jurnal pengaruh intensitas pemakaian internet

advertisement
PENGARUH INTENSITAS PEMAKAIAN INTERNET TERHADAP
PENGGUNAAN INTERNET UNTUK BERBELANJA ONLINE YANG
DIMODERASI OLEH CONSUMER INNOVATIVENESS DI SURABAYA
MUSRIHA & GILANG R
ABSTRACT
This study aimed to test and analyze the influence of internet usage intensity on use of the internet
online shopping in moderation by consumer innovativeness in Surabaya. This study used
independent variables; they are: internet usage and consumer innovativeness; and a dependent
variable, online shopping. This study is a survey research which is used for explanatory purpose
or confirmatory, or is also called a study for hypothesis testing that is to explain the influence of
variables or a causal relation between variables through a hypothesis testing. The data were
obtained by spreading and collecting questionnaires, and then they were analyzed by using
logistic regression modeling. From the discussion and the testing of intensity internet usage on
use of the internet online shopping in moderation by consumer innovativeness in Surabaya, of the
hypotheses that had significant influences were consumer innovativeness on use to the internet
online shopping. The hypothesis which did not have significant influence was internet usage to
the internet online shopping
Key words: internet, internet usage, consumer innovativeness, online shopping.
Abstraksi
Internet saat ini merupakan sebuah media yang banyak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat,
khususnya dalam dunia informasi. Penggunaan internet di indonesia yang meningkat secara
drastis selama beberapa tahun terakhir, merupakan peluang bagi perusahaan untuk memperluas
pasar di dunia internet. Kesuksesan dari komersialisasi internet tergantung dari apakah
pengguna internet yang sudah ada juga menggunakan media internet untuk melakukan online
shopping. Oleh karena itu, Perusahaan perlu memahami karakteristik konsumen yang dapat
mempengaruhi penggunaan internet secara umum menjadi penggunaan internet secara
komersial (online shopping).
Berdasarkan fenomena tersebut, dirumuskan dalam dua pertanyaan, Apakah internet usage
mempunyai pengaruh terhadap adopsi online shopping pada pengguna di Surabaya? Apakah
consumer innovativeness mempunyai pengaruh terhadap adopsi online shopping pada pengguna di
Surabaya?
Sampel berjumlah 150 pengguna internet di Surabaya diambil untuk mengetahui pengaruh
internet usage dan consumer innovativeness terhadap adopsi online shopping melalui media
internet. Dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa
internet usage tidak berpengaruh signifikan terhadap adopsi online shopping dan consumer
innovativeness berpengaruh signifikan terhadap adopsi online shopping.
Kata kunci : internet, pemakaian internet, consumer innovativeness, belanja online.
PENDAHULUAN
Internet, kependekan dari interconnected-networking adalah rangkaian komputer yang terhubung
di dalam beberapa rangkaian. Bisa disebut juga a global network of computer networks atau
sebuah jaringan komputer dalam skala global yang mencakup jutaan jaringan baik jaringan
pribadi maupun publik, akademik, bisnis dan pemerintahan dari jangkauan lokal hingga global
yang terhubung melalui kabel, fiber-optic, wireless connections (nirkabel), dan teknologi lainnya.
Jaringan komputer yang disebut dengan Internet inilah yang dapat membuat masing-masing
komputer saling berkomunikasi secara luas. Network ini membentuk jaringan inter-koneksi
(Inter-connected network) yang terhubung melalui Internet Protocol Suite (TCP/IP).
Banyaknya jumlah pengguna internet merupakan hal yang potensial bagi para pemasar untuk
mengembangkan aktivitas pemasarannya. Aktivitas memasarkan barang atau jasa dalam dunia
internet biasa disebut Internet Marketing. Internet memberikan banyak manfaat bagi pemasaran,
salah satunya adalah efisiensi biaya dan waktu dalam distribusi informasi dan produk dengan
jangkauan konsumen yang lebih luas. Penggunaan Internet, berdasarkan fakta yang ada dan
survey dari AC Nielsen, mengalami peningkatan yang sangat drastis dalam satu dasawarsa
terakhir. Hingga tahun 2008, pengguna internet di dunia telah mencapai 1,5 Milyar jiwa atau
sekitar 20% dari 6,5 Milyar penduduk bumi, dan sepertiganya merupakan penduduk Asia. Jumlah
tersebut merupakan peningkatan sebesar 300% jika dibandingkan dengan tahun 2000. Di
Indonesia, peningkatan trend-online di masyarakat Indonesia juga cukup pesat. Pengguna internet
di Indonesia pada awal tahun 2008 telah mencapai 25 juta orang atau sekitar 10% dari 240 juta
total jumlah penduduk, dan mengalami peningkatan 1000% jika dibandingkan dengan tahun 2000
(www.internetworldstats.com). Ditunjang dengan peningkatan dukungan layanan internet dari
para penyedia jasa akses internet di Indonesia yang semakin gencar membangun infrastruktur
untuk akses internet, maka tidaklah mengherankan jika pengguna internet pada tahun 2010 akan
tembus para angka dua kali lipatnya. Salah satu trend yang cukup baru bagi konsumen Indonesia
sehubungan dengan penggunaan internet adalah online shopping yaitu penggunaan internet
sebagai media untuk berbelanja. Meskipun di Indonesia belanja online belum banyak diterapkan
oleh masyarakat, tapi tidak bisa diabaikan bahwa online shopping akan menjadi sangat potensial
bagi pemasar di masa mendatang mengingat semakin banyaknya pengguna internet dari tahun ke
tahun. Semakin bertambahnya penggunaan internet, semakin murah dan tersedianya fasilitas,
tidak diragukan lagi dunia internet akan menjadi pasar potensial bagi perusahaan dan pengusaha
di Indonesia untuk memasarkan produknya. Pengunaan internet secara umum oleh konsumen
(browsing, chatting, email, dll) dapat membawa kepada penggunaan komersial (pembelian
online), terutama bagi konsumen-konsumen yang inovatif.Tingkat innovativeness konsumen
memfasilitasi mereka untuk menggunakan inovasi yang sudah ada (Internet) dengan cara yang
baru (online shopping) untuk memenuhi kebutuhannya. Consumer Innovativeness dapat menjadi
moderasi yang memperkuat hubungan antara penggunaan internet dengan online shopping yang
dilakukan konsumen (Citrin et al, 2000).
