BAB V KESIMPULAN Ilmu Hubungan Internasional mempelajari dinamika kasus negara berkembang. Salah satu kawasan yang sangat dinamis dalam perkembangan politik dan ekonomi adalah kawasan Asia Tenggara. Asia Tenggara sangat menarik karena memiliki keragaman latar belakang budaya sehinga pembentukan sistem politik dan ekonomi tidak bisa semulus yang terjadi di negara-negara Eropa. Burma adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki dinamika politik masif. Militer sebagai pemegang kekuasaan terlama Burma menjadi sorotan masyarakat internasional, termasuk ilmuwan dari Ilmu Hubungan Internasional. Militer menjalankan negara Burma tidak berarti negara bisa berjalan begitu saja sesuai kehendak militer karena proses yang dilakukan bertentangan dengan apa yang sebenarnya menjadi tuntutan publik, yakni kebebasan berdemokrasi. Dibandingkan dengan Indonesia, Burma merupakan negara yang perkembangan demokrasinya masih belum sematang Indonesia karena masyarakatnya tidak memiliki satu kekuatan pemersatu identitas diri. Hal ini terlihat dari penamaan antara Burma dan Myanmar yang telah dibahas dalam bab sebelumnya bahwa nama Myanmar adalah tindakan politik sepihak dari pemerintah untuk memaksakan konsep kebangsaan. Sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap sistem yang diciptakan pemerintahan militer, kaum seniman menginisiasi pergerakan sosial. Konsep social movement memang masih kurang lazim digunakan ilmuwan Ilmu Hubungan Internasional dalam 71 menganalisis demokrasi di Burma karena pada umumnya para peneliti memiliki fokus studi ke rezim pemerintahan dan tokoh demokrasi Aung Sann Syu Kyi. Burma merupakan negara yang tidak berhenti berjuang dalam demokratisasi seutuhnya dan terbebas dari praktek pemerintahan otoriter oleh rezim militer. Fakta konkret yang terjadi di masa lalu Burma adalah masyarakat sipil Burma mendapat aksi represif dari rezim militer ketika menyuarakan kepentingan mereka. Salah satu contoh tindakan represif tersebut adalah pembatasan hak demokrasi untuk memperoleh informasi, seperti akses internet, hak untuk berkumpul, dan berekspresi. Masyarakat Burma jarang sekali bisa melakukan respon terbuka dan formal, seperti mediasi, terhadap aksi represif pemerintah tersebut. Respon masyakarat sipil sering terjadi secara diam-diam atau bawah tanah akibat rasa takut akan tindakan represif pemerintah militer. Jika pemerintah mengetahui, maka pihak yang memprotes tersebut akan mendapat sanksi, antara lain penjara. Salah satu contoh terjadi pada aktivis perempuan Aung San Syu Kyi yang dipenjara akibat terlalu vokal menuntut demokratisasi. Penegakkan kebijakan sensor dalam Konstitusi 1974 menjadi semakin menekan kebebasan publik dimulai dari perubahan article 157 dalam Konstitusi 1947 dan hal ini merupakan asal mula dari pergerakan sosial itu sendiri (Emergence). Seni dan budaya mendapat pengawasan keat dan pembatasan ide berimplikasi pada tidak berkembangnya pemahaman masyarakat terhadap nilainilai seni dan budaya tersebut serta lesunya ini secara keseluruhan. Pihak yang ingin membeli hasil karya seni pun berpikir untuk berhati-hati karena bisa dianggap turut membangkang pemerintahan juga layak sang seniman jika 72 membeli suatu hasil karya yang kontroversial dan cenderung menentang pemerintah. Kemudian para seniman mulai masuk ke tahap berikutnya yaitu (Populer Stage). Salah satu seniman yang bernama “Accordion” Ohn Kyaw mulai menginisiasi garah seni lagi di masyarakat Burma pada akhir 1960an. Ohn Yaw menilai menikmati seni dan budaya tidak berarti menentang aturan yang diberlakukan pemerintah. Kreativitas bisa disesuaikan dengan aturan main yang disediakan. Dengan kata lain, Ohn Yaw menghidupkan semangat memanfaatkan kesempatan di tengah aturan yang rigid. Ohn menggunakan jalur yang memang sudah menjadi aktivitas keseharian selama menjadi seniman musik. Apa yang dilakukan Ohn menunjukkan bahwa rakyat tidak diam menghadapi