MEDIA BARU DAN POLITIK (Studi Kasus Penggunaan Blog, Facebook, Twitter, dan YouTube Pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno dalam Pemilihan Kepala Daerah 2015 Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur) Pravitri Retno Widyastuti Pawito Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The current new media has become an important aspect in the life of the communications community. Almost all communities have an account at social media to meet their needs in the surf in virtual world. Ongoing communications revolution is also happening in the world of politics. When the first campaign is only done conventionally through direct meetings together with the community, now his campaign can be done digitally. New media provides a communications platform that allows interaction between the two sides. The political figures use new media to shape the reality and the public opinion in order to get support. To get the support, political figures have to master communication. Castells explain that various power relationships as it may be changed by the social actors requires social change by influencing the minds of the public. Data collection using the method of observation and interviews. Observation methods conducted by observing the activity in new media property of Ipong Muchlissoni, that is the blog, facebook, twitter, and YouTube. Whereas the method of interviews is conducted to provide an answer that cannot be gained through observation and triangulation techniques as data. The interview done with 7 informants came from among the successful teams, NGO activist, and supporters of Ipong. The conclusions of this study are: (1) New Media are used as a means of introduction to the vision, mission, and programs, as well as the communication campaign by Ipong Muchlissoni-Soedjarno to the beginner voters, and (2) The use of new media has also supported the existence of a personal communication with make a visit to the village of 307 there in Ponorogo. Keywords: New Media, Political Campaign, Pilkada 2015 1 Pendahuluan Politik merupakan kegiatan orang secara kolektif. Dalam berbagai hal, semua orang memiliki perbedaan, baik dalam hal kebutuhan, emosi, cita-cita, sudut pandang, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan perselisihan. Tentang bagaimana cara menyelesaikan, itulah yang disebut kegiatan politik. Salah satu kegiatan politik yang sangat familiar di masyarakat adalah kampanye. Dalam kehidupan demokrasi, kampanye politik biasa juga disebut kampanye pemilihan umum. Tujuannya tergantung pada jenis pemilihan umumnya. Contohnya kampanye pemilihan kepala daerah yang bertujuan untuk mempengaruhi calon pemilih agar memilih calon kepala daerah tertentu. Dalam kampanye, pelaku politik memperhatikan aspek-aspek komunikasi agar kampanye yang dilakukannya berhasil. Karena kampanye memiliki tujuan yang hendak dicapai, maka harus direncanakan secara sistematis dan strategis. Kampanye pada umumnya dilakukan dalam bentuk pertemuan dan rapat-rapat umum yang berisi pidato, pembicaraan penyampaian slogan-slogan, atau dalam bentuk penyebaran barang-barang cetakan dan barang rekaman berisikan kalimatkalimat ajakan, bujukan, gambar-gambar atau suara dan simbol-simbol.1 Semua bentuk kampanye tersebut berisikan pesan persuasif. Jenis kampanye politik pada umumnya dan pada dasarnya dirancang sebagai komunikasi satu arah. Namun, seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, terutama dengan adanya media baru, memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah dalam kampanye politik. Media baru secara umum menjadi bersifat fenomenal di masyarakat. Sudah bukan menjadi hal baru bagi masyarakat menggunakan media baru sebagai alat komunikasi dan juga untuk strategi marketing. Keunggulan media baru yang tidak dimiliki oleh media lain membuat media baru menjadi primadona bagi tokoh politik dalam melaksanakan kampanye. Penyebaran informasi yang cepat dan biaya yang 1 Solatun Dulah Sayuti. Komunikasi Pemasaran dan Politik. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2014). hlm 108. 