Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegitan paling pokok dalam proses belajar-mengajar manusia terutama dalam pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan atau sekolah. Hal ini menunjukan bahwa berhasil tidaknya suatu pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar-mengajar yang dialami oleh individu. Menurut Nasution (2013), belajar dianggap sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Tingakah laku baru itu, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, serta berkembangnya sifat-sifat sosial dan emosional. Menurut pendapat tradisional yang dikutip dari Sadiman (2003), belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Disini yang dipentingkan pendidikan intelektual, dimana anak-anak diberi bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal. Banyak pendapat para ahli tentang belajar diantaranya yaitu sudjana dalam Hamiah (2014), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada individu yang belajar. Lebih lanjut, sudjana mengemukakan 7 Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 8 bahwa pengertian belajar sebagai proses yang aktif, belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita belajar tentang bagai mana mengubah tingkah laku seseorang. Surya dalam Rusman (2011), mengemukakan pengertian belajar sebagai sesuatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memproleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan linkungannya. Abidin dalam Hamiah (2014) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. 2.2. Proses Belajar –Mengajar Proses mengajar adalah suatu proses kegiatan di sekolah yang melibatkan antara guru dan siswa. Proses mengajar dapat juga dikatakan sebagai suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau lingkungan yang mendukung didalam proses belajar. Kalau belajar adalah kegiatan dari siswa dan guru tetapi mengajar merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh guru. Suhana (2014), mengajar merupakan proses menyampaikan transmisi dan transformasi sistem nilai kepada siswa, sehubungan dengan peran guru sebagai pengajar. Pengajar harus mengusahakan agar proses belajar itu terjadi, namun jika pengajar tidak mengerti tentang proses belajar, sudah tentu kurang bisa dalam mengajar. Setiap guru seharusnya dapat mengajar di depan kelas. Bahkan mengajar itu dapat dilakukan pada sekelompok siswa diluar kelas maupun dimana saja. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 9 Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru, dalam pelaksanaan mengajar guru dihadapkan dengan materi yang harus dikuasai dan sekelompok siswa yang merupakan mahluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Siswa setelah menerima pengajaran dari guru diharapkan dapat menjadi manusia yang dewasa yang bertanggung jawab, berkepribadian dan bermoral. Suatu proses belajar-mengajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Pengurkuran sukses atau tidaknya suatu pengajran bukan melalui metode atau prosedur yang digunakan di dalam pengajaran, pengukuran suksesnya pengajaran adalah hasil belajar siswa. Di dalam menentukan hasil belajar siswa perlu cermat dan tepat yaitu dengan memperhatikan bagaimana prosesnya, karena di dalam proses inilah siswa akan beraktivitas. 2.3 Aktivitas Belajar Dalam proses mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam proses berfikir maupun proses bertindak. Aktivitas sangat diperlukan didalam belajar disebabkan prinsip belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga jika tidak ada belajar maka tidak akan timbul aktivitas. Aktivitas merupakan prinsip utama yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Suhana (2014), mengatakan bahwa proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikologis siswa baik jasmani maupun rohani, sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, murah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 10 Hamalik dalam Suhana (2014), menyatakan bahwa aktivitas belajar dibagi kedalam delapan kelompok yaitu: 1. Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain. 2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi. 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis,yaitu menulis cerita, menulis laporan, memerika karangan, bahanbahan copy, membuat outline atau rangkuman,mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. 7. Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahakan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. 8. Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, semua kegiatan–kegiatan tersebut dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran kerja kelompok untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan memperhatikan kondisi saat proses pembelajaran berlangsung seperti materi pembelajaran, ruang kelas dan sebagainya demi tercapainya tujuan pembelajaran yang direncanakan. 