BAB 2 - e

advertisement
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegitan paling pokok dalam proses belajar-mengajar
manusia terutama dalam pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan
atau sekolah. Hal ini menunjukan bahwa berhasil tidaknya suatu pencapaian tujuan
pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar-mengajar yang dialami oleh
individu. Menurut Nasution (2013), belajar dianggap sebagai perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Tingakah laku baru itu, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, serta berkembangnya sifat-sifat
sosial dan emosional.
Menurut pendapat tradisional
yang dikutip dari Sadiman (2003), belajar
adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Disini yang
dipentingkan pendidikan intelektual, dimana anak-anak diberi bermacam-macam
pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan
menghafal.
Banyak pendapat para ahli tentang belajar diantaranya yaitu sudjana dalam
Hamiah (2014), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar
dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman,
sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada individu yang belajar. Lebih lanjut, sudjana mengemukakan
7
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
8
bahwa pengertian belajar sebagai proses yang aktif, belajar adalah proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu.
Belajar adalah proses melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses
melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar
maka kita belajar tentang bagai mana mengubah tingkah laku seseorang. Surya dalam
Rusman (2011), mengemukakan pengertian belajar sebagai sesuatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memproleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
linkungannya. Abidin dalam Hamiah (2014) mengatakan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau
pengalaman tertentu.
2.2. Proses Belajar –Mengajar
Proses mengajar adalah suatu proses kegiatan di sekolah yang melibatkan
antara guru dan siswa. Proses mengajar dapat juga dikatakan sebagai suatu usaha
untuk menciptakan kondisi atau lingkungan yang mendukung didalam proses belajar.
Kalau belajar adalah kegiatan dari siswa dan guru tetapi mengajar merupakan
kegiatan yang hanya dilakukan oleh guru.
Suhana (2014), mengajar merupakan proses menyampaikan transmisi dan transformasi
sistem nilai kepada siswa, sehubungan dengan peran guru sebagai pengajar. Pengajar harus
mengusahakan agar proses belajar itu terjadi, namun jika pengajar tidak mengerti tentang
proses belajar, sudah tentu kurang bisa dalam mengajar. Setiap guru seharusnya dapat
mengajar di depan kelas. Bahkan mengajar itu dapat dilakukan pada sekelompok siswa diluar
kelas maupun dimana saja.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
9
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru, dalam pelaksanaan
mengajar guru dihadapkan dengan materi yang harus dikuasai dan sekelompok siswa
yang merupakan mahluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk
menuju kedewasaan. Siswa setelah menerima pengajaran dari guru diharapkan dapat
menjadi manusia yang dewasa yang bertanggung jawab, berkepribadian dan
bermoral.
Suatu proses belajar-mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Pengurkuran sukses atau tidaknya
suatu pengajran bukan melalui metode atau prosedur yang digunakan di dalam
pengajaran, pengukuran suksesnya pengajaran adalah hasil belajar siswa. Di dalam
menentukan hasil belajar siswa perlu cermat dan tepat yaitu dengan memperhatikan
bagaimana prosesnya, karena di dalam proses inilah siswa akan beraktivitas.
2.3 Aktivitas Belajar
Dalam proses mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam proses
berfikir maupun proses bertindak.
Aktivitas sangat diperlukan didalam belajar
disebabkan prinsip belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga
jika tidak ada belajar maka tidak akan timbul aktivitas. Aktivitas merupakan prinsip
utama yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar.
Suhana (2014), mengatakan bahwa proses aktivitas pembelajaran harus
melibatkan seluruh aspek psikologis siswa baik jasmani maupun rohani, sehingga
akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, murah dan benar,
baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
10
Hamalik dalam Suhana (2014), menyatakan bahwa aktivitas belajar dibagi
kedalam delapan kelompok yaitu:
1. Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan
suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat,
berwawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis,yaitu menulis cerita, menulis laporan, memerika karangan, bahanbahan copy, membuat outline atau rangkuman,mengerjakan tes, dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan
pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan
pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahakan masalah,
menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, semua kegiatan–kegiatan
tersebut dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran kerja kelompok untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan memperhatikan kondisi saat
proses pembelajaran berlangsung seperti materi pembelajaran, ruang kelas dan
sebagainya demi tercapainya tujuan pembelajaran yang direncanakan.
2.4 Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang dipersiapkan diatara 3 orang atau
lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin. Digunakan dengan tujuan
untuk memberi kesempatan serta untuk saling memukakan pendapat dalam mengenal
dan memecahkan problema. Menciptakan suasana yang informal dan membuat
problema lebih menarik. Juga mengajak para peserta yang tidak suka berbicara untuk
mau mengemukakan pendapat mereka, mendorong rasa kesatuan, memperluas
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
11
pandangan, menghayati kepemimpinan bersama, membantu mengembangkan
kepemimpinan, dan mengembangkan sikap hidup demokratis.
