ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN Adnin Armas, M.A. Peneliti INSISTS Desakralisasi Ilmu Pengetahuan Seyyed Hossein Nasr Syed Muhammad Naquib al-Attas Ismail Raji al-Faruqi Seyyed Hossein Nasr Lahir tanggal 7 April 1933 di Teheran. Pada tahun 1946, masuk SMP Peddie, dan melanjutkan ke SMA Peddie, Hightstown, New Jersey, Amerika Serikat. Setelah tamat SMA pada tahun 1950, ia mendaftar pada tahun yang sama di MIT. Sarjana dalam bidang Sains (fisika) di MIT pada tahun 1954. Pada tahun 1951, mulai tertarik kepada sesuatu yang lain untuk mengkaji alam. (It was not the role of modern science to reach the nature of reality at all). Terpengaruh dengan Giorgio Di Santillana. Pada awalnya, S2 di bidang geologi dan geofisika di Universitas Harvard. Namun, akhirnya berubah ke bidang sejarah sains dan filsafat di bawah bimbingan Sir Hamilton Gibb, H. A. Wolfson dan I. B. Cohen. Memperoleh Phd pada tahun 1958 di Universitas Harvard dengan disertasi mengenai Kosmologi Islam yang diterbitkan menjadi buku pada tahun 1964 dengan judul An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines: Conceptions of Nature and Methods Used for Its Study by the Ikhwan al-Shafa, al-Biruni dan Ibn Sina. Kembali ke Teheran pada tahun 1958. 1961-1962, dosen tamu di Centre for the Study of World Religions di Harvard. Mendirikan Iranian Academy of Philosophy pada tahun 1974. Profesor di Universitas Teheran sampai tahun 1979. Di Universitas tersebut, ia mengajar Sejarah sains dan filsafat. Disebabkan revolusi Iran, ia berpindah ke Amerika Serikat. Diangkat sebagai professor Islamic studies di Universitas Temple di Philadelphia sampai tahun 1984. Diundang untuk menyampaikan “Gifford Lectures” pada tahun 1981 di Universitas Edinburgh. Kuliahnya dibukukan dengan judul Knowledge and the Sacred (1981). Pada tahun 1984, Profesor Islamic Studies di Universitas George Washington. Kembali menyampaikan kuliah-kuliah penting dalam “Cadbury Lectures” di UNiversitas Birmingham, pada tahun 1994. Hasil kuliahnya menjadi buku dengan judul Religion and the Order of Nature. Seyyed Hossein Nasr (1933) Kritik terhadap Sains Modern yang sekular: 1. Pandangan sekular tentang alam semesta yang melihat tidak ada jejak Tuhan di dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi sebagai ayat-ayat Alah tetapi entitas yang berdiri sendiri. 2. Alam yang digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan diprediksikan secara mutlak-yang menggiring kepada munculnya masyarakat industri modern dan kapitalisme. 3. Rasionalisme dan empirisisme. 4. Warisan dualisme Descartes yang mengandaikan sebelumnya pemisahan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. 5. Eksploitasi alam sebagai sumber kekuatan dan dominasi. (Ibrahim Kalin, The philosophy of Seyyed Hossein Nasr, 453). Desakralisasi Ilmu Pengetahuan -Desakralisasi filsafat Desakralisasi kosmos Desakralisasi sains Desakralisasi bahasa Desakralisasi agama Sains Sakral Kebenaran ada dalam semua tradisi Konsep Manusia Intelek dan Rasio Hikmah Abadi menolak pandangan hidup filsafat modern yang relatifistik, positivistik dan rasionalistik. menegaskan titik-temu agama-agama. René Guénon (1886-1951) A. K. Coomaraswamy (1877-1947) Frithjof Schuon (1907-1998) Titus Burckhardt Martin Lings S. H. Nasr Menegaskan Titik-Temu AgamaAgama (Hikmah Abadi) René Guénon Primordial Tradition Religio Perennis Religion of the Heart Frithjof Schuon Seyyed Hossein Nasr Sophia Perennis/ al-Hikmah al-Khalidah/ Sanatana Dharma Scientia Sacra René Guénon: Ilmu yang utama adalah ilmu tentang spiritual. Ilmu yang lain harus dicapai juga, namun ilmu tersebut hanya akan bermakna dan bermanfaat jika dikaitkan dengan ilmu spiritual. Substansi dari ilmu spiritual bersumber dari supranatural dan transendent. Ilmu tersebut adalah universal. Oleh sebab itu, ilmu tersebut tidak dibatasi oleh suatu kelompok agama tertentu. Ia adalah milik bersama semua Tradisi Primordial. Perbedaan teknis yang terjadi merupakan jalan dan cara yang berbeda untuk merealisasikan Kebenaran. Perbedaan tersebut sah-sah saja karena setiap agama memiliki kontribusinya yang unik untuk memahami Realitas Akhir. Seyyed Hossein Nasr: Makna Islam Islam merujuk kepada