- Lumbung Pustaka UNY

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu yang penting dipelajari oleh semua siswa,
dari Sekolah Dasar (SD) hingga SMA bahkan juga di Perguruan Tinggi. Ada
banyak alasan perlunya siswa belajar matematika antara lain karena
matematika merupakan sarana berpikir logis dan matematis, sarana
mengembangkan kreativitas, sarana mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman serta sarana memecahkan persoalan di kehidupan
sehari-hari.
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa SD/MI dan
sebagian besar siswa SMP/MTs berada pada tahap operasi konkret, tuntutan
terhadap pemahaman dan penalaran masih terbatas pada produk dan proses
matematika dalam dunia nyata atau dapat diilustrasikan melalui contohcontoh nyata (Asep Jihad, 2008: 144). Masih menurut Asep Jihad, bahwa
dalam usaha membimbing siswa melaksanakan proses matematika, yang
diharapkan meliputi keterampilan berpikir rutin dan berpikir tingkat tinggi,
persoalan atau permasalahan disajikan dalam bahasa dan konteks yang dapat
dipahami atau masuk akal siswa. Dengan demikian terdapat keterkaitan
antara pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sebelumnya.
2
Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah (Depdiknas,
2006:346). Hal ini bersesuaian dengan himbauan dari The National Council
of
Teachers
of
mengembangkan
Mathematics
pemahaman
(NCTM)
dan
(2000)
penggunaan
mengenai
perlunya
keterkaitan
(koneksi)
matematika dalam ide atau pemikiran matematika siswa. NCTM menyatakan
bahwa program pembelajaran di sekolah mulai dari Pra-Taman Kanak-Kanak
sampai dengan kelas 12 seharusnya memungkinkan siswa untuk:
1)
Mengenali dan menggunakan koneksi antar ide-ide atau gagasan dalam
matematika.
2)
Memahami bagaimana keterkaitan atau koneksi ide-ide dalam
matematika dan menyusunnya untuk menghasilkan suatu hubungan
yang koheren.
3)
Mengenali dan menawarkan matematika dalam konteks-konteks
permasalahan di luar matematika.
Menurut Asep Jihad (2008:154) bahwa orientasi pembelajaran
matematika saat ini adalah upaya membangun persepsi positif dalam
mempelajari matematika di kalangan anak didik. Hasil studi Direktorat PLP
sebagaimana dikutip oleh Rachmadi Widdiharto (2004) menyebutkan bahwa
pembelajaran di SMP cenderung text book oriented, dan kurang terkait
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Maka salah satu langkah yang bisa
dilakukan guru untuk menciptakan pembelajaran yang dapat membangun
3
persepsi positif siswa terhadap pelajaran matematika adalah mengaitkan
pengalaman konsep sehari-hari ke dalam konsep matematika atau sebaliknya,
mencari pengalaman sehari-hari dari konsep matematika, merubah bahasa
sehari-hari menjadi bahasa matematika (Asep Jihad, 2008:155). Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi
matematika penting untuk mengkonkretkan materi matematika yang
dipelajari siswa SMP.
Berdasarkan
pengamatan
terhadap
siswa
pada
saat
peneliti
melaksanakan KKN-PPL di SMP N 4 Depok, Sleman, diketahui bahwa
kemampuan siswa untuk melakukan koneksi matematika masih rendah.
Siswa mampu menemukan jawaban atas persoalan yang diberikan tetapi
mereka tidak yakin untuk mengemukakan alasan dalam melakukan
perhitungan, terutama proses perhitungan yang menghubungkan materi
matematika pada pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan materi
matematika pada pokok bahasan yang telah dipelajari. Siswa kesulitan
membuat model matematika dari soal yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, beberapa siswa
mengatakan bahwa mereka hanya mengikuti apa yang dituliskan guru tanpa
tahu makna ataupun alasan dari proses perhitungan yang dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu adanya inovasi dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika.
Saat ini banyak pendekatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran
matematika. Salah satu pendekatan yang dapat dilaksanakan adalah
4
pendekatan open-ended. Dalam pendekatan open-ended siswa diberi
kebebasan untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya
untuk menyelesaikan suatu masalah. Erman Suherman, dkk (2003:124)
mengemukakan bahwa yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan
pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang membangun kegiatan
interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk
menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan problem open-ended,
siswa dibawa untuk menjawab permasalahan dengan banyak cara sehingga
siswa dapat meningkatkan potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam
proses
menemukan sesuatu
yang baru.
Siswa diberi
keleluasaaan
menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan materi yang sedang
dipelajari untuk menyelesaikan masalah. Dengan pendekatan open-ended,
proses berpikir siswa dalam menghubungkan materi yang satu dengan materi
yang lain dapat diamati.
Guru matematika kelas IX A menyatakan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan open-ended sudah pernah dilakukan tetapi masih perlu diperbaiki.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan open-ended yang sudah dilakukan
guru, variasi cara penyelesaian untuk suatu masalah matematika bukan hasil
pemikiran siswa sendiri melainkan hasil pemikiran guru. Siswa terpaku pada
langkah penyelesaian masalah yang serupa yang telah diberikan guru.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian tentang penerapan pendekatan open-ended dalam pembelajaran
5
matematika di kelas IX A SMP N 4 Depok Sleman guna meningkatkan
kemampuan koneksi matematika siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, teridentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1.
Siswa mampu menemukan jawaban atas persoalan yang diberikan
tetapi tidak yakin untuk mengemukakan alasan dalam melakukan
perhitungan, terutama proses perhitungan yang melibatkan materi
matematika pada pokok bahasan yang sedang dipelajari dengan materi
matematika pada pokok bahasan yang telah dipelajari.
2.
Siswa kesulitan membuat model matematika dari soal yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
3.
