HUBUNGAN OPTIMISME DAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA Meylisa Lidya Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan pada 50 orang penderita kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan optimisme dengan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara optimism dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. Semakin besar pengharapan positif penderita kanker payudara akan masa depannya, maka akan semakin ia merasa puas terhadap kualitas hidupnya. Selain itu hubungan yang sama juga terdapat antara optimism dengan 4 domain kualitas hidup, yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar pengharapan positif penderita kanker payudara terhadap masa depannya, maka penilaian dan persepsi mereka mengenai kondisi kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial, dan lingkungan yang mereka miliki terkait dengan penyakit kanker payudara yang di derita akan semakin baik pula. Abstract This study aims to determine the relationship between optimism and quality of life in 50 people with breast cancer. The results showed that there is a relationship between optimism and quality of life in people with breast cancer. The greater the positive expectation of the future, the more satisfied her quality of life. In addition, a similar relationship was also found between optimism with 4 domains of quality of life, namely physical health, psychological, social relationships, and environment. Thus, it can be concluded that the greater the positive expectation of future, their perceptions and evaluation about physical health, psychological, social relationships and environment associated with the disease they have suffered breast cancer will become more positive. Keywords: Breast Cancer, Optimism, Quality of Life 1. PENDAHULUAN mengalami perubahan yang cukup signifikan dengan operasi yang dilakukan untuk mengangkat kanker dari payudaranya dan berbagai treatment yang memberikan efek samping bagi kondisi fisik penderita. Dari sisi psikologis penderita, perubahan psikologis terjadi mulai dari saat penderita terdiagnosis kanker, umumnya akan muncul perasaan-perasaan negatif, seperti: shock, cemas, marah, protes, dan depresi (Kubler-Ross dalam Barraclough, 1994). Setiap penderita kanker payudara tentunya mengharapkan kehidupan mereka tetap berkualitas walaupun telah menjalani berbagai pengobatan dan treatment. Pada kenyataannya, seringkali kualitas hidup yang rendah banyak ditemukan pada orang penderita kanker payudara. Kualitas hidup yang baik ditemukan pada seseorang yang dapat menjalankan fungsi dan peranannya 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh setiap manusia. Bagi setiap wanita kanker payudara adalah momok yang sangat menakutkan. Hal ini dikarenakan bagi seorang wanita, payudara merupakan lambang kewanitaan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri serta daya tarik bagi lawan jenisnya. Selain itu juga bagi wanita yang telah menikah, payudara berfungsi untuk menghasilkan ASI yang berguna untuk menyusui anaknya. Bagi individu yang terdiagnosis menderita kanker payudara, tentu akan mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Hal ini disebabkan banyaknya perubahan yang terjadi pada penderita, baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik penderita akan UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 2 dalam kehidupan sehari-hari dengan baik sesuai tahap perkembangannya. Berdasarkan WHO (1997) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu akan kedudukan diri dalam hidup; dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana ia tinggal dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standarisasi, dan ketetarikan individu tersebut. Untuk mempertahankan kualitas hidupnya, pasien seringkali melakukan berbagai cara agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh. Salah satunya dengan mengubah standar dan ekspektasi yang ada didalam dirinya berdasarkan penyakit yang dideritanya, dengan begitu, mereka bisa tetap merasa puas dengan hidup meski menderita suatu penyakit (Lutgendorf et al., 1995). Menurut Bloom (2000), meningkatnya kualitas hidup penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kepribadian, strategi coping individu, perceive control, sense of efficacy, sense of coherence. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, strategi coping yang dimiliki individu menjadi hal penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kanker payudara. Respon coping yang dilakukan oleh penderita kanker payudara dalam menghadapi penyakit yang dideritanya akan menimbulkan suatu penyesuaian diri bagi para penderita. Secara umum, strategi coping yang digunakan oleh mereka yang menghadapi penyakit terminal adalah avoidance coping, yaitu menolak atau denial (Hackett & Weisman dalam Sarafino, 1998). Penderita kanker payudara yang menunjukkan penolakan terhadap penyakit yang dideritanya cenderung tidak melakukan usaha-usaha untuk mengobati dan melakukan pola hidup yang baik, berkaitan dengan kesehatan fisik maupun psikologis, agar penyakit yang dialami tidak menghambat hidup mereka sehingga hidup mereka dapat berkualitas. Di sisi lain, terdapat pula penderita kanker payudara yang dapat mengatasi kesulitan yang dialaminya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan mereka untuk melakukan perubahan-perubahan positif dalam kehidupan mereka. Perubahanperubahan positif tersebut, diantaranya adalah melakukan diet sehat, rutin berolahraga, mengurangi atau berhenti merokok dan mengkonsumsi obatobatan (Collins et al, dalam Taylor, 2006). Perubahan-perubahan positif yang dilakukan penderita kanker payudara bertujuan untuk mengontrol dan menghambat perkembangan penyakit kanker payudara yang dialaminya sehingga kualitas hidup penderita dapat meningkat. Scheier, Carver dan Bridges (2001) mengemukakan perbedaan dalam pemilihan strategi coping masing-masing individu dipengaruhi oleh optimisme dan pesimisme. Optimisme adalah kepercayaan bahwa kejadian di masa depan akan memiliki hasil yang positif (Scheier & Carver, 2005). Individu yang optimis juga cenderung untuk menganggap kesulitan dapat ditangani dengan berhasil dengan suatu cara atau cara lain dan mereka lebih aktif melakukan problemfocused coping strategy dari pada menghindar atau menarik diri (Carver & Scheier, 1985). Sedangkan pesimisme membuat individu cenderung melakukan denial sebagai strategi untuk mengurangi kesadaran akan adanya sebuah masalah (Scheier, Carver, & Bridges, 2001). Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, kualitas hidup individu sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Salah satu faktor psikologis yang memiliki peranan penting dalam hal ini adalah optimisme. Sehingga, keterkaitan antara keduanya pun penting untuk diukur. Apakah penderita kanker payudara dengan kualitas hidup yang baik selalu memiliki sikap optimis yang tinggi dan apakah penderita kanker payudara dengan kualitas hidup yang rendah selalu memiliki sikap optimis yang rendah. Penelitian yang mengaitkan secara langsung variabel optimisme dan kualitas hidup masih sangat kurang. Oleh karena itu, hal ini menarik peneliti untuk meneliti lebih lanjut dengan mengadakan penelitian mengenai hubungan optimisme dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. 1.2. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah-masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan antaraOptimisme danKualitas Hidup Pada Penderita Kanker Payudara?” 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada masalah penelitian tersebut di atas tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penulisan ini adalah “Untuk mengetahui hubunganOptimisme danKualitas Hidup Pada Penderita Kanker Payudara.” 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Klinis yang memfokuskan pada masalah optimisme dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. Dari segi praktis diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti, dapatmelihat atau mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kanker payudara. Bagi penderita kanker agar lebih mangetahui dan memahami hal-hal yangberhubungan dengan kanker payudara dengan jelas sehingga dapat membantumengatasi masalahnya dan untuk dapat memberikan gambaran mengenai sejauhmana keterkaitan optimisme dan kepuasaan seseorang terhadap kualitas hidupnyadapat membantu penderita kanker menghadapi masalah yang dialaminya. 2. Metode Penelitian 2.1. Landasan Teori Definisi Kanker UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 3 Kanker terbentuk karena adanya sel tubuh yang berkembang tanpa terkendali, dengan ukuran dan bentuk yang tidak normal, mengabaikan batasanbatasan yang ada dalam tubuh, menghancurkan selsel disekitarnya serta dapat menyebar ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Untuk dapat berkembang, sel kanker membutuhkan nutrisi sehingga semakin banyak sel kanker yang berkembang semakin banyak juga nutrisi yang terserap sel tersebut (Baron,1995). Definisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah sekelompok sel yang tidak normal pada payudara yang terus-menerus tumbuh berlipat ganda. Sel-sel tersebut membentuk benjolan pada payudara (Baron, 1995). Pengaruh Psikologis yang Dialami Penderita Kanker Payudara Pada saat dokter mendiagnosa bahwa seseorang menderita kanker payudara, secara umum ada tiga bentuk respon emosional yang bisa muncul, yaitu: penolakan, kecemasan, dan stres. Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima dirinya, karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya memengaruhi penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologi individu (Potter & Perry, 2005). Pada awalnya pasien tidak bisa menerima dan menolak keadaannya, bahwa dia tidak mungkin menderita penyakit tersebut. Pasien juga merasa cemas yang menimbukan stres berat sehingga ia merasa pusing dan tekanan darahnya meningkat. Hewiit (2004) menjelaskan sebagian besar pasien yang berada pada tahap telah selesai menjalani treatment atau survivorship menunjukkan gejala-gejala psikologis dan perilaku, seperti: perubahan mood, munculnya kecemasan, cognitive impairment, rasa lelah dan naiknya berat badan. Shimozuma et al. (dalam, Hewitt, 2004) menambahkan rontoknya rambut, rasa mual, dan muntah merupakan efek samping yang paling menekan, termasuk juga rasa lelah dan perubahan body image serta berat badan. Setelah selesai menjalani treatment biasanya pasien mengalami perasaan yang bercampur antara rasa gembira, rasa takut, dan perasaan yang tak menentu. Mereka biasanya tidak lagi memiliki jadwal yang teratur untuk bertemu dengan dokter. Mereka kurang memiliki persiapan dan informasi dalam membimbing mereka selama masa pemulihan dari treatment yang sudah dijalani. Selama masa transisi tersebut timbul banyak pertanyaan dalam diri pasien mengenai symptom dan perawatan mereka (Hewitt, 2004). Respon Coping pada penderita Kanker payudara Penderita kanker payudara yang mengalami distres dan depresi, hal tersebut mulai dirasakan semenjak mereka mengetahui dirinya menderita kanker payudara hingga mereka menjalani pengobatan dan melakukan berbagai treatment setelah operasi. Operasi dan serangkaian treatment yang dilakukan bukanlah tanda berakhirnya proses penyesuaian diri penderita kanker payudara terhadap penyakit yang dideritanya. Penderita tetap akan mengalami berbagai masalah dan kesulitan yang dihadapi meskipun berbeda-beda pada setiap individu. Pada penderita kanker payudara, penanganan yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi masalahnya juga berbedabeda.coping dapat juga dikatakan sebagai bentuk penyesuaian diri karena coping merupakan cara seseorang bereaksi terhadap sebuah stimulus yang didapat dari lingkungannya (Costa, Somerfield & McCrae, 1996). Coping adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengubah aspek kognitif dan tingkah laku secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal yang melebihi kemampuan seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Lazarus dan Folkman (1984), membagi coping menjadi 2 bagian, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Secara umum, strategi coping yang digunakan oleh mereka yang menghadapi penyakit terminal adalah emotional focused coping, seperti menghindar, dan penolakan atau denial (Hackett & Weisman dalam Sarafino, 1998). Individu yang melakukan penolakan atau denial cenderung lebih sulit untuk melakukan penyesuaian diri yang efektif dibandingkan mereka yang menyadari keadaan yang dialaminya dengan lebih hati-hati dan objektif (Suls & Fletcher dalam Sarafino, 1998). Meskipun demikian, terdapat pula penderita kanker payudara yang dapat mengatasi kesulitan yang dialaminya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan mereka untuk melakukan perubahanperubahan positif dalam kehidupan mereka. Perubahan-perubahan positif tersebut, diantaranya adalah melakukan diet sehat, rutin berolahraga, mengurangi atau berhenti merokok dan mengkonsumsi obat-obatan (Collins et al, dalam Taylor, 2006). Scheier, Carver dan Bridges (2001) mengemukakan bahwa perbedaan dalam pemilihan strategi coping pada masing-masing individu dipengaruhi oleh optimisme dan pesimisme. Optimisme Definisi Optimisme Optimisme adalah kepercayaan bahwa kejadian di masa depan akan memiliki hasil yang positif (Scheier & Carver, 2005). Definisi lain optimisme adalah suatu konstruksi kognitif dalam diri individu, termasuk kepercayaan atau keyakinan tentang masa depan (Vollrath, 