naskah publikasi hubungan keterampilan komunikasi interpersonal

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA
REMAJA
oleh
CANDRAWATI PUSPITASARI
H. FUAD NASHORI. S.Psi., M.Si., Psi
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN
RESOLUSI KONFLIK PADA REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing
(H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psi)
HUBUNGAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL DENGAN RESOLUSI KONFLIK PADA
REMAJA
Candrawati Puspitasari
H. Fuad Nashori, S.Psi.,M.Si.,Psikolog
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada hubungan positif antara
keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja. Hipotesis awal
yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keterampilan
komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja. Semakin tinggi keterampilan
komunikasi interpersonal remaja, semakin tinggi pula resolusi konfliknya. Sebaliknya,
semakin rendah keterampilan komunikasi interpersonal remaja, semakin rendah pula resolusi
konfliknya.
Subyek dalam penelitian ini adalah Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri I Prembun,
Kebumen. Subyek penelitian berjumlah 169 responden, terdiri dari 50 laki-laki dan 119
perempuan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dibuat secara mandiri oleh
peneliti. Adapun skala yang digunakan adalah skala resolusi konflik dengan mengacu pada
aspek-aspek yang dikemukakan oleh Jamil (2007) dan skala keterampilan komunikasi
interpersonal dengan mengacu pada aspek-aspek yang dituliskan oleh DeVito (1997).
Metode analis data yang digunakan menggunakan program SPSS (Statistical
Programme for Social Science) 13.0 for Window. Hasil korelasi product moment dari
pearson menunjukan angka korelasi sebesar r = 0.559 dan p = 0,000 (p < 0,01) yang artinya
ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keterampilan komunikasi interpersonal
dengan resolusi konflik pada remaja. Jadi hipotesis penelitian diterima. Sedangkan
sumbangan efektif yang diberikan variabel keterampilan komunikasi interpersonal terhadap
variabel resolusi konflik sebesar 35.2% yang berarti masih ada 64.8% faktor lain yang
mempengaruhi resolusi konflik.
Kata Kunci : Resolusi Konflik, Keterampilan Komunikasi Interpersonal
PENGANTAR
Salah satu hal yang dapat memicu timbulnya masalah remaja dengan orang
tua, teman sebaya, dan guru adalah faktor komunikasi. Dengan komunikasi yang
baik berbagai masalah dapat diatasi dengan lebih baik. Dengan komunikasi orang
tua, teman sebaya, guru akan tahu apa yang diinginkan dan sebaiknya dilakukan oleh
seorang remaja agar hubungan di antara keduanya dapat terjalin dengan baik sehingga
tidak terjadi penyimpangan dan tindakan yang tidak diinginkan.
Menurut teori komunikasi, komunikasi adalah proses yang dilakukan satu
sistem untuk mempengaruhi sistem lain melalui pengaturan signal-signal yang
disampaikan. Tidak berbeda jauh dengan teori komunikasi, komunikasi menurut Kurt
Lewin adalah pengaruh satu wilayah pesona pada wilayah pesona lain sehingga
perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan berkaitan dengan wilayah
lain (Suharnan, 2005
Agar dapat sukses dalam mempengaruhi orang lain, individu harus bisa
berkomunikasi interpersonal dengan baik atau berkomunikasi dengan efektif.
Komunikasi efektif menurut Tubbs dan Moss (Suharnan, 2005) paling tidak
menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan
yang makin baik dan tindakan. Pengertian dimaksudkan bahwa penerimaan yang
cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Kesenangan
bermaksud untuk menimbulkan kesenangan, menjadikan hubungan hangat, akrab dan
menyenangkan. Dalam hal ini pemahaman tentang komunikasi interpersonal sangat
diperlukan.
Setiap konflik membutuhkan solusi dalam rangka untuk penyelesaian
masalah. Konflik menurut Jamil (2007) adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki atau mereka menganggap memiliki tujuan
yang bertentangan.
Konflik terjadi karena seseorang mengejar sesuatu yang
bertentangan. Konflik merupakan bagian dari keberadaan seseorang baik bersifat
mikro dan interpersonal hingga ke level kelompok, organisasi, komunitas dan bangsa.
Konflik muncul akibat ketidakseimbangan pada hubungan kemanusiaan, meliputi
hubungan sosial, hubungan ekonomi maupun hubungan kekuasaan. Oleh karena itu di
butuhkan solusi untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Menurut Suharnan (2005) komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk
memperoleh dan memberikan informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau
mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternative atas konflik dan
mengambil keputusan dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.
Dengan remaja
melakukan keterampilan komunikasi dengan kualitas yang baik diharapkan remaja
akan dapat matang secara logika dalam menghadapi konflik yang ada sehingga dapat
mendapat solusi yang tepat.