Beberapa siswa mengatakan bahwa mereka hanya mengikuti apa yang
dituliskan guru tanpa tahu makna ataupun alasan dari proses
perhitungan yang dilakukan.
4.
Kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX SMP N 4 Depok
masih tergolong rendah.
5.
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan open-ended yang sudah
dilakukan di SMP N 4 Depok masih perlu diperbaiki.
6
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah dalam penelitian
ini dibatasi pada rendahnya kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX
A SMP N 4 Depok Sleman sehingga perlu adanya inovasi pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX A.
Dalam penelitian ini pendekatan pembelajaran yang diterapkan dibatasi pada
pendekatan pembelajaran open-ended.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa
kelas IX A SMP N 4 Depok Sleman melalui pembelajaran dengan
pendekatan open-ended.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX A SMP N 4
Depok Sleman melalui pembelajaran dengan pendekatan open-ended.
F.
Manfaat Penelitian
Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada, maka
manfaat penelitian ini sebagai berikut:
7
1.
Bagi Siswa
a.
Membantu meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa
kelas IX A SMP N 4 Depok Sleman.
b.
Sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas, kemampuan
berpikir, mengkoneksikan masalah serta kemampuan analisis
siswa secara mandiri, sebab dalam pendekatan open-ended ini
guru hanyalah sebagai fasilitator.
c.
Membantu dan melatih siswa agar membiasakan diri untuk
berpikir secara kreatif dan mandiri.
2.
Bagi Guru Mata Pelajaran Matematika
Membantu dalam memilih dan menentukan alternatif pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran agar
kemampuan koneksi matematika dapat tercapai, tepat dan efektif
digunakan siswa.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi teori
1.
Pembelajaran Matematika SMP
a.
Hakekat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang pada
mulanya diambil dari bahasa Yunani, mathematike, yang berarti “relating to
learning”. Perkataan tersebut memiliki akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). (Erman Suherman, Turmudi,
Didi Suryadi, Tatang Herman, Suhendra, Sufyani Prabawanto, Nurjanah,
Ade Rohayati, 2003:15).
James dan James dalam Erman Suherman, dkk (2003:16) menyebutkan
bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya dengan
jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar,
analisis, dan geometri.
Johnson dan Rising yang dikutip oleh Erman Suherman, dkk (2003:17)
mengatakan
bahwa
matematika
adalah
pola
berpikir,
pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide daripada mengenai bunyi.
9
Kline dalam Erman Suherman, dkk (2003:17) mengatakan bahwa
matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi
dan alam.
Menurut Herman Hudoyo (2003: 41) matematika berkenaan
dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara
logis.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa hakekat
matematika adalah ilmu tentang logika yang berkenaan dengan simbol
mengenai ide, struktur, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan
lainnya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan
dengan konsep-konsep abstrak dan saling berhubungan.
b.
Belajar
Menurut Djaafar (2001: 82), belajar adalah suatu perilaku aktif dari
pembelajar itu sendiri sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Dimana
aktifitas tersebut menghasilkan sesuatu yang baru, baik yang segera nampak
atau tersembunyi atau penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah
dipelajari. Perubahan-perubahan yang bersifat konstan itu dapat meliputi
perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai sikap.
Menurut Slameto (2003: 2) belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
10
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam proses
belajar dapat berupa penambahan, pengayaan atau pendalaman mengenai
pengalaman baru. Perubahan tersebut bisa juga diartikan dari keadaan tahu
menjadi tidak tahu, atau dari keadaan tidak terampil menjadi terampil,
perubahan tersebut terjadi tidak didapat dari faktor kematangan melainkan
melalui pengalaman atau latihan.
Menurut Fontana dalam Erman Suherman (2003:7) pengertian belajar
adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai
hasil pengalaman. Sedangkan menurut Nana Syaodih Sukmadinata
(2005:139), belajar merupakan proses menguasai makna dari sesuatu bahan
pelajaran yang secara potensial bermakna. Suatu konsep dipelajari dengan
cara yang bermakna dan disatukan dengan konsep-konsep yang telah ada
dalam struktur yang kognitif. Interaksi antara konsep baru dengan konsep
yang telah ada menimbulkan suatu makna. Makna baru tersebut mungkin
mengubah, memperluas, atau mempersempit konsep yang telah ada bahkan
mungkin juga tidak mengubah konsep lama.
Slameto (2003: 3–5) mengungkapkan ciri–ciri perubahan tingkah laku
dalam pengertian belajar yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perubahan terjadi secara sadar
Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan mencapai seluruh aspek tingkah laku
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses menguasai makna
dari suatu bahan pelajaran sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
11
interaksi dengan lingkungannnya sehingga terjadi perubahan tingkah laku,
dipelajari dengan cara bermakna dan dari interaksi antara konsep baru dan
konsep yang telah ada akan menimbulkan makna baru.
c.
Pembelajaran Matematika SMP
Dalam Erman Suherman (2003:7), pembelajaran merupakan upaya
penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh
dan berkembang secara optimal.
Depdiknas
(2006:
14)
menyatakan
pembelajaran
adalah
pengembangan keterampilan atau sikap baru, saat seseorang individu
berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.
Menurut Oemar Hamalik (2005: 51), pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Proses pembelajaran mencakup pemilihan, penyusunan, dan
penyampaian informasi dalam suatu lingkungan yang sesuai dan cara siswa
berinteraksi dengan informasi itu. Dalam proses ini, terdapat penentuan
peran guru, peran siswa, bahan belajar dan lingkungan yang kondusif
sehingga dalam pembelajaran tercipta hubungan antara siswa dengan guru,
dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang
akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan.
Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang
12
tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Selain itu pembelajaran juga
membentuk pola pikir siswa dalam pemahaman suatu pengertian maupun
penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu (Erman
Suherman dkk, 2003: 57).
