 P 3/00 61/226,923 Diferensiasi sel punca embrionik manusia C 12 N 5/02 Benjamin FRYER W002012002 20 W002012024 86 18-01-2012 22-06-2012 XU, Jean Janet DAVIS Christine PARMENTER JANSSEN BIOTECH, INC. C 12 N 5/00 61/289,692 C 12 Q 1/68 40 “Patent Protection of Stem Cell Related Invention,” http://www.wtspatent.pl/docs_files/sabinenovak_epo.pdf, 12 Juni 2013 dan Lori P. Knowles, Stem Cell Patents, hal 1-2. 41 Philip W. Grubb dan Peter R. Thomsen, Patents for Chemicals, Pharmaceuticals, and Biotechnology: Fundamentals of Global Law, Practice, and Strategy, hal. 436-437 42 Paul L.C. Torremans, Patentability of human stem cell or synthetic biology based invention, hal. 295 43 Wawancara dengan Sri Sulistiyani, Pemeriksa Paten pada Direktorat Paten, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia 44 “Data Paten Indonesia,” http://paten-indonesia.dgip.go.id/psearch, 8 Juni 2013. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 17 Kevin DITOLVO W002012024 87 22-06-2012 XU, Jean 20020120021 9 18-01-2012 Jean XU Jan Jensen JANSSEN BIOTECH, INC. 1) JANSSEN BIOTECH INC. Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia C 12 Q 1/68 61/289,671 Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia C 12 N 5/02 61/226,929 2) THE CLEVELAND CLINIC FOUNDATIO N 20020110157 9 29-04-2011 REZANIA, Ali Reza CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC. Diferensiasi sel punca embrionik manusia menjadi turunan endokrin pankreatik C 12 N 5/00 61/110,278 20020100364 8 22-10-2010 REZANIA, Ali Reza CENTOCOR ORTHO BIOTECH INC. Sel pluripoten C 12 N 5/06 12/108,872 20020120021 8 18-01-2012 XU, Jean JANSSEN BIOTECH, INC. Diferensiasi sel-sel punca embrionik manusia A 61 K 35/39 61/226,936 A 61 P 3/10 Tabel 4.1 Publikasi Paten Terhadap Sel Punca Embrionik di Indonesia Atas pengajuan klaim paten terhadap sel punca embrionik, Indonesia memandang bahwa sel punca embrionik tidak dapat digunakan dalam bentuk apa pun atas dasar isolasi sel punca embrionik berimplikasi pada musnahnya embrio tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sel punca embrionik yang diisolasi dari embrio sisa dari proses bayi tabung sebagai bentuk pemanfaatan karena tetap dianggap sebagai bentuk pemusnahan embrio, walaupun pada praktiknya embrio sisa proses bayi tabung tersebut akan dibuang. Larangan ini menjelaskan sel punca embrionik yang bertentangan dengan nilai moral dan etika.45 Dengan demikian telah jelas bahwa Indonesia memiliki pendekatan yang sama dengan Eropa yaitu pemberian paten atas sel punca embrionik manusia sebagai invensi maupun invensi yang dalam klaimnya melingkupi penggunaan sel punca embrionik manusia dapat bertentangan dengan moralitas karena pelaksanaannya yang melalui proses penghancuran embrio manusia. Selain harus memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri, atas dasar moralitas, maka sel punca yang dapat dipatenkan adalah sel 45 Wawancara dengan Prof. dr. Jeanne A. Pawitan PhD dan dr.Ahmad Aulia Jusuf, PhD., Departemen Histologi FKUI, 8 April 2013. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 18 punca dewasa. Dalam hal metode-metode yang diterapkan terhadap sel punca sebagai suatu invensi, akan dapat dipatenkan ketika memenuhi beberapa syarat. Syarat tersebut antara lain: 1. Tidak ada klaim paten terhadap sel punca embrionik manusia; 2. Tidak ada penggunaan sel punca embrionik manusia dalam klaim paten. