Kumpulan Abstrak Disertasi Semester Gasal 2008/2009 Psikologi Pendidikan (PSP) 140 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009 Tindakan Guru Dalam Pembelajaran Pengembangan Kecerdasan Emosional Siswa (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Roushon Fikr Jombang Jawa Timur) Nasirudin Abstrak Penelitian ini membahas tentang sebuah fenomena kecerdasan manusia yang beraneka ragam jenisnya, yang pada dekade terakhir banyak diperbincangkan orang, yakni kecerdasan manusia berdimensi ganda, baik yang berupa kecerdasan intelektual (Gardner, 1993), maupun kecerdasan emosional (Goleman, 1995). Satiadarma dan Waruwu (2003) menyatakan, dalam dunia pendidikan yang terjadi selama ini dan bahkan selama bertahun-tahun dirasakan adanya pengejaran terhadap aspek-aspek kognitif sebagai anak emas. Guru dalam berbagai perbincangannya senantiasa membicarakan kepandaian anak atau kecerdasan anak yang hanya menekankan pada aspek intelektual dan prestasi akademik saja. Sementara di sisi lain terjadi kemerosotan dan kekurangwaspadaan terhadap perkembangan aspek sosial dan emosional anak. Temuan Priyo (2001) dalam disertasinya mengungkapkan, bahwa dalam interaksi pembelajaran yang bersifat kognitifpun, terdapat banyak tindakan di dalam kelas yang melibatkan emosi guru, di sisi lain banyak juga tindakan siswa di dalam kelas yang mencerminkan keadaan emosinya. Oleh karena itu, mestinya proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dikemas dengan tidak hanya melibatkan kemampuan intelektual saja, melainkan juga mengedepankan kemampuan dan perilaku yang mencerminkan kondisi kecerdasan emosional, sehingga hubungan antara guru dan siswa menjadi seimbang dan terciptalah hubungan pembelajaran transaksional. Karena itu, kedua aspek kecerdasan ini hendaknya dikembangkan dalam dunia pendidikan secara bersama-sama, sehingga lulusan sekolah yang dihasilkan, tidak hanya memahami dan mengerti tentang pengetahuan kognitif dan akademik belaka, tetapi mereka juga memiliki kemampuan dalam aspek kecerdasan emosional, sehingga mampu mengenal emosi diri, mengelola emosi diri, mampu memotivasi diri, mengenal emosi orang lain, dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain. Seiring dengan kesadaran tersebut, Sekolah Dasar (SD) Islam Roushon Fikr yang terletak di kota Jombang, Jawa Timur mulai mengupayakan usaha-usaha untuk menggarap program pendidikan terkait dengan layanan guru dalam proses pembelajaran yang mampu mengembangkan perilaku siswa terkait dengan kecerdasan emosional. Berdasarkan pada studi pendahuluan dan data dari beberapa referensi di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa di SD Islam Roushon Fikr Jombang, yang meliputi: 1). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi diri, 2). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengelola emosi diri, 3). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa memotivasi diri sendiri, 4). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi orang lain, dan 5). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan dalam perkembangan setelah mengumpulkan data, menganalisis, dan mengidentifikasi, muncul fokus kedua sebagai temuan penelitian tambahan, yaitu peristiwa spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan peristiwa dalam pembelajaran yang berpeluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, tetapi diabaikan atau tidak direspon langsung oleh guru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif ethnografi dengan rancangan studi kasus. Data penelitian berupa hasil pengamatan tindak pembelajaran guru dan perilaku siswa serta wawancara dari para informan. Instrumen utama pengumpulan data adalah peneliti sendiri. Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data dengan model interaktif, yang terdiri atas: 1). Reduksi data, 2). Penyajian data, dan 3). Penarikan kesimpulan. Temuan penelitian menunjukkan, bahwa tindak pembelajaran yang dilakukan oleh subyek penelitian (guru al Islam, Bahasa Indonesia, Sains, dan IPS kelas I, II, dan III) SD Islam Roushon Fikr Jombang, memiliki kontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa, yang berupa: 1). Kemampuan siswa mengenal emosi diri, tindakan guru meliputi: menanyakan kabar atau keadaan siswa pada saat pembelajaran, dan meminta siswa menceritakan perasaan pada waktu kecil secara kronologis; 2). Kemampuan siswa mengelola emosi diri, tindakan guru meliputi: mengajak siswa berbaris dengan rapi dan masuk ke dalam kelas secara bergiliran, meminta siswa antri dan tidak berebutan dalam mengumpulkan tugas, dan guru meminta siswa