1. Resolusi Konflik
Resolusi konflik dapat didefinisikan
sebagai segala macam usaha yang
dilakukan untuk melokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, yang dapat
diterima oleh semua pihak. Sedangkan menurut Evans (2002), resolusi konflik adalah
suatu pendekatan yang digunakan untuk mencari solusi atas masalah antara satu
orang dengan orang lain. Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Woodhouse, dkk
(2002), penyelesaian konflik adalah sebuah usaha yang lebih ambisius di mana pihakpihak yang bertikai diundang untuk mengkonseptualisasikan ulang konflik dengan
sebuah pandangan untuk menemukan hasil yang kreatif, hasil menang-menang.
Melalui sikap yang kooperatif seseorang melepaskan perbedaan-perbedaan yang tidak
prinsipil dan lebih banyak menemukan titik-titik persamaannya, serta tidak mencoba
untuk mempertahankan kemenangan pihak sendiri dan tidak mengharuskan pihak lain
mengalah (Kartono, 1994). Menurut Jamil (2007) tipe-tipe konflik antara lain :
a. Kondisi tanpa konflik (no conflict). Tipe ini adalah jenis kondisi yang di
inginkan, jika ingin bertahan lama, maka harus hidup dan dinamis,
menyatukan konflik tingkah laku dan tujuan serta menyelesaikannya secara
kreatif.
b. Konflik laten (latent conflict). Konflik ini berada di bawah permukaan dan
konflik ini perlu di bawa ke permukaan sebelum dapat di selesaikan secara
efektif.
c. Konflik terbuka (open conflict). Konflik ini mengakar secara dalam serta
tampak jelas serta membutuhkan tindakan untuk mengatasi penyebab yang
mengakar serta efek yang tampak.
d. Konflik permukaan (surface conflict). Konflik ini mempunyai akar yang tidak
dalam atau tidak mengakar. Konflik permukaan ini muncul karena kesalahan
pemahaman mengenai sasaran dan dapat diatasi dengan perbaikan
komunikasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik menurut Klem (Jamil, 2007)
adalah:
•
Pemicu (triggers), yaitu peristiwa yang memicu sebuah konflik namun tidak
di perlukan dan tidak cukup memadai untuk menjelaskan konflik itu sendiri.
•
Faktor inti atau penyebab dasar (pivotal factors or root causes), yaitu terletak
pada akar konflik yang perlu ditangani supaya pada akhirnya dapat mengatasi
konflik.
•
Faktor yang memobilitasi (mobilizing factors), yaitu masalah-masalah yang
emobilitasi kelompok untuk melakukan tindak kekerasan.
•
Faktor yang memperburuk (aggravating factors), yaitu faktor yang
memberikan tambahan pada faktor inti dan faktor yang memobilitasi, namun
tidak cukup untuk dapat menimbulkan konflik itu sendiri.
Ada beberapa macam aspek resolusi konflik menurut Jamil (2007), yaitu :
a. Hubungan struktural. Hubungan ini dibentuk untuk mencapai kepentingan
masing-masing yang berkonflik sehingga dapat mencegah perluasan perilaku
konflik.
b. Kepentingan. Mempunyai kepentingan yang tidak berbenturan.
Dengan
kepentingan yang berbeda maka resolusi konflik tidak dapat di capai,
sebaliknya dengan menyatukan kepentingan yang sama membuat resolusi
konflik dapat terlaksana secara optimal.
c. Perilaku yang mengungkapkan pandangan instrumental sumber-sumber
konflik. Seperti emosi (takut, marah, benci), perasaan , kepercayaan dan
keinginan. Perilaku ini lebih bersifat kerjasama atau pemaksaan, bahasa tubuh
yang mengandung persatuan (conciliation), atau permusuhan (hostility).
Sedangkan aspek pemecahan masalah menurut Heppner et al (2004), yaitu :
•
Kepercayaan dalam penyelesaian masalah (Problem Solving Confidence).
Penyelesaian masalah ini mengacu pada kepercayaan atau keyakinan yang
efektif dalam mengatasi suatu permasalahan.
Seperti contoh ketika
dihadapkan dalam suatu permasalahan seorang individu akan mempunyai
kepercayaan akan mampu mengatasi permasalahannya itu ataukah tidak. Jika
seorang individu yakin akan dapat mengatasi masalahnya dengan baik maka
permasalahan yang dihadapi akan tertangani dengan baik. Akan tetapi kalau
seorang individu tidak yakin untuk dapat menyelesaikan permasalahannya
dengan baik maka permasalahan tidak dapat terselesaikan dengan baik.
•
Gaya dalam penyelesaian masalah (Approach-Avoidance Style). Gaya
mengacu pada suatu kecenderungan umum untuk mendekati atau menghindari
aktivitas penyelesaian masalah. Individu yang baik cenderung untuk
melakukan usaha untuk menyelesaikan masalah, bukan menghindari masalah.