dua makna. Pertama, Islam yang bermakna kepada agama yang diwahyukan melalui alQur’an. Kedua, Islam dalam makna yang lebih umum, yaitu bermakna agama saja. (In a particular sense Islam refers to the religion revealed through the Quran but in a more general sense it refers to religion as such). Seyyed Hossein Nasr Agama-Agama Samawi “Tuhan tidak mengirim kebenaran-kebenaran yang berbeda kepada para Nabi-Nya yang banyak tetapi ungkapan-ungkapan dan bentuk-bentuk yang berbeda dari kebenaran mendasar tentang Tauhid. Nabi Ibrahim as merupakan simbol kesatuan tradisi Yahudi, Kristen dan Islam, dimana anggota-anggota komunitas Ibrahim (Abrahamic community) berasal. Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari tradisi Ibrahim (Abrahamic tradition). Yahudi dianggap sebagai tradisi pertama tradisi Ibrahim.” “Islam merupakan manifestasi ketiga dari tradisi Ibrahim.” (…the third great manifestation of the Abrahamic tradition, after Judaism and Christianity). َ َاحدَةً فَبَع َ ين َو ُم ْنذ ِِر َ ش ِر َ اَّللُ النَّ ِب ِي َ ك ق ِ َين ُمب ِ اس أ ُ َّمةً َو َّ ث َ َين َوأَ ْن َز َل َمعَ ُه ُم ا ْل ِكت ُ ََّان الن ِ اب ِبا ْل َح ْ اختَلَفُوا ِفي ِه َو َما ْ اس ِفي َما َ ف ِفي ِه ِإ ََّّل الَّذ ِين أُوتُو ُه ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َءتْ ُه ُم ِ َِّليَ ْح ُك َم بَ ْي َن الن َ َاختَل ْ ِين آَ َمنُوا ِل َما َ اَّللُ الَّذ اَّللُ يَ ْهدِي َّ ق ِب ِإ ْذنِ ِه َو َّ ا ْلبَيِنَاتُ بَ ْغيًا بَ ْينَ ُه ْم فَ َهدَى ِ اختَلَفُوا فِي ِه ِم َن ا ْل َح ستَ ِقيم ٍ َم ْن يَشَا ُء ِإلَى ِص َر ْ اط ُم Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, Karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (AlBaqarah 2: 213). Allah berfirman: َّ اجتَنِبُوا ال ُ طا ً س ْ اَّلل َو َّ غوتَ فَ ِم ْن ُه ْم َم ْن َهدَى ُ َولَقَ ْد بَعَثْنَا فِي ك ُِل أ ُ َّم ٍة َر َ َّ وَّل أ َ ِن ا ْعبُدُوا ُاَّلل ُ ض فَا ْن َ َان عَاقِبَةُ ا ْل ُمك َِذ ِب َ فك َّ علَ ْي ِه ال ين َ َْو ِم ْن ُه ْم َم ْن َحقَّت ِ َض ََللَةُ ف ِ يروا فِي ا ْْل َ ْر َ ظ ُروا َك ْي ُ س Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orangorang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Al-Nahl: 16: 36) اح ُك ْم بَ ْينَ ُه ْم َ ب َو ُم َه ْي ِمنًا ْ َعلَ ْي ِه ف َ ق ُم َ ََوأ َ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْي َك ا ْل ِكت ِ ص ِدقًا ِل َما بَ ْي َن يَدَ ْي ِه ِم َن ا ْل ِكتَا ِ اب ِبا ْل َح ش ْرعَةً َو ِم ْن َها ًجا َ اَّللُ َو ََّل تَت َّ ِب ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم ِ ق ِلك ٍُل َجعَ ْلنَا ِم ْن ُك ْم َّ ِب َما أ َ ْن َز َل ِ ع َّما َجا َء َك ِم َن ا ْل َح َّلل ِ ستَ ِبقُوا ا ْل َخ ْي َرا ِ َّ ت إِلَى ا ْ احدَةً َولَ ِك ْن ِليَ ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آَتَا ُك ْم فَا ِ اَّللُ لَ َجعَلَ ُك ْم أ ُ َّمةً َو َّ َولَ ْو شَا َء َ َُم ْر ِجعُ ُك ْم َج ِميعًا فَيُنَ ِبئ ُ ُك ْم ِب َما ُك ْنت ُ ْم فِي ِه ت َ ْختَ ِلف ون Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian. terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu. (Al-Maidah 48) Sains Sakral Rasio dan Intelek Dimensi esoteris dan eksoteris yang inheren dalam agama berasal dari dan diketahui melalui lntelek. Meister Eckhart, akar intelek adalah Ilahi, karena intelek adalah increatus et increabilis. Secara psikologis, ego manusia terkait dengan badan (body), otak (brain) dan hati (heart). Jika badan diasosiasikan dengan eksistensi fisik, otak dengan fikiran (mind), maka hati (heart) dengan Intelek. Jika dikaitkan dengan realitas, maka Intelek dapat diasosiasikan dengan Esensi Tuhan (Yang Satu) dan langit (alam yang menjadi model dasar) sedangkan fikiran dan badan meliputi dunia fisik, terrestrial. Intelek sangat penting karena otak dan badan di bawah kendali, dan berasal dari Intelek. Intelek adalah pusat manusia (the centre of human being), yang bersemayam di dalam hati. Kualifikasi intelektual harus didampingi dengan kualifikasi moral. Jika tidak, maka secara spiritual, Intelek tidak akan berfungsi. Hubungan antara ‘intelektualitas’ dan ‘spiritualitas’ adalah bagaikan hubungan antara pusat dan pinggiran. Intelektualitas menjadi spiritualitas ketika manusia sepenuhnya, bukan Intelektualitasnya saja, hidup di dalam kebenaran. Intelek lebih tinggi dari rasio karena jika rasio itu menyimpulkan sesuatu berdasarkan