mengerjakan soal dengan hati-hati, sabar, dan menjaga buku supaya tidak kotor; 3). Kemampuan siswa memotivasi diri sendiri, yang meliputi tindakan guru menjelaskan manfaat atau kegunaan dari pelajaran yang diajarkan, dan memberi nasihat akan pentingnya belajar yang tumbuh dari kesadaran diri sendiri, secara bertahap dengan cara meminta siswa untuk keluar kelas, maupun meminta siswa maju ke depan untuk menunjukkan hasil kerjanya; 4). Kemampuan siswa mengenal emosi orang lain, 139 Program Studi S3 PSP 141 yakni guru menanyakan kemana siswa tidak masuk, meminta siswa menyimak dan menghargai teman yang sedang bercerita, dan guru bersikap ”diam” ketika melihat siswa yang membuat gaduh; dan 5). Kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain, tindakan guru meliputi: mengajak siswa untuk belajar kelompok, meminta siswa mengumpulkan tugas secara berantai, dan guru meminta siswa melakukan simulasi atau bermain peran dalam pembelajaran. Berkaitan dengan fokus kedua, terdapat peristiwa spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan adanya peluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, yang diabaikan oleh guru. Beberapa saran perlu peneliti sampaikan kepada: 1). Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan: a. Mengadakan perubahan orientasi kerangka pikir pembelajaran dengan selalu menggandengkan pengembangan kecerdasan emosional sebagai soft skills, di samping tercapainya hard skills dalam wujud pesan bidang studi melalai upaya pembelajaran yang mendidik, dan b. Membekali mahasiswa dengan wawasan kependidikan guru yang mendalam sebagai implicit teories of teaching, yang bisa digunakan untuk mengelola pembelajaran terkait dengan tercapainya instructional goal maupun nurturant effect; 2). Para Ahli Psikologi Pendidikan: menciptakan suatu pola pelatihan beserta instrumen indikatornya tentang pengembangan kecerdasan emosional, baik melalui kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler, dan b. Mengembangkan strategi khusus melalui penekanan terhadap aspek praktis-interaktif dalam pembelajaran kelompok, yang memiliki kontribusi bagi pengembangan kecerdasan emosional siswa; dan 3). Peneliti Berikutnya: a. Melakukan penelitian lanjut tentang pengembangan kecerdasan emosional siswa, baik menggunakan pendekatan kuantitatif maupun kualitataif dengan rancangan model multi kasus ataupun multi situs, dan b. Menindaklanjuti penelitian dengan menyelenggarakan studi yang sama pada setting yang berbeda, sehingga lebih memperkaya temuan penelitian. Kata kunci: tindakan guru dalam pembelajaran, kecerdasan emosional siswa Pengembangan Kreativitas Melalui Kegiatan Analogi Pada Siswa MTs Surya Buana Malang Rahmat Aziz Abstrak Kreativitas adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi kehidupan sosial, karena itu pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkannya. Namun, proses pendidikan yang berlangsung saat ini kurang berpihak pada pengembangan kreativitas siswa, salah satu indikatornya adalah model pembelajaran yang digunakan guru cenderung monoton dan kurang menarik. Kreativitas sebagai sebuah konsep psikologis bisa dipahami sebagai karakteristik pribadi (person), proses (process), produk (product), dan pendorong (press). Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagai process kreativitas berarti kemampuan berpikir untuk membuat kombinasi baru. Sebagai product kreativitas diartikan sebagai suatu karya baru, berguna, dan dapat dipahami oleh masyarakat pada waktu tertentu. Sebagai person kreativitas berarti ciri-ciri kepribadian non kognitif yang melekat pada orang kreatif, dan sebagai press artinya pengembangan kreativitas itu ditentukan oleh faktor lingkungan baik internal maupun eksternal. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksperimental yang bertujuan menguji analogi dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan menulis kreatif dengan menyertakan sikap kreatif sebagai variabel kovariat. Pelajaran yang digunakan sebagai sarana pemberian perlakuan adalah bahasa Indonesia yang dianggap cocok untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan menulis kreatif dalam bentuk menulis karangan. Subjek penelitian diambil dari siswa kelas tujuh (VII) MTs Surya Buana Malang sebanyak 48 orang (24 untuk kelompok analogi dan 24 untuk kelompok pembanding). Pengambilan data dilakukan dengan tes berpikir kreatif, tes menulis kreatif, dan skala sikap kreatif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis 1) multivariate analysis of covariance digunakan untuk menguji pengaruh kegiatan analogi terhadap kemampuan berpikir