•
Kendali pribadi (Personal control). Kendali pribadi digambarkan sebagai
suatu kepercayaan atau keyakinan
individu untuk dapat bertanggung jawab
dan mengontrol emosi dan perilaku dalam penyelesaian masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri resolusi konflik
mempunyai tiga macam, yaitu hubungan struktural, kepentingan, perilaku yang
mengungkapkan pandangan instrumental sumber-sumber konflik.
Menurut Jamil (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi resolusi konflik
adalah sebagai berikut :
• Komunikasi. Dengan komunikasi pengungkapan atau penyampaian pikiran dan
perasaan dari satu pihak ke pihak lain dapat di lakukan dengan baik.
Keterampilan komunikasi yang buruk di antara para pihak dapat mendorong dan
meningkatkan intensitas konflik meskipun diantara kedua belah pihak tidak ada
perbenturan
kebutuhan
dan
kepentingan.
Beberapa
hal
yang
dapt
mempengaruhi komunikasi para pihak adalah salah persepsi terhadap pihak lain,
adanya pandangan-pandangan stereotipe di antara berbagai kelompok
masyarakat. Manoppo (2005) menambahkan faktor yang mempengaruhi
resolusi konflik adalah keterampilan komunikasi. Hubungan antara para pihak
adalah setara (equal). Pendekatan ini memberikan tekanan utama pada proses
interaksi (interactional) di antara para pihak.
Para pihak melakukan
identifikasi, interpretasi dan pemaknaan bersama terhadap masalah yang
dihadapi.
Secara kooperatif, integratif dan interaktif mengambil keputusan
bersama (joint decision) untuk mencari solusi atas masalah.
• Emosi. Emosi merupakan tenaga penggerak dari setiap konflik. Jika seseorang
mampu berfikir dan berperilaku tenang, rasional dan objektif, maka akan dapat
memfokuskan diri pada bagaimana menyelesaikan perbedaan-perbedaan di
antara kedua belah pihak sehingga konflik tidak akan berkembang ke arah
kekerasan
• Struktur. Merupakan faktor di luar diri para pihak, antara lain keseimbangan
maupun ketidakseimbangan kekuatan hukum, sosial, politik dan ekonomi,
situasi atau lingkungan fisik, aturan-aturan yang berlaku, keterbatasan sumber
daya
• Tata nilai. Faktor ini merupakan faktor yang berhubungan dengan keyakinan
atau pandangan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang tentang apa
yang dianggap baik atau buruk maupun juga prinsip-prinsip apa yang
seharusnya menjadi pedoman dan pegangan dalam hidup.
2. keterampilan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin ”communicatio”.
Istilah ini bersumber dari perkataan ”communis” yang berarti sama (sama makna dan
arti). Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendi,
2003). Menurut Sarwono (2002), komunikasi adalah sebagian dari hubungan atau hal
yang membentuk hubungan antar pribadi. Berbeda dengan Sarwono, komunikasi
menurut Bungin (2006) adalah sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh
seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk
pengetahuan, pembicaraan, gerak gerik atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan
sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap, dan perilaku
tersebut berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialami
Menurut Kumar (Wiryanto, 2004) dan DeVito (1997) efektivitas komunikasi
interpersonal mempunyai lima ciri, yaitu :
a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi
yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Keterbukaan disini
mencakup tiga aspek, yaitu : terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi,
kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang
dan menyangkut ”kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam hal ini
adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang
”milik”
komunikator dan komunikator bertanggung jawab atas itu (DeVito,
1997).
b. Empati (empathy), yaitu kemampuan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain. Empati yang akurat melibatkasn baik kepekaan perasaan yang ada
maupun fasilitas verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini.
Menurut
DeVito (1997) langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai empati
adalah pertama, menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan dan
mengkritik. Kedua, semakin banyak untuk mengenal seseorang terhadap
keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya sehingga akan
semakin mampu untuk melihat sebab dan akibat mengapa seseorang bersikap
tertentu. Ketiga, mencoba untuk belajar merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain dari sudut pandang nya.
c. Dukungan (supportiveness).
berlangsung efektif.
Situasi terbuka untuk mendukung komunikasi
Untuk memperlihatkan dukungan dengan bersikap (1)
deskriptif, bukan evaluatif (2) spontan, bukan strategik (3) profesional dan bukan
sangat yakin (DeVito, 1997).
d. Rasa positif (positiveness), yaitu memiliki perasaan positif terhadap diri,
mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi
komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
Menurut DeVito (1997),
seseorang mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan menggunakan dua cara, yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif
mendorong seseorang berinteraksi.
