PENDAHULUAN Masalah pigmentasi kulit lebih sering terjadi pada

advertisement
PENDAHULUAN
Masalah pigmentasi kulit lebih sering terjadi pada tipe kulit IV hingga VI (Fitzpatrick), khususnya
ras Hispanik, Asia, atau Afro-Amerika.1 Salah satu yang paling sering ditemukan adalah melasma.
Melasma merupakan kelainan hipermelanosis didapat yang mengenai daerah terpajan sinar matahari.2,3
Melasma secara klinis seringkali ditemukan simetris bilateral, berupa makula hiperpigmentasi
coklat, coklat kehitaman, atau hitam kebiruan. Lokasi terutama di wajah, yaitu pipi, hidung, dahi, atas bibir
dan dagu,4 namun kadangkala dapat juga mengenai leher dan ekstensor lengan. 4-6 Bahkan menurut
pengalaman kami, banyak ditemukan kelainan hanya di dahi, pelipis, dan preaurikular. Berdasarkan
distribusi kelainan, melasma dibagi atas 3 pola distribusi, yaitu sentrofasial (dahi, pipi, dagu, dan di atas
bibir), malar (pipi dan hidung), serta mandibular. 2,4,6 Secara histopatologis, melasma dibedakan menjadi
bentuk epidermal, dermal, dan campuran epidermal-dermal.3,4 Dengan pemeriksaan lampu Wood dapat
dibedakan letak peningkatan melanin, di epidermis, dermis, atau keduanya. Jika pada pemeriksaan
lampu Wood kelainan semakin jelas dan dengan peregangan kulit menjadi lebih terang maka lokasi
pigmen di epidermis, sedangkan lokasi pigmen di dermis jika tidak terjadi perubahan, baik dengan
pemeriksaan lampu Wood maupun dengan peregangan kulit.1,7
Kelainan ini lebih sering mengenai wanita daripada pria. Hampir 90% kasus melasma adalah
wanita.2 Pada 10% kasus mengenai pria dan umumnya berasal dari Timur Tengah, Karibia, atau Asia.3,6,8
Melasma paling sering mengenai wanita usia reproduktif dan jarang mengenai usia sebelum pubertas. 2,8
Penyebab melasma belum pasti.5 Diduga terdapat berbagai faktor yang berperan terhadap
timbulnya melasma, antara lain faktor genetik, hormon, dan pajanan sinar matahari.1,5 Pada beberapa
kasus berhubungan dengan kondisi estrogen yang tinggi dalam tubuh, misalnya saat kehamilan dan
penggunaan kontrasepsi hormonal.2,7 Faktor lain yang berpengaruh adalah obat-obat yang bersifat
fotosensitizer, disfungsi tiroid atau ovarium, dan kosmetik. Faktor yang paling penting dalam
perkembangan timbulnya melasma adalah pajanan sinar matahari. Pajanan sinar matahari yang intensif
dalam jangka panjang akan memperburuk kelainan dan dapat mencetuskan terjadinya melasma.2 Selain
itu juga diduga terdapat faktor predisposisi defisiensi nutrisi serta disfungsi endokrin dan hepatik. 2,3 Pada
1/3 kasus wanita dan hampir semua kasus laki-laki kelainan ini adalah idiopatik.3,7
Penelitian epidemiologis melasma telah banyak dilakukan di banyak negara di dunia. Namun
hingga saat ini belum ada penelitian tentang epidemiologi melasma di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, khususnya di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM
Jakarta.
Makalah ini berisi hasil penelitian epidemiologi melasma di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSCM Jakarta tahun 2004 serta faktor-faktor yang diduga berperan pada melasma.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dipakai untuk mengetahui epidemiologi melasma di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM Jakarta tahun 2004 ini adalah penelitian retrospektif.
Epidemiologi melasma di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM didapat dengan
mengumpulkan data rekam medis pasien baru melasma selama tahun 2004. Data yang dikumpulkan
selain jumlah kunjungan baru, juga meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, lama menderita kelainan, jenis
dan lama penggunaan kontrasepsi, riwayat penggunaan obat dan tabir surya, riwayat pengobatan, serta
pola distribusi melasma.
Dari data yang terkumpul didapatkan prevalensi, angka prevalensi, insidens, dan angka insidens
melasma di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM selama tahun 2004.