Menurut Suryosubroto dalam putra (2013). Metode diskusi adalah suatu cara
penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada siswa atau
kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilimiah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu
masalah. Berikut aspek penilaian diskusi menurut Arsjad dalam putra (2005) yang terdiri dari
aspek kebahasaan dan nonkebahasaan yang telah dimodifikasi. Adapun aspek yang dinilai
dalam diskusi meliputi: 1) Kesungguhan, keberanian dan semangat, 2) kelancaran
penggunaan bahasa, 3) kejelasan ucapan, 4) penguasaan masalah, dan 5) aspek pendapat.
Menurut Putra (2013). Jenis-jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses
belajar-mengajar antara lain diskusi panel, simposium, seminar, Forum, dan
musyawarah belajar. Sementara itu, agar metode diskusi dapat berjalan sesuai yang
diharapkan, maka guru harus memperhatikan beberapa hal berikut:
a. Menentukan masalah (topik) yang dijangkau oleh taraf berfikir siswa. Artinya, siswa
sudah memiliki pengetahuan tentang pemecahan masalah yang diharapkan.
b. Mengemukakan masalah dengan memberi penjelasan cara-cara pemecahan
masalahnya dan mnjelaskan hasil yang ingin dicapai dalam diskusi.
c. Guru membentuk kelompok siswa, lalu dipilih pula ketua, wakil, dan penulis,
mengatur tempat duduk, menjelaskan tata tertip.
d. Siswa mendiskusikan maslah dengan kelompoknya masing-masing dengan
bimbingan guru.
e. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya.
f. Semua siswa mesti mencatat hasil diskusi, sedangkan masing-masing ketua
kelompok mengumpulkan hasil diskusi kepada guru.
Menurut Alma (2012), kelebihan metode diskusi kelompok antara lain:
a. memungkinkan adanya interaksi antara guru dan murid juga antara siswa dengan
siswa.
b. Siswa bisa belajar menghargai pendapat orang lain
c. Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar
d. Siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasan pelajaran
e. Menumbuhkan dan mengembangkan pola berpikir
f. Mengajukan dan mempertahankan pendapat dalam berdiskusi
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
12
1) Pemimpin diskusi
pemimpin diskusi adalah orang yang bertugas memimpin diskusi agar
diskusi bisa berjalan dengan baik dan lancar. Untuk awal-awal sebaiknya guru
yang memimpin diskusi kelas.
Peran pemimpin diskusi menurut Semiawan dalam Harmianto (2014)
terutama adalah dua, yaitu:
a. Sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan, yakni bertugas mengatur jalanya
diskusi agar lancar dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan
kelompok lain, menjaga agar pembicaraan menurut giliran agar tidak
serempak, pembicaraan tidak dikuasai orang-oarang tertentu yang gemar
berbicara untuk membuka kesempatan bagi orang pemalu, penakut supaya
mengemukakan pendapatnya dan mengatur pembicaraan agar di dengar oleh
semua anggota diskusi.
b. Sebagai dinding penangkis, artinya pemimpin diskusi menerima pertanyaan,
pernyataan,
atau
komentar
atau
komentar
dari
anggota,
kemudian
melemparkan kembali kepada anggota
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa peran pemimpin diskusi sangat penting
untuk melaksanakan diskusi kelompok agar tujuan berjalan dengan baik dan tujuan
tercapai sesuai tujuan pembelajar dapat tercapai dengan baik.
2.5 Hasil Belajar
Salah satu tugas guru adalah mengevaluasi tarap keberhasilan rencana dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Untuk menimbang sejauh mana tarap
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
13
keberhasilan guru dan belajar siswa secara tepat (valid) dan dapat dipercaya
(reliable), kita memerlukan informasi yang didukung eleh data yang objektif dan
memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku pribadi siswa.Wujud
perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar dapat bersipat fungsionalstruktural, material-substansial, danbehavioral. Untuk memudahkan sistematikanya,
seperti yang dikemukakan oleh Bloom dalam Hamiyah (2014) dengan istilah koknitif,
afektif dan fisikomotor.
Menurut Bloom dalam Arikunto (2013) hasil belajar dikelompokan ke dalam
tiga ranah atau, dan internalisasi.
1) Hasil Belajar Ranah Psikomotor
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar yang diekspresikan dalam
bentuk keterampilan menyelesaikan domain yaitu:
2) Hasil Belajar Ranah Kognitif
Ranah kognitif dari hasil belajar menurut Bloom meliputi penguasaan konsep,
ide, pengetahuan faktual, dan berkenaan dengan keterampilan-keterampilan
intelektual.
3) Hasil Belajar Ranah Afektif
Ranah afektif dari hasil belajar menurut bloom berkenaan dengan sikap dan
nilai yang dibedakan menjadi 5 aspek, yakni penerimaan, jawaban atau respons,
penilaian, organisasitugas-tugas manual dan gerakan fisik atau kemampuan bertindak.