AC Nielsen telah melakukan riset terhadap pengguna internet di Indonesia, dari riset tersebut
ditemukan bahwa penggunaan internet untuk email, mayoritas responden (76%) mengakses
internet setiap hari. Adapun untuk instant messaging, 55% responden mengatakan mengakses
internet setiap hari. Selain itu, 28% responden Indonesia juga membaca blog setiap harinya,
sedangkan untuk chatting, 34% responden Indonesia mengakses internet setiap hari (AC Nielsen,
2005). Terus meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia merupakan hal yang potensial
bagi para pemasar untuk memperluas aktivitas pemasarannya di dunia internet. Internet
memberikan banyak manfaat bagi pemasaran, salah satunya adalah efisiensi biaya dan waktu
dalam distribusi informasi dan penjualan produk melalui internet dengan jangkauan konsumen
yang lebih luas. Akan tetapi, perusahaan perlu memahami karakteristik konsumen yang dapat
mempengaruhi penggunaan internet secara umum (browsing, chatting dan e-mail) menjadi
penggunaan internet secara komersial (online shopping) oleh konsumen. Citrin et al (2000),
menyatakan “the future commercial success of the internet depends, to some extent, on whether
current user of the internet (e.g. those who acces information and/or communicate electronically)
also use this medium for product purchase”. Kesuksesan dari komersialisasi internet di Indonesia
tergantung pada apakah pengguna internet di indonesia sekarang juga menggunakan internet
sebagai media untuk berbelanja atau Online Shopping.
Intensitas penggunaan internet oleh konsumen Indonesia yang semakin meningkat akan
memberikan peluang bagi pemasar untuk terus mengembangkan online shopping. Taylor (1977),
menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara penggunaan dari suatu kelas produk dan
adopsi dari produk lain yang berhubungan (significant, positive relationship between usage of a
product class and time of adoption of related products). Sama juga halnya dengan internet,
intensitas penggunaan internet oleh konsumen akan membawa kecenderungan bagi konsumen
untuk mengadopsi online shopping. Penelitian yang dilakukan oleh Citrin et al (2000)
mengungkapkan bahwa konsumen dengan intensitas penggunaan internet yang tinggi sebagian
besar pernah melakukan pembelian online. Meskipun di Indonesia belanja online belum banyak
diterapkan oleh masyarakat, hanya sekitar 40% dari pengguna internet pernah melakukan olnline
shopping (AC Nielsen, 2005), tapi tidak bisa diabaikan bahwa online shopping akan menjadi
sangat potensial bagi pemasar di masa mendatang mengingat semakin banyaknya pengguna
internet dari tahun ke tahun. Semakin bertambahnya penggunaan internet, semakin murah dan
tersedianya fasilitas, internet akan menjadi pasar potensial bagi perusahaan dan pengusaha di
Indonesia untuk memasarkan produknya.
Rogers (1995) mendefinisikan Innovativeness sebagai ‘the degree to which an individual or other
unit of adoption is relatively earlier in adopting new ideas than other members of a system’, yaitu
tingkatan seseorang atau unit lain dari proses adopsi yang secara relatif menjadi pendahulu dalam
mengadopsi ide-ide baru daripada anggota lainnya dalam sistem tersebut. Beberapa literatur lain
menjelaskan Consumer Innovativeness sebagai hasrat atau niat untuk mencari kemunculan ide
baru atau hal-hal baru dalam suatu kategori produk (Goldsmith and Hofacker, 1991). Sejumlah
penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki Consumer Innovativeness sebagai pertanda awal
yang menyebabkan adoption atau pengadopsian produk baru oleh konsumen. Penelitian yang
dilakukan Chau dan Hui (1998) menemukan bahwa konsumen dengan inovasi tinggi mampu
mengenal lebih dulu keberadaan produk windows 95 daripada konsumen lain. Foxall and
Haskins (1986), dalam penelitiannya pada produk makanan juga menemukan bahwa
innovativeness mempunyai validitas yang tinggi untuk memprediksi perilaku adopsi. Penelitian
lain dilakukan oleh Citrin et al (2000), pada penelitian ini diuji bagaimana innovativeness yang
mempengaruhi perilaku konsumen untuk mengadopsi online shopping.
Online Shopping masih merupakan hal yang baru bagi sebagian besar konsumen di Indonesia,
oleh karena itu diperlukan penerimaan dan adaptasi oleh konsumen. Online Shopping merupakan
sebuah inovasi dari internet (Peterson, 1997), dan membutuhkan proses agar konsumen
mengadopsi inovasi tersebut. Pengunaan internet secara umum oleh konsumen (browsing,
chatting, email, dll) dapat membawa kepada penggunaan komersial (pembelian online), terutama
bagi konsumen-konsumen yang inovatif. Tingginya consumer innovativeness konsumen
mendorong mereka untuk menggunakan internet dengan cara yang baru (online shopping) untuk
memenuhi kebutuhannya (Citrin et al, 2000).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat di rumuskan
permasalahannya adalah : (1) Apakah internet usage mempunyai pengaruh terhadap adopsi online
shopping pada pengguna internet di Surabaya?. (2) Apakah consumer innovativeness mempunyai
pengaruh terhadap adopsi online shopping pada pengguna internet di Surabaya?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dan
diperoleh melalui penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui pengaruh internet usage terhadap
adopsi online shopping pada pengguna internet di Surabaya, (2) Untuk mengetahui consumer
innovativeness terhadap adopsi online shopping pada pengguna internet di Surabaya.