Prevalensi adalah frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu
tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Sedangkan angka prevalensi adalah jumlah pasien lama dan
baru suatu penyakit yang ditemukan dalam jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah populasi,
dinyatakan dalam persen atau permil.9
Insidens adalah frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu
tertentu di satu kelompok masyarakat. Angka insidens adalah jumlah pasien baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah populasi yang mungkin
terkena penyakit, dinyatakan dalam persen atau permil.9
Cara menghitung angka prevalensi dan insidens melasma di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSCM selama tahun 2004 didapat dari:
Angka prevalensi =
Jumlah kasus lama + baru penyakit melasma tahun tertentu
X 100%
Jumlah kunjungan pasien lama + baru tahun tertentu
Jumlah kasus baru penyakit melasma tahun tertentu
Angka insidens
=
X 100%
Jumlah kunjungan pasien baru tahun tertentu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi, angka prevalensi, insidens, dan angka insidens tidak dapat mencerminkan keadaan
secara akurat karena data yang kurang lengkap dan hanya mencakup data di poliklinik Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM bukan dari seluruh data di RSCM.
Jumlah pasien lama dan baru yang berkunjung ke poliklinik Divisi Dermatologi Kosmetik RSCM
tahun 2004 adalah 4.706 orang.10 Sedangkan, jumlah pasien lama dan baru yang berkunjung ke poliklinik
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 adalah 17.707 orang. 11 Jumlah
kunjungan pasien melasma tahun 2004 adalah 423 kasus. 10 Angka prevalensi di Divisi Dermatologi
Kosmetik sebesar 8,99%, sedangkan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin sebesar 2,39%.
Pasien baru yang berkunjung ke poliklinik Divisi Dermatologi Kosmetik RSCM tahun 2004 adalah
2.335 orang.10 Sedangkan, jumlah pasien baru yang berkunjung ke Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSCM tahun 2004 adalah 7.181 orang.11 Kasus baru melasma tahun 2004 berjumlah 179
orang.10 Angka insidens di Divisi Dermatologi Kosmetik sebesar 7,67%, sedangkan di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin sebesar 2,49%.
Kasus baru melasma sebanyak 179 orang, namun data rekam medis yang dapat dikumpulkan
hanya sebanyak 145. Hal ini disebabkan karena sistem penyimpanan data rekam medis yang masih
kurang baik.
Tabel 1. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Usia pasien
Pria
Wanita
15-24 tahun
0
2
25-44 tahun
3
71
45-64 tahun
0
67
> 65 tahun
0
2
Jumlah
3
142
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Jumlah (orang)
2
74
67
2
145
Persentase (%)
1,38
51,03
46,21
1,38
100
Pada tabel I terlihat hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita (97,93%), kecuali 3 pasien
berjenis kelamin pria (2,07%%). Kelompok usia tersering yang menderita melasma adalah kelompok usia
25-44 tahun, sesuai dengan kepustakaan.2,8 Kelompok usia ini merupakan usia reproduktif dan usia mulai
bekerja, kemungkinan akibat mulai banyak terpajan sinar matahari, penggunaan kosmetik, dan alat
kontrasepsi (khususnya hormonal).
Tabel 2. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan jenis pekerjaan
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Jenis pekerjaan
Ibu rumah tangga
Karyawati swasta
Guru
Pegawai Negeri Sipil
Wiraswasta
Lain-lain (wartawan, sales, penyuluh, dll)
Jumlah (orang)
66
15
10
8
7
5
Persentase (%)
45,52
10,34
6,89
5,52
4,83
3,45
Pedagang
Medis (dokter, bidan)
Tidak bekerja
Tidak ada data
Jumlah
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
4
3
3
25
145
2,76
2,07
2,07
17,24
100
Berdasarkan jenis pekerjaan didapatkan bahwa 66 orang (45,52%) adalah ibu rumah tangga.
Jenis pekerjaan lain bervariasi dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Umumnya data pekerjaan
pasien yang tercantum dalam rekam medis kurang menunjukkan hubungannya dengan melasma.
Sebaiknya jenis pekerjaan perlu dibedakan di dalam atau luar ruangan, lama pajanan sinar matahari
dalam sehari, dan proteksi terhadap sinar matahari (misalnya jenis pakaian, payung, dan topi).