Dengan proses pembelajaran matematika di sekolah yang berkualitas,
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, logis,
dan sistematis sehingga siswa mampu menghadapi tantangan global. Dalam
KTSP (Depdiknas, 2006: 346) disebutkan tujuan diajarkan matematika
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1)
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis.
3)
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
hasilnya.
4)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lainnya untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5)
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
13
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Agar tujuan pembelajaran matematika tercapai, maka pembelajaran
yang
diterapkan hendaknya memenuhi empat pilar pendidikan (Erman
Suherman dkk, 2003: 3) yaitu:
1)
Proses ”learning to know”. Pendidikan pada hakekatnya merupakan
usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan
berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know)
dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi
juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
2)
Proses ”learning to do”. Pendidikan juga merupakan proses belajar
untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar
menghasilkan
perubahan
dalam
ranah
kognitif,
peningkatan
kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap
nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau
merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak
sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat
atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi kehidupan.
3)
Proses ”learning to be” atau proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan
jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang
berlaku di masyarakat.
14
4)
Proses ”learning to live together in peace and harmony”. Dengan
kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di
mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan
diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang
lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di
masyarakat.
Adapun bahan kajian inti matematika SLTP menurut Erman Suherman
(2003: 66) mencakup aritmatika, aljabar, trigonometri, peluang dan statistik.
Menyesuaikan tahap perkembangan intelektual siswa di SLTP, maka dalam
pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pola pikir
deduktif tetapi masih campur dengan induktif. Contohnya untuk pemahaman
konsep matematika, konsep dibangun melalui contoh-contoh tentang sifatsifat yang sama yang dimliki dan yang tidak dimiliki oleh konsep tersebut.
Berdasarkan
uraian-uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran matematika adalah proses pembentukan pola pikir siswa
dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu hubungan,
sebagai hasil interaksi suatu informasi yang diperoleh dengan lingkungan
berdasarkan pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak
dimiliki dari sekumpulan objek, dengan bahan kajian yang mencakup
aritmatika, aljabar, trigonometri, peluang dan statistik.
15
2.
Koneksi Matematika
Koneksi berasal dari kata dalam bahasa Inggris connection, yang berarti
hubungan atau kaitan. Koneksi matematika dapat diartikan sebagai
kemampuan dalam menghubungkan atau mengaitkan matematika. Menurut
The Massachusetts Mathematics Framework 1996 (dalam Department of
Education, 1996), koneksi matematis merupakan pengaitan matematika
dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain.
Menurut Pinellas County Schools, Division of Curriculum and
Instruction Secondary Mathematics
dalam Mumun Syaban (2008),
kemampuan membuat koneksi (connection) merupakan salah satu standar
proses (process standards) dalam daya matematis. Mengacu pada tuntutan
dan harapan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika,
termasuk evaluasi hasil belajar siswa, hendaknya mengutamakan pada
pengembangan “daya matematik” (mathematical power) yang salah satu
komponennya adalah mengaitkan ide matematik dengan kegiatan intelektual
lainnya (Asep Jihad, 2008: 164).
Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik, daya
matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir tingkat rendah
(lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking).
Jadi, daya matematis adalah kemampuan berpikir matematika atau
kemampuan melaksanakan kegiatan dan proses matematika dengan cara
berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) maupun berpikir tingkat tinggi
(higher-order thinking) yang meliputi kemampuan menggali, menyusun
16
konjektur, membuat alasan-alasan logis, memecahkan masalah nonrutin,
berkomunikasi mengenai dan melalui matematika, menghubungkan berbagai
ide matematika dengan aktivitas intelektual lainnya.
Seperti sudah dijelaskan di atas, koneksi matematika merupakan salah
satu komponen dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sejalan dengan hal
tersebut, NCTM (NCTM: 2000) menyatakan bahwa program pembelajaran
di sekolah mulai dari Pra-Taman Kanak-Kanak sampai dengan kelas 12
seharusnya memungkinkan siswa untuk:
1)
Mengenali dan menggunakan koneksi antar ide-ide atau gagasan dalam
matematika.
2)
Memahami bagaimana keterkaitan atau koneksi ide-ide dalam
matematika dan menyusunnya untuk menghasilkan suatu hubungan
yang koheren.
3)
Mengenali dan menawarkan matematika dalam konteks-konteks
permasalahan di luar matematika.
NCTM
dalam
David
(1992:37)
menyatakan
bahwa
program
pembelajaran di sekolah pada grade 9–12 seharusnya memungkinkan siswa
untuk:
1)
Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama.
2)
Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke
prosedur representasi yang ekuivalen
3)
Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan
keterkaitan di luar matematika
17
4)
Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Asep Jihad (2008:169) menyatakan bahwa koneksi matematik
(Mathematical Connections) merupakan kegiatan yang meliputi:
1)
mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur.
2)
memahami hubungan antar topik matematik.
3)
menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan
sehari-hari.
4)
memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.
5)
mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang
ekuivalen.
6)
menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik
matematika dengan topik lain.
Mumun Syaban mengatakan bahwa proses apresiasi matematika
karena keterkaitannya dengan disiplin ilmu yang lain dan aplikasinya dengan
dunia nyata digunakan untuk membangun kepercayaan diri atas kemampuan
matematika siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan koneksi matematika
adalah salah satu komponen kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui
kegiatan yang meliputi mencari hubungan antar topik matematika, hubungan
matematika dengan ilmu yang lain dan hubungan matematika dengan
kehidupan sehari-hari. Koneksi dimunculkan dengan melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran.
18
Berdasarkan kajian pustaka di atas, secara umum terdapat empat
aspek kemampuan koneksi matematika siswa, yakni:
1)
Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama
2)
Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur
3)
Memahami hubungan antar topik matematika
4)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan
sehari-hari
Dengan mengukur kemampuan koneksi matematika siswa dalam
keempat aspek di atas maka peneliti dapat mengukur kemampuan koneksi
matematika yang dimiliki oleh siswa tersebut.
