HUBUNGAN EFEKTIVITAS FUNGSI PENGAWASAN KEPALA RUANGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG Sr. Sofia Gusnia N. Saragih CB*, B.M. Siti Rahayu**, Dionisia Weni Alvionia*** ABSTRAK Hasil studi pendahuluan dengan memberikan kuesioner kepada 5 kepala ruangan dan 10 perawat didapatkan 2 perawat mengatakan belum termotivasi dalam melakukan pengendalian infeksi nosokomial walaupun sudah diberikan pengarahan oleh kepala ruangannya, 4 kepala ruangan mengatakan masih menemukan stafnya yang tidak patuh terhadap pengendalian infeksi nosokomial. Data pada tahun 2014 ditemukan kejadian ILO 0,18 %, Pnenmonia (PNEU) 0,10 % dan plebitis 3,13 %. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan terhadap kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Fungsi pengawasan kepala ruangan adalah proses untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan, sesuai dengan ketentuan, kebijakan, dan sasaran yang sudah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan desain korelasional dengan pendekatan cross-sectional, menggunakan analisa data uji Chi Square. Instrumen penelitian adalah kuesioner dan lembar observasi. Sampel dalam penelitian ini 91 perawat dengan teknik sampel jenuh. Hasil penelitian fungsi pengawasan kepala ruangan belum efektif terhadap kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial (pvalue 0, 285). Saran kepada pihak Rumah Sakit Santo Yusup Bandung adalah tetap mempertahankan fungsi pengawasan kepala ruangan dan dilakukannya evaluasi kepatuhan perawat secara berkala dan memberikan kesempatan kepada staf yang belum pernah mengikuti pelatihan. Kata kunci : Fungsi Pengawasan, Kepatuhan, infeksi nosokomial PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para dokter dan perawat untuk menegakan diagnosis dan terapinya, namun juga ada berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga yang modern dan canggih (Darmadi, 2008). Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di rumah sakit atau klinik, dihadapkan kepada resiko terinfeksi kecuali kalau dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi. Petugas kesehatan dan staf pendukung juga dihadapkan kepada resiko infeksi yang sering disebut infeksi rumah sakit (nosokomial) dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah penting di seluruh dunia dan terus meningkat (Tietjen, 2004). Infeksi yang berasal dari rumah sakit atau disebut juga dengan istilah Hospital Acquired Infection (Healthcare Assosiated Infections/ HAIS) yaitu infeksi yang terjadi atau didapat dirumah sakit setelah dirawat 2 x 24 jam (Darmawan, 69 dkk, 2009). Hasil surveilans menunjukkan bahwa rata-rata 8,7% dari pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial serta lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita komplikasi infeksi yang diperoleh di rumah sakit. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia (WHO, 2005). Laporan penelitian di Indonesia, yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004, menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama menjalani perawatan (Zuhrotul, dkk, 2012). Infeksi nosokomial meluas, infeksi ini merupakan kontributor penting pada morbiditas dan mortalitas. Kepmenkes No. 129 Tahun 2008, menyatakan bahwa standar kejadian infeksi nososkomial di rumah sakit sebesar ≤ 1,5%. Ijin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Dalam Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit. Perawat merupakan petugas kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan kepada klien selama 24 jam sehingga dalam proses asuhan keperawatannya sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab pencegahan infeksi, peran perawat dalam pengendalian infeksi merupakan langkah yang paling utama, untuk menurunkan derajat infeksi rumah sakit (Sulastomo, 2000). Pencegahan infeksi nosokomial di setiap rumah sakit mempunyai SPO yang harus dipatuhi oleh perawat sehingga tindakan yang sesuai dengan SPO akan mengurangi tingkat infeksi nosokomial (Sjarief dkk, 2013). Dalam melakukan SPO pencegahan infeksi, perlu adanya fungsi pengawasan perawat dari kepala ruangan. Maksud dan tujuan pengawasan ialah untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, dan ketidaksesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan atau sasaran organisasi tidak tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan tidak efesien dan efektif (Suarli, 2009). Studi Pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Desember 2014 di ruang rawat inap Rumah Sakit Santo Yusup Bandung dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 5 kepala ruangan dan 10 perawat, didapatkan yaitu dari 5 kepala ruangan 4 mengatakan masih menemukan stafnya yang tidak patuh terhadap pengendalian infeksi nosokomial. Hasil kuesioner dari perawat yaitu 2 dari 10 perawat menyatakan belum termotivasi dalam melakukan pengendalian infeksi nosokomial walaupun sudah diberikan pengarahan oleh kepala ruangannya. Hasil data infeksi rumah sakit Rumah Sakit Santo Yusup pada tahun 2012 untuk kejadian plebitis ditemukan 1,02 % , pada tahun 2013 ditemukan kejadian ILO 0,06% dan plebitis ditemukan 5,85 %, pada tahun 2014 ditemukan kejadian ILO 0,18 %, PNEU 0,10 % dan plebitis 3,13 %. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan 70 pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit Santo Yusup Bandung. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain deskriptif korelasional dan dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dilakukan pada suatu saat secara serentak. Dengan metode pengumpulan data menggunakan pengisian kuesioner dan lembar observasi, terhadap perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap Fatima, Maria, Lukas, Cosmas, Yasinta Rumah Sakit Santo Yusup Bandung saat penerapan tindakan pengendalian infeksi nosokomial. HASIL DAN PEMBAHASAN b. Karakteristik Responden 1. Usia Responden Distribusi frekuensi responden menurut usia di Rumah sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Tabel di atas menunjukkan data bahwa sebagian besar responden (85,7%) adalah berjenis kelamin perempuan. 3. Lama Bekerja Responden Distribusi frekuensi responden menurut lama bekerja di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Tabel di atas menunjukkan data bahwa kurang dari setengah responden (39,6%) adalah dengan lama bekerja antara 5 tahun 4. Pendidikan Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Tabel di atas menunjukkan data bahwa lebih dari setengah responden(58,2%) adalah berusia antara 20-30 tahun 2. Jenis Kelamin Responden Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Tabel di atas menunjukkan data bahwa sebagian besar responden (89,0%) adalah dengan tingkat pendidikan Diploma III. c. Pelatihan Pengendalian Infeksi Distribusi frekuensi responden dalam mengikuti pelatihan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) 71 Pelatihan pernah tidak pernah Frekuensi 41 50 % 45,1 54,9 Total 91 100 Tabel di atas menunjukkan data bahwa lebih dari setengah responden (54,9%) adalah tidak pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi nosocomial b. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisa Univariat Gambaran efektivitas fungsii pengawasan kepala ruangan Distribusi frekuensi efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan di Bagian rawat inap penyakit dalam di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Fungsi Pengawasan Frekuensi Tidak efektif 36 Efektif 55 Total 91 % 39,6 60,4 100,0 Tabel di atas menunjukkan data bahwa lebih dari setengahnya (60,4%) responden menyatakan bahwa fungsi pengawasan kepala ruangan sudah efektif. Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan, tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Hadrianti, Muh Yassir, Adriani Kadir (2012), dalam penelitiannya menyatakan secara manajerial peran sebagai pengawasan, kepala ruang rawat inap menentukan keberhasilan dalam memberikan pelayanan keperawatan bagi pasien, karena keberhasilan perawat memberikan pelayanan yang terbaik juga tidak lepas dari pengawasan kepala ruangan. Dilihat dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden dari 23 pertanyaan di lihat lebih lanjut untuk pertanyaan no 6, 7, dan 16. Pertanyaan no 6 tentang pengawasan langsung kepala ruangan dengan observasi, kurang dari setengah (33%) responden menjawab kadangkadang. Pertanyaan no 7 tentang memberikan teguran kepada staf yang tidak patuh, kurang dari setengah (37,4%) responden mengatakan kadangkadang. Pertanyaan no 16 tentang perawat belum termotivasi untuk menerapkan pengendalian infeksi nosocomial sebagian kecil (19,8%) responden mengatakan kadang-kadang. Hasil analisa jawaban dari pertanyaan diatas dapat disimpulkan bahawa metode observasi langsung dan adanya teguran serta motivasi yang kuat dari kepala ruangan akan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial, di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung. Bambang Edi Warsito dan Atik Mawarni (2007) telah melakukan penelitian yang menunjukkan persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengawasan kepala ruang sebagian besar setuju bahwa kepala ruang melakukan penilaian pelaksanaan asuhan keperawatan, melakukan supervisi langsung, saat supervisi memperhatikan kemajuan dan kualitas asuhan keperawatan, terlibat perbaikan asuhan keperawatan pada saat supervisi. 