Sikap positif memiliki dua aspek dalam
komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi interpersonal akan terbina jika
seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif
untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk berinteraksi yang
efektif dalam hal ini menikmati komunikasi yang sedang dilakukan. Selain sikap,
hal yang juga penting dalam sikap positif ini adalah dorongan. Dorongan dalam
hal ini berupa pujian atau penghargaan.
e. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk di
sumbangkan.
Ditambahkan oleh DeVito (1997), ciri-ciri komunikasi interpersonal adalah
sebagai berikut :
a. Percaya diri. Komunikator yang efektif mempunyai kepercayaan diri sosial yang
tinggi, merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi
komunikasi. Kepercayaan diri dalam hal ini, seperti bersikap santai, tidak kaku,
fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara tertentu dan
gerak tubuh tertentu, terkendali, tidak gugup, atau canggung.
b. Kebersatuan (immediacy).
Kebersatuan dalam hal ini adalah mengacu pada
penggabungan antara pembicara dan pendengar, terciptanya kebersamaan dan
kesatuan.
c. Manajemen interaksi. Dalam manajemen interaksi antara komunikator maupun
komunikan tidak ada yang merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting.
Masing-masing mempunyai kontribusi dalam komunikasi.
d. Pemantauan diri (self monitoring). Pemantauan diri adalah manipulsi citra yang
kita tampilkan kepada pihak lain.
Pemantauan diri yang cermat selalu
menyesuaikan perilaku menurut umpan balik dari pihak lain, dengan tujuan untuk
mendapatkan kesan yang paling menyenangkan.
Seseorang melakukan
manipulasi interaksi antar pribadi yang positif adalah untuk menciptakan kesan
antar pribadi yang terbaik dan paling efektif.
Sedangkan seseorang yang
melakukan manipulasi interaksi antar pribadi yang kurang baik tidak terlalu
memancarkan citra yang dipancarkan kepada pihak lain.
e. Daya ekspresi (expressiveness). Daya ekspresi dalam hal ini adalah keterampilan
mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi.
f. Berorientasi kepada pihak lain. Orientasi kepada pihak lain adalah dapat
menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama melakukan komunikasi dengan
orang lain yang mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa
yang dikatakan lawan bicara.
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu remaja dengan karakteristik
masih duduk di Sekolah Menengah Atas, berusia 14 -18 tahun, laki-laki maupun
perempuan. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan lebih
mengutamakan tujuan penelitian dari pada sifat populasi dalam menentukan sampel
penelitian ( Bungin, 2004)
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala
yaitu skala psikologis untuk mengungkap atribut psikologis yang di jadikan variabel
dalam penelitian ini. Skala ini terdiri dari skala resolusi konflik dan keterampilan
komunikasi interpersonl.
1. Skala Resolusi Konflik
Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa tinggi resolusi konflik pada
subjek. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri pemecahan
masalah yang dikemukakan oleh Heppner, et al. (2004) yaitu: problem solving
confidence (PSC), approach-avoidance style (AAS), dan personal control (PC) dan
skala resolusi konflik yang dikemukakan oleh Jamil (2007) yaitu hubungan
struktural, kepentingan, perilaku yang mengungkapkan pandangan instrumental
sumber-sumber konflik.
Skala resolusi konflik terdiri dari 60 aitem. Skala ini disusun dengan
menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap
(Jannah & Prasetyo, 2005). Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu:
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
Aitem-aitem yang terdapat pada skala terdiri dari aitem yang bersifat favourable dan
unfavourable terhadap atribut yang di ukur. Sifat dari aitem tersebut yang
menentukan skor yang akan diberikan.
Pemberian skor pada aitem favourable, yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS)
diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak
Sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavourable pemberian skornya
adalah untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2,
Tidak sesuai (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4. Semakin
tinggi total skor yang diperoleh subjek pada skala resolusi konflik, maka akan
semakin tinggi resolusi konfliknya. Sebaliknya semakin rendah total skor yang
diperoleh subjek pada skala resolusi konflik, maka semakin rendah pula resolusi
konfliknya. Distribusi penyebaran aitem dari tiap-tiap dimensi pada skala resolusi
konflik sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1
Distribusi Aitem Skala pemecahan masalah
Heppner)
Dimensi
PSC
AAS
Aitem Favourable
Nomor aitem
1,7,13,19,25,31,37,43,49,5
5
2,8,14,20,26,32,38,44,50,5
Sebelum Uji Coba (mengacu pada aspek
Jml
10
10
Aitem Unfavourable
Nomor aitem
4,10,16,22,28,34,40,46,
52,58
5,11,17,23,29,35,41,47,
Jml
10
10
PC
6
3,9,15,21,27,33,39,45,51,5
7
10
53,59
6,12,18,24,30,36,42,48,
54,60
30
10
30
2. Skala Keterampilan Komunikasi interpersonal
Skala ini dimaksudkan untuk mengungkap seberapa tinggi tingkat keterampilan
komunikasi interpersonal subjek. Skala ini di susun sendiri oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek komunikasi interpersonal yang dikemukakan DeVito (1997) yaitu:
keterbukaan, empati,dukungan, rasa positif dan kesetaraan.
