6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Belajar Dari http://wikipedia.com, belajar didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya nteraksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya. Perubahan-perubahan tersebut bersifat sebagai berikut: a. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, efektif, dan atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja. b. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya. c. Perubahanya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku. d. Perbahan terjadi akibat adanya situasi pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. e. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima- hadiah atau hukuman sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut. Sedangkan Nama sudjana ( dalam kusnanto, 2010 ) berpendapat ” Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam 6 7 berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Menurut Gagne ( dalam Ismail, 1998 ) setiap kegiatan belajar terdiri dari empat fase yang terjadi secara berurutan yaitu: 1. fase Aprehensi Pada fase ini siswa menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar yang akan dilakukan. Dalam pelajaran matematika stimulus tersebut bisa berupa meteri pelajaran yang terletak pada halaman sebuah buku. Pada fase ini siswa melakukan pencermatan terhadap stimulus tersebut dan mengenai hal-hal yang dia anggap menarik atau penting. 2. Fase Akuisi Pada ini siswa melakukan akuisis ( pemerolehan, penyerapan atau internalisasi ) terhadap beebagai fakta, ketrampilan, konsep atau prinsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut. 3. Fase Penyimpanan Pada Fase ini siswa menyimpan hasil-hasil kegiatan belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. 4. Fase Pemanggilan Pada fase ini siswa berusaha memangil kembali hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ia peroleh dan telah ia simpan dalam ingatan, baik itu yang menyangkut fakta, ketrampilan, konsep maupun prinsip. 2.1.2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu : 1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar). Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor 8 dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar). Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Sudjana (1989: 22) menyimpulkan “Pengertian hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya”. Pengertian tersebut maka dapat dikaji bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 2.1.3. Definisi Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. ( AriniMath.2008 ). 2.1.4. Pendekatan Pembelajaran Operasi Hitung Pecahan Menurut Robert Slavin 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif STAD Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk belajar sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 2. Konsep dasar embelajaran kooperatif Manusa memiliki derajat potensi, latar belakang histeris, serta harapan masa depan yang berbeda – beda.karena perbedaan itu manusia dapat saling asih, asah, asuh ( saling mencerdaskan ). Siswa tidak hanya belajar pada guru tetapi juga sesama siswa. 9 Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan segaja mengembangkan mutu aksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggunggan atas kesalah fahaman yang dapat menimbulkan permusuhan sebagai latihan hidup di masyarakat. 3. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif itu : Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang terkait seperti : a. Saling ketergantungan positif b. Interaksi tatap muka c. Akutabilitas individual d. Ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja dianjurkan. A. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran guru menciptakan suasana yang mendongeng agar siswa merasa saling membutuhkan. Saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui a. Dalam Saling ketergantungan mencapai tujuan b. Saling ketergantungan menyelesaikan tugas c. Saling ketergantungan bahan atau sumber d. Saling ketergantungan mencapai peran e. Saling ketergantungan hadiah B. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehngga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru . interaksi macam ini sangat penting karena siswa merasa lebh mudah belajar dari sesamanya. C. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatf menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual selanjutnya 10 disampaikan oleh guru pada kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. D. Keterampilan menjalin hubungan pribadi Keterampila sosial seperti tenggang rasa sikap sopan terhadap teman mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, memiliki dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi ( inter personal sualation ship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru dan juga dari sesama siswa. Berdasarkan ciriciri tadi siswa mengetahui pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Disamping itu untuk membantu siswa menggunakan keterampilan mengurutkan dan menyederhanakan bilang pecahan yang tepat dan akurat, gurumemberi bantuan sedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampaisistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak. Agar topik-topik pada materi pecahan dapat dipahami dengan baik anak dapat mempelajari topik tersebut bersdasarkan urutan tingkat ke sukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai yang paling rumit dan kompleks. Langah-langkah pembelajaran STAD 1. Fase informasi Pada awal tngkat ini guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berfikir siswa. 11 Dalam hal ini gur membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari setiap kelompok 4-5 orang. Pada masing-masing kelompok diberikan lembar tugas yang dselesaikan dengan cara berdiskusi dimasg-masng kelompok. Selama berdiskusi guru memberi motifasi dan penjelasan arahan materi yang akan diselesaikan. 2. Fase orientasi Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktifitas in akan berangsur-angsur menerapkan kepada siswa struktur yang memberi ciriciri sifat pengerjaan bilangan pecahan campuran dan sederhana, khususnya pada menyederhanakan bilangan pecahan dan mengurutkan bilangan pecahan. Alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek-pendek sehngga dapat mendatangkan respon khusus. 3. Fase penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa mengatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang observasi. Disamping itu, untuk membantu siswa mengunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berfikir mulai tampak nyata. 4. Fase Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemuan cara menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantaranya siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar obyek menjadi jelas. 5. Fase Integrasi Siswa mennjau kembali dan mengingat apa yang telah diplajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis minim dengan melengkapi survei secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting , tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatau yang baru. 12 Pada akhir fase kelma ini siswa mencapai tahap fikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya. 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah pernah dilakukan, akan tetapi berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan ini, diantaranya adalah: Chafidatul Ilmah. (2006) dalam judulnya “Peningkatan Proses Pembelajaran Tentang Luas Bangun Melalui Model Kooperatif Tipe STAD dan Kuis Pada Siswa Kelas VI A SD Negeri Sadang Taman Sidoarjo”. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan dengan nilai rata – rata kelas adalah 50,33 dengan ketuntasan klasikal 51,76 %. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus II diperoleh hasil belajar nilai rata – rata kelas 80,3 dengan ketuntasan klasikal 75,88 %. 2.3. Kerangka Pikir Pendekatan Pembelajaran Penerapan Teori pembelajaran Matematika Robert Slavin yang dapat Aktivitas Belajar Siswa Meningkat Berpengaruh pada hasil belajar siswa Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir 13 Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa pelajaran matematika itu dapat menumbuh kembangkan aspek pengetahuan dan aspek ketrampilan yang dapat muncul dalam penalaran siswa, oleh karena diperlukan pendidikan pembelajaran yang tepat. Pendekatan yang tepat tidak hanya bertumpu pada pengetahuan saja, namun pendekatan itu harus dapat memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Pendeatan yang dilakukan guru yang dapat menimbulkan siswa berfikir kritis dan secara langsung terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil maka dipergunakanlah teori Robert Slavin, yaitu agar siswa dapat berinteraksi secara bebas sesuai dibentuk kelompok yang masing-masing kelompok melakukan diskusi untuk memecahkan masalah pada kelompok ini siswa tidak merasa terikat oleh wibawa guru sehingga anak dapat berfikir bebas, dengan ditunjang dengan alat peraga yang disediakan siswa dapat berpraktik langsung, sehingga dapat menimbulkan gambaran yang mengarah pada pemecah masalah yang yang didiskuskan oleh karna dengan digunakan teori Robert Slavin siswa terlihat begitu asik terhadap proses pembelajaran dan penuh semangat dalam melaksanakan tugas yang dihadapi. Dalam pembelajaran langah-langkah diatas karena keaktifan dan bangunya semangat semoga dapat berpengaruh besar terhadap aktifitas siswa yang bisa diharapkan hasil belajar siswa meningkat. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka befikir yang telah diuraikan diatas dapat diajukan hipotesis tindakan bahkan menerapkan STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang mengurutkan dan menyederhanakan pecahan kelas IV SD Negeri Cangkring Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. 14