2.4 Diskusi kelompok Diskusi kelompok adalah percakapan yang dipersiapkan diatara 3 orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin. Digunakan dengan tujuan untuk memberi kesempatan serta untuk saling memukakan pendapat dalam mengenal dan memecahkan problema. Menciptakan suasana yang informal dan membuat problema lebih menarik. Juga mengajak para peserta yang tidak suka berbicara untuk mau mengemukakan pendapat mereka, mendorong rasa kesatuan, memperluas Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 11 pandangan, menghayati kepemimpinan bersama, membantu mengembangkan kepemimpinan, dan mengembangkan sikap hidup demokratis. Menurut Suryosubroto dalam putra (2013). Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pengajaran dengan guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok-kelompok untuk mengadakan perbincangan ilimiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun ke berbagai alternatif pemecahan suatu masalah. Berikut aspek penilaian diskusi menurut Arsjad dalam putra (2005) yang terdiri dari aspek kebahasaan dan nonkebahasaan yang telah dimodifikasi. Adapun aspek yang dinilai dalam diskusi meliputi: 1) Kesungguhan, keberanian dan semangat, 2) kelancaran penggunaan bahasa, 3) kejelasan ucapan, 4) penguasaan masalah, dan 5) aspek pendapat. Menurut Putra (2013). Jenis-jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar antara lain diskusi panel, simposium, seminar, Forum, dan musyawarah belajar. Sementara itu, agar metode diskusi dapat berjalan sesuai yang diharapkan, maka guru harus memperhatikan beberapa hal berikut: a. Menentukan masalah (topik) yang dijangkau oleh taraf berfikir siswa. Artinya, siswa sudah memiliki pengetahuan tentang pemecahan masalah yang diharapkan. b. Mengemukakan masalah dengan memberi penjelasan cara-cara pemecahan masalahnya dan mnjelaskan hasil yang ingin dicapai dalam diskusi. c. Guru membentuk kelompok siswa, lalu dipilih pula ketua, wakil, dan penulis, mengatur tempat duduk, menjelaskan tata tertip. d. Siswa mendiskusikan maslah dengan kelompoknya masing-masing dengan bimbingan guru. e. Setiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. f. Semua siswa mesti mencatat hasil diskusi, sedangkan masing-masing ketua kelompok mengumpulkan hasil diskusi kepada guru. Menurut Alma (2012), kelebihan metode diskusi kelompok antara lain: a. memungkinkan adanya interaksi antara guru dan murid juga antara siswa dengan siswa. b. Siswa bisa belajar menghargai pendapat orang lain c. Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar d. Siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasan pelajaran e. Menumbuhkan dan mengembangkan pola berpikir f. Mengajukan dan mempertahankan pendapat dalam berdiskusi Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 12 1) Pemimpin diskusi pemimpin diskusi adalah orang yang bertugas memimpin diskusi agar diskusi bisa berjalan dengan baik dan lancar. Untuk awal-awal sebaiknya guru yang memimpin diskusi kelas. Peran pemimpin diskusi menurut Semiawan dalam Harmianto (2014) terutama adalah dua, yaitu: a. Sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan, yakni bertugas mengatur jalanya diskusi agar lancar dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan kelompok lain, menjaga agar pembicaraan menurut giliran agar tidak serempak, pembicaraan tidak dikuasai orang-oarang tertentu yang gemar berbicara untuk membuka kesempatan bagi orang pemalu, penakut supaya mengemukakan pendapatnya dan mengatur pembicaraan agar di dengar oleh semua anggota diskusi. b. Sebagai dinding penangkis, artinya pemimpin diskusi menerima pertanyaan, pernyataan, atau komentar atau komentar dari anggota, kemudian melemparkan kembali kepada anggota Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa peran pemimpin diskusi sangat penting untuk melaksanakan diskusi kelompok agar tujuan berjalan dengan baik dan tujuan tercapai sesuai tujuan pembelajar dapat tercapai dengan baik. 2.5 Hasil Belajar Salah satu tugas guru adalah mengevaluasi tarap keberhasilan rencana dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Untuk menimbang sejauh mana tarap Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 13 keberhasilan guru dan belajar siswa secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliable), kita memerlukan informasi yang didukung eleh data yang objektif dan memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku pribadi siswa.Wujud perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar dapat bersipat fungsionalstruktural, material-substansial, danbehavioral. Untuk memudahkan sistematikanya, seperti yang dikemukakan oleh Bloom dalam Hamiyah (2014) dengan istilah koknitif, afektif dan fisikomotor. Menurut Bloom dalam Arikunto (2013) hasil belajar dikelompokan ke dalam tiga ranah atau, dan internalisasi. 