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pertanyaan pertama adalah apakah sel punca merupakan invensi dalam lingkup paten Sel punca manusia pada dasarnya merupakan product of nature, yaitu produk yang eksistensinya secara alamiah dan secara ilmu pengetahuan telah diketahui. Namun demikian, masih ada kemungkinan bahwa ada jenis sel punca yang belum dapat diisolasi oleh seorang inventor. Hal ini juga dikarenakan sel punca masih terus dalam tahap penelitian dan pengembangan. Baik pengaturan paten di Indonesia, Amerika serikat maupun dalam Konvensi Paten Eropa, tidak ada perlindungan paten atas product of nature karena hakikatnya sebagai discovery atau penemuan semata. Oleh karena itu, untuk dapat memperoleh perlindungan paten, suatu sel punca harus terlebih dahulu memenuhi kategori bahwa sel punca bukan merupakan product of nature. Sel punca bukan merupakan product of nature ketika sel punca tersebut telah dikeluarkan dari lingkungan alamiah nya atau sel punca tersebut telah dimodifikasi. Keduanya melalui intervensi atau daya upaya dari manusia yang merupakan hasil intervensi kecerdasan manusia (human ingenuity) dengan proses teknis tertentu dan bukan proses biologis sehingga sel punca tersebut bukan lagi produk yang sifatnya alamiah melainkan buatan manusia (product of man). Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 19 2. Pertanyaan kedua adalah mengenai pemenuhan syarat patentabilitas dari sel punca sebagai invensi berdasarkan UU 14 Tahun 2001 Setelah menjawab pokok permasalahan pertama, sel punca yang telah memenuhi karakteristik suatu invensi dalam ruang lingkup hukum paten harus memenuhi syarat patentabilitas, yaitu kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri (Pasal 2, 3, dan 5 UU 14 Tahun 2001). Tidak berhenti sampai tahap tersebut, tidak lupa harus diperhatikan jenis-jenis invensi yang tidak dapat dipatenkan mengacu pada pasal 7 UU 14 Tahun 2001. Sel punca sebagai invensi akan memenuhi syarat kebaruan ketika tidak ada pengungkapan atau publikasi paten, jurnal ilmiah, seminar serta bentuk publikasi lain selama jangka waktu pendaftaran seperti yang diatur dalam pasal 3 dan 4 UU 14 Tahun 2001. Sel punca sebagai invensi akan memenuhi syarat langkah inventif ketika inventor dapat membuktikan bahwa sel punca sebagia invensi tidak dapat diduga sebelumnya dan merupakan solusi dari masalah yang ada dalam pandangan orang yang memiliki keahlian di bidang sel punca berdasarkan pasal 2 UU 14 Tahun 2001. Pada tahap ini, sel punca masih merupakan obyek penelitian dan pengembangan untuk nantinya dapat dikeluarkan potensinya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, khususnya permasalahan kesehatan. Sel punca sebagai invensi juga dapat memenuhi syarat dapat diterapkan dalam industri karena atas potensinya yang amat besar serta penjelasan atas bentuk pemanfaatannya dalam bentuk materi komposisi yang digunakan untuk pengobatan berbasis sel (cell based therapy). Walaupun sel punca sebagai invensi dapat memenuhi syarat patentabilitas, sel punca akan mendapat kendala dalam pengaturan pasal 7 UU 14 tahun 2001 khususnya terkait dengan moralitas dan ketertiban umum. Ada setidaknya tiga faktor yang membuat sel punca bertentangan dengan moralitas dan ketertiban umum. Pertama, walaupun penelitian dan pengembangan sel punca hanya dapat dilakukan terhadap sel punca yang telah didonorkan dengan persetujuan pendonor (informed consent), pemberian paten terhadap sel punca tetap memiliki potensi menjadikan sel punca sebagai suatu komoditas perdagangan. Kedua, pemberian paten terhadap sel punca memiliki potensi untuk menghambat penelitian dan pengembangan terhadap sel punca, Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 20 walaupun telah disyaratkan bahwa paten hanya dapat diberikan terhadap sel punca yang sifatnya tidak luas dan spesifik. Ketiga, khusus untuk pemberian paten terhadap sel punca embrionik manusia akan bertentangan dengan moralitas karena melalui proses awal, yaitu penghancuran embrio manusia untuk setelahnya dapat melakukan pengisolasian atas sel punca embrionik. Dengan demikian sel punca yang telah dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya maupun sel punca yang telah dimodifikasi dapat dipatenkan ketika bukan merupakan discovery atau product of nature semata (merupakan product of man) dengan intervensi dari intelektualitas