dan menulis kreatif dengan menyertakan sikap kreatif sebagai variabel kovariat; 2) regression analysis digunakan untuk menguji pengaruh berpikir kreatif terhadap kemampuan menulis kreatif; dan 3) analysis of variance digunakan untuk menguji pengaruh jenis kelamin terhadap kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan menulis kreatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kegiatan analogi efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif; 2) Kegiatan analogi efektif dalam mengembangkan kemampuan menulis kreatif; 3) Terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kreatif dengan kemampuan menulis kreatif; 4) Jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemampuan berpikir dan menulis kreatif, perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki pada kedua kemampuan tersebut. 142 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009 Saran yang disampaikan sehubungan dengan temuan dalam penelitian adalah 1) pengembangan kreativitas baik dalam bentuk kemampuan berpikir kreatif maupun kemampuan menulis kreatif bisa dilakukan terintegrasi dalam suatu pelajaran di sekolah yang salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan kegiatan analogi; 2) perlu ada perlakuan yang berbeda dalam mengembangkan kreativitas pada laki-laki dan perempuan. Kata kunci: analogi, berpikir kreatif, menulis kreatif, sikap kreatif Pengaruh Pendekatan Kontekstual Dalam Proses Belajar Mengajar Matematika Terhadap Sikap, Motivasi, dan Hasil Belajar Siswa SMP Sri Mulyati Abstrak Dewasa ini hasil belajar matematika siswa di sekolah-sekolah di Indonesia belum memuaskan bahkan memprihatinkan. Kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah kurang diperhatikan. Padahal aplikasi matematika sudah menjangkau berbagai bidang, sehingga patut diduga jika penguasaan matematika siswa kurang baik maka siswa akan mengalami kesulitan di bidang lain yang memerlukan penguasaan matema-tika. Tetapi kenyataannya tidak semua siswa menyukai matematika, siswa merasa matematika sangat sulit dan tidak menyenangkan. Di samping itu masih banyak guru SMP mengajarkan matematika dengan menyajikan sederetan langkah yang harus dihafal siswa, sehingga pemahaman konsepkonsep matematika terabaikan. Pembelajaran kontekstual mempresentasi-kan suatu konsep dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks di mana materi itu digunakan. Siswa secara aktif mengkonstruksi dan merekonstruksi sendiri pengetahuan mereka, berarti siswa akan memper-oleh situasi belajar terbaik, sehingga dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika dan dapat meningkatkan motivasi belajarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan sikap terhadap matematika, (2) perbedaan motivasi belajar matematika, dan (3) perbedaan hasil belajar matematika, antara siswa yang mengikuti pembela-jaraan kontekstual dan yang mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen, menggunakan rancangan Nonequivalent Control Group Disign. Subjek penelitian siswa kelas VIII SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang yang diambil dua kelas dari empat kelas yang ada dengan kemampuan seimbang berdasar hasil pre tes. Dari dua kelas dipilih secara acak, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan inventory sikap terhadap matematika, inventory motivasi belajar matematika, dan tes hasil belajar matematika. Inventory sikap terhadap matematika terdiri dari duapuluh butir pernyataan dengan koefisien reliabilitas alpha 0,8743. Inventory motivasi belajar matematika terdiri dari duapuluh butir pernyataan dengan koefisien reliabilitas alpha 0,8065. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan Multivariate Analysis of variance (MANOVA). Hasil analisis menunjukkan: (1) ada perbedaan yang signifikan sikap terhadap matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan yang mengikuti pembelajaran konvensional, (2) ada perbedaan motivasi belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan yang mengikuti pembelajaran konvensional, pendekatan pembelajaran konvensional memberikan pengaruh yang lebih baik pada motivasi belajar matematika dibandingkan pembelajaran kontekstual, (3) ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dan yang mengikuti pembelajaran konvensional, pembelajaran kontekstual memberikan pengaruh yang lebih baik pada hasil belajar matematika dibandingkan dengan pembelajaraan konvensional. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematik dengan pendekatan kontekstual mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. Oleh karena itu pendekatan kontekstual di dalam pembelajaran matematika penting diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Kata kunci: pendekatan kontekstual, sikap, motivasi, hasil belajar Program Studi S3 PSP 143 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode STAD (Student Team-AchievementDivision) Pada Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar Syuul T. Karamoy Abstrak Mata pelajaran matematika diajarkan di Sekolah Dasar untuk membentuk kemampuan berhitung dan bernalar siswa, dan lazim diajarkan dimulai dari hal yang konkret menuju kepada hal yang abstrak. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika, siswa diarahkan agar memiliki keterampilan dalam berhitung melalui kegiatan praktis yang dilakukan sendiri oleh siswa. Salah satu materi yang harus dikuasai siswa sekolah dasar adalah materi pecahan. Akan tetapi dalam kenyataannya, sering terjadi bahwa siswa menghadapi kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal pecahan dalam proses pembelajaran matematika. Temuan penelitian Soedjadi (1990) mengungkapkan kelemahan penguasaan materi pecahan bagi siswa sekolah Dasar. Salah satu usaha yang kali ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep pecahan dilakukan melalui penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD (student teamachievement divisions) yang diluncurkan dengan menggunakan rancangan penelitian Tindakan Kelas. Metode STAD mempunyai beberapa kelebihan yaitu (1) melatih siswa untuk dapat bekerjasama saling membantu dalam satu tim yang terdiri atas siswa yang berkemampuan lebih tinggi, dan siwa yang berkemampuan rendah, dalam melaksanakan tugas kelompok, dengan harapan bahwa melalui interaksi ini mereka mampu mengembangkan sikap (2) saling menghargai. (3) sikap kepemimpinan, (4) saling ketergantungan, dalam rangka mencapai tujuan elompok. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas praktik-prakiek pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri. Dalam pelaksanaannya, ternyata penelitian ini dapat memenuhi kriteria penguasaan yang telah ditetapkan dalam 3 Siklus pembelajaran, karena meskipun pada akhir Siklus I, teramati bahwa: (a) proses kerjasama, saling membantu antara siswa yang berkemampuan lebih tinggi dan siswa yang berkemampuan lebih rendah belum nampak, (b) interaksi yang terjalin dalam kelompok sebagai satu tim juga belum nampak, akan tetapi dengan tambahan pengarahan oleh guru yang dipetik dari hasil Refleksi pada akhir Siklus 1, maka pada akhir Siklus II, teramati bahwa (a) proses kerjasama mulai nampak, demikian juga (b) proses saling membantu antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah, (c) akan tetapi mereka mengalami kesulitan dan belum bisa menentukan pecahan-pecahan yang senilai.menyederhanakan pecahan dan melakukan operasi penjumlahan pecahan dalam rangka mencapai prestasi kelompok yang maksimal, akan tetapi dengan tambahan pengarahan oleh guru yang dipetik dari hasil Refleksi pada akhir Siklus II, maka akhirnya pada akhir Siklus III, teramati bahwa (a) pada umumnya siswa telah mampu menyajikan nilai pecahan melalui gambar, membandingkan pecahan yang berpenyebut sama, (b) interaksi yang terjalin dalam kelompok sebagai satu tim mulai nampak, (c) siswa mampu menentukan pecahan-pecahan yang senilai serta menyederhanakannya, akan tetapi masih mengalami kesulitan dalam operasi penjumlahan pecahan. Dan pada akhir Siklus III, telah nampak jelas (a) proses kerjasama, saling membantu antara siswa yang berkemampuan lebih tinggi dan siswa yang berkemampuan lebih rendah yang tergabung dalam satu tim, (b) pemahaman bersama tentang konsep pecahan, membandingkan nilai pecahan, mengurutkan nilai pecahan dan operasi penjumlahan pecahan, dan telah tumbuh (c) rasa saling ketergantungan, memiliki kepedulian terhadap teman dalam rangka mencapai prestasi kelompok yang maksimal, sehingga kriteria yang telah ditetapkan dapat dinyatakan terpenuhi. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan selama tiga siklus pembelajaran ini, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pernbelajaran kooperatif metode STAD dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pecahan dan dapat membangun kerjasama siswa dalam kelompok. Proses kerjasama, saling membantu dalam satu tim antara siswa yang berkemampuan lebih tinggi dengan siswa yang berkemampuan lebih rendah telah terjalin cukup baik pada akhir Siklus III dalam pembelajaran kooperatif metode STAD ini. Dalam bekerjasama tersebut siswa benar-benar memperlihatkan keseriusan dan kesungguhan mereka untuk melaksanakan tugas dalam kelompok. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD perlu dijadikan sebagai suatu referensi dalam kegiatan pembelajaran maternatika (materi pecahan) dan mungkin juga pada materi lain yang menekankan kerjasama,saling membantu dalam satu tim, dalam rangka menemukan konsep atau prinsip. Penerapan pembelajaran kooperatif metode STAD masih memerlukan perhatian dalam pengalokasian waktu. Dari hasil penelitian selama tiga siklus diperoleh indikasi bahwa pembelajaran kooperatif metode STAD memerlukan waktu lebih banyak dari pada pembelajaran konvensional. Oleh sebab 144 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009 itu, pengaturan waktu untuk pelaksanaan diskusi kelompok dan presentasi antar kelompok perlu dibuat secara cermat dan hatihati. Kata kunci: pembelajaran kooperatif, metode STAD, penelitian tindakan kelas, materi pecahan (matematika) Miskonsepsi Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi dan Faktor-faktor Penyebabnya Wangintowe Tundugi Abstrak Secara keseluruhan tujuan pembelajaran biologi di SMA adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam pada konsep-konsep biologi. Pemahaman yang mendalam bukan saja terlihat pada penguasaan siswa terhadap pengetahuan deklaratif tetapi juga meliputi pengetahuan prosedural dan kontekstual. Diasumsikan bahwa penguasaan siswa pada pengetahuan kontekstual mutlak diperlukan, supaya berguna bagi pendidikan pada level yang lebih tinggi dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui penguasaan siswa pada pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kontekstual. Studi ini diadakan di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Tes diambil dari pokok bahasan metabolisme dan substansi genetik yang secara eksplisit dirancang untuk menguji pencapaian pada 3 aspek pengetahuan. Sampel-sampel diambil dengan prosedur cluster sampling. Sebuah kelas diambil secara random untuk mewakili satu kategori untuk setiap sekolah dari 3 kategori yang ditentukan oleh Dinas Pendidikan dan Pengajaran yang dimaksudkan mewakili sekolah yang maju, cukup, dan sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi siswa pada pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kontekstual pada tiga kategori sekolah di Kota Palu. Di sekolah maju, miskonsepsi pada konsep enzim 73,9 %; katabolisme karbohidrat 69,2 %; anabolisme karbohidrat 74,9 %; kromosom 76,1 %; gen 75,0 %; DNA 76,5 %, dan sintesis protein 63,1 %. Untuk sekolah cukup maju, konsep enzim 69,3; katabolisme karbohidrat 70,8 %; anabolisme karbohidrat 67,8 %; kromosom 78,6 %; gen 79,6 %; DNA 70,8 %; dan sintesis protein 77,0 %. Dan, untuk sekolah sedang maju, konsep enzim 67,9 %; katabolisme karbohidrat 67,9 %; anabolisme karbohidrat 78,4 %; kromosom 72,6 %; gen 97,5 %; DNA 76,3 %; dan sintesis protein 74,1 %. Terdapat 2 penyebab miskonsepsi yakni faktor internal dan eksternal, faktor internal bersumber dari siswa sedangkan faktor eksternal bersumber dari luar siswa. Hasil observasi dan wawancara menujukkan bahwa faktor eksternal sebagai penyebab miskonsepsi disebabkan oleh pemahaman terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dipahami sebagai pembelajaran yang menuntut keaktivan siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga guru terkesan mengajar alakadarnya dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui Lembar Kerja Siswa (LKS). Sebagai evidence dari penguasaan kompetensi siswa, maka tagihan Ujian Nasional (UN) hanya dirancang pada aspek pengetahuan deklaratif, mirip dengan hal ini, ujian pendidikan non formal atau yang dikenal dengan nama ujian pendidikan kesetaraan paket C yang dimaksudkan untuk membantu siswa-siswa yang gagal dalam ujian nasional hanya menekankan aspek pengetahuan deklaratif. Dengan demikian, patut diduga bahwa pembelajaran yang hanya menekankan penguasaan pengetahuan deklaratif tidak akan berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional di negara ini. Hasil studi ini, merekomendasikan kepada Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah untuk meninjau kembali penggolongan sekolah-sekolah yang ada dan mulai meningkatkan kualitas pendidikan mulai dari tingkat Propinsi sampai ke tingkat Daerah. Terhadap Pemerintah Pusat, supaya mengumpulkan informasiinformasi yang mempengaruhi kualitas pendidikan pada pendidikan formal dan menuntut penguasaan tidak hanya pengetahuan deklaratif tetapi meliputi pengetahuan prosedural dan kontekstual tidak saja pada mata pelajaran biologi tetapi pada seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Kata kunci: miskonsepsi, pembelajaran biologi, faktor-faktor penyebabnya.