2 murah, menjadi salah satu faktor mengapa media baru saat ini sangat diminati oleh tokoh politik sebagai media kampanye. Informasi tersebut menjelma menjadi bahan yang dikapitalisasi dan uniknya lagi informasi bisa dikreasikan oleh siapa saja yang terhubung dengan internet.2 Sebelumnya, kampanye identik dengan masa dimana tokoh politik dan masyarakat akan bertemu. Seiring dengan munculnya media baru, saat ini kampanye tidak hanya berfokus pada komunikasi personal, namun juga pembentukan opini di media sosial. Adanya media baru telah memberikan dimensi baru bagi kampanye. Banyaknya tipe pemilih di Indonesia membuat tokoh politik menjadi semakin kreatif dalam melakukan kampanye. Media baru menjadi salah satu cara bagi mereka untuk memperkenalkan diri dan menarik perhatian masyarakat. Begitu pula dengan kampanye Pilkada Serentak 2015 Kabupaten Ponorogo yang diikuti oleh empat pasangan calon, yakni Sugiri Sancoko-Sukirno, Amin-Agus Widodo, Misranto-Isnen, dan Ipong Muchlissoni-Soedjarno. Pada pelaksanaan kampanye Pilkada, pasangan Ipong-Soedjarno menggunakan media baru, terutama Blog, Facebook, Twitter, dan YouTube untuk kepentingan kampanye. Walaupun dua pasangan yang lain, Sugiri-Sukirno dan Misranto-Isnen, juga menggunakan media baru, pada kenyataannya Ipong-Soedjarno keluar sebagai pemenang Pilkada Serentak 2015 Kabupaten Ponorogo, dengan perolehan sebesar 39,37%. Sedangkan Sugiri Sancoko-Sukirno 36,80%, Amin-Agus Widodo 22,15%, dan Misranto-Isnen 1,69%.3 Disamping menggunakan media baru untuk kepentingan kampanye, pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno tetap menggunakan komunikasi personal dengan masyarakat Ponorogo. Ipong mengadakan beberapa acara yang melibatkan masyarakat secara langsung, terutama dengan melakukan kunjungan ke 307 desa yang ada di Ponorogo. Ipong mengadakan kunjungan tersebut dalam rangka diskusi 2 Rulli Nasrullah. Media Sosial: Prosedur, Tren, dan Etika. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015). hlm. xi. 3 https://pilkada2015.kpu.go.id/ponorogokab 3 langsung bersama masyarakat dan juga untuk menandatangani kontrak politik yang berisikan janji mengenai biaya perbaikan jalan bagi masing-masing desa sebesar Rp 300 juta /tahun. Hal tersebut melatarbelakangi penelitian ini yang mengambil fokus pada penggunaan media baru untuk kepentingan kampanye pasangan Ipong-Soedjarno. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penggunaan media baru terutama Blog, Facebook, Twitter, dan YouTube pada saat kampanye Pilkada Serentak 2015 Kabupaten Ponorogo? 2. Bagaimana komplementaritas komunikasi dengan menggunakan media baru dan komunikasi personal? Dengan sebagaimana rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, tidak melacak bagaimana effects (pengaruh) dari penggunaan media baru untuk kampanye di kalangan pemilih. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana penggunaan media baru terutama Blog, Facebook, Twitter, dan YouTube pada saat kampanye Pilkada Serentak 2015 Kabupaten Ponorogo. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana komplementaritas komunikasi dengan menggunakan media baru dan komunikasi personal. 4 Tinjauan Pustaka a. Media Baru Sejarah media baru ini dimulai pada tahun 70-an sejak ditemukannya sistem papan buletin yang memungkinkan untuk dapat berhubungan dengan orang lain menggunakan surat elektronik ataupun mengunggah dan mengunduh perangkat lunak. Saat itu hal tersebut masih menggunakan saluran telepon yang terhubung dengan modem. Pada tahun 1995 muncul situs GeoCities yang melayani web hosting (layanan penyewaan penyimpanan data-data website agar website dapat diakses dari manapun). Kemunculan situs ini menjadi tonggak awal berdirinya situs-situs yang lain. Seperti pada tahun 1997 sampai 1999, muncul sosial media yang pertama, yakni sixdegree.com dan classmates.com. Di tahun tersebut muncul juga situs untuk membuat blog pribadi, yaitu blogger. Situs ini menawarkan penggunannya untuk bisa membuat halaman situsnya sendiri, sehingga penguna dari Blogger bisa memuat hal tentang apapun. Tahun 2002, kemunculan sosial media Friendster menjadi booming dan fenomenal. Hingga akhirnya tergantikan oleh