Skala komunikasi interpersonal terdiri dari 60 aitem. Skala ini disusun dengan
menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur sikap
(Jannah & Prasetyo, 2005). Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu:
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
Aitem-aitem yang terdapat pada skala terdiri dari aitem yang bersifat favourable dan
unfavourable terhadap atribut yang diukur. Sifat dari aitem tersebut yang menentukan
skor yang akan diberikan.
Pemberian skor pada aitem favourable, yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS)
diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak
Sesuai (STS) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavourable pemberian skornya
adalah untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2,
Tidak sesuai (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4. Semakin
tinggi total skor yang diperoleh subjek pada skala keterampilan komunikasi
interpersonal, maka akan semakin tinggi tingkat keterampilan komunikasi
interpersonalnya. Sebaliknya semakin rendah total skor yang diperoleh subjek pada
skala keterampilan komunikasi interpersonal, maka semakin rendah pula tingkat
keterampilan komunikasi interpersonalnya. Distribusi penyebaran aitem dari tiap-tiap
aspek pada skala keterampilan komunikasi interpersonal sebelum uji coba dapat
dilihat pada tabel berikut
Tabel 2
Distribusi Butir Skala Keterampilan Komunikasi interpersonal Sebelum Uji Coba
Aspek
Butir favorable
Keterbukaan
Empati
Nomor aitem
1, 11, 21, 31, 41, 51
2, 12, 22, 32, 42, 52
Dukungan
Rasa positif
Kesetaraan
3, 13, 23, 33, 43, 53
4, 14, 24, 34, 44, 54
5, 15, 25, 35, 45, 55
Butir Unfavorable
Jml
6
6
6
6
6
Nomor aitem
6, 16, 26, 36, 46, 56
7, 17, 27, 37, 47, 57
8, 18, 28, 38, 48, 58
9, 19, 29, 39, 49, 59
10, 20, 30, 40, 50, 60
30
jml
6
6
6
6
6
30
C. Metode Analisis Data
Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu mencari hubungan
antara keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja.
Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan analisis statistik. Penelitian ini
menggunakan uji korelasi product moment dari Pearson. Teknik korelasi ini
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara keterampilan komunikasi
interpersonal dengan pemecahan masalah (resolusi konflik) pada remaja. Untuk
pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 13.00 for Windows.
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Subyek Penelitian
Berdasarkan data-data dari kuesioner, maka di dapatkan gambaran mengenai keadaan
subjek, sebagai berikut :
Tabel 8
Distribusi kelas subjek penelitian
Kelas
Kelas X
Kelas XII
Jumlah
58 (34,3%)
111 (65,7%)
169 (100%)
Tabel 9
Distribusi Umur subjek penelitian
Umur
Jumlah
14 tahun
8 (4,7 %)
15 tahun
44 (26,0%)
16 tahun
24 (14,2%)
17 tahun
83 (49,1%)
18 tahun
9 (5,3%)
Missing
1 (0,6%)
Jumlah
169 (100%)
Tabel 10
Distribusi Jenis kelamin subjek penelitian
Jenia kelamin
Jumlah
Laki-laki
50 (29,6%)
Perempuan
119 (70,4%)
Jumlah
169 (100%)
2. Deskripsi Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi Product
Moment.Akan tetapi di lakukan uji asumsi terlebih dahulu sebelum melakukan
analisis.Namun sebelum dilakukan analisis dilakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji
asumsi tersebut meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji asumsi dan uji hipotesis
dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 13.0 for windows.
Gambaran umum data penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian
yang
meliputi
variabel
resolusi
konflik
dengan
keterampilan
komunikasi
interpersonal. Adapun gambaran umum data tersebut diperlihatkan pada tabel
Tabel 12
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Hipotetik
Variabel
X
min
X max
Mean
Resolusi
konflik
35
140
87, 5
Keterampilan
Komunikasi
interpersonal
49
196
122, 5
Empirik
X
min
X max
Mean
SD
17, 5
76
132
103
10
24, 5
132
180
154
11
SD
Penelitian selanjutnya mengelompokkan skor skala resolusi konflik pada remaja
menjadi lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Ketegori jenjang bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompokkelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur (Azwar, 1999).