manusia, memenuhi syarat kebaruan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri serta merupakan invensi yang dapat dipatenkan dengan tidak bertentangan dengan moralitas dan ketertiban umum. Saran Atas dasar kedua kasus yang menjadi perhatian publik serta kasuskasus lainnya yang terjadi di luar wilayah Negara Republik Indonesia, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya, dapat dijadikan suatu cerminan bagi Indonesia dalam melengkapi skema hukum yang ada atas pandangan ketika ada yang melakukan permohonan atas invensi berupa sel punca. Adapun beberapa saran yang penulis ajukan, antara lain: 1. Pada intinya paten dapat melindungi sel punca yang telah berhasil dikeluarkan dari lingkungan alamiahnya (sel punca yang telah diisolasi) dan sel punca yang telah dimodifikasi menjadi suatu obyek yang berbeda dengan sel punca yang ada di dalam tubuh manusia. Penulis menyarankan agar paten hanya diberikan bagi sel punca yang telah dimodifikasi menjadi obyek yang berbeda dengan sel punca yang ada di dalam tubuh manusia karena pemberian paten terhadap sel punca yang telah diisolasi semata memiliki potensi sebagai langkah melakukan komersialisasi atas tubuh manusia dan menghambat penelitian dan pengembangan sel punca yang akan berdampak kepada peneliti sel punca dan masyarakat. 2. Pemerintah sepatutnya melaksanakan pembaharuan terhadap UndangUndang 14 Tahun 2001 tentang Paten serta membuat Peraturan Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 21 Pelaksanaan dari Undang-Undang 14 Tahun 2001 tentang Paten untuk mengakomodir invensi-invensi dalam ranah bioteknologi seperti sel punca mengingat invensi di bidang ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan invensi di bidang teknologi biasanya. 3. Direktorat Jenderal HKI, melalui Direktorat Paten sepatutnya membuat panduan pemeriksaan paten yang jelas, lengkap, komprehensif dengan melingkupi pula invensi-invensi di bidang bioteknologi seperti sel punca serta mempublikasikan secara umum dan membuat dapat diakses oleh siapapun untuk meminimalisif permohonan klaim paten atas discovery, invensi yang bertentangan dengan syarat patentabilitas dan invensi yang bertentangan dengan moralitas dan ordre-public. 4. Berdasarkan sifat sel punca yang memenuhi definisi jasad renik yang dijelaskan dalam pasal 7 huruf d (i), maka sepatutnya sertifikat penyimpanan merupakan kelengkapan yang harus dilengkapi oleh inventor berdasarkan Budapest Treaty dan PP Nomor 34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Permintaan Paten. V. DAFTAR PUSTAKA BUKU Arezzo, Emanuela dan Gustavo Ghidini. Biotechnology and Software Patent Law: A Comparative Review of New Developments. UK: Edward Elgar, 2011. Grubb, Phillip W dan Peter R. Thomsen. Patents for Chemicals, Pharmaceuticals, and Biotechnology: Fundamentals of Global Law, Practice, and Strategy. New York: Oxford University Press, 2010. Halim, Danny et al. Stem Cell:Dasar Teori dan Aplikasi Klinis. Jakarta: Erlangga, 2010. Ho, Chynthia M. Access to Medicine in The Global Economy: International Agreements on Patents and Related Rights. New York: Oxford University Press, 2011. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 Jusuf, 22 Ahmad Aulia. Aspek Pengembangannya. Dasar Jakarta: Sel Bagian Punca Embrionik Histologi Fakultas dan Potensi Kedokteran Universitas Indonesia, 2008. Østnor, Lars. Stem Cells, Human Embryos and Ethics: Interdisciplinary Perspectives. Norway: Springer, 2008. Pusat Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Rai, Arti K. Intellectual Property and Biotechnology. USA: Edward Elgar, 2011. Rimmer, Matthew dan Alison McLennan. Intellectual Property and Emerging Technologies. USA: Edward Elgar, 2012. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. USA: West Publishing Company, 2013. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. Sreenivasulu dan Raju. Biotechnology and Patent Law: Patenting Living Beings. India: Manupatra, 2008. Zelicoff, Alan dan Michael Bellomo. More Harm Than Good: What Your Doctor May Not Tell You About Common Treatments And Procedures. USA: Amacom, 2008. ARTIKEL DAN JURNAL Bozicevic, Karl. Distinguishing Products of Nature from Products Derived From Nature dalam Journal of the Patent and Trademark Office Society, 1987. Chilakamarri, Varu. Structural Nonobviousness: How Inventiveness is Lost in the Discovery dalam Virginia Journal of Law & Technology Vol. 10 No. 7. 2005. Golden, John M. Biotechnology, Technology Policy, and Patentability: Natural Products and Invention in the American System dalam Emory Law Journal Vol. 50. 2001. Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 23 Morad, Leeron. Stemming The Tide: On The Patentability Of Stem Cells And Differentiation Processes dalam New York University Law Review Vol. 87:551. 2012. Rai, Arti K. Intellectual Property Rights in Biotechnology: Addressing New Technology. Wake Forest Law Review Vol. 34. 1999. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang Paten. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001. LN No. 4130 Tahun 2001. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Permintaan Paten. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991. LN No. 42 Tahun 1991. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, PERMENKES Nomor 833/MENKES/PER/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca. INTERNET _______. Howard Florey/Relaxin T 0272/95 - 3.3.4 (October 22nd 2002). 15 April 2013. http://www.epo.org/law-practice/case-law-appeals/pdf/t950272eu2.pdf _______. Statement of Q. Todd Dickinson , Acting Assistant Secretary of Commerce and Acting Commissioner of Patents and Trademarks. 10 Mei 2013. http://www.uspto.gov/web/offices/ac/ahrpa/opa/bulletin/stemcell.pdf _______. Stroke Penyebab Kematian Tertinggi. 2 Februari 2013. http://health.kompas.com/read/2012/09/30/12033537/ ______. US Supreme Court May Invalidate Gene Patents, But Create a Little Change. 12 Juni 2013. https://law.duke.edu/sites/default/files/news/IP%20Watch_042013_Myriad%20May%20Changle%20Little.pdf Direktorat Jenderal HKI. Data Paten Indonesia. 8 Juni 2013. http://patenindonesia.dgip.go.id/psearch Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013 24 European Group on Ethics in Science and New Technologies (EGE). Ethical Aspects of Patenting Inventions Involving Human Stem Cells. 15 Juni 2013. http://ec.europa.eu/bepa/european-group-ethics/docs/avis16_en.pdf. Giese, Sabine Novak. Patent Protection of Stem Cell Related Invention. 12 Juni 2013. http://www.wtspatent.pl/docs_files/sabinenovak_epo.pdf Knowles, Lori P. Stem Cells Patents. 4 Februari 2013. http://www.stemcellnetwork.ca/uploads/File/whitepapers/Stem-CellPatents.pdf Martohusodo, Bambang Irawan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2 Februari 2013. http://mgb.ugm.ac.id/media/download/pidatopengukuhan.html?download=122&start=40 National Physicians Biologics Working Group. Biologics: Different Class of Medications That Makes a Difference For Our Patients. 3 Februari 2013. http://allianceforpatientaccess.org/120117%20NPBWGWhitePaper.pdf Pamela, Ruri Diah. Overweight dan Obesitas Sebagai Suatu Resiko Penyakit Degeneratif. 2 Februari 2013. http://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article &id=115:overweight-dan-obesitas-sebagai-suatu-resiko-penyakitdegeneratif&catid=3:artikel&Itemid=2. Taubman, Anthony. The International Patent System and Biomedical Research: Reconciling Aspiration, Policy and Practice. 5 Mei 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2628210/ World Health Organization (WHO). World Health Statistics 2012. 2 Februari 2013. http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/EN_WHS2012_ Full.pdf Analisis penerapan..., Raisa Risya Renald Rinaldi, FH-UI, 2013