Facebook yang muncul pada tahun 2003, Pada tahun 2003 hingga saat ini bermunculan berbagai media sosial dengan berbagai karakter dan kelebihan masing-masing, seperti LinkedIn, MySpace, Twitter, Google+, dan lain sebagainya.4 Sebagian besar media baru didasarkan pada komunikasi komputer yang ketika kita lihat, dapat menyebabkan banyak perubahan dalam cara orang berkomunikasi satu sama lain dan itu dapat mempengaruhi pola-pola komunikasi dan jaringan sosial.5 Teknologi saat ini telah memberikan akses kepada seseorang untuk menjadi bagian dari masyarakat jejaring (network society) tanpa batasan-batasan demografis, budaya, sosial, dan sebagainya.6 4 http://www.info-digitalmarketing.com/2013/12/sejarah-sosial-media-sejarah.html Aruchelvan S, “New Media Communication Strategies for Election Campaign: Experience of India Political Parties” , Online Journal of Communication and Media Technologies, Volume: 4 - Issue: 3 (July: 2014) hlm. 125. 6 Rulli Nasrullah. Op. Cit. hlm x-xi. 5 5 b. Kampanye Pemilihan Sebuah kampanye merupaakan usaha terorganisasi yang berusaha untuk mempengaruhi proses-proses pembuatan keputusan di dalam kelompok spesifik. Kampanye merupakan tindakan politik analog dengan menjajakan produk politik yang sudah siap konsumsi, siap saji, dan harus dijual pada khalayak pencoblos dengan segala resiko yang mungkin, termasuk resiko tidak diminati oleh khalayak calon pemilih.7 Firmanzah dalam bukunya menjelaskan bahwa kampanye adalah: “Semua agenda partai atau perorangan yang berkaitan dengan pengumpulan massa, parade, orasi dengan pemaparan program kerja dan mempengaruhi opini publik, pemasangan atribut partai (misalnya umbul-umbul, poster, spanduk,), dan pengiklanan partai lewat media cetak ataupun elektronik, dengan maksud untuk sosialisasi program kerja dan mempengaruhi opini publik maka itu disebut kampanye politik.”8 Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi khalayak. Oleh sebab itu, aktivitas kampanye setidaknya harus mengandung empat hal, yakni:9 a. Tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu. b. Jumlah khalayak sasaran yang besar. c. Biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu. d. Melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi. c. Penggunaan Media Baru dalam Kampanye Pemilihan Sudah banyak penelitian mengenai penggunaan media baru terkait dengan kampanye pemilihan dengan mengambil focus permasalahan yang beragam. 7 Solatun Dulah Sayuti. Op. Cit. hlm 105. Firmanzah. Persaingan, Legitimasi, Kekuasaan, dan Marketing Politik. (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) hlm. 217. 9 Antar Venus. Manajemen Kampanye: Panduan Teoretis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hlm. 8 8 6 Dimitrova et.al misalnya meneliti penggunaan media baru dalam kampanye dengan mengambil fokus pada pengaruh (effects) terhadap pemilih,, khususnya berkenaan dengan pengetahuan dan partisipasi politik. Penelitian ini berkesimpulan bahwa penggunaan media baru (Dimitrova menggunakan istilah digital media) terpengaruh tapi rendah, dalam hal penemuan pengetahuan politik atau pembelajaran politik (political learning); namun lebih berpengaruh dalam hal partisipasi politik.10 Banwaslu DKI Jakarta, mengungkapkan bahwa menjelang penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015, sejumlah calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ramai menggunakan media sosial. Sebanyak 26 dari 105 calon Kepala Daerah di 58 kabupaten dan kota menggunakan media sosial sebagai sarana kampanye. Dari jumlah tersebut, sebanyak 57% menggunakan facebook dan 27% menggunakan twitter. Bahkan beberapa provinsi yang akan menggelar Pilkada Serentak 2017, sudah banyak yang memanfaatkan media sosial sebagai bahan pencitraan diri dan kampanye terselubung (sosialisasi).11 Pada rentang waktu Mei hingga Juni 2016, Paw Research Center melakukan penelitian terhadap situs-situs resmi kampanye Hillary Clinton, Bernie Sanders, dan Donald Trump, serta melihat konten yang diposting pada facebook dan twitter mereka. Dalam web resmi Clinton, tampilan dibuat sebagaimana portal berita online dan berisi artikel-artikel asli yang