KERANGKA TEORITIS
Internet Marketing
Pemasaran Internet (e-marketing) atau bisa disebut juga online marketing adalah segala usaha
pemasaran suatu produk atau jasa melalui atau menggunakan media Internet atau jaringan web
(World Wide Web). Web (World Wide Web) merupakan suatu layanan penyajian informasi di
internet dengan menggunakan HTML (Hyper Text Markup Language). Definisi teknis dari world
wide web adalah semua sumber daya dan semua pengguna di intenet yang menggunakan HTTP
(Hypertext Transfer Protocol), sedangkan definisi web yang lebih luas dikemukakan oleh World
Wide Web Consortium (W3C ) yaitu keseluruhan dari informasi yang dapat diakses dijaringan,
perwujudan dari ilmu pengetahuan manusia. Kata e dalam e-marketing berarti elektronik
(electronik) yang artinya kegiatan pemasaran yang dilaksanakan secara elektronik lewat Internet
atau jaringan cyber (dunia maya). Dengan munculnya teknologi Internet dalam beberapa tahun
ini, banyak istilah baru yang menggunakan awalan e-xxx, seperti halnya: e-mail, e-business, egov, e-society, dll.(www.wikipedia.com).
Elemen Internet Marketing (7 I’s)
Spalter (1996), telah mengembangkan 7 elemen dasar (7 I’s) dari Internet Marketing (Online
Marketing), yaitu : (1) Interconnection. Merujuk pada perkembangan jaringan distribusi baru
untuk barang, jasa dan informasi melalui berbagai macam media digital yang ada sekarang.
Kemampuan untuk berhubungan dengan pelanggan dalam jumlah yang banyak dengan jangkauan
yang luas secara langsung sekaligus, atau bisa disebut asynchronously, merupakan perubahan
sentral yang dibutuhkan dalam sudut pandang pemasaran ketika bergerak menuju online
marketing, (2) Interface. Sangat penting bagi online marketer untuk membuat website yang userfriendly. Interface adalah poin pertama dari kontak antara perusahaan dan pelanggan, oleh karena
itu sebaiknya didesain lebih fungsional dan menarik jika perusahaan tidak ingin pelanggan hanya
sekedar mengakses situs tersebut. Dalam skala global, perusahaan harus memastikan situsnya
dapat diakses dan didesain untuk dapat menyesuaikan lintas budaya dan bahasa yang berbeda
,(Interactivity. Kemampuan bagi konsumen melakukan dialog dengan perusahaan yang tidak
terbatas waktu dan tempat. Interaktivitas antar individu konsumen dalam sebuah forum diskusi,
chat-list, dan komunitas cyber adalah fitur inti dari internet yang tidak terdapat dalam media lain
seperti TV dan radio, (3) Involvement, para pemasar dituntut untuk dapat menciptakan atmosfir
online yang kondusif untuk mendorong perluasan dan kunjungan ulang dari konsumen.
Memberikan beberapa keuntungan bagi konsumen, baik melalui informasi, edukasi maupun
entertainment adalah kunci untuk menjaga keterlibatan konsumen, (4) Information, informasi
produk yang tersedia luas dalam internet membawa kebalikan dari strategi database marketing
yang dilakukan perusahaan, ketika konsumen mengalami database consuming. Maksudnya
adalah, konsumen dapat menggunakan database teknologi informasi untuk menarget produk
dengan cara yang sama yang dilakukan pemasar untuk menarget pelanggannya. (5) Individualism,
adalah kemampuan dan kemauan para pemasar untuk memberikan produk atau pengalaman yang
terkustomisasi tergantung dari kombinasi teknologi, riset pemasaran yang efektif dan karakteristik
dari produk, (6) Integrity, privasi, keamanan dan kenyamanan dari aktivitas online marketing
harus dipastikan. Integritas dari website akan mempengaruhi kesuksesan dan reputasi perusahaan
baik di dunia nyata maupun internet.
Keunggulan Internet bagi Perusahaan
Keunggulan yang didapat perusahaan yang menggunakan media internet menurut Susan &
Stephen Dann (2001 : 57), antara lain : (1) Cost Cutting, banyak perusahaan menggunakan
internet sebagai metode untuk mengurangi biaya. Untuk menurunkan biaya cetak dan
promosional, dan mengurangi biaya untuk ekspansi ke pasar baru yang lebih luas. Mass
Customization dari website yang ditunjang oleh sistem database otomatis dapat mereduksi banyak
biaya per tiap pelanggan. (2) Efficiency, akses terhadap database ilmu pengetahuan yang sangat
banyak, dan kemudahan untuk mencari informasi secara online dapat meningkatkan efektivitas
dari pencarian informasi bagi konsumen. Internet memberikan kemudahan akses dalam jangkauan
yang luas dari berbagai macam sumber informasi. (3) Open Acces, internet mengubah dinamika
pasar yang sekarang tidak perlu lagi untuk bersandar pada jaringan distribusi yang kompleks
untuk membawa produk ke pasar. Hal ini memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan kecil
untuk lebih terbuka ke pasar yang lebih luas. (4) Promotional, internet menawarkan peluang
untuk menunjukkan promosi, sejarah, detail produk dan informasi perusahaan yang mungkin
tidak terdapat pada media tradisional. Misalnya sejarah perusahaan, yang menceritakan
perkembangan perusahaan, dan filantrofi atau kedermawanan perusahaan dapat manambah nilai
kepribadian dan image perusahaan.
