plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER
PASCA KEMOTERAPI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Ignatius Galang Ananta
NIM: 101124038
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER
PASCA KEMOTERAPI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Ignatius Galang Ananta
NIM: 101124038
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada
Y.B. Kukuh Iriyanto dan Maria Yosephine Suliyem selaku orangtua saya,
Yohanes Genta Oktariyanto, Laurensia Nata Dewi, dan Yusuf Guruh Andita
selaku saudara dan saudari saya,
serta kepada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik yang turut serta dalam proses mendampingi perkembangan saya baik secara
akademis maupun non-akademis.
.
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
MOTTO
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan
bersorak sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur
benih, pasti pulang dengan sorak sorai sambil membawa berkas-berkasnya.”
(Mzm 126:5-6)
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN
KANKER PASCA KEMOTERAPI dipilih karena dewasa ini semakin sedikit
orang yang mau terjun di dalam pelayanan pendampingan pastoral terlebih kepada
orang sakit. Pengalaman sakit bukanlah pengalaman yang membahagiakan. Orang
cenderung merasa kesepian, merasa tidak berdaya dan tidak berguna karena segala
keperluan untuk hidup dilayani oleh orang lain. Bahkan ada juga yang merasa
bahwa pengalaman ini merupakan hukuman atas apa yang sudah dia lakukan
selama ini di dunia, sehingga orang yang bersangkutan merasa dunia
mengucilkannya. Penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia
adalah kanker. Kanker merupakan masalah kesehatan dari banyak negara di dunia
yang menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh
jumlah korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan
cara yang efektif untuk pengobatannya. Terdapat sejumlah ragam pengobatan
kanker yang selama ini sudah dicoba dilakukan untuk mengatasi penyakit kanker
ini di antaranya adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran (radiasi), dan
terapi kimia (kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian dalam pembahasan
ini adalah pengobatan dengan menggunakan metode kemoterapi. Dari sejumlah
data-data hasil penelitian, diungkapkan bahwa pada penderita kanker yang
menjalani pengobatan dengan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi) akan
menunjukkan efek samping yang cukup besar, seperti semakin memburuknya
kemampuan fungsi seksual, lebih mudah mengalami gangguan somatisasi, dan
timbulnya gangguan psikososial. Bertitik tolak pada permasalahan ini, maka
skripsi ini dimaksudkan untuk membantu memberikan pendampingan secara
spiritual kepada pasien kanker pasca kemoterapi.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah perlunya kerjasama yang baik
antara dokter, perawat, dan petugas rohani dalam melayani pasien kanker pasca
kemoterapi. Namun kenyataannya adalah kompetensi yang dimiliki oleh
pendamping rohani dirasa masih kurang memadai. Dari pelbagai sumber yang
sudah ditemukan oleh penulis, kebanyakan pendamping rohani atau petugas
pastoral lebih-lebih mendampingi hanya sebatas hal-hal yang sifatnya ritus
semata, seperti doa, pelayanan sakramen orang sakit, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang menjadi ujung tombak dari pendampingan ini, yakni
pendampingan yang mengena ke hati belum tersentuh. Untuk mengkaji masalah
ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu, terlibat langsung dalam
menemani pasien telah dilaksanakan oleh penulis. Di samping itu, studi pustaka
juga diperlukan untuk menunjang gagasan yang dapat digunakan untuk mengkaji
persoalan ini.
Hasil akhir dari tulisan ini menunjukkan bahwa Shared Christian Praxis
dan Sunday School merupakan suatu model pendampingan pastoral yang relevan
bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Untuk keperluan itu, penulis mengusulkan
suatu program pastoral orang sakit dengan model Shared Christian Praxis dan
Sunday School bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Thesis entitled PASTORAL CARE FOR THE POSTCHEMOTHERAPY CANCER PATIENTS is chosen because are getting fewer
people who are willing to plunge in the first pastoral care ministry to the sick.
Experience of sickness is not a happy experience. People tend to feel lonely,
helpless and useless for their daily life have to be served by someone else. Even
some feel that this experience is a punishment for what he has done in his life
which eventually make him feel that the world isolate them. A disease that is
feared by a number of people in the world is cancer. Cancer is a health problem of
many countries in the world which has been a serious concern in the field of
medicine. This is caused by the number of cancer patient continues to increase
from year to year and there is no effective way of treatment. There are a wide
number of cancer treatments that have been developed to overcome this cancer
some of them are surgery (surgery), radiation (radiation), and chemical treatment
(chemotherapy). The focus in this discussion is the treatment using chemotherapy.
Based on the amount of research data, patients who undergoing cancer treatment
with radiotherapy/chemical treatment (chemotherapy) will show considerable side
effects, such as worsening of sexual function capability, more prone to
somatization disorder, and impaired psychosocial. Based on this issue, then this
paper is intended to help in providing spiritual assistance to cancer patients after
chemotherapy.
The main issue in this paper is the need for good cooperation between
doctors, nurses, and spiritual workers in accompanying cancer patients after
chemotherapy. However the reality has shown that the competency of the spiritual
companion is still not adequate. From various sources that have been found by the
author, most spiritual companion or pastoral workers merely accompany those
things that are rites, such as prayer, sacramental ministry to the sick, and so forth.
While the spearhead of this assistance, the assistance that hit to the heart
untouched. To examine this issue adequatelly we need accurate data. Therefore,
the direct remains involvement in the accompanying patients has been
implemented by the author. In addition, literature studies are also needed to
support ideas that can be used to access this issue.
The result of this paper shows that the Shared Christian Praxis and
Sunday School is a relevant model of pastoral care for cancer patients after
chemotherapy. For this purpose, the author propose a model of pastoral care
program Shared Christian Praxis and Sunday School for cancer patients after
chemotherapy.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
anugerah, berkat, kasih dan karunia-Nya, sehingga skripsi mengenai PASTORAL
ORANG SAKIT BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI ini akhirnya
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan. Hal itu disebabkan karena keterbatasan
waktu, sarana, maupun ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa nasehat,
petunjuk maupun dorongan kepada penulis. Oleh karena itu, dengan penuh
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan kekuatan, penghiburan, dan
pengajaran untuk semakin teguh dalam iman kepada-Nya. Segala kemuliaan,
hormat dan puji hanya kepada Tuhan.
2.
Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik yang telah mengijinkan
penulis untuk menganalisa, merumuskan, dan menyususun pembahasan
mengenai pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi ini.
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3.
F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu, dan membimbing penulis dengan
penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga
penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari
awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
4.
Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji II yang terus menerus mendampingi penulis sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
5.
Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. selaku dosen penguji III yang selalu
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
6.
Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, yang telah mendidik dan membimbing
penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
7.
Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh
karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
8.
Segenap Pengurus Yayasan Kanker Indonesia Cabang Yogyakarta yang
pendampingan pastoral orang sakit bagi pasien kanker di Yogyakarta.
9.
Y.B. Kukuh Iriyanto dan Maria Yosephine Suliyem selaku orang tua yang
senantiasa menemani, memberi dukungan moral dan materi, membimbing,
dan menyemangati penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
10. Yohanes Genta Oktariyanto, Laurensia Nata Dewi, dan Yusuf Guruh Andita
yang selalu mendukung dan menguatkan penulis selama menyelesaikan
skripsi ini.
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................
vii
ABSTRAK ..................................................................................................
viii
ABSTRACT ...............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ................................................................................
x
DAFTAR ISI .............................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xvii
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Rumusan Masalahan ...................................................................
6
C. Tujuan Penulisan ........................................................................
7
D. Manfaat Penulisan ......................................................................
7
E. Metode Penulisan .......................................................................
8
F. Sistematika Penulisan .................................................................
9
BAB II. SITUASI DAN KONDISI ORANG SAKIT KANKER PASCA
KEMOTERAPI .............................................................................
11
A. Situasi dan Kondisi Orang Sakit .................................................
11
1. Definisi Sakit .........................................................................
11
2. Sakit Menurut Iman Kristiani ................................................
14
a. Sakit dalam Gambaran Penderitaan Manusia di dalam
Kitab Suci........................................................... ...............
14
b. Sakit dalam Pandangan Ajaran Gereja...............................
23
c. Sikap terhadap Sakit menurut Iman Kristiani.....................
27
3. Situasi dan Kondisi Fisik Orang Sakit....................................
xiii
30
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4. Situasi dan Kondisi Batin Orang Sakit ..................................
32
5. Situasi dan Kondisi Spiritual Orang Sakit............................ ..
37
B. Situasi dan Kondisi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi...............
48
1. Definisi Kanker .......................................................................
48
2. Dari Sel Transformatif sampai pada Kanker .........................
50
3. Stressor Psikososial menjadi Pemicu Munculnya Kanker
dalam Tubuh Manusia ............................................................
52
4. Dampak Psikologis Kanker bagi Pasien................................ .
58
C. Kemoterapi menjadi Salah Satu Pengobatan Kanker...................
61
1. Dampak Psikologis Kanker Pasca Kemoterapi sebagai
Tindakan Medis (Medical Treatment) ...................................
63
2. Dampak Spiritual Kanker pada Pasien Kanker Pasca
Kemoterapi ............................................................................
66
BAB III. PASTORAL ORANG SAKIT .....................................................
70
A. Hakikat Pastoral ..........................................................................
70
1. Definisi Pastoral.......................................................................
70
2. Ruang Lingkup Pastoral...........................................................
72
3. Jenis-jenis Pelayanan Pastoral..................................................
75
a. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Pemberitaan Firman ..
77
b. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Konseling ..................
80
c. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Persekutuan
(Kerygma) .........................................................................
82
d. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Diakonia .....
83
4 Pastoral untuk Orang Sakit................................................. ...
84
a. Hakikat Pastoral Orang Sakit...............................................
84
b. Alasan Perlu Dilaksanakan Pastoral Orang Sakit................
87
c. Fungsi Pastoral Orang Sakit.................................................
89
d. Pendekatan Pastoral untuk Orang Sakit...............................
91
1) Merawat yang Sakit sebagai Wujud Menolong
Sesama ..........................................................................
91
2) Mengikuti Cara Pelayanan Yesus dan Menggunakan
Metode Pendekatan Holistik ........................................
92
e. Dinamika Pendampingan Pastoral untuk Orang Sakit .......
94
xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
f. Ragam Pendekatan Pastoral Orang Sakit ...........................
95
1) Pendampingan Pastoral Klinis (Clinical Pastoral
Education) ....................................................................
97
2) Meditasi ........................................................................
100
g. Kriteria Pendamping Pastoral ............................................
102
1) Memahami Pengalaman Menderita .............................
103
2) Memahami Psikologi Perkembangan Manusia ...........
105
3) Memahami Sikap Gereja .............................................
108
4) Memahami Peranan Pendampingan. ...........................
110
BAB IV. USULAN PROGRAM PASTORAL ORANG SAKIT YANG
RELEVAN BAGI PASIEN KANKER PASCA
KEMOTERAPI .........................................................................
112
A. Latar Belakang Program Pendampingan Pastoral Pasien
Kanker Pasca Kemoterapi ........................................................
112
B. Konteks Program Pendampingan Pastoral Pasien Kanker
Pasca Kemoterapi .....................................................................
113
C. Tujuan Program Pendampingan Pastoral Pasien Kanker
Pasca Kemoterapi .....................................................................
116
D. Strategi Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca
Kemoterapi ...............................................................................
117
E. Bahan Pendampingan Pastoral Pasien Kanker Pasca
Kemoterapi ...............................................................................
120
1. Menerima Penderitaan sebagai Suatu Berkat .......................
120
2. Konsepsi yang Positif Mengenai Proses Hidup dan
Tuhan ...................................................................................
123
F. Usulan Program Pendampingan Pasien Kanker Pasca
Kemoterapi ...............................................................................
126
G. Petunjuk Pelaksanaan Program ................................................
128
1. Sunday School....... ..............................................................
129
2. Shared Christian Praxis (SCP) ................................................
130
H. Pemilihan Tema dan Tujuan ................................................ ....
133
I. Contoh Program Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca
Kemoterapi ...............................................................................
135
J. Contoh Satuan Persiapan 1 Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca
Kemoterapi ...............................................................................
138
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V. PENUTUP .....................................................................................
153
A. Kesimpulan ..............................................................................
153
B. Saran ........................................................................................
154
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
156
LAMPIRAN .............................................................................................
159
Lampiran 1: Dokumen Video Materi Program .............................
(1)
Lampiran 2: Teks Lagu Hatiku Gembira ......................................
(2)
Lampiran 3: Teks Lagu Pelangi Kasih-Nya..................................
(3)
xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Satatan Singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama
Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal
8.
B. Singkatan Dokumen Gereja
AA
: Apostolocam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 18 November 1965.
EV
: Evangelium Vitae, Ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus
II tentang sikap Gereja Katolik terhadap nilai-nilai kehidupan
manusia, 25 Maret 1995.
RH
: Redemptor Hominis, Ensiklik pertama yang ditulis oleh Paus
Yohanes Paulus II tentang penebusan umat manusia, 4 Maret 1979.
SD
: Salvifici Doloris, Surat Apostolik dari Paus Yohanes Paulus II
kepada para Uskup, para Imam, keluarga-keluarga beriman, dan
kepada jemaat Gereja tentang makna penderitaan manusia, 11
Februari 1984.
C. Singkatan Lain
Art
: Artikel
Bdk
: Berdasarkan
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Dkk
: Dan kawan-kawan
Ed
: Editor
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
MAWI
: Majelis Waligereja Indonesia
xviii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam sebuah buku berjudul Dasar-dasar Pendampingan Pastoral
(Tu’u, 2007: 20) dirumuskan pemahaman pastoral sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mencari dan mengunjungi anggota jemaat satu per satu, terutama
yang sedang bergumul dengan persoalan-persoalan yang menghimpitnya.
Pemahaman ini membawa kepada sebuah konsep yang menunjuk kepada suatu
istilah pendampingan pastoral untuk orang sakit atau acap kali disebut sebagai
pastoral care. Menurut G. Heitink (Hommes & Singgih, 1992: 405) sebagaimana
dikutib oleh Tjaard G. Hommes dan Gerrit Singgih dalam Teologi dan Praksis
Pastoral: Antologi Teologi Pastoral, pendampingan pastoral atau pastoral care
merupakan suatu profesi pertolongan; seorang pendeta atau pastor mengikatkan
diri dalam hubungan pertolongan dengan orang lain, agar dengan terang Injil dan
persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar
bagi pergumulan dan persoalan kehidupan iman. Praktik pastoral orang sakit atau
pastoral care ini sering kali dirasakan di dalam sebuah pelayanan di rumah sakit,
meski sebenarnya praktik pastoral orang sakit atau pastoral care ini sebenarnya
tidak terbatas dilakukan di rumah sakit dan diperuntukkan bagi pendampingan
kepada orang sakit.
Sebagai sebuah kegiatan pelayanan atau diakonia, praktik pendampingan
pastoral atau pastoral care yang diperuntukkan bagi orang sakit dapat benar-benar
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
dirasakan ketika salah satu anggota keluarga atau kerabat sakit dan dirawat di
sebuah rumah sakit. Tidak sedikit perhatian dari sejumlah anggota Gereja, petugas
pastoral di rumah sakit, bahkan pastor turut hadir dan memberikan pendampingan
kepada anggota keluarga atau kerabat yang sedang sakit tersebut. Pendampingan
pastoral atau pastoral care yang diberikan pun begitu banyak ragamnya, mulai
dari doa bersama, sharing pengalaman sampai pada memberikan motivasi kepada
keluarga atau kerabat yang sakit. Pastoral orang sakit atau pastoral care ini tidak
terbatas pada pasien yang menderita sakit ringan. Pastoral orang sakit atau
pastoral care ini juga diberlakukan kepada pasien yang menderita sakit parah atau
termasuk dalam golongan penderita terminal illness.
Secara konseptual, dengan didasarkan pada gagasan yang diutarakan oleh
G. Heitink, segala kegiatan yang berhubungan dengan pastoral ini dilaksanakan
oleh pastor. Akan tetapi mengingat sejumlah tugas dan tanggung jawab yang
diemban, pastor mengajak kaum awam untuk turut terlibat dalam pendampingan
pastoral ini. Hal ini selaras dengan yang termuat di dalam dekrit Konsili Vatikan
II tentang kerasulan awam yang menyatakan bahwa Gereja diciptakan untuk
menyebarluaskan Kerajaan Kristus di mana-mana demi kemuliaan Allah Bapa,
dan dengan demikian mengikutsertakan semua orang dalam penebusan yang
membawa keselamatan (AA, art. 4). Namun, pada kenyataan yang terjadi tidaklah
berbanding lurus dengan konsep mengenai pendampingan pastoral. Dewasa ini
semakin sedikit orang yang mau terjun di dalam pelayanan pendampingan
pastoral terlebih kepada orang sakit.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
Cukup banyak alasan yang ditemukan dari permasalahan semakin
sedikitnya orang yang mau terlibat di dalam pendampingan pastoral atau pastoral
care kepada orang sakit. Dalam pengantar bukunya, Tulus Tu’u (2007: vii)
menuliskan bahwa seiring perkembangan zaman, hidup manusia semakin
kompleks dan tantangan semakin beragam. Di tengah banyaknya orang sibuk
dengan perjuangan dan pencapaian kariernya, ada sejumlah golongan yang merasa
sunyi dan kesepian.
Golongan yang dimaksud di sini merupakan golongan yang senantiasa
bergumul dengan pelbagai permasalahan yang menyelimuti dirinya atau
keluarganya, tekanan dari lapangan pekerjaan, bahkan sampai pada tersisihnya di
dalam hidup bermasyarakat. Kondisi yang dialami oleh golongan ini acap kali
hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang dengan sejumlah obat yang mampu
untuk membuatnya bertahan hidup dan setidaknya mampu memulihkan kondisi
agar permasalahan dapat teratasi. Jenis golongan ini sering kali luput dari
perhatian banyak orang, karena yang dapat merasakan persoalan ini hanyalah
yang bersangkutan atau keluarga yang bersangkutan.
Pengalaman sakit bukanlah pengalaman yang membahagiakan atau
membuat diri seseorang merasa nyaman. Orang cenderung merasa kesepian,
merasa tidak berdaya dan tidak berguna karena segala keperluan untuk hidup
dilayani oleh orang lain. Bahkan ada juga yang merasa bahwa pengalaman ini
merupakan hukuman atas apa yang sudah dia lakukan selama ini di dunia,
sehingga orang yang bersangkutan merasa dunia mengucilkannya. Dari sejumlah
kondisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keadaan orang sakit yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
demikian itu dapat mempengaruhi keseimbangan jiwanya (Sri Suparmi, 1988:
17). Ia mengalami ketegangan jiwa yang tampak di dalam sejumlah gejala emosi,
seperti ketakutan, kecemasan yang berlebihan, marah, kesepian, ketidakpastian,
dan keputusasaan (Sri Suparmi, 1988: 18).
Dewasa ini, penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia
adalah kanker. Lucia Kusbawanti sebagaimana dikutib oleh Yuswanto dan
Sinaradi (2000: 1) mengatakan “Kanker merupakan sebuah nama umum dari
sekumpulan penyakit yang perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh
pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, terus menerus, tidak terbatas, merusak
jaringan setempat dan sekitarnya, serta dapat menyebar luas (distant metastases)”.
Kanker merupakan masalah kesehatan dari banyak negara di dunia yang
menjadi perhatian serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah
korban yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang
efektif untuk pengobatannya (Yuswanto & Sinaradi, 2000: 2). Terdapat ragam
pengobatan kanker yang selama ini sudah dicoba dilakukan untuk mengatasi
penyakit kanker ini di antaranya adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran
(radiasi), dan terapi kimia (kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian dalam
pembahasan ini adalah pengobatan dengan menggunakan metode kemoterapi,
yaitu penggunaan bahan-bahan bioaktif dari hasil sintesis atau isolasi bahan alam.
Dari sejumlah data-data hasil penelitian, diungkapkan bahwa pada
penderita kanker yang menjalani pengobatan dengan radioterapi/terapi kimia
(kemoterapi) akan menunjukkan efek samping yang cukup besar, seperti semakin
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
memburuknya kemampuan fungsi seksual, lebih mudah mengalami gangguan
somatisasi, dan timbulnya gangguan psikososial. Di dalam sebuah artikel yang
dimuat dalam jurnal Psikologi Kesehatan, Nimas Ayu Fitriana dan Tri Kurniati
Ambarini (2012: 2) mengungkapkan bahwa kondisi psikologi pada penderita
kanker yang menjalani pengobatan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi), yakni
munculnya perasaan takut, tidak berdaya, rendah diri, sedih, dan lebih mudah
mengalami kecemasan ataupun depresi.
Perubahan-perubahan sistem dan fungsi tubuh yang terjadi pada penderita
kanker pasca menjalani pengobatan radioterapi/terapi kimia (kemoterapi) dapat
menimbulkan gangguan konsep diri penderita. Dalam gangguan ini, penderita
mengalami ketergantungan pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
penurunan fungsi anggota tubuh. Keadaan ini selanjutnya akan menyebabkan
penurunan gambaran diri yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan
harga diri pasien (Ayu Fitriana & Tri Kurniati Ambarini, 2012: 2).
Bagi seseorang yang mengetahui bahwa penyakit yang sedang dideritanya
tidak dapat disembuhkan secara medis, atau belum diketemukannya obat yang
dapat menyembuhkannya, pasien tersebut dapat dipastikan akan mengalami
depresi. Proses penyembuhan tidak dapat dilakukan oleh dokter dan suster, tetapi
baik juga jika diadakan kolaborasi dan kerjasama dengan pelayan rohani atau
sering disebut dengan petugas pastoral care. Dalam hal inilah pastoral orang sakit
atau pastoral care dirasa berkontribusi dalam proses penyembuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
Berpijak dari pemikiran inilah, ditemukan gagasan dalam menangani
pasien penderita kanker pasca kemoterapi yang kemungkinan untuk sembuh
sangat kecil, dokter dan perawat perlu bekerja sama dengan petugas rohani untuk
menolong agar pasien dapat menerima kondisi yang dialami saat ini sebagai
berkat dari Tuhan dan dapat membangun konsepsi yang positif mengenai hidup
dan Tuhan. Jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan
memulihkan pikiran, perasaan, emosi, dan hubungannya dengan orang lain.
Melalui pastoral orang sakit yang akan diterapkan bagi pribadi pasien, maka
harapan yang hendak dihadirkan adalah penyakit yang tak tersembuhkan itu dapat
berkurang bahkan dan timbul motivasi kesembuhan yang membuat pasien lebih
optimis dalam menghadapi penyakitnya. Perhatian khusus bagi pasien, secara
khusus dalam usaha pastoral orang sakit nampaknya harus segera diwujudkan
secara nyata. Untuk mewujudkan perhatian ini tidaklah mudah, terlebih untuk
menentukan perhatian apa yang paling tepat bagi mereka, karena kondisi pasien
penderita kanker pasca kemoterapi ini cukup dinamis. Oleh karena itu, penulis
mengangkat judul skripsi PASTORAL ORANG SAKIT BAGI PASIEN
KANKER PASCA KEMOTERAPI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam hal ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
2. Bagaimana konsep pastoral bagi orang sakit, secara khusus bagi pasien kanker
pasca kemoterapi?
3. Model pastoral orang sakit manakah yang relevan bagi pasien kanker pasca
kemoterapi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini berdasarkan judulnya
PASTORAL
ORANG
SAKIT
BAGI
PASIEN
KANKER
PASCA
KEMOTERAPI yaitu:
1. Mendeskripsikan dan menggambarkan situasi dan kondisi pasien kanker pasca
kemoterapi dari sejumlah kepustakaan yang ada.
2. Mendeskripsikan gagasan pastoral bagi orang sakit, secara khusus bagi pasien
kanker pasca kemoterapi.
3. Merumuskan model pastoral orang sakit yang relevan bagi pasien kanker pasca
kemoterapi.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam:
1. Manfaat Teoristis
Hasil dari analisa deskriptif mengenai PASTORAL ORANG SAKIT
BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI diharapkan bisa menambah
juga memperkaya kajian mengenai model pastoral orang sakit yang dapat
diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi dalam ranah kerohanian yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
disesuaikan dengan tingkatan usia pasien, serta bisa menjadi referensi untuk
kajian teoritis selanjutnya dalam kajian bidang kerohanan dan pengembangan
karya katekese dalam bidang kesehatan.
2.
Manfaat Praktis
a.
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang model pelayanan
rohani, secara khusus model pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca
kemoterapi.
b.
Memberikan sumbangan pada institusi Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik tekait tentang pengembangan karya
katekese di bidang pastoral orang sakit dan kerasulan kaum awam terlebih
pendampingan bagi pasien secara integral melalui bentuk pendampingan
pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi.
E. Metode Penulisan
Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alami dengan cara mendeskripsikan dan
menganalisa
berdasarkan
teori-teori
dan
kepustakaan
yang
menunjang
(Suprihatin, 1999: 7). Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi atau
gabungan. Data yang dihasilkan bersifat deskriptif dan analisis data dilakukan
secara indukatif. Dalam metodologi ini, pertama-tama penulis hendak
mendeskripsikan tentang situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
Kemudian, penulis ingin mengetahui secara teoritis konsep pastoral orang sakit.