diproduksi di rumah. Berbeda dengan Trump yang pada web resminya lebih banyak artikel-artikel yang berasa dari media luar. Pola ini juga dapat dilihat di media sosial mereka, Clinton menautkan hampir 80% link yang ada di web resminya ke dalam facebook dan Trump hanya sebesar 78%. Meski begitu, Trump lebih fokus melakukan komunikasi dengan anggota masyarakat, terbukti dari 78% retweets Trump yang ada di twitter. Sedangkan Clinton sama sekali tidak melakukan retweet dari anggota masyarakat.12 10 http://crx.sagepub.com/content/41/1/95.abstract http://www.bawaslu-dki.go.id/13/10/2015/kampanye-pilkada-di-media-sosial/ 12 http://www.journalism.org/2016/07/18/election-2016-campaigns-as-a-direct-source-of-news/ 11 7 d. Revolusi Kampanye Pemilihan dan Media Baru Seiring dengan berjalannya waktu, kampanye mengalami perubahanperubahan. Denver dalam Pawito mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kampanye meliputi:13 a. Semakin bertambahnya jumlah pemilih seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. b. Semakin beragam dan meluasnya media massa. c. Pergantian atau perubahan peraturan perundangan yang mengatur pemilihan dan kampanye pemilihan. d. Pesatnya perkembangan televisi. e. Penggunaan polling pendapat umum. f. Pesatnya perkembangan teknologi komputer yang kini nyaris tak terpisahkan dengan internet. g. Semakin mahalnya biaya kampanye. Di Indonesia sendiri, model dan strategi kampanye berubah seiring berkembangnya masyarakat. Pada tahun 1977, kampanye dengan menggunakan mobil dan motor merupakan hal yang umum dilakukan. Pawito menambahkan, apa yang dikemukakan oleh Denver perlu ditambahkan satu faktor lagi, yakni teknologi secara lebih luas termasuk teknologi transportasi dan teknologi digital.14 Kemunculan media baru di era teknologi informasi dan komunikasi memberikan dimensi baru bagi tokoh politik dalam melakukan kampanye. Sebuah blog atau situs, atau bahkan akun twitter dan facebook dapat digunakan untuk merekayasa suatu citra kelompok kepentingan politik tertentu, kemudian berkembang 13 Pawito. Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan (Yogyakarta: Jalasutra, 2009. hlm. 166. 14 Ibid, hlm. 167. 8 dan dipergunakan untuk pengenalan sebuah gagasan atau ide politik tertentu kepada khalayak yang diharapkan nantinya akan mendapatkan feedback.15 Metodologi Untuk kepentingan ini pendekatan kualitatif digunakan, terutama studi kasus dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi. Teknik wawancara mendalam digunakan untuk menggali pandangan subjek yang dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh dan mendalam.16 Observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.17 Analisis data yang digunakan adalah model analisis kualitatif milik Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, sajian data, serta penarikan simpulan dan verifikasi. Triangulasi data digunakan dalam penelitian ini untuk validitas data. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, yang berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Penelitian ini memiliki tujuh narasumber yang berasal dari kalangan tim sukses pasangan Ipong MuchlissoniSoedjarno, pendukung pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno, dan aktivis dari LSM setempat. Sajian dan Analisis Data a. Penggunaan Media Baru untuk Kepentingan Kampanye 1. Media sosial sebagai sarana promosi selama kampanye Penggunaan media baru yang dilakukan dalam kampanye IpongSoedjarno cukup mendapatkan feedback positif dari masyarakat Ponorogo. Dengan mengunggah dan meng-update kegiatan Ipong-Soedjarno secara rutin di 15 Solatun Dulah Sayuti. Op. Cit. hlm. 109. H. B. Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2002). hlm. 64. 17 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2011). hlm. 145. 16 9 media sosial, membuat masyarakat menjadi familiar dengan sosok IpongSeodjarno. Penggunaan media baru dalam kampanye merupakan salah satu alternatif bagi pasangan Ipong-Soedjarno dalam mempromosikan diri karena merupakan sarana kampanye yang tidak memakan banyak biaya, serta mudah untuk diakses. Penggunaan keempat media sosial, yaitu blog, facebook, twitter, dan YouTube, dipilih karena merupakan media sosial yang familiar di masyarakat, terutama kalangan usia muda. Media sosial tersebut digunakan sebagai sarana promosi selama kampanye. Ipong sendiri tidak jarang menanggapi komentar yang ditulis oleh pengguna media sosial. 