Electronic Retailing
E-tailer, berasal dari kata Electronic dan Retailer adalah retailer atau pengecer yang secara
khusus menggunakan Internet sebagai media bagi konsumennya untuk belanja produk maupun
jasa yang ditawarkan. Electronic retailing untuk konsumen (B2C, Business to Customer) pertama
kali dikembangkan dalam skala besar pada tahun 1908-an. Area ini berkembang secara pesat
dengan kesadaran para perusahaan retail yang menyadari pentingnya penjualan produk mereka
melalui jalur distribusi baru ini (Elektronik). Electronic Delivery Systems tidak membutuhkan
interaksi manusia secara langsung, dan jalur distribusi ini mempunyai banyak keunggulan. Secara
mendasar, kualitas dapat dijamin, biaya lebih rendah, terdapat kenyamanan bagi konsumen dalam
mengakses, dan jangkauan distribusi yang lebih luas daripada jaringan retail normal. (Cox &
William, 2003 : 354 ).
Terdapat tiga jenis e-tailer, yaitu virtual, two-channel dan multi-channel : (1) Virtual retailers
,perusahaan retail ini tidak mempunyai toko atau wujud yang nyata di jalan, mall atau lokasi
lainnya. Mereka hanya bertransaksi melalui internet atau televisi saja. Sehingga perusahaan harus
menemukan cara untuk menarik konsumen dan melayani kebutuhannya yang berbeda-beda.
Contoh : Amazon.com, e-bay, dan lastminute.com. (2) Two-channel retailers : Mereka adalah
retailer yang memiliki toko fisik yang telah mengembangkan kemampuan electronic-retailingnya terhadap aspek kecil maupun besar dalam aktivitas-aktivitasnya. (3) Interactive Systems
retailers : Perusahaan retail ini adalah para retailer yang telah berdiri dan melayani kebutuhan
konsumen melalui berbagai macam cara, termasuk toko, order telepon, internet katalog dan TV.
Contohnya Carrefour dan Wallmart.
Bentuk Online Retailing
Berbagai macam bentuk Online Retailing (Susan & Stephen Dann, 2001 : 61): (1)Cybermalls.
Gabungan dari berbagai macam produk dan jasa yang berkumpul dalam satu situs dan
menciptakan sebuah lingkungan online shopping yang serupa dengan yang ada di dunia nyata.
Contoh : www.cybermall.com. (2) Shopping Portals. Situs retail ini berfungsi sebagai broker
atau perantara dari barang dan jasa dimana para konsumen mencari di dalam situs broker tersebut
dan kemudian situs tersebut menyediakan beberapa daftar dari suppliers yang sesuai. Situs ini
tidak menjual apapun, tapi hanya sebagai mperantara antara pembeli dan suppliers. contoh :
shopbot.au.com (situs penyedia daftar supplier komputer beserta produknya di Australia). (3)
Online Department stores. Beberapa perusahaan retail besar di dunia telah membuka cabang
kantor online untuk mencegah kehilangan penjualan dari kompetitor online. Contoh :
www.toysrus.com. (4) Auction houses. Rumah lelang online menawarkan pengguna internet
untuk membeli dan menjual barang-barang bekas di pasar internasional yang luas. Contoh :
www.ebay.com. (5) Virtual Catalogues Sites. Situs katalog adalah toko online yang spesifik yang
didirikan untuk kategori produk tertentu melalui sistem katalog yang kompleks dan interaktif.
Contoh : www.amazon.com. (6) Digital Corner Stores : Niche marketing. Digital corner stores
mengisi banyak pasar niche yang telah ada untuk melayani kebutuhan dan keinginan yang
spesifik dari sub populasi internet. Toko digital dapat menyediakan informasi secara mendetil dari
produk satu toko melalui internet seperti www.linuxmall.com. (7) Online Factory Direct. Para
pebelanja online akan mendapat keuntungan dari penjualan produk secara langsung oleh
wholesaler. Umumnya penjualan secara langsung ini terdapat pada industri komputer. Contoh :
www.dell.com
Consumer Innovativeness
Rogers (1995) mendefinisikan Innovativeness sebagai ‘the degree to which an individual or other
unit of adoption is relatively earlier in adopting new ideas than other members of a system’, yaitu
tingkatan seseorang atau unit lain dari proses adopsi yang secara relatif menjadi pendahulu dalam
mengadopsi ide-ide baru daripada anggota lainnya dalam sistem tersebut. Diberi istilah adopsi
karena produk yang diakuisisi atau digunakan oleh konsumen merupakan produk yang benarbenar baru yang belum pernah mereka pakai sebelumnya. Beberapa literatur lain menjelaskan
Consumer Innovativeness sebagai hasrat atau niat untuk mencari kemunculan produk baru atau
hal-hal baru dari produk (Hirschman, 1980). Innovativeness termasuk sebuah ciri kepribadian
(personality trait) dan merupakan tingkatan bagaimana seorang individu mau menerima ide-ide
baru dan membuat keputusan inovatif yang independen terhadap pengalaman komunikasi dengan
orang lain.
Menurut Goldsmith and Hofacker (1991), Consumer Innovativeness adalah perilaku
innovativeness yang mencakup kecenderungan untuk mendapatkan informasi terbaru atau adopsi
produk baru oleh konsumen terhadap kelas produk (kategori tertentu), atau domain yang spesifik.
Perilaku Consumer Innovativeness cenderung berada pada kategori produk yang spesifik
(misalnya seperti kategori produk fashion, handphone, dan lain-lain). Oleh karena itu bisa disebut
juga Domain-specific Innovativeness yaitu Consumer Innovativeness yang berdasarkan kelas
produk atau ketegori produk tertentu (Goldsmith and Hofacker, 1991). Sejumlah penelitian telah
dilakukan untuk menyelidiki Consumer Innovativeness sebagai pertanda awal yang menyebabkan
adoption atau pengadopsian produk baru oleh konsumen. Penelitian yang dilakukan Chau dan
Hui (1998) menemukan bahwa konsumen dengan inovasi tinggi mampu mengenal lebih dulu
keberadaan produk windows 95 daripada konsumen lain. Foxall and Haskins (1986), dalam
penelitiannya pada produk makanan juga menemukan bahwa innovativeness mempunyai validitas
yang tinggi untuk memprediksi perilaku adopsi. Penelitian lain dilakukan oleh Citrin (2000), pada
penelitian ini diuji bagaimana consumer innovativeness yang mempengaruhi perilaku konsumen
untuk mengadopsi online shopping.
