Modul Kode Etik Psikologi [TM1]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Kode Etik Psikologi
Pengertian Etik, Etika, Moral,
dan Akhlak, Kode Etik
Psikologi Indonesia, Etika
dalam Eksperimen Psikologi
Fakultas
Program Studi
Fakultas Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
01
Kode MK
Disusun Oleh
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi.
Abstract
Kompetensi
Pengertian Etik, Etika, Moral, dan
Akhlak, Kode Etik Psikologi Indonesia,
Etika dalam Eksperimen Psikologi
Mahasiswa mampu memahami dan
menyampaikan kembali mengenai
materi yang diberikan
Penjernihan Istilah
Kata-kata seperti “etika”, “etis”, dan “moral” tidak terdengar dalam ruang kuliah saja
dan tidak menjadi monopoli kaum cendekiawan. Di luar kalangan intelektual pun sering
disinggung tentang hal-hal seperti itu. Memang benar, dalam obrolan di pasar atau di tengah
penumpang-penumpang opelet kata-kata itu jarang sekali muncul. Tapi jika kita membuka
surat kabar atau majalah, hampir setiap hari kita menemui kata-kata tersebut. Berulang kali
kita membaca kalimat-kalimat semacam ini: “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”, “etika
dan moral perlu ditegaskan kembali”, “adalah tidak etis, jika….”. “ di televisi akhir-akhir ini
banyak iklan yang kurang etis”, dan sebagainya. Kita mendengar tentang “moral Pancasila”
dan “etika pembangunan”. Juga dalam pidato-pidato para pejabat pemerintah kata “etika”
dan “moral” banyak dipergunakan. Pendeknya, kata-kata seperti ini mewarnai kehidupan
kita sehari-hari. Dan dapat ditambah lagi, kata-kata ini tidak berfungsi dalam suasana iseng
dan remeh, tapi sebaliknbya dalam suatu konteks yang serius dan kadang-kadang malah
amat prinsipil. Jika kita berbicara tentang “etika” dan “moral”, ternyata kita memaksudkan
sesuatu yang penting.
Modul ini membahas tentang etika dan dalam hal ini ”etika” dimengerti sebagai
filsafat moral. Tetapi kata “etika” tidak selalu dipakai dalam arti itu saja. Karena itu ada
baiknya kita mulai dengan mempelajari terlebih dahulu cara-cara kata itu dipakai, bersama
dengan beberapa istilah lain yang dekat dengannya.
1. Etika dan Moral
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika”
pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak,
watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah : adat
kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”
yang oleh filsuf Yunani besar Aristotales (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini, maka “etika” berarti : ilmu
2016
2
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Tapi menelururi arti
etimologis saja belum cukup untuk mengerti apa yang dalam buku ini dimaksudkan dengan
istilah “etika”.
Mendengar keterangan etimologis ini, mungkin kita teringat bahwa dalam bhasa
Indonesia kata “ethos” cukup banyak dipakai, misalnya dalam kombinasi “ethos kerja”,
“ethos profesi”, dan sebagainya. Memang ini suatu kata yang diterima dalam bahasa
Indonesia dalam bahasa Indonesia dari bahasa Yunani (dan karena itu sebaliknya
dipertahankan ejaan aslinya “ethos”), tapi tidak langsung melainkan melalui bahasa Inggris,
dimana-seperti dalam banyak bahasa modern lain- kata itu termasuk kosa kata yang baku.
Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”. Kata terakhir ini berasal dari
bahasa latin mos (jama : mores) yang berarti juga : kebiasaan , adat. Dalam bahasa
Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988), kata mores
masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata
“moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa
asalnya berbeda: yang pertama berasal dari bahasa Yunani, sedang yang kedua dari
bahasa Latin.
Sekarang kita kembali ke istilah “etika”. Setelah mempelajari dahulu asal-usulnya,
sekarang kita berusaha menyimak artinya. Salah satu cara terbaik untuk mencari arti
sebuah kata adalah melihat dalam kamus. Mengenai kata “etika” ada perbedaan yang
mencolok, jia kita membandingkan apa yang dikatakan dalam kamus yang alam dengan
kamus yang baru. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta,
sejak 1953) “etika” dijelaskan sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
(moral)”. Jadi, kamus lama hanya mengenal satu arti, yaitu etika sebagai ilmu. Seandainya
penjelasa ini benar dan kita membaca dalam Koran “Dalam dunia bisnis etika merosot
terus”, maka kata “etika” di sini hanya bisa berarti “etika sebagai ilmu”. Tapi yang dimaksud
dalam kalimat seperti itu tenyata buka etika sebagai ilmu. Kita bisa menyimpulkan bahwa
kamus lama dalam penjelasannya tidak lengkap. Jika kita melihat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), di situ
“etika” dijelaskan dengan membedakan tiga arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak),
2. Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”.