kepada data, maka mental berfungsi karena eksistensi intelek. Rasio hanyalah media untuk menunjukkan jalan kepada orang buta, bukan untuk melihat. Sedangkan Intelek, dengan bantuan rasio, terungkap dengan sendirinya secara pasti. Selain itu, Intelek dapat menggunakan rasio untuk mendukung aktualisasinya. Di dunia fisik, Intelek terbagi menjadi fikiran (mind) dan badan (body). Namun, hanya di dunia fisik Intelek terbagi. Di alam langit yang menjadi model dasar, atau di dalam Ide Plato, fikiran dan badan merupakan makna yang tidak dibedakan: Fikiran adalah eksistensi dan eksistensi adalah fikiran. Manusia memahami kebenaran melalui intuisi. Sebagai sebuah daya, Intelek adalah dasar bagi intuisi. Intuisi intelek membedakan antara yang ril dan ilusi, antara wujud yang wajib dan wujud yang mungkin. Implikasinya, ada realitas transenden diluar dunia bentuk. Jadi, dengan Intelek, manusia mengetahui bahwa Realitas dapat dibagi menjadi dua, Absolut dan relatif, Ril dan ilusi, Yang Harus dan mungkin, yang esoteris dan eksoteris. Sumber dari kepastian logika dan matematika dallam fikiran manusia dan hukum-hukum tersebut berkorespondensi dengan aspek-aspek realitas objektif karena bersumber dari Intelek ilahi yang refleksi di dalam dataran manusia merangkum keyakinan, koherensi dan keteraturan hukum-hukum logika dan matematika yang mana pada saat yang sama, adalah sumber dari keteraturan objektif dan harmoni yang mana aakala manusia mampu untuk mengkaji melalui hukum-hukum tersebut.Hukum-hukum logika berakar di dalam Ilahi dan memiliki realitas ontologis. Hukum-hukum logika tersebut merupakan ilmu pengetahuan prinsip yang secara tradisional diasosiakan dengan hikmah. Sayangnya, perspektif hikmah pada zaman modern dan desakralisasi ilmu bukan hanya telah mengabiakan teologi alami namun juga telah menceraikan logika dna matematika dara yang sakral dana mereka telah digunakan sebagai alat-alat utama untuk sekularisasi dan proses pengetahuan. Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek tidak terpisah dari iman. (credo ut intelligam et intelligo ut credam). Rasio merupakan refleksi dan ekstensi dari Intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait dengan Intelek Ilahi dan Bermula dari segala yang sakral. Seyyed Hossein Nasr Menolak sekularisasi dan desakralisasi ilmu pengetahuan Mengartikulasikan kembali warisan S & T Islam sebagai contoh Islamisasi S & T modern Saintis Muslim terdahulu mengadaptasikan S & T kuno dan menyesuaikanya dengan pandangan alam/hidup Islam untuk menciptakan S & T yang Islami. Seyyed Hossein Nasr Tawhid digunakan sebagai dasar untuk integrasi alam tabi’i (natural world) Alam tabi’i sebagai tanda kepada Realitas Absolut Mengimani kepada multi-eksistensi seperti alam tabi’i, alam yang tidak tampak, dll. Seyyed Hossein Nasr Alam adalah simbol/bayangan/dari Realitas Absolut Sains Islam: alam ini adalah sakral tetapi bagi sains modern tidak tetapi sebagai tujuan akhir (an end in itself) Seyyed Hossein Nasr: An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines: Conceptions of Nature and Methods Used for its Study by the Ikhwan alShafa, al-Biruni and Ibn Sina (1964) Science and Civilization in Islam (1968) Islamic Science: An Illustrated Study (1976) Knowledge and the Sacred (1981) Man and Nature (1987) The Need for a Sacred Science (1993) Seyyed Hossein Nasr Sains sakral dibangun di atas konsep kesatuan transendent agama-agama yang termanifestasikan dalam ruang dan waktu yang berbeda. Phytagoras dan Plato mengekspresikan kebenaran dalam semua agama. Oleh sebab itu, mereka berada dalam alam Islami dan tidak dianggap asing kepadanya. (Knowledge and the Sacred, 71-72). Tradisionalisasi sains atau sains sakral. Ismail Radji al-Faruqi Lahir di Yaffa pada tahun 1921. Mendapat sarjana di dalam bidang filsafat di Universitas Amerika, Beirut. Memperoleh gelar M.A., dari Universitas Indiana dan dari Universitas Harvard, keduanya dalam bidang filsafat pada tahun 1952. Memperoleh gelar Doktor pada tahun 1952 dari Universitas Indiana “On Justifying the Good: Metaphysics and Epistemology of Value.” Melakukan post-doktoral di al-Azhar, Kairo pada tahun 1954-1958. Berafilisasi ke Universitas McGill,di