3.
Pendekatan Open-Ended
Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat
diadaptasi oleh siswa (Erman Suherman, dkk, 2003:6).
Menurut Asep Jihad (2008:179), pendekatan pembelajaran sebaiknya
dengan mengajak, merangsang, dan memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk ikut serta mengemukakan pendapat, belajar mengambil
keputusan, bekerja dalam kelompok, berdiskusi, dan lain-lain, yang berarti
membawa siswa pada suasana belajar yang sesungguhnya dan bukan pada
suasana diajar belaka.
Pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah pembelajaran dengan pendekatan open-ended. Masalah dalam
19
matematika dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu masalah matematika
tertutup (closed problem) dan masalah matematika terbuka (open-ended
problem). Yang dimaksud masalah tertutup adalah masalah dengan jawaban
benar atau salah dan jawaban yang benar hanya memiliki satu solusi.
Sedangkan masalah matematika terbuka adalah masalah matematika yang
memiliki banyak jawaban benar atau masalah yang mempunyai banyak
langkah penyelesaian dengan satu jawaban.
Selama ini dalam pengajaran matematika di sekolah, masalahmasalah yang banyak diajarkan adalah masalah yang bertipe tertutup dengan
langkah penyelesaian yang sudah baku. Sedangkan masalah-masalah terbuka
jarang sekali digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Padahal
dengan pemberian masalah terbuka akan lebih mengembangkan kreativitas
siswa dan melatih kemampuan berfikir matematis siswa dalam menjawab
suatu permasalahan (http://mathematicse. wordpres.com/ 2007/12/25/openended-problem-dalam-matematika).
Penggunaan masalah open-ended dalam pembelajaran matematika
menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi
permasalahan. Siswa diberi keleluasaaan menghubungkan pengetahuan yang
telah dimiliki dengan materi yang sedang dipelajari untuk menyelesaikan
masalah. Dengan pendekatan open-ended, proses berpikir siswa dalam
menghubungkan materi yang satu dengan materi yang lain dapat diamati.
Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berfikir matematika siswa
20
dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatankegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses
pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan memberikan soal
terbuka kepada siswa sehingga diharapkan siswa akan menjawab pertanyaan
dengan banyak cara dan melatih kemampuan berfikir siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah dengan melihat dari segala sudut pandang
disebut
dengan
pendekatan
open-ended
(http://educare.e-
fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=54).
Hal
tersebut senada dengan pendapat Erman Suherman (2003: 124) yang
menjelaskan bahwa pembelajaran dengan pendekatan open-ended biasanya
dimulai dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan
pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan
banyak cara sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa
dalam menemukan sesuatu yang baru.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud
pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan
keleluasaan kepada siswa untuk berpikir dan menyelesaikan permasalahan
dengan berbagai cara yang diyakininya serta memberikan satu jawaban benar
untuk setiap permasalahan. Siswa diberi kesempatan untuk menginvestigasi
berbagai strategi yang dimilikinya dalam menyelesaikan permasalahan.
Menurut Nobihuko Nohda (http://www.nku.ed/~sheffield/nohda.html)
tujuan dari pembelajaran open-ended ialah untuk membantu siswa melalui
21
problem solving secara simultan. Dapat pula dikatakan bahwa dengan adanya
pembelajaran dengan pendekatan open-ended, kegiatan kreatif dan pola pikir
matematis siswa dapat dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan siswa.
Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan
kepada siswa yang solusinya tidak hanya satu jalan/ cara. Guru hendaknya
memanfaatkan keberagaman cara atau prosedur untuk menyelesaikan
masalah, agar memberi pengalaman kepada siswa dalam menemukan sesuatu
yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan cara berpikir
matematika yang telah diperoleh sebelumnya (Herman Hudoyo, 2003: 132).
Shigeru Shimada (1997:27) membagi permasalahan open-ended ke dalam
tiga kelompok yaitu:
1.
Penemuan hubungan
Siswa diminta untuk menemukan aturan-aturan maupun hubunganhubungan matematika.
2.
Klasifikasi
Siswa diminta untuk membuat klasifikasi berdasarkan perbedaan
karakteristik. Hal ini akan mengarahkan mereka untuk merumuskan
beberapa konsep matematika.
3.
Pengukuran
Siswa diminta untuk menentukan ukuran angka ke dalam suatu
fenomena
tertentu.
Diharapkan
siswa
mampu
menerapkan
22
pengetahuan dan kemampuan matematika yang telah dipelajari
sebelumnya untuk memecahkan masalah.
Adapun pokok pemikiran dari pembelajaran open-ended adalah
pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui
berbagai macam strategi dan cara. Dalam membuat masalah open-ended,
Shigeru Shimada (1997: 28-31) memberikan beberapa hal yang dapat
dijadikan acuan dalam mengkreasi masalah tersebut, antara lain:
a.
Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata dimana
konsep matematika dapat dikaji dan diamati siswa.
b.
Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam
masalah itu.
c.
Menyajikan bangun-bangun geometri sehingga siswa dapat membuat
suatu konjektur.
d.
Memberikan suatu barisan bilangan atau tabel bilangan sehingga
siswa dapat menemukan aturan matematika.
e.
Memberikan contoh konkret dalam beberapa kategori sehingga siswa
dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan
sifat-sifat yang umum.
Setelah membuat masalah open-ended dengan mengikuti pedoman di
atas, guru harus mempertimbangkan apakah masalah tersebut layak
diterapkan dalam pembelajaran atau tidak. Menurut Erman Suherman (2003:
23
130-131), masalah open-ended yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas
harus memenuhi tiga kriteria, yaitu:
a.
Masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga
bagi siswa. Masalah harus mendorong siswa untuk berfikir dari
berbagai sudut pandang.
b.
