universitas pgri adi buana surabaya

advertisement
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
Program Studi Akuntansi Terakreditasi : NO. 016/BAN-PT/AK-XII/S1/VI/ 2009
Program Studi Manajemen Terakreditasi : NO. 016/BAN-PT/AK-XII/S1/VI/ 2009
Kampus II: Jl. Dukuh Menanggal XII/4 , Telp- Fax. 031-8281183 Surabaya 60234
JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER
1. Kurva Laurence yaitu kurva yang menggambarkan fungsi distribusi
pendapatan kumulatif. Jika kurva Laurence tidak di ketahui, maka
pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan dapat di lakukan dengan
rumus koefisien gini yang di kembangkan oleh gini (1912). Kurva
Laurence mmeperlihatkan hubungan kuantitatif actual antara persentase
jumlah penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk
dengan persentase pendapatan yang benar mereka peroleh dari total
pendapatan dari selama 1 tahun. Semakin jauh jarak kurva Laurence dari
garis diagonal ( yang merupakan garis pemerataan sempurna) maka
semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya.
2. Pendekatan pendapatan
Di ketahui : R
= Rp. 9.250.000
W
= Rp.15.000.000
I
= Rp.3.500.000
P
= Rp.12.000.000
Jawab
:
Y=R+W+I+P
Rp.9.250.000 + Rp.15.000.000 + Rp.3.500.000 +
Rp.12.000.000
Y = Rp.39.750.000
Pendekatan pengeluaran
Di ketahui : C
= Rp.18.000.000
G
= Rp.14.000.000
I
= Rp.4.500.000
X
= Rp.12.500.000
Jawab
M
= Rp.7.250.000
:
Y=C+G+I+(X–M)
Rp.18.000.000 + Rp.14.000.000 + Rp.4.500.000
+ ( Rp.12.500.000 – Rp.7.250.000 )
= Rp.36.500.000 + Rp.5.250.000
Y = Rp.41.750.000
3.
Prof. Purbayu Budi Santosa : Peringkat Ekonomi
Dibuat pada 23 Mei 2014
Dilihat: 660
feb.undip.ac.id - Siapapun akan merasa bangga dan tersanjung sekiranya
dapat masuk peringkat (ranking) atas suatu aktivitas. Misalnya dalam bidang olah
raga, seni, pendidikan atau bidang lainnya kalau mendapatkan peringkat atas, ucapan
selamat akan datang dari mana-mana. Apalagi kalau bidang olah raga yang begitu
favorit di masyarakat sepertinya sepak bola, seandainya kita menang di piala Asia saja
bukan dunia, wah bisa dipastikan kegemparan akan terjadi di mana-mana. Sorak sorai
dan penyambutan serta penjamuan pemain pasti begitu ramai dan membahana di
seantero bumi Nusantara ini.
Mestinya kita juga bangga dan bersyukur terpetik berita yang termasuk masih hangat,
yaitu negara Indonesia masuk peringkat kesepuluh negara dengan ekonomi terbesar di
dunia. Bank Dunia dalam laporannya yang berjudul Purchasing Power Parities and
Real Expenditures of World Economies, Summary of Results and Findings of the
2011 International Comparison Program, menyebutkan Indonesia masuk peringkat 10
dunia, di mana posisinya berturut-turut adalah Amerika Serikat (AS) , China, India,
Jepang, Rusia, Brasil, Perancis dan Inggris. Penentuan keberhasilan Indonesia
tersebut berdasarkan kepada kriteria produk domestik bruto (PDB/GDP) tingkat daya
beli (GDP purchasing power imparity).
Capaian tersebut terjadi pada tahun 2011 pada saat pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai puncak pertumbuhannya, yaitu 6,5 persen. Sementara ini
pertumbuhan ekonomi Indonesia terus terkoreksi mengalami penurunan, di mana
kuartal I/2014 hanya sebesar 5,21 persen, meleset dari target pertumbuhan ekonomi
yang pada tahun ini dipatok pada angka 5,5 persen.
Masih menurut laporan Bank dunia tersebut, pada tahun 2011 PDB Indonesia
mencapai 2,3 persen dari PDB dunia, yang mengandung makna 2,3 persen perputaran
uang dunia ada di Indonesia. Jika PDB AS sebagai pembanding utama (17,1 persen
PDB dunia), maka PDB Indonesia sebesar 13,2 persen dari PDB AS. Angka 13,2
persen mengalami kenaikan yang berarti dibandingkan dengan tahun 2005 lalu yang
masih sebesar 5,7 persen.
Laporan Bank Dunia tersebut juga menyebutkan besar dan tingginya angka
PDB secara berarti disumbang oleh tingkat konsumsi. Laporan Bank Dunia
menyebutkan tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia berdasarkan
kemampuan daya beli (purchasing power parities) sebesar US$ 990,6 miliar. Dalam
kawasan Asia-Pasifik, pengeluaran konsumsi Indonesia hanya kalah sama China dan
India yang masing-masing US$ 4.397,8 miliar dan US$ 3.248,6 miliar. Secara
keseluruhan pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia berdasarkan kemampuan
daya beli di Asia-Pasifik mencapai US$ 12.041,7 miliar.
Waspadai Jebakan
Sudah sewajarnya kita merasa bersyukur bahwa perekonomian Indonesia
masuk peringkat papan atas dunia, di mana jumlah penduduknya terbanyak keempat
di dunia, sehingga kalau penggerak terbesar adalah konsumsi, maka Indonesia
merupakan pasar yang sangat menarik dan potensial. Khawatirnya banyak barang
asing yang masuk akibat sifat masyarakat yang konsumtif, sebaliknya produksi
masyarakat justru semakin ketinggalan dan tidak kompetitif dalam tataran mondial.