Konsumen dengan tingkat innovativeness yang tinggi bisa disebut sebagai innovators atau early
adopters, yaitu mereka yang menjadi pelopor dalam mengadopsi produk baru atau ide-ide baru.
Consumer Innovativeness menjadi sangat penting dalam area pemasaran dan riset konsumen
karena pentingnya peran seorang innovators dalam kesuksesan suatu produk baru (Foxall &
Bhate, 1993). Innovators atau early adopters dapat membantu kesuksesan penetrasi dan
penyebaran dari suatu produk baru, karena kecepatan mereka dalam menyerap informasi dan
mengadopsi produk-produk baru akan dapat memberikan persuasi (baik secara oral maupun
memberi contoh) pada laters adopters atau konsumen pada umumnya, di dalam pasar Business to
Consumers (B2C) maupun Business to Business (B2B), (Clark & Goldsmith, 2006).
Berikut ini beberapa kategori tingkatan konsumen dari yang paling inovatif hingga yang noninovatif menurut Rogers (1983) : (1) Innovators : Venturesome (Try anything once) Innovators
adalah orang-orang yang pertama yang mencoba sebuah inovasi. Mereka adalah orang yang suka
berpetualang, umumnya mempunyai sumber daya finansial yang cukup kuat, berani mengambil
resiko dan mempunyai kemampuan untuk mengerti dan menggunakan pengetahuan teknologi
yang kompleks. Mereka adalah para risk takers yang membutuhkan tantangan, petualangan dan
pengalaman yang baru. (2) Early adopters : Respectable. Early adopters adalah umunya adalah
seorang figur sosial yang mencari cara untuk mempertahankan reputasi dan posisi sosialnya
dengan mencoba penggunaan inovasi tapi secara lebih selektif, tidak secara acak seperti
innovators, mereka menilai dulu sebelum mencoba suatu ide. (3) Early Majority : Deliberate.
Early Majority adalah orang-orang pada umumnya yang mulai mengadopsi inovasi ketika mereka
benar-benar merasa membutuhkan dan telah mulai digunakan oleh sebagian orang. Mereka
mengadopsi ide baru pada waktu rata-rata dan tidak terlalu tergesa-gesa dengan inovasi tersebut.
Early Majority adalah awal dari kedewasaan sebuah pasar. Ketika sebuah inovasi telah bertemu
dengan early majority maka persaingan akan semakin bertambah, dan diperlukan beberapa
inovasi kecil bagi produk untuk memberikan diferensiasi. (4) Late Majority : Sceptical. Late
Majority mulai mengadopsi ketika sebagian besar orang sudah mengadopsi ide baru tersebut
terlebih dahulu. Karakteristik yang paling dominan umumnya adalah sikap skeptis dan tidak suka
terhadap teknologi. Mengadopsi inovasi cenderung dilakukan karena kebutuhan ekonomi atau
karena tekanan dari lingkungannya. (5) Laggards : Traditional. Laggards adalah mereka yang
paling mengabaikan dan sering mengkritik di antara sebuah kelompok dalam literatur inovasi.
Mereka bersikap stereotype, sangat konservatif, berorientasi masa lalu, dan cenderung
mempunyai pandangan negatif terhadap hal-hal baru. Para pemasar harus menyadari ada beberapa
alasan penting yang menyebabkan beberapa orang memilih untuk tidak menggunakan inovasi,
muali dari alasan budaya hingga religius. Para Laggards menjadi tolak ukur dimana jika mereka
pada akhirnya menggunakan inovasi, berarti seluruh populasi pasar bisa dipastikan telah
mengasumsi inovasi tersebut, sehingga sudah tidak bisa dikatakan lagi sebuah inovasi.
Hubungan antara Internet Usage, Consumer Innovativeness dan Use of the Internet of Shopping
Internet Usage dan Use of the Internet of Shopping
Taylor (1977), menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara penggunaan dari suatu
kelas produk dan adopsi dari produk lain yang masih berhubungan atau satu kategori (significant,
positive relationship between usage of a product class and time of adoption of related products).
Hal ini adalah sebuah hal yang logis karena pengguna suatu produk yang intens memberikan
kemampuan dan pengetahuan yang banyak akan produk tersebut sehingga memudahkan dan
bahkan mendorong konsumen untuk mengenal dan menerima inovasi dari kategori produk
tersebut. Sama juga halnya dengan internet, intensitas penggunaan internet oleh konsumen akan
membawa kecenderungan bagi konsumen untuk mengadopsi online shopping, dimana online
shopping adalah sebuah inovasi dari internet yang awalnya hanya merupakan jaringan informasi
yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas seperti browsing, chatting, dan email (Citrin et al,
2000).
Use of the Internet of Shopping
Meskipun semakin banyak pengguna internet pada masa sekarang ini, belum tentu semuanya
telah menggunakan internet sebagai media untuk berbelanja. Relatif sedikit konsumen yang
menggunakan media ini sebagai alat komersial (Schiesel, 1997). Pengunaan internet secara umum
oleh konsumen (browsing, chatting, email, dll) dapat membawa kepada penggunaan komersial
(pembelian online), terutama bagi konsumen-konsumen yang inovatif (Hirschman ,1980). Tingkat
innovativeness konsumen memfasilitasi mereka untuk menggunakan Internet dengan inovasi
yang baru (online shopping) untuk memenuhi kebutuhannya. Consumer Innovativeness dapat
menjadi moderasi yang memperkuat hubungan antara penggunaan internet dengan online
shopping yang dilakukan konsumen (Citrin et al, 2000).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas Dan Reliabilitas
Pengujian terhadap validitas dan reliabilitas merupakan suatu alat ukur atau instrument mutlak
diperlukan, agar data yang digunakan dalam mendeskripsikan masing–masing variabel dan
pengujian terhadap hipotesis betul–betul dapat diandalkan kebenarannya.
