IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah kandungan nitrogen, juga dipengaruhi oleh arah dan derajat lereng (Black, 1983 dalam Bachtiar, 1996). Perbedaan kandungan nitrogen dalam tanah dapat dipegaruhi oleh erosi, pencucian melalui larutan, dan terangkut bersamaan dengan tanaman yang dipanen. Tingginya aliran permukaan dan erosi yang terjadi menyebabkan kehilangan hara yang terjadi juga akan semakin tinggi, karena pada lapisan tanah atas umumnya banyak mengandung unsur hara dan bahan organik. Rorak yang dikombinasikan dengan mulsa atau mulsa vertikal merupakan salah satu alternatif yang digunakan pada lahan-lahan miring dalam menekan kehilangan hara N yang disebabkan oleh aliran permukaan dan erosi, karena mulsa vertikal ini dapat menjerap air dan tanah ke dalam lubang peresapan dan nantinya dapat dikembalikan lagi pada lahan yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya selanjutnya. Kehilangan hara N yang diukur dalam penelitian ini, baik yang terdapat pada aliran permukaan dan sedimen adalah dalam bentuk N-total. 4.1. Kehilngan Hara N melalui Aliran Permukaan Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal berpengaruh nyata terhadap kehilangan hara N-total melalui aliran permukaan (Lampiran 11). Rata-rata kehilangan hara N melalui aliran permukaan dengan hasil uji lanjut BNT 5% disajikan pada Tabel 1. 17 Tabel 1. Rataan Kehilangan Hara N melalui Aliran Permukaan pada Berbagai Perlakuan Mulsa Vertikal N-Total (kg ha-1) Perlakuan P0 = Tanpa perlakuan mulsa vertikal 81,94a P1 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,4 m 20,76b P2 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,5 m 53,27ab BNT 5% 51, 01 KK (%) 28,85 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% Perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,4 m (P1) menyebabkan kehilangan hara N total yang nyata lebih rendah (20,76 kg ha-1) dibandingkan tanpa perlakuan (P0) dengan kehilangan N total sebesar 81,94 kg ha-1, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa vertikal yang kedalamannya 0,5 m (P2). Perbedaan kehilangan hara N pada masing-masing perlakuan mulsa vertikal disebabkan karena jumlah aliran permukaan yang berbeda pula. Kehilangan hara N yang rendah pada P1 karena jumlah aliran permukaan yang rendah pula. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman (Sutedjo, 2010). Usman (2012) menambahkan bahwa sumber utama nitrogen untuk tanaman adalah gas nitrogen bebas di udara yang menempati 78% dari volume atmosfir. Nitrogen merupakan unsur hara tanah yang banyak mendapat perhatian karena jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit, sedangkan yang diserap tanaman setiap musim cukup banyak. Pengaruh nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman sangat jelas dan cepat. Oleh karena itu, unsur ini harus diawetkan dan diefisienkan penggunaannya. 18 N-total banyak terakumulasi pada permukaan tanah, sehingga dengan adanya proses dispersi ini maka tanah yang terangkut erosi akan semakin banyak dan N-total yang hilang melalui erosi juga semakin banyak (Wardani, 1990) Selain itu, perbedaan besarnya kehilangan hara N yang terjadi pada P1 dan P2 karena perbedaan dari lereng, sifat dari N yang mudah tercuci dan menguap serta porositas dari tanah itu sendiri. Rorak yang berada pada P2 dengan kedalaman 0,5 m porositas dari tanah tersebut rendah karena pada kedalaman tersebut sudah banyak ditemui batuan sehingga kemampuan rorak dalam menyimpan air atau menginfiltrasi air kurang. Karena terjadi penyumbatan pori yang dibuat oleh mikroorganisme dari mulsa vertikal. Tetapi fungsi rorak pada P2 masih bisa menampung hara yang hilang bersamaan dengan aliran permukaan dengan erosi dibandingkan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol). Menurut Dariah et al. (2004), karakteristik profil tanah yang sangat menentukan tingkat erodibilitas tanah adalah kedalaman tanah dan sifat lapisan tanah. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap atau bahan induk akan menentukan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Sedangkan sifat lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap laju peresapan air ke dalam tanah. Selanjutnya, jumlah dan laju peresapan air ke dalam tanah sampai lapisan kedap sangat menentukan besarnya aliran permukaan, dan hal ini sangat menentukan daya rusak dan daya angkut dari aliran permukaan. Stabilitas agregat tanah sangat berpengaruh terhadap kemantapan pori tanah. Tanahtanah yang mudah terdispersi atau agregatnya tidak stabil menyebabkan poriporinya tanah juga mudah hancur atau tertutup/tersumbat oleh liat atau debu (erosi internal), sehingga laju dan kapasitas infiltrasi mengalami penurunan. Lebih lanjut Noeralam et al. (2003) menjelaskan bahwa rorak-rorak yang dibuat searah kontur untuk pengendalian aliran permukaan dapat menampung curah hujan yang jatuh dan mengalir di permukaan lahan tersebut. Karenanya air hujan yang mengalir sampai outlet lebih kecil dibanding dengan air hujan yang mengalir pada lahan tanpa tumbuhan dan tanpa teknik pengendalian 19 aliran permukaan. Air hujan yang tertampung pada rorak dapat menimbulkan aliran lateral (seepage) dan infiltrasi yang tertunda, sehingga ketersediaan air dalam tanah dapat bertahan lebih lama. Aliran permukaan di lahan yang terbuka dan tanpa tumbuhan, mengalir mencapai outlet lebih cepat dan lebih banyak dibanding aliran permukaan pada petak perlakuan. Hubungan antara aliran permukaan dengan kehilangan hara yang terbawa aliran tersebut disajikan pada Gambar 1. Kehilangan Hara N (kg ha-1) 90 y = 1.5196 + 0.1697x R² = 0.9963 80 70 60 50 Kehilangan Hara N 40 Linear (Kehilangan Hara N) 30 20 10 0 0 100 200 300 400 3 Aliran Permukaan (m ha-1) 500 Gambar 1. Hubungan antara Aliran Permukaan dan Kehilangan Hara Hasil analisis regresi pada Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara aliran permukaan dengan kehilangan hara N total, yakni semakin tinggi aliran permukan maka jumlah N total yang terangkut di dalamnya juga semakin tinggi. Dari persamaan garis regresi yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan aliran permukaan 1 m3 ha-1 maka akan terjadi peningkatan kehilangan hara N Total sebesar 0,17 kg ha-1. Karena semakin tinggi aliran permukaan yang terjadi menunjukkan bahwa tindakan konservasi perlu dilakukan. Sedangkan semakin rendah kehilangan hara N menunjukkan bahwa perlakuan dengan mulsa vertikal mampu menekan laju aliran permukaan. Dengan demikian jumlah aliran permukaan dengan kehilangan hara N melalui aliran permukaan memiliki hubungan yang erat. Besarnya nilai determinasi adalah 99,63%. Hal ini menunjukkan bahwa 20 99,63% kehilangan hara N dipengaruhi oleh aliran permukaan dan sisanya 0,37% dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya melalui penguapan. 4.2. Kehilangan Hara N melalui Erosi Perlakuan mulsa vertikal tidak berpengaruh terhadap kehilangan hara N yang terbawa oleh erosi. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 12. Rata-rata kehilangan hara N yang terbawa oleh erosi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Kehilangan Hara N melalui Erosi pada Berbagai Perlakuan Mulsa Vertikal Perlakuan N-Total (kg ha-1) P0 = Tanpa perlakuan mulsa vertikal 5,37 P1 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,4 m 2,13 P2 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,5 m 2,15 KK (%) 54,62 Kehilangan hara N melalui erosi seperti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal tidak memberikan pengaruh nyata pada kehilangan hara N-total yang terbawa erosi. Nilai dari kehilangan hara N melalui erosi tidak berpengaruh pada setiap perlakuan mulsa vertikal mengindikasikan bahwa mulsa vertikal terhadap perbaikan sifat-sifat tanah belum terlihat pada peneltian ini. Meskipun secara statistik kehilangan hara N melalui erosi yang diberi perlakuan mulsa vertikal tidak berengaruh, namun proses pengangkutan hara N yang tidak diberi perlakuan mulsa vertikal akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan lahan yang diberi perlakuan. Hal ini berarti bahwa dengan perlakuan mulsa vertikal masih dapat mengurangi kehilangan hara N yang terbawa erosi. Adanya mulsa di dalam rorak dapat mengurangi kehilangan hara N yang tercuci oleh aliran permukaan sehingga yang terserap oleh tanah menjadi lebih besar. Menurut Sutanto (2002), bahan organik dan pupuk kandang mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan retakan tanah. Hal ini didukung oleh Sriana (2011) yang 21 menyatakan bahwa penambahan mulsa pada saluran dan lubang resapan biopori memberi dampak positif terhadap ekosistem biota dan fauna tanah di area tersebut sehingga meningkatkan aktifitas pembentukan biopori di dalam tanah. Terbentuknya biopori di dalam tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air ke dalam tanah sehingga tidak terbuang keluar. Kehilangan hara N melalui erosi tidak berpengaruh juga karena lebih banyak hara N yang terangkut melalui aliran permukaan. Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 menujukkan bahwa kehilangan hara N pada aliran permukaan lebih besar dari pada kehilangan melalui erosi, karena unsur N merupakan unsur yang mudah larut larut dalam air sehingga terbawa oleh aliran permukaan dan unsur N merupakan unsur yang mudah menguap. Brata (1992) menambahkan bahwa Kehilangan unsur hara N, P, K, dan Ca melalui aliran permukaan umumnya lebih besar dibandingkan dengan kehilangan melalui erosi, kecuali pada perlakuan mulsa konvensional. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya proses selektivitas pengangkutan oleh aliran permukaan. Hanya unsur hara yang dapat terlarut dalam air aliran permukaan yang mampu diangkut oleh laju aliran permukaan yang lambat seperti terjadi pada perlakuan teras gulud dan semua perlakuan mulsa vertikal, sedangkan pada perlakuan mulsa konvensional dengan aliran permukaan yang lebih tinggi mampu juga mengangkut unsur hara yang tersuspensi dalam sedimen. Kenyataan ini menggambarkan pentingnya usaha mengendalikan aliran permukaan sedini mungkin dengan meresapkan sebanyak mungkin air hujan lebih ke dalam tanah. Usaha tersebut sangat penting untuk mengurangi kehilangan unsur hara, serta peningkatan penyediaan dan ketersediaan air untuk peningkatan produksi tanaman pada pertanian lahan kering. Hubungan antara erosi dan kehilangan hara N yang terangkut di dalamnya disajikan pada Gambar 2. 22 Kehilangan Hara N (kg ha-1) 6 y = 0.1639 + 0.0025x R² = 0.9515 5 4 3 Kehilangan Hara N 2 Linear (Kehilangan Hara N) 1 0 0 500 1000 1500 Erosi (kg ha-1) 2000 2500 Gambar 2. Hubungan antara Erosi dan Kehilangan Hara N Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi yaitu y = 0,1639 + 0,0025x. Dari persamaan ini, terdapat korelasi postif antara erosi dengan dengan kehilangan hara, sama seperti pada kehilangan hara N melalui aliran permukaan. Jika erosi semakin tinggi, maka kehilangan hara N juga akan meningkat. Setiap terjadi kenaikan erosi 1 kg ha-1 maka akan meningkatkan kehilangan hara N Total sebesar 0,0025 kg ha-1. Karenanya tindakan konservasi salah satunya mulsa vertikal perlu dilakukan. Semakin rendah kehilangan hara N melalui erosi menujukkan bahwa perlakuan mulsa vertikal dapat mengurangi kehilangan hara N yang terjadi. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara erosi dan kehilangan hara N. Nilai determinasi dari persamaan ini yaitu 95,15%. Hal ini berarti bahwa kehilangan hara N 95,15% dipengaruhi oleh erosi dan 4,85% dipengaruhi faktor lain salah satunya kehilangan melalui penguapan. 4.3. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nitrogen merupakan salah satu unsur yang berperan pada pertumbuhan tanaman. Efektivitas mulsa vertikal dalam mengurangi kehilangan hara N yang terjadi dapat dilihat pada pertumbuhan dan hasil tanaman yang diperoleh. 23 Jagung membutuhkan unsur hara bagi pertumbuhannya. Unsur N merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan. Kekurangan hara N dapat menghambat pertumbuhan dari tanaman karena fungsi N itu sendiri yang berperan dalam pembentukan daun di mana proses-proses metabolisme tanaman banyak dilakukan yaitu proses fotosintesis dan respirasi. Selain itu, N juga berperan dalam pembentukan protein. 4.3.1. Tinggi Tanaman (40 HST) Pelakuan mulsa vertikal dari hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 13 memberikan pengaruh yang tidak nyata. Rata-rata tinggi tanaman tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman pada setiap Perlakuan Mulsa Vertikal Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) P0 = Tanpa perlakuan mulsa vertikal 123,39 P1 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,4 m 134,69 P2 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,5 m 136,80 KK (%) 3,06 Perlakuan mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Tetapi nilai rata-rata tertinggi pada tanaman yaitu pada perlakuan yang menggunakan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,5 m (P2), diikuti perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,4 m (P1) dan tanpa perlakuan (P0). Kandungan N yang rendah dan perbaikan terhadap sifat-sifat fisik tanah diduga menjadi penyebab tidak berpengaruhnya perlakuan ini pada pengamatan tinggi tanaman. Sarief (1986) menyatakan bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga proses pembelahan, pemanjangan, dan differensiasi sel akan berjalan lancar pula. 24 4.3.2. Jumlah Daun Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah daun tidak berpengaruh nyata, dapat dilihat pada Lampiran 14. Rata-rata jumlah daun pada setiap perlakuan mulsa vertikal disajikan pada Tabel 4. Secara statistik perlakuan mulsa vertikal pada rata-rata jumlah daun tidak berpengaruh nyata. Tetapi, rata-rata dari jumlah daun yang tertinggi pada perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,5 m (P2), selanjutnya