Setelah itu penulis hendak merumuskan pemikiran tentang usulan program
pastoral orang sakit bagi pasien penderita kanker pasca kemoterapi.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi yang
hendak ditulis, maka penulis membagi pokok-pokok tulisan sebagai berikut:
Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
ruang lingkup penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika
penulisan, dan keaslian penulisan.
Bab II berisi tentang situasi dan kondisi orang sakit kanker pasca
kemoterapi, diuraikan tentang definisi sakit, sakit menurut Kitab Suci berdasarkan
gambaran penderitaan manusia di dalam kisah Ayub, sakit dalam pandangan
dokumen Salvifici Doloris, situasi dan kondisi orang sakit, baik secara batin
maupun spiritual, serta sikap terhadap sakit dalam iman Kristiani. Kemudian
dilanjutkan dengan situasi dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi yang
mencakup definisi kanker, konsep terbentuknya kanker dari sel transformatif,
stressor psikososial yang menjadi pemicu munculnya kanker di dalam tubuh
manusia, dampak psikologis kanker bagi pasien, kemoterapi sebagai salah satu
pengobatan kanker, dampak psikologis pasien kanker pasca kemoterapi sebagai
tindakan medis (medical treatment), dan dampak spiritual kanker pada pasien
kanker pasca kemoterapi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Bab III membahas mengenai pastoral orang sakit. Pada bab ini diuraikan
hakikat dari pastoral, yang mencakup definisi pastoral, ruang lingkup pastoral,
jenis-jenis pelayanan pastoral yang mencakup pelayanan pastoral sebagai bentuk
pemberitaan Firman, pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling, pelayanan
pastoral sebagai perwujudan dari persekutuan, dan pelayanan pastoral sebagai
bentuk perwujudan dari diakonia. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan
konsep mengenai pastoral orang sakit yang di dalamnya termuat hakikat pastoral
orang sakit, alasan perlu dilaksanakan pastoral orang sakit, pendekatan yang
digunakan dalam pastoral orang sakit, fungsi pendampingan pastoral untuk orang
sakit, dinamika pastoral orang sakit, ragam pendekatan pastoral orang sakit, dan
kriteria pendamping pastoral orang sakit.
Bab IV berisi tentang sintesa antara paparan deskriptif teoritis terkait
dengan pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi sampai pada
penyusunan usulan program pastoral orang sakit yang dapat diterapkan bagi
pasien kanker pasca kemoterapi.
Bab ini berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
SITUASI DAN KONDISI ORANG SAKIT KANKER PASCA
KEMOTERAPI
Sakit merupakan bagian dari eksistensi manusia (Kieser, 1987: 139-140).
Dewasa ini, penyakit yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah
kanker. Berdasarkan karangan dr. Med Juliar Sihlman (1980: 15) yang dimuat
dalam majalah Mawas Diri edisi Januari 1980, diungkapkan bahwa kanker
termasuk dalam salah satu dari empat besar golongan penyakit utama yang
diderita oleh manusia, yakni jantung koroner, kanker, gangguan jiwa, dan
kecelakaan. Di banyak negara di belahan dunia, kanker masih menjadi perhatian
serius di bidang kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus
meningkat dari tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk
pengobatannya. Pengobatan kanker secara medis yang selama ini dilakukan
adalah melalui pembedahan (operasi), penyinaran (radiasi), dan terapi kimia
(kemoterapi). Salah satu yang menjadi perhatian di dalam pembahasan ini adalah
kemoterapi, yaitu penggunaan bahan-bahan bioaktif dari hasil sintesis atau isolasi
bahan alam.
A. Situasi dan Kondisi Orang Sakit
1.
Definisi Sakit
Secara umum, dapat dipastikan setiap makhluk hidup dan manusia
khususnya pernah mengalami apa yang dinamakan dengan rasa sakit. Sakit
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
layaknya hidup dan mati manusia, dengan demikian sakit menjadi bagian dari
dinamika hidup manusia. Di dalam salah satu pembahasannya, dr. L.
Laksmiasanti dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit
sebagaimana dikutib oleh Kieser (Kieser, 1984:31), merumuskan sebagai suatu
situasi atau keadaan, di mana terjadi gangguan keseimbangan yang dinamis antara
suatu organisme dengan lingkungannya untuk memelihara struktur maupun
fungsinya di dalam keadaan yang tidak normal dalam kehidupannya dan di dalam
fase–fase tertentu dalam siklus hidupnya.
Situasi yang demikian ini sedikit banyak akan membawa dampak bagi
orang yang menderita sakit maupun orang–orang di sekitarnya. Situasi sakit juga
membuat pasien mengalami ketergantungan terhadap orang lain, mengakibatkan
kehidupan rutin pasien menjadi terganggu, akan memunculkan adanya beban
secara finansial, fokus perhatian menjadi tertuju pada penderita, dan lain
sebagainya.
Ivan Illich sebagaimana dikutib oleh Kieser (1984: 32) turut
mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan di mana terjadi gangguan adaptasi
organisme terhadap lingkungannya, sehingga putuslah hubungan dengan
lingkungannya, yaitu lingkungan pekerjaan, lingkungan keluarga ataupun teman
sebaya. Menurut penelitian yang sudah dilakukan oleh Ivan Illich sebagaimana
dikutib oleh Kieser (1984: 32) dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral
Orang Sakit menyatakan bahwa kesehatan bukanlah akibat dari naluri manusia,
melainkan akibat adanya reaksi otonom, di mana reaksi tersebut terbentuk dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
pola hidup dan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang
tidak tentu maupun tingkat pertumbuhan usia pasien.
Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, beberapa
contoh perikop berusaha menggambarkan kaitan antara sakit dengan dosa yang
telah diperbuat oleh manusia. Sakit diyakini sebagai hukuman dari Allah atas dosa
manusia (Mzm 107:17, Yoh 9:1-2, Yoh 5:14). Di dalam perikop yang lain, sakit
juga dihubungkan dengan adanya pengaruh roh jahat yang mencoba masuk dalam
tubuh manusia.
Berdasarkan kaitan sakit dengan dosa dan pengaruh roh jahat yang
dituliskan di dalam perikop-perikop Kitab Suci, terdapat kesadaran intuitif yang
menyatakan bahwa di mana manusia meninggalkan Tuhan, di sana hidup manusia
berada di dalam keadaan yang tidak sehat (Abineno, 1972: 10). Kondisi ini bukan
hanya dilihat dari hal rohaniah semata, melainkan juga jasmaniah. Terdapat
hubungan yang erat di antara kondisi rohani dengan jasmani. Dengan tubuh dan
jiwanya, manusia memuji dan membesarkan nama Tuhan, dengan tubuh dan
jiwanya pula, manusia dapat menderita karena hukuman yang diterima dari Allah.
Yang menarik di dalam pembahasan tentang kaitan sakit dengan dosa dan
pengaruh roh jahat yang ditulis oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam Pelajanan
Pastoral (1967: 45) adalah di samping adanya kuasa–kuasa destruktif, terdapat
pula kuasa lain yakni anugerah dari Allah sekalipun tersembunyi kuasa tersebut
menjaga dan memelihara orang–orang percaya yang menderita hingga mereka
dapat bertahan dan berpegang pada Tuhan dalam penderitaan mereka.
Sebagai sebuah situasi atau keadaan, sakit kerap kali disangkutpautkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
dengan nasib, yakni suatu situasi yang dengan sendirinya datang ke dalam hidup
pasien; hal ini tidak dapat dihindari melainkan harus dihadapi. Sebagai mahkluk
yang memiliki akal budi, manusia sering tidak mengindahkan upaya-upaya
pencegahan ketika organ tubuh sudah memunculkan tanda-tanda yang akan
menunjuk pada sakit. Manusia cenderung mengabaikan, menganggap remeh,
bahkan berharap dapat menikmati rasa sakit itu dengan dalih dapat sejenak
beristirahat dari hal-hal yang menyibukkan.
2. Sakit Menurut Iman Kristiani
a. Sakit dalam Gambaran Penderitaan Manusia di dalam Kitab Suci
Secara umum, setiap makhluk hidup dan manusia khususnya tentunya
pernah mengalami apa yang dinamakan dengan rasa sakit. Di dalam paragraf
sebelumnya disampaikan oleh dr. L. Laksmiasanti sebagaimana dikutib oleh
Kieser (1984: 31), menyatakan bahwa sakit menjadi suatu situasi di mana terjadi
gangguan keseimbangan yang dinamis antara suatu organisme dengan
lingkungannya untuk memelihara struktur maupun fungsinya di dalam keadaan
yang tidak normal dalam kehidupannya dan di dalam fase–fase tertentu dalam
siklus hidup.
Dalam pembahasan awal bab ini digagas bahwa Kitab Suci turut
berusaha menunjukkan hubungan antara sakit dengan dosa dan pengaruh roh
jahat. Gagasan ini diungkapkan oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam Penjakit dan
Penjembuhan (1972: 10-11) sebagai sebuah kesadaran intuitif yang menyatakan
bahwa di mana manusia meninggalkan Tuhan, di sana hidup manusia berada di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
dalam keadaan yang tidak sehat. Gagasan ini diperkuat dengan konsep yang
sebelumnya dituangkan dalam Pelajanan Pastoral oleh Dr. J.L. Ch. Abineno
(1967: 43) yang menyatakan bahwa penyakit yang diderita oleh seseorang
dianggap sebagai akibat dari dosa-pelanggaran hukum Allah-yang secara sadar
atau tidak telah ia perbuat.
Gagasan yang dirumuskan oleh Dr. J.L. Ch. Abineno dalam karyanya,
melihat adanya sejumlah perikop Kitab Suci dan menjadikannya acuan untuk
menemukan konsep penderitaan yang dialami oleh manusia. Gagasan dari Dr. J.L.
Ch. Abineno dipertegas oleh P. Go. dalam Hidup dan Kesehatan (1984: 51)
bahwa di dalam Kitab Suci, sakit dan penderitaan bukan melulu soal hal-hal
duniawi belaka, melainkan menjadi perkara keagamaan dan bergerak di bidang
interpretasi religius.
Di dalam Kitab Ayub pasal 1 misalnya, menjadi gambaran perjuangan
seseorang yang berusaha menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan besar yang
sering menjadi pergulatan hidup manusia, yakni mengapa orang saleh menderita.
Dari Kitab Ayub pasal 1, diceritakan bahwa Ayub merupakan sosok
orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu, Ayub memiliki hewan ternak dan
pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia merupakan orang paling kaya di
kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki 7.000 ekor domba, 3.000 ekor
unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan pekerja dengan jumlah besar
(Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub sehingga ia dikatakan
sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok orang yang saleh dan
jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh pekerjapekerja.
Sebagai seorang yang bijak, saleh, kaya, dermawan, berbudi luhur, dan
begitu dihormati oleh pekerja-pekerja, Ayub mengalami dinamika hidup yang
tidak lurus dan mulus-mulus saja. Ia yang memiliki keyakinan dan iman yang kuat
senantiasa mendapatkan persoalan-persoalan yang dapat menggoncangkan
imannya. Drama pahit kehidupan Ayub dimulai ketika ia mendapatkan musibah
dalam kurun waktu satu hari. Musibah datang bertubi-tubi, dimulai dari lembu
sapi yang sedang membajak dan keledai betina yang sedang makan rumput tibatiba diserang oleh segerombolan orang-orang Syeba dan merampas seluruh lembu
sapi dan keledai betina dan membunuh pekerjanya. Kemudian disambut peristiwa
memilukan berikutnya yakni kambing domba yang lenyap beserta dengan pekerja
karena tersambar oleh api yang turun dari langit. Lalu unta yang dijarah oleh
pasukan dari Kasdim dan membunuh serta pekerjanya. Peristiwa ini membuat
harta kekayaan Ayub lenyap seketika itu juga (Ayb 1:15-17).
Situasi yang tidak mengenakkan tidak hanya berhenti pada kekayaan
Ayub yang habis dalam waktu satu hari, melainkan kini mulai mengena juga pada
harta yang teramat penting yang dimiliki Ayub, yakni anak-anaknya. Ayub
memiliki 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan buah dari
perkawinannya dengan istrinya. Akan tetapi tidak semua pola ayub tertuang pada
diri puteranya. Anak laki-laki Ayub sering mengadakan pesta di rumah dan
mengundang saudarinya (Ayb 1:4-5). Suatu hari ketika anak-anak Ayub sedang
makan dan minum anggur di rumah saudara mereka, tiba-tiba angin ribut
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
berhembus dari seberang padang dan mengguncang rumah yang sedang
digunakan anak-anak Ayub dari pelbagai penjuru, sehingga rumah itu roboh dan
menimpa anak-anak Ayub hingga mati (Ayb 1:18-19).
Pergulatan yang dialami oleh Ayub merupakan sebuah gambaran
pergulatan seorang saleh yang ditimpa penderitaan yang bertubi-tubi. Layaknya
manusia normal pada umumnya, jika mendapatkan situasi dan kondisi yang
demikian ini tentu pemberontakan merupakan respon pertama yang akan muncul.
Demikian juga Ayub, reaksi Ayub mula-mula adalah berontak dan menuduh
Tuhan Allah sebagai sosok yang tidak adil (Gannet, 1987: 38). Banyak orang di
sekitar Ayub termasuk istri dan tiga orang teman Ayub meyakinkan Ayub bahwa
apa yang dialami saat ini merupakan hukuman yang diberikan oleh Tuhan Allah
kepada Ayub karena ketidaktaatan Ayub dan sejumlah dosa-dosa yang dibuat
Ayub semasa hidupnya. Peristiwa semacam ini juga dialami oleh kebanyakan
orang yang berada dalam kondisi dan situasi yang terhimpit. Banyak orang datang
entah itu saudara, kerabat, atau teman-teman datang dengan tujuan untuk
menghibur dan meyakinkan, namun acap kali penghiburan yang diberikan adalah
ungkapan yang menyatakan bahwa apa yang dialami adalah akibat dari apa yang
selama ini dilakukan.
Di dalam Tuhan di Balik Air Mata, Dr. Alden A. Gannet (1987: 29)
mengungkapkan bahwa tatkala Ayub bergulat dengan peristiwa pahit dan
penderitaan yang dialami, Tuhan Allah sebenarnya sudah memberikan jawaban
dari setiap persoalan yang dialami oleh Ayub. Jawaban yang disediakan oleh
Tuhan begitu sederhana dan sering tidak tampak oleh manusia, karena pandangan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
manusia masih tertuju pada hal-hal duniawi. Dengan menggunakan perumpamaan
jika air mata deras membanjir, bagaimana kita bisa terus memandang Tuhan di
baliknya, Dr. Alden A. Gannett berusaha menjawab persoalan penderitaan
manusia berdasarkan kisah Ayub ini.
Kisah yang dialami oleh Ayub menegaskan bahwa berdasarkan Kitab
Suci, sakit lebih-lebih dikaitkan dengan hubungan antara dosa dan kesalahan
seseorang sehingga sakit diyakini sebagai hukuman yang diberikan oleh Tuhan
atas kesalahan yang telah dilakukan manusia tersebut. Tetapi ada juga pandangan
lain namun masih lekat kaitannya dengan dosa dan sakit. Dalam pandangan lain,
ada orang yang berpandangan bahwa sakit merupakan ujian yang diberikan oleh
Tuhan kepada umatnya dan manusia sebagai umat-Nya pun memiliki keyakinan
bahwa Tuhan tidak akan memberikan tingkat ujian yang berat dibandingkan
dengan kemampuan manusia tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dalam kisah Ayub
tatkala iman Ayub diuji oleh Iblis yang telah mengadakan negosiasi dengan
Tuhan. Dengan demikian berdasarkan Kitab Ayub ini, sakit fasih dengan
pemahaman konsep antara sakit yang merupakan akibat yang ditimbulkan karena
dosa terutama ketidaksetiaan manusia terhadap perjanjian yang telah dibuat antara
Allah dengan Bangsa Israel. Mengingat perjanjian ini merupakan suatu ikatan
personal antara Allah degan Bangsa Pilihan-Nya (Buku, 2010: 5).
Rumusan Kitab Suci, secara khusus Kitab Ayub sebagaimana dibahas
dalam paragraf di atas, bahwa arah dari Kitab Ayub ini hendak mengingatkan
segenap umat Kristiani bahwa penderitaan atau pengalaman sakit yang sedang
dialami tidak dapat diejawantahkan dan dikupas secara rasional dengan bekal
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
teori-teori yang ada ataupun pemahaman manusia. Pengalaman menderita ataupun
sakit bukan sebuah soal matematika yang dapat dijawab dengan menggunakan
rumus yang sudah ada, karena Tuhan Allah mengatasi segala bentuk dinamika
manusia secara absolut dan tidak akan pernah dapat dikupas oleh manusia (Buku,
2010: 6).
Kondisi seseorang yang menderita dan memiliki harapan untuk terlepas
dari penderitaan yang dialami secara langsung akan membuat gejolak iman yang
besar. Gambaran berikutnya yang dapat menunjukkan apa yang dialami oleh
seseorang yang menderita adalah Mazmur 13. Kitab Mazmur 13 ini dikenal
sebagai mazmur ratapan dan keluhan manusia terhadap Sang Pencipta.
Mazmur 13 masuk dalam golongan mazmur disorientasi karena dilihat
dari segi bentuknya, mazmur ini berisi permohonan perseorangan. Mazmur ini
mengungkapkan perasaan kekuatiran pemazmur akan kekuasaan Tuhan.
Pemazmur berprasangka bahwa harapan yang dinyatakannya pada Tuhan
berujung kesia-siaan belaka dan iman yang dimiliki selama ini tidak ditanggapi
oleh Tuhan (Barth & Pareira, 1999: 202).
Perasaan yang sama juga acap kali ditemukan di sejumlah kisah yang
dialami oleh sejumlah orang yang sedang sakit. Di beberapa peristiwa, sering
ditemukan orang yang sedang menderita suatu penyakit dengan jenis penyakit
yang tergolong sering merasa hopeless atau harapannya mulai padam. Dalam
keadaan seperti ini, pasien berteriak minta tolong bahkan mengajukan protes
kepada Tuhan karena beratnya penderitaan yang dialami. Acap kali pasien merasa
bahwa dirinya sepenuhnya benar tetapi diberi cobaan yang bahkan menurut
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
dirinya seharusnya ini tidak ditimpakan kepadanya, karena pasien merasa sudah
melakukan segala hal sesuai dengan apa yang diajarkan dan diperintahkan
kepadanya oleh Tuhan. Hal ini terjadi seperti yang dialami oleh Mickey Fellows
salah satu tokoh dalam novel berjudul Mengapa Tuhan Tertawa karangan Depak
Chopra (2009: 18). Kala itu Mickey tengah berada di dalam situasi dan kondisi
yang sangat sulit, di mana ayahnya terkena infeksi miokardia akut, yakni serangan
jantung yang cukup serius dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup
singkat. Mickey Fellows yang adalah penganut agama Kristiani merasa sudah
melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang Kristiani. Namun,
ketika ia sedang berjuang hidup melawan sel-sel kanker yang mulai menggerogoti
tubuhnya, ia mendapatkan peristiwa yang membuat seolah seluruh hidupnya tidak
berdaya lagi. Ia mulai mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Tuhan. Dan
Mickey yang disapa demikian merasa bahwa apa yang selama ini Ia laukan dan
doakan seolah sia-sia belaka.
Penderitaan yang dialami oleh setiap manusia dipandang sebagai sebuah
persoalan yang menggelisahkan sepanjang hidup. Penderitaan, kemalangan,
kesengsaraan ataupun rasa sakit sudah menjadi dinamika paten dalam kehidupan
manusia dan tidak akan pernah absen dari hidup manusia tersebut. Dihadapkan
pada dinamika yang demikian ini, manusia senantiasa berusaha membebaskan diri
dari penderitaan yang dialami. Semakin manusia berusaha, kenyataan yang sering
terjadi semakin manusia menderita, tetapi saat disadari penderitaan yang dialami
membawa manusia tersebut menjadi semakin dekat hubungannya dengan Tuhan,
semakin percaya, dan pasrah kepada Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
Dalam Kitab Mazmur 13 ini, pemazmur mengungkapkan dinamika yang
dialami kala itu. Dalam Mazmur 13 diungkapkan:
Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus?
Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku?
Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku dan
bersedih hati sepanjang hari?
Pandanglah kiranya, jawablah aku ya Tuhan, Allahku!
Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati.
Supaya musuhku jangan berkata, “Aku telah mengalahkan dia” dan
lawan-lawanku bersorak-sorak apabila aku goyah.
Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak
karena penyelamatan-Mu. Aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena Ia
telah berbuat baik kepadaku.
Mazmur 13 ini merupakan jenis mazmur disorientasi personal di mana
pemazmur mengambarkan dengan begitu jelas kondisi menderita yang dialami
kala itu. Digambarkan bahwa pemazmur sedang mengalami penderitaan yang
begitu hebat yang datang dari musuh-musuhnya. Lantas pemazmur berseru
kepada Tuhan memohon pertolongan, tetapi belum memperoleh respon dari
Tuhan akan doa dan harapan yang ditujukan kepada Tuhan. Situasi dan suasana
khawatir juga menyelimuti kondisi pemazmur kala itu, pergumulan pemazmur
menghadapi setiap persoalan dan kesesakan dihadapinya seorang diri (Barth &
Pareira, 1999: 201). Kondisi seperti ini juga dapat ditemui dalam pergumulan
iman orang yang sedang menderita entah itu penderitaan yang ditimbulkan dari
penyakit atau persoalan hidup.
Persoalan lain mengenai penderitaan manusia tidak hanya dari Kitab
Ayub dan Mazmur. Penderitaan mendapatkan pemaknaan yang sedemikian dalam
untuk dinamika hidup manusia dalam sejumlah kitab, seperti Kitab Yesaya. Salah
satu perikop, Yesaya 53 menggambarkan tentang seorang hamba Allah yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
sedang menderita. Penderitaan yang dialami bukan berasal dari kesalahan atau
dosa personal yang dilakukan oleh diri sendiri, melainkan penderitaan yang
dialami oleh hamba Allah ini merupakan penderitaan yang dialami sebagai akibat
dari dosa atau kesalahan orang lain. Penderitaan yang dialami oleh hamba Allah
tersebut menjadi anugerah bagi orang lain, karena dosa yang ditanggungkan
kepada hamba Allah tersebut menggantikan dosa orang lain.
Peristiwa dalam Kitab Yesaya ini selaras dengan kisah Yesus dalam
Perjanjian Baru, lebih-lebih kisah hidup Tuhan Yesus. Di dalam Kitab Perjanjian
Baru, sering dituliskan bahwa sabda dan karya yang dilakukan oleh Yesus sering
igerakkan dan diresapi oleh cinta kasih-Nya kepada manusia, terutama manusia
yang lemah dan tidak berdaya (Go., 1984: 52). Pewartaan yang dilakukan oleh
Yesus di setiap penjuru kota memancarkan sikap optimisme yang timbul dari
adanya kepastian tetang hadirnya Kerajaan Allah. Di setiap perbuatan yang Ia
lakukan, Yesus mengajak semua orang untuk meminta adanya pembebasan dari
segala hal yang buruk dalam arti yang sangat luas (bdk. Mat 6:13; Luk 11:4).
Dalam pelbagai peristiwa penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus,
peristiwa ini hendak mengungkapkan bahwa Yesus menolak dengan tegas
penafsiran penderitaan sebagai akibat dari dosa (Yoh 9:3). Namun, kondisi
seseorang yang sedang dilanda sakit atau penderitaan ini menjadi siatuasi
seseorang yang memerlukan penebusan (Go., 1984: 52). Kisah hidup Yesus
menjadi dasar pemaknaan tentang penderitaan hidup manusia dan bagaimana
menanggapi penderitaan itu. Penderitaan yang dialami Tuhan Yesus yang ditulis
di dalam Injil juga pada akhirnya harus dimaknai sebagai permohonan ampun atas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
dosa-dosa yang telah diperbuat oleh manusia dan pernyataan tentang keselamatan
abadi.
Dengan demikian, hendak diungkapkan bahwa dalam Perjanjian Lama,
penyakit dan penderitaan dilihat dalam konteks religius yang dihubungkan dengan
kelemahan dan kesalaham manusia itu sendiri. Hal ini dilihat dari dasar Tuhan
sebagai Pencipta alam semesta dan Tuhan sebagai Yahwe yang senantiasa
menyertai bangsa Israel. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru, kehadiran Yesus
dengan segala mukjizat penyembuhan yang sudah dilakukan merupakan sebuah
bentuk penolakan terhadap konteks hubungan kausal antara penyakit dan dosa.