Uji Validitas
Validitas adalah sejauh mana perbedaan yang didapatkan melalui alat pengukur mencerminkan
perbedaan yang sesungguhnya diantara responden yang diteliti (Cooper dan Emory, 1998; dalam
Sugiyono, 2006).
Penelitian ini menggunakan validitas konstruksi (Construct validity) karena kuisoner (instrumen)
berbentuk test. Instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur yang berlandaskan
teori tertentu. Korelasi Pearson Moment yang digunakan untuk menentukan validitas item ini
sampai sekarang merupakan teknik yang paling banyak digunakan (Masrun, 1979; dalam
Sugiyono. 2006). Untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, menurut Masrun
(1979) item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang
tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Dalam korelasi
Pearson Moment, dinyatakan valid jika nilai r ≥ 0,3, jika nilai r < 0,3 maka instrumen dinyatakan
tidak valid.
Item-Total Statistics
inovatif 1
inovatif 2
inovatif 3
inovatif 5
Scale Mean if
Item Deleted
7.2667
7.0333
7.3333
7.0267
Scale
Variance if
Item Deleted
5.955
5.589
5.378
5.476
Corrected
Item-Total
Correlation
.717
.746
.781
.678
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.843
.830
.816
.860
Tabel 1
Uji Validitas Internal Pada Variabel Penelitian
Variabel
Koefisien Korelasi
Consumer Innovativeness
1
2
3
4
5
Sumber : data primer,diolah
0,738
0,708
0,819
0,731
0,680
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Pada tabel 1 tampak bahwa seluruh item pernyataan bernilai lebih besar dari 0,3 maka seluruh
item pernyataan dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten
apabila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih, atau dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan
konsisten suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Dalam penelitian ini reliabilitas
kuesioner diukur melalui teknik pengukuran reliabilitas konsistensi internal dengan menghitung
cronbach alpha (α). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan membandingkan alpha dengan nilai
0,6. Dimana jika cronbach alpha (α) lebih besar dari 0,6 maka butir–butir pernyataan dalam
kuesioner adalah reliabel.
Tabel 2
Uji Reliabilitas Pada Variabel Penelitian
Variabel
Koefisien Korelasi
Consumer Innovativeness
0,873
Keterangan
Reliabel
Sumber : data primer, diolah
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa butir–butir pernyataan variabel independent dalam
kuesioner adalah reliabel. Hal ini dapat diketahui melalui hasil cronbach alpha lebih besar dari
0,6 maka butir–butir pernyataan variabel independent dalam kuesioner adalah reliabel.
Perhitungan regresi logistik yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15 dapat dilihat
pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3
Hasil Regresi Logistik
Koefisien
Label
Regresi
Penggunaan Internet (X1)
0,435
Consumer Innovativeness (X2)
4,706
Konstanta
-16,698
-2Log Likelihood :
(block number =0)
162,982
(block number =1)
54,148
Hosmer and Lemeshow Test :
Chi-Square
3,210
Sig. Chi-Square
0,920
Cox & Snell R Square
0,516
Negelkerke R Square
0,779
Sumber : Data primer yang diolah
Signifikansi
Wald Test
0,039
0,000
Model Fit
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa model regresi logistik yang dihasilkan adalah
Fit (model sesuai dengan data), yang ditunjukkan dengan penurunan nilai -2Log Likelihood,
dimana nilai -2Log Likelihood pada awal (block number=0) sebesar 162,982 menjadi 54,148
pada -2Log Likelihood berikutnya (block number=1).
Model Fit juga ditunjukkan dengan Hosmer and Lemeshow Test. Dimana Hosmer and Lemeshow
Test menghasilkan nilai Chi-Square sebesar 3,210 dengan tingkat signifikansi lebih besar dari 5%
(0,05) yaitu 0,920, sehingga hipotesa nol diterima, hal ini berarti model dapat diterima karena
cocok dengan data observasinya dan layak dipakai untuk penelitian selanjutnya.
Interpretasi Regresi Logistik
Berdasarkan hasil regresi logistik pada Tabel 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa nilai konstanta
sebesar -16,698 dan koefisien yang diperoleh untuk Penggunaan Internet (X 1) sebesar 0,435 dan
Consumer Innovativeness (X2) sebesar 4,706, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pi
Ln
= ________ = Y = ß0 + ß1X1 + ß2X2 ...................................................... (1)
1-Pi
Ln
= -16,698 + 0,435 (X1) + 4,706 (X2)
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat hubungan dari masing-masing variabel
Penggunaan Internet (X1) dan Consumer Innovativeness (X2) penggunaan internet untuk belanja
online (Y), yang dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Koefisien regresi variabel Penggunaan
Internet (X1) sebesar 0,435 artinya apabila Consumer Innovativeness dianggap konstan/tetap,
maka untuk setiap kenaikan Penggunaan Internet, kemungkinan konsumen menggunakan internet
untuk belanja online adalah 1,545 kali kemungkinan konsumen tidak membeli (e0,435= 1,545). (2)
Koefisien regresi variabel Consumer Innovativeness (X2) sebesar 4,706, artinya apabila
Penggunaan Internet dianggap konstan/tetap, maka untuk setiap kenaikan Consumer
Innovativeness, kemungkinan konsumen menggunakan internet untuk belanja online adalah
110,566 kali kemungkinan konsumen tidak membeli (e4,706 = 110,566).