2016
3
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kamus baru ini memang lebih lengkap. Dengan penjelasan ini dapat kita mengerti
kalimat seperti: “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”, karena di sini etika ternyata
dipakai sebagai dalam arti yang ketiga.
Penjelasan dalam kamus ini cukup memuaskan. Kami sendiri juga cenderung untuk
membedakan tiga asti mengenai kata “etika” ini. Hanya, urutannya mungkin lebih baik
terbalik, karena arti ke-3 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih mendasar daripada
arti pertama, sehingga sebaiknya ditempatkan di depan. Perumusannya juga bisa
dipertajam lagi. Dengan demikian kita sampai pada tiga arti berikut ini.
1. Kata “etika” bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jia orang berbicara tentang “etika suku-suku Indian”, “etika agama Budha”,
“etika Protestan” (ingat akan buku termasyhur Max Weber, The Protestant Ethic and
The Spirit of Capitalism), maka tidak dimaksudkan “ilmu”, melainkan arti pertama
tadi. Secara singkat, arti ini bisa dirumuskan juga sebagai “sistem nilai”. Dan boleh
dicatat lagi, sistem nilai itu bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
pada taraf sosial.
“Etika” berarti juga : kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah
2.
kode etik. Beberapa tahun yang lalu oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
diterbitkan sebuah kode etik untuk rumah sakit” (1986), disingkat sebagai ERSI. Di
sini dengan “etika” jelas dimaksudkan kode etik.
“Etika” mempunyai arti lagi: ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi
3.
ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang
dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat – sering
kali tanpa disadari – menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Tentang kata “moral” sudah kita lihat bahwa etimologinya sama dengan “etika”,
sekalipun bahasa asalnya berbeda. Jika sekarang kita memandang arti kata “moral”, perlu
kita simpulkan bahwa artinya (sekurang-kurangnya arti yang relevan untuk kita, disamping
arti lain yagn tidak perlu disinggung disini) sama dengan “etika” menurut arti pertama tadi,
yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kita mengatakan, misalnya, bahwa perbuaan
seseorang tidak bermoral. Dengan itudimaksu bahwa kita menganggap perbuatan orang itu
2016
4
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau kita
mengatakan bahwa kelompok pemakai narkoba mempunyai moral yang bejat, artinya,
mereka berpegang pada nilai dan norma yang tidak baik.
“Moralitas” (dari kata sifat latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama
dengan “moral”, hanya ada nada lebih abstrak. Kita berbicara tentang “moralitas sebagai
perbuatan”, artinya, segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
2. Amoral dan Immoral
Masih mengenal istilah, perlu dibedakan antara amoral dan immoral. Di sini terpaksa
kita bertolak dari istilah-istilah Inggris, karena dalam bahasa Indonesia kita mengalami
kesulita. Oleh Concise Oxford Dictionary kata amoral diterangkan sebagai :unconcerned
with, out of the sphere of moral, non-moral”. Jadi, kata Inggris amoral berarti : “tida
berhubungan dengan konteks moral”, “di luar suasana etis”, “non-moral”. Dalam kamus yang
sama immoral dijelaskan sebagai “opposed to morality” morally evil”. Jadi, kata Inggris
immoral berarti “ bertentangan dengna moralitas yang baik”, “secara moral buruk”,” tidak
etis”.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) yang lama tidak terdapat
“amoral” atau “immoral”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru tidak dimuat
“immoral”, tapi terdapat kata “amoral” yang dijelaskan sebagai “tidak bermoral, tidak
berakhlak” dan diberi contoh “Memeras para pensiunan adalah tindakan amoral”.