Kehadiran Yesus dan mukjizat penyembuhan yang dilakukan merupakan tanda
hadirnya Kerajaan Allah sebagai bentuk pemenuhan akan kerinduan umat
Perjanjian Lama (Go., 1984: 53). Dalam hal ini, Yesus hendak menegaskan
bahwa mukjizat penyembuhan yang telah Ia lakukan merupakan tanda hadirnya
Kerajaan Allah di dunia, dan tanda kasih sayang, serta perhatian khusus dari Allah
kepada mereka yang menderita.
b. Sakit dalam Pandangan Ajaran Gereja
Dalam sebuah pengantar yang dimuat dalam Yohanes Paulus II tentang
Sakit dan Derita (Buku, 2010: 5) P. Josef Pieniazek, SVD mengungkapkan bahwa
penderitaan dalam arti luas merupakan suatu kenyataan dan pengalaman universal
yang dialami oleh setiap orang yang hidup di dunia. Berdasarkan terang Kitab
Suci, sakit atau penderitaan dipandang sebagai sebuah siksaan dari Tuhan sebagai
akibat dari pelanggaran moral yang telah dilakukan yang disebabkan oleh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
kelalaian manusia dalam menjalankan kewajiban yang sudah disahkan oleh tradisi
bangsa itu.
Sedangkan nilai penderitaan yang dialami oleh Yesus, oleh P. Josef
Pieniazek, SVD dinilai tidak terbatas karena Yesus sebagai Allah, melainkan
penderitaan yang dialami begitu nyata karena posisi Yesus adalah seorang
manusia yang benar, yang berusaha membela nilai-nilai kemanusiaan yang pada
saat itu bertolak belakang dengan hukum yang mereka hayati dan imani (Buku,
2010: 7).
Penderitaan tidak hanya dapat diartikan berdasar pada sudut pandang
Kitab Suci belaka, melainkan terdapat sejumlah gagasan yang dikeluarkan oleh
para Paus, salah satunya adalah Paus Yohanes Paulus II sosok yang senantiasa
dekat dengan orang yang menderita.
Salah satu dokumen yang membahas mengenai hal ini adalah Salfivici
Doloris. Dokumen ini merupakan salah satu dokumen yang dibuat oleh Paus
Yohanes Paulus II dan dibahas dengan begitu dalam mengenai arti dari
penderitaan. Dalam salah satu paragrafnya diungkapkan bahwa penderitaan
mengandung suatu panggilan khusus kepada keutamaan yang harus dilaksanakan
sendiri oleh manusia sesuai dengan kewajibannya (SD, art. 23). Ini merupakan
sebuah keutamaan ketekunan dalam melaksanakan apa saja yang secara personal
membuatnya bingung dan merasa rugi. Penderitaan yang dialami bukanlah sebuah
hukuman yang datang akibat dari dosa manusia atau ujian yang diberikan oleh
Tuhan kepada umat-Nya, melainkan suatu kesempatan untuk membersihkan
segala dosa-dosa ataupun kesalahan yang sudah secara sadar ataupun tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
dilakukan. Melalui penderitaan ini, secara khusus setiap manusia diarahkan
kepada kebaikan-kebaikan yang harus dan diberikan oleh saudara-saudara di
sekitarnya, seperti Kristus yang menyerahkan diri-Nya sebagai bentuk penebusan
bagi semua orang.
Melalui dokumen Salfivici Doloris, Paus Yohanes Paulus II yang
diungkapkan pada saat Audiensi Umum tanggal 15 November 1978 sebagaimana
dikutib oleh Richardus M. Buku (2010: 13), mengajak segenap orang yang sedang
mengalami penderitaan entah fisik berupa sakit ataupun psikis untuk tidak
menjadikan peristiwa dan pengalaman ini menjadi beban, melainkan disadarkan
bahwa mereka mempunyai posisi dan tempat yang penting di dalam Gereja.
Penderitaan merupakan hal yang adikodrati dan manusiawi. Dikatakan adikodrati
karena berakar dalam misteri Ilahi dari sebuah karya penebusan. Sedangkan
dikatakan manusiawi, karena di dalamnya manusia dapat menemukan dirinya
sendiri, kemanusiaannya sendiri, martabat, dan perutusannya.
Seperti dalam peristiwa pada umumnya, manusia yang memiliki akal
budi dan kemampuan berpikir senantiasa mempertanyakan segala hal termasuk di
dalamnya mengapa terdapat penderitaan dalam hidup manusia jika Tuhan
menghendaki kehidupan di dunia ini harmonis. Pertanyaan ini dijawab oleh Paus
Yohanes Paulus II melalui dokumen Salfivici Doloris yang menyatakan bahwa
jika hendak menjawab pertanyaan tersebut di atas perlu juga melihat pada
perwahyuan mengenai kasih Ilahi, yang merupakan sumber terdalam dari makna
setiap hal yang ada. Kasih juga merupakan sumber yang terkaya dari arti
penderitaan, yang selalu tetap merupakan suatu misteri: kita sadar akan tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
cukupnya dan tidak memadainya penjelasan-penjelasan kita (SD, art. 26). Kristus
menyebabkan kita masuk dalam misteri ini dan untuk menemukan “mengapa ada
penderitaan” sejauh kita dapat menangkap keluhuran kasih Ilahi.
Untuk menemukan arti terdalam dari penderitaan, sesuai dengan sabda
Tuhan yang diwahyukan, diperlukan keterbukaan diri yang lebar terhadap subyek
manusia dalam kemampuannya yang beraneka macam. Lebih-lebih sebagai
manusia harus menerima cahaya perwahyuan tidak hanya sejauh hal itu
mengungkapkan tatanan keadilan yang transenden tapi juga sejauh perwahyuan
itu menyinari tatanan tadi dengan kasih, sebagai sumber definitif dari tiap hal
yang ada. Kasih juga merupakan sumber yang paling penuh dari jawaban terhadap
pertanyaan mengenai arti penderitaan. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan
kepada manusia dalam Salib Yesus Kristus.
Berbicara mengenai penderitaan yang dialami oleh manusia, nampaknya
oleh Paus Yohanes Paulus II tidak hanya disinggung di dalam dokumen Salvifici
Doloris saja. Konsep mengenai hidup dan penderitaan yang dialami oleh manusia
juga disinggung bahkan dibahas oleh sejumlah dokumen gereja yang dirumuskan
oleh Paus Yohanes Paulus II melalui ensiklik Evangeli Vitae. Dikatakan di sana
bahwa hidup di dalam Tuhan berarti mengakui bahwa penderitaan kendati itu
buruk dan merupakan sebuah pencobaan, tetapi senantiasa menjadi sumber
kebaikan (EV, art. 67). Demikianlah artikel yang ada di dalam dokumen ini
menghayati penderitaan dalam Tuhan semakin penuh menyerupai Dia serta
bergabung lebih erat dengan karya penebusan-Nya dengan Gereja dan umat
manusia. Harapannya adalah tercapai dan terwujudnya ungkapan dari Rasul
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
Paulus yang menyatakan, “Aku bergembira akan penderitaanku demi kamu, dan
dalam dagingku kulengkapi apa yang masih kurang dalam sengsara Kristus demi
tubuh-Nya, yakni Gereja” (Buku, 2010: 19).
c. Sikap Terhadap Sakit Menurut Iman Kristiani
Konsep sakit dan penderitaan yang dialami oleh manusia sudah dengan
jelas digagas dalam pembahasan sebelumnya dari pelbagai sumber. Dari sudut
pandang bidang medis, sakit memperoleh ruang yang besar untuk sebuah konsep
mengenai gangguan terhadap kondisi fisik yang disebabkan oleh sejumlah faktor.
Sedangkan dari sudut pandang agama atau spiritual, konsep sakit memperoleh
pemaknaan yang cukup dalam dari sekedar sebuah konsep yang menyatakan
bahwa sakit merupakan terjadinya perubahan kondisi fisik pada manusia yang
disebabkan karena makhluk mikrobiologis atau virus. Sakit mendapatkan arti dan
atau pemaknaan yang lebih dalam, karena sakit dapat membuat seseorang
merenungkan arti hidup bagi diri pribadinya dan mendesak seseorang yang sedang
sakit untuk berpikir lebih lanjut mengenai permasalahan atau konflik pribadinya
yang selama ini membelenggu hidupnya (Go., 1984: 56).
Pengalaman sakit sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984:
56) dalam Hidup dan Kesehatan disebutkan demikian:
Pengalaman sebagai orang sakit merupakan pengalaman pahit yang dapat
sangat mengguncangkan manusia. Orang beriman pun tidak luput dari
pengalaman tersebut. Namun, berkat iman, orang sakit dapat lebih
memahami makna penderitaan serta dapat menghadapinya dengan tabah
dan lapang dada. Orang beriman tahu dari ajaranYesus Kristus bahwa
penderitaan mempunyai arti “demi keselamatannya sendiri dan demi
keselamatan dunia”; dan orang beriman yakin bahwa Yesus Kristus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
mencintai orang-orang sakit, sebab seringkali Ia mengunjungi dan
menyembuhkan mereka.
Penderitaan sebagaimana dibahas pada bagian sebelumnya, memang
memiliki kaitan dengan dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Tetapi,
tampaknya tidak dapat dikatakan bahwa setiap orang yang mederita sakit
merupakan akibat dari dosa yang ditanggungnya atau bahkan kondisi sakit yang
sedang dialaminya sesuai dengan berat ringannya ganjaran dosa yang diterimanya.
Hal ini dikarenakan, Yesus yang tidak berdosa, mengalami penderitaan yang amat
berat di dalam perjalanan hidup-Nya. Bahkan Ia menanggung setiap dosa dan luka
sebagai akibat dari kesalahan umat manusia, serta mengambil bagian di dalam
penderitaan manusia (Yes 53:4-5). Di dalam kisah hidupnya, Yesus bahkan masih
mengalami penderitaan berupa siksaan dan hukuman mati di kayu salib sebagai
bentuk konsekuensi yang dipilih oleh Yesus untuk menanggung luka yang timbul
dari kesalahan umat-Nya. Tetapi sekali lagi, Yesus memandang bahwa segala
penderitaan yang dialami itu ringan rasanya dan sifatnya hanya sementara, karena
jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal sebagaimana dijanjikan oleh BapaNya, penderitaan yang dialami oleh Yesus ibarat sebutir debu di tengah lautan
pasir (bdk. 2 Kor 4:17).
Melalui hal ini, sebagaimana ditulis oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984: 57)
dalam Hidup dan Kesehatan, Allah menghendaki agar manusia berjuang dengan
gigih melawan setiap penyakit dan memelihara kesehatan jiwa dan raganya
dengan sebaik-baiknya, agar ia dapat menjalankan tugas perutusannya di dalam
hidup bermasyarakat dan hidup menggereja. Tetapi, ketika manusia dihadapkan
pada kondisi sakit dan menderita, manusia tersebut harus siap menghadapinya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
Hal ini dikarenakan, ketika manusia siap menghadapi situasi dan kondisi sakit
atau menderita, secara langsung manusia tersebut menggenapi apa yang masih
kurang dalam penderitaan yang dialami oleh Yesus Kristus sebagai pilihan
penebusan dosa umat manusia, sambil menantikan hadirnya pembebasan seluruh
ciptaan ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah (bdk. Kol 1:24;
Rom 8:19-21).
Dari sejumlah gagasan mengenai konsep sakit, ditemukan bahwa
kesehatan merupakan nilai dasar dan nilai yang sangat tinggi dalam hidup
manusia (Go., 1984: 55). Dari sudut pandang teoritis, ketika manusia kehilangan
kesehatannya hal ini menjadi pukulan berat baginya, hal ini menggambarkan
bahwa manusia itu kehilangan nilai dasar dan nilai yang memiliki kedudukan
tinggi di dalam hidupnya. Akan tetapi, hal ini tidak serta merta harus ditekankan
ke dalam pola berpikir manusia, karena kesehatan juga memiliki nilai relatif, di
mana kehilangan kesehatan bukan menjadi sebuah bencana terbesar dalam hidup
manusia. Sehingga, manusia tidak dapat berbuat seolah-olah ia kehilangan segalagalanya, karena kesehatan memang bukanlah segala-galanya (Go., 1984: 55).
Sebagai sebuah gagasan teori hal ini menjadi tampak begitu ideal, namun
pada kenyataannya, ketika seseorang diadapkan pada kondisi sakit, yang terjadi
adalah seseorang akan menimbulkan rasa putus asa dan penderitaan yang hebat di
dalam hidupnya. Akan tetapi, hal ini akan berbeda jika pemahaman mengenainilai
dasar dan nilai tertinggi itu disejajarkan posisinya dengan konsep dan gagasan
hidup Yesus Kristus.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
Kesaksian orang beriman akan situasi dan kondisi sakit atau menderita
yang sedang dialami dapat menjadi peringatan bagi orang lain yang mengalami
hal yang sama, bahwa hidup abadi lebih luhur nilainya jika dibandingkan dengan
kehidupan yang sifatnya fana belaka, bahkan hidup yang abadi ini perlu ditebus
dengan misteri wafat dan kebangkitan Kristus (Go., 1984: 57).
3. Situasi dan Kondisi Fisik Orang Sakit
Sakit sejatinya merupakan sebuah pengalaman subyektif pasien. Sebagai
sebuah pengalaman subyektif tentunya pengalaman sakit ini akan berbeda satu
dengan yang lainnya tergantung pemaknaan dan pemahaman tentang pengalaman
sakit yang dialami. Sakit itu sendiri akan mempengaruhi sejumlah aspek di dalam
diri manusia, salah satunya adalah adanya perubahan irama hidup.
Dalam situasi normal, manusia memerlukan suasana at home, yang
membuat dirinya merasa nyaman dan bebas. Situasi yang demikian ini membuat
manusia dapat melakukan apa saja dengan bebas dan tanpa ada batasan kecuali
norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam situasi seperti ini,
manusia dengan leluasa menikmati hidup yang terkadang memberikan kemudahan
dan kenikmatan dalam sagala bidang. Namun, kenyataan yang demikian ini akan
tampak berbeda ketika manusia dinyatakan mengalami sakit atau divonis oleh
pihak Rumah Sakit untuk beristirahat baik di rumah ataupun di bangsal Rumah
Sakit. Kenyataan ini akan mendatangkan perubahan besar pada kebebasan yang
selama ini dinikmati.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
P. Go dalam Hidup dan Kesehatan (1983: 54) mengungkapkan situasi
dan kondisi orang yang tengah sakit sebagai berikut:
Orang sakit tiba-tiba dicabut dari lingkungan akrabnya, dari karyanya yang
memberinya kedudukan dan peranan serta identitas dirinya, dan ia dengan
terpaksa memutuskan hubungannya dengan hidup normal. Ia hidup dalam
lingkungan baru yang tidak akrab dan merasakan dirinya asing di
lingkungan baru itu. Ia kehilangan kebebasan, kehilangan peranan
sosialnya atau merasa takut kehilangan kedudukannya yang mungkin
diintai oleh orang-orang yang lebih muda dan dinamis yang ingin merebut
kedudukannya.
P. Go hendak menggambarkan kondisi orang sakit yang tidak berdaya dan
tidak berguna, yang terbaring lemah dan mengalami ketergantungan dengan orang
lain, dengan obat, dan peralatan medis. Kondisi yang demikian ini secara tidak
langsung membuat orang menjadi minder, merasa diri kosong, hanya bisa
merepotkan orang lain, bahkan menjadi beban bagi orang lain.
Hal ini berbeda dengan sikap dari lingkungan sekitarnya. Dengan
keadaan yang demikian, keluarga acap kali memberikan perhatian yang penuh
kepada orang yang sedang sakit, memberikan waktu yang cukup untuk menemani
ataupun mendengarkan cerita dari orang yang sedang sakit. Tetapi ada juga
perlakuan yang berbeda dari lingkungan seandainya orang yang menderita sakit
tersebut kurang dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, lingkungan
cenderung membiarkan, tidak ada satupun orang yang membesuk, bahkan
mendoakan. Secara tidak langsung hubungan antara individu dengan ligkungan
juga memiliki pengaruh terhadap aksi dan reaksi yang akan ditimbulkan.
Berbeda dengan pandangan P. Go, T. Jacob sebagaimana dikutib oleh
Kieser dalam Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit melihat dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
sudut pandang yang lain terkait dengan situasi dan kondisi dari orang yang sedang
menderita sakit. T. Jacob sebagaimana dikutib oleh Kieser (Kieser, 1984:124)
berpendapat bahwa:
Ada kemungkinan orang yang sedang menderita sakit tidak benar-benar
menderita seperti apa yang sedang dialami, ada kemungkinan orang
tersebut merasa senang dapat dibesuk oleh banyak orang, dilayani bak
seorang raja, bahkan ada kemungkinan juga ia merasa diri bebas dari
kewajiban atau tugas rutinnya selama ini.
Kondisi sakit ini membuat orang harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, di mana orang tersebut harus taat, menerima pola hidup yang
seluruhnya ditentukan oleh perhatian untuk kesehatan yang mungkin tidak biasa ia
dapatkan, pola makan dan asupan gizi pun diatur, dan hampir seluruh aspek
hidupnya diatur dengan pusat perhatian adalah penyakit yang sedang dialami atau
dikeluhkan. Dengan demikian, mau tidak mau orang benar-benar ditarik keluar
dari kebiasaan dan kenyamanannya selama ini dan dihadapkan pada situasi dan
kondisi yang berbeda.
4. Situasi dan Kondisi Batin Orang Sakit
Dewasa ini orang sering kali membicarakan sifat simbolis dari penyakit,
terutama kalangan medis. Terdapat pandangan lama terkait dengan manusia.
Pandangan itu melihat manusia sebagai makhluk dikotomi yang terdiri dari tubuh
dan jiwa saja, sedangkan penyakit dilihat sebagai sesuatu yang hanya mengenai
dan menyerang tubuh saja (Abineno, 1972: 38). Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan penelitian pun turut berkembang,
pandangan tersebut diuji keabsahannya dan mulai dirumuskan kembali dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
lebih akurat. Kini kalangan medis meihat manusia sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan penyakit sebagai sesuatu yang mengenai keseluruhan manusia dan
mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia (Abineno, 1972: 38).
Dari gagasan tersebut, kalangan medis berpikir bahwa penyakit dapat
menjadi tanda dari kekacauan batin manusia. Kekacauan batin manusia itu bisa
dipicu oleh penyakit atau disebabkan oleh penyakit. Kekacauan itu dapat dipicu
juga oleh adanya gangguan-gangguan psikis dari dalam diri manusia itu ataupun
dari pengaruh-pengaruh negatif lain di luar diri manusia tersebut.
Membahas mengenai gangguan batin dan psikis manusia tentunya tidak
dapat terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan emosi manusia. Setiap manusia
tentunya memiliki perasaan dan dinamika emosi yang akhirnya membentuk suatu
sikap tertentu dalam menghadapi kenyataan yang sedang dialaminya (Go., 1984:
72-75). Sebuah penelitian dilakukan oleh Dr. Elisabeth Kubler yang bekerjasama
dengan sejumlah mahasiswa dari Universitas di Chicago tentang reaksi dan
pengalaman pasien di kala sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri
menghadapi kematian sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. Dari hasil
penelitian yang diakukan Dr. Elisabeth Kulber Ross bersama dengan mahasiswa,
Dr. Elisabeth Kulber Ross menemukan tahapan-tahapan emosi yang muncul dari
dalam diri pasien ketika sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri
menghadapi kematian (Go., 1984: 72). Ada 5 tahapan atau fase yang dialami oleh
pasien di kala sakit dan saat menghadapi atau mempersiapkan diri menghadapi
kematian sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm. (1984: 72-75). Tahap
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
atau fase tersebut adalah fase penolakan, fase marah-marah sampai mengamuk,
fase tawar-menawar, fase depresi, dan fase penerimaan.
Tahapan pertama ketika pasien mendapatkan diagnosa dari pihak dokter,
yang terjadi adalah penolakan atau penyangkalan. Tidak ada satupun manusia di
dunia ini ketika dinyatakan sedang mengidap penyakit dengan gembira dan
senang hati. Sering kali hal pertama yang terjadi adalah penolakan,
ketidakpercayaan bahwa sedang mengidap penyakit apalagi penyakit tersebut
bersifat kronis. Hal ini dirasa begitu manusiawi, mengingat karena pasien ketika
mendapatkan berita mengejutkan tentunya respon yang demikian inilah yang
terjadi (Go., 1984: 72). Pasien tersebut akan merasa sedih, marah, gugup, dan
terguncang hatinya, seolah-olah sudah membayangkan akan hilangnya masa
depan yang sudah dibangun sejak usia anak-anak. Fase ini biasanya berlangsung
pada diagnosa awal sampai pada akhir hidupnya. Namun, seiring berjalannya
waktu dan melalui sejumlah pendampingan dan usaha pendekatan yang dilakukan,
pasien tersebut akan melewati fase ini dan mulai menuju kepada fase berikutnya.
Fase berikutnya adalah fase marah sampai-sampai mengamuk. Pada fase
ini, pasien sudah tidak lagi menyangkal kenyataan yang sedang dialami. Pada fase
ini, pasien cenderung merasakan ketidakadilan terjadi di dalam hidupnya dan
pasien berusaha mencari-cari sasaran guna melampiaskan emosi tersebut. Yang
sering kali terjadi adalah Tuhan, dokter, petugas pendampingan pastoral, bahkan
keluarga yang mendampingi yang menjadi sasaran kemarahannya (Go., 1984: 73).
Suasana yang muncul tatkala pasien sedang berada di dalam kondisi seperti ini
adalah suasana yang tidak mengenakkan bagi pasien ataupun keluarga. Suasana
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
yang
seolah-olah
pasien
membuka
kembali
tabir
kenangan-kenangan
permasalahan yang kiranya belum terselesaikan dengan baik, pengalaman tidaak
menyenangkan, serba salah, sedih atau bahkan malu.
Berbeda dengan dua fase sebelumnya, pasien yang pada mulanya tidak
dapat menghadapi kenyataan yang menyedihkan sampai-sampai marah kepada
Tuhan dan orang-orang yang berada di sekitarnya, pada fase ini pasien sudah
mulai lunak secara emosional. Tahap ini berjalan cukup singkat, pasien sudah
memahami dan menyadari bahwa sakit yang sedang dialami tidak dapat dihindari,
mau atau tidak, pasien harus menjalani proses penyembuhannya. Pada fase ini,
pasien cenderung bersikap baik, menjadi lebih penurut, dan mau bekerjasama
dengan dokter dan petugas pendampingan pastoral. Namun, di dalam upaya yang
dilakukan pasien, nampaknya terdapat modus di dalamnya, pasien berharap untuk
dapat membujuk Tuhan agar Tuhan turut campur tangan dalam proses
penyembuhannya (Go., 1984: 73). Pasien mulai mengumbar sejumlah janji-janji
kepada Tuhan, ketika pasien sudah sembuh, pasien menjanjikan untuk
mengabdikan dirinya kepada Tuhan, rajin beribadah, memberikan hidupnya untuk
pelayanan Gereja, dan lain-lain. Hal ini sama dengan yang dialami oleh Hizkia di
dalam Kitab Suci. Pada waktu itu, adalah saat bagi Hizkia mendekati ajalnya
dikarenakan suatu penyakit yang menyerang tubuhnya. Nabi Yesaya mengunjungi
Hizkia dan berkata, “Sampaikanlah pesan terakhirmu kepada keluargamu, sebab
engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi” (2 Raj 20:1).
Karena tidak ingin mati, Hizkia berdoa sambil menangis di hadapan
Tuhan Allah. Hizkia menyebutkan segala perbuatan baik yang sudah dia lakukan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
semasa hidupnya dan mengingatkan Tuhan bahwa selama ini Hizkia sudah
berusaha mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepada Hizkia (Yes 38:3).
Usai mendengarkan doa-doa yang dipanjatkan oleh Hizkia, Tuhan Allah
memberikan kesempatan hidup lebih panjang kepada Hizkia. Sebagai tanda
persetujuan ini, Tuhan Allah menggeser bayangan matahari ke arah belakang
sepuluh tangga Ahaz, kemudian Tuhan Allah memberikan ramuan penyembuh
kepada Nabi Yesaya, yakni sepotong kue ara untuk diletakkan di atas luka yang
sedang diderita Hezkia, maka sembuhlah Hezkia seketika itu jua (2 Raj 20:7).
Fase berikutnya adalah fase depresi. Pada fase ini, pasien memiliki
kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri dan marah dengan dirinya. Pasien
mulai mengalami penurunan kondisi fisik dan mental. Pada fase ini, pasien
berusaha untuk menarik diri dari orang lain, mulai merasakan kehilangan minat
pada dunia di luar dirinya, merasakan kehilangan aktivitas yang selama ini
membuatnya merasa nyaman dan mencapai popularitas (Go., 1984: 73).
Fase terakhir adalah fase penerimaan. Pada fase ini akhirnya pasien
mampu untuk menerima keadaan yang dialaminya. Hal ini nampak dari
perubahan raut muka pasien yang menunjukkan kedamaian di dalam dirinya
ataupun orang lain (Go., 1984: 74). Fase ini membuat pasien kehilangan minat
akan dunia di sekitarnya, melulu ingin sendiri, dan tidak ingin banyak berbicara.