Montreal, Kanada, pada tahun 19591961. Berkarir di Central Institute for Islamic Research di Karachi. Profesor tamu di Universitas Chicago. Profesor madya di Jurusan Agama, Universitas Syracuse dan menginspirasikan berdirinya program Islamic studies. Pada tahun 1968, menjabat Profesor sejarah agama dan Islamic studies di Jurusan Agama, Universitas Temple di Philadelphia. Ia juga mengajar dan sebagai penasehat program studi Islam di berbagai negara seperti Pakistan, India, Malaysia, Mesir, Iran, Libya dan Saudi Arabia. Terbunuh pada tanggal 27 Mei 1986. Ismail Raji al-Faruqi (1921-1986) Akar dari kemunduran umat Islam dalam berbagai dimensi karena dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya mengatasi dualisme sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar kaum Muslimin pada abad ke-15 H. Pada satu sisi, sistem pendidikan Islam mengalami penyempitan dalam pemaknannya dalam berbagai dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidikan sekular sangat mewarnai pemikiran kaum Muslimin. Ismail Raji al-Faruqi menyimpulkan solusi terhadap persoalan sistem pendidikan dualisme yang terjadi dalam kaum Muslimin saat ini adalah dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Sistem pendidikan harus dibenahi dan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan jiwa Islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari paradigmanya. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Sistem pendidikan harus diisi dengan sebuah misi, yang tidak lain adalah menanamkan visi Islam, menancapkan hasrat untuk meralisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu. Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu Ismail Raji al-Faruqi (l.1921) I.R. al-Faruqi mengundang S. M. N. Al-Attas pada tgl 22-24 April 1976 sebagai pembicara utama pada forum Association of Muslim Social Scientists (AMSS) di Philadelphia. I. R. Al-Faruqi meminta S. M. N. Al-Attas menulis buku Dialogue with Secularism pada tanggal 17 Februari 1976. Geneaologi Gagasan Islamisasi Ilmu Ismail Raji al-Faruqi (l.1921) Menyampaikan gagasan “Islamizing the Social Sciences” pada Konferensi Dunia Pertama Pada tahun 1977. Mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1981. Menulis The Islamization of Knowledge (IIIT: 1982). Menulis Tawhid: Its Implications for Thought and Life (1982) Gagasan Islamisasi Ilmu Ismail Raji AlFaruqi Akar dari persoalan ummat: politik, ekonomi, agama, budaya dan pendidikan. Memfokuskan pada ilmu-ilmu sosial (Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences) Islamisasi dibagun di atas konsep Tawhid, Penciptaan, Kebenaran dan Ilmu Pengetahuan, Kehidupan dan Kemanusiaan. Sains dalam pandangan Ismail Raji Al-Faruqi Pendekatan hukum Berdasarkan kepada usul fiqh dan teks Qur’an/Hadits Berguna untuk menentukan hukum dan etika dari produk sebuah sains tetapi bukan isi sains tersebut. Sistem pendidikan di dunia Muslim saat ini selain terpengaruh dengan ilmu sekular juga memiliki kekurangan dan kelemahan internal. Kekurangan metodologi tradisional selanjutnya diatasi dengan prinsip-prinsip metodologi Islam seperti Tawhid (The Unity of Allah), kesatuan penciptaan (The Unity of Creation), Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Ilmu Pengetahuan (The Unity of Truth and the Unity of Knowledge) dan Kesatuan Kehidupan (The Unity of Life). (1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan (2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan (3) menguasai warisan Islam: antologi (4) menguasai warisan Islam: analisis (5) menetapkan relevansi Islam kepada disiplin-displin (6) menilai kritis disiplin-disiplin modern (7) menilai kritis warisan Islam (8) mensurvei problem-problem utama ummat (9) mensurvei problem-problem utama manusia (10) analisa kreatif dan sintesis (11) buku-buku teks Universitas (12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam. (1) menguasai disiplin-disiplin ilmu pengetahuan (3) menguasai warisan Islam: ant (2) mensurvey disiplin-disiplin ilmu pengetahuan (6) menilai kritis disiplin-disiplin modern (5) menetapkan relevansi Islam k (7) menilai kritis warisan Islam (8) mensurvei problem-problem utama ummat (9) mensurvei problem-problem utama manusia (10) analisa