Hasil belajar diperlukan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
memahami dan mempelajari materi. Untuk mengetahui hasil belajar maka diperlukan
penilaian. Dengan penilaian, dapat diketahui siswa yang berhasil menguasai materi
dan siswa yang belum menguasai materi sehingga bisa diberikan tindak lanjut.
Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa selama pembelajaran,
maka dibutuhkan evaluasi atau penilaian. Keberhasilan belajar siswa tidak hanya
ditentukan oleh penguasaannya dalam mengingat dan memahami teori. Namun,
keberhasilan belajar juga ditentukan oleh keterampilan yang didapat siswa dan
bagaimana sikap siswa setelah terjadi pembelajaran. Penilaian hasil belajar mencakup
segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
Menurut Mulyasa dalam Hamiyah (2014). Ada beberapa komponen penting
dalam penilaian proses hasil belajar, yaitu:
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
14
a. Pelacak terhadap kopetensi siswa mencakup proses dan hasil belejar. Penilaian proses dilakukan
selama proses pembelajaran berlangsung pada tiap pertemuan dan beberapa pertemuan berikutnya
dilakukan pada awal, pertengahan atau akhir pertemuan.
b. Kopetensi siswa sebagai tujuan pembelajaran hakikatnya adalah kesatuan utuh (holistik)
pengetahuan, keterampilan dan serta nilai-nilai dan sikap yang dapat ditampilkan siswa dalam
berpikir dan bertindak.
c. Penilaian dilakukan selama rentang pembelajaran. Maknanya bahwa penilaian merupakan satu
kesatuan integral dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, bukan bagian yang terpisah
dari pembelajaran.
d. Pengambilan keputusan dalam penilaian didasarkan pada karakteristik siswa secara individual.
Maknanya bahwa keputusan tentang tingkat pencapaian kopetensi siswa harus memperhatikan
konstruk pengetahuan yang dibangun oleh masing-masing siswa secara individual, setara dengan
paradikma konstruktivisme.
Dalam proses pembelajaran kopetensi siswa sangat penting dalam melakukan
penenilaian agar menjadi pedoman dalam melihat dan menilai sikap, perkembangan
siswa pada setiap pertemuan agar tercapainya hasil yang maksimal.
2.6. Pendekatan Saintifik
Dalam Permendikbut No. 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan
dasar dan menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran
yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan
saintifik atau Ilmiah sering disebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri
dari keberadaan kurikulum 2013.
Kurniasih (2014) menyatakan bahwa, “pendekatan ilmiah (scientific appoacch)
dalam pembelajaran di dalamnya menyangkut komponen: mengamati, menanyakan,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan”. Pendekatan
saintifik atau ilmiah disajikan sebagai berikut:
1.Mengamati
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi penemuan rasa ingin tahu peserta
didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
15
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek
yang dianalisis dengan materi pembelajaran.
2.Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula guru membimbing dan memandu peserta didik belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didik, ketika itu pula guru
mendorong didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajaran yang baik.
3. Menalar
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating, bukan
merupakaan terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau
penalaran. Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum
2013 dengan pendekatan saintifik banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaaran asosiatif. Proses pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi
interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik.
4.Mencoba
Dalam
metode
eksperimen
atau
mencoba
dimaksudkan
untuk
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
5.Menganalisis data
Kemampuan menganalisis data merupakan kemampuan mengkaji data yang
telah dihasilkan dengan menggunakan sumber atau pengetahuan yang sudah ada.
Kemampuan menyimpulkan merupakan kemampuan membuat ringkasan atas
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
16
kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan yang mana simpulan tersebut harus bisa
menjawab rumusan masalah yang diajukan sebelumnya.
6. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan merupakan kemampuan menyampaikan hasil kegiatan
yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan dengan bahasa yang
komunikatif dan efektif.
Menurut Abidin (2014), “Pendekatan saintifik dapat dikatakan sebagai proses
pembelajaran yang memadukan siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan
perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis data untuk
menghasilkan sebuah kesimpulan”, dan menuntut siswa berfikir secara sistematis dan
kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat”.
Dalam pembelajaran saintifik, memiliki beberapa karakteristik khususnya
dalam penerapannya. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Objektif, artinya pembelajaran senantiasa dilakukan atas objek tertentu dan siswa dibiaskan
diberi penilaian secara objektif terhadap objek tersebut.
Faktual artinya pembelajaran senantiasa dilakukan terhadap masalah-masalah faktual yang
terjadi disekitar siswa hingga siswa dibiaskan untuk dapat bertanggung jawabkan kebenaran.
Sistematik pembelajaran dilakukan atas tahapan belajar yang sistematik dan terhadap belajar
ini berfungsi sebgai panduan pelaksanaan pembelajaran.
Bermetode artinya dilaksaankan berdasarkan metode pembelajaran ilmiah tertentu yang sudah
teruji keefektifitasnya.
Cermat dan tepat artinya pembelajaran dilakukan untuk membimbingt kecermatan dan
ketepatan siswa dalam mengkaji sebuah fenomena atau objek tertentu.
Logis artinya pembelajaran senantiasa mengangkat hal yang masuk akal.