72 Dalam penelitian Devi dan Wijayanti (2013) menyatakan ada hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam melaksanakan perawatan luka post operasi sesuai dengan SOP di RSUD Batang (ρ = 0,009). Teori motivasi menurut Douglas Mc Gregor bahwa motivasi itu penting untuk mendorong seseorang dalam bekerja karena motivasi merupakan energi yang mendorong seseorang untuk bangkit mengerjakan tugas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menurut Hakcman dan Oldham (1989) menyebutkan bahwa pencapai tujuan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya motivasi kerja, sehingga akan mempengaruhi hasil pekerjaan yang dilakukan (Suyanto, 2009). Dari hasil analisa di atas peneliti berasumsi bahwa adanya ketidakpatuhan staf saat tidak dilakukan pengawasan secara langsung oleh kepala ruangannya karena kepala ruangan tidak dapat sepenuhnya mengobservasi langsung semua staf perawatnya, hal itu mungkin di karenakan ada kesibukan dan tugas lain yang harus diselesaikan, serta keterbatasan tenaga jika harus mengawasi semua stafnya selama melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Kepala ruangan juga harus memotivasi kembali stafnya untuk melakukan penerapan standar pengendalian infeksi nosokomial. Gambaran kepatuhan responden dalam penerapan pengendalian infeksi nosocomial Distribusi frekuensi kepatuhan responden dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Kepatuhan Frekuensi % tidak patuh patuh 43 48 47,3 52,7 Total 91 100,0 Tabel di atas menunjukkan data bahwa lebih dari setengahnya (52,7%) responden patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan, kepatuhan merupakan prilaku yang dapat diobservasi dan dapat di ukur (Bastable, 2002). Dilihat dari data usia menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (58,2%) adalah berusia 20-30 tahun. Menurut Tanu (2010) memasuki usia rentang 25-30 tahun, manusia mulai menyadari kekurangan diri sendiri, sambil berusaha meningkatkan kesanggupan. Rasa tanggung jawab meningkat serta menyadari bahwa manusia harus berperstasi dan berguna untuk dihargai orang lain serta menyadari adanya hak dan kewajiban. Hal ini di dukung oleh penelitian Widhori (2014) yang menyatakan 38 responden dengan umur 20-35 tahun terdapat 21 orang (55,3 %) patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan infus. Hasil penelitian menyatakan bahwa kurang dari setengah responden (39,6%) adalah dengan lama bekerja 5 tahun. Rosita 73 Saragih dan Natalia Rumapea (2012) menyatakan dalam penelitiannya, bahwa perawat dengan lama bekerja kurang dari 5 tahun mempunyai tingkat kepatuhan yang paling tinggi (77,78). Pengalaman kerja berpengaruh pada keterampilan sumber daya manusia dalam bidang pekerjaannya, pekerja yang memiliki pengalaman kerja baru akan berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja dan budaya kerja yang benar di tempat kerjanya sehingga membuat mereka berusah dengan sebaik mungkin mengikuti aturan ditempat kerja (Matteson, 2006). Hasil observasi terhadap kepatuhan perawat yang dilakukan peneliti didapatkan data dari 20 list standar pengendalian infeksi nosokomial yang paling terlihat signifikan yaitu poin pada no 4 mencuci tangan sesudah kontak dengan lingkungan pasien lebih dari setengah (55,9%) perawat belum sepenuhnya mematuhi. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat (54,9%) adalah tidak pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi nosokomial. Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan sebagai penentu keberhasilan dalam kepuasan pelayanan dan meningkatkan daya saing dan pengembangan keahlian sumber daya manusia, dengan adanya pelatihan staf akan lebih tahu dan terampil dalam pekerjaannya (Hariandja, 2007). 