Tabel 3. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan lama penyakit di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Lama penyakit
Jumlah
(orang)
≤ 1 tahun
37
2-5 tahun
59
6-10 tahun
17
11-15 tahun
5
≥ 16 tahun
3
Tidak ada data
24
Jumlah
145
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Persentase
(%)
25,52
40,69
11,72
3,45
2,07
16,55
100
Menurut urutan terbanyak, pasien sudah menderita kelainan melasma selama 2-5 tahun: 59
orang (40,69%), ≤ 1 tahun: 37 orang (25,52%), 6-10 tahun: 17 orang (11,72%), 11-15 tahun: 5 orang
(3,45%), dan ≥ 16 tahun: 3 orang (2,07%) (tabel 3). Hal ini penting diketahui untuk menentukan prognosis
penyakit.
Tabel 4. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan jenis alat kontrasepsi yang dogunakan
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Jenis alat kontrasepsi
Hormonal (pil, suntik, implant)
Nonhormonal (kondom, IUD, steril)
Riwayat kontrasepsi hormonal
Tidak pakai kontrasepsi
Tidak ada data
Jumlah
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Jumlah (orang)
21
35
14
29
46
145
Persentase (%)
14,48
24,14
9,66
20
31,72
100
Tabel 5. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi hormonal (sedang atau pernah
menggunakan) di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Lama penggunaan kontrasepsi hormonal
≤ 1 tahun
2-5 tahun
6-10 tahun
1-15 tahun
≥ 16 tahun
Tidak ada data
Jumlah
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Jumlah (orang)
3
10
9
2
2
9
35
Persentase (%)
8,57
28,57
25,71
5,71
5,71
25,71
99,98
Banyak kepustakaan mencantumkan faktor hormonal sebagai salah satu penyebab melasma,2-8
namun jenis hormon dan mekanisme yang menyebabkan melasma belum dapat dipastikan. Melasma
dilaporkan berhubungan dengan pil kontrasepsi oral yang mengandung estrogen-progesteron dan
pengobatan dietilstilbestrol untuk kanker prostat.2 Kepustakaan lain menyatakan rendahnya insidens
melasma pada wanita pasca-menopause yang mendapat estrogen replacement therapy.7 Kami tidak
mendapatkan kepustakaan yang mencantumkan pengaruh lama penggunaan kontrasepsi hormonal
terhadap timbulnya melasma.
Tabel 6. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan riwayat konsumsi obat
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Riwayat konsumsi obat
Jumlah (orang)
Konsumsi obat
4
Tidak konsumsi obat
41
Tidak ada data
100
Jumlah
145
* Data dari Divisi Dermatologi Kosm etik
Persentase (%)
2,76
28,28
68,96
100
Pada sebagian besar pasien (68,96%) tidak tercantum data mengenai konsumsi obat. Sebanyak
4 orang mengkonsumsi obat (2,76%), yaitu 1 orang mengkonsumsi prednison dan piroksikam, 3 orang
lainya CTM, Actifed®, dan jamu penurun berat badan. Tidak semua obat dapat menimbulkan melasma,
dan obat yang dapat menimbulkan melasma adalah yang bersifat fotosensitizer.2 Obat antiepilepsi, yaitu
hidantoin dan dilantin, dapat juga menimbulkan melasma.6-8
Tabel 7. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan penggunaan tabir surya
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Pemakaian tabir surya
Pakai tabir surya
Tidak pakai tabir surya
Tidak ada data
Jumlah
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Jumlah (orang)
38
46
61
145
Persentase (%)
26,21
31,72
42,07
100
Data tentang penggunaan tabir surya kurang akurat karena tidak tercantum jenis tabir surya, Sun
Protecting Factor (SPF), dan dilakukan aplikasi ulang atau tidak. Penggunaan tabir surya yang efektif
adalah tabir surya yang bersifat broad spectrum dan SPF ≥15.2,6 Tabir surya yang hanya menghambat
radiasi UVB (290-320 nm) tidak efektif karena radiasi UVA dan sinar tampak (320-700 nm) juga dapat
menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin. Radiasi sinar UV dapat menyebabkan peroksidasi
lipid pada membran selular, selanjutnya terbentuk radikal bebas yang menstimulasi melanosit untuk
memproduksi melanin yang berlebihan.2
Tabel 8. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan riwayat pengobatan melasma
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Riwayat pengobatan melasma
Sudah pernah diobati
Belum pernah diobati
Tidak ada data
Jumlah
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
Jumlah (orang)
71
34
40
145
Persentase (%)
48,96
23,45
27,59
100
Data riwayat pengobatan melasma juga diperlukan untuk menentukan progonis penyakit. Namun,
data akan lebih bermanfaat bila dicantumkan pengobatan yang telah dilakukan adalah oleh pasien
sendiri, dokter umum, atau dokter spesialis kulit dan kelamin, modalitas, lama, dan hasil pengobatan.