2. Media sosial sebagai sarana komunikasi Selain sebagai sarana promosi, media sosial juga digunakan sebagai sarana komunikasi oleh Ipong Muchlissoni dengan pengguna media sosial yang lain. Meskipun di antara keempat media sosial yang digunakan, hanya facebook yang paling interaktif. Hanya ada beberapa komentar yang ditinggalkan oleh pengguna di twitter, blog, dan YouTube milik Ipong. Terjalinnya komunikasi secara langsung di media baru juga memberikan dampak positif terhadap citra pasangan calon Ipong-Soedjarno. Ketika pengguna merasa ada hal yang perlu ditanyakan atau dikonfirmasi, tidak harus menunggu Ipong berkunjung ke tengah-tengah masyarakat, karena bisa langsung dilakukan lewat meninggalkan komentar di media sosial yang dimiliki oleh Ipong. Dengan menanggapi secara langsung saran dan pertanyaan yang diberikan oleh pengguna media sosial, memberikan nilai tersendiri bagi proses komunikasi yang terjalin. 3. Penyebaran informasi yang cepat dan biaya yang murah Beberapa faktor penggunaan media baru untuk kepentingan kampanye sangat marak saat ini adalah karena penyebaran informasinya yang cepat, dan biaya yang dikeluarkan murah. Pasangan Ipong Muchlissoni-Seodjarno menggunakan 4 media sosial selama kampanye, yaitu blog, facebook, twitter, 10 dan YouTube. Masing-masing media sosial berisikan konten yang berbeda, tergantung dari platform yang tersedia di media sosial tersebut. b. Kendala dalam Implementasi dari Penggunaan Media Baru Banyaknya kalangan yang dapat mengakses media baru, membuat media baru menjadi lebih rawan, karena siapa saja bisa memberikan opini negatif. Banyak upaya yang bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengalihkan opini masyarakat terhadap pasangan calon Ipong-Soedjarno. Komentar atau tanggapan yang muncul di media baru membuat pihak Ipong-Soedjarno tidak dapat mengontrol apa yang netizen katakan. Memang lebih mudah dijumpai respon negatif di media sosial daripada dikehidupan sosial secara nyata. Adanya pro dan kontra terhadap pencalonan Ipong juga menjadi faktor munculnya komentar negatif di media sosial milik Ipong. Adanya black campaign lewat komentar-komentar negatif yang ditinggalkan di media sosial, justru membuat pasangan Ipong-Soedjarno lebih mengkoreksi diri sendiri dan menjadikannya sebagai acuan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama kampanye. c. Komplementaritas Penggunaan Media Baru dengan Komunikasi Personal Selain meningkatkan popularitas lewat media baru, Ipong Muchlissoni melakukan kunjungan langsung ke 307 desa yang ada di Ponorogo. Ipong melakukan komunikasi langsung dengan masyarakat, membahas kontrak tentang biaya perbaikan jalan desa sebesar Rp 300 juta /desa /tahun. Selain itu, Ipong juga menyelenggarakan jalan sehat gratis bersama masyarakat Ponorogo yang berpusat di alun-alun. Program kampanye yang dilakukan oleh Ipong ini menarik banyak sekali minat dari masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan bisa dilihat di akun media sosial milik Ipong. Seperti contohnya, kunjungan ke desa dapat kita lihat di YouTube yang ditautkan ke facebook. Atau program-program lain yang juga ada di blog, twitter, facebook, dan YouTube. Media sosial sangat menunjang komunikasi personal pasangan IpongSeodjarno. Masyarakat, utamanya pemilih pemula, menjadi lebih tahu dan lebih 11 paham fisik, visi, dan misi pasangan Ipong-Seodjarno saat mereka bertemu langsung. Pentingnya komunikasi personal dalam kegiatan kampanye merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Ipong Muchlissoni mengunjungi 307 desa di Kabupaten Ponorogo bertujuan agar lebih dekat dengan masyarakat, agar masyarakat lebih percaya dengan Ipong. d. Muatan dalam Media Baru Pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno Pengguna media baru memiliki kebebasan dalam mengelola akun milik mereka. Tidak ada batasan mengenai apa