2004). Ciccarelli dan Myers (2006) menjelaskan bahwa optimisme membuat seseorang lebih memikirkan hasil yang positif dari setiap usaha yang telah dilakukannya. Individu yang optimis memiliki harapan yang positif tentang masa depan mereka, yang merupakan hasil interpretasi dari dalam diri mereka sendiri. Scheier & Carver (2005) menyatakan bahwa optimisme adalah kecenderungan UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 4 disposisional individu untuk memiliki ekspektasi positif secara menyeluruh meskipun individu menghadapi kemalangan atau kesulitan dalam kehidupan. Optimisme merupakan sikap selalu memiliki harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Dengan kata lain optimisme adalah cara berpikir positf (Scheir & Carver, 2005). Perbedaan Respon Coping Individu Optimis dan Individu Pesimis Berdasarkan prinsip expectancy value theory yang telah dijelaskan sebelumnya, muncul beberapa prediksi mengenai individu yang optimis dan individu yang pesimis. Ketika berhadapan dengan sebuah tantangan, orang yang optimis lebih percaya diri dan persisten, meskipun progresnya sulit dan lambat.Individu yang pesimis lebih ragu-ragu dan tidak percaya diri. Perbedaan juga jelas terlihat dalam menghadapi masa-masa sulit. Hal ini juga dapat mengarahkan pada perbedaan strategi coping yang individu lakukan ketika berhadapan dengan sebuah masalah (Carver et al., 1993). Hubungan Optimisme dan Kesehatan Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rasmussen, Scheier, dan Greenhouse (2009) menyatakan bahwa optimismesecara signifikan sebagai prediktor kesehatan fisik yang positif. Berdasarkan study yang telah dilakukan sebelumnya, optimisme memberikan efek pada adaptasi psikologis yang dilakukan penderita kanker payudara yang berada pada tahap awal melakukan treatment (Carver et al. ,1993). Chang & Lawrence (2003) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki tingkat optimis yang lebih tinggi, akan menunjukkan gejala depresi yang rendah, memiliki kepuasaan hidup yang tinggi, dan lebih kuat terhadap serangan penyakit. Bukti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Segestrom, Taylor, Kemeny & Fahey (1998) menunjukkan bahwa optimisme berkolerasi dengan fungsi kekebalan tubuh. Semakin tinggi tingkat optimis seseorang, diasumsikan bahwa tingkat depresinya semakin rendah. Tingkat depresi yang rendah, akan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dalam melawan berkembangnya penyakitpenyakit tertentu (termasuk kanker). Kanker merupakan salah satu jenis penyakit yang berkembang karena lemahnya sistem kekebalan tubuh (faktor biologis). Semakin rendahnya fungsi kekebalan tubuh, maka sel-sel kanker yang terdapat dalam diri seseorang akan semakin cepat berkembang ke seluruh tubuh. (Segerstrom, Taylor, Kemeny & Fahey dalam Vollrath, 2004). Alat Ukur Optimisme Scheier, Carver, dan Bridge pada tahun 1994 mengembangkan instrumen LOT sehingga namanya berganti menjadi LOT-R atau Life Orientation TestRevised. Pengembangan dilakukan dengan menghilangandua item LOT yang setelah ditinjau lebih lanjut dinilai tidak berfokus secara eksklusif pada pengukuran ekspektansi terhadap hal baik dan ekspektansi terhadap hal buruk akan masa depannya, melainkan mengukur cara coping partisipan. Carver dan Scheier (Scheier, Carver, dan Bridges, 1994) mengemukakan alat ukur LOT-R bersifat unidimensional. Kualitas Hidup Definisi Kualitas Hidup Berdasarkan WHO (1997) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu akan kedudukan diri dalam hidup; dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana ia tinggal dan berkaitan dengan tujuan, harapan, standarisasi, dan ketetarikan individu tersebut. Persepsi tersebut meliputi kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, danhubungan mereka dengan lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup menunjukkan suatukonsep dari paduan multidimensional, yang secara umum telah ditetapkan sebagai kebahagiaan atau kepuasan hidup. Kualitas hidup dapat digunakan untuk mengevaluasi kehidupan individu, seperti yang dikatakan Lehman (dalam Basu, 2004) yang mendefinisikan kualitas hidup sebagai perspektif pasien akan apa yang telah mereka lakukan, bagaimana mereka melakukannya, dan bagaimana perasaan mereka mengenai kondisi hidup mereka. Kualitas hidup mencakup rasa sejahtera (well-being) yang dimiliki oleh individu; biasanya istilah ini juga mencakup bagaimana individu melakukan suatu hal (berkaitan denganstatus fungsional) dan apa yang mereka miliki (berkaitan dengan sumber daya dan kesempatan). Domain-domainKualitas Hidup Pada setiap dimensi terdapat sejumlah facet yang merupakan aspek-aspek tertentu dalam hidup, antara lain: 1. Kesehatan fisik Domain kesehatan fisik terdiri dari 7 facet, antara lain: Rasa sakit dan ketidaknyamanan, Aktivitas kehidupansehari-hari, Ketergantungan akan obatobatan dan bantuan medis, Energi dan fatigue, Mobilitas, Tidur dan istirahat, Kapasitas kerja 2. Psikologis Domain psikologis terdiri dari 6 facet, antara lain: Body-image dan appearance, Perasaan negative, Perasaan positif, Self-esteem, Spiritualitas, Pikiran, belajar, memori, dan konsentrasi 3. Hubungan sosial Domain hubungan sosial terdiri dari 3 facet antara lain: hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual 4. Lingkungan Domain lingkungan terdiri dari 8 facet, antara lain: Sumber keuangan, freedom, physical safety dan security, pelayanan kesehatan dan perlindungan UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 5 sosial, lingkungan tempat tinggal, kesempatan untuk memperoleh informasi dan kemampuan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi, lingkungan fisik (polusi, kebisingan, lalu lintas atau cuaca), Transportasi. Alat Ukur Kualitas hidup WHO (1997) mengembangkan alat ukur kualitas hidup yaitu, World Organization Health Scale (WHOQOL-BREF). Alat ukur ini merupakan versi lain dari WHOQOL-100 yang memberikan pengukuran yang lengkap akan facet yang berhubungan dengan kualitas hidup. Dalam kondisi tertentu WHOQOL- 100 dianggap terlalu memiliki item yang terlalu panjang dan banyak jumlahnya untuk digunakan oleh karena itu dikembangkanlah WHOQOL-BREF versi uji coba yang merupakan bentuk pengukuran kualitas hidup yang lebih singkat. Item yang dipilih untuk menjadi item dalam WHOQOL-BREF merupakan item-item yang paling menggambarkan setiap facet. Item-item yang dipilih merupakan item yang memiliki korelasi paling tinggi dengan skor total. 2.2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Rumah Sakit Omni Pulomas dan beberapa penderita kanker payudara yang peneliti dapatkan secara acak berdasarkan informasi yang peneliti terima. 2.3. Hipotesis Hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini yaitu : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme dengan kualitas hidup dari sudut pandang Penderita kanker payudara. Hipotesis null (Ho) dalam penelitian ini yaitu : Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme dengan kualitas hidup dari sudut pandang Penderita kanker payudara. 2.4. Metode dan Teknik Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian didasarkan pada pengukuran variabel pada partisipan melalui skor numerik yang dianalisa secara statistik sehingga menghasilkan interpretasi dan kesimpulan (Gravetter & Forzano, 2009). Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya suatu hubungan antara dua variabel yang diteliti. Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel optimisme dan variabel kualitas hidup padapenderita kanker payudara. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field study yang non-eksperimental dimana variabel penelitian ini tidak dimanipulasi dan tidak dilakukannya kontrol pada penelitian. Proses pengambilan data dari responden dilakukan dengan metode cross-sectional, yaitu pengambilan data yang dilakukan sekali untuk melihat gambaran suatu fenomena pada satu waktu saja atau saat penelitian berlangsung. Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, peneliti melakukanpengolahan data secara kuantitatif, yaitu dengan penghitungan statistikmenggunakan SPSS untuk mengetahui korelasi keduavariabel penelitian, skor total LOT-R dan skor total WHOQOL-BREF. Berikut adalahbeberapa teknik untuk membantu proses analisis data : 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah prosedur statistik yang digunakan untukmeringkas, mengorganisasi, dan menyederhanakan data dimana teknik inimenggunakan raw score dan mengorganisasi atau meringkasnya sehinggadata lebih mudah untuk digunakan (Gravetter dan Wallnau, 2007). Statistik deskriptif memiliki fungsi untuk melihat gambaran umum darisampel penelitian. Teknik statistik yang digunakan adalah distribusifrekuensi karena dapat memberikan hasil dalam bentuk persentasesehingga lebih sederhana dan mudah dimengerti untuk melihat gambarandistribusi partisipan. 