Skala resolusi konflik terdiri dari 35 aitem, setiap aitem diberi skor dari 1
sampai 4. Skor terendah yang mungkin diperoleh subjek pada skala ini didapat dari
jumlah aitem dikalikan dengan skor minimal (35 x 1). Sedangkan skor tertinggi yang
mungkin diperoleh subjek adalah perkalian jumlah aitem dengan skor maksimal (35 x
4). Sehingga rentang skor sebesar 140 – 35 = 105. Rentangan skor tersebut kemudian
dibagi dalam satuan deviasi standar sehingga diperoleh σ = 105/6 = 17,5. Distribusi
normal terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi standar, tiga bagian berada
di sebelah kiri mean bertanda negatif dan tiga bagian di sebelah kanan mean bertanda
positif (Azwar, 2002). Dibawah ini adalah tabel deskripsi kategori resolusi konflik
pada subjek penelitian berdasarkan mean hipotetik dan juga mean empirik
Tabel 14
Deskripsi Kategorisasi Resolusi Konflik Pada Subyek Penelitian
Mean Hipotetik
Kategori
Frek
Skor
X < 56
56 < X < 77
77 < X < 98
98 < X <119
X > 119
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
Mean Empirik
Kategori
Frek
(%)
Skor
0
2
48
111
8
0
1,2
28,4
65,7
4,7
X < 85
85 < X < 97
97< X < 109
109<X< 121
X > 121
169
100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
(%)
7
40
71
48
3
4,1
23,7
42,0
28,4
1,8
169
100
Hasil perhitungan kategorisasi skala keterampilan komunikasi interpersonal
adalah sbb :
Tabel 15
Deskripsi Kategorisasi Keterampilan Komunikasi Interpersonal Pada Subyek Penelitian
Skor
Mean Hipotetik
Kategori
Frek
(%)
Skor
X < 78,4
78,4 <X<107,8
107,8<X<137,2
137,2<X<166,6
X > 166,6
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0
0
7
136
26
0
0
4,1
80,5
15,4
X < 135
135<X<148
148<X<161
161<X<174
X > 174
169
100
Total
Mean Empirik
Kategori
Frek
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Total
(%)
4
50
63
47
5
2,4
29,6
37,3
27,8
3,0
169
100
3. Hasil Uji Asumsi
Uji asumsi di lakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi meliputi
dua macam, yaitu uji normalitas dan uji linieritas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas di gunakan untuk melihat apakah sebaran skor (jawaban yang
diberikan subjek) normal ataukah tidak. Sebaran yang normal menunjukkan bahwa
data yang diperoleh telah mewakili keseluruhan data. Sebaliknya, sebaran tidak
normal di tunjukkan dari hasil data yang di peroleh tidak mewakili keseluruhan data.
Uji normalitas sebaran pada penelitian ini menggunakan teknik analisis One Sample
Kolmogorov Smirnov Test, yang digunakan untuk membandingkan frekuensi harapan
dan frekuensi amatan, apabila ada perbedaan antara frekuensi harapan dan frekuensi
amatan dengan taraf signifikansi 5% (p<0,05) maka distribusi sebaran dinyatakan
tidak normal, sebaliknya apabila (p>0,05) maka distribusi sebaran dinyatakan normal.
Hasil uji normalitas terhadap kedua skala menunjukkan sebaran yang normal
dengan koefisien K-SZ 0.821 dengan p = 0.510 (> 0.05) untuk skala resolusi konflik.
Sedangkan skala keterampilan komunikasi interpersonal mempunyai koefisien K-SZ
0.957 dengan p = 0,319 (> 0.05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kedua
skala tersebut memiliki sebaran normal.
b. Uji Linearitas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan kedua variabel
yaitu variabel dependent dan variabel independent merupakan merupakan linier atau
tidak.
Tabel 16
Hasil Uji Linieritas
Variabel
F
Keterampilan Komunikasi interpersonal – 76,202
Resolusi Konflik
p
0.000
Keterangan
Linier
Hasil uji asumsi linearitas menunjukkan koefisien F sebesar 76,202 dengan p
= 0.000 (< 0.01). Hal ini berarti hubungan antara variabel resolusi konflik dan
keterampilan komunikasi interpersonal memenuhi asumsi linieritas. menunjukkan
bahwa hubungan kedua variabel dalam penelitian ini merupakan garis lurus atau
linier, sehingga asumsi linieritas terpenuhi.
3. Uji Hipotesis
Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif
antara keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja.
Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu
analisis korelasi product moment dari Pearson..
Tabel 17
Hasil Analisis Pearson Corelation
Variabel
Rxy
Keterampilan Komunikasi interpersonal – 0,559
Resolusi Konflik
p
0.000
Sig
Sangat
signifikan
Hasil analisis data dari Pearson diperoleh Rxy = 0,559 dengan taraf signifikansi
p= 0,000 (p < 0,01), berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara
keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja. Dengan
demikian hipotesis penelitian ini di terima.