1) Hasil Belajar Ranah Psikomotor Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar yang diekspresikan dalam bentuk keterampilan menyelesaikan domain yaitu: 2) Hasil Belajar Ranah Kognitif Ranah kognitif dari hasil belajar menurut Bloom meliputi penguasaan konsep, ide, pengetahuan faktual, dan berkenaan dengan keterampilan-keterampilan intelektual. 3) Hasil Belajar Ranah Afektif Ranah afektif dari hasil belajar menurut bloom berkenaan dengan sikap dan nilai yang dibedakan menjadi 5 aspek, yakni penerimaan, jawaban atau respons, penilaian, organisasitugas-tugas manual dan gerakan fisik atau kemampuan bertindak. Hasil belajar diperlukan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami dan mempelajari materi. Untuk mengetahui hasil belajar maka diperlukan penilaian. Dengan penilaian, dapat diketahui siswa yang berhasil menguasai materi dan siswa yang belum menguasai materi sehingga bisa diberikan tindak lanjut. Untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa selama pembelajaran, maka dibutuhkan evaluasi atau penilaian. Keberhasilan belajar siswa tidak hanya ditentukan oleh penguasaannya dalam mengingat dan memahami teori. Namun, keberhasilan belajar juga ditentukan oleh keterampilan yang didapat siswa dan bagaimana sikap siswa setelah terjadi pembelajaran. Penilaian hasil belajar mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Mulyasa dalam Hamiyah (2014). Ada beberapa komponen penting dalam penilaian proses hasil belajar, yaitu: Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 14 a. Pelacak terhadap kopetensi siswa mencakup proses dan hasil belejar. Penilaian proses dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung pada tiap pertemuan dan beberapa pertemuan berikutnya dilakukan pada awal, pertengahan atau akhir pertemuan. b. Kopetensi siswa sebagai tujuan pembelajaran hakikatnya adalah kesatuan utuh (holistik) pengetahuan, keterampilan dan serta nilai-nilai dan sikap yang dapat ditampilkan siswa dalam berpikir dan bertindak. c. Penilaian dilakukan selama rentang pembelajaran. Maknanya bahwa penilaian merupakan satu kesatuan integral dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, bukan bagian yang terpisah dari pembelajaran. d. Pengambilan keputusan dalam penilaian didasarkan pada karakteristik siswa secara individual. Maknanya bahwa keputusan tentang tingkat pencapaian kopetensi siswa harus memperhatikan konstruk pengetahuan yang dibangun oleh masing-masing siswa secara individual, setara dengan paradikma konstruktivisme. Dalam proses pembelajaran kopetensi siswa sangat penting dalam melakukan penenilaian agar menjadi pedoman dalam melihat dan menilai sikap, perkembangan siswa pada setiap pertemuan agar tercapainya hasil yang maksimal. 2.6. Pendekatan Saintifik Dalam Permendikbut No. 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Pendekatan saintifik atau Ilmiah sering disebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013. Kurniasih (2014) menyatakan bahwa, “pendekatan ilmiah (scientific appoacch) dalam pembelajaran di dalamnya menyangkut komponen: mengamati, menanyakan, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan”. Pendekatan saintifik atau ilmiah disajikan sebagai berikut: 1.Mengamati Metode mengamati sangat bermanfaat bagi penemuan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 15 metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran. 2.Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula guru membimbing dan memandu peserta didik belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didik, ketika itu pula guru mendorong didiknya untuk menjadi penyimak dan pembelajaran yang baik. 3. Menalar Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating, bukan merupakaan terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaaran asosiatif. Proses pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. 4.Mencoba Dalam metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 5.Menganalisis data Kemampuan menganalisis data merupakan kemampuan mengkaji data yang telah dihasilkan dengan menggunakan sumber atau pengetahuan yang sudah ada. Kemampuan menyimpulkan merupakan kemampuan membuat ringkasan atas Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 16 kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan yang mana simpulan tersebut harus bisa menjawab rumusan masalah yang diajukan sebelumnya. 6. Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan merupakan kemampuan menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan dengan bahasa yang komunikatif dan efektif. Menurut Abidin (2014), “Pendekatan saintifik dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran yang memadukan siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis data untuk menghasilkan sebuah kesimpulan”, dan menuntut siswa berfikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat”. Dalam pembelajaran saintifik, memiliki beberapa karakteristik khususnya dalam penerapannya. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Objektif, artinya pembelajaran senantiasa dilakukan atas objek tertentu dan siswa dibiaskan diberi penilaian secara objektif terhadap objek tersebut. Faktual artinya pembelajaran senantiasa dilakukan terhadap masalah-masalah faktual yang terjadi disekitar siswa hingga siswa dibiaskan untuk dapat bertanggung jawabkan kebenaran. Sistematik pembelajaran dilakukan atas tahapan belajar yang sistematik dan terhadap belajar ini berfungsi sebgai panduan pelaksanaan pembelajaran. Bermetode artinya dilaksaankan berdasarkan metode pembelajaran ilmiah tertentu yang sudah teruji keefektifitasnya. Cermat dan tepat artinya pembelajaran dilakukan untuk membimbingt kecermatan dan ketepatan siswa dalam mengkaji sebuah fenomena atau objek tertentu. Logis artinya pembelajaran senantiasa mengangkat hal yang masuk akal. Aktual yakni bahwa pembelajaran senantiasa melibatkan konteks kehidupan anak sebagai sumber yang bermakna. Disenterested artinya pembelajaran harus dilakukan dengan tidak memihak melainkan benarbenar didasarkan atas kecapaian belajar siswa yang sebenarnya. Unsupported opinion artinya pembelajaran tidak dilakukan untuk menumbuhkan pendapat atau opini yang tidak disertai bukti-bukti nyata. Verifikatif, artinya hasil belajar yang di peroleh siswa dapat diverifikasi kebenarannya dalam arti dikonfirmasikan, direvisi, dan diulang dengan cara yang sama atau beda. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 17 Menurut Trilling dan Fadel dalam Abidin (2014) merumuskan sintaks pembelajaran saintifik sebagai berikut: Mengajukan Pertanyaan Melaksanakan penelitian/eksperimen Meneliti pertanyaan Menganalisis data dan membuat simpulan Membuat hipotesis Mencipta dan mengkomunikasikan laporan Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan kembali tahapan pembelajaran saintifik adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Fase 1: Mengajukan pertanyaan Pada tahap ini siswa siswa melakukan pengamatan terhadap objek tertentu. Berdasarkan pengamatan tersebut siswa membuat pertanyaan yang harus dijawab melalui kegiatan penelitian. Fase 2: Menguji pertanyaan Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan pengujian atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Pengujian dimaksudkan untuk mengetes apakah masalah yang diajukan dapat diteliti (logis), terukur, bermaafaat, etis, dan faktual (tersedia sumber datanya). Fase 3: Membuat hipotesis Pada tahap ini siswa membuat jawaban sementara atas pertanyaan yang telah dibuatnya. Proses pembuatan hipotesis dilakukan dengan mengoptimalkan pengetahuan awal siswa (skemata) sehingga terjadi penalaran deduktif. Fase 4: Melaksanakan penelitian/eksperimen Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan eksperimen atau melakukan serangkai kegiatan penelitian sederhana. Berdasarkan kegiatan eksperimen tersebut siswa mengumpulkan data dan mencatat semua data dengan baik dan lengkap. Fase 5: Menganalisis data dan membuat kesimpulan Pada tahapan ini siswa menganalisis dan memakai data hasil penelitian. Proses pemaknaan data dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis dengan teori/materi ajar (buku teks) yang telah ada. Selanjutnya siswa membuat kesimpulan atas hasil kegiatan yang telah dilakukan. Fase 6: Menciptakan dan mengomunikasikan laporan Pada tahap ini siswa menuliskan laporan hasil penelitian. Setelah laporan selesai, perwakilan siswa mengomunikasikan laporan tersebut dan mencocokan dengan hasil temuan kelompok lain. Sehingga dapat disimpulkan pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk belajar bekerja secara ilmiah, Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 18 dimulai dari proses observasi, menanya, hipotesis, eksperimen, analisis data hingga menyampaikan hasil temuannya kepeserta didik lainnya. 2.7 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Secara umum istilah Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, Model pembelajaran merupakan bingkaian dari penerapan suatu pendekatan, metode, tekhnik pembelajaran. Menurut Sudrajad dalam putra (2013), ada beberapa alasan yang membuat pembelajaran berdasarkan maslah (PBL) digunakan dalam proses pembelajaran, diantaranya ialah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Seorang lulusan tidak dapat menanggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan mengunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu mengunakan dan memadukan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuann yang dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. Iteraksi