Kehadiran orang-orang di sekitarnya pun hanya dianggap sebagai pendamping
yang membantu memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian di dalam
menghadapi kenyataan saat ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
Itulah tahapan-tahapan atau fase yang dialami pasien secara mental. Di
dalam penelitiannya Dr. Elisabeth Kulber Ross turut menjelaskan bahwa tahapantahapan ini tidak bersifat mutlak dan kaku. Tidak setiap pasien mengalami
tahapan dengan pola klasik ini. Di beberapa fenomena ada yang menunjukkan
pasien mengalami dua fase dalam waktu yang bersamaan, ada juga yang
menunjukkan perjalanan fase ini maju mundur atau bahkan melompat-lompat.
Secara tidak langsung penelitian Dr. Elisabeth Kulber Ross menunjukkan bahwa
fase ini berurutan tetapi tidak semuanya bersifat mutlak dan sistematis, karena
berhubungan dengan manusia, dan setiap orang memiliki dinamika yang berbeda
satu dengan yang lain.
5. Situasi dan Kondisi Spiritual Orang Sakit
Membicarakan situasi dan kondisi spiritual orang sakit tentunya tidak
dapat dilepaskan dari apa yang disebut dengan refleksi teologis yang berpangkal
dari kedalaman iman dari masing-masing orang, selain itu juga mengindahkan
perihal spiritualitas seseorang. Kedalaman iman yang dimaksudkan bukan sekadar
pandangan ataupun pengetahuan seseorang tentang imannya, melainkan lebih
kepada kemampuan seseorang di dalam menghayati imannya secara khusus ketika
berada di dalam kondisi batas daya kemampuan seseorang. Spiritualitas yang
hendak dibicarakan di sini lebih pada spiritualitas seseorang tatkala sedang dalam
kondisi sakit.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
Spiritualitas dipandang sebagai suatu cara di mana pengalaman manusia
akan Allah membentuk cara menusia tersebut dalam memandang dunia, juga cara
manusia tersebut berinteraksi dengan dunia.
Batas daya kemampuan seseorang dengan jelas digambarkan oleh
seorang filsuf aliran eksistensial dengan istilah granz-situation atau the ultimate
situation. Granz-situation atau the ultimate situation merupakan situasi di mana
terjadi suatu peristiwa yang tidak dapat dielakkan dan tidak dapat dipahami oleh
manusia (Sri Suparmi, 1988: 54). Karl Jasper sebagaimana dikutib oleh Sri
Suparmi (1988: 55) yang menggagas konsep ini menggambarkan keadaan
seseorang tatkala berada dalam situasi ini demikian:
Disebut granz-situation bahwa seseorang selalu hidup dalam situasi,
bahwa selalu harus berjuang,
bahwa harus selalu menderita
bahwa harus selalu – mau tidak mau – membuat salah,
bahwa harus mati.
Melalui penggambarannya ini, Karl Jasper sebagaimana dikutib oleh Sri
Suparmi (1988: 55) ingin mengatakan bahwa hidup di dalam kondisi batas daya
berarti kehidupan di mana manusia tidak memilih untuk masuk ke dalam situasi
tersebut dan situasi itu sangat menentukan hidupnya. Situasi tidak dapat diubah
oleh manusia. Bahkan hidup dan kegiatan senantiasa berpangkal dari situasi
tertentu yang tidak dapat dipilih sendiri oleh manusia. Terdapat begitu banyak
kemungkinan di dalam hidup manusia, tetapi tidak semua kemungkinan dapat
dijangkau oleh manusia. Karl Jaspers sebagaimana dikutib oleh Sri Suparmi
(1988: 56) mengungkapkan pula bahwa kemungkinan konkrit yang dimiliki oleh
manusia begitu terbatas, manusia tidak dapat menyangkal asal usul dirinya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
Dengan demikian, situasi yang semacam ini membatasi ruang gerak manusia.
Situasi yang menentukan dan memungkinkan hidup manusia.
Hal senada diungkapkan pula oleh Paus Yohanes Paulus II yang
dituangkan di dalam ensiklik Salfivici Doloris. Melalui ensiklik ini Paus Yohanes
Paulus II menyatakan bahwa penderitaan lebih luas cakupannya dari pada sakit.
Penderitaan juga tidak dapat dilihat hanya sebatas penderitaan fisik atau materiil
semata (SD, art. 5). Secara mendalam ensiklik ini berbicara tentang penderitaan
moral, yakni penderitaan dalam hati. Penderitaan tersebut merupakan sebuah
kemalangan yang dimiliki manusia. Tidak ada satupun manusia yang memiliki
kesejahteraan yang dengan sewajarnya diharapkan oleh manusia tersebut.
Tentunya terdapat hambatan yang menjadi penghalang untuk memperoleh
kesejahteraan tersebut. Manusia merasa bahwa kemalangan ini seharusnya tidak
ada, akan tetapi pada kenyataannya kemalangan ini tidak dapat dihidarkan dari
hidup manusia. Dengan demikian manusia benar-benar berada pada batas daya
kemampuannya.
Kondisi sakit sama halnya dengan situasi dan kondisi manusia ketika
berada pada batas daya kemampuan manusia. Kondisi sakit merupakan suatu
kondisi yang tidak dapat dielakkan dari dinamika hidup seseorang. Memang benar
adanya bahwa terdapat suatu tindak preventif atau pencegahan supaya tidak
terjangkit penyakit. Namun, manusia hidup tidak hanya sendiri, manusia hidup
dengan lingkungan, dengan situasi sekitar yang ada, dan dengan kemungkinan
apapun yang dapat terjadi. Situasi batas daya ini menggambarkan kemampuan
manusia yang ada batasnya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
Ditarik dalam sebuah refleksi teologis, Rasul Paulus menuangkan
tulisannya di dalam sebuah surat yang ditujukan kepada jemaat di Efesus bahwa
Rahmat Allah sudah selalu mendahului, sebab manusia selamat bukan karena
usaha manusia, melainkan karena Allah yang menghendaki keselamatan dan iman
bukan hasil dari usaha manusia, melainkan pemberian dari Allah (Ef 2:8). Kondisi
seseorang tatkala berada pada batas daya kemampuan acapkali merasa hidup
menjadi gelap, merasa segala hal yang sudah dicoba untuk diupayakan gagal,
hidup menjadi hampa, merasa terancam, dan terbatas dalam apapun.
Dalam sebuah cerita tentang pergulatan hidup yang ditulis oleh Jammy
Farish, seorang jurnalis Pacific Northwest (Jack Canfield, dkk. 2012: 7)
mengungkapkan pergulatan batin yang dialaminya tatkala mendengarkan
diagnosa dari dokter bahwa ia divonis mengidap penyakit kanker payudara. Fasefase batin yang dialami selaras dengan rumusan fase-fase batin orang sakit yang
dirumuskan oleh Dr. Elisabeth Kulber Ross sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go.,
O. Carm. Sedangkan secara spiritual atau keimanan, Jammy Faris mengalami apa
yang dinamakan iman di dalam batas daya kemampuan manusia. Berdasakan apa
yang dituturkan oleh Jammy Farish dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker
(Ang Peng Tiam, 2006: 49-54) terbilang masih muda tatkala memperoleh
diagnosa itu, ia yang masih berusia dua puluh lima tahun dengan status sudah
menikah dan dikaruniai dua orang anak. Ketika mendengarkan diagnosa ini,
sontak Jammy Farish bersungut-sungut, menangis, menjerit-jerit, hingga
kelelahan dan menjatuhkan dirinya ke sebuah sofa yang berada di sebelahnya.
Secara naluriah hal ini tampak wajar, karena diagnosa ini seolah-olah akan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
merubah pola hidup Jammy Farish seperti yang tertulis dalam pembahasan
sebelumnya. Akan tetapi di tengah ketidakberdayaannya, Jammy Fanish tetap
menjalankan kegiatan sehari-harinya meski dengan batasan-batasan yang ada. Di
dalam situasi yang demikian ini pula, Jammy Fanish tidak pernah berhenti untuk
membiarkan Tuhan juga turut berkerja dalam proses yang sedang dilalui oleh
Jammy Fanish. Sampai suatu saat, kepercayaan akan imannya dan kepercayaan
akan dirinya untuk sembuh pun terjadi. Jammy Fanish dapat dikatakan pulih dari
sakitnya tetapi tidak secara total, Jammy Fanish masih perlu menjalani sejumlah
terapi, mengurangi kegiatan dengan porsi yang berat, dan menjaga kondisi tubuh
serta emosinya, agar sel kanker yang ada di dalam tubuhnya tidak menjadi ganas
kembali.
Lain lagi dengan kisah yang dituturkan oleh Weni Kartika Sari dalam
Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker (Ang Peng Tiam, 2006: 81-87) yang
menderita sakit lupus. Weni demikian akrab dikenal oleh keluarga maupun
kerabatnya mulai mendapati bahwa dirinya terjangkit penyakit lupus tatkala
dalam usia remaja, Weni mulai merasakan adanya kejanggalan di dalam
tubuhnya. Terdapat ruam yang berbentuk seperti kupu-kupu di bagian wajahnya,
peradangan pada mulut, hingga rontoknya rambut kepala Weni. Awalnya Weni
menyangka dirinya terjangkit kanker, kemudian Weni memberanikan diri untuk
berobat dan memeriksakan dirinya. Alhasil, Weni didiagnosa menderita lupus,
sebuah peradangan kronis yang terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang organ
dan jaringan tubuh.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
Kala itu, Weni benar-benar tidak mempercayai hasil diagnosa dokter. Ia
merasa masih baik dan ingin meraih impiannya, namun hal itu berbalik ketika
Weni harus mengidap penyakit ini. Tubuh Weni mulai melemah dari hari ke hari.
Di balik penderitaan yang sedang ia jalani, Weni juga tak kunjung henti untuk
berdoa. Tiada waktu baginya untuk tidak berdoa kepada Tuhan. Namun lama
kelamaan Weni mulai berpikir bahwa Tuhan tidak mengabulkan doanya. Lambat
laun Weni mulai menyeimbangkan pola hidupnya dengan mulai mengikuti
kegiatan-kegiatan kerohanian. Melalui kegiatan kerohanian inilah Weni mulai
menyadari bahwa terdapat sejumlah perkara yang menghambat kuasa Allah
bekerja di dalam proses yang Weni alami. Weni masih menyimpan sejumlah luka
batin yang belum terselesaikan dengan baik dan belum berdamai dengannya.
Tanpa tergesa-gesa Weni mulai menyelesaikan satu demi satu luka batin yang
masih hinggap di dalam dirinya, Weni berusaha berdamai dan legowo dengan
peristiwa buruk yang pernah menimpanya. Bersamaan dengan hal tersebut, Weni
pun benar-benar meletakkan proses penyembuhan di dalam kuasa Tuhan, karena
ia menyadari sebagai manusia hal ini tidak mungkin terjadi. Weni tidak pasrah
bongkokan. Di dalam sikap penyerahannya, Weni tetap berusaha dengan rutin
melakukan terapi, melakukan kegiatan harian, dan tetap mengikuti kegiatan
kerohanian. Alhasil, apa yang dilakukannya selama ini menuai hasil. Weni
dinyatakan oleh dokter bahwa ia normal kembali dengan memperhatikan sejumlah
pantangan yang harus disadari dan dilakukan.
Berbeda pula dengan kisah yang dituturkan oleh Tuan Jo Seah yang
dimuat dalam Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker (Ang Peng Tiam, 2006: 1-8)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
yang menderita penyakit kanker eksofagus stadium tiga. Tuan Jo Seah dirawat di
Mount Elisabeth Hospital. Kanker eksofagus yang menimpa Jo Seah
menyebabkan ia kesulitan bernafas, karena kanker yang tumbuh di bagian
kerongkongannya sudah hampir memenuhi rongga pernafasan tuan Jo Seah.
Penderitaan yang dialami Jo Seah tidaklah ringan, hal itu begitu berat, di mana
seseorang kesulitan bernafas, tergantung pada alat dan tabung oksigen, dan hanya
terbaring lemah di ranjang tidurnya. Tubuh kekar dengan balutan tatto garang
membuatnya tidak berarti, karena kini ia tidak lebih dari seorang pasien yang
memerlukan bantuan orang lain. Jo Seah benar-benar tidak berdaya, ia hanya
berharap adanya mukjizat yang mampu merubah hidupnya kembali normal. Tiada
henti-hentinya Jo Seah memanjatkan doa pada Tuhan untuk proses penyembuhan
yang sedang dialami dan dengan penuh harap Jo Seah berdoa supaya kanker yang
ada di dalam kerongkongannya segera dapat diangkat.
Di dalam ketidakberdayaannya Jo Seah hanya bisa memercayakan pada
usaha yang dilakukan oleh tim medis dan obat-obatan yang ia konsumsi. Ia juga
senantiasa berdoa kapada Tuhan agar Tuhan memberikannya kesempatan kedua
untuk membenahi perbuatan yang sudah dilakukan di masa lalu.
Dua kali siklus kemoterapi yang ia jalani membuat Jo Seah dapat
bernafas lega. Kanker yang selama ini menyumbat kerongkongannya dapat
diangkat dan Jo Seah dinyatakan sembuh. Jo Seah menyadari bahwa
kesembuhannya tidak hanya berasal dari kemampuan tim medis dan obat-obatan
yang dikonsumsinya, melainkan Tuhan juga turut bekerja di dalamnya. Jo Seah
tersenyum bangga tatkala dinyatakan sembuh, karena ia berpikir bahwa Tuhan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
masih memberikannya kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya yang
gelap.
Dari sejumah kisah tentang pengalaman sakit tersebut di atas, Jammy
Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami pergulatan yang tidak
mudah. Dalam upaya menjalani kehidupan yang mulai berubah karena kondisi
fisik dan psikis, Jammy Farish, Weni Kartika Sari, dan Tuan Jo Seah mengalami
juga apa yang dinamakan sebagai kondisi granz-situation atau the ultimate
situation.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abernethy dengan judul
Psychoneuroimmunology, Spirituality, and Medicine sebagaimana dikutib oleh
Dadang Hawari (Dadang Hawari, 2009: 129) menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara kekebalan tubuh dengan spiritualitas. Penelitian yang
dilakukan oleh Abernethy ini memberikan paham bahwa tingkat spiritualitas
seseorang dapat meningkatkan kekebalan tubuh seseorang yang sedang mengidap
penyakit dan mempercepat proses penyembuhan yang dilakukan secara bersama
dengan terapis medis.
Membicarakan kondisi spiritual seseorang terlebih ketika sakit memang
cukup kompleks. Banyak hal-hal yang sifatnya spiritual tidak dapat dipahami oleh
nalar manusia tetapi terjadi. Sebuah penelitian dilakukan oleh Abrrnethy kepada
orang tua yang rajin menjalankan ibadah dibandingkan dengan yang jarang
bahkan tidak pernah menjalankan ibadah, kadar interleukin 6 (suatu jenis protein
sistem kekebalan tubuh) dalam darah meningkat (Dadang Hawari, 2009: 130). Hal
ini menyatakan bahwa seseorang yang rutin mengikuti kegiatan peribadatan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
ataupun kegiatan rohani mempengaruhi mekanisme fisiologi dan biologi tubuh
yang berdampak pada kekebalan tubuh seseorang (Dadang Hawari, 2009: 131).
Melalui penelitian yang telah dilakukan Abernethy ini memberikan gambaran
bahwa kondisi spiritual seseorang ketika sakit dapat mempengaruhi kinerja organ
tubuh.
Kondisi spiritual yang lain yang dialami oleh orang sakit adalah
berpengharapan. Situasi dan kondisi yang demikian sering ditemui dalam situasi
iman orang sakit terlebih yang menderita penyakit yang tergolong dalam terminal
illness. Pengharapan dipahami sebagai suatu unsur dinamika dari iman dan kasih.
Situasi yang demikian ini merupakan sikap seorang Kristen tatkala dihadapkan
pada keselamatan yang statusnya “sudah” dan “belum” (Jacob, 1984: 115).
Dikutib dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia, Rasul Pauus
menuliskan bahwa jika kita telah mati bersama Kristus, kita percaya bahwa kita
akan hidup juga dengan Dia (Rm 6:8) dan orang yang benar karena iman akan
hidup (Gal 3:11). Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma dan Galatia ini
hendak mengungkapkan bahwa situasi manusia yang berpengharapan merupakan
situasi manusia yang karena kesatuannya dengan Kristus sudah diselamatkan,
tetapi belum dalam dirinya sendiri. Maka demi memperoleh kesatuan dirinya
dengan Kristus itulah pengharapan orang beriman disebut hal yang khas Kristiani
(Jacob, 1984: 115).
Rasul Paulus beranggapan bahwa pengharapan yang ada di dalam diri
setiap manusia tidak hanya terarah ke masa depan, di dalamnya juga sekaligus
diakui dan dialami realita keselamatan yang datang saat ini, seperti ada tertulis di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Filipi (Jacob, 1984: 116). “Aku
mengejarnya, kalau-kalau aku juga dapat menangkapnya, karena akupun telah
ditangkap oleh Kristus Yesus” (Fil 3:12).
Yang menjadi dasar dari pengharapan itu adalah kematian dan
kebangkitan Yesus Kristus. Hal ini diungkapkan juga oleh dokumen Konsili
Vatikan Gaudium et Spes bahwa dengan kematian-Nya Kristus membebaskan
manusia dari kematian. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan wafat
Kristus merupakan bentuk solidaritas Allah dengan manusia sampai kedalam
kematian-Nya. Tetapi dengan kebangkitan Kristus, kesatuan Allah dengan
manusia dibawa sampai kepada kepenuhannya (Jacob, 1984: 96).
Dasar berikutnya adalah beriman berarti percaya, pasrah, dan
menyerahkan hidup seluruhnya kepada Allah. Orang beriman mendasarkan
pengharapan pada segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh Allah bagi seluruh
umat manusia dalam Yesus Kristus (Sri Suparmi, 1988: 85). Kecenderungan
orang yang sedang berada di dalam situasi dan kondisi sakit adalah berharap dan
benar-benar menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Banyak hal yang tidak dapat
dipahami oleh nalar manusia terlebih tatkala berada pada kondisi yang demikian
ini.
Fase-fase yang dialami oleh pasien secara spiritual juga memiliki
kesamaan dengan dinamika mental atau psikis yang dialami. Yang membedakan
apakah ini fase-fase mental seseorang ataupun fase iman adalah siapa yang
menjadi sasaran protes seseorang atas kondisi yang dialami saat itu. Fase yang
pertama adalah fase menolak. Pada fase ini pasien cenderung akan menolak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
kondisi yang dialami. Ia mempertanyakan kepada Tuhan mengapa harus
mengalami situasi demikian? Pasien merasa belum siap menghadap kemungkinan
terburuk, yakni kematian. Fase berikutnya adalah marah. Fase ini lebih ekstrim
dari fase sebelumnya. Pasien mulai benar-benar marah kepada Tuhan atas kondisi
yang disematkan oleh Tuhan. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa ini
terjadi pada saya? Mengapa yang tua dan kepribadiannya tidak begitu baik malah
diberi waktu hidup yang lama, sedangkan saya, saya sudah berusaha menaati
segala hal, rajin pergi ke gereja, ikut kegiatan gereja dan lain sebagainya malah
diberi keadaan seperti ini? Apa yang kurang dari diri saya? Apa salah saya?
Fase berikutnya adalah fase tawar menawar. Dalam fase ini layaknya
dengan fase mental orang sakit, di mana pasien mulai tawar menawar dengan
Tuhan dan mengajukan sejumlah janji kepada Tuhan, seperti jika dihindarkan dari
kematian, saya akan berbuat baik ini dan itu. Atau pasien mulai lebih rajin dalam
berdoa, setiap saat mendaraskan doa rosario dengan ujub ini dan itu.
Fase berikutnya adalah fase berkabung atau mohon diri. Dalam fase
berkabung ini, pasien muai banyak diam dan acap kali menangis. Pasien mulai
menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak layak di hadapan Tuhan. Pasien merasa
begitu banyak dosa menyelimuti masa lalunya dan belum mengikuti ajaran
dengan baik. Dalam fase ini pada umumnya pasien memerlukan pendampingan
dalam ketenangan. Dan fase terakhir adalah fase menerima. Dalam fase ini pasien
mulai dapat menerima semua situasi dengan lapang dada. Pasien menyadari
bahwa hidup dan mati merupakan rencana Tuhan, manusia hanya menjalani saja.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
Pasien mulai menyerahkan sepenuhnya dan dengan rela memberikan hidupnya
bagi Tuhan.
Melalui fase-fase ini dapat dilihat dinamika spiritual orang sakit. Dan di
dalam dua situasi spiritual yang dialami orang yang sedang sakit, manusia dapat
menjadi pasif dan aktif. Manusia dikatakan menjadi pasif karena manusia tidak
dapat menentukan nasibnya sendiri, sedangkan dikatakan aktif karena manusia
senantiasa mengharapkan adanya tindakan dari Tuhan Allah sebagai sumber
kehidupan. Melalui situasi yang semacam ini, manusia menyadari bahwa dirinya
lemah dan tidak berdaya. Namun, di lain pihak, manusia juga menyadari bahwa di
dalam kelemahannya, manusia tetap diterima oleh Tuhan Allah. Dengan
demikian, timbul daya juang untuk tetap hidup di tengah keterbatasan dan pada
batas daya kemampuannya sebagai manusia.
B. Situasi dan Kondisi Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
1. Definisi Kanker
Secara epidemologis kanker termasuk dalam jenis tumor ganas. Tumor
dibedakan menjadi dua jenis, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Setiap tumor
belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan adalah tumor.
Kanker disinyalir merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit
kardiovaskuler (Yuswanto & Sinaradi, 2000: 15). Di dalam salah satu
pembahasan yang ditulis oleh Luciana Kusbawati yang dikutib oleh Yuswanto
dan Sinaradi di dalam sebuah buku berjudul Kanker (2000: 1), kanker
didefinisikan sebagai sebuah nama umum dari sekumpulan penyakit yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak
terkontrol, terus menerus, tidak terbatas, merusak jaringan setempat dan
sekitarnya, serta dapat menyebar luas (distant metastases). Dr. Iskandar Junaedi
(2007: 1) mendefinisikan kanker sebagai suatu pertumbuhan abnormal sel-sel
yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan atau menyebar ke tempattempat jauh. Istilah kanker ini semakin depertegas oleh dr. Iskandar Junaidi
dengan pernyataan bahwa keadaan kanker dapat terjadi apabila sel-sel normal
berubah dengan pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga tidak dapat
dikendalikan oleh tubuh dan tidak berbentuk (Junaedi, 2007: 1).
Dalam pandangan yang lain tentang kanker, Totok S. Wiryasaputra
(2007: 12) menjabarkan bahwa kanker tidak hanya terdiri dari satu penyakit yang
berkaitan dengan sel tubuh manusia. Sel sendiri dengan begitu jelas dijelaskan
oleh Totok dengan unit yang sangat kecil dan saling berhubungan secara sistemik
dan membuat sebuah kehidupan di dalam tubuh manusia. Kanker akan muncul
apabila sel-sel yang ada di dalam tubuh manusia ini tumbuh secara tidak normal
dan menyebar dengan cepat tanpa dapat dikendalikan. Kanker itu sendiri dapat
terjadi di setiap bagian tubuh manusia. Kanker akan mudah untuk dilihat jika
tedapat pada permukaan atau bagian luar pada tubuh manusia. Akan tetapi, jika
kanker ini terjadi di bagian dalam tubuh, hal ini akan sulit diketahui dan acap kali
tidak memiliki gejala apapun. Adapun gejala akan timbul, itu terjadi ketika sudah
pada tingkat stadium lanjut sehingga sulit untuk diobati dan bahkan acap kali
berujung pada kematian (Panitia Kanker RSUP DR. Sarjito, 1999: 37).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
2. Dari Sel Transformatif sampai pada Kanker
Seperti dalam paragraf awal terkait dengan kanker, dituliskan bahwa
tumor jinak belum tentu kanker akan tetapi setiap kanker itu dapat dipastikan
adalah tumor. Kanker memiliki ciri-ciri yang dapat diketahui dari gerak dan
karakternya dalam menyerang organ atau jaringan dalam tubuh. Ciri-ciri kanker
berbeda dengan tumor jinak.
Berdasarkan penjelasan yang ada pada buku Onkologi yang disusun oleh
Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 4-16) diungkapkan bahwa sel kanker
tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan. Secara normal, dalam tubuh
manusia terdapat sebuah sinyal anti pertumbuhan. Sinyal tersebut memberikan
tanda pada sel yang sudah waktunya berhenti untuk tumbuh, akan tetapi sinyal
tersebut tidak dipedulikan oleh sel kanker. Dengan demikian, sel kanker terus
tumbuh tidak terkendali yang membuat kesehatan dan keseimbangan organ
menjadi terancam. Inilah ciri-ciri kanker yang pertama. Ketidakpedulian sel
kanker terhadap sinyal anti-pertumbuhan telah membuat sel kanker ini begitu
berbahaya dan mengancam stabilitas tubuh.
Dalam buku yang sama F.T. Bosman (Panitia Kanker RSUP DR.