(3)Nilai Nagelkerke R Square yang dihasilkan sebesar 0,779, yang berarti penggunaan internet
untuk belanja online (Y) di Surabaya yang dapat dijelaskan oleh penggunaan internet (X1) dan
Consumer Innovativeness (X2) sebesar 77,9 %, sedangkan 22,1 % sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain. (4) Wald Test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat secara parsial. Hasil Wald Test dapat dilihat pada Tabel 4.9 di atas. Berdasarkan
tabel tersebut dapat dilihat bahwa Wald Test antara variabel penggunaan internet (X1) dengan
penggunaan internet untuk belanja online (Y) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,039 lebih
kecil dari tingkat signifikan 5% (0,05), sehingga disimpulkan bahwa penggunaan internet
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan internet untuk belanja online. Dengan demikian
hipotesis pertama penelitian ini yang menduga bahwa penggunaan internet berpengaruh
signifikan terhadap penggunaan internet untuk belanja online di Surabaya, terbukti kebenarannya.
(5) Wald Test antara variabel Consumer Innovativeness (X2) dengan penggunaan internet untuk
belanja online (Y) menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikan
5% (0,05), sehingga disimpulkan bahwa penggunaan internet berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan internet untuk belanja online. Dengan demikian hipotesis kedua penelitian ini yang
menduga bahwa Consumer Innovativeness konsumen berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan internet untuk belanja online di Surabaya, terbukti kebenarannya.
Hasil Pengujian Hipotesis
Internet Usage dan Use of the Internet for Shopping
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa Internet Usage memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap penggunaan internet untuk berbelanja online oleh konsumen di Surabaya
dengan nilai probabilitas sebesar 0,039.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Taylor (1977), bahwa akan
terdapat hubungan yang positif antara tingkat konsumsi dari suatu kelas produk terhadap adopsi
dari produk lain yang berhubungan (significant, positive relationship between usage of a product
class and time of adoption of related products). Hal ini adalah sebuah hal yang logis karena
pengguna suatu produk yang intens memberikan kemampuan dan pengetahuan yang banyak akan
produk tersebut sehingga memudahkan dan bahkan mendorong konsumen untuk mengenal dan
menerima inovasi dari kategori produk tersebut. Sama juga halnya dengan internet, intensitas
penggunaan internet yang tinggi oleh konsumen akan membawa kecenderungan bagi konsumen
untuk mengadopsi online shopping, dimana online shopping adalah sebuah inovasi dari internet
yang awalnya hanya merupakan jaringan informasi yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas
seperti browsing, chatting, dan email (Citrin et al, 2000).
Consumer Innovativeness dan Use of the Internet for Shopping
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa Consumer Innovativeness memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan internet untuk berbelanja online oleh konsumen di
Surabaya dengan nilai probabilitas sebesar 0,000.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Goldsmith and Hofacker (1991), dimana
Consumer Innovativeness termasuk sebuah ciri kepribadian (personality trait) dan merupakan
tingkatan bagaimana seorang individu mau menerima, mengadopsi ide-ide baru dan membuat
keputusan inovatif yang independen, dalam sebuah kelas produk (kategori tertentu), atau domain
yang spesifik. Consumer Innovativeness yang tinggi akan membawa konsumen untuk lebih
terbuka dan mau mencoba hal-hal baru, dalam hal ini adalah online shopping yang merupakan
sebuah inovasi dari media internet.
SIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan analisis dan pembahasan, pada bab ini akan diambil simpulan yang diperoleh
dari penelitian. Selain simpulan, akan dikemukakan pula saran-saran berdasarkan hasil yang
diperoleh dari penelitian ini.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan atas data yang diperoleh dapat disimpulkan: (1)
Internet Usage tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan internet untuk
berbelanja online oleh konsumen di Surabaya dengan nilai probabilitas sebesar 0,105. Artinya
tidak sesuai dengan pernyataan Taylor (1977), bahwa akan terdapat hubungan yang positif antara
tingkat konsumsi dari suatu kelas produk terhadap adopsi dari produk lain yang berhubungan
(significant, positive relationship between usage of a product class and time of adoption of
related products). (2) Consumer innovativeness (intensitas pemakaian internet) memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap Adopsi Online Shopping oleh pengguna internet di Surabaya
dengan nilai probabilitas sebesar 0,000. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Goldsmith and Hofacker (1991), dimana Consumer Innovativeness termasuk sebuah ciri
kepribadian (personality trait) dan merupakan tingkatan bagaimana seorang individu mau
menerima, mengadopsi ide-ide baru dan membuat keputusan inovatif yang independen, dalam
sebuah kelas produk (kategori tertentu).
Saran
Bagi Penelitian Selanjutnya: (1) Karena keterbatasan waktu, dana, serta untuk memudahkan
penelitian maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini cukup terbatas. Sehingga,
disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian pada jumlah sampel
yang lebih banyak sehingga lebih menggambarkan keadaan yang obyek penelitian sesungguhnya.
(2) Penelitian ini hanya meneliti variabel yang menyebabkan terjadinya online shopping dan
belum menjelaskan lebih banyak mengenai online shopping dan dampaknya lebih lanjut seperti
manfaat bagi konsumen dan pemasar. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya sebaiknya dapat
memberikan pendalaman tambahan dengan meneliti manfaat yang diperoleh bagi pengguna
internet yang melakukan online shopping. (3) Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan
pembatasan kategori produk tertentu, sehingga memberikan pengertian lebih luas tentang produkproduk yang dijual di internet dan pengaruhnya pada online shopping.