antara berbagai konsep, prinsip dan informasi cabang ilmu bisa terjadi dengan baik. Kemampuan siswa untuk terus-menerus melakukan up dating atau pengembangan pengetahuannya dapat tercapai. Perilaku sebagai seorang life long learner mampu tercapai Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan sejumlah keterampilan, diantaranya ialah sebagi berikut: 1. Keterampilan penelusuran kepustakaan 2. Keterampilan membaca 3. Keterampilan atau kebiasaan membuat catatan 4. Kemampuan kerja sama dalam kelompok 5. Keterampilan berkomunikasi 6. Keterbukaan 7. Berpikir analitik 8. Kemandirian dan keaktifan belajar 9. Wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan Dapat mengimbangi kececepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat. Mengenai pengertian pembelajaran PBL, ada banyak pendapat dijadikan sebagai rujukan. Inilah beberapa pendapat para tokoh (ahli) tentang devenisi atau pengertian pembelajaran model PBL: Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 19 Menurut Bound dan Feletti dalam Sigit (2013) problem basad learning is a conception of knowledge, understanding, and education profoundly different from the more usual conception underlying subject-based learning. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa PBL merupakan gambaran dari ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pembelajaran yang sangat berbeda dengan pembelajaran subject based learning. Menurut Nurhadi dalam Putra (2013), pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang mengunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. Sedangkan, pengertian pembelajaran berbasis masalah ialah proses kegiatan pembelajaran dengan cara mengunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memeperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran. Menurut Brunner dalam dalam Putra (2013), pembelajaran menekankan penalaran induktif dan proses inkuiri. Dalam teori tersebut, dikenal adanya scaffolding sebagai suatu proses saat seseorang siswa dibantu oleh guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih dalam menuntaskan masalah tertentu, sehingga dapat melampaui kapasitas perkembangannya. Semua pendapat tersebut mendukung model PBL, karena teori itu menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut memperoleh pengetahuan sendiri. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 20 Adapun langkah-langkah pembelajaran pada PBL menurut Arends dalam Sulistyowati dan Wisdawati (2014) adalah sebagai berikut: 1) Fase 1: Memberikan orientasi suatu masalah pada peserta didik (orient student to the problem) Pada fase ini guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan utnuk dilakukan oleh peserta didik. Untuk peserta didik yang belum mengenal PBL, guru harus menerangkan prosedur modul pembelajaran PBL secara terperinci. 2) Fase 2: Mengorganisasi peserta didik untuk meneliti (organize student for study) Pada fase ini guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya secara bersama-sama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membentuk tim-tim atau kelompok. 3) Fase 3: Mendampingi dalam penyelidikan sendiri maupun kelompok (assist independent and group investigation). Pada fase ini guru mendorong peserta didik mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, serta mencari penjelasan dan solusi. Guru mendampingi siswa dalam melaksanakan penyelidikan baik sendiri maupun kelompok dengan cara mengumpulkan data dan melakukan percobaan serta mengembangkan hipotesis, menjelaskan, dan memberikan solusi. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 21 4) Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil (develop and present article and exhibits) Pada fase ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, serta modelmodel dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain. 5) Fase 5: Analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah (analyze and evaluate the problem-solving process) Pada fase ini guru membantu dan membimbing peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan dalam proses pembelajaran, dengan di dampingi guru maka siswa maka siswa bisa lebih aktip dalam bertanya dan mencari dari sumber yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran PBL menurut Sudrajat dalam Putra (2013) dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini: Tabel: 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran PBL Langkah No. Kegiatan Guru 1. Menginformasikan tujuan pembelajaran Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan 2. terjadi pertukaran ide yang terbuka Orientasi Masalah 3. Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara 4. terbuka Membantu siswa dalam menemukan konsep 1. berdasarkan masalah Mengorganisasikan siswa untuk Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, 2. belajar dan cara belajar siswa aktif. Menguji pemahaman siswa atas konsep yang 3. ditemukan Membantu menyelidiki secara 1. Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam mandiri atau kelompok mengerjakan/menyelesaikan masalah Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 22 2. 3. 4. 5. 6. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja 1. 2. 1. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah 2. 3. Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugastugas. Mendorong dialog dan diskusi dengan teman Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah. Membantu siswa merumuskan hipotesis Membantu siswa memberikan solusi Membimbing siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah Mengevaluasi materi. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam PBL adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning), sehingga siswa memegang peran utama pelaksanaan pembelajaran PBL. Peran siswa dalam PBL antara lain berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam belajar, menggali permasalahan, menginvestigasi, dan berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan. Tutor atau guru berfungsi sebagai fasilitator dalam pembelajaran PBL. Terdapat beberapa fungsi utama tutor yaitu menjaga agar proses pembelajaran tetap berjalan, memancing siswa belajar secara mendalam, memastikan semua siswa terlibat dalam proses belajar, memantau kemajuan belajar dari tiap-tiap anggota kelompok, dan memberitahu hal yang mampu mendorong siswa dalam menggali kasusnya. Tutor juga berfungsi untuk menstimulasi interaksi antar siswa dengan menanyakan beberapa pertanyaan, klarifikasi, atau aplikasi pengetahuan. Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa tutor tidak diperkenankan memberitahu secara langsung ilmu pengetahuan yang dimilikinya, karena pada prinsipnya fungsi tutor Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 23 adalah sebagai fasilitator proses belajar sehingga tercipta proses belajar yang aktif dan dinamis. Dari prinsip dasar PBL dapat disimpulkan bahwa PBL adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri. Dan prinsip dasar PBL yang dapat diterpakan dengan pengajaran menggunakan multimedia adalah titik awal untuk belajar berupa masalah dan pembelajaran secara mandiri. Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Seperti yang dikemukakan oleh Putra (2013), kekurangan dari model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: 1. Tujuan tidak dapat tercapai bagi siswa yang malas. 2. Membutuhkan banyak waktu dan dana. 3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan PBL. Model pembelajaran PBL juga memiliki kelebihan. Menurut Putra (2013), kelebihan dari model pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan. Hal itu dikarenakan siswa itu sendiri yang menemukan konsep tersebut. 2. Siswa terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dan dituntut untuk lebih terampil dalam berpikir. 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna. 4. Dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya. Siswa juga dapat merasakan manfaat pembelajaran. Hal ini dikarenakan masalah masalah yang diselesaikan tersebut langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. 5. Masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Dengan demikian model pembelajar PBL ini tidak bisa tercapai terhadap siswa yang malas karena model ini siswa dituntut untuk aktif dan mencari sendiri guru memberikan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa dan guru sebagai mendampingi dalam pembelajaran. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 24 2.8. Suhu dan Kalor Suhu dan kalor adalah dua buah besaran yang saling berkaitan satu sama lain. Adanya suhu karena adanya kalor dan juga sebaliknya, yakni ada kalor pasti ada suhu. Perubahan dua besaran ini terjadi untuk mencapai keadaan setimbang. Jika kalor suatu benda bertambah, maka suhu benda akan meningkat lalu akan mencari keadaan setimbangnya sendiri jika volume di jaga konstan. 2.8.1 Suhu Suhu adalah derajat atau tingkat panas dinginnya suatu benda. Suhu dapat diukur dengan alat yang bernama termometer banyak jenisnya. Namun yang sering digunakan adalah celsius, reamur, fahrenheit, dan kelvin (Budi, 2007). Seperti pada Gambar 1 menunjukkan perbandingan skala berbagai termometer dengan satuan suhu berbeda. Gambar 2.1. Perbandingan skala berbagai termometer (sumber : http://Softilmu.blogspot.com) Perbandingan skala dari berbagai termometer adalah sebagai berikut: C : R : F : K 100 : 80 : 180 : 100 5 : 4 : 9 : 5 Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 25 Dari perbandingan skala satuan suhu tersebut kita dapat mengonversi antarsatuan dalam suhu sebagai berikut: Konversi dari satuan Celcius ke Reamur dan