Level matematika dari masalah itu cocok dengan kemampuan siswa.
Masalah yang disajikan harus sesuai dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki siswa.
c.
Masalah
tersebut
harus
mengundang
pengembangan
konsep
matematika lebih lanjut. Masalah itu harus memiliki keterkaitan atau
dihubungkan dengan konsep matematika yang lebih tinggi sehingga
dapat memacu siswa untuk berfikir tingkat tinggi.
Setelah masalah open-ended telah berhasil dibuat dan memenuhi tiga
kriteria tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menerapkannya dalam
pembelajaran. Dalam mengembangkan rencana pembelajaran dengan
pendekatan open-ended terdapat hal-hal yang harus diperhatikan, antara lain:
a.
Menuliskan respon siswa yang diharapkan
Siswa diharapkan merespon masalah dengan berbagai cara. Oleh
karena itu guru harus menuliskan daftar antisipasi respon siswa
terhadap masalah. Karena kemampuan siswa dalam mengekspresikan
ide atau pikirannya terbatas, mungkin mereka tidak akan mampu
menjelaskan aktivitas mereka dalam memecahkan masalah tersebut,
namun mungkin mereka mampu menjelaskan ide-ide matematika
24
dengan cara berbeda. Dengan demikian antisipasi guru membuat
banyak kemungkinan respon yang dikemukakan siswa menjadi
penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan
masalah.
b.
Menentukan kejelasan dari masalah
Guru harus memahami peranan masalah itu dalam keseluruhan
rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik
independen, sebagai pengenalan konsep baru, atau sebagai ringkasan
yang sudah dipelajari siswa.
c.
Menyajikan masalah semenarik mungkin
Masalah yang diberikan hendaknya dikenal baik oleh siswa,
mampu menarik perhatian siswa dan hendaknya membangkitkan
semangat intelektual siswa.
d.
Gunakan metode ”problem posing” agar siswa dapat memahami
dengan mudah maksud dari problem yang dibuat
Problem
yang diterangkan
dengan
terlalu
singkat
akan
mempersulit siswa dalam memahami dan memecahkannya. Untuk itu
perlu perhatian yang khusus dalam mengajukan suatu problem openended.
e.
Memberikan waktu yang cukup untuk mengeksplorasi masalah
Kadang-kadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam
menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan
dan penyelesaian, dan merangkum apa yang telah dipelajari. Siswa
25
harus aktif dalam melakukan diskusi, baik antara siswa dengan siswa
atau siswa dengan guru. Guru dapat membagi dua periode waktu.
Periode pertama, siswa bekerja secara individual atau kelompok
dalam memecahkan masalah dan membuat rangkuman dari proses
penemuan yang mereka lakukan. Kemudian periode kedua digunakan
untuk diskusi kelas mengenai strategi dan pemecahan serta
penyimpulan dari guru.
Saat
menyajikan
masalah
dalam
proses
pembelajaran,
guru
hendaknya memikirkan hal-hal berikut:
a.
Cara penyajian masalah
Ketika masalah open-ended diberikan kepada siswa, mungkin
sebagian siswa akan merasa kebingungan. Hal ini dikarenakan dalam
masalah open-ended siswa diberikan pertanyaan menggunakan
istilah-istilah yang asing bagi siswa, seperti mencari hubungan,
aturan, atau cara yang berhubungan dengan masalah yang diberikan.
Untuk membantu siswa dalam memahami maksud masalah tersebut
guru dapat menggunakan beberapa langkah, antara lain: menambah
banyak data untuk memudahkan siswa membuat generalisasi,
menggunakan media pembelajaran yang berupa model, penggunaan
proyektor, transparansi atau lembar kerja dalam penyajian masalah
sehingga siswa akan menjadi lebih fokus dalam mencermati soal.
26
b.
Merencanakan jalannya pembelajaran
Meskipun pendekatan open-ended menekankan pada proses
berfikir matematika tiap individu, tetapi guru hendaknya dapat
memanfaatkan keberagaman kemampuan siswa, yaitu dengan diskusi
kelompok.
Dengan
adanya
diskusi
diharapkan
siswa
akan
menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan masalah. Oleh
karena itu, pengelompokan siswa menjadi beberapa kelompok kecil
merupakan hal yang penting dalam pembelajaran dengan pendekatan
open-ended.
c.
Mencatat respon siswa
Untuk merekam respon siswa guru dapat menggunakan lembar
kerja yang telah dikerjakan siswa. Dari lembar kerja tersebut,
kemudian guru mengelompokan respon siswa dari sudut pandang
tertentu. Guru hendaknya berusaha mengidentifikasi kesulitan yang
dihadapi siswa dan memberikan contoh atau arahan dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
d.
Meringkas apa yang dipelajari
Hasil kerja individu atau kelompok yang telah dibuat siswa
kemudian dituliskan sedemikian hingga dapat dilihat seluruh siswa.
Guru hendaknya menghargai pendapat siswa dengan cara positif,
baik pendapat yang benar ataupun pendapat yang salah.
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-
ended
menurut
Muhammad
Shohibul
Kahfi
yang
dikutip
dalam
27
http://shohibul.files.wordpress.com/2007/11/pendekatan-pembelajaranmatematika adalah sebagai berikut:
a.
b.
Kegiatan awal:
1)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2)
Guru memberikan apersepsi
Kegiatan inti:
1)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
2)
Guru memberi masalah
3)
Siswa mengeksplorasi masalah yang diberikan
4)
Siswa
menuliskan
jawabannya
di
papan
tulis
kemudian
menjelaskannya
5)
c.