Penjelasan ini memang sejalan dengan apa yang kadang kala dapat kita baca atau dengar,
tapi sulit juga untuk dipertahankan karena bercampuraduk amoral dan immoral
sebagaimana dipakai dalam bahasa Inggris serta banyak bahasa modern lain dan akhirnya
berasal dari bahasa latin. Kata “amoral” sebaiknya diartinya sebagai “netral dari sudut moral”
atau “tidak mempunyai relevansi etis”. Contoh tadi bisa dirumuskan “Memeras para
pensiunan adalah tindakan tidak bermoral”, kiga kita tidak ingin memakai kata “immoral”,
tapi menggunakan kata “amoral” di sini adalah salah kaprah. Dalam hal ini kita tidak
mempunyai alasan untuk menyimpang dari kebiasaan internasional. Judil sebuah artikel
“Decision making in business : amoral?” tidak mungkin diterjemahkan “Apakah pengambilan
keputusan dalam bisnis tidak bermoral?” salah satu terjemahan yang tepat adalah “Apakah
pengambilan keputusan dalam bisnis tidak mempunyai relevansi moral?”
2016
5
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Etika dan Etiket
Dalam rangka menjernihkan istilah, harus kita simak lagi perbedaan antara “etika”
dan “etiket”. Kerap kali dua istilah ini campuradukkan begitu saja, padahal perbedaan di
antaranya sangat hakiki. “Etika” di sini berarti “moral” dan “etiket” berarti “sopan santun”
(tentu saja, di samping arti lain : “secarik kertas yang ditempelan pada botol atau kemasan
barang”). Jika kita melihat asal-usulnya, sebetulnya tidak ada hubungan antara dua istilah
ini. Hal inimenjadi lebih jelas, jika kita membandingkan bentuk kata dalam bahasa inggris,
yaitu ethics dan etiquette. Tetapi dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat
satu sama lain. Di samping perbedaan, ada juga persamaan. Mari kita mulai dengan
persamaan itu. Pertama, etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah ini
hanya bisa pakai manusia. Hewan tidak mempunyai etika maupun etiket. Kedua, baik etika
maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normative, artinya member norma bagi
perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Justru karena sifat normative ini kedua istilah tersebut mudah
dicampuradukkan.
Namun demikian, ada beberapa perbedaan sangat penting antara etika dan etiket. Di
sini kita akan mempelajari sepintas empat macam perbedaan :
-
Etiket menyangkut cara seuatu perbuatan harus dilakukan manusia. Di antara
beberapa cara yang mungkin, etiket mununjukkan cara yang tepat, artinya,
cara yagn diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Misalnya, jika saya menyerahkan sesuatu kepada atasan, saya harus
menyerahkannya dnegan menggunakan tangan kana. Dianggap melanggar
etiket, bila orang menyerahkan sesuatu dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak
terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu
perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak. Mengambil barang milik orang lain
tanpa izin, tidka pernah diperbolehkan. “Jangan mencuri” merupakan suatu
norma etika. Apakah orang mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri di
sini sama sekali tidak relevan. Norma etis tidak terbatas pada cara perbuatan
dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri.
-
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadiri, atau
tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Mislanya, ada banyak
peraturan etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket,
bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja,
2016
6
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak melanggar etiket,
bila makan dengan demikian. Sebaliknya, etiket selalu berlaku, juga kalau
tidak saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain, hadir
atau tidak. Barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan, juga jika
pemiliknya sudah lupa.
-
Etiket bersifat relative. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan,
bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan yang lain. Contohnya yang
jelas adalah makan dengan tangan atau tersedawa waktu maka. Lain hanya
dengan etika. Etika jauh lebih absolute. “Jangan mencuri”, “Jangan
berbohong”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak
bisa ditawar-tawar atau mudah diberi “dispensasi”. Memang benar, ada
kesulitan cukup besar mengenai absolutan prinsip-prinsip etis yang akan
dibicarakan lagi dalam bagian ini. Tapi tidak bisa diragukan, relativitas etiket
jauh lebih jelas dan juah lebih mudah terjadi.
-
Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi
lahiriahnya saja, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa
saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam” : dari luar sangat sopan
dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Banyak penupu berhasil dengan
maksud jahat mereka, justru karena penampilannya begitu halus dan
menawan hati, sehingga mudah meyakinkan orang lain. Tidak merupakan
kontra-diksi, jika seseorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus
bersifat munafik tpai orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersikap munafik,
sebab seandainya dia munafik, hal itu dengan sendirinya berarti ia tidak
bersikap etis. Di sini memang ada kontrakdiksi. Orang yang bersikap atis
adalah orang yang sungguh-sungguh baik. Sudah jelaslah kiranya bahwa
perbedaan terakhir ini paling penting di antara empat perbedaan yang
dibahas tadi.