diikuti mulsa vertikal dengan kedalaman 0,4 m (P1) dan tanpa perlakuan (P0). Hal ini diduga karena perlakuan perlakuan mulsa vertikal belum berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah sehingga belum mampu menekan kehilangan hara N yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan jagung. Namun dengan adanya perlakuan konservasi yang dilakukan mampu menjerap tanah sehingga tidak banyak N yang hilang, dan ini terlihat pada pertumbuhan tanaman jagung yang jumlah daunnya pada masing-masing pengamatan lebih banyak yang diberi perlakuan mulsa vertikal daripada yang tidak diberikan perlakuan. Hara N yang telah ditampung pada mulsa vertikal, bergerak bersama-sama air ke arah dekat perakaran tanaman atau menuju ke permukaan akar dari tanaman yang menyebabkan penyerapan oleh tanaman berlangsung secara terus-menerus, sehingga pada waktu melakukan proses fotosintat, hara tersedia bagi tanaman. Tabel 4. Rataan Jumlah Daun pada setiap Perlakuan Mulsa Vertikal Perlakuan Jumlah Daun (Helai) P0 = Tanpa perlakuan mulsa vertical 9,57 P1 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,4 m 9,73 P2 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,5 m 10,27 KK (%) 2,40 25 Menurut Sintia (2011) menjelaskan bahwa dengan N yang cukup selama pertumbuhan akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik, salah satunya adalah pertumbuhan batang tanaman. Panjang batang tanaman akan mempengaruhi jumlah ruas batang yang menjadi tempat keluarnya daun, sehingga jika tanaman mempunyai ukuran batang yang panjang maka jumlah daun tanaman itu juga lebih banyak yang akan berkaitan dengan proses asimilasi tanaman. Lebih lanjut Gardner et al. (1991) dalam Sintia (2011) menyatakan bahwa adanya nutrisi yang cukup memungkinkan daun muda maupun tua memenuhi kebutuhan nutrisinya, dan nutrisi yang terbatas lebih sering didistribusikan ke daun–daun muda, sehingga mengurangi laju fotosintesa pada daun yang tua. 4.3.3. Diameter Tongkol Perlakuan mulsa vertikal memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tongkol. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 16. Rata-rata diameter tongkol uji BNT 5% tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Diameter Tongkol pada setiap Perlakuan Mulsa Vertikal Perlakuan Diameter Tongkol (cm) P0 = Tanpa perlakuan mulsa vertikal 2,57a P1 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,4 m 2,93ab P2 = Perlakuan mulsa vertikal dengan panjang 1 m, lebar 0,5 mdan kedalamannya 0,5 m 3,03b BNT 5% 0,45 KK (%) 4,66 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% 26 Mulsa vertikal dengan kedalaman 0,5 m (P2) berbeda nyata lebih tinggi (3,03 cm) dibandingkan tanpa perlakuan (P0), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,4 m (P1) dengan diameter tongkol 2,93 cm seperti yang tersaji pada Tabel 6. Pertumbuhan tanaman berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan. Pemberian pupuk nitrogen mampu memenuhi kebutuhan unsur N sangat penting dalam pembentukan tongkol dan pengisian biji (Sintia, 2011). Perlakuan mulsa vertikal memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter tongkol. Hal ini diduga karena tidak banyak hara N yang terbawa oleh aliran permukaan maupun erosi sehingga menyebabkan diameter tongkol menjadi besar. Mulsa vertikal yang berpengaruh nyata dengan kehilangan hara N juga dipengaruhi oleh aliran massa yang terjadi. Perbedaan antara perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,5 m dan 0,4 m pada diameter tanaman jagung karena perlakuan mulsa vertikal ataun kedalaman dari rorak yang dibuat. Pada perlakuan mulsa vertikal dengan kedalaman 0,5 m (P2) terdapat batuan sehingga gerakan hara bersama-sama air secara vertikal berkurang. Berkurangnya gerakan vertikal ini, menyebabkan hara bersama air lebih banyakbergerak ke arah samping yang dekat dengan perakaran tanaman. Sedangkan pada perlakuan mulsa vertikal dengan kedalamn 0,4 m (P1) yang permukaannya belum terlihat batuan, sehingga diduga lebih banyak hara bersama air yang bergerak secara vertikal dan menyebabkan penyerapan hara oleh akar tanaman juga rendah. Mimbar (1990) dalam Sintia (2011), menyatakan bahwa pemupukan N mengakibatkan meningkatnya panjang tongkol dan diameter tongkol jagung. Terpenuhinya kebutuhan akan unsur hara, cahaya dan air menjadikan hasil fotosintesis akan terbentuk dengan baik. Fotosintat yang dihasilkan akan ditransfer dan disimpan dalam biji pada saat pengisian biji. Hal ini disebabkan oleh unsur yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk pembentukan protein,dan lemak yang nantinya akan disimpan dalam biji.