Guru dan siswa menyimpulkan masalah yang diberikan
Kegiatan akhir:
1) Refleksi
2) Evaluasi
Tidak mudah bagi guru untuk mengembangkan masalah open-ended
yang tepat dan baik untuk siswa dengan beragam kemampuan. Oleh karena
itu dalam penelitian ini digunakan strategi pembelajaran kooperatif, yaitu
dengan diskusi kelompok. Dengan strategi ini diharapkan siswa akan saling
bertukar ide, mendebatkan alternatif penyelesaian masalah yang digunakan
dan dapat memandang masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
28
B. Kerangka Berpikir
Siswa kelas IX A SMP N 4 Depok Sleman mempunyai kemampuan
koneksi matematika yang masih rendah. Hal ini diindikasikan dengan siswa
yang
tidak
yakin
dalam
mengemukakan
alasan
ketika
diminta
menghubungkan suatu persoalan matematika yang sedang dipelajari dengan
materi pada pokok bahasan yang lalu atau dengan suatu hal yang berkaitan
dalam kehidupan sehari-hari. Mereka kesulitan ketika diminta menyebutkan
contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya
suatu pendekatan pembelajaran matematika yang berbeda agar kemampuan
koneksi matematika siswa dapat ditingkatkan.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah
pendekatan open-ended. Pendekatan ini cocok dilakukan karena dalam proses
pembelajarannya membebaskan siswa untuk mengeksplorasi dirinya dalam
mencari solusi dari suatu permasalahan matematika. Diharapkan dengan
pendekatan ini, siswa dapat lebih kreatif mengembangkan solusi terhadap
suatu permasalahan matematika dan dapat menggunakan pengalaman belajar
siswanya sehingga tidak hanya terpaku pada satu cara penyelesaian saja.
C. Penelitian yang Relevan
Muhammad Syukur (2005) telah melakukan penelitian tentang
pengembangan kemampuan berfikir kritis siswa SMU kelas X SMU N 6
Bandung dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended.
Hasilnya setelah mengikuti pembelajaran dengan open-ended kemampuan
29
berfikir kritis siswa lebih berkembang bahkan cenderung meningkat. (http:
//www. pages yourfavorite.com /ppsupi/ abstrakmat 2005.html.
Deanne Amor Kusuma (2002) telah melakukan penelitian yang berjudul
meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa sekolah lanjutan tingkat
pertama dengan menggunakan metode inkuiri, hasil yang diperoleh adalah
kemampuan koneksi matematik siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
yang memperoleh pembelajaran dengan metode inkuiri lebih baik daripada
kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran secara
konvensional(digilib.upi.edu/ETD-db/ETD-browse/browse/browse?
first_letter=P - 98k –).
Sigit Ari Prabowo (2008) telah melakukan penelitian yang berjudul
meningkatkan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
dengan
pendekatan open-ended di SMP N 1 Sleman, hasil yang diperoleh adalah
setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan open-ended, kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa di SMP N 1 Sleman mengalami
peningkatan dan telah mencapai kategori baik.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, penelitian relevan dan kerangka berpikir,
maka dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: pembelajaran
matematika dengan menggunakan langkah-langkah yang terdiri dari
pengelompokan
siswa,
penyajian
masalah
terbuka
pada
siswa,
pengeksplorasian masalah, presentasi alternatif penyelesaian soal untuk
30
ditanggapi, dan pembahasan serta penarikan kesimpulan dapat meningkatkan
kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX A SMP N 4 Depok Sleman.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas secara
kolaboratif antara guru mata pelajaran matematika dan peneliti. Peran guru
disini adalah sebagai praktisi pembelajaran, sedangkan peneliti sebagai
perancang dan pengamat. Guru dilibatkan sejak proses perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, hingga refleksi.
B. Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Depok Sleman yang berlokasi
di Jln. Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan
pada Februari 2009–September 2009. Setting penelitian yang digunakan
adalah setting kelompok dalam kelas pembelajaran matematika di kelas IX A
SMP N 4 Depok dengan subjek penelitian siswa kelas IX A SMP Negeri 4
Depok yang berjumlah 30 siswa. Materi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kesebangunan dan kekongruenan bangun datar.
Pembelajaran dilaksanakan dalam beberapa siklus dengan rincian 2 kali
tatap muka dan 1 kali untuk tes akhir siklus. Adapun jadwal pelaksanaan
kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut:
32
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Kelas IX A
Siklus Pertemuan
Hari /
Pukul
Materi
keTanggal
Rabu/
07.00 WIB s.d. Kesebangunan
bangun
1
15 Juli 2009
08.20 WIB
datar
Kamis/
09.55 WIB s.d.
I
2
Kesebangunan segitiga
16 Juli 2009
11.15 WIB
Selasa/
08.20 WIB s.d.
3
Tes siklus I
21 Juli 2009
09.00 WIB
Rabu/
07.00 WIB s.d. Kekongruenan
bangun
1
22 Juli 2009
08.20 WIB
datar
Kamis/
09.55 WIB s.d.
II
2
Kekongruenan segitiga
23 Juli 2009
11.15 WIB
Selasa/
08.20 WIB s.d.
3
Tes siklus II
28 Juli 2009
09.00 WIB
C. Desain Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa siklus, masing-masing siklus
terdiri dari dua kali pertemuan. Siklus berikutnya dilaksanakan apabila siklus
sebelumnya belum mencapai indikator keberhasilan penelitian. Penelitian
dilaksanakan
selama
proses
pembelajaran
matematika
pada
materi
kesebangunan bangun datar. Model penelitian tindakan kelas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model penelitian yang dikembangkan oleh
Kemmis dan Mc. Taggart dalam Rochiati Wiriaatmadja (2006: 66). Model
tersebut digambarkan sebagai berikut:
33
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari empat tahap
dalam setiap siklus. Setiap siklus tindakan meliputi perencanaan, pelaksanaan
pembelajaran, observasi dan refleksi.
SIKLUS I
1. Perencanaan
Tahap perencanaan untuk siklus I diawali dengan observasi kelas
pada pembelajaran matematika kelas IX A SMP N 4 Depok, Sleman
tentang masalah-masalah yang dihadapi selama pembelajaran matematika.