Aktual yakni bahwa pembelajaran senantiasa melibatkan konteks kehidupan anak sebagai
sumber yang bermakna.
Disenterested artinya pembelajaran harus dilakukan dengan tidak memihak melainkan benarbenar didasarkan atas kecapaian belajar siswa yang sebenarnya.
Unsupported opinion artinya pembelajaran tidak dilakukan untuk menumbuhkan pendapat
atau opini yang tidak disertai bukti-bukti nyata.
Verifikatif, artinya hasil belajar yang di peroleh siswa dapat diverifikasi kebenarannya dalam
arti dikonfirmasikan, direvisi, dan diulang dengan cara yang sama atau beda.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
17
Menurut Trilling dan Fadel dalam Abidin (2014) merumuskan sintaks pembelajaran
saintifik sebagai berikut:
Mengajukan
Pertanyaan
Melaksanakan
penelitian/eksperimen
Meneliti pertanyaan
Menganalisis data dan
membuat simpulan
Membuat hipotesis
Mencipta dan
mengkomunikasikan
laporan
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan kembali tahapan pembelajaran
saintifik adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fase 1: Mengajukan pertanyaan
Pada tahap ini siswa siswa melakukan pengamatan terhadap objek tertentu. Berdasarkan
pengamatan tersebut siswa membuat pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan
penelitian.
Fase 2: Menguji pertanyaan
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan pengujian atas pertanyaan yang telah
dibuatnya. Pengujian dimaksudkan untuk mengetes apakah masalah yang diajukan dapat
diteliti (logis), terukur, bermaafaat, etis, dan faktual (tersedia sumber datanya).
Fase 3: Membuat hipotesis
Pada tahap ini siswa membuat jawaban sementara atas pertanyaan yang telah dibuatnya.
Proses pembuatan hipotesis dilakukan dengan mengoptimalkan pengetahuan awal siswa
(skemata) sehingga terjadi penalaran deduktif.
Fase 4: Melaksanakan penelitian/eksperimen
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan eksperimen atau melakukan serangkai kegiatan
penelitian sederhana. Berdasarkan kegiatan eksperimen tersebut siswa mengumpulkan
data dan mencatat semua data dengan baik dan lengkap.
Fase 5: Menganalisis data dan membuat kesimpulan
Pada tahapan ini siswa menganalisis dan memakai data hasil penelitian. Proses
pemaknaan data dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dengan
teori/materi ajar (buku teks) yang telah ada. Selanjutnya siswa membuat kesimpulan atas
hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Fase 6: Menciptakan dan mengomunikasikan laporan
Pada tahap ini siswa menuliskan laporan hasil penelitian. Setelah laporan selesai,
perwakilan siswa mengomunikasikan laporan tersebut dan mencocokan dengan hasil
temuan kelompok lain.
Sehingga dapat disimpulkan pendekatan saintifik merupakan proses
pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk belajar bekerja secara ilmiah,
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
18
dimulai dari proses observasi, menanya, hipotesis, eksperimen, analisis data hingga
menyampaikan hasil temuannya kepeserta didik lainnya.
2.7 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Secara umum istilah Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, Model pembelajaran merupakan bingkaian dari penerapan
suatu pendekatan, metode, tekhnik pembelajaran.
Menurut Sudrajad dalam putra (2013), ada beberapa alasan yang membuat
pembelajaran berdasarkan maslah (PBL) digunakan dalam proses pembelajaran,
diantaranya ialah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Seorang lulusan tidak dapat menanggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan
mengunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu mengunakan dan memadukan ilmu-ilmu
pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuann yang dibutuhkannya
dalam rangka menanggulangi masalahnya.
Iteraksi antara berbagai konsep, prinsip dan informasi cabang ilmu bisa terjadi dengan baik.
Kemampuan siswa untuk terus-menerus melakukan up dating atau pengembangan
pengetahuannya dapat tercapai.
Perilaku sebagai seorang life long learner mampu tercapai
Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan
sejumlah keterampilan, diantaranya ialah sebagi berikut:
1. Keterampilan penelusuran kepustakaan
2. Keterampilan membaca
3. Keterampilan atau kebiasaan membuat catatan
4. Kemampuan kerja sama dalam kelompok
5. Keterampilan berkomunikasi
6. Keterbukaan
7. Berpikir analitik
8. Kemandirian dan keaktifan belajar
9. Wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan
Dapat mengimbangi kececepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat.
Mengenai pengertian pembelajaran PBL, ada banyak pendapat dijadikan sebagai
rujukan. Inilah beberapa pendapat para tokoh (ahli) tentang devenisi atau pengertian
pembelajaran model PBL:
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
19
Menurut Bound dan Feletti dalam Sigit (2013) problem basad learning is a
conception of knowledge, understanding, and education profoundly different from the
more usual conception underlying subject-based learning. Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat diketahui bahwa PBL merupakan gambaran dari ilmu pengetahuan,
pemahaman, dan pembelajaran yang sangat berbeda dengan pembelajaran subject
based learning.
