Hal/Kol : Hari, Tanggal: Selasa, 24 april 2012 http://regional.kompas.com/read/2012/04/24/21332577/Per nyataan.Menristek.Soal.PLTN.Dipertanyakan Sumber: WWW.KOMPAS.COM Pembangkit Listrik Pernyataan Menristek soal PLTN Dipertanyakan Irene Sarwindaningrum | Nasru Alam Aziz | Selasa, 24 April 2012 | 21:33 WIB Shut terstock Ilustrasi PANGKALPINANG, KOMPAS.com — Laskar Barisan Tolak Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau Beton Bangka mempertanyakan pernyataan pemerintah kepada media massa bahwa pemerintah telah mengantongi persetujuan 50 persen penduduk Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, atas pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir di wilayahnya. Koordinator Laskar Beton Bangka Belitung Kurnia Mulya mengatakan, pernyataan melalui Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta di Institut Teknologi Bandung, Senin (23/4/2012), itu patut dipertanyakan karena selama ini banyak warga Bangka menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di wilayahnya. Penolakan juga datang dari penduduk di Kabupaten Bangka Barat yang menjadi lokasi tapak PLTN tersebut. "Menurut survei kami sendiri, sekitar 70 persen penduduk menolak pembangunan PLTN di Bangka. Menjadi pertanyaan survei pemerintah itu dilaksanakan kapan dan kepada siapa saja," kata Kurnia, Selasa (24/4/2012), di Pangkalpinang. Laskar Beton Bangka meminta pemerintah bersama-sama dengan masyarakat Bangka menyelenggarakan kembali survei persetujuan PLTN secara transparan dan terbuka. Hal ini dimaksudkan agar hasil survei dapat benar-benar mencerminkan secara obyektif pendapat penduduk Bangka, terutama Kabupaten Bangka Barat. Menurut Kurnia, alasan penolakan pembangunan PLTN di Bangka disebabkan tingginya ancaman dari nuklir. Apalagi lokasi tapak tak terlalu jauh dari permukiman padat penduduk sehingga dapat mengancam kehidupan warga. Hal ini berarti mengacam hak masyarakat untuk hidup bebas dari ancaman. Selama ini, Laskar Beton Bangka dan sejumlah organisasi lingkungan di Bangka terus menyuarakan penolakan terhadap pembangunan PLTN di Bangka. Penolakan juga telah disampaikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk memperoleh dukungan.