Sardjito, 1999: 5) juga mengungkapkan bahwa sel kanker juga mampu membuat
hormon pertumbuhan sendiri. Ini yang membuat sel kanker begitu sulit
dikendalikan dan tidak mempedulikan aturan dalam tubuh. Kemampuan sel
kanker untuk membuat sinyal pertumbuhan sendiri merupakan ciri-ciri kanker
yang kedua. Ciri kanker ini menunjukkan bagaimana otonomi sebuah sel dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
berbuat seenaknya sendiri, tanpa mengindahkan sistem dan mekanisme dalam
tubuh manusia.
Ciri-ciri berikutnya adalah sel kanker tidak peduli pada apoptosis.
Berdasarkan dalam istilah kedokteran, apoptosis merupakan mekanisme alami
yang terjadi di dalam tubuh manusia agar sel mati pada waktunya. Tapi hal itu
tidak dipatuhi oleh sel kanker. Sel kanker membangkang dan tidak mematuhi
mekanisme apoptosis. Sel kanker terus membelah dan tetap tumbuh.
Agar tetap tumbuh, sebuah sel membutuhkan asupan nutrisi. Pada sel
normal, mekanisme itu berlangsung secara wajar melalui saluran yang ada. Tetapi
tidak demikian halnya dengan sel kanker yang mampu mendapatkan nutrisi
sendiri demi menjamin pertumbuhannya. Cara menyimpang yang dilakukan sel
kanker ini telah merusak sistem dalam tubuh. Ketidakwajaran yang dilakukan sel
kanker telah membuat tubuh dalam kondisi yang berbahaya karena banyak asupan
nutrisi yang diambil alih oleh sel kanker secara brutal. Inilah ciri-ciri kanker yang
keempat.
Ciri-ciri kanker kelima adalah kemampuannya untuk terus tumbuh tanpa
batas. Ini merupakan bentuk keganasan yang dimiliki sel kanker. Jika pada sel
normal terdapat masa waktu tertentu sampai akhirnya sel kanker berhenti
membelah, hal ini tidak berlaku bagi sel kanker. Sel kanker terus bernafsu untuk
menyebar dan berkembang tanpa batasan. Karakter pemberontak yang dimiliki sel
kanker karena terus menyebar tanpa mengikuti mekanisme tubuh inilah yang
membuatnya sangat berbahaya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
Sel kanker memiliki daya tahan yang sangat tinggi. Sel normal sangat
bergantung pada mekanisme dan sistem dalam tubuh, lain halnya dengan sel
kanker. Mereka punya mekanisme sendiri dan tidak peduli dengan mekanisme
tubuh yang ada. Daya tahan yang tinggi pada sel kanker merupakan ciri-ciri
kanker yang keenam.
Apabila dalam sel normal, pertumbuhan suatu sel mampu dikendalikan,
pada sel kanker, pertumbuhannya menyebar tanpa kendali. Sel kanker terus
menyerang dan tumbuh di organ atau jaringan sekitarnya. Ciri-ciri kanker yang
ketujuh ini yang membuat kanker menyebar dengan sangat dahsyat. Ini
merupakan ciri-ciri dari kanker itu sendiri. Jika di dalam sel yang telah keluar dari
jalur dan terdapat sejumlah perubahan dalam gen-gen yang mengatur
pertumbuhan, sehingga pertumbuhan ini sudah tidak tunduk lagi pada regulasi
pertumbuhan fisiologik, dengan demikian secara prinsip sudah dihadapkan
dengan satu sel kanker (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 31).
3.
Stresor Psikososial menjadi Pemicu Munculnya Kanker dalam Tubuh
Manusia
Modernisasi yang terjadi di dunia saat ini, berkembangnya ilmu
pengetahuan, dan kemajuan teknologi secara langsung dan tidak langsung telah
mempengaruhi gaya hidup (life style) manusia (Dadang Hawari, 2009: 11).
Dikatakan secara langsung karena manusia mulai mengindahkan budaya instan
karena segala sesuatunya sudah terkomputerisasi dan dapat dipermudah dengan
adanya bantuan dari teknologi dan mesin, sehingga manusia mulai meninggalkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
usaha sendiri (Barker, 1999: 55). Sedangkan dikatakan tidak langsung karena
proses perubahan tidak sertamerta diterima begitu saja oleh manusia, beberapa ada
yang belum memanfaatkan bahkan belum memperoleh informasi dan pengetahuan
mengenai kemudahan-kemudahan yang bisa diperoleh. Proses yang cukup lambat
ini mempengaruhi penyerapan informasi oleh manusia (Barker, 1999: 55).
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan dan diberikan membuat
manusia perlahan mulai merubah gaya hidup lama (Dadang Hawari, 2009: 12),
seperti pola hidup sederhana dan produktif mulai berubah ke arah pola hidup
mewah dan konsumtif, pola hidup masyarakat dari yang semula sosial-religius
sekarang berubah menjadi pola hidup individual, materialistik, dan sekuler,
struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family) sekarang berubah
menjadi keluarga inti (nuclear family) bahkan sampai pada keluarga tunggal
(single parent), nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat cenderung berubah
menjadi masyarakat modern dengan corak sekuler, serba boleh, dan toleransi yang
berlebihan (permissive society) (Dadang Hawari, 2009: 13). Perubahan yang
demikian ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk juga
dengan kesehatan manusia. Perubahan tersebut di atas dapat menjadi beban atau
tekanan mental yang disebut sebagai stressor psikososial (Dadang Hawari, 2009:
13). Stressor psikososial juga mempengaruhi aspek kesehatan seseorang, apabila
seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial tersebut yang bersangkutan
akan mengalami penurunan kekebalan sehingga tingkat kesehatan fisik maupun
mental dapat terganggu (Dadang Hawari, 2009: 13).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
Stressor psikososial didefinisikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari
(2009: 14) dengan suatu keadaan atau peristiwa yang dapat menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut terpaksa
beradaptasi untuk menanggulanginya. Permasalahannya adalah tidak semua orang
memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat dan mengatasi permasalahan
tekanan tersebut, sehingga muncul keluhan-keluhan yang tidak lain berupa stress,
kecemasan, bahkan sampai pada depresi.
Dijelaskan pula dengan begitu detail oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari
(2009: 15) yang merupakan seorang psikeatri bahwa baik stress, kecemasan
ataupun depresi dapat mengakibatkan menurunnya kekebalan tubuh seseorang
yang mulanya berakibat pada gangguan biokimiawi, namun dapat berlanjut
menjadi kelainan sel organ jika tidak segera ditangani. Kelainan organ tersebut
akan semakin menjadi dengan perkembangan sel-sel radikal atau acap dikenal
dengan istilah tumor ganas atau kanker. Hal ini diungkapkan pula oleh Ria
Irawan, aktris yang terkenal dengan film Red Cobek, Arisan 2 yang
diperankannya. Dalam sebuah percakapan yang dirilis oleh salah satu stasiun
televisi dan disiarkan pada tanggal 15 Mei 2015, Ria Irawan mengungkapkan
bahwa pada awalnya ia cuek dengan menstruasi pertama tatkala ia berusia remaja
yang kemudian berakibat pada penebalan dinding rahim yang kemudian berubah
menjadi miyomb lalu kemudian menjadi semakin parah dengan semakin
bertumbuh kembang menjadi tumor dan akhirnya kanker rahim.
Kisah lain diungkapkan oleh Joe Schneider (Jack Canfield, dkk., 2012:
420), seorang atlet dan ayah yang sudah 14 tahun berjuang melawan kanker.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
Pandangan hidupnya sangat positif dan ia tidak pernah menyepelekan apapun dan
begitu menikmati kehidupannya bersama keluarga kecilnya. Awal mula Joe
Schneider didiagnosa menderita kanker ketika ia berusia 18 tahun dan sedang
duduk
di
bangku
pertama
di
Universitas
Richmod,
Virginia.
Dalam
pengakuannya, Joe mengisahkan bahwa ia benar-benar tidak begitu berlebihan
dan serius dalam memelihara gaya hidupnya dan apa yang ia konsumsi. Di
kalangan mahasiswa mengkonsumsi makanan cepat saji merupakan hal yang
biasa dilakukan oleh teman-teman sebayanya, mengingat waktu yang berputar
begitu cepat dan waktu senggang hanya dapat dinikmati ketika week end. Pola
hidup konsumtif dan mewah begitu menyelimuti dinamika hidupnya. Sampai pada
akhirnya Joe mengidap penyakit usus buntu. Ia lantas memutuskan menjalani
operasi usus buntu di salah satu Rumah Sakit di daerah Virginia. Namun sesuatu
yang lain ditemukan oleh dokter yang kala itu sedang menjalankan proses operasi
usus buntu. Joe mengungkapkan bahwa tatkala mengoperasi dirinya, dokter dan
perawat menemukan tumor seukuran bola golf menempel di salah satu bagian
ususnya (Jack Canfield, dkk., 2012: 420). Joe mengakui bahwa sakit yang
dideritanya merupakan dampak dari gaya hidupnya yang terlalu konsumtif,
mewah, dan tidak memperhatikan kesehatannya (Jack Canfield, dkk., 2012: 422).
Dua kisah dan pengakuan tersebut di atas, baik oleh Ria Irawan maupun
Joe Schneider menunjukkan perubahan gaya hidup konsumtif dan hidup mewah
membuat mereka merasa memiliki kuasa untuk melakukan apa saja seturut apa
yang dikehendaki, konsumsi makanan yang terlalu berlebihan bahkan tidak
melihat dampak bagi kesehatan mereka usai mengkonsumsi makanan tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
Gaya hidup yang demikian ini dikritisi oleh Donny Gahral Adian dalam artikelnya
yang dimuat dalam Resistensi Gaya Hidup : Teori dan Realitas (Alfathri Adlin,
2006: 26). Donny Gahral Adian sebagaimana dikutib oleh Alfathri Adlin (2006:
27) mengungkapkan bahwa kebutuhan saat ini telah menjelma menjadi keinginan.
Gaya hidup konsumtif melebur di antara kebutuhan (need) dan keinginan (want).
Adagium yang berlaku saat ini adalah apa saja boleh, dengan melihat syarat satusatunya adalah konsumeritis. Dengan demikian secara perlahan namun pasti
piramida kebutuhan menurut teori Abraham Maslow pun jungkir balik, di mana
aktualisasi diri menjadi kebutuhan yang utama saat ini (Alfathri Adlin, 2006: 27).
Kondisi yang demikian ini membuat seseorang jatuh dalam keadaan stress, cemas,
atau merasa tertekan tatkala kebutuhan yang diinginkan tidak terpenuhi yang akan
berujung pada menurunnya kekebalan tubuh seseorang tanpa disadari (Dadang
Hawari, 2009: 23).
Dalam Mental Hygent (Kesehatan Mental), Dra. Kartini Kartono (1983:
29-30) juga mengungkapkan bahwa kepribadian manusia itu merupakan suatu
bentuk totalitas dari disposisi fisik dan psikis yang teorganisasi dengan rapi dan
bersifat dinamis. Kenyataan yang terjadi adalah manusia acapkali jatuh sakit fisik.
Ini disebabkan karena adanya kesatuan psikofisik yang senantiasa menimbulkan
dimensi ketegangan yang dipicu oleh usaha pemenuhan kebutuhan fisik dan
kebutuhan psikis yang sering kali tidak seimbang bahkan bertentangan (Kartini
Kartono, 1983: 30). Konflik-konflik yang terjadi ini menyebabkan sistem jaringan
tubuh pada manusia pun juga bergulat termasuk sel-sel yang hidup dalam tubuh
manusia. Salah satu gambaran yang terjadi ketika psikofisik manusia sedang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
berada dalam kondisi tegang adalah jantung berdegup dengan kencang dan
memicu adrenalin menjadi naik karena darah menjadi cepat peredarannya,
kesulitan bernafas, tubuh gemetar, lemas, dan muncul keringat dingin, bahkan
yang paling parah adalah seseorang dapat pingsan atau collapse (Dadang Hawari,
2009: 24).
Selain dari aspek-aspek personal, di luar diri seseorang juga terdapat
sejumlah hal yang mempengaruhi timbulnya penyakit, secara khusus kanker bagi
seseorang, antara lain adalah tekanan dalam dunia pekerjaan, strata sosial, dan
hukum dalam masyarakat (Dadang Hawari, 2009: 17). Dalam dunia pekerjaan
tentunya memiliki tekanan yang berbeda-beda satu devisi dengan devisi yang lain,
ketidaksepahaman ide dengan atasan bahkan rekan sejawat dapat menimbulkan
terjadinya stressor dalam hidup seseorang. Belum lagi peristiwa kehilangan
pekerjaan yang berdampak pada pengangguran akan mempengaruhi juga
gangguan kesehatan pun juga gangguan pikiran berkepanjangan (Dadang Hawari,
2009: 17). Salah satu fenomena dibuktikan oleh Prof. M. Harvey Brenner dari
Universitas John Hopkins (Siegel, 1999: 103). Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Prof. M. Harvey Brenner ditemukan bahwa setiap 1% kenaikan
pengangguran di daerah Amerika Serikat mengakibatkan kematian akibat
penyakit jantung 1,9%, bertambahnya angka kematian akibat bunuh diri sekitar
4,1%, bertambahnya 4,3% dari jumlah pasien laki-laki dan 2,3% dari jumlah
pasien perempuan di Rumah Sakit Jiwa (Dadang Hawari, 2009: 18).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
4. Dampak Psikologis Kanker bagi Pasien
Berbicara mengenai dampak psikologis tidak terlepas dari tahapantahapan dari tindakan medis yang diberikan oleh pihak medis. Ada tiga tindakan
medis yang diberlakukan untuk pasien, yakni pra-tindakan medis (pre-medical
treatment), tindakan medis (medical treatment), dan pasca tindakan medis (postmedical treatment) (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 21). Bagian ini merupakan
kondisi pasien pada tahap pra-tindakan medis (pre-medical treatment). Tahap ini
dimulai ketika dokter memberitahukan diagnosa dan rencana tindakan yang akan
diberlakukan kepada pasien. Dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1987: 249), diagnosa dipahami sebagai suatu usaha menentukan suatu penyakit
dengan menilik atau memeriksa gejala-gejalanya. Penilaian ini dapat dilakukan
melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium, atau sejenisnya, dan dapat dibantu
oleh program komputer yang dirancang untuk memperbaiki proses pengambilan
keputusan penerapan rencana tindak pengobatan. Diagnosa dan tindakan medis
yang akan diterapkan kepada pasien menimbulkan adanya dampak psikologis bagi
pasien dan relasi sosial pasien. Dampak psikologis ini juga dipengaruhi sejumlah
aspek, di antaranya adalah cara penyampaian oleh dokter kepada pasien, waktu,
kondisi psikologi pasien saat itu, dan suasana yang dipilih oleh dokter dalam
menjelaskan diagnosa tersebut kepada pasien (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 23).
Dalam menghadapi diagnosa yang diberikan oleh dokter disertai dengan
rencana tindak pengobatan, acap kali pasien menganggap penyakit kanker yang
sedang diderita tersebut sebagai penyakit mengerikan, tidak tersembuhkan,
mematikan, bahkan adapula yang menganggap sebagai bayang-bayang kematian
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
(Totok S. Wiryasaputra, 2007: 24). Anggapan-anggapan yang timbul ini dapat
menjadi beban pikiran bagi pasien belum lagi ditambah dengan situasi yang
acapkali belum siap untuk mendukung proses pengobatan, seperti belum siapnya
dukungan dana dari keluarga, kondisi sosial atau spiritual keluarga dan
masyarakat, pandangan umum lingkungan tempat tinggal pasien mengenai
penyakit kanker itu sendiri sampai pada lembaga agama yang membantu atau dari
pihak lain.
Dari penyampaian diagnosa oleh dokter dan rencana tindakan yang akan
diterapkan kepada pasien, hal ini memunculkan semjumlah dampak psikologi
utama. Dampak psikologis ini bersifat sistemik dan tidak memiliki batas waktu.
Menurut Totok S. Wiryasaputra (2007: 24) terdapat lima dampak psikologi utama
yang dialami oleh pasien dalam tahap pra-tindakan medis (pre-medical
treatment), yakni terkejut, tawar-menawar, marah, depresi, sampai pada menerima
dengan pasrah.
Terkejut merupakan tanggapan atau respon pertama tatkala seseorang
memperoleh suatu informasi di luar dugaannya. Pada umumnya, terkejut disertai
dengan rasa tidak percaya, menolak, mempertanyakan informasi yang diterima
kepada orang lain untuk lebih membuat dirinya yakin akan informasi yang
diterimanya, atau mengulang-ulang informasi yang diterima sampai seseorang
tersebut benar-benar yakin akan kebenaran informasi tersebut (Totok S.
Wiryasaputra, 2007: 27). Acap kali terkejut juga disertai dengan gejala somatisasi
yakni sebuah gejala, seperti wajah berubah menjadi tegang, tiba-tiba terdiam,
tubuh bergetar, keluar keringat dingin, jantung berdegub kencang, sesak nafas,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
tiba-tiba pusing, tiba-tiba menjadi gagap, cegukan, atau bahkan sampai pingsan
(Totok S. Wiryasaputra, 2007: 24). Gejala semacam ini biasanya berlangsung
dalam waktu yang terbilang pendek, kecuali pasien memiliki penyakit lain yang
terkadang gejala ini cenderung memperparah penyakit yang sudah dimiliki.
Namun, di balik tipe orang yang dapat mengekspresikan perasaan secara
verbal dan langsung, ada juga tipe orang yang bila dihadapkan dengan informasi
baru yang mungkin akan merubah dinamika hidupnya dengan memilih bergumul
dengan diri dan hatinya. Orang tersebut tidak mengekspresikan apa yang
dirasakan dan yang dialami saat itu secara verbal (Totok S. Wiryasaputra, 2007:
25). Orang tersebut cenderung memilih diam, pasif, dan tidak banyak membalas
respon percakapan yang dilontarkan oleh dokter. Sikap yang demikian ini oleh
Totok S. Wiryasaputra ditegaskan dalam bukunya (2007: 29) bahwa diam bukan
berarti menerima apa yang disampaikan oleh dokter, diam juga bukan berarti
secara otomatis orang tersebut setuju terhadap semua rencana tindak pengobatan
yang akan dilakukan.
Selain dua tipe tersebut di atas ada juga orang yang bersikap menutupi
supaya orang lain tidak mengetahui apa yang sebenarnya dialami. Orang tersebut
berpura-pura menampakkan bahwa dirinya sehat dan seolah-olah tidak terjadi
permasalahan apapun di dalam hidupnya (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 30). Usai
mendengarkan diagnosa yang diperoleh dari dokter, orang tersebut berusaha untuk
bekerja lebih keras hingga memilih bekerja sampai larut malam. Orang semacam
ini hendak memunculkan kesan bahwa tidak ada masalah dalam dirinya. Hal ini
akan memberi dampak pada keluarga dan relasi sosial di sekitarnya seandainya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
terpancing dengan keadaan demikian. Dari luar orang tampak tegar, namun
sebenarnya sangat rapuh.
Menurut Sigmund Freud sebagaimana dikutib oleh Calvin S. Hall &
Garner Lindzey (1993: 86) dalam teori psikoanalisis klasiknya, ada sejumlah
mekanisme-mekanisme pertahanan diri seseorang. Ketika seseorang berada di
bawah tekanan yang berlebihan, acap kali ego menempuh cara-cara yang cukup
ektrem untuk menghilangkan tekanan tersebut. Cara-cara inilah yang sering
disebut sebagai mekanisme pertahanan diri (defense mechanism). Ciri umum dari
mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) adalah seringkali seseorang
menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan dan seringkali mereka
bekerja secara tidak sadar sehingga orang tersebut tidak tahu apa yang sedang
terjadi.
Mekanisme pertahanan diri pun dibedakan oleh Sigmund Freud ke dalam
sejumlah bentuk, di antaranya represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan
regresi (Hall & Lindzey, 1993: 87). Bentuk-bentuk pertahanan diri yang dibagi
oleh Sigmund Freud ini juga dapat ditemui di dalam diri pasien kanker tatkala
mereka memperoleh diagnosa dari dokter. Mekanisme pertahanan diri ini juga
turut menyesuaikan dengan personality dari masing-masing pasien.
C. Kemoterapi menjadi Salah Satu Pengobatan Kanker
Dewasa ini, pengobatan yang dilakukan oleh pihak dokter dan perawat
kepada pasien penyakit kanker acap kali melibatkan proses penyinaran, operasi,
dan kemoterapi. Dirilis oleh bagian informasi Rumah Sakit Dharmais Jakarta
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
sebagaimana dikutib oleh Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 217),
kemoterapi berasal dari bahasa Inggris “chemotherapy” merupakan proses
penggobatan dengan menggunakan bahan berupa zat kimia untuk perawatan
penyakit. Istilah kemoterapi ini menunjukan pada penggunakan jenis obat
sitostatik untuk melawan sel kanker yang tumbuh secara tidak normal dalam
tubuh manusia.
Pengobatan dengan metode kemoterapi ini bertujuan untuk menghambat
atau menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Prinsip
kerjanya, yakni menyerang fase tertentu atau seluruh fase pada pembelahan
mitosis pada sel-sel yang berkembang secara cepat.
Dalam Onkologi, Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito (1999: 229)
menjelaskan bahwa kemoterapi dipahami sebagai sebuah proses penggunaan obat
pembunuh kanker. Obat ini bisa dimasukkan melalui infuse vena, suntikan, dalam
bentuk pil atau cairan. Obat ini dimasukkan ke dalam aliran darah yang nantinya
akan mengalir ke seluruh tubuh, membuat perawatan ini berguna untuk kanker
yang sudah menyebar ke organ yang jauh lebih luas. Meskipun obat ini
membunuh sel-sel kanker, obat ini juga merusak beberapa sel normal, yang dapat
menyebabkan efek samping. Adapun cara kemoterapi yang biasa digunakan pada
pasien kanker di antaranya adalah penggunaan kemoterapi Ajuvant, Neo-ajuvant,
dan Paliatif.
Kemoterapi Ajuvant merupakan pengobatan yang diberikan kepada
pasien pasca operasi yang tampaknya tidak memiliki penyebaran kanker disebut
terapi ajuvant. Kemoterapi jenis ini ditujukan untuk mengurangi risiko timbulnya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
kembali kanker. Bahkan pada tahap awal penyakit ini, sel-sel kanker dapat
melepaskan diri dari tumor payudara asal dan menyebar melalui aliran darah
(Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999: 229).
Kemoterapi Neo-ajuvant merupakan kemoterapi yang diberikan sebelum
operasi disebut terapi neo-ajuvant. Manfaat utama dari pendekatan ini adalah
bahwa hal itu dapat mengecilkan kanker yang berukuran besar sehingga mereka
cukup kecil untuk diangkat oleh lumpektomi, bukan mastektomi. Sejauh ini, tidak
jelas bahwa kemoterapi neo-ajuvant meningkatkan kelangsungan hidup, tetapi
setidaknya bekerja juga sebagai terapi ajuvant pasca operasi (Panitia Kanker
RSUP DR. Sardjito, 1999: 229).
Kemoterapi Paliatif biasanya diutamakan diberikan pada penderita
kanker stadium lanjut yang tujuannya bukan penyembuhan melainkan untuk
peningkatan kualitas hidup. Oleh karenanya dalam memberikan kemoterapi
paliatif harus dipikirkan benar-benar dengan mempertimbangkan Respect for
outonomy (segala keputusan terletak pada penderita), Beneficial (yang kita
berikan
yakin
bermanfaat),
Non
malificent
(yang
kita
berikan
tidak
membahayakan) dan Wise (bijaksana) (Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito, 1999:
229).
1. Dampak Psikologis Pasien Kanker Pasca Kemoterapi sebagai Tindakan
Medis (Medical Treatment)
Dampak dari pengobatan kanker (kemoterapi) dapat menyebabkan
ketidakmampuan berjalan atau menggerakkan tangan sehingga tidak mampu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
melakukan pekerjaan apapun dan beraktivitas sebagaimana ketika dalam kondisi
dan situasi sehat. Keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya gambaran negatif
terhadap diri sendiri (negative self esteem) dan akan berpengaruh pada tingkat
kepercayaan diri seseorang (Yunita Purba, dkk., 2012: 1).
Menurut Keliat yang dikutip oleh Yunita Purba dan kawan-kawan dalam
jurnal ilmiahnya (2012: 3) menyatakan bahwa hilangnya sebagian badan sebagai
akibat dari tindakan operasi, dapat mempengaruhi konsep diri (self esteem) dan
komponennya di antaranya citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran,
dan identitas personal.