Menurut Nurhadi dalam Putra (2013), pembelajaran berbasis masalah (PBL)
adalah suatu model pembelajaran yang mengunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pembelajaran. Sedangkan, pengertian pembelajaran berbasis masalah ialah
proses kegiatan pembelajaran dengan cara mengunakan atau memunculkan masalah
dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk
memeperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran.
Menurut Brunner dalam dalam Putra (2013), pembelajaran menekankan
penalaran induktif dan proses inkuiri. Dalam teori tersebut, dikenal adanya
scaffolding sebagai suatu proses saat seseorang siswa dibantu oleh guru atau orang
lain yang memiliki kemampuan lebih dalam menuntaskan masalah tertentu, sehingga
dapat melampaui kapasitas perkembangannya.
Semua pendapat tersebut mendukung model PBL, karena teori itu menekankan
bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut memperoleh pengetahuan sendiri.
Pengetahuan ini diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
20
Adapun langkah-langkah pembelajaran pada PBL menurut Arends dalam
Sulistyowati dan Wisdawati (2014) adalah sebagai berikut:
1) Fase 1: Memberikan orientasi suatu masalah pada peserta didik (orient student to
the problem)
Pada fase ini guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan,
dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan sesuatu yang
diharapkan utnuk dilakukan oleh peserta didik. Untuk peserta didik yang belum
mengenal PBL, guru harus menerangkan prosedur modul pembelajaran PBL
secara terperinci.
2) Fase 2: Mengorganisasi peserta didik untuk meneliti (organize student for study)
Pada fase ini guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya secara
bersama-sama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membentuk tim-tim
atau kelompok.
3) Fase 3: Mendampingi dalam penyelidikan sendiri maupun kelompok (assist
independent and group investigation).
Pada fase ini guru mendorong peserta didik mendapatkan informasi
yang tepat, melaksanakan eksperimen, serta mencari penjelasan dan solusi. Guru
mendampingi siswa dalam melaksanakan penyelidikan baik sendiri maupun
kelompok dengan cara mengumpulkan data dan melakukan percobaan serta
mengembangkan hipotesis, menjelaskan, dan memberikan solusi.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
21
4) Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil (develop and present
article and exhibits)
Pada fase ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, serta modelmodel dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
5) Fase 5: Analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah (analyze and
evaluate the problem-solving process)
Pada fase ini guru membantu dan membimbing peserta didik untuk
melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka
gunakan dalam proses pembelajaran, dengan di dampingi guru maka siswa maka
siswa bisa lebih aktip dalam bertanya dan mencari dari sumber yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran.
Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran PBL menurut Sudrajat dalam
Putra (2013) dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel: 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran PBL
Langkah
No.
Kegiatan Guru
1.
Menginformasikan tujuan pembelajaran
Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan
2.
terjadi pertukaran ide yang terbuka
Orientasi Masalah
3.
Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah
Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara
4.
terbuka
Membantu siswa dalam menemukan konsep
1.
berdasarkan masalah
Mengorganisasikan siswa untuk
Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi,
2.
belajar
dan cara belajar siswa aktif.
Menguji pemahaman siswa atas konsep yang
3.
ditemukan
Membantu menyelidiki secara
1.
Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam
mandiri atau kelompok
mengerjakan/menyelesaikan masalah
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
22
2.
3.
4.
5.
6.
Mengembangkan dan menyajikan
hasil kerja
1.
2.
1.
Menganalisis dan mengevaluasi
hasil pemecahan masalah
2.
3.
Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugastugas.
Mendorong dialog dan diskusi dengan teman
Membantu
siswa
mendefinisikan
dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
berkaitan dengan masalah.
Membantu siswa merumuskan hipotesis
Membantu siswa memberikan solusi
Membimbing siswa dalam mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS)
Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja
Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan
masalah
Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan
masalah
Mengevaluasi materi.
Pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam PBL adalah pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student-centered learning), sehingga siswa memegang
peran utama pelaksanaan pembelajaran PBL. Peran siswa dalam PBL antara lain
berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam belajar, menggali permasalahan,
menginvestigasi, dan berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan.
Tutor atau guru berfungsi sebagai fasilitator dalam pembelajaran PBL.
Terdapat beberapa fungsi utama tutor yaitu menjaga agar proses pembelajaran tetap
berjalan, memancing siswa belajar secara mendalam, memastikan semua siswa
terlibat dalam proses belajar, memantau kemajuan belajar dari tiap-tiap anggota
kelompok, dan memberitahu hal yang mampu mendorong siswa dalam menggali
kasusnya. Tutor juga berfungsi untuk menstimulasi interaksi antar siswa dengan
menanyakan beberapa pertanyaan, klarifikasi, atau aplikasi pengetahuan. Namun
demikian, perlu digarisbawahi bahwa tutor tidak diperkenankan memberitahu secara
langsung ilmu pengetahuan yang dimilikinya, karena pada prinsipnya fungsi tutor
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
23
adalah sebagai fasilitator proses belajar sehingga tercipta proses belajar yang aktif
dan dinamis.