yang akan mereka posting. Apa saja yang ingin dikatakan atau diperlihatkan bisa dipublish dimedia baru milik pengguna. Sama halnya dengan Ipong Muchlissoni yang memiliki kebebasan untuk memposting apa saja terkait dengan kampanye Pilkada 2015 Kabupaten Ponorogo kemarin. Keleluasaan dalam memposting dimedia baru, tidak membuat Ipong Muchlissoni mengisi media barunya dengan muatan yang berbau black campaign untuk memojokkan rivalnya. Kesimpulan 1. Penggunaan media baru untuk kampanye Melalui keempat media sosial yang dimiliki, pasangan Ipong Muchlissoni- Seodjarno memperkenalkan visi, misi, dan program kampanye mereka. Penggunaan media baru ini dikhususkan bagi golongan pemilih pemula usia sekolah hingga kuliah. Namun demikian ada kesan bahwa popularitas yang didapat pasangan ini lewat media baru sangat kecil dibandingkan dengan melakukan kampanye secara langsung di hadapan masyarakat. Karena pemilih di Kabupaten Ponorogo lebih banyak usia pemilih dewasa, maka penggunaan media baru tidak berdampak begitu besar pada popularitas Ipong Muchlissoni selama kampanye. 2. Komplementaritas penggunaan media baru dengan komunikasi personal Demi mendapatkan dukungan dan kepercayaan masyarakat, Ipong Muchlissoni mengadakan kunjungan ke 307 desa yang ada di Ponorogo untuk membuat Kontrak Politik. Selain itu, beliau juga terlibat secara langsung dengan 12 masyarakat dalam beberapa acara. Kegiatan inipun tidak lupa untuk dibagikan ke seluruh masyarakat Ponorogo lewat media baru. Kehadiran media baru membuat penyebaran informasi lebih mudah dan cepat. Dalam hal kampanye pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno, keberadaan media baru melengkapi komunikasi personal. Sebagai bentuk dukungan, media baru membantu profil Ipong dan Soedjarno semakin dikenal sehingga memudahkan beliau datang dan melakukan pendekatan terhadap masyarakat. Saran Ponorogo masih merupakan kota kecil yang sebagian besar masyarakatnya belum mengetahui kegunaan media baru. Lebih banyaknya usia dewasa juga menjadi faktor berikutnya, mengapa media baru tidak memberikan dampak yang begitu besar pada popularitas pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno. Meskipun adanya media baru yang menjadi sarana komunikasi dan promosi cukup membantu, hal tersebut tidak berarti masyarakat memberikan dukungan mereka karena konten-konten yang ada di media baru milik Ipong. Malah masyarakat lebih terbantu mengetahui sosok Ipong karena beliau rutin mengunjungi desa-desa di Ponorogo. Merekapun lebih percaya karena bisa berdiskusi secara langsung dengan Ipong, juga karena Ipong menandatangani Kontrak Politik bersama masyarakat. Kurang efektifnya media baru dalam meningkatkan popularitas pasangan Ipong Muchlissoni-Soedjarno, dapat mendorong para tokoh politik yang lain pada kampanye mendatang untuk menggunakan media massa lokal dalam mendapatkan dukungan. Dengan lebih banyak muncul di media lokal, masyarakat yang belum terbiasa dengan kehadiran media baru atau yang belum bisa menggunakan, akan lebih mengetahui program kampanye lain yang telah atau akan dilakukan. 13 Daftar Pustaka Firmanzah. (2010). Persaingan, Legitimasi, Kekuasaan, dan Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. H.B. Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Nasrullah, Rulli. (2015). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pawito. (2009). Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta: Jalasutra. Sayuti, Solatun Dulah. (2014). Komunikasi Pemasaran dan Politik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta. Venus, Antar. (2012). Manajemen Kampanye: Panduan Teoretis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Aruchelvan, S. 2014. “New Media Communication Strategies for Election Campaign: Experiences of Indian Political Parties”. Online Journal of Communication and Media Technologies Volume:4-Issue:3 (diakses 11 Agustus 2016, melalui http://www.ojcmt.net) http://pilkada2015.kpu.go.id (diakses 24 Maret 2016) http://www.bawaslu-dki.go.id (diakses 27 Maret 2016) http://www.journalism.org (diakes 3 April 2016) http://www.info-digitalmarketing.com (diakses 18 September 2016) 14