Tabel 18
Hasil Analisis Regresi
Variabel Bebas
Keterbukaan
Empati
Dukungan
Rasa Positif
Kesetaraan
Sumbangan
Efektif
16,3009 %
0,1098 %
1,2772 %
9,0531 %
8,4078 %
Variabel
tergantung
R
0, 352
Resolusi
Konflik
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai adanya hubungan
positif antara keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada
remaja. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan positif yang
sangat signifikan antara keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi
konflik pada remaja. Dengan demikian maka hipotesis diterima dan ditunjukkan
dengan nilai r = 0.559 dan p = 0.000 ( p < 0.01 ), yaitu adanya hubungan positif
antara keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja.
Salah satu pernyataan yang berbunyi “Setiap masalah yang saya hadapi, saya
bicarakan dengan orang tua” yang mewakili aspek keterbukaan memberikan
sumbangan efektif sebesar 16,3009%.
Aspek empati yang diwakili dengan
pernyataan “Ketika teman saya sedang membicarakan masalahnya, saya dapat
mendengarkan keluh kesah mereka dengan baik” memberikan sumbangan efektif
sebesar 0,1098%.
Sumbangan efektif sebesar 1,2772% diberikan oleh aspek
dukungan dengan salah satu pernyataannya adalah “ Ketika orang tua saya sedang
mempunyai masalah, saya dapat memotivasi dengan baik”. Salah satu pernyataan
dari aspek rasa positif yaitu “Saya merasa kalau kritikan dari orang tua adalah untuk
kebaikan saya” memberikan sumbangan efektif sebesar 9,0531%. “Saya tidak suka
berbicara dengan guru yang mempunyai jenis kelamin berbeda dengan saya”
merupakan pernyataan yang mewakili aspek kesetaraan dengan memberikan
sumbangan efektif sebesar 8,4078%.
Pada SMA NI Prembun, banyak sekali orang dengan berbagai golongan
ekonomi serta latar belakang yang berbeda.
Daerah tempat asal juga sangat
mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang
individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nara sumber, bahwa pada
SMA ini banyak terdapat murid atau siswa yang berasal dari daerah-daerah yang
rawan akan tindakan yang negatif.
Winong, Wirogaten, Pekutan, Ambal, Mirit
adalah beberapa contoh daerah yang mempunyai tindakan kriminalitas yang tinggi
seperti pemalakan di jalan-jalan. Latar belakang seperti itu membuat tingkah laku
siswa di sekolah menjadi negatif. Hal ini dikarenakan pada siswa-siswa remaja
sedang mengalami masa-masa krisis, baik emosi, kepribadian, agama, fisik maupun
kognitif (Yusuf, 2004)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa
berbicara dengan orang lain untuk meluapkan perasaan dan pikiran mempunyai
kontribusi dalam rangka untuk membantu seseorang dalam menghadapi realita yang
ada, sehingga diharapkan seseorang dapat berfikir objektif.
Dengan demikian
masalah yang ada dapat dicarikan pemecahan yang tepat. Berdasarkan uji hipotesis
di dapatkan hasil bahwa ada hubungan positif yang
sangat signifikan antara
keterampilan komunikasi interpersonal dengan resolusi konflik pada remaja, yang
berarti semakin tinggi keterampilan komunikasi interpersonal dalam hal ini antara
remaja-orang tua, remaja-guru, remaja-teman sebaya maka akan semakin tinggi pula
kemampuan resolusi konflik pada remaja. Kategori skor keterampilan komunikasi
interpersonal berada dalam kategori sedang, begitu pula kategori skor resolusi konflik
pada remaja juga berada dalam kategori sedang.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang dikemukakan oleh
peneliti. Beberapa saran tersebut antara lain:
1. Bagi subjek penelitian
Remaja di harapkan mampu melakukan komunikasi secara baik dan intensif
kepada orang tua, guru dan teman sebaya sehingga apapun yang tengah di alami oleh
seorang remaja dapat di ketahui oleh orang lain sehingga permasalahan atau pun
konflik yang sedang di hadapi oleh remaja dapat teratasi dengan bantuan orang lain.
Dengan demikian penyelesaian masalah atas diri remaja dapat tertangani dengan baik.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama di saran
kan untuk lebih meratakan subjek penelitian sehingga semua karakteristik subjek
yang ditentukan sebelumnya dapat terwakili. Selain itu, akan lebih baik kalau lebih
menfokuskan lagi sehingga hasil yang di dapat akan lebih optimal.