Kenyataan ini juga dapat dilihat bahwa konsep pendapatatan nasional yang
dipakai adalah PDB (GDP) bukan produk nasional bruto (PNB/GNP). Seperti
diketahui konsep PDB dalam ekonomi makro termasuk konsep kewilayahan,
akibatnya siapapun yang ada di wilayah tersebut ikut dihitung kontribusinya pada
pendapatan nasional. Tidak peduli apa warga negara Indonesia atau asing, yang
penting mendiami wilayah Indonesia. Sebaliknya PNB adalah konsep penduduk
dalam perhitungan pendapatan nasional, sehingga warga asing di keluarkan dalam
perhitungan, sebaliknya warga negara Indonesia yang berada di luar negeri justru
masuk dalam perhitungan.
Roda perekonomian Indonesia yang begitu menggeliat tersebut memang ada
yang berasal dari aktivitas domestik, tetapi juga dengan mudah dilihat bagaimana
dominasi pihak asing makin kentara. Akibatnya, sangatlah tidak mengerankan
apabila sekarang ini ada yang mengatakan kemajuan ekonomi Indonesia hanya
dinikmati oleh 20 persen penduduk, yaitu 48 juta jiwa dari 240 juta jiwa. Mereka
adalah orang asing dan pemilik modal yang mengisap hak-hak 192 juta jiwa dengan
derajat pengisapan 76,95 persen.
Pertumbuhan ekonomi selama ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun,
akan tetapi kualitas pertumbuhannya makin mengkhawatirkan. Pertumbuhan
ekonomi tahun 2009 adalah 5,60 %, 2010: 6,81 %, 2011:6,44 %, 2012:6,18 % dan
tahun 2013 adalah 5,72 %. Meski pertumbuhan ekonominya selama 5 tahun relatif
baik, akan tetapi tidak diimbangi oleh distribusi pendapatan yang semakin membaik.
Ukuran distribusi pendapatan yang dicerminkan oleh Indeks Gini justru semakin
meningkat, dengan angka tahun 2009 sebesar 0,37, 2010:0,39, 2011:0,41, 2012:0,41
dan 2013 sebesar 0,413. Keadaan ini menggambarkan mutu pembangunan yang
kurang berkualitas, dalam artian pemerataan pembangunan yang semakin buruk.
Dengan kata lain, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin
miskin.
John Perkins, sebagai mantan karyawan Bank Dunia, dalam bukunya
Confessions of Economic Hit Man (2004) mengatakan negara sedang berkembang
yang kaya akan sumberdaya alam akan diperangkap berdasarkan kelemahan yang ada.
Indonesia diperangkap dengan perilaku pemimpinnya yang korup, dengan salah satu
caranya pendapatan nasional diperbesar supaya dapat utang banyak. Bank Dunia tahu
kalau utangnya dikorupsi, akan tetapi dibiarkan, nanti kalau tidak dapat
mengembalikan, kompensasinya adalah diminta sumber daya alamnya.
Berdasarkan data PDB yang dipakai kelihatannya ekonomi Indonesia hebat,
meski ketimpangan dalam distribusi memburuk. Sesuai dengan sistem ekonomi
liberal, maka yang penting siasat pencitraan angka dapat terlaksana, di mana negara
asing makin menguasai ekonomi, sementara ekonomi rakyat makin terpinggirkan,
bukan urusannya. Seperti dinyatakan oleh Hayek, tidaklah mengapa suatu keluarga
kaya raya memakani binatang kesayangannya dengan daging, sementara tetangganya
kesulitan makan karena kemiskinan yang dinyatakan salah sendiri tidak mau
berusaha, dan ekstrimnya bisa ditipu.
Melihat kepada kenyataan yang ada, maka perasaan senang dengan posisi
Indonesia menduduki peringkat atas dunia, lantas tidak lupa diri untuk memperbaiki
kinerja ekonomi domestik. Bukan hanya konsumsi yang menggerakkan pertumbuhan
ekonomi saja, tetapi semestinya investasi. Alangkah menariknya sekiranya investasi
domestik menaik tinggi, karena dampak penggandanya (multiplier effect) langsung
dirasakan masyarakat kalangan bawah.
Kelolalah sumber daya alamnya dengan pembagian yang lebih
menguntungkan pihak Indonesia. Lebih hebat lagi sekiranya putera-puteri Indonesia
sudah mampu mengelola secara profesional, maka serahkan kepada warga negara
Indonesia. Sekiranya belum mampu, maka sesuai dengan pemikiran Bung Hatta,
maka alih teknologi harus dapat dilakukan kepada pihak Indonesia. Dengan kata lain,
kerjasama yang dilakukan harus dapat saling menguntungkan.
Pemberdayaan ekonomi kerakyatan sebagai misal UMKM dan agroindustri
perdesaan sangatlah berarti dalam menumbuhkan kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat banyak. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi semestinya punya dampak
langsung kepada masyarakat kalangan bawah, bukan sebaliknya seperti sekarang yang
diuntungkan kebanyakan masyarakat kalangan atas dan menengah.
Berhati-hatilah para pemimpin yang sebentar lagi akan mengisi warna
Indonesia sekarang dan ke depan. Dalam aneka perang kebudayaan dan ideologi yang
terjadi, kita harus pandai menyiasati berbagai jebakan yang dilakukan, dengan aneka
pujian, yang sebenarnya akan memperangkap langkah gerak menuju masa depan.
Semoga dengan semangat kebangkitan nasional, dapat menuju masyarakat yang
gemilang, dengan pendapatan yang tinggi disertai dengan pemerataan yang makin
baik.
Purbayu Budi Santosa adalah Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip.
Dimuat di Republika, 21Maret 2014
5.
6.
Download