Diperoleh temuan bahwa kemampuan koneksi matematika siswa kelas IX
A masih rendah. Kemudian peneliti berencana menerapkan pembelajaran
dengan pendekatan open-ended untuk mengatasi masalah tersebut.
Selanjutnya, kegiatan perencanaan yang dilakukan adalah menyusun
perangkat pembelajaran yaitu membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS). Juga menyusun instrumen, yaitu
tes, pedoman wawancara, angket dan pedoman observasi.
34
Materi pada siklus I tentang kesebangunan bangun datar yang
meliputi syarat kesebangunan bangun datar dan syarat kesebangunan
segitiga. Untuk materi tersebut dipersiapkan 2 buah LKS yang terlebih
dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing serta guru matematika
yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan pembelajaran
Proses pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan
RPP yang telah disusun.
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung bagaimana
aktivitas siswa maupun guru. Observasi dilakukan dengan menggunakan
pedoman observasi yang telah dibuat.
4. Refleksi
Pelaksanaan refleksi berupa diskusi antara peneliti dan guru dengan
maksud untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan merumuskan
perencanaan berikutnya. Evaluasi yang dilakukan antara lain meliputi
kualitas pembelajaran, jumlah waktu yang digunakan, ketercapaian
indikator
pembelajaran,
kendala-kendala
yang
dihadapi
selama
pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran.
Keseluruhan hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai pedoman
untuk melakukan siklus II, yakni diadakan perbaikan tindakan yang
menyebabkan hambatan ketercapaian sasaran pada siklus I.
35
SIKLUS II
1. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II diawali dengan identifikasi masalah
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. masalah-masalah yang timbul
pada siklus I ditetapkan alternatif pemecahan masalahnya dengan harapan
tidak terulang pada siklus II. Untuk selanjutnya perencanaan yang lain
sama dengan perencanaan pada siklus I.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran pada siklus II ini dilaksanakan sesuai dengan RPP yang
telah diperbaiki berdasarkan refleksi siklus I.
3. Observasi
Tahap observasi pada siklus II ini sama dengan siklus I. Peneliti
mengamati segala aktivitas yang terjadi selama proses pembelajaran
berlangsung dan mencatatnya berdasarkan pedoman observasi yang telah
disusun.
4. Refleksi
Berdasarkan informasi/ data yang telah terkumpul baik itu data dari
hasil observasi, angket, wawancara, catatan lapangan maupun tes diadakan
refleksi guna mengevaluasi segala tindakan yang telah dilakukan dalam
siklus II. Jika berdasarkan refleksi ini perlu dilaksanakan pengulangan,
maka siklus akan dilanjutkan lagi hingga pembelajaran telah sesuai dengan
indikator keberhasilan penelitian.
36
D. Instrumen Penelitian
1. Peneliti
Peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus berperan
sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir
data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan sebagai panduan dalam melakukan
observasi atau pengamatan di kelas. Observasi yang dilakukan adalah
melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan mengenai
proses pembelajaran matematika menggunakan pendekatan openended untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika. Data
yang
diperoleh
berupa
keterlaksanaan
pembelajaran
dengan
pendekatan open-ended.
3. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan panduan bagi peneliti melakukan
eksplorasi atau menggali tanggapan langsung dari objek yang terlibat
dalam penelitian dilihat dari sudut pandang yang lain terkait dengan
proses pelaksanaan pembelajaran. Dengan wawancara diharapkan
dapat mengungkapkan permasalahan yang dialami siswa selama proses
pembelajaran.
4. Lembar Angket
Lembar angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai respon
siswa terhadap pembelajaran.
37
5. Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tentang apa yang dilihat, didengar
dan dialami saat pengumpulan data. Berisi berbagai kondisi
pembelajaran di kelas seperti suasana kelas, pengelolaan kelas,
hubungan interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa
yang tidak terangkum oleh lembar observasi.
6. Tes
Tes berguna untuk mengetahui kemampuan koneksi siswa dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Tes berupa soal uraian, disusun
dengan berpedoman pada indikator untuk mengungkap kemampuan
koneksi matematika siswa.
Adapun indikator yang diamati dari
masing-masing aspek adalah sebagai berikut:
1) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama
Maksud peneliti dalam hal ini adalah siswa mampu menghasilkan
model matematika dari permasalahan yang akan dipecahkan.
Model matematika bisa dinyatakan dalam pasangan sisi yang
bersesuaian, persamaan, simbol, grafik, gambar ataupun tabel.
2) Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan
prosedur
Peneliti memandang bahwa aspek ini terpenuhi apabila siswa
mampu melakukan perhitungan berdasarkan model yang telah
38
dibuat dengan menggunakan konsep-konsep dasar matematika
yang terkait secara sistematik dan logis.
3) Memahami hubungan antar topik matematika
Peneliti memandang bahwa aspek ini terpenuhi apabila siswa dapat
menggunakan pengetahuan mengenai fakta, konsep dan algoritma
pada materi yang telah dipelajari untuk merencanakan strategi yang
tepat untuk menyelesaikan masalah, yaitu dapat menuliskan rumus,
sketsa, grafik maupun tabel.
4) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan
sehari-hari
Peneliti memandang bahwa aspek ini terpenuhi apabila siswa
mampu menggunakan pengetahuan mengenai fakta, konsep dan
algoritma pada materi yang telah dipelajari untuk menarik
kesimpulan dari perhitungan yang telah dilakukan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis. Aspek yang diamati antara lain memahami representasi
ekuivalen konsep yang sama, mencari hubungan antara berbagai
representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik
39
matematika, menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau
kehidupan sehari-hari.