Dari prinsip dasar PBL dapat disimpulkan bahwa PBL adalah pembelajaran
yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri. Dan prinsip dasar PBL yang dapat
diterpakan dengan pengajaran menggunakan multimedia adalah titik awal untuk
belajar berupa masalah dan pembelajaran secara mandiri.
Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Seperti yang dikemukakan oleh Putra (2013), kekurangan dari model pembelajaran
PBL adalah sebagai berikut:
1. Tujuan tidak dapat tercapai bagi siswa yang malas.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan PBL.
Model pembelajaran PBL juga memiliki kelebihan. Menurut Putra (2013),
kelebihan dari model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut:
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan. Hal itu dikarenakan siswa itu sendiri yang
menemukan konsep tersebut.
2. Siswa terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dan dituntut untuk lebih terampil dalam
berpikir.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih
bermakna.
4. Dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya. Siswa
juga dapat merasakan manfaat pembelajaran. Hal ini dikarenakan masalah masalah yang
diselesaikan tersebut langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata.
5. Masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap materi yang dipelajarinya.
Dengan demikian model pembelajar PBL ini tidak bisa tercapai terhadap
siswa yang malas karena model ini siswa dituntut untuk aktif dan mencari sendiri
guru memberikan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa dan guru sebagai
mendampingi dalam pembelajaran.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
24
2.8. Suhu dan Kalor
Suhu dan kalor adalah dua buah besaran yang saling berkaitan satu sama lain.
Adanya suhu karena adanya kalor dan juga sebaliknya, yakni ada kalor pasti ada
suhu. Perubahan dua besaran ini terjadi untuk mencapai keadaan setimbang. Jika
kalor suatu benda bertambah, maka suhu benda akan meningkat lalu akan mencari
keadaan setimbangnya sendiri jika volume di jaga konstan.
2.8.1 Suhu
Suhu adalah derajat atau tingkat panas dinginnya suatu benda. Suhu dapat
diukur dengan alat yang bernama termometer banyak jenisnya. Namun yang sering
digunakan adalah celsius, reamur, fahrenheit, dan kelvin (Budi, 2007). Seperti pada
Gambar 1 menunjukkan perbandingan skala berbagai termometer dengan satuan suhu
berbeda.
Gambar 2.1. Perbandingan skala berbagai termometer
(sumber : http://Softilmu.blogspot.com)
Perbandingan skala dari berbagai termometer adalah sebagai berikut:
C
:
R
:
F
:
K
100
:
80
:
180
:
100
5
:
4
:
9
:
5
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
25
Dari perbandingan skala satuan suhu tersebut kita dapat mengonversi antarsatuan dalam suhu sebagai berikut:
Konversi dari satuan Celcius ke Reamur dan sebaliknya
C:
C=
F=5:4
R dan
R=
C
(2.1)
Konversi dari satuan Celcius ke Fahrenheit dan sebaliknya
C : ( F – 32) = 5 : 9
C = ( F - 32) dan
F=
C + 32
(2.2)
Konversi dari satuan Celcius ke Kelvin dan sebaliknya
tC : (tK – 273) = 5 : 5
tC = tK – 273 dan tK =
C + 273
(2.3)
Konversi dari satuan Fahrenheit ke Kelvin dan sebaliknya
( F – 32) : (tK – 273) = 9 : 5
(2.4)
F = (tK – 273) + 32 = tK – 459,4 dan tK = ( F +459,4)
Keterangan :
C = Celcius
R = Reamur
F = Fahrenheit
K = Kelvin
2.8.2 Pemuaian
Apabil suatu benda menyerap kalor maka benda tersebut akan memuai.