2. Pearson Correlation Pearson Corrrelation berfungsi untuk melihat apakah terdapat hubunganantara kedua variabel dalam penelitian, yaitu optimisme dan kualitas hidup. Korelasi Pearson digunakan karena dapat mengukur tingkat danarah hubungan linier antara dua variabel (Gravetter dan Wallnau, 2007). Akan tetapi, korelasi ini tidak menjelaskan alasan kedua variabel tersebutberhubungan ataupun dapat diinterpretasi sebagai bukti adanya hubungansebab-akibat diantara kedua variabel. 2.5. Proses Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan pada tanggal 26 Mei – 1 Juni 2012 di Rumah Sakit Omni pada bagian rawat inap. Selama rentang waktu pengambilan data berlangsung, peneliti berkunjungsetiap hari untuk menyebarkan kuesioner.Pengambilan data dilakukan dengan mengunjungi bagian rawat inap dan mengunjungi kamar pasien untuk melihat kondisi pasien terlebih dahulu atau menanyakan kondisi pasien ke keluarga atau orang yang menemaninya. Apabila kondisi pasien memungkinkan, peneliti memperkenalkan diri dan membina rapport dengan pasien. Setelah rapport terbina, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan menemui pasien serta menanyakan kesediaan mereka untuk menjadi responden penelitian dengan menunjukkan kuesioner penelitian yangakan mereka isi. Tidak semua pasien ataupun keluarga bersedia atau mengizinkan untuk menjadi partisipan. Umumnya hal itu terjadi karena pasien sedang istirahat, lelah, di bawah pengaruh obat, setelah menjalani tindakan, dan kondisi yang sedang kurang baik sehingga peneliti mengunjungi mereka kembali di waktu yang lain. Tidak jarang juga pasien yang langsung bersedia mengisi saat itu juga dan bahkan sangat senang dengan kehadiran UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 6 peneliti. Selain pengambilan data yang dilakukan di instalasi rawat inap, peneliti juga menyebarkan beberapa kuesioner kepada pasien yang sedang menjalani treatment seperti, kemoterapi. Jumlah responden yang peneliti dapat selama di Rumah Sakit Omni berjumlah 25 orang. Selain di Rumah Sakit Omni, peneliti juga melakukanpengambilan data dengan menyebarkan ke orang-orang yang peneliti tahu berkaitan denganpenyakit kanker payudara. Jumlah total kuesioner yang terisi selama penelitian adalah 50 kuesioner. Data demografis partisipan dalam penelitian diperoleh dari identitas yang partisipan isi dibagian akhir kuesioner. Gambaran umum partisipan tersebut meliputi usia, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan terakhir, penghasilan perbulan, stadium, jumlah anak, dan lama pengobatan. Gambaran demografis partisipan penelitian yang dihasilkan dari distribusi frekuensi, yaitu sebagai berikut: Table 1. Data DemografisPartisipan 3. Analisis dan Intepretasi Data Data Partisipan 20 - 40 tahun 41- 65 tahun > 65 tahun Pekerjaan Profesional Ibu Rumah Tangga PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Tidak bekerja Pelajar/Mahasiswa Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Janda Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Diploma S1 S2 TidakSekolah Penghasilan per bulan < 1.000.000 1.000.000-5.000.000 5.000.000-10.000.000 >10.000.000 Jumlah Anak Tidakpunya 1 2 3 >4 Stadium 1 2 3 4 Lama Pengobatan < 1 Tahun 2 – 3 Tahun 4 – 5 Tahun Usia Dari tabel 4.1 Data demografis partisipan, terlihat bahwa jumlah keseluruhan partisipan berjumlah 50 orang. Mayoritas usia mayoritas partisipan berkisar antara dewasa madya atau 20-40 tahun yang berjumlah 30 orang dengan persentase 60%. Frekuensi 30 15 5 20 3 4 12 9 1 1 20 12 18 5 8 15 17 5 0 0 10 25 8 7 35 15 0 0 0 14 15 14 7 25 19 6 Persentase 60% 30% 10 % 40% 6% 8% 24% 18% 2% 2% 40% 24% 36% 10% 16% 30% 34% 10% 0% 0% 20% 50% 16% 14% 70% 30% 0% 0% 0% 28% 30% 28% 14% 50% 38% 12% Mayoritas partisipan adalah professional sebanyak 20 orang dengan persentase 40%. Untuk status pernikahan, 20 orang dari partisipan berstatus belum menikah dengan persentase 40 %. Ditinjau dari tingkat jenjang pendidikan terakhir, mayoritas UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 7 pendidikan terakhir setelah Diploma atau 17 orang dengan persentase 34 %. Data penghasilan perbulan menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan, yaitu 25 orang dengan persentase 50% berpenghasilan Rp 1.000.000-5.000.000. Kemudian, kebanyakan dari partisipan tidak memiliki anak dengan jumlah partisipan sebanyak 35 orang dan persentase sebesar 70%. Stadium yang diderita partisipan mayoritas adalah stadium 2 sebanyak 15 orang dengan persentase 30% dan lama pengobatan yang sudah dilakukan partisipan mayoritas < 1 Tahun sebanyak 25 orang denga persentase 50%. Untuk mendapatkan hubungan antara optimism dan kualitas