kreatif dan sintesis (11) buku-buku teks Universitas (12) penyebaran ilmu pengetahuan Islam. Ilmu Pengetahuan Barat Warisan Islam Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif menguasai teknnik-teknik analitis dan sintetis Buku-buku teks Universitas Ilmu Pengetahuan Barat Warisan Islam Metode-metode Usul Metode-metode Barat Metode-Metode Ilmu pengetahuan Islam Ilmu Pengetahuan Barat Warisan Islam Menguasai disiplin ilmu pengetahuan substansif oleh sarjanaSarjana individu menguasai teknnik-teknik analits dan sintetis oleh sarjana-sarjana indivi Buku-buku teks Universitas Review kritis oleh komunitas ilmiah Muslim Ilmu pengetahuan Islam Ismail Raji al-Faruqi: International Institute of Islamic Thought di Herndon, Virginia, pada tahun 1981. International Islamic University, Malaysia (1983) Fakultas Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences. Penambahan Kurikulum dalam studi Islam di semua fakultas yang ada. The American Journal of Islamic Social Sciences (Diterbitkan bersama oleh Asosiasi Sarjana-Sarjana Sosial dan International Institute of Islamic Thought) dan diterbitkan secara simultan di Washington DC, Kuala Lumpur dan Islamabad, Pakistan. Syed Muhammad Naquib al-Attas (1931) Tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin adalah ilmu pengetahuan modern yang tidak netral telah merasuk ke dalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu pengetahuan modern harus diislamkan. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Westernisasi ilmu telah mengangkat keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ‘ilmiah ’ dan menjadikannya sebagai alat epistemologi yang sah dalam keilmuan. Westernisasi ilmu bukan dibangun di atas Wahyu dan kepercayaan agama, tetapi dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, berubah terus menerus. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Ilmu pengetahuan Barat-modern dibangun di atas visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat. (1) Akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia; (2) bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran; (3) menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; (4) membela doktrin humanisme; dan (5) menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominant dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: Wahyu merupakan sumber ilmu tentang realitas dan kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan Pencipta. Wahyu merupakan dasar kepada kerangka metafisis untuk mengupas filsafat sains sebagai sebuah sistem yang menggambarkan realitas dan kebenaran dari sudat pandang rasionalisme dan empirisisme. DEWESTERNISASI ILMU PENGETAHUAN Syed Muhammad Naquib al-Attas: “Tanpa Wahyu, ilmu sains dianggap satu-satunya pengetahuan yang otentik (science is the sole authentic knowledge) dan ilmu pengetahuan hanya dikaitkan dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan kepada fenomena akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, realitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam nyata ini yang dianggap satu-satunya realitas.” Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan etika; penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan teliti. Tantangan Ilmu Barat Akibat dari penerimaan ilmu Barat sekuler adalah hilangnya Adab, (desacralization of knowledge). Hilangnya Adab berimplikasi pada hilangnya sikap adil dan kebingunan intelektual (intellectual confusion), yaitu : Ketidak-mampuan seseorang membedakan antara ilmu yang benar dari ilmu yang dirasuki oleh pandangan hidup Barat. b) Hilangnya Adab dalam masyarakat dg menyamaratakan setiap orang dengan dirinya dalam hal pikiran dan perilaku. c) Penghilangan otoritas resmi dan hirarki sosial dan keilmuan. d) Mengkritik ulama dimasa lalu yang banyak memberi kontribusi kepada ilmu pengetahuan Islam. a) S. M. N. al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the Future, London, Mansell, 1985. hal. 104 - 5 Jika prinsip-prinsip dan metode-metode dasar ilmu-ilmu ini tidak dapat ditundukkan oleh suatu bentuk formula yang mengIslamkan, sedangkan semua itu membahayakan, maka, sebagaimana asalnya, semua itu akan terus berbahaya terhadap kesejahteraan Masyarakat Islam. Al-Attas Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Pra-syarat Islamisasi ilmu Seseorang yang mengislamkan ilmu perlu memenuhi pra-syarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi pandangan-hidup Islam (the Islamic worldview) sekaligus mampu memahami budaya dan peradaban Barat. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer melibatkan dua proses: (i) mengisoliir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat (5 unsur yang telah disebutkan sebelumnya), dari setiap bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan humaniora. Bagaimanapun, ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga khususnya dalam penafsiranpenafsiran akan fakta-fakta dan dalam formulasi teori-teori. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas (ii) memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Membebaskan manusia dari magik, mitologi, animisme, tradisi budaya nasional yang bertentangan dengan Islam, dan kemudian dari kontrol sekular kepada akal dan bahasanya. membebaskan akal manusia dari keraguan (shakk), dugaan (Ðann) dan argumentasi kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan materi Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: S. M. N. Al-Attas Mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dari ideologi, makna dan ungkapan sekular. Syed Muhammad Naquib al-Attas mendirikan International Institute of Islamic Thought and Civilization pada tahun 1989 dan ia memimpinnya hingga 13 Oktober 2002. Jurusan: Islamic Thought Islamic Science Islamic Civilization Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesian Archipelago (1969), Islam and Secularism (1978), The concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education (1980), The Positive Aspects of Tasawwuf: Preliminary Thoughts on an Islamic Philosophy of Science (1981), Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam (1995) Epistemologi Islam dan Barat ISLAM BARAT Asas: Pandangan hidup Islam berdasarkan wahyu,hadith, akal, pengalaman,intuisi Asas: Wordlview Barat berdasarkan Rasio dan spekulasi filosofis. Pendekatan: Tawhidi. Pendekatan: dichotomis Sifat: rasional, metafisis, dan suprarasional, ada yang permanen ada yang berubah. . Makna Realitas dan Kebenaran: al-Haqq dan al-Haqiqah, berdimensi metafisik dan fisik, rasional. Sifat: rasional, non-metafisis, terbuka & selalu berubah. Objek kajian: invisible & visible. ‘Ālam al-Mulk & ‘Ālam al-Syahādah Objek Kajian: Realitas empiris, non-metafisis Makna Realitas & Kebenaran: Truth berdimensi sosial, kultural, empiris, rasional. Pentingnya ilmu Al-Qur’an Al-Hadist Pernyataan para sahabat Zaman Kegemilangan Islam Ibn al-Munir menyatakan: فهو متقدم,فال يعتبران إال به,أراد به أن العلم شرط فى صحة القول والعمل فنبه المصنف على ذالك حتى ال يسبق إلى,عليهما ألنه مصحح للنية المصحة للعمل . ”إن العلم ال ينفع إال بالعمل“ تهوين أمر العلم والتساهل فى طلبه:الذهن من قولهم Maksudnya ilmu adalah syarat untuk benarnya perkataan dan perbuatan. Keduanya benar hanya dengan ilmu. Maka ilmu adalah lebih diutamakan dari keduanya karena ilmu adalah pembenar bagi niat yang benar untuk amal. Penulis (Bukhari) mengingatkan tentang itu sehingga tidak tergambar dalam benak dari perkataan mereka bahwa: “ilmu tidak bermanfaat kecuali dengan amal” merendahkan urusan ilmu dan meremehkan dalam pencariannya. Abdul Qahir al-Baghdadi (1037 EB): قد اتفق جمهور اهل السنه والجماعة على أصول من اركان الدين ,ك ّل ركن منها يجب على كل عاقل بالغ معرفة حقيقته, ولكل ركن منها شعب ,و في شعبها مسائل اتفق أهل السنّه فيها على قول واحد وضلّلوا من خالفهم. و اول األركان التي رأؤها من أصول الدين اثبات الحقائق والعلوم علي الخصوص والعموم. Murtada al-Zabidi (w. 1205/1790) menyatakan: ...Sesungguhnya adalah fardu atas manusia supaya ber-Iman. Sebabnya, Iman itu hakikatnya terdiri dari rangkuman ilmu (yang tertentu) dan amal (yang tertentu); justru tidaklah tergambar akan wujud iman melainkan dengan ilmu dan amal. Kemudian dari (wajibnya meyakini rukun Iman) itu, mengamalkan cara hidup (shari'ah) Islam adalah kewajiban atas setiap Muslim, dan tidak mungkin menunaikannya melainkan sesudah mencapai (Ilmu) makrifah dan pengetahuan mengenai shari'ah yang tersebut. Allah mengeluarkan para hamba-Nya dari perut ibu mereka dengan sifat tidak mengetahui apa-apa [al-Nahl, 16: 78]. Oleh sebab itu, menuntut Ilmu adalah fardu atas tiap-tiap Muslim. Tidak bisa mengabdikan diri kepada Allah—sedangkan ibadah itu haq Allah atas sekalian hambaNya— kecuali dengan ilmu, dan tidak mungkin mencapai ilmu melainkan dengan menuntutnya (walau dari mana sekalipun)? Rasulullah saw bersabda: .