Semua ini akan menentukan pemilihan dan respons pengobatan yang akan diberikan selanjutnya.
Tabel 9. Jumlah kasus baru melasma berdasarkan pola distribusi melasma
di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004 *
Pola melasma
Malar
Sentrofasial
Mandibular
Tidak ada data
Jumlah (orang)
97
42
0
6
Persentase (%)
66,90
28,96
0
4,14
Jumlah
145
* Data dari Divisi Dermatologi Kosmetik
100
Berdasarkan kepustakaan pola sentrofasial (pipi, dahi, atas bibir, hidung, dan dagu) adalah pola
distribusi yang paling sering dibandingkan dengan kedua pola lainnya. Pada penelitian ini didapatkan
pola malar yang terbanyak yaitu 97 orang (66,90%), sentrofasial 42 orang (28,96%), dan tidak ditemukan
pola mandibular (0%), seperti terlihat pada tabel 9.
Kesimpulan dan saran
Angka prevalensi melasma tahun 2004 di Divisi Dermatologi Kosmetik sebesar 8,99%,
sedangkan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM sebesar 2,39%. Angka insidens
melasma tahun 2004 di Divisi Dermatologi Kosmetik sebesar 7,67%, sedangkan di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM sebesar 2,49%. Distribusi berdasarkan jenis kelamin adalah 97,93%
wanita dan 2,07% pria. Angka ini belum dapat mencerminkan epidemiologi melasma yang sebenarnya
karena data yang kurang lengkap dan hanya mencakup sebagian kecil data di RSCM.
Berdasarkan pola distribusi, melasma pola malar 66,90% (97 orang) pola sentrofasial 28,96% (42
orang) dan tidak ada data pada 4,14% (6 orang). Melasma pola mandibular tidak ditemukan. Bentuk
melasma sebaiknya juga dibedakan antara epidermal dan/atau dermal dengan melakukan pemeriksaan
lampu Wood. Hal ini penting untuk menentukan prognosis penyakit dan respons terhadap pengobatan.
Epidemiologi melasma masih sulit ditentukan secara akurat karena berbagai macam hambatan, antara
lain data anamnesis yang kurang lengkap, standar operasional prosedur (SOP) dan sistem penyimpanan
rekam medis yang kurang baik. Perlu dilakukan penelitian secara analitik untuk dapat menilai hubungan
antara penggunaan kontrasepsi hormonal dan pajanan sinar matahari terhadap timbulnya melasma.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Obagi ZE. Skin health: the concepts. Dalam: Obagi skin health restoration and rejuvenation. New York: Springer, 2000: 2746
Montemarano AD. Melasma. (disitasi 6 Maret 2005) Dari: www. eMedicine.com
Ortonne JP, Bahadoran P, Fitzpatrick TB, Mosher DB, Hori Y. Hypomelanoses and hypermelanoses. Dalam: Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine, edisi ke-6.
New York: McGraw-Hill; 2003: 836-81
Griffiths CEM. Melasma. Dalam: Lebwohl M, Heymann WR, Jones JB, Coulson I, penyunting. Treatment of skin disease
comprehensive therapeutic strategies. London: Mosby, 2002: 392-4
Ortonne JP, Bose SK. Pigmentation: dyschromia. Dalam: Baran R, Maibach HI, penyunting. Textbook of cosmetic
dermatology, edisi ke-3. London: Taylor & Francis, 2005: 393-7
Odom RB, James WD, Berger TG. Disturbances of pigmentation. Dalam: Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology,
edisi ke-9. Philadelphia: W.B. Saunders, 2000: 1057-72
Baumann L. Disorders of pigmentation. Dalam: Baumann L, Weisberg E, penyunting. Cosmetics dermatology principles and
practice. New York: McGraw Hill, 2002: 63-71
Bleehen SS. Disorders of skin colour. Dalam: Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, penyunting.
Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, edisi ke-6. Oxford: Blackwell Science Ltd, 1998: 1753-90
Azwar A. Frekuensi masalah kesehatan. Dalam: Pengantar epidemiologi, edisi revisi. Jakarta: Binarupa Aksara, 1999: 69-86
Laporan morbiditas poliklinik Divisi Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM, rekapitulasi
bulan Januari-Desember 2004
Laporan kunjungan pasien poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM tahun 2004
Download