Setelah mempelajari perbedaan atara etika dan etiket ini, barangkali tidak sulit untuk
disetujuan bahwa konsekuensinya cukup besar, jika dua istilah ini dicampuradukkan tanpa
berpikir panjang. Bisa sampai fatal—dari segi eti--, bila orang menganggap etiket saja apa
aygn sebenarnya termasuk lingkup moral. Juga tentang istilah-istilah lain yang kita pakai
dalam konteks ini haruslah jelas kita maksudkan etika atau etiket. Misalnya, jika kita
berbicara tentang “susila”, “kesusilaan”, “tata karma”, “budi pekerti”, kita mengambil istilah-
2016
7
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
istilah ini dari lingkup etika atua dari lingkup etiket? Karena ketidakjelasan itu dalam buku ini
kita tidak akan menggunakan kata seperti “kesusilaan”. Di sisi lain, istilah yang jelas
termasuk lingkup etika janganlah diperlakukan seolah-olah termasuk lingkup etiket. Menurut
pendapat kami, hal itu dilakukan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi 1988) tentang
kata “moralitas” yang dijelaskan sebagai “sopan santun”. Padahal, sesuai dengan
pemakaian internasional sudah mejadi kebiasaan umum memasukkan “moralitas” ke dalam
lingkungan etika, bukan lingkup etiket.
Kode Etik Psikologi
Berdasarkan uraian mengenai etika tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kode etik psikologi adalah:
1. Kode Etik Psikologi Indonesia merupakan ketentuan tertulis yang diharapkan
menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku, serta pegangan teguh seluruh
Psikolog dan kelompok Ilmuwan Psikologi, dalam menjalankan aktivitas profesinya
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing, guna menciptakan
kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.
2. Merupakan seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaikbaiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di
Indonesia.
3. Merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia.
Ahli dalam ilmu Psikologi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu psikolog dan ilmuwan
psikologi.
Psikolog
Adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar
belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata 1
(S1) sistem kurikukum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1)
2016
8
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi
(Profesi Psikolog).
Ilmuwan Psikologi
Ahli dalam bidang ilmu psikologi dengan latar belakang pendidikan strata 1 dan/atau
strata 2 dan/atau strata 3 dalam bidang psikologi. Ilmuwan psikologi memiliki kewenangan
untuk memberikan lay anan psikologi yang meliputi bidang-bidang penelitian; pengajaran;
supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan; intervensi sosial;
pengembangan instrumen asesmen psikologi; pengadministrasian asesmen; konseling
sederhana;konsultasi organisasi; peran-cangan dan evaluasi program. Ilmuwan Psikologi
dibedakan dalam kelompok ilmu murni (sains) dan terapan.
Layanan Psikologi
Adalah segala aktifitas pemberian jasa dan praktik psikologi dalam rangka menolong
individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan dan
penyelesaian masalah-masalah psikologis.
Layanan psikologi dapat berupa praktik konseling dan psikoterapi; penelitian;
pengajaran; supervisi dalam pelatihan; layanan masyarakat; pengembangan kebijakan;
intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen psikologi; penyelenggaraan
asesmen; konseling karir dan pendidikan; konsultasi organisasi; aktifitas-aktifitas dalam
bidang forensik; perancangan dan evaluasi program; dan administrasi.
Etika dalam Eksperimen Psikologi
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang mengadakan penelitian intervensi
dan/atau eksperimen, di awal penelitian menjelaskan pada partisipan tentang : perlakuan
yang akan dilaksanakan; pelayanan yang tersedia bagi partisipan; alternatif penanganan
yang tersedia apabila individu menarik diri selama proses penelitian; dan kompensasi atau
biaya keuangan untuk berpartisipasi; termasuk pengembalian uang dan hal-hal lain terkait
bila memang ada ketika menawarkan kesediaan partisipan dalam penelitian.
2016
9
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2016
10
Kode Etik Psikologi
Mistety Oktaviana, M.Psi., Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download