Pengobatan kanker memberi dampak negatif pada fisik maupun mental
dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap konsep diri. Seperti dikutip dalam
jurnal ilmiah yang ditulis oleh Yunita Purba dan kawan-kawan (2012: 4) apabila
konsep diri seseorang menderita, maka pikiran dan tingkah laku seseorang akan
menjadi terganggu, begitu seterusnya, seperti mengalami kebotakan dan merasa
tubuhnya tidak menarik lagi serta merasa bahwa orang lain di luar dirinya tidak
tertarik lagi pada dirinya, ini merupakan bentuk konsep diri yang negatif sebagai
akibat dari pengaruh pengobatan kanker dengan kemoterapi. Akan tetapi,
gangguan harga diri pada penderita penyakit kanker, juga dapat dipengaruhi oleh
hubungan interpersonal yang tidak harmonis. Misalnya, kondisi penderita kanker
stadium lanjut tidak dapat kembali ke keadaan semula, dikarenakan gangguan
konsep diri yang terjadi dalam dirinya yakni kecacatan tubuh dan penurunan
fungsi organ tubuh (Yunita Purba, dkk., 2012: 3).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Saraswati di Ruang Rawat
Inap RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan menggunakan 30 orang pasien kanker
yang telah mendapat kemoterapi sebagai responden, Yunita Purba (2012: 4)
menunjukkan bahwa sebagian besar konsep diri responden yang menghadapi
kemoterapi tergolong sedang yaitu sebesar (87%), konsep diri responden
tergolong tinggi (13%) sedangkan proporsi terkecil yang mendapat kemoterapi
adalah konsep diri yang tergolong rendah yaitu (0%). Dapat disimpulkan bahwa
konsep diri penderita kanker yang mendapat kemoterapi di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Kariadi Semarang tergolong sedang.
Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutfa pada awal bulan
Oktober 2007 (Yunita Purba, dkk. 2012: 4) dengan melakukan wawancara
terhadap pasien kanker yang menjalani kemoterapi di ruang Cendana 1 RSUD Dr.
Moewardi sebanyak 34 responden, yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien rambutnya menjadi rontok, merasa mual dan muntah, 25%
pasien merasakan perannya sangat berkurang. Pasien laki-laki merasa tidak
mampu lagi menghidupi keluarga, tidak mampu berdekatan dengan anak dan
mengurusnya.
Tidak hanya itu saja, Yunita Purba (2012: 4) juga merujuk pada
penelitian yang dilakukan oleh salah seorng peneliti di ruang Rindu A Lantai III
kamar 47 RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 2 Februari 2012,
berdasarkan medical record tahun 2012, jumlah pasien kanker yang telah
menjalani kemoterapi sebanyak 600 orang dalam setahun. Dari hasil wawancara
kepada 4 orang pasien kanker yang telah menjalani kemoterapi, 3 orang di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
antaranya menyatakan sangat terganggu dengan keadaan rambut yang mengalami
kerontokkan bahkan menjadi botak, merasa malu terhadap lingkungan sekitarnya
sehingga selalu mengenakan kerudung, merasakan perannya dalam keluarga
sangat berkurang. Mereka menyatakan kurang memahami setiap efek samping
dari kemoterapi tersebut karena sebelum pengobatan kemoterapi tidak ada
penjelasan dari perawat tentang tujuan pengobatan dan efek samping yang akan
terjadi. Sedangkan 1 orang menyatakan mulai mampu menerima kondisi yang
dialami saat ini serta mampu memahami efek samping dari pengobatan
kemoterapi tersebut.
2. Dampak Spiritual Kanker pada Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Diketahui bersama dengan berbekal dari kepustakaan yang ada bahwa
kemoterapi merupakan salah satu dari tiga tahapan pengobatan kanker. Dampak
dari kemoterapi ini
baik secara fisik, psikis, ataupun spiritual juga sudah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Situasi dan kondisi iman pasien yang tengah menderita penyakit kanker
pasca kemoterapi ini cukup rentan dengan apa yang disebut hidup dalam
pengharapan. Kanker termasuk dalam salah satu jenis penyakit dengan tipe
terminal illness. Kualifikasi penyakit ini dipandang sebagai suatu keadaan atau
situasi seseorang yang menderita penyakit yang memiliki daya kematian
diperkirakan akan datang dalam jangka waktu satu tahun bahkan kurang dan tidak
diketahui lagi obat yang dapat membawa kesembuhan (Kieser, 1984: 53). Kondisi
yang demikian ini secara langsung akan mempengaruhi aspek hidup orang yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
menderita kanker tersebut, termasuk salah satu aspek di dalamnya adalah iman
atau daya spiritualitasnya. Iman atau daya spiritualitas seseorang ditentukan dari
banyak faktor, salah satunya adalah penghayatan seseorang terhadap imannya.
Kondisi seseorang tatkala menderita penyakit dengan kemungkinan
sembuh kecil dan harapan untuk hidup pun juga kecil akan membuat gejolak iman
yang besar. Fase-fase yang dialami oleh pasien juga memiliki kesamaan dengan
dinamika mental atau psikis yang dialami. Yang membedakan apakah ini fasefase mental seseorang ataupun fase iman adalah siapa yang menjadi sasaran protes
seseorang atas kondisi yang dialami saat itu.
Bagi pasien kanker yang sudah menjalani masa pengobatan kemoterapi
tentunya juga memiliki keinginan untuk sembuh dari penyakit dan penderitaannya
kali ini. Inilah yang disebut sebagai situasi berpengharapan. Kondisi inilah yang
menjadi kekhasan dari pasien kanker yang sudah menjalani pengobatan melalui
kemoterapi. Pengharapan yang dibicarakan di sini merupakan unsur dinamik dari
iman dan kasih. Demikianlah sikap seorang Kristiani yang khas apabila
dihadapkan pada keselamatan, antara “sudah” dan “belum”. Pengharapan yang
dapat memberi arti kepada perjuangan untuk mengatasi situasi krisis hidup adalah
iman kepada Allah Bapa yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari bahaya
maut.
Kondisi pasien kanker usai menjalani kemoterapi pada dasarnya seperti
manusia pada umumnya, hanya yang membedakan hanyalah kondisi fisik yang
semakin menurun dengan ditandai dengan terjadinya kerontokan pada rambut
sebagai dampak yang paling dapat diihat oleh indera penglihatan. Dampak ini
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
akan menimbulkan pengaruh juga bagi pasien secara psikis maupun spiritual.
Secara psikis, pasien akan merasa minder untuk bertemu dengan orang lain,
sedangkan secara spiritual pasien akan semakin giat untuk menjalankan doa-doa
harian, pergi ke gereja, dan lain sebagainya. Situasi seperti inilah pada bagian
sebelumnya disebut sebagai situasi batas daya.
Situasi batas daya kemampuan dimengerti sebagai bagian dari dinamika
hidup pasien ketika menjalani masa pengobatan Terkadang pasien dapat dikatakan
sebagai makhluk yang pasif, karena pasien tidak dapat menentukan nasibnya
sendiri. Tetapi, pasien juga merupakan makhluk yang aktif di mana pasien
senantiasa mengharapkan tindakan Allah sebagai Sang Sumber Keselamatan (bdk.
Rom 15:13). Melalui pengharapan inilah di satu pihak pasien menyadari bahwa
dirinya tidak berdaya, tetapi di lain pihak pasien menyadari bahwa dirinya
diterima oleh Allah. Dengan demikian timbul rasa optimisme untuk hidup dalam
keterbatasanya atau pada batas daya kemampuannya.
Apabila situasi yang dialami oleh pasien saat ini dikaitkan dengan
penderitaan yang dialami oleh Yesus yang begitu solider dengan orang berdosa,
maka penerimaan terhadap situasi dan kondisi yang dialami oleh pasien saat ini
dapat mewujudkan dan memperkokoh kesetiaan dan kepercayaan yang penuh
kepada Allah. Situasi dan kondisi pasien saat ini merupakan salah satu peristiwa
hidup yang seluruhnya terarah pada keselamatan yang datang dari Allah. Sembuh
dari penyakit kanker ini diterima sebagai tanda keselamatan yang datang dari
Allah secara aktual. Sedangkan jika yang terjadi adalah sebaliknya, yakni
kematian, hal ini merupakan pemenuhan pengharapan hidup manusia, yakni hidup
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
bersatu dengan Allah. Seperti pesan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, “jika
kita hidup, kita hidup untuk Tuhan. Dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan.
Jadi, baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (bdk. Rom 14: 8).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
PASTORAL ORANG SAKIT
Di dalam bukunya, F.X. Adisusanto, SJ (2000: 13) mengungkapkan
bahwa karya pastoral di dalam Gereja dipahami sebagai sebuah bentuk tindakan
Gereja sebagai keseluruhan Umat Allah dalam rangka melaksanakan tugas
perutusan serta panggilan yang bukan hanya sebatas karya seorang pastor atau
hierarki semata. Pengertian ini melandasi paham tentang pastoral sebagai suatu
bentuk tindak penggembalaan. Tindak penggembalaan tidak hanya menjadi tugas
seorang pastor atau golongan hierarkis semata, melainkan juga tugas dan
tanggungjawab
setiap
umat
Allah.
Secara
luas,
hakikat
pastoral
dan
pendampingan pastoral untuk orang sakit akan dibahas di dalam bab ini.
A. Hakikat Pastoral
1.
Definisi Pastoral
Secara etimologis, istilah partoral berasal dari bahasa Latin “Pastor” yang
berarti gembala. Di dalam diktat yang berjudul Pastoral Paroki, Sumarno Ds.
(2003: 1), menjelaskan bahwa pastoral memiliki arti cukup esensial di dalam
kehidupan Gereja. Pastoral begitu lekat dengan seluruh karya yang dilakukan oleh
seorang pastor sebagai pelayan imamat Gereja. Kelekatan itu layaknya
perumpamaan gembala yang baik di dalam perikop Injil Yohanes. Di dalam
perikop Injil Yohanes, Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai Gembala yang
baik (Yoh 10:11). Perikop ini memberikan gambaran jelas mengenai tugas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
seorang gembala, yang mengenal domba-domba satu demi satu (Yoh 10:-14),
mengumpulkan domba–domba Israel yang hilang (Mat 10:6), menyerahkan
nyawa bagi domba-Nya (Yoh 10:15), dan menuntun kawanan domba serta
membuat kawanan domba mendengarkan suara-Nya sehingga menjadi satu
kawanan domba bersama gembalanya (Yoh 10:16).
Praktik pendampingan pastoral tidak dibakukan hanya bagi pastor
ataupun kaum hierarkis semata, melainkan segenap elemen Gereja pun diharapkan
turut terlibat aktif di dalam praktik pendampingan pastoral ini.
Harapan ini
membuat Gereja memberi mandat kepada kaum awam untuk membantu
pelayanan pastoral di setiap aspek hidup menggereja. Di dalam Pastoral Paroki,
Sumarno Ds. (2003: 1) turut mempertegas hal ini, dengan mengatakan semua
orang beriman mengambil bagian dalam tugas Kristus, maka pelayanan pastoral
juga menjadi tugas seluruh umat. Hal ini dijelaskan pula di dalam dekrit Konsili
Vatikan II tentang kerasulan kaum awam yang mengungkapkan upaya-upaya
pelayanan tersebut hendaknya digunakan sedemikian rupa oleh kaum awam,
sehingga mereka sementara melaksanakan tugas–tugas duniawi dalam keadaan
hidup yang serba biasa, tetapi juga tidak menceraikan persatuan dengan Kristus
dari hidup mereka, melainkan sambil melaksanakan tugas mereka menurut
kehendak Allah (AA, art.4).
Sebagai sebuah pelayanan Gereja, pastoral mencakup sejumlah bidang,
di antaranya meliputi pastoral keluarga, pastoral paroki, pastoral dalam bidang
kemasyarakatan, pastoral kelompok basis, pastoral orang sakit, dan lain-lain.
Namun, karena di dalam pembahasan skripsi ini adalah pastoral untuk orang sakit,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
maka ranah yang dipakai adalah ruang lingkup pastoral orang sakit, jenis-jenis
pastoral orang sakit, bentuk-bentuk pastoral orang sakit, definisi sakit, pendekatan
yang digunakan dalam pastoral untuk orang sakit, metode pastoral untuk orang
sakit, dan model pendampingan pastoral untuk orang sakit. Selain itu dijelaskan
pula konsep dari subyek yang hendak digunakan sebagai fokus penerapan pastoral
orang sakit ini, yakni pasien kanker pasca kemoterapi. Maka, di dalamnya
termasuk juga konsep kanker, proses timbulnya penyakit kanker, dampak kanker
bagi pasien secara psikologis dan spiritual, metode-metode pengobatan kanker,
dampak penerapan kemoterapi bagi pasien secara psikis dan spiritual
2.
Ruang Lingkup Pastoral
Pastoral didefinisikan sebagai seluruh karya yang dilakukan oleh seorang
pastor atau imam sebagai bentuk penggembalaan di dalam pelayanan Gereja
(Sumarno, 2003: 1). Ruang lingkup pelayanan yang dilakukan oleh pastor atau
imam juga merupakan ruang lingkup tugas Gereja yakni, panca tugas Gereja.
Dengan demikian, di dalam tugas penggembalaan yang dilakukan oleh pastor,
dalam pelayanannya terhadap Gereja mencakup sejumlah bidang, di antaranya
adalah bidang pewartaan (kerugma), bidang peribadatan (liturgia), bidang
pembangunan komunitas (koinonia), bidang pelayanan luar dan administrasi
(diakonia), dan bidang kerasulan (martiria).
Dalam tugas pelayanan bidang pewartaan (kerugma), Gereja berusaha
untuk menginvestasikan misinya ke dunia, yakni Gereja menjadi tanda dan buah
dari rencana Allah. Dalam tugas bidang pewartaan, Gereja merumuskan sejumlah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
bentuk-bentuk baru yang lebih relevan dalam hal menyampaikan kesaksian,
seperti rumusan bentuk persekutuan, pesan, dan saksi lebih-lebih dikaitkan
dengan harapan dan kehidupan, koleksi sejumlah ritus-ritus yang ada, dan
ekspresi hidup manusia diarahkan menuju kepenuhan (Alberich & Vallabaraj,
2009: 41).
Dalam tugas pelayanan bidang peribadatan (liturgia), terdapat sejumlah
tanda-tanda seperti perayaan ekaristi, sakramen-sakramen, pelbagai macam
bentuk atau ritus peribadatan, devisi, dan doa menjadi suatu ensembel ritus,
simbol, dan pengalaman Kristen sebagai karunia keselamatan (Alberich &
Vallabaraj, 2009: 41). Semuanya ini merupakan tanggapan dari kebutuhan
manusia
yang
begitu
mendalam
untuk
merayakan,
menerima,
dan
mengungkapkan pengalaman hidupnya melalui ritus dan sebagai buah dari
karunia keselamatan.
Tugas berikutnya adalah persekutuan (koinonia). Tugas ini sarat akan
adanya respon terhadap kerinduan umat untuk bersekutu bersama. Persekutuan ini
memanifestasikangaua hidup baru, yakni gaya hidup bersama yang memiliki
tujuan kolektif dengan tidak adanya diskriminasi, pembedaan, dan egoisme
(Alberich & Vallabaraj, 2009: 40).
Tidak hanya berhenti pada tiga tugas tersebut di atas, Gereja juga
memiliki tugas pelayanan (diakonia), yakni menjadi Gereja yang melayani. Dasar
pelayanan ini bertolak dari semangat pelayanan Yesus Kristus, "Anak manusia
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" (Mrk 10:45). Perhatian
utama dari tugas ini adalah orang-orang miskin dengan tetap menjunjung mereka
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74
sebagai subyek bulan lebih pada obyek bahkan korban semata. Perlu
digarisbawahi bahwa hal ini bukan semata-mata untuk kepentingan Gereja belaka,
melainkan lebih kepada pelayanan dan perwujudan Kerajaan Allah di dunia (1
Yoh 2:6). Tugas ini merupakan tugas segenap umat beriman juga. Umat beriman
diundang untuk menjadi saksi dengan cara baru, dengan dedikasi, dan komitmen
untuk memberikan pelayanan yang memiliki kredibilitas Injili (Alberich &
Vallabaraj, 2009: 40). Melalui sebuah diagram An Articulated Picture of the
Evangelizing Action of the Church as Universal Sign of Salvation yang
dirumuskan oleh Emilio Alberich dan Jerome Vallabaraj dalam buku yang ditulis
(2009: 35) digambarkan bahwa dimensi dialogis atau tugas pelayanan ini
mencakup sejumlah hal yang perlu diperhatikan, di antaranya adalah pelayanan
yang didasari oleh kasih, pengetahuan atau pendidikan, kebebasan individu dalam
berekspresi, dan solidaritas.
Tugas berikutnya adalah Gereja yang menjadi saksi Kristus (martyria).
Seringkali kata saksi diidentifikasikan kepada orang yang melihat atau
mengetahui secara personal sebuah peristiwa atau seseorang yang diminta hadir
pada suatu acara untuk mengetahuinya, sehingga jika nanti ada yang bertanya
terkait dengan acara tersebut diharapkan orang yang diundang dapat memberikan
keterangan tentang acara tersebut. Dari dual hal tersebut di atas, rasanya Gereja
yang menjadi saksi Kristus juga memiliki tugas yang sama, yakni menyampaikan
atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang
lain, tidak terkecuali jemaat. Dalam realita yang ada, menjadi saksi Kristus
bukanlah hal yang mudah. Begitu banyak peristiwa yang diberitakan melalui
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
media masa tentang sulitnya membangun sebuah gereja di suatu kota, kisah
tentang uskup Romero yang tewas ditembak karena membela orang miskin di
kota San Salvator. Selain itu, juga kisah tentang Pater Maximilianus dari Kolbe
yang rela mati di bunuh di kamp konsentrasi Nazi demi menggantikan posisi
seorang tua yang hendak dieksekusi. Tidak hanya itu saja, ada juga kisah tentang
bunda Theresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta,
India. Kisah seorang Pater Damian yang selama hidupnya melayani orang-orang
kusta yang diasingkan di pulau Molokai, dan masih banyak lagi contoh kisah
hidup yang mrnggambarkan sikap pengikut Kristus yang setia. Menjadi pengikut
Kristus begitu mengandung risiko belum lagi menjadi saksi akan apa yang
diajarkan-Nya. Injil Yohanes menjelaskan bahwa menjadi pengikut-Nya dan
memberitakan ajaran-Nya serta bersaksi tentang Dia akan dikucilkan, bahkan
akan datang saatnya setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka dan
berpikir bahwa apa yang diperbuatnya merupakan tanda bakti bagi Allah (Yoh
16:2).
3.
Jenis-jenis Pelayanan Pastoral
Dari sejumlah tugas-tugas Gereja yang merupakan ruang lingkup dari
pelayanan pastoral tersebut di atas, merupakan dasar bagi pelaksanaan pelayanan
pastoral dalam hidup menggereja dan menjemaat. Layaknya orang tua yang baru
saja memiliki seorang anak, tentunya akan berusaha merawat, menjaga, dan
memelihara anak tersebut dengan sebaik mungkin dan dengan pelayanan yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76
terbaik, demikian juga Gereja yang tentunya juga melayani jemaatnya dengan
amat baik.
Konsep pelayanan pastoral ini awalnya ditangkap dan diartikan secara
mentah oleh banyak orang tanpa diolah terlebih dahulu. Konsep yang salah kaprah
membuat pemahaman banyak orang fokus pada pelayanan pastoral merupakan
tugas atau bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pastor (Abineno, 1993: 9). Akan
tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan dengan pertumbuhan jumlah
jemaat, gagasan ini dirasa tidak lagi relevan. Secara kuantitas gagasan ini dikritisi
dengan begitu jelas, jumlah jemaat berkembang dengan begitu pesat namun tidak
diiringi dengan pertambahan jumlah pastor yang signifikan. Dampak dari
kenyataan ini adalah munculnya konsep baru yang dirasa lebih relevan mengenai
pelayanan pastoral.
Dalam Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral, Dr. J. L. Ch.
Abineno (1993: 2) mengungkapkan istilah pelayanan pastoral sebenarnya sudah
muncul sejak masa Gregorius Agung sekitar abad ke-6. Pada masa ini, istilah
pelayanan pastoral yang menjadi tugas Gereja dikenal dengan sebutan
pemeliharaan jiwa atau dalam bahasa Latin disebut dengan istilah cura animarum.
Istilah ini memuat penjelasan mengenai gagasan manusia yang diartikan secara
utuh dan menyeluruh dan mencakup pelbagai aspek dan dimensi.
Tujuan dari itu semua sebenarnya terletak pada tercapainya suatu bentuk
dan kondisi untuk kegiatan Gereja di dalam situasi yang sangat konkrit
(Ambrosia, 1994: 10). Hal ini senada dengan apa yang dituangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II di dalam ensiklik Redemptor Hominis bahwa, tujuan dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
pelayanan pastoral yakni semakin memanusiakan manusia melalui Kabar Gembira
yang menyatakan bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah telah menjadi
Bapa kita (RH, art. 8-14).
Pelaksanaan pelayanan pastoral yang merupakan perwujudan dari cura
animarum dan merupakan sebuah tugas yang diemban oleh Gereja, pelayanan
pastoral ini dibedakan menjadi empat jenis, yang pertama adalah pelayanan
pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman, pelayanan pastoral sebagai bentuk
konseling, pelayanan pastoral sebagai bentuk perwujudan dari persekutuan, dan
jenis terakhir adalah pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari diakonia.
a.
Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Pemberitaan Firman
Tokoh yang dikenal dalam jenis ini adalah teolog terkemuka yang
merupakan sahabat dari Karl Barth yakni Eduard Thurneysen. Eduard Thurneysen
sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 20) menggagas bahwa
konsepsi pelayanan pastoral pada intinya merupakan bentuk pemberitaan Firman
yang berisi tentang hal pengampunan dosa yang disampaikan dalam bentuk
percakapan antarindividu.
Pelaksana pelayanan pastoral ini bukan hanya dari kaum hierarkis
semata, melainkan lebih kepada keterlibatan kaum awam. Hal ini mengingat
bahwa jumlah pastor yang tidak berimbang dengan jumlah jemaat dan kegiatan
yang sudah tersusun. Gagasan yang diusung oleh Edward Thurneysen lebih
bersifat anti-klarikal karena selaras dengan pandangan kaum reformator mengenai
gagasan pemeliharaan jiwa (Abineno, 1993: 21).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
Konsepsi pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan firman ini
menjadikan pandangan dari Christopher Blumhardt sebagai tolok ukur, di mana
dikatakan bahwa pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk perjuangan,
eksorsisme, pembebasan dan harapan (Abineno, 1993: 21). Dikatakan sebagai
sebuah perjuangan, ini didasarkan pada kisah manusia jatuh di dalam dosa yang
termuat di dalam Kitab Kejadian 3: 1-24. Gagasan ini mengatakan bahwa
pelayanan pastoral merupakan suatu usaha untuk memusnahkan segala bentuk
kuasa keterikatan manusia terhadap dosa. Di tempat yang lain dikatakan bahwa
pelayanan pastoral sebagai eksorsisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Purwodarminto, 2005: 289), eksorsisme merupakan suatu paham
mengenai pengusiran setan melalui suatu upacara. Christoph Blumhardt
sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 21), beranggapan bahwa
persoalan yang dihadapi manusia pada dasarnya merupakan keterikatan dan
perhambaan manusia pada hal-hal sekuler dan kuasa-kuasa Roh yang lain, seperti
pemujaan pada dewa-dewa dan benda berhala. Maka dari itu, pelayanan pastoral
ditujukan untuk mengembalikan manusia pada hakikat Ilahi yang berpegang pada
Kuasa Ilahi semata. Dan tujuan akhir dari pelayanan pastoral adalah pelayanan
pastoral diharapkan membawa manusia kepada pembebasan dan harapan.
Konsep yang ditawarkan oleh Edward Thurneysen dan Christoph
Blumhardt dirasa tidak cukup oleh tokoh bernama Asmussen. Menurut Asmussen,
sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (1993: 23) pelayanan pastoral
sebagai bentuk pemberitaan Firman bukanlah pemberitaan firman layaknya yang
berlangsung pada saat ibadat atau Perayaan Ekaristi, melainkan percakapan yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
terjadi antara dua orang; antara pastor dengan jemaatnya. Konsep ini diibaratkan
dengan sebuah jala yang ditebar ke lautan oleh nelayan untuk menjaring ikan.
Banyak atau sedikitnya ikan yang terjaring dipengaruhi oleh besarnya mata-mata
jaring tersebut. Semakin besar mata jaring, maka semakin besar mata jaring,
semakin besar juga peluang ikan untuk meloloskan diri dari jaring tersebut.
Demikian halnya pelayanan pastoral, di samping pemberitaan firman, kiranya
perlu juga memikirkan bagaimana firman yang sudah diberitakan tadi dapat
diterima dan dapat menjaring semakin banyak orang untuk terlibat dalam
pelayanan memelihara jemaat.
Konsep pelayanan pastoral sebagai bentuk pemberitaan Firman juga
dirasa kurang jika hanya mengandaikan pemberitaan firman dan percakapan
antara pastor dengan jemaatnya. Sebuah konsep pelayanan pastoral dikemukakan
oleh Muller. Menurut Muller sebagaimana dikutib oleh Dr. J.L. Ch. Abineno
(Abineno, 1993: 25), pelayanan pastoral merupakan suatu bentuk bantuan hidup
dan bantuan percaya yang berdasarkan atas keikutsertaan seseorang untuk menjadi
murid Yesus. Bantuan yang diberikan ini lebih diperuntukkan bagi kebutuhan
pribadi, untuk melayani jemaat sebagai perwujudan anggota Tubuh Kristus, dan
untuk tugas serta tanggungjawab di tengah masyarakat. Hal ini merupakan bentuk
konkritisasi apa yang sudah ditulis di dalam Kitab Suci yang kemudian
diwartakan.