Besarnya pemuaian tergantung dari jenis benda, ukuran semula dan perubahan
suhunya (Supadi, 2013). Pemuaian dapat terjadi pada zat padat, zat cair, dan gas:
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
26
1. Pemuaian panjang
Kanginan (2013) mengemukakan, “Koefisien muai panjang (α) suatu bahan
adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap panjang awal benda
(
) per satuan kenaikan suhu (ΔT)”. Secara matematis, dinyatakan seabagai:
ΔL = α
ΔT
L-
=α
L=
{1+ α(T -
(T-
)
)}
(2.5)
dengan:
= panjang awal (m)
= panjang akhir (m)
α = koefisien muai panjang (/°C)
= temperatur awal (°C)
= temperatur akhir (°C)
lo
Δl
To
T
1
Gambar 2.2. Pemuaian panjang
setiap benda memiliki koefisien muai panjang yang berbeda, seperti yang diperlihatkan
pada tabel berikut ini:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tabel 2.2. Koefisien muai panjang
Nama Bahan
Koefisiean Muai Panjang (/oC)
Intan
12 x 10-5
Kuningan
1,9 x 10-5
Tembaga
1,7 x 10-5
Aluminium
1,2 x 10-5
Baja
1,1 x 10-5
Platina
1,0 x 10-5
Kaca
0,9 x 10-5
Pyrex
0,3 x 10-5
Invar
0,1 x 10-5
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
27
2. Pemuaian Luas
Jika benda berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi pemuaian dalam arah
memanjang dan arah melebar.dengan kata lain, benda padat mengalami pemuaian
luas. Pemuaian luas berbagai zat tergantung pada koefisien muai luas. Koefisien muai
luas (β) suatu bahan adalah fraksi pertambahan luas benda (ΔA) terhadap luas awal
benda (
) persatuan kenaikan suhu (ΔT). Seperti halnya pada persamaan pada
ekspansi panjang maka untuk perubahan luas ΔA dapat ditulis:
ΔA = β
AA=
ΔT
=β
(T-
{1+ β ( T -
)
)}
(2.6)
Gambar 2.3. Pemuaian luas
(sumber: http//.Indonesia.cerdas.web.id)
Jika perubahan suhu sangat kecil (sebesar dT), maka akan dihasilkan perubahan
luas yang juga kecil, yaitu sebesar dA. Dengan demikian, persamaannya dapat ditulis
sebagai:
dA = β
dt
(2.7)
pertamabahan luas tentu terjadi karena pertambahan panjang dan lebar. Dengan
demikian, secara logis tentu saja terdapat hubungan antara koefisien muai panjang α
dan koefisien muai luas β. Hubungan antara α dan β, yaitu:
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
28
β=2α
(2.8)
3. Pemuaian Volume
Jika benda padat berbentuk balok dipanaskan, maka akan terjadi pemuaian
dalam arah memanjang, melebar, dan tinggi. Dengan kata lain, benda padat
mengalami pemuaian volume. Pemuaian volume berbagai zat bergantung pada
koefisien muai volume. Koefisien muai volume (γ) suatu bahan adalah fraksi
pertambahan volume terhadap volume awal benda ( ) persatuan kenaikan suhu (ΔT).
Seperti yang dituliskan pada persamaan berikut ini:
ΔV = γ
V-
ΔT
=γ
ΔT
V=
+γ
ΔT
V=
{1+ γ ΔT}
(2.9)
Dengan:
V = volume akhir ( )
= volume awal ( )
γ = koefisien muai volume (/°C)
ΔT = T - = perubahan suhu (°C atau K)
ΔV
Gambar 2.4. Muai volume
Sekali lagi, jika perubahan suhu cukup kecil (yaitu sebesar dT), maka
perubahan volume juga cukup kecil (yaitu dV). Persamaanya adalah:
dV = γ
dT
(2.10)
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
29
hubungan antara γ dan α adalah:
γ=3α
(2.11)
2.8.3 Kalor
Menurut Kanginan (2013), kalor adalah salah satu bentuk energi, para ilmuan
menganggap bahwa kalor adalah sejenis zat alir (kalorik) yang terkandung dalam
setiap benda dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Teori ini disebut teori kalorik
dan pertama kali diperkenalkan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794), ahli
kimia kebangsaan prancis. Berdasarkan teori ini, satuan kalor mula-mula diberi nama
kalori (di singkat kal) kandungan energi dalam makanan sering disebut kalori yang
berarti kilokalori (kkal).
1.
Kalor Jenis
Jumlah kalor Q yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu benda bermassa m dari
ke
sebanding dengan perubahan suhu ΔT=
-
. Secara matematis, jumlah
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda bermassa m sebesar ΔT adalah:
Q = m c ΔT
Zat
(2.12)
Tabel 2.3 Harga kalor jenis
Kalor Jenis (c)
Kkal / kgoC
J / kgoC
Aluminium
Tembaga
Kaca
Besi atau baja
Timah hitam
Perak
Kayu
Alkohol (etil)
Air raksa
Air
Es (-5 oC)
Cair (15 oC)
Uap ( 110 oC)
Tubuh manusia (rata-rata)
0,22
0,093
0,20
0,11
0,031
0,056
0,4
0,58
0,033
900
390
840
450
130
230
1700
2400
140
0,50
1,00
0,48
0,83
2100
4186
2010
3470
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
30
2.
Kapasitas Kalor
Persamaan Q = m c ΔT dapat juga dituliskan sebagai:
Q = C ΔT
(2.13)
Dengan C = m c disebut sebagai kapasitas kalor.
3.
Menghitung Kalor
=
(2.14)
Kalor adalah energi yang berpindah. Jadi, prinsip di atas merupakan prinsip
hukum kekekalan energi.
4.
Kalorimeter
Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Kalorimeter
umumnya digunakan menentukan kalor jenis suatu zat. Kalorimeter menggunakan
teknik percampuran dua zat didalam satu wadah. Jika kalor jenis suatu zat diketahui,
kalor jenis zat lain yang dicampur dengan zat tersebut dapat dihitung.
Ada beberapa jenis kalorimeter, tetapi kita hanya akan membahas dua jenis
kalorimeter yaitu:
a.