hidup, peneliti melakukan perhitungan korelasi. Dalam penghitungan ini, peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara optimism dan kualitas hidup secara keseluruhan. Pengolahan korelasi dilakukan menggunakan program dan hasilnya sebagai berikut : Table 2. Hubungan antara Optimisme dan Kualitas Hidup pada Penderita Kanker Payudara merasa puas terhadap kehidupannya terkait dengan penyakit kanker payudara yang diderita. Selain itu, hubungan yang sama juga terdapat antara optimism dengan 4 domain kualitas hidup, yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar penderita kanker payudara mempercayai halhal positif akan terjadi pada kehidupannya, maka penilaian dan persepsi mereka mengenai kondisi kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial, dan lingkungan yang mereka miliki terkait dengan penyakit kanker payudara yang diderita akan semakin baik pula. Daftar Acuan Aiken, L. R., & Groth-Marnat. 2005. Psychological Testing and Assessment (12th ed). New York: Pearson Education. Anastasi, A., & Urbina, S. 1997. Psychological testin g( 7th Ed.). New Jersey:Prentice Hall. Optimisme (X) Kualitas Hidup (Y) 1 .251(*) . .039 50 50 .251(*) 1 .039 . Barraclough, Jr. 1999. Cancer and emotion ( 3rd Ed). England: John Wiley &Sons Ltd. 50 50 * Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Basu, D. 2004. Quality of life Issues in Mental Health Care: Past, Present, and Future. German Journal of Psychiatry. Optimisme Pearson (X) Correlation Sig. (2tailed) N Kualitas Pearson Hidup (Y) Correlation Sig. (2tailed) N Nilai korelasi Pearson pada table menunjukkan angka 0.251, artinya 25.1% varians optimism dapat diasosiasikan dengaan kualitas hidup. Berdasarkan dari hasil perhitungan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimism dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara (r = 0.251, n = 50, p<0.05). Oleh karena itu, hipotesis null (Ho) dari penelitian ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) penelitian ini diterima. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara optimism dan kualitas hidup pada penderita kanker payudara. Semakin besar penderita kanker payudara mempercayai hal-hal positif akan terjadi pada kehidupannya, maka ia akan semakin Bandura. 1997. Self-Efficacy (The Exercise Of Control).New York: W. H. Freeman and Company. rd Baron, R.A. 1995. Psychology (3 Ed.). Needham Hei ghts, MA: Simon &Schutser. Carr, A. 2004. Positive Psychology : The Science of Happiness and Human Strenghts. Hove & New York : Brunner – Routledge Taylor & Francis Group. Carver, C. S., &Scheier, M. F. 2000. Perspectives on Personality (4th Ed). Needham Heights, MA: Allyn& Bacon. Carver, C. S., Pozo, C., Harris, S. D., Noriega, V., Scheier, M. F., Robinson, D. S., Ketcham, A. S., Moffat, F. L., Jr., & Clark, K. C. 1993. How coping mediates the effect of optimism on distress: A study of women with early stage breast cancer. Journal of Personality and Social Psychology , 65, 375-390. UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 8 Carver, C.S., &Scheier, M. F. 1998. On the SelfRegulation of Behavior. New York: Cambridge University Press. Hewitt, M., Herdman, R., & Holland, J. (Eds.). 2004. Meeting psychosocialneeds of women with breast can cer. Washington, D.C.: The NationalAcademies Press Cella, D. 1998. Quality of Life. Dalam J.C. Holland (ds.), Psychoncology (pp.11 35-1146). New York: Oxford University Press. Holland, J. C. 1998. Psycho-oncology. New York: Oxford UniversityPress. Chang, E. C. & Lawrence, J. S. 2003. Optimism, accu mulated life stress, and psychological and physical adjustment: Is it always a daptive to expect the best?. Journal of Social and Clinical Psychology, 22, 97115. Ciccarelli, S. K. & Meyer, G. E. 2006. Psychology. New Jersey: Pearson Education, Inc. Curtis, A. J. 2000. Health Psychology. New York :Routledge. DepartemenKesehatan RI. 2003. Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta Orang Di Dunia Menderita Kanker. Jakarta: Indonesia Holland, Jimmy C. & Evcimen, Yesne A. 2009. Depression in cancer patients. USA: Humana Press Ikatan Patologi Anatomi Indonesia & Yayasan Kanker Indonesia 1996. Data kanker berdasarkan patologi. Jakarta: Indonesia. Keitel, M.A., & Kopala, M. 2000). Counseling wome n with breast cancer: A guide for professionals. California: Sage Publication, Inc. Kerlinger, F. N., & Lee, H. B. 2000. Foundations of Behavioral Research (4thed). Philadelphia: Harcourt College Publishers. Kubler-Ross, E., 1969.On Death and Dying. New York : Macmillan Deshields, T. 2009.. “Psychological issues in cancer”. Diakses pada 12 Ok tober2012, dari: research.medicine.wustl.edu/ocfr/research.nsf Kumar, R. 1996. Research Methodology: Step-byStep Guide for Beginners. California: Sage Publication, Inc. Fauci. 