Dari semuanya itu, oleh Dr. J.L. Ch. Abineno (Abineno, 1993: 26)
dirumuskan ke dalam rumusan yang lebih konkrit, bahwa pelayanan pastoral yang
merupakan bentuk dari pemeliharaan jiwa melalui pemberitaan firman merupakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
suatu bentu apostolate atau bentuk perutusan dari kemurahan hati Allah yang
tidak terbatas yang diberikan kepada manusia yang hilang dan tersesat.
Pelayanan pastoral ini diberikan kepada orang-orang yang sedang
mengalami penderitaan, yang sedang dirundung kebimbangan, yang bersalah, dan
yang sedang menghadapi kuasa maut dalam ketakutan dan pergumulan hidup
mereka oleh anggota Tubuh Kristus.
b. Pelayanan Pastoral sebagai Bentuk Konseling
Bentuk kedua dari jenis pelayanan pastoral ini diawali di Amerika
Serikat oleh tokoh bernama Boisen (Abineno, 1993: 29). Gagasan yang diusulkan
dan dirumuskannya banyak dipengaruhi oleh pergumulan hidupnya melawan
penyakit yang sedang dideritanya. Pikiran-pikirannya mengenai pelayanan
pastoral sebagai bentuk konseling ini didasarkan pada konsep bahwa bentukbentuk tertentu dari permasalahan mental erat kaitannya dengan pengalaman
religius seseorang (Abineno, 1993: 29). Gagasan ini menyatakan bahwa
kebanyakan gangguan psikis ataupun fisik seseorang acapkali diakibatkan oleh
permasalahan
seseorang
dengan
lingkungan
sosial
dan
permasalahan
personalyang belum terselesaikan (unfinish bussiness).
Gangguan dalam diri seseorang ini erat kaitannya dengan tidak
terpenuhinya piramida kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan adanya
penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (Hall & Lindzey, 1993: 71). Tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
hanya itu saja, kelemahan manusia akan sifat tidak puas juga dapat menjadi faktor
penghambat terpenuhinya kebutuhan yang dimiliki manusia. Hal ini kiranya dapat
mengganggu kesehatan mental seseorang, mengingat bahwa ketegangan dalam
diri secara khusus psikis akan semakin meningkat jika kebutuhan terpenuhi,
sebeliknya akan mengalami frustasi apabila kebetuhan tersebut belum terpenuhi
(Kartini Kartono, 1983: 20).
Terdapat sejumlah alasan yang dapat menyebabkan terjadinya mental
disorder (kekalutan mental) pada diri seseorang, yakni terbenturnya diri seseorang
pada standart dan norma sosial yang berlaku; adanya konflik kebudayaan entah itu
konflik antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan nilai dan
tingkah laku di antara dua kelompok sosial atau lebih, dan konflik batin;
perubahan transisi kepemimpinan; meningkatnya tingkat aspirasi terhadap
kemewahan materiil (Kartini Kartono, 1983: 21-24).
Alasan-alasan tersebut di atas begitu mempengaruhi seseorang secara
khusus atas pemenuhan kebutuhan pribadinya yang lekat dengan priamida
kebutuhan yang dirumuskan oleh Abraham Maslow. Hal ini juga turut digagas
oleh Boisen yang merupakan bapak dari jenis pelayanan pastoral sebagai bentuk
konseling. Boisen menyatakan bahwa gangguan psikis dapat disebabkan oleh
kontak social yang tidak lancer dan konflik hidup pribadi yang belum
terselesaikan (Abineno, 1993: 29).
Jenis pelayanan pastoral yang digagas oleh Boisen ini lebih-lebih
dilakukan di dalam institusi rumah sakit. Oleh sebab itu, gagasan Boisen
mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling memiliki kemiripan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
dengan psikoterapi. Gagasan-gagasan Boisen mengenai pelayanan pastoral ini
juga
sebagian
besar
didasarkan
pengalaman
personalnya
menghadapi
penyakitnya. Oleh sebab itu, ia berpandangan bahwa cukup penting bagi seorang
pastor untuk belajar membaca kondisi orang yang sedang bergumul dengan
kesusahan dan penderitaan sebagai suatu “dokumen manusiawi yang hidup”
(Abineno, 1993: 29). Dan dewasa ini gagasan yang dirumuskan oleh Boisen
disebut dengan istilah konseling pastoral.
Konseling pastoral dipahami sebagai sebuah usaha pendampingan yang
dilakukan oleh pastor untuk membantu orang dengan tujuan orang yang dibantu
dapat menolong dirinya sendiri melalui proses perolehan pengertian tentang
konflik batinnya (Abineno, 1993: 31). Konseling pastoral berada dalam posisi
yang cukup penting di dalam program pendampingan jemaat. Konseling pastoral
bukanlah sebuah usaha pewartaan Injil belaka, bukan pula soal pekerjaan sosial,
tetapi lebih dari itu, konseling pastoral menunjang usaha pewartaan Injil, yakni
hidup jemaat yang didampingi berada di dalam kelimpahan (Melani Wikanta &
Subroto Widjojo, 2004: 4) seperti dikatakan di dalam Injil (Yoh 10:10).
c.
Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Persekutuan (Kerygma)
Jenis berikutnya adalah pelayanan pastoral sebagai wujud dari
persekutuan (kerygma). Jenis ini meletakkan konsep manusia sebagai makhluk
sosial sebagai dasar pelayanan pastoral. Seorang tokoh bernama Brillenburg
Wurth mengungkapkan bahwa manusia yang sesungguhnya adalah manusia yang
hidup dalam pelbagai relasi dengan sesama manusia (Abineno, 1993: 43).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
Dalam situasi saat ini, yang mengharuskan orang bekerja secara
individual, menyebabkan adalah perubahan dinamika hidup sosial. Banyak orang
lebih memilih menjadi sinlge fighter dibandingkan bekerja di dalam sebuah tim.
Begitu pula dengan kenyataan hidup rohani manusia. Banyak orang lebih memilih
cara individual untuk mengungkapkan imannya, seperti doa pribadi. Asumsi yang
muncul adalah dengan pribadi ini seseornag merasa lebih intim berdialog dengan
Tuhan. Namun, hal ini secara tidak langsung membuat hidup bersekutu menjadi
semakin lemah, karena tingkat perjumpaan yang semakin jarang.
Pelayanan pastoral ini dimaksudkan untuk menghidupkan kembali hidup
persekutuan yang menjadi perwujudan dari hidup sosial bermasyarakat. Di dalam
konsep ini, seseorang akan berkumpul satu dengan yang lain untuk saling
mengungkapkan pergulatan imannya atau bahkan saling mengunjungi satu dengan
yang lain.
d. Pelayanan Pastoral sebagai Perwujudan dari Diakonia
Selain jenis pelayanan pastoral sebagai perwujudan dari kerygma, kali ini
akan diulas jenis pelayanan pastoral berikutnya yakni pelayanan pastoral sebagai
perwujudan dari diakonia. Jenis ini erat berhubungan kondisi riil jemaat. Oleh
sebab itu, jenis ini sarat akan ilmu antropologi dan juga teologi.
Melalui jenis ini, Gereja hendak mewujudkan iman jemaatnya dengan
berfokus pada situasi jemaat (Ambrosia, 1994: 2). Diakonia menjadi salah satu
dari lima tugas Gereja, dengan demikian Gereja hendak melayani jemaatnya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
melalui profesi-profesi yang ada sebagai sosok seorang sahabat yang ramah dan
cinta damai.
4.
Pastoral untuk Orang Sakit
Dari pelbagai macam bentuk pelayanan yang diberikan oleh gereja,
secara khusus pada bagian ini akan disoroti pelayanan pastoral gereja khusus bagi
orang sakit. Kekhususan ini tidak berarti akan mengurangi arti penting dari
sejumlah jenis dan atau kategori pelayanan gereja yang lain. Kekhususan ini
dilandaskan pada situasional orang sakit yang dapat menjadi medan pastoral.
Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa pastoral dimengerti
sebagai kegiatan orang beriman untuk saling membantu dalam mewujudkan dan
mengungkapkan imannya (Suprihatin, 1999: 51). Dengan demikian, pastoral
orang sakit ini berperan untuk memperlancar proses pemecahan masalah, dilihat
dari kata pastoral yang memiliki bobot spiritual dan keimanan kepada proses
pendampingan, secara khusus berusaha melihat dan peduli akan aspek iman dan
kehidupan spiritual dan pasien tersebut.
a. Hakikat Pastoral Orang Sakit
Pengalaman
sakit
tidak
dapat
dihindarkan
dalam
kehidupan
manusia.Ketika sakit, pasien tidak hanya memerlukan pelayanan medis semata,
melainkan juga kebutuhan spiritualitas. Seperti ditegaskan oleh Totok S.
Wiryasaputra dan Aart Martin van Beek (1984: 13) bahwa keadaan fisik dapat
mempengaruhi keadaan mental, begitu pula sebaliknya keadaan mental dapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
mempengaruhi keadaan fisik seseorang. Keadaan fisik juga mempengaruhi
keadaan spiritual seseorang, pun juga sebaliknya keadaan spiritual seseorang juga
dapat
mempengaruhi
keadaan
fisiknya.
Dari
ketiganya
dapat
saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dengan demikian, selama proses
pemulihan pasien dirasa tidak cukup jika pelayanan hanya secara fisik semata,
tetapi juga perlu mengindahkan pelayanan psikis dan spiritual. Konsep pelayanan
spiritual ini akrab dikenal dengan istilah pastoral care atau pendampingan
pastoral yang diperuntukkan bagi orang sakit.
Pendampingan pastoral dipahami sebagai suatu profesi pertolongan dari
seorang pendeta atau pastor yang mengikatkan dirinya dalam hubungan
pertolongan dengan orang lain, agar melalui terang Injil dan persekutuan dengan
Gereja Kristus dapat bersama-sama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan
persoalan kehidupan dan iman (Heitink, 1992: 404). Maksud dari pendampingan
pastoral ini lebih-lebih diperuntukkan membantu meringankan beban dan
mengarahkan pasien secara aktif agar dapat mengembangkan sikap yang tepat
terhadap dirinya dan keadaan yang sedang dialami.
Konsep pendampingan pastoral bagi orang sakit ini merupakan bentuk
perhatian Gereja kepada jemaatnya yang sedang dilanda pengalaman sakit.
Layaknya di dalam Kitab Suci yang menggambarkan Yesus yang memberikan
penyembuhan bukan hanya pada fisik saja melainkan psikologispun dibantu-Nya
karena iman dan keyakinan yang dimiliki. Melalui kisah yang tertulis di dalam
Kitab Suci ini digunakan oleh Gereja sebagai dasar di dalam perwujudan atau
pengejawantahan pelayanan untuk orang-orang sakit dengan tujuan tidak hanya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
sembuh secara fisik melainkan juga sembuh secara rohani sehingga manusia
kembali sebagai manusia yang utuh secara fisik, psikis, ataupun spiritual (Adolfo,
1990: 20).
Pendampingan pastoral untuk orang sakit sebagai salah satu usaha untuk
merawat, memperhatikan, mendampingi, menyembuhkan, dan mendengarkan
keluhan atau cerita dari pasien dari segala segi untuk mewujudkan serta
mengungkapkan imannya. Pendampingan pastoral untuk orang sakit ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam suatu proses penggembalaan bagi
umatnya dalam proses memelihara atau merawat kehidupan manusia secara utuh.
Di dalam proses pendampingan pastoral yang diperuntukkan orang sakit ini tidak
hanya melihat dari usaha pasien dan usaha petugas pastoral secara terpisah,
melainkan keduanya perlu bekerjasama dengan baik, sehingga terjadi hubungan
timbal balik yang baik di antara keduanya. Petugas pastoral di sini berperan
sebagai orang yang membantu memperlancar terjadinya proses perjumpaan iman,
sedangkan pasien yang didampingi akan berusaha secara personal mewujudkan
imannya sebagai bentuk pertanggungjawaban dengan Tuhan. Dengan kata lain,
pendampingan pastoral untuk orang sakit ini perlu melibatkan individu secara
utuh dalam bentuk sharing dengan tujuan adanya kemajuan dan kembalinya
harapan dari orang yang didampingi (Kieser, 1984: 41).
Peranan pastoral untuk orang sakit sebagai salah satu bentuk pelayanan
dari Gereja dilakukan bukan melulu dengan metode khotbah atau peribadatan saja,
melainkan melalui usaha yang nyata dan sederhana, seperti kunjungan,
mendoakan orang sakit, duduk di samping pasien sembari mendengarkan cerita
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
atau keluhan yang dialami, dan masih banyak lagi bentuknya. Melalui
pendampingan pastoral untuk orang sakit ini, Gereja ingin bersaksi bahwa Yesus
Kritstu hadir di dunia untuk menyemuhkan manusia yang terluka dan senantiasa
mendampingi di setiap proses yang dilalui melalui pelbagai macam bentuk dan
rupa-Nya.
b. Alasan Perlu Dilaksanakan Pastoral Orang Sakit
Reksa pastoral orang sakit merupakan hak dasar orang sakit dan
kewajiban Gereja. Gereja yang menyadari bahwa manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang secitra dengan-Nya, oleh karena itu perlu untuk menjaga
martabat manusia. Berdasarkan gagasan yang diungkapkan oleh Totok S.
Wiryasaputra sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 54-57), terdapat
sejumlah alasan mengapa pastoral orang sakit ini perlu untuk dilaksanakan, di
antaranya sebagai perwujudan diri anggota tubuh secara utuh, bentuk peneladanan
sikap Yesus, usaha untuk meneruskan karya pengutuhan Tuhan, usaha untuk
menerobos tembok keterasingan, kekuatan keinginan untuk hidup, dan pelayanan
yang bersifat pribadi.
Dari sejumlah alasan tersebut di atas, tujuan dari pastoral orang sakit
sebagaimana dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 57) adalah:
Untuk membantu orang sakit agar tidak berada pada keterasingan dan
tanpa harapan, dengan pendampingan secara pribadi membantu orang
sakit agar mampu secara terbuka mengungkapkan perasaan atau
ganjalan-ganjalan agar masalah yang dihadapi mampu dipecahkan untuk
mewujudkan iman melalui peristiwa sakit.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
Meskipun tidak dengan sendirinya pastoral orang sakit ini membawa
pasien pada kesembuhan, tetapi ada kemungkinan sentuhan manusiawi dapat
membuka jalan bagi hidup yang lebih berarti dengan memberikan perhatian
kepada pribadi orang sakit secara utuh. Hal ini juga ditekankan oleh Pedoman Etis
dan Pastoral Rumah Sakit Katolik yang diterbitkan oleh KWI sebagaimana
dikutib oleh Ana Suprihatin (1999: 56) sebagai berikut:
Melalui pendampingan yang profesional dan manusiawi, penderita dapat
menggali dan menemukan kembali makna hidup yang mendalam. Ia
dapat makin terbuka dan mampu memberikan tanggapan yang tepat
dalam relasinya dengan Pencipta. Juga pada saat penderitaan harapan dan
makna hidup tak menjadi padam. Sedang dalam rawatan terminal,
penderita didampingi untuk menempuh jalan kembali kepada Pencipta
dan Bapa dengan penuh kepercayaan.
Sebagai dampak dari perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu pesat, Gereja kini mendapatkan tantangan untuk semakin
memperhatikan jemaatnya yang sedang dilanda keterbatasan secara khusus
jemaatnya yang sedang sakit. Tantangan ini merupakan pengejawantahan sikap
Yesus yang memberikan penyembuhan kepada siapapun yang sakit atau
menderita tidak hanya dari segi fisik, melainkan dari segi psikis dan iman. Dengan
demikian, pelaksanaan pastoral orang sakit yang merupakan bentuk pelayanan
Gereja kepada jemaatnya, diharapkan dapat membantu jemaatnya untuk
mendengarkan sapaan Allah, mengarahkan hati kepada Allah untuk mencapai
tujuan hidup, membantu jemaatnya untuk mewujudkan imannya sebagai bentuk
perjumpaan dengan Allah yang semakin besar yang kemudian jemaat tersebut
dapat mengungkapkan imannya (Kieser, 1990: 8).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
c.
Fungsi Pastoral Orang Sakit
Di dalam pembahasan sebelumnya, dituliskan bahwa pendampingan
pastoral dipahami sebagai suatu profesi pertolongan dari seorang pendeta atau
pastor yang mengikatkan dirinya dalam hubungan pertolongan dengan orang lain,
agar melalui terang Injil dan persekutuan dengan Gereja Kristus dapat bersamasama menemukan jalan keluar bagi pergumulan dan persoalan kehidupan dan
iman (Heitink, 1992: 404). Di dalam usha untuk membantu menemukan jalan
keluar bagi pergumulan pasien, pendampingan pastoral memiliki sejumlah fungsi,
yakni fungsi penyembuhan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan,
dan mengasuh atau memelihara (Clinebell, 2002: 53-55).
Ketika sakit, orang acap kali tidak mengungkapkan pengalaman pahit
atau perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan kepada keluarga atau tim
medis secara lengkap dan tanpa disadari pengalaman atau perasaan tersebut
menjadi akar permasalahan sehingga orang tersebut sakit. Peristiwa demikian ini
seringkali disebut sebagai psikosomatis. Berdasarkan Faber (2003: 15)
psikosomatis dipahami sebagai kondisi di mana sejumlah konflik psikis dan
kecemasan menjadi sebab timbulnya macam-macam penyakit jasmaniah atau
justru menjadi semakin parahnya suatu penyakit jasmaniah yang sudah ada.
Berdasarkan kondisi ini, fungsi penyembuhan menjadi salah satu upaya menolong
orang sakit untuk mengbati pertama-tama adalah hatinya atau berdamai dengan
masa lalunya.
Tidak semua pasien dapat terbuka dengan orang-orang di sekitarnya, hal
ini tergantung dari tipe individu tersebut dan kepribadiannya. Pada fungsi ini,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
seringkali dihadapkan pada pasien yang mengalami kesusahan untuk diajak
berbicara dalam percakapan yang mendalam. Fungsi menopang ini manjadi salah
satu cara untuk membangkitkan kembali gairah hidup dan berpengharapan yang
sudah tertimbun oleh penerimaan diri yang negatif dan semangat hidup yang
turun. Fungsi ini berbeda dengan memberikan motivasi belaka. Dalam fungsi ini
menempatkan pasien sebagai subyek benar-benar menjadi yang utama, bukan
sebatas mendengarkan keluhan lalu memberikan respon berupa motivasi semata,
tetapi lebih dari itu, sifat empati benar-benar perlu dilibatkan di sini, sehingga
fungsi menopang ini lebih tepat guna bagi pasien ataupun petugas yang
mendampingi.
Fungsi membimbing ini menjadi suatu cara dalam melakukan penelaahan
bersama dengan pasien dan keluarga, dengan tujuan untuk memahami
permasalahan-permasalahan
yang
dialami
pasien,
biasanya
tidak
ada
hubungannya dengan penyakit yang sedang dialami sekalipun, tetapi tetap perlu
dibantu untuk ditangani. Fungsi ini lebih bersifat memberikan jalan keluar atas
permasalahan yang sedang terjadi (Clinebell, dkk., 2002: 54).
Sakit merupakan hal yang saling berkaitan satu dengan yang lain, baik
dari segi individu itu ataupun dengan orang lain. Sakit itu sendiri acapkali
berhubungan dengan permasalahan pribadi yang belum terselesaikan dengan baik.
Dalam fungsi ini membangun kepercayaan benar-benar menjadi salah satu cara,
mengingat tidak semua orang dapat percaya untuk mencurahkan cerita yang
sifatnya pribadi dan rahasia.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
Fungsi kelima ini lebih pada penjaga proses yang sudah dapat dilalui oleh
pasien. Berusaha supaya pasien tidak lagi jatuh terpuruk seperti sedia kala,
melainkan sudah dapat membangun semangat hidup dan memiliki daya dalam
menghadapi kehidupan dengan keadaan fisik yang mulai terbatas. Melalui fungsi
ini, diharapkan pasien dapat menjadi lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan
masa lalu ataupun saat ini yang dapat menimbulkan efek kurang baik bagi kondisi
fisiknya.
d. Pendekatan Pastoral untuk Orang Sakit
Banyak orang, secara khusus tim medis menyadari bahwa pasien bukan
hanya memerlukan petugas pendampingan pastoralan medis berupa obat semata,
melainkan juga pemenuhan akan kebutuhan rohani pasien. Tugas ini acap kali
diserahkan kepada pastor atau petugas gereja lainnya, karena seringkali yang
terjadi pasien tatkala dihadapkan pada peristiwa sakit pertanyaan yang muncul
dan ditujukan terkait hal-hal eksistensial, seperti arti dan tujuan hidup manusia.
Dalam proses pendampingan pastoral orang sakit ini terdapat dua pendekatan
yang berbeda, yakni merawat yang sakit sebagai wujud menolong sesama dan
mengikuti cara pelayanan Yesus dan menggunakan pendekatan holistik.
1) Merawat yang Sakit sebagai Wujud Menolong Sesama
Model yang pertama ini diilhami oleh kisah orang samaria yang baik hati
di dalam Injil Lukas 10:25-37. Model ini selaras dengan tugas pemeliharaan
kesehatan fisik manusia yang sudah menjadi tugas dan tanggungjawab bidang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92
ilmu kedokteran dan pemeliharaan hidup rohani yang dijalankan oleh para teolog.
Model ini sudah dipraktikkan di gereja-gereja Eropa, seperti di Jerman.
Melalui perikop Lukas 10:25-37 ini dengan jelas hendak mengajarkan
kepada setiap manusia yang membaca dan menglhaminya bahwa sesama bagi
setiap manusia adalah siapapun, tidak terbatas oleh ras ataupun golongan yang
membutuhkan pertolongan. Maka belas kasihan tidak hanya berarti merasa
kasihan, tetapi kasih itu harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Perikop ini
hendak mengajarkan kepada setiap insan, sebagai murid- murid Kristus diajak
untuk membagikan belas kasih kita kepada sesama. Sesama di sini bukan hanya
teman, tetapi juga mereka yang bukan teman, bahkan musuh ataupun orang yang
membenci kita. Perumpamaan ini menjelaskan perintah Kristus, “Kasihilah
musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu… “(Luk 6:27; lih.
Mat 5:43). Sebab kasih yang tulus sifatnya memberi, tanpa mengharapkan
balasan; menolong karena mengetahui bahwa orang tersebut membutuhkan
pertolongan.
2) Mengikuti Cara Pelayanan Yesus dan Menggunakan Pendekatan Holistik
Manusia tidak hanya terbatas sebagai makhluk sosial, melainkan juga
merupakan suatu kesatuan yang utuh antara tubuh dan jiwa, yang membuat cara
penyembuhan haruslah bersifat multidimensi (Jacob, 2003: 20). Model ini
memungkinkan bagi siapapun yang memiliki kualifikasi dalam bidang medis
ataupun bidang teologi mempraktikkan pelayanan pendampingan pastoral.Yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93
menjadi dasar dari model ini adalah sosok Yesus sebagai pribadi yang
menyembuhkkan.
Pendekatan ini mendasarkan pada perbuatan-perbuatan Yesus ketika
melakukan mukjizat penyembuhan. Mukjizat-mukjizat penyembuhan yang
dilakukan oleh Yesus merupakan sesuatu yang nyata. Namun demikian, peristiwa
ini perlu untuk dilihat hubungannya dengan Injil secara utuh. Penyembuhan yang
dilakukan oleh Yesus menunjukkan hubungan yang terjadi di antara proses
penyelamatan dan proses penyembuhan (Jacob, 2003: 49). Proses penyembuhan
yang dilakukan oleh Yesus secara umum, tidaklah berhubungan dengan kesehatan
manusia secara fisik dan mental belaka, namun lebih kepada peran Yesus yang
mengajak setiap manusia yang disembuhkan datang ke hadapan Tuhan.
Sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh Yesus, Yesus menarik
diri apabila orang-orang hendak menyalahartikan dan mengalahgunakan pribadiNya sebagai seorang tabib dan pekerja mukjizat (Mrk 1:38). Yesus tidak
mengehendaki penyembuhan yang dilakukan oleh-Nya disalahartikan dan
dipisahkan dari kerangka Injil (Jacob, 2003: 50).
Selain mendasarkan pada cara pelayanan Yesus, model ini juga
mengedepankan pendekatan holistik. Pendekatan holistik pada pasien ini memiliki
sejumlah dimensi, di antaranya adalah dimensi psikologis (strategi kooping).
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka
orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Mekanisme
koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94
dampak dari stressor tersebut. Kemampuan koping dari individu tergantung dari
temperamen, persepsi, dan kognisi serta latar belakang budaya/norma di mana dia
dibesarkan. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat.