aturan rigid pemerintah dan melakukan komunikasi politik melalui apa yang mereka bisa lakukan untuk meminimalisasi dampak negatif yang mungkin muncul di kemudian hari, seperti tindakan kekerasan. Beberapa musisi etnis minoritas Shan pun muncul pada tahun 1980an dan berani menyuarakan kemerdekaan melalui lagu, seperti yang dilakukan Saing Htee Saing yang bekerjasama dengan pencipta lagu terkenal Sai Kham Laik dengan lagu berjudul Todays Youth are Well Grounded (Khit Lu Ngeh A Kyeh Kat). Lagu tersebut berbahasa daerah Shan dan mengandung kritik terhadap sistem pendidikan di Burma. Hal tersebut jelas sama saja memancing reaksi keras dari pemerintahan Ne Win. Puncaknya, lagu tersebut menjadi populer ketika terjadi demonstrasi besar-besaran tahun 1988 yang terkenal dengan 8888 Revolution di Rangoon yang diinisiasi oleh mahasiswa terpengaruh para seniman. 73 Perkembangan berikutnya adalah (Bureaucratization) di mana para kaum seniman tersebut mulai membentuk lembaga dan berafiliasi dengan NLD, lembaga tersebut seperti New Zero Art Space dan Generation Wave kedua lembaga ini dapat dikatakan sebagai aktor nyata manifestasi pergerakan sosial ini. Pimpinan New Zero Art Space Aye Ko merupakan seniman kontemporer yang berhasil membawa pergerakan sosial kaum seniman ke arah baru. Dengan pameran internasional, seperti yang dilakukan dia dkk di Indonesia, dunia menjadi mengetahui perkembangan demokrasi di Burma. Jika merunut perkembangan seni di Burma, sejak internet diterima masyarakat dan keilmuwan berkembang, para seniman kontemporer Burma lebih cenderung menggunakan teknik seni modern dengan makna politik yang menyoroti perkembangan demokrasi. Dengan bersinergi dengan ajaran Buddha dan konsep seni Barat dan direalisasikan dalm bentuk visual yang bermakna politik, seni-seni kontemporer di Burma menarik perhatian dunia. Masyarakat Burma sendiri juga mulai berani menikmati seni sejak munculnya New Zero Art Space dan juga oleh karena organisasi tersebut tidak membawa ancaman keselamatan bagi penikmatnya. Hal ini berbeda dengan Generation Wave yang menggunakan pendekatan yang lebih keras dan frontal seperti karyanya “The left Hand of Boxer” , sampai saat ini anggota Generation Wave belum dapat bebas beraktivitas di Burma.Masyarakat Burma kembali bersemangat untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum 8 November 2015 dan semangat ini didefiniskan sebagai Decline dari Social Movement ini yaitu Establishment with Mainstream di mana tujuan awal dari pergerakan sosial ini adalah untuk mencitpakan awareness (kesadaran) dan memberi dukungan moral 74 serta aksi nyata agar masyarakat dapat memutuskan dan sadar atas kondisi negara mereka sendiri. Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana para kaum seniman memiliki pengaruh dalam demokratisasi di Burma melalui analisis 4 tahap dari Social Movement. Kaum seniman adalah kelompok aksi atau kelompok kepentingan yang turut berpartisipasi dalam perkembangan pergerakan sosial ini dalam usaha menuju Burma yang lebih baik. Hasil atau perkembangan demokrasi di Burma setelah ide kebebasan berekspresi kaum seniman diwujudkan dalam sistem politik di masa depan belum dapat di bahas dalam tulisan ini karena di luar topik pembahasan. Jika dinilai dari hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa ide kebebasan ala seniman sudah menjadi pandangan umum dalam kerangka demokrasi, maka setidaknya ada perkembangan positif dari demokratisasi di Burma. bureaucratization popular stage seniman menciptakan lagu yang menentang pemerintahan militer emergence seniman tidak puas terhadap pembatasan hak berekspresi seniman membentuk organisasi profesional yang membawa pesan dan kritik untuk pemerintah decline ide tentang kebebasan berekspresi perlahan menjadi sebuah pedoman hidup publik burma dan mulai munculnya kesadaran akan aksi pemerintah yang otoriter 75 Grafik 1. Fase Pergerakan Sosial Kaum Seniman di Burma 76