Lembar observasi ini berbentuk cheklist dengan pilihan “ya” dan
“tidak” untuk menandai terjadi tidaknya kegiatan yang telah
direncanakan dalam RPP. Untuk memberikan keterangan mengenai
kejadian esensial yang diamati, lembar observasi ini memuat kolom
deskripsi.
2.
Angket
Angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai respon
siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan openended dalam hal meningkatkan kemampuan koneksi matematika.
Angket ini diberikan kepada seluruh siswa pada akhir pembelajaran.
Angket ini terdiri dari 19 butir pernyataan yang terbagi menjadi 8
butir pernyataan negatif dan 11 butir pernyataan positif. Masingmasing butir pernyataan mempunyai 4 alternatif jawaban yaitu:
3.
Tidak Pernah : (TP)
Sering : (Sr)
Jarang
Selalu
: (Jr)
: (Sl)
Tes
Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika
siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan openended. Tes ini berupa soal-soal uraian tentang materi kesebangunan
dan kekongruenan sebanyak tiga butir dengan memperhatikan aspek
memahami representasi ekuivalen konsep yang sama, mencari
40
hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur,
memahami hubungan antar topik matematika, dan menggunakan
matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Tes
diberikan pada tiap akhir siklus dengan penilaian yang berpedoman
pada rubrik skor yang peneliti kembangkan.
4.
Wawancara
Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah
disusun. Pedoman wawancara ini memuat tujuh pertanyaan yang
akan diajukan kepada beberapa siswa secara acak.
5.
Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh
dalam observasi. Untuk memberikan gambaran secara konkret
mengenai kegiatan pembelajaran digunakan dokumentasi foto.
F. Teknik Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan reduksi data
yaitu merangkum, memfokuskan data pada hal-hal yang penting dan
menghapus data-data yang tidak terpola dari data hasil observasi dan
wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
41
1. Pelaksanaan Pembelajaran
Data hasil observasi akan dianalisis sebagai berikut: untuk jawaban
”ya” diberi skor 1 dan jawaban ”tidak” diberi skor 0. Cara menghitung
persentase skor yaitu:
Persentase =
js
x 100%
jsm
Keterangan:
js
: jumlah skor yang diperoleh tiap siklus
jsm : jumlah skor maksimal tiap siklus
Selanjutnya dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil persentase
observasi yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Observasi
Persentase skor yang diperoleh
Kategori
66,66% ≤ x ≤ 100%
Baik
33,33% ≤ x < 66,65%
Cukup
0% ≤ x < 33,32%
Kurang
x = rata-rata persentase skor observasi
2. Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
Pedoman penskoran angket adalah untuk pernyataan positif mendapat
skor 4 jika jawabannya ”selalu”, skor 3 jika jawabannya ”sering”, skor
2 jika jawabannya ”jarang”, dan skor 1 jika jawabannya ”tidak
pernah”. Sedangkan untuk pernyataan negatif, skor 1 jika jawabannya
”selalu”, skor 2 jika jawabannya ”sering”, skor 3 jika jawabannya
42
”jarang”, dan skor 4 jika jawabannya ”tidak pernah”. Selanjutnya hasil
angket dianalisis sebagai berikut:
a. Masing-masing butir pernyataan dikelompokkan sesuai dengan
aspek yang diamati.
b. Berdasarkan pedoman penskoran yang telah dibuat, dihitung
jumlah skor tiap-tiap butir pernyataan sesuai dengan aspek-aspek
yang diamati. Cara menghitung persentase angket yaitu:
Persentase =
sk
x 100%
s x sm
Keterangan:
sk : skor keseluruhan yang diperoleh siswa
s
: jumlah siswa
sm : skor maksimal
c. Jumlah skor yang diperoleh pada setiap aspek selanjutnya
dipersentase dan dikategorikan sesuai dengan kualifikasi hasil
angket. Kategori ini untuk menarik kesimpulan bahwa pendekatan
open-ended yang dilakukan dalam pembelajaran menarik bagi
siswa
sehingga
dapat
meningkatkan
kemampuan
koneksi
matematika siswa.
Tabel 3. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket
Persentase skor yang diperoleh
Kategori
66,66% ≤ x ≤ 100%
Baik
33,33% ≤ x < 66,65%
Cukup
0% ≤ x < 33,32%
Kurang
x = rata-rata persentase skor angket dari tiap indikator.
43
3. Peningkatan kemampuan koneksi matematika
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa
adalah dengan pelaksanaan tes. Soal tes berbentuk uraian dengan
jumlah soal tiap tes 4 soal. Pemberian skor tes didasarkan pada rubrik
skor. Berdasar hasil tes siswa, didapat skor total untuk setiap siswa.
Skor rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan semua skor siswa dan
membaginya dengan banyaknya siswa yang mengikuti tes. Setelah
diperoleh skor rata-rata kemudian peneliti menentukan kriteria skor
rata-rata yang diperoleh siswa. Pemberian kriteria bertujuan untuk
mengetahui kemampuan koneksi matematika siswa.
Tabel 4. Kriteria Kemampuan Koneksi Matematika Siswa
Rentang skor
Kriteria
7,0  x  10
Baik
5,5  x < 6,9
Cukup
0,0  x < 5,4
Kurang
Data-data hasil observasi, angket dan tes disajikan secara deskriptif maupun
tabel agar lebih mudah dianalisis. Langkah selanjutnya yaitu membandingkan
data hasil angket, observasi dan tes untuk mengecek keabsahan data. Untuk
memperkuat data digunakan data hasil wawancara dan dokumen berupa fotofoto selama proses pembelajaran berlangsung. Data-data yang telah dianalisis
tersebut kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan.
44
G. Indikator keberhasilan
1. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam
ketegori baik atau minimal 66,67 % langkah-langkah pembelajaran
terlaksana.
2. Kemampuan koneksi matematika siswa telah mencapai kategori baik
atau mencapai nilai rata-rata kelas minimal 7.
Download