ال يكون المرء عالما حتّى يكون بعلمه عامال Artinya: ”Tidaklah seorang itu bernama ‘alim sebelum berbuat menurut ilmunya.” Rasulullah saw juga bersabda: من طلب علما م ّما يبتغى به وجه هللا تعالى ليصيب به عرضا من الدّنيا لم يجد .عرف الجنّة يوم القيامة Artinya: Barangsiapa menuntut ilmu yang menuju keridhaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari kiamat. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Klasifikasi Ilmu al-Ghazali: Ilmu Teoritis dan Ilmu huduri dan Ilmu Praktis Ilmu husuli Ilmu Syariah dan Rasional Fard ‘Ayn dan Fard Kifayah Klasifikasi Ilmu oleh al-Ghazali Fard Kifayah Fard ‘Ayn Arkanul Islam Ilmu Syariah Ilmu non-Syariah Ilmu-ilmu sosial dan alam Al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma, atsar, fikih, ilmu pengantar (mukaddimah) sebagai alat, ilmu-ilmu tafsir, usul-fikih, ilmu hadist, tarikh, sirah, kalam dan tasauf. Ilmu-lmu yang tercela seperti sihir, mantera, hipnotis Ilmu-ilmu tentang pantun yang sopan, berita-berita sejarah Ilmu Fardu ‘Ayn Ilmu fardu ayn merupakan kewajiban kepada setiap orang Islam. Setiap aqil baligh tidak boleh tidak tahu mengenainya. Dalam pandangan al-Khawarizmi, ilmu fardu ‘ayn wajib ke atas semua manusia, baik kalangan masyarakat awam atau golongan terpilih (khawass), pemerintah atau menteri, yang merdeka atau hamba, yang tua dan yang muda, dan seterusnya. Ilmu fardu ‘ayn memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama ilmu fardu 'ayn adalah i‘tiqad, yaitu, membenarkan segala apa yang sahih disampaikan Allah kepada Rasulullah dengan i‘tiqad yang tetap dan pasti, yang bebas dari sebarang shakk (keraguan). Dimensi pertama ilmu fardu ‘ayn ini juga terkenal dengan nama ilmu al-tawhid, karena merangkum pengenalan mengenai Allah Maha Pencipta yang cabang-cabangnya diperincikan dalam rukun iman yang lain. Kewajiban menuntut ilmu ini berkembang menurut getaran keraguan hati yang terjadi akibat pembawaan sendiri atau tantangan pengaruh masyarakat dalam bentuk kemungkaran akidah. Kadar ilmu I‘tiqad yang wajib dituntut adalah secukupnya untuk menghilangkan kesangsian dan kekacauan aqidah yang boleh dialami. Yaitu, mampu mengenal antara aqidah yang haqq dan yang batil sehingga terhindar dari kepercayaan yang batil menurut hawa nafsu atau menafikan 'aqidah yang haqq Dimensi kedua ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan perbuatan yang wajib dilaksanakan. Pertama, kewajiban menuntut ilmu ini berkembang mengikuti waktu; semakin lama seseorang mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah urusan-urusan fardu aynnya yang memerlukan ilmu yang berkaitan. Dimensi ini terdiri dari beberapa kaidah. (a) Kaidah pertama, semakin lama seseorang mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah urusan-urusannya yang wajib, dari shalat lima waktu hinggalah puasa ramadan, dari zakat harta sampai ke haji – yaitu, apa yang dinamakan rukun Islam. Inipun hanyalah permulaan agama yang dapat dikembangkan lagi; seperti akar pohon yang berkembang tumbuh berdahan, beranting dan berbuah. Selanjutnya termasuk ilmu mengenai apa yang halal dalam soal makanan, minuman, pakaian, pergaulan dan perhubungan sesama manusia dan lain-lain hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan biasa. Perincian ilmu fardu ‘ayn tentang amal sedikit-sebanyak berbeda, karena perberbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Yang menjadi sebab wajibnya ilmu tertentu berkaitan dengan apa yang dituntut oleh keperluan hidup. (b) Kaedah kedua untuk memahami perkembangan ruang lingkup ilmu-ilmu fardu ‘ayn yang berkaitan dengan perbuatan yang wajib dilaksanakan adalah prinsip “tidak diperbolehkan melakukan sesuatu usaha melainkan setelah mengenal syarat-syaratnya dalam agama.” Aspek ketiga ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan masalah yang wajib ditinggalkan. Kewajiban ilmu ini berkembang menurut keadaan seseorang yang berbedabeda antara satu sama lain. Ilmu Fardu Kifayah Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah adalah ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan urusan duniawi masyarakat Islam. Dalam kewajiban fardu kifayah, kesatuan masyarakat Islam secara bersama memikul tanggungjawab kefarduan untuk menuntutnya. Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah bisa dinilai dari dua jurusan. Pertama, pengkhususan dalam ilmu-ilmu Shari’ah yang wajib dituntut karena ia menjadi perantara dalam menegakkan urusan keagamaan masyarakat Islam di dunia, seperti disiplin bahasa Arab al-Qur'an, usul fiqh, fiqh jual-beli dan perdagangan, pengurusan jenazah dan harta pewarisan, munakahat (nikah-kahwin dan perceraian), jinayah dan ketatanegaraan, dan lain sebagainya. Bagian kedua ilmu fardu kifayah yang wajib dituntut adalah ilmu bukan Shari‘ah karena ia tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan urusan duniawi masyarakat Islam. Dalam kewajiban ilmu fardu kifayah, kesatuan para mukallaf masyarakat Islam secara bersama memikul tanggungjawab kefarduan untuk menuntutnya. Yaitu, jika sejumlah mukallafin ada yang menegakkan kewajiban menuntut ilmu fardu kifayah tersebut, maka kefarduan itu telah terpenuhi dan gugurlah dosa bagi yang tidak mengerjakannya. Sebaliknya, jika tiada seorang pun yang menegakkan kewajiban menuntut ilmu fardu kifayah tersebut, atau mengambil keputusan untuk bersepakat untuk meninggalkan ilmu fardu kifayah itu, maka semua mukallaf masyarakat tersebut berdosa karena mengabaikan kewajiban itu. Abdul Qahir al-Baghdadi (1037 EB): Menolak Faham Relativisme ()السوفسطائيه الالأدريه العنديه عناديه Sa’d al-Din al-Taftazani (1312-1390) dalam Sharh al-Aqaid al-Nasafiyyah (Abu Hafs ‘Umar ibn )Muhammad ibn Ahmad ibn Isma’il, 1068-1142 من ينكر حقائق األشياء ويزعم أنها أوهام و خياالت باطلة وهم العنادية من ينكر ثبوتها و يزعم أنها تا بعة لالعتقاد ,حتى ان اعتقدنا الشىء جوهرا فجوهر ,أو عرضا فعرض,أو قديما فقديم ,أو حادثا فحادث و هم العندية من ينكر العلم بثبوت شئ وال ثبوته. و يزعم أنه شاك و شاك فى أنه شاك وهلم جرا و هم الال أدرية Sumber Ilmu Dalam Islam Penglihatan Representasi Pendengaran Estimasi Retensi Panca Indera Penciuman Pengimbasan kembali Rasa Imaginasi Sentuh Khabar yang Benar ( ) الخبر الصادق Bersumber kepada Otoritas Al-Qur’an terpecaya Al-sunnah Ijma Pendapat org-org Ilmu-Ilmu Agama Ilmu-Ilmu Umum Institusi Agama Islam Negeri/ Universitas Negeri/Umum Pesantren SDIT/SMPIT/SMAIT/UIN Semangat ibadah/kurang konsep keilmuan yang integralistik/ Persoalan dalam ilmu agama Islam yang Ter-Baratkan Universitas Islam Ulama yang mengerti ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Individu yang hafal al-Quran, al-Hadist, mengerti usul fikh, fikh, tarikh, sirah, bahasa Arab, kalam, sekaligus mengerti ilmu-ilmu sosial dan alam. Dampak Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer Penolakan dan Penyaringan terhadap disiplin dan teori ilmu pengetahuan modern. Pengkajian serius terhadap pemikiran para pemikir Muslim dalam lintas disiplin ilmu. Munculnya beberapa disiplin ilmu baru: Sains Islam dan Ilmu-ilmu Sosial Islam. Sekularisasi ilmu merupakan fondasi utama dari peradaban Barat modern saat ini. Wajah peradaban Barat modern saat ini merupakan refleksi dari epistemologi sekular yang terpantul dalam berbagai aliran seperti rasionalisme, empirisisme, skeptisisme, agnotisisme, positivisme, objektifisme, subjektifisme dan relativisme. Sekularisasi ilmu telah menceraikan antara ilmu dan agama, melenyapkan Wahyu sebagai sumber ilmu, memisahkan wujud dari yang sakral, meredusir Intelek kepada rasio dan menjadikan rasio yang manjadi basis keilmuan, menyalahpahami konsep ilmu, mengaburkan maksud dan tujuan ilmu yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah ; dan menjadikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, abadi berubah. dengan abadi berubah. Oleh sebab itu, gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan, terutama yang dikemukakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, merupakan sebuah “revolusi epistemologis” untuk menjawab tantangan hegemoni westernisasi ilmu yang sedang melanda peradaban dunia saat ini.