Bagi Pemasar dan Online Retailer: (1) Bagi para pemasar, diharapkan bisa terus meningkatkan
penetrasi pasar di dunia internet, mengingat sebagian besar pengguna masih belum menggunakan
fasilitas tersebut untuk melakukan transaksi pembelian. Peluang untuk mengembangkan pasar di
Surabaya masih sangat luas. hasil penelitian ini menunjukkan hanya 23,3% atau 35 dari 150
pengguna internet Surabaya yang pernah melakukan online shopping. (2) Bagi para online
retailer, agar bisa menerapkan strategi yang pas untuk menarik pengguna internet agar mau
melakukan online shopping. Diketahui bahwa beberapa konsumen yang inovatif telah
mengadopsi online shopping, oleh karena itu diharapkan para online retailer mampu menerapkan
strategi untuk menarik para early adopters tersebut agar menjadi leader bagi pengguna internet
lainnya untuk mau mengadopsi online shopping. Beberapa strategi misalnya promosi di dunia
nyata, memberikan hal-hal baru dan inovatif di dalam internet dan pembentukan sistem belanja
online yang lebih stabil dan aman agar kepercayaan pengguna internet meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
www.internetworldstats.com
www.acnielsen.com
www.livinginternet.com
www.duniacyber.com
Assael, H. (1998), Consumer Behavior and Market Action, 6th edition, South-Western College
Publishing.
Berman, B and Evans, J. (2007), “Retail management a strategic approach”, ninth Edition.
Chau, P.Y.K. and Hui, K.L. (1998), “Identifying early adopters of new IT products: a case of
Windows 95”, Information and Management, Vol. 33 No. 5, pp. 225-30.
Citrin, A.V., Sprott, D.E., Silverman, S.N. and Stem, D.E. (2000), “Adoption of internet
shopping: the role of consumer innovativeness”, journal of Industrial Management &
Data Systems, Vol. 100 No. 7, pp. 294-300.
Clark, R. A., & Goldsmith, R. E. (2006), “Global Innovativeness and Consumer Susceptibility to
Interpersonal Influence”, Journal of Marketing Theory and Practice, Vol. 14 No. 4, pp.
275-285.
Cox, B. G., & Koelter. W., (2004), Internet Marketing, Pearson Education.
Dann, S., & Dann S. (2001), Internet Marketing, John Wiley & Sons, Australia.
Flynn LR and Goldsmith, R.E. (1993b), “A Validation of the Goldsmith and Hofacker
Innovativeness Scales”, Educational and Psychology Measurement, Vol 53 No 4, pp
1005–1116.
Foxall, G. R. & Bhate, S. (1993), Cognitive style and useinnovativeness for applications software
in home computing: implications for new product strategy”, Technovation, vol. 13 no.
5, pp. 311-23.
Foxall, G. R., & James, V. K. (2003), “The behavioral ecology of brand choice: How and what do
consumers maximize?”, Psychology & Marketing, 20(9), 811–836.
Foxall, G.R. and Haskins, C.G. (1986), “Cognitive style and consumer innovativeness: an
empirical test of Kirton’s adaption-innovation theory in the context of food
purchasing”, European Journal of Marketing, Vol. 20 Nos 3-4, pp. 63-80.
Gilbert, David. (2003), Retail Marketing Management, 2nd edition, New Jersey, Prentice Hall.
Goldsmith, R.E. and Hofacker, C.F. (1991), “Measuring consumer innovativeness”, Journal of
Academy of Marketing Science, Vol. 19 No. 3, pp. 209-21.
Hanson, W. (2000), Principles of Internet Marketing, Thomson Learning.
Hirschman, E.C. (1980), “Innovativeness, novelty seeking, and consumer creativity”, Journal of
Consumer Research, Vol. 7 No. 3, pp. 283-95.
Joseph, B., Vyas, S.J. (1984), “Concurrent validity of a measure of innovative cognitive style”,
Academy of Marketing Science. Journal, 1/2; ABI/INFORM Global pg. 159.
Kotler, Philip. (1994), Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, And
Control, 8th Edition, Prentice Hall.
-----------------. (2003), Marketing Management, 11th Edition, New Jersey, Prentice Hall.
-----------------. (2005). Manajemen Pemasaran, Edisi kesebelas, Jilid satu, Yogyakarta, PT Index
Kelompok Gramedia.
Leavitt, C. and Walton, J. (1975), “Development of a scale for innovativeness”, Advances in
Consumer Research, Vol. 2 No. 1, pp. 545-55.
Lewis, H. G., & Lewis, R. D. (1997), Selling on the Net: The complete guide, Chicago, IL: NTC
Business Books.
Midgley, D.F. & Dowling, G.R. (1978). “Innovativeness: the concept and its measurement”,
Journal of Consumer Research, 4, 229–242.
Midgley, D.F. and Dowling, G.R. (1993), “A longitudinal study of product form innovation: the
interaction between predispositions and social messages”, Journal of Consumer
Research, Vol. 19 No. 4, pp. 611-25.
Peterson R.A., Balasubramanian S., Bronnenberg B.J. (1997), “Exploring the implications of the
Internet for consumer marketing”, Academy of Marketing Science. Journal, 4;
ABI/INFORM Global pg. 329.
Peter JP and JC Olson, 2002. “Consumer Behavior and Marketing Strategy”, 6th ed., McGrawHill/Irwin.
Rogers, E.M. (1995) Diffusion of Innovations, 4th edn. The Free Press, New York.
Rogers, E.M. (1983), Diffusion of Innovations, The Free Press, New York.
Schiffman,. L. G., & Kanuk., L. L. (2007), Consumer Behavior, Pearson International Edition.
Spalter, M. (1996), "Maintaining a Customer Focus in an Interactive Age, the Seven I's to
Success," in Ed Forrest and Richard Mizerski (Eds.), Interactive Marketing: The Future
Present, American Marketing Association, NTC Business Books, Illinois.
Sugiyono. (2006), Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung.
Taylor, J. W. (1997), “Striking Characteristic Of Innovators”, Journal of Marketing Research,
Vol 14, pp. 104-7.
Vaughn R. (1980), “How Advertising Works: A Planning Model”, Journal of Advertising
Research, 20 (October), pp 27–33.
Download