Daftar Pustaka
Azwar, S. 1999. Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta : Pustaka pelajar
________. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, B. 2006. Sosiologi komunikasi. Jakarta : Kencana
________. 2004. Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta : Prenada media
Cangara, H. H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Darmawan, A. 2002. Hubungan antara komunikasi interpersonal dengan keterlibatan
kerja pada tenaga perawat. Jurnal Psikodinamik. Vol 4. No 2. 103 – 112.
DeBono, E. 1990. Berpikir lateral. Jakarta : Binarupa Aksara
DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia edisi kelima. Jakarta : Professional
Book
Effendi, O. U. 2003. Ilmu, teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Ellis, H.C., & Hunt, R.H. 1993. Fundamental of cognitive Psikology. 5th ed.
Cambridge. University Press
Evans, B. 2002. You can’t come to my birthday party : conflict resolution with young
children. Michigan : High/Scope
Fathurohman, P. 2007. Strategi belajar mengajar. Bandung : PT Refika Aditama
Gunarsa, Y.S.D., & Gunarsa, S.D. 2003.
Gunung Mulia
Psikologi Remaja. Jakarta : PT BPK
Hardjana, A. M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Yogyakarta :
Kanisius
Hayes, R.B. 1978. Cognitive Psychology : Thinking & creating. United States of
America : The Dorsey Press
Heppner, P. P., Witty, T. E., & Dixon, W. A. 2004. Problem solving appraisal &
human adjustment : A review of 20 years of research using the problem
solving inventory. Journal of American Psychological Association : The
counseling Psychologist, 32, 344
Jamil, M.K. 2007. Mengelola konflik membangun damai : teori, strategi dan
implementasi resolusi konflik. Semarang : Walisongo mediation center
Kartono, K. 2005. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
________. 1994. Psikologi sosioal untuk manajemen, perusahaan dan industri.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Liliweri, A. 2007. Dasar-dasar komunikasi kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Manoppo, P. G. 2005. Resolusi konflik interaktif
Surabaya : Srikandi
berbasis komunitas korban.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional
Muhammad, A. 2005. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Nay, R. W. 2007. Mengelola Kemarahan. Jakarta : Serambi
Patton, P. 2002. EQ : Pengembangan sukses lebih bermakna. Jakarta : Mitra media
Peale, N. V. 2006. Berpikir positif untuk remaja. Jakarta : Baca
Poerwanti, E., & Widodo, N. 2002. Perkembangan peserta didik. Malang :
Universitas Muhamadiyah Malang
Prasetyo, B. & Jannah, L.M. 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta : PT
Grafindo Persada
Pruitt, D. G., & Rubin, J. Z. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Prasetyo, E., Nurtjahjanti, H., & Indrawati, E.S. 2005. Komitmen organisasi ditinjau
dari komunikasi interpersonal yang efektif ditempat kerja. Jurnal Psikologi
Universitas Diponegoro, Vol 2 No 1. 33 – 39.
Rakhmat, J. 1988. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
_________. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Santoso, S. 2003. SPSS versi 10 : mengolah data statistik secara profesional. Jakarta
: PT Elex media komputindo
Santrock, J. W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup jilid dua.
Jakarta : Erlangga
Sarwono, S. W. 2002. Psikologi sosial individu dan teori-teori psikologi sosial.
Jakarta: Balai Pustaka
Sasmitawati, T.A.2005. kemampuan problem solving anak ditinjau dari adversity
quotion dan intelligence quotion. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta :
Universitas Islam Indonesia
Setianingsih, E., Uyun, Z. l ., & Yuwono, S. 2006. Hubungan penyesuaian sosial dan
kemampuan menyelesaikan masalah dengan kecenderungan perilaku
delinkuen pada remaja. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, Vol 3. No
1. 29 - 35
Soekanto, S. 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta
Stein, S. J., & Book. H. E. 2004. Ledakan EQ : 15 prinsip dasar kecerdasan
emosional meraih sukses. Bandung : Kaifa
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi
Sundari, S. & Rumini, S. 2004. Perkembangan anak dan remaja. Jakarta : Rineka
cipta
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan alat ukur psikologis. Yogyakarta : Andi offset
Widjaja, H.A.W. 2000. Ilmu Komunikasi pengantar studi. Jakarta : Rineka Cipta
Willis, S. S. 2005. Remaja dan permasalahannya. Bandung : Alfabeta
Wiryanto. 2004. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta : Grasindo
Woodhouse, O.R.T., & Miall, H. 2002. Resolusi damai konflik kontemporer. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada
Yusuf, S. 2004. Psikologi perkembangan anak dan remaja Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
IDENTITIAS
NAMA
: CANDRAWATI PUSPITASARI
ALAMAT
: WIRONATAN RT 01 / 03, BUTUH, PURWOREJO,
JAWA TENGAH
NO. TELP
: (0275) 3140643 / 081389040080
Download