Kalorimeter aluminium
Kalorimeter ini terdiri atas sebuah bejana aluminium yang kalor jenisnya
diketahui.
b.
Kalorimeter listrik
Berbeda dengan kalorimeter aluminium, kalorimeter listrik biasanya
digunakan untuk menentukan kalor jenis zat cair.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
31
2.8.4 Perubahan Wujud
Kita akan menggunakan istilah wujud untuk mendeskripsikan keadaan tertentu
dari bahan, seperti padat, cair, dan gas. Contoh perubahan wujud yang mudah diamati
adalah proses peleburan es. Nilai kalor lebur berbeda-beda tergantung jenis zat.
Q = mL
(2.15)
Kalor kita anggap bernilai positif jika diterima dan kita anggap negatif jika
dilepaskan. Oleh karena itu, kita dapat menuliskan rumus umum.
Q = ± mL
(2.16)
2.8.5 Perpindahan Kalor
Terdapat tiga mekanisme proses pemindahan kalor antar medium, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi.
1. Perpindahan kalor secara konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor dengan cara
menempelkan langsung antara medium yang berbeda temperatur. Kita tinjau sebuah
silinder pejal yang berpenampang A dan panjang L yang dipasang sebagai
penghubung antara dua buah benda yang bertemperatur berbeda, seperti yang terlihat
pada gambar di bawah ini.
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
32
Gambar 2.5. Perpindahan kalor secara konduksi
(sumber: http://nsefti.blogspot.com)
Jika T
lebih besar dari T , maka kalor akan mengalir ke kanan. Besar kalor
yang dipindahkan adalah ΔQ dalam waktu ΔT, sehingga laju aliran kalor H adalah:
H=
!
(2.17)
"
Dari hasil percobaan menunjukkan laju aliran perpindahan kalor berbanding
lurus terhadap luas penampang aliran A dan perbedaan suhu (T - T ). Laju aliran
perpindahan kalor juga berbanding terbalik terhadap panjang penghantar L dan
berbanding lurus terhadap sifat kehantaran bahan atau konduktivitas termal bahan.
Hal itu diungkapkan dalam persamaan berikut:
H=
dengan
"$ % "&
#
!
"
= kA
"
#
(2.18)
merupakan perbedaan temperatur per satuan panjang atau yang
disebut juga sebagai gradien suhu.
Keterangan:
H = arus kalor (J/s)
k = konduktivitas termal (W/m°C)
A = luas penampang aliran ( )
= temperatur tinggi (°C)
= temperatur rendah (°C)
= panjang penghantar (m)
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
33
Setiap benda mempunyai sifat kehantaran kalor atau konduktivitas termal yang
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Jenis benda
Perak
Tembaga
Aluminium
Baja
Es
Kaca (biasa)
Bata
Tabel 2.4 Nilai konduktivitas termal benda
Konduktivitas termal (k)
Konduktivitas termal (k)
Jenis
Kkal /
J / m.s.oC Kkal / m.s. oC
J / m.s.oC
benda
m.s.oC
420
380
200
40
2
0,84
0,84
1000 x 10-4
920 x 10-4
500 x 10-4
110 x 10-4
5 x 10-4
2 x 10-4
2 x 10-4
Air
Tubuh
Kayu
Gabus
Wol
Busa
Udara
0,56
0,2
0,08 – 0,16
0,042
0,040
0,024
0,023
1,4 x 10-4
0,5 x 10-4
0,2 x 10-4
0,1 x 10-4
0,1 x 10-4
0,06 x 10-4
0,055 x 10-4
2. Perpindahan kalor secara konveksi
Konveksi merupakan perpindahan kalor melalui aliran massa pada fluida dari
satu ruang ke ruang yang lainnya. Laju kalor yang terjadi pada peristiwa konveksi
dinyatakan dengan persamaan berikut (Kanginan, 2013):
H=
!
= hA ΔT
Dengan :
H = laju kalor (watt atau J/s)
h = koefisien konveksi bahan (W % ' % )
A = luas penampang yang bersentuhan dengan fluida (
ΔT = beda suhu antara benda dan fluida (K atau °C)
(2.19)
)
3. Perpindahan kalor secara radiasi
Kalor dari matahari dapat sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat
perantara (medium). Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Radiasi merupakan
perpindahan kalor oleh gelombang elektromagnet, seperti cahaya tampak, inframerah,
dan ultraviolet. Stefan Boltzman menemukan besarnya laju kalor untuk radiasi yaitu:
!
= σA
(2.20)
Dicetak pada tanggal 2017-07-19
Id Doc: 589c943581944dce11493e8e
34
Tidak semua benda dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna. Oleh karena itu
perlu sedikit modifikasi dari persamaan (2.20) agar dapat digunakan pada setiap
benda. Persamaan ini dapat di tulis (Daya radiasi).
!
= e σA
Dengan :
!
= daya/laju kalor (W)
e = emisivitas benda
σ = konstanta stefan (5,67 x 10%* W
T = suhu benda (K)
%
'% )
(2.21)
Download