sebaliknya C: C= F=5:4 R dan R= C (2.1) Konversi dari satuan Celcius ke Fahrenheit dan sebaliknya C : ( F – 32) = 5 : 9 C = ( F - 32) dan F= C + 32 (2.2) Konversi dari satuan Celcius ke Kelvin dan sebaliknya tC : (tK – 273) = 5 : 5 tC = tK – 273 dan tK = C + 273 (2.3) Konversi dari satuan Fahrenheit ke Kelvin dan sebaliknya ( F – 32) : (tK – 273) = 9 : 5 (2.4) F = (tK – 273) + 32 = tK – 459,4 dan tK = ( F +459,4) Keterangan : C = Celcius R = Reamur F = Fahrenheit K = Kelvin 2.8.2 Pemuaian Apabil suatu benda menyerap kalor maka benda tersebut akan memuai. Besarnya pemuaian tergantung dari jenis benda, ukuran semula dan perubahan suhunya (Supadi, 2013). Pemuaian dapat terjadi pada zat padat, zat cair, dan gas: Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 26 1. Pemuaian panjang Kanginan (2013) mengemukakan, “Koefisien muai panjang (α) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap panjang awal benda ( ) per satuan kenaikan suhu (ΔT)”. Secara matematis, dinyatakan seabagai: ΔL = α ΔT L- =α L= {1+ α(T - (T- ) )} (2.5) dengan: = panjang awal (m) = panjang akhir (m) α = koefisien muai panjang (/°C) = temperatur awal (°C) = temperatur akhir (°C) lo Δl To T 1 Gambar 2.2. Pemuaian panjang setiap benda memiliki koefisien muai panjang yang berbeda, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tabel 2.2. Koefisien muai panjang Nama Bahan Koefisiean Muai Panjang (/oC) Intan 12 x 10-5 Kuningan 1,9 x 10-5 Tembaga 1,7 x 10-5 Aluminium 1,2 x 10-5 Baja 1,1 x 10-5 Platina 1,0 x 10-5 Kaca 0,9 x 10-5 Pyrex 0,3 x 10-5 Invar 0,1 x 10-5 Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 27 2. Pemuaian Luas Jika benda berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi pemuaian dalam arah memanjang dan arah melebar.dengan kata lain, benda padat mengalami pemuaian luas. Pemuaian luas berbagai zat tergantung pada koefisien muai luas. Koefisien muai luas (β) suatu bahan adalah fraksi pertambahan luas benda (ΔA) terhadap luas awal benda ( ) persatuan kenaikan suhu (ΔT). Seperti halnya pada persamaan pada ekspansi panjang maka untuk perubahan luas ΔA dapat ditulis: ΔA = β AA= ΔT =β (T- {1+ β ( T - ) )} (2.6) Gambar 2.3. Pemuaian luas (sumber: http//.Indonesia.cerdas.web.id) Jika perubahan suhu sangat kecil (sebesar dT), maka akan dihasilkan perubahan luas yang juga kecil, yaitu sebesar dA. Dengan demikian, persamaannya dapat ditulis sebagai: dA = β dt (2.7) pertamabahan luas tentu terjadi karena pertambahan panjang dan lebar. Dengan demikian, secara logis tentu saja terdapat hubungan antara koefisien muai panjang α dan koefisien muai luas β. Hubungan antara α dan β, yaitu: Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 28 β=2α (2.8) 3. Pemuaian Volume Jika benda padat berbentuk balok dipanaskan, maka akan terjadi pemuaian dalam arah memanjang, melebar, dan tinggi. Dengan kata lain, benda padat mengalami pemuaian volume. Pemuaian volume berbagai zat bergantung pada koefisien muai volume. Koefisien muai volume (γ) suatu bahan adalah fraksi pertambahan volume terhadap volume awal benda ( ) persatuan kenaikan suhu (ΔT). Seperti yang dituliskan pada persamaan berikut ini: ΔV = γ V- ΔT =γ ΔT V= +γ ΔT V= {1+ γ ΔT} (2.9) Dengan: V = volume akhir ( ) = volume awal ( ) γ = koefisien muai volume (/°C) ΔT = T - = perubahan suhu (°C atau K) ΔV Gambar 2.4. Muai volume Sekali lagi, jika perubahan suhu cukup kecil (yaitu sebesar dT), maka perubahan volume juga cukup kecil (yaitu dV). Persamaanya adalah: dV = γ dT (2.10) Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 29 hubungan antara γ dan α adalah: γ=3α (2.11) 2.8.3 Kalor Menurut Kanginan (2013), kalor adalah salah satu bentuk energi, para ilmuan menganggap bahwa kalor adalah sejenis zat alir (kalorik) yang terkandung dalam setiap benda dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Teori ini disebut teori kalorik dan pertama kali diperkenalkan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794), ahli kimia kebangsaan prancis. Berdasarkan teori ini, satuan kalor mula-mula diberi nama kalori (di singkat kal) kandungan energi dalam makanan sering disebut kalori yang berarti kilokalori (kkal). 1. Kalor Jenis Jumlah kalor Q yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu benda bermassa m dari ke sebanding dengan perubahan suhu ΔT= - . Secara matematis, jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu benda bermassa m sebesar ΔT adalah: Q = m c ΔT Zat (2.12) Tabel 2.3 Harga kalor jenis Kalor Jenis (c) Kkal / kgoC J / kgoC Aluminium Tembaga Kaca Besi atau baja Timah hitam Perak Kayu Alkohol (etil) Air raksa Air Es (-5 oC) Cair (15 oC) Uap ( 110 oC) Tubuh manusia (rata-rata) 0,22 0,093 0,20 0,11 0,031 0,056 0,4 0,58 0,033 900 390 840 450 130 230 1700 2400 140 0,50 1,00 0,48 0,83 2100 4186 2010 3470 Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 30 2. Kapasitas Kalor Persamaan Q = m c ΔT dapat juga dituliskan sebagai: Q = C ΔT (2.13) Dengan C = m c disebut sebagai kapasitas kalor. 