2008. Harrison’s manual of medicine (17th E). United States: Mc GrawHill. Lazarus, R. S., &Folkman, S. 1984. Stress, Apraisal, and coping.USA: Springer Publishing Company Gravetter, F. J &Wallnau, L. B. 2007.Statistics for the Behavioral Sciences (7th ed). Canada: Thomson Learning, Inc. Lutgendorf, S., Antoni, M. H., Schneiderman, N., Ironson, G., & Fletcher, M. A. 1995.Psychosocial Interventions and Quality of Life Changes Across the Specttrum. Edit by J. E. Dimsdale., A. Baum. Quality of Life in Behavioral Medicine Research. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Gravetter, F. J. & Forzano, Lori-Ann. B. 2009. Research Methods for the Behavioral Sciences 3rd ed. Canada: WardsworthCengage Learning. Guilford, J. P., &Frutcher, B. 1981. Fundamental Statistic in Psychology and Education (6thed).New York: McGraw-Hill, Inc. Heyderman, E. 1996. Coping with Breast Cancer (Overcoming Common Problems). England: Sheldon Press Mazanec, S., Daly, B. J., Douglas, S. L., & Lipson, A. R. The Relationship Between Optimism and Quality of Life in Newly Diagnosed Cancer Patients. Cancer Nursing, Vol. 33, No. 3, 2010. Nezu, A. M., Nezu, C.M., Friedman, S.H., Faddis Shi rley, Houts, P.S. 1998. Helping cancer patients cope. Washington D.C.: Am erican PsychologyAssociation. UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013 9 Parker. P.A., Baile, W.F., De Moor, C., & Cohen, L. 2003. Psychosocial anddemographic predictors of qu ality of life in a large sample of cancerpatients. Psych o-Oncology, 12, 2, 183-193. Phillips, R. H. & Goldstein, P. 1998. Coping with bre ast cancer. New York:Aver publishing group. Pitts, M. & Phillips, K. 1998. The Psychology of Health: An Introduction. USA: Rotledge. Potter, P. A., Perry, A.G., 2005, Fundamental Of Nursing(2nd Ed), Mosby, St Luis Missiori, USA. Rasmussen, H., Scheier, M., dan Greenhouse, J. 2009.Optimism and Physical Health : A metaanalytic Review. Ann Behav Med, June, 37 (3), 239256. RS Kanker Dharmais Pusat Kanker Nasional. 2009. Breast conservingtreatment . Diakses 3 Desember 2012, dari: http://www.dharmais.co.id/frame2003.htm Sarafino, E. 1994. Health Psychology :Biopsychosocial Interactions, 2nd Ed.Canada : JohnWiley & Sons, Inc. Scheier, M. dan Carver, C. 2005.Optimism, Coping, and Health: Assessment and Implications of generalized outcome expectancies. Health Psychology, 4, 219 – 247. Scheier, M. F., & Carver, C. S. 1985. Optimism, Coping, and Health: Assessment and Implications of generalized outcome expectancies. Health Psychology, 4, 219 – 247 Segerstrom, S.C., Taylor, S.E., Kemeny, M.E., Fahey, J.L. 1998.Optimism is associeted with mood, coping, and immune change in responses to stress. Journal of Personality and Social Psychology. 74 (6), 1646 – 1655. Seligman, M. 1991. Learned optimism. New York: Knopf. Snyder, C. R. 2002.Hope theory: Rainbows in the mind. Psychological Inquiry 13(4): 249-275. Steptoe, A., Wright, C., KunzEbrecht, S.R., and Iliffe, S.. 2006. Dispositional optimism and health behaviour in communitydwelling older people: Associations with healthy ageing. British Journal of Health Psychology,11, 71-84. Tavistock&Routledge. 2002. The Experience of Illness Series. USA: Springer Publishing Company, Inc. Taylor, E Shelley. 2009. Health Psychology. (7thed). New York: Mc Graw Hill Inc. Vollrath, M. E. 2004. Handbook of personality and he alth. Norwegian: Psychological Institute University of Oslo and Divisi on of Mental Health. World Health Organization 1997.Programme on Mental Health: WHOQOL Measuring Quality of Life. Geneva: WHO (WHO/MSA/MNH/PSF/97.4) Scheier, M. F., Carver, C. S., & Bridges, M. W. 2001. Optimism, Pessimism, and Psychological WellBeing.Dalam Chang, E.C.,Optimism& Pessimism: Implication forTheory, Research, and Practice. Washington, DC: American Psychological Association. 395: 189 – 216 Scheier, M.F., Carver C.S., dan Bridges, M.W. 1994. Distinguishing optimism from neuroticism (and trait anxiety, self mastery, and self-esteem): A reevaluation of the Life Orientation Test. Journal of Per sonality and Social Psychology, 67, 1063-1078. UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan Optimisme..., Meylisa Lidya, FPsi UI, 2013