2. Analisa Bivariat Analisa hubungan antara efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung 2015 (n=91) Hasil analisa penelitian efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung di peroleh data 23 responden (53,5%) menyatakan bahwa fungsi pengawasan kepala ruangan efektif tetapi tidak patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Ada 20 responden (46,5%) menyatakan bahwa fungsi pengawasan tidak efektif dan tidak patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Hasil uji chi-square diperoleh p-value = 0,285 dibandingkan dengan nilai koefesien ≥ 0,05, maka pvalue > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara efektivitas fungsi pengawasan kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Hasil penelitian ini juga di dukung oleh penelitian Sri Melfa Damanik, F. Sri Susilaningsih, dan Afif Amir Amrullah 74 (2010) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan terhadap praktik hand hygiene dengan kepatuhan melakukan hand hygiene dengan p-value 0,329 > 0,05. Kristina Hartati (2014) melakukan penelitian yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu tidak ada hubungan antara supervisi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan pendokumentasian dengan p-value = 0,653 > 0,05. Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadrianti, Muh Yassir, Adriani Kadir (2012) setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di peroleh nilai P=0,015 (P < 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran kepala ruangan sebagai pengawas dalam melaksanakan penerapan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Daya. Berdasarkan hasil analisa data diatas peneliti berasumsi bahwa walaupun tidak ada hubungan yang signifikan, fungsi pengawasan harus tetap dilakukan untuk menghindari staf yang masih belum patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial saat pengawasan langsung oleh kepala ruangan belum efektif. Kepatuhan juga dapat dipengaruhi oleh umur, pengalaman bekerja dan pelatihan. Keterbatasan pengawasan dari kepala ruangan sebaiknya dapat di delegasikan kepada staf yang lain. Setiap ruangan dibentuk tim yang bertugas mengawasi kepatuhan perawat yang lain dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Selain itu dapat juga dilakukan dengan tinjauan rekan sejawat yaitu penilaian dari rekan sejawat mengenai kepatuhan perawat. Tinjauan rekan sejawat jika diimplementasikan secara benar memberikan umpan balik yang berharga bagi perawat yang dapat meningkatkan kinerjanya serta membantu kepala ruangan dalam evaluasi kepatuhan stafnya. Peningkatan kepatuhan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kesempatan kepada perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi nosokomial untuk diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, hal ini akan memberikan pengalaman dan pengetahuan tambahan sehingga perawat yang belumpatuh dapat merubah prilakunya menjadi patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. KESIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Fungsi pengawasan di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung lebih dari setengahnya (60,4%) perawat menyatakan sudah efektif. Kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung lebih dari setengahnya (52,7%) perawat sudah patuh dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial. Fungsi pengawasan kepala ruangan belum efektif terhadap kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, dengan hasil uji chi-square diperoleh p-value = 0,285 dibandingkan dengan nilai koefesien ≥ 0,05. Distribusi frekuensi menurut usia lebih dari setengah perawat (58,2%) adalah berusia 20-30 tahun, distribusi frekuensi menurut jenis kelamin sebagian besar perawat (85,7%) adalah berjenis kelamin perempuan, distribusi frekuensi menurut 75 lama kerja kurang dari setengah perawat ( 39,6%) adalah lama bekerja 2-5 tahun, distribusi frekuensi menurut pendidikan sebagian besar perawat (89,0%) adalah berpendidikan Diploma, distribusi frekuensi menurut pelatihan lebih dari setengah perawat (54,9%) adalah tidak pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi nosokomial. SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Santo Yusup Bandung di ruangan rawat inap a. Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh kepala ruangan yang sudah berlangsung di tiap ruang rawat inap diharapkan untuk terus dipertahankan agar kepatuhan perawat lebih baik dilakukannya evaluasi kepatuhan perawat secara berkala. b. Setiap ruangan dibentuk tim yang bertugas khusus penilaian dan pengawasan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial yang akan mewakili kepala ruangan. c. Memberikan kesempatan kepada staf yang belum pernah mengikuti pelatihan untuk diikut sertakan, dan yang sudah mengikuti pelatihan untuk membagikan pengalamannya kepada rekan seruangan. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Untuk melakukan penelitian mengenai hubungan fungsi manajemen yang lainnya dengan kepatuhan perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial dengan membedakan level responden, dan jumlah responden yang lebih banyak, sedangkan untuk observasi dilakukan, lebih dari 1 kali dengan metode pendekatan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian untuk Public Relations. Bandung : Simbosa Rektama Media. Arikunto, Prof.dr.Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Bambang, Edi Warsito dan Atik Mawarni. 2007. Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Fungsi Manajerial Kepala Ruangan Terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan di Ruangan Rawat Inap RSJD Dr. Amino. Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik Pengajaran dan Pembelajaran. Jakarta : EGC. Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung : Refika Aditama Carperito, Lynda Juali. 2009. Diagnosis Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta : EGC Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : EGC. Devi dan Wijayanti. 2013. Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Perawatan Luka Post Operasi Sesuai dengan SOP Di RSUD Batang. Sarjana Keperawatan : STIKesMuhamadiyah Pekajangan Pekalongan. Dharma, Kusuma Kelana. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta. Transis Info media. 76 Gillies, Dee Ann. 1989. Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem. Editor Yono Sudiyono. Grundermann. 2005. Buku ajar : Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC. Hadrianti, Muh Yassir, Adriani Kadir. 2012. Peran Kepala Ruangan dalam Penerapan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap di Rumah sakit Umum Daerah Daya. Ilmu Keperawatan : STIKes Nanl Hasanudin Makasar. Hartati, Kristina. 2014. Faktor Kinerja Perawat yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pendokumentasian Proses Keperawatan Pasien di Rumah Sakit Santo Antonius Pontianak. S1 Keperawatan : STIKes Santo Borromeus. Kathleen Meehan Arias. 2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC. Kemen. Kes. RI. 2011. Pedoman Surveilans Infeksi. Komariah Abdullah, Andi Indahwaty Sidin, Syahrir Andi Pasinringi. 2012. Hubungan Pengetahuan, Motivasi, dan Supervisi dengan Kinerja Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Haji Makasar. Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Niven, Neil. 2002. Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan lain. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, Prof.dr.Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :PT. Rineka Cipta. Rohani. 2010. Panduan Praktik Keperawatan Nosokomial. Yogyakarta : PT Citra Aji Prama. Rosita Saragih dan Natalia Rumapea. 2012. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Fakultas Ilmu Keperawatan : Universitas Darma Agung Medan. Schwartz, Seymour. 2000. Inti Sari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Smet, Bartz. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo. Siswanto, H.B.2011. Pengantar Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara. Sitorus, Ratna. 2011. Manajemen Keperawatan : Manajemen Keperawatan Diruang Rawat. Jakarta : CV Sagung seto. Sri Melfa Damanik, F. Sri Susilaningsih, dan Afif Amir Amrullah. 2010. Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Imanuel Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan : Universitas Padjadjaran. Suwardi Tanu. 2010. How to Create a Superbaby. 2010. Jakarta : Grasindo. Suarli, Suchri. 2009. Manajemen Keperawatan : dengan Pendekatan Praktis. Bandung : Balatian Pratama. Suyanto. (2009). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit. Yogyakarta : Mitra Cendekia. Tietjen, linda. 2004. Panduan pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 77 Usman, Husaini. 2013. Manajemen, Teori, Praktik dan Riset. Yogyakarta : Graha Ilmu Widhori. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan Infus di Ruang Rawat Inap RSUD Padang Panjang. 78