3. Menghitung Kalor = (2.14) Kalor adalah energi yang berpindah. Jadi, prinsip di atas merupakan prinsip hukum kekekalan energi. 4. Kalorimeter Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor. Kalorimeter umumnya digunakan menentukan kalor jenis suatu zat. Kalorimeter menggunakan teknik percampuran dua zat didalam satu wadah. Jika kalor jenis suatu zat diketahui, kalor jenis zat lain yang dicampur dengan zat tersebut dapat dihitung. Ada beberapa jenis kalorimeter, tetapi kita hanya akan membahas dua jenis kalorimeter yaitu: a. Kalorimeter aluminium Kalorimeter ini terdiri atas sebuah bejana aluminium yang kalor jenisnya diketahui. b. Kalorimeter listrik Berbeda dengan kalorimeter aluminium, kalorimeter listrik biasanya digunakan untuk menentukan kalor jenis zat cair. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 31 2.8.4 Perubahan Wujud Kita akan menggunakan istilah wujud untuk mendeskripsikan keadaan tertentu dari bahan, seperti padat, cair, dan gas. Contoh perubahan wujud yang mudah diamati adalah proses peleburan es. Nilai kalor lebur berbeda-beda tergantung jenis zat. Q = mL (2.15) Kalor kita anggap bernilai positif jika diterima dan kita anggap negatif jika dilepaskan. Oleh karena itu, kita dapat menuliskan rumus umum. Q = ± mL (2.16) 2.8.5 Perpindahan Kalor Terdapat tiga mekanisme proses pemindahan kalor antar medium, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. 1. Perpindahan kalor secara konduksi Perpindahan kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor dengan cara menempelkan langsung antara medium yang berbeda temperatur. Kita tinjau sebuah silinder pejal yang berpenampang A dan panjang L yang dipasang sebagai penghubung antara dua buah benda yang bertemperatur berbeda, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 32 Gambar 2.5. Perpindahan kalor secara konduksi (sumber: http://nsefti.blogspot.com) Jika T lebih besar dari T , maka kalor akan mengalir ke kanan. Besar kalor yang dipindahkan adalah ΔQ dalam waktu ΔT, sehingga laju aliran kalor H adalah: H= ! (2.17) " Dari hasil percobaan menunjukkan laju aliran perpindahan kalor berbanding lurus terhadap luas penampang aliran A dan perbedaan suhu (T - T ). Laju aliran perpindahan kalor juga berbanding terbalik terhadap panjang penghantar L dan berbanding lurus terhadap sifat kehantaran bahan atau konduktivitas termal bahan. Hal itu diungkapkan dalam persamaan berikut: H= dengan "$ % "& # ! " = kA " # (2.18) merupakan perbedaan temperatur per satuan panjang atau yang disebut juga sebagai gradien suhu. Keterangan: H = arus kalor (J/s) k = konduktivitas termal (W/m°C) A = luas penampang aliran ( ) = temperatur tinggi (°C) = temperatur rendah (°C) = panjang penghantar (m) Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 33 Setiap benda mempunyai sifat kehantaran kalor atau konduktivitas termal yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Jenis benda Perak Tembaga Aluminium Baja Es Kaca (biasa) Bata Tabel 2.4 Nilai konduktivitas termal benda Konduktivitas termal (k) Konduktivitas termal (k) Jenis Kkal / J / m.s.oC Kkal / m.s. oC J / m.s.oC benda m.s.oC 420 380 200 40 2 0,84 0,84 1000 x 10-4 920 x 10-4 500 x 10-4 110 x 10-4 5 x 10-4 2 x 10-4 2 x 10-4 Air Tubuh Kayu Gabus Wol Busa Udara 0,56 0,2 0,08 – 0,16 0,042 0,040 0,024 0,023 1,4 x 10-4 0,5 x 10-4 0,2 x 10-4 0,1 x 10-4 0,1 x 10-4 0,06 x 10-4 0,055 x 10-4 2. Perpindahan kalor secara konveksi Konveksi merupakan perpindahan kalor melalui aliran massa pada fluida dari satu ruang ke ruang yang lainnya. Laju kalor yang terjadi pada peristiwa konveksi dinyatakan dengan persamaan berikut (Kanginan, 2013): H= ! = hA ΔT Dengan : H = laju kalor (watt atau J/s) h = koefisien konveksi bahan (W % ' % ) A = luas penampang yang bersentuhan dengan fluida ( ΔT = beda suhu antara benda dan fluida (K atau °C) (2.19) ) 3. Perpindahan kalor secara radiasi Kalor dari matahari dapat sampai ke bumi melalui ruang hampa tanpa zat perantara (medium). Perpindahan kalor seperti ini disebut radiasi. Radiasi merupakan perpindahan kalor oleh gelombang elektromagnet, seperti cahaya tampak, inframerah, dan ultraviolet. Stefan Boltzman menemukan besarnya laju kalor untuk radiasi yaitu: ! = σA (2.20) Dicetak pada tanggal 2017-07-19 Id Doc: 589c943581944dce11493e8e 34 Tidak semua benda dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna. Oleh karena itu perlu sedikit modifikasi dari persamaan (2.20) agar dapat digunakan pada setiap benda. Persamaan ini dapat di tulis (Daya radiasi). ! = e σA Dengan : ! = daya/laju kalor (W) e = emisivitas benda σ = konstanta stefan (5,67 x 10%* W T = suhu benda (K) % '% ) (2.21)