Belajar di sini adalah kemampuan adaptasi seseorang pada pengaruh faktor
internal dan eksternal
e. Dinamika Pendampingan Pastoral untuk Orang Sakit
Di dalam proses pendampingan pastoral untuk orang sakit, setiap orang
dapat dan memiliki hak untuk turut serta dan terlibat secara aktif di dalam
perjuangan pasien untuk mendapatkan kesembuhan. Tetapi kenyataan yang
seringkali dijumpai, masih sedikit orang yang sadar dan mau melakukan kegiatan
pendampingan pastoral untuk orang sakit ini. Yang menjadi fenomena umum dan
terjadi di mana-mana adalah orang-orang cenderung suka mengunjungi orang
yang sakit entah itu kerabat, saudara, teman, rekan kerja bahkan tetangga dengan
berpakaian bagus dan membawa hantaran berupa bunga, makanan, dan barangbarang yang digemari pasien yang sekiranya dapat membantu memberikan
kegiatan bagi pasien. Akan tetapi, begitu sedikit orang yang mau hadir dan ikut
mendampingi atau terlibat di dalam proses situasi hidup yang sedang dialami
pasien tatkala terbaring lemah (Kieser, 1984: 40).
Di dalam proses pendampingan pastoral untuk orang sakit, orang diminta
untuk benar-benar merelakan dirinya untuk orang yang sedang sakit. Dengan
demikian yang mendampingi memberikan peluang kepada si sakit atau pasien
untuk membicarakan keadaan yang tengah dialami, pergulatan yang selama ini
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
95
membelenggu, perjuangan yang harus dilalui, dan segala hal yang berhubungan
dengan dirinya serta proses penyembuhan.
Berdasarkan teori penyembuhan menurut konsep antropologi Viktor
Frankl dan Paul Tillich, proses penyembuhan menolak adanya pengkotak-kotakan
manusia. Proses penyembuhan perlu memperhatikan adanya pluralitas dan
spesialisasi masing-masing bidang keilmuan (Kieser, 1984: 55). Viktor Frankl dan
Paul Tillich menggambarkan tubuh, jiwa, dan roh manusia sebagai dimensi
sebagaimana memahami kesatuan tiga dimensi dalam konsep bangun ruang.
Dimensi kehidupan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain, karena setiap unsur
bukan merupakan unsur yang terpisah dan terpecah-pecah.
f.
Ragam Pendekatan Pastoral
Seperti sudah diketahui di dalam pembahasan awal mengenai kanker,
kanker merupakan sebuah penyakit yang dapat mempengaruhi aspek hidup
seseorang yang menderitanya. Usai menjalani terapi dengan menggunakan, secara
fisik seseorang yang menderita penyakit ini dapat saja kehilangan sebagian dari
organ tubuh usai, misalnya mengalami kerontokan rambut, bau mulut, kuku
jemari lepas, dan lain sebagainya. Secara psikis seseorang yang menderita kanker
pun mengalami perubahan konsep diri, seperti mulai merasa malu atau merasa
tidak enak berada di tengah keramaian dan di tempat umum, mulai merasa rendah
diri, dan gambaran tentang diri sendiri pun berubah. Tidak hanya itu saja, kanker
juga dapat mempengaruhi hidup sosial yang sedang menderitanya, seperti
perubahan relasi dengan keluarga, pasangan, teman kerja, ataupun masyarakat di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96
sekitar tempat tinggal (Totok S. Wiryasaputra, 2007: 60). Dampak dari perubahan
yang dialami mulai dari perubahan fisik, psikis, dan sosial ini akan mempengaruhi
dinamika hidup seseorang yang menderita kanker tersebut.
Pada peringatan Hari Orang Sakit Sedunia yang diperingati pada tanggal
11 Februari 2015 yang lalu, Paus Fransiskus yang dikutib oleh tim Liturgi Gereja
Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran pada buku teks misa (2015: 15), mengajak
seluruh umat Kristiani untuk memiliki kebijaksanaan hati dalam melayani
saudara-saudara dan saudari-saudari yang sedang sakit atau menderita. Mengutib
perkataan Ayub: “Saya adalah mata dari orang buta, dan kaki dari orang lumpuh”,
Paus Fransiskus ingin menunjukkan kepada segenap umat Kristiani bahwa
pelayanan yang dibaktikan orang benar ini, sambil menyandang suatu wewenang
dan kedudukan penting di antara para tetua kota, kepada mereka yang
berkekurangan. Keluhuran moral ini terungkapkan dalam bantuan yang dia
berikan kepada kaum miskin yang mencari bantuan dan dalam pedulinya akan
para yatim dan janda (Ayb 29:12-13).
Dalam kaitannya dengan pendampingan pastoral bagi penderita kanker,
Paus Fransiskus mengharapkan kepada segenap umat Kristiani untuk dekat
dengan orang sakit yang membutuhkan perhatian berkelanjutan dan membantu
dalam hal mencuci, mengenakan pakaian, dan memberi makan. Pelayanan ini, jika
dilakukan tanpa lapang dada, dapat melelahkan dan menbosankan karena prses
tidak hanya berhenti pada satu atau dua hari atau pada fase-fase tertentu
melainkan lebih dari itu, yakni ketika sudah siap mendampingi pun juga siap
menuntaskan pendampingan dalam artian mendampingi hingga akhir.Dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
demikian kiranya hati juga dilibatkan sehingga sukacita memenuhi setiap usaha
pelayanan yang dilakukan. Secara relatif dapat dikatakan mudah untuk membantu
seseorang selama beberapa hati, tetapi kiranya sulit untuk memperhatikan
seseorang pribadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, khususnya dalam
beberapa kasus ketika dia tidak lagi mampu mengungkapkan rasa terima kasih.
Akan tetapi, Paus Fransiskus menggunakan perikop Injil Matius dan Lukas
sebagai peneguhannya, “datang tidak untuk dilayani tetapi untuk melayani, dan
menyerahkan hidup-Nya demi kebaikan banyak orang” (Mat 20:28), karena Yesus
sendiri berkata: “Aku ada di antara kamu sebagai seorang yang melayani” (Luk
22:27).
Sebagai perwujudan dari ungkapan “menjadi mata bagi yang buta dan
kaki bagi yang lumpuh” untuk diterapkan dalam pendampingan pastoral bagi
pasien kanker pasca kemoterapi, ada sejumlah metode pendampingan yang dapat
diterapkan bagi pasien kanker pasca kemoterapi, di antaranya adalah
pendampingan pastoral klinis dan meditasi.
1) Pendampingan Pastoral Klinis (Clinical Pastoral Education)
Sepanjang sejarah, orang jaman sekarang telah berpaling ke agama untuk
memahami kelahiran, kematian, dan pelbagai pengalaman manusia yang
mencakup kondisi sakit. Para pemuka agama dan dokumen-dokumen yang ada
berusaha untuk memberikan makna dan rasa untuk hal tersebut menjadi perhatian
penting, dan sering memberikan kontribusi dengan cara di luar batas ilmu
pengetahuan dan obat-obatan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
Berdasarkan argumen pada paragraf tersebut di atas, muncullah sebuah
pendekatan berbasis pastoral klinis. Berdasarkan definisi menurut Association for
Supervised Pastoral Education in Australia sebagaimana dikutib oleh Ana
Suprihatin (1999: 47), pendampingan pastoral klinis (Clinical Pastoral
Education) merupakan sebuah program pendidikan dan formasi untuk pelayanan
pastoral. Metodologi yang digunakan dalam program adalah penggunaan model
refleksi tindakan pembelajaran. Komponennya berupa aksi yang memerlukan
penyediaan sebenarnya pelayanan pastoral dalam pengaturan pelayanan.
Perawatan ini mengakui dan hadir untuk kondisi manusia, khususnya dimensi
religius dan spiritual kehidupan. Komponen refleksi memerlukan eksplorasi
pengalaman pelayanan, dinamika saat ini, dan dimensi teologis dan spiritual.
Proses refleksi tindakan ini merupakan bagian integral dari peserta, pemahaman
dan pembentukan identitas pastoral dan kompetensi.
Pendampingan ini bersifat klinis, artinya pendampingan ini langsung
melibatkan diri dalam kehidupan orang-orang yang dilayani. Dengan demikian di
dalam pendekatan ini, seseorang dapat belajar mengenai pastoral pertama-tama
dari living human documents dan bukan dari buku-buku ataupun dari teori-teori
yang sudah ada. Beberapa tokoh yang merupakan perintis model ini adalah
William S. Keller, Anton Boisen, dan Richard C. Cabot (Suprihatin, 1999: 47).
Dalam dinamika pendampingan orang sakit dengan menggunakan
pendekatan berbasis pastoral klinis, terdapat dua situasi nyata yang dialami oleh
pasien, di antaranya adalah situasi lahiriah dan situasi batiniah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
Mengunjungi dan melayani orang sakit yang dirawat di rumah biasanya
akan lebih banyak keuntungannya daripada mengunjungi dan melayani orang
sakit di rumah sakit, karena pelayan pastoral bertemu dan dapat mengadakan
kontak dengan anggota-anggota lain dari keluarga orang yang sakit itu
(Abineno.2003: 1). Akan tetapi, mengunjungi dan melayani orang sakit yang
dirawat di rumah juga memiliki kesulitan tersendiri, karena kehadiran seorang
pelayan pastoral bisa disalahtafsirkan dan disalahgunakan oleh keluarga
(Abineno, 2003: 2). Kunjungan dan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit juga
memiliki kesulitannya tersendiri, bukan karena adanya peraturan dari rumah sakit,
tetapi karena situasi di rumah sakit itu sendiri yang memiliki temponya tersendiri,
sehingga pelayan pastoral tidak boleh mengganggu ritme tersebut.
Sedang yang dimaksud dengan situasi batiniah adalah situasi orang yang
sedang sakit. Orang yang sedang sakit adalah orang yang merasa dirinya dibuat
menjadi pasif, sehingga memiliki harapan untuk sembuh, dan orang sakit ini
memiliki kelemahan fisik yang menyebabkan orang ini senantiasa memerlukan
pertolongan dari orang lain dan juga memiliki ketidakstabilan psikis (Abineno,
1999: 4). Orang yang sedang sakit ini bisa saja diibaratkan bahwa orang tersebut
sedang mengalami kedukaan, meskipun kedukaan yang dirasakan tidak seperti
orang yang mengalami kedukaan saat ditinggal oleh orang yang dikasihinya,
karena kedukaan itu seringkali diartikan sebagai penderitaan, dan kata kedukaan
ini dapat dikaitkan deengan sesuatu yang kita atau seseorang alami sebagai suatu
kerugian (Abineno, 1999: 1).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100
Dengan demikian, fungsi dari pendampingan pastoral dengan pendekatan
pastoral klinis berfungsi sebagai proses menyembuhkan (healing), menopang
(sustaining),
membimbing
(guiding),
mendamaikan
(reconciling),
dan
memelihara (nurturing) (Hall & Lindzey, 1993: 5).
2) Meditasi
Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan
pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam
hidup kita sehari-hari. Makna harafiah meditasi adalah kegiatan membolak-balik
dalam pikiran, memikirkan, merenungkan (Hardjana, 1998: 5). Arti definisinya,
meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu
tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkahlangkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian
masalah pribadi, hidup, dan perilaku.
Dengan kata lain, meditasi melepaskan seseorang dari penderitaan
pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional
berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian
tertentu. Seseorang dapat memahami bahwa hidup merupakan serangkaian
pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara
intuitif mulai dilepaskan. Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas
berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar
(Krishna, 2001: 15).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101
Guru terbaik untuk meditasi adalah pengalaman. Tidak ada guru,
seminar, atau buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana
seharusnya kita melakukan hidup bermeditasi.
Semadi atau meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama
dengan melamun sehingga meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak
ada gunanya. Meditasi justru merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang
melakukan meditasi tahu dan paham akan apa yang sedang dia lakukan.
Manfaat meditasi yang dapat dirasakan secara langsung oleh tubuh. Salah
satu manfaat tersebut adalah kesembuhan ketika tubuh sedang sakit. Dari sudut
pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Ketika seseorang
mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah akan meningkat, pernapasan
menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon
stres. Akan tetapi, ketika meditasi sedang berlangsung, detak jantung melambat,
tekanan darah menjadi normal, pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon
stres
menurun.
Selama
meditasi,
lama-kelamaan
orang
tersebut
dapat
mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut lagi orang tersebut dapat
mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya napas.
Secara ilmiah, manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan
orang selama ini adalah organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami
keadaan baik dan bekerja lebih teratur, mampu mengatur dan mengendalikan
orang lain serta memaafkannya, mampu mengerti orang lain dan memaafkannya,
selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama, dan
mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
g. Kriteria Pendamping Pastoral
Dewasa ini semakin marak orang merasa terpanggil untuk terlibat di
dalam sejumlah aksi sosial baik yang dilaksanakan oleh gereja ataupun kelompokkelompok kategorial. Salah satu contohnya secara khusus dalam bidang kesehatan
adalah adanya kunjungan kepada salah satu anggota wilayah, lingkungan, kring
atau anggota komunitas yang sedang sakit, baik itu yang dirawat di rumah
ataupun dirawat di Rumah Sakit. Kunjungan ini diharapkan mampu memberikan
dukungan kepada pasien untuk memiliki daya juang untuk pulih dari sakit yang
sedang dialami.
Bentuk pelayanan ini didukung oleh pihak Gereja melalui dekrit Konsili
Vatikan yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI mengenai kerasulan kaum awam,
yakni Apostolicam Actuositatem. Melalui dokumen ini, Paus menghimbau kepada
segenap kaum awam untuk turut terlibat juga dalam irama pewartaan Kerajaan
Allah secara nyata di dalam pelbagai pelayanan yang sudah dilakukan oleh
Gereja. Hal ini mengingat terbatasnya jumlah pelayan pastoral tertahbis, yakni
imam dan semakin bertambahnya jumlah umat.
Di dalam salah satu artikelnya diungkapkan bahwa Gereja diciptakan
untuk menyebarluaskan Kabar Sukacita, Kerajaan Allah di segala penjuru dunia
demi kemuliaan Allah, dan dalam perwujudannya Gereja mengikutsertakan semua
orang untuk terlibat di dalam upaya penebusan yang membawa kepada
keselamatan. Dengan demikian, melalui kaum awam yang ikut serta ini seluruh
dunia dapat diarahkan menuju kepada Allah. Segala kegiatan yang mengarah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
103
kepada tujuan ini disebut sebagai karya kerasulan, dan karya ini dilaksanakan oleh
Gereja melalui semua anggotanya dengan pelbagai cara.
Dalam dinamika pendampingan yang seringkali dijumpai masih terbatas
pada bentuk ritus semata, seperti doa, pemberian sakramen pengurapan orang
sakit, atau yang lainnya, sedangkan bentuk pendampingan yang mengena di hati,
terlibat secara pribadi, adanya partisipasi berupa sharing dirasa masih jauh dari
kenyataan yang demikian. Proses pendampingan ini sebenarnya mangajak orang
untuk masuk ke dalam lingkungan yang tidak dikuasai, sehingga timbulah
perasaan canggung bahkan sering kali kehabisan topik pembicaraan yang
menghibur, sehingga yang dapat dilakukan hanyalah memberi bantuan seperti
menyuapi makanan, membereskan tempat tidur, mendoakan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian dirasa perlu untuk memiliki kemampuan mengolah penderitaan
dalam terang iman secara mendalam, membangun relasi dengan Tuhan meski
kerap ditimpa musibah. Hal ini perlu dimiliki oleh pendamping atau petugas
pastoral sebelum memberikan pendampingan kepada pasien.
1) Memahami Pengalaman Menderita
Dalam aneka ragam pengalaman yang dialami oleh manusia, muncul
juga aneka macam konsep penderitaan yang didasarkan pada pengalaman
personal. Konsep penderitaan itu sendiri cukup lengkap dibahas di dalam bab II
mulai dari penderitaan dalam kacamata Kitab Suci ataupun Ajaran Gereja.
Namun, pada kesempatan ini akan diulang kembali secara ringkas gambaran
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104
penderitaan yang nantinya perlu juga dipahami oleh petugas pastoral yang akan
mendampingi.
Di dalam proses pendampingan, seorang petugas dikatakan omong
kosong apabila selama berjalannya proses pendampingan, pendamping belum
memahami secara personal pengalaman penderitaan yang ada di dalam dinamika
hidup pribadinya dan dipahami berdasar iman Kristiani.
Hal ini dirasa perlu mengingat subyek yang didampingi juga mengalami
hal pengalaman yang sama, yakni pengalaman menderita meski dengan bentuk
yang berbeda. Dengan demikian, pengalaman pendamping dalam mengolah
penderitaan yang dialami dalam terang iman dapat didialogkan kepada orang lain
yang menderita sebagai bahan pembicaraan dengan yang didampingi.
Pengalaman menderita ini menjadi pengantar atau pintu gerbang sebelum
pendamping membantu memberikan pendampingan kepada pasien kanker atau
seseorang yang sedang menderita. Hal ini akan menjadi poin penting antara
pendamping dengan yang didampingi, karena pendamping memiliki pengalaman
yang sama meki berbeda kualitas dengan yang didampingi. Namun setidaknya
pengalaman ini membuka jalan untuk masuk ke kedalaman proses yang
didampingi.
Menyadari bahwa tidak semua orang dapat terbuka pada orang baru,
belum lagi pengaruh gender yang kuat. Seperti, tidak semua orang laki-laki dapat
terbuka pada orang baru, apalagi keterbukaan ini sifatnya personal dan sensitif.
Kaum laki-laki cenderung menutup rapat-rapat pengalaman yang dimiliki. Hal ini
akan menjadi semakin sulit, jika pasien dalam hal ini yang didampingi tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105
terbiasa terbuka dengan orang lain, pendamping yang bertugas juga memiliki jenis
kelamin yang sama dengan yang didampingi yakni laki-laki. Ini merupakan
kepribadian yang dimiliki oleh kaum laki-laki, di mana kaum laki-laki lebih
memberikan porsi yang besar kepada kemampuan nalar dari pada hati. Hal yang
serupa juga akan dialami oleh kaum perempuan seandainya yang bertugas
mendampingi memiliki jenis kelamin yang sama juga. Akan tetapi, segala
penghalang seperti tersebut di atas akan berkurang dengan adanya pengalaman
yang sama. Sehingga penghalang yang dapat menghambat terjadinya keterbukaan
dapat di atas dengan pengalaman yang sama ini, meski berbeda secara kualitas.
2) Memahami Psikologi Perkembangan Manusia
Mempelajari dinamika hidup manusia tidak pernah lepas dari segala
bidang kajian psikologi, pun itu termasuk mempelajari spiritualitas atau kondisi
iman seseorang. Ilmu psikologi menjadi pijakan pertama dalam mengkaji
manusia. Lantas muncullah sejumlah ilmu yang memiliki relasi dengan bidang
ilmu psikologi ini, seperti antropologi, religi, dan lain-lain.
Di dalam pembahasan beberapa kali disinggung hubungan antara iman
dengan kondisi psikologi seseorang, secara khusus pasien penderita kanker pasca
kemoterapi. Di dalam pembahasan kali ini, akan disertakan pula alasan
memahami psikologi perkembangan manusia diperlukan dalam merumuskan
gagasan dan sikap yang diperlukan sebagai pendamping atau petugas pastoral.
Berbicara mengenai alasan pemahaman psikologi perkembangan
manusia ini diperlukan, baik jika sedikit menyinggung pembahasan mengenai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
106
pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling. Sebuah gagasan yang dirumuskan
oleh Boisen ini membawa warna pada hubungan antara iman dengan psikis
manusia. Gagasan Boisen mengenai pelayanan pastoral sebagai bentuk konseling
ini didasarkan pada konsep bahwa bentuk-bentuk tertentu dari permasalahan
mental erat kaitannya dengan pengalaman religious seseorang (Abineno, 1993:
29). Gagasan ini menyatakan bahwa kebanyakan gangguan psikis ataupun fisik
seseorang acapkali diakibatkan oleh permasalahan seseorang dengan lingkungan
sosial dan permasalahan personal yang belum terselesaikan (unfinish bussiness).
Gangguan dalam diri seseorang ini erat kaitannya dengan tidak
terpenuhinya piramida kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan adanya
penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (Hall & Lindzey, 1987: 71).
Terdapat sejumlah alasan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
mental disorder (kekalutan mental) pada diri seseorang selain pemenuhan
piramida kebutuhan tersebut di atas, yakni terbenturnya diri seseorang pada
standar dan norma sosial yang berlaku; adanya konflik kebudayaan entah itu
konflik antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan nilai dan
tingkah laku di antara dua kelompok sosial atau lebih, dan konflik batin;
perubahan transisi kepemimpinan; meningkatnya tingkat aspirasi terhadap
kemewahan materiil (Kartini Kartono, 1983: 21-24). Alasan-alasan tersebut di
atas begitu mempengaruhi seseorang secara khusus atas pemenuhan kebutuhan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
107
pribadinya yang lekat dengan priamida kebutuhan yang dirumuskan oleh
Abraham Maslow.
Kondisi penyebaran kanker ini terbuka pada segala usia, seperti sudah
dijabarkan dengan begitu jelas di dalam pembahasan mengenai konsep kanker itu
sendiri. Kanker atau puru ayal dipahami sebagai jenis penyakit yang ditandai
dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh
secara tidak terkendali (pembelahan sel yang melebihi batas normal), menyerang
jaringan biologis di dekatnya, dan bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui
sirkulasi darah atau sistem limfatik yang disebut metastasis. Munculnya penyakit
kanker ini dapat disebabkan oleh pelbagai faktor, seperti genitas, faktor stresor
psikososial, dan lain sebagainya. Sel kanker ini akan menjadi buas dan dapat
mematikan, jika pertumbuhannya tidak normal. Dengan demikian, sangatlah jelas
bahwa sel kanker dapat ditemukan di dalam tubuh setiap manusia di manapun
jenjangnya, termasuk usia.
Kepentingan dari memahami psikologi perkembangan manusia dalam hal
ini untuk pendampingan yang akan dilakukan oleh petugas pastoral adalah dasar
atau landasan sebelum pendamping atau petugas pastoral memberikan
pendampingan atau treatment kepada pasien. Pendampingan atau treatment ini
juga diselaraskan dengan kondisi dan klasivikasi jenjang usia pasien, karena
kondisi psikologi dalam diri manusia ini memiliki ciri yang berbeda di setiap
jenjang usia.
Ini merupakan kepentingan utama yang harus dimiliki oleh pendamping
sebelum mendampingi pasien kanker pasca kemoterapi. Hal ini menjadi utama
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
108
karena, tidak mungkin perlakuan yang diberikan oleh pendamping kepada pasien
dengan jenjang usia remaja diterapkan juga sebagai bentuk pendampingan pada
pasien usia anak-anak. Ciri-ciri psikologi setiap jenjang usia inilah yang menjadi
acuan dalam memberikan pendampingan. Yang menjadikan pasien kanker pasca
kemoterapi ini sama di setiap jenjang usia adalah keterbatasan yang dimiliki.
Akan tetapi ciri-ciri kondisi psikis tetap sama dengan ciri kondisi psikis yang
diterapkan oleh Elizabet B. Hurlock dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
3) Memahami Sikap Gereja
Hidup manusia adalah dasar dari segala nilai yang dimiliki oleh manusia.
Hidup sekaligus juga sebagai prasyarat bagi segala macam kegiatan manusia dan
prasyarat hidup sosial bermasyarakat. Dengan demikian, setiap orang wajib
menjalankan hidupnya seturut dengan Kehendak Allah (Departemen Dokumentasi
dan Penerangan KWI, 2010: 7).
Kaitannya dengan konsep hidup, Gereja pada dasarnya menghendaki
supaya hidup yang sudah dipercayakan sebagai nilai oleh Allah kepada manusia
hendaknya dapat berbuah dan diharapkan pula pada adanya ketercapaian hidup
abadi (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010: 7).
Akan tetapi, di sisi lain dalam hidup manusia terdapat adanya suatu
misteri tentang kematian. Namun, misteri ini seakan tertutupi oleh adanya
kemajuan dalam bidang medis dan dalam budaya modern masyarakat (EV, art.
64). Kematian seolah-olah tampak layaknya sesuatu yang tidak masuk akal karena
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109
secara tiba-tiba memutus kehidupan manusia yang tentunya masih kaya akan
masa depan dan pengalaman menarik.
Kaitannya dengan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi ini adalah
ketika kondisi pasien dikatakan sebagai kondisi terminal illness dengan artian
kemampuan bertahan hidup begitu kecil, Gereja tetap menghimbau untuk tetap
menjunjung tinggi martabat manusia. Penyakit kanker ini dapat merenggut
sejumlah aspek hidup dan eksistensi manusia, sehingga akan berdampak pada
keterbatasan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi
keterbatasan dan berada di batas daya manusia, kebanyakan orang sekitar baik itu
keluarga ataupun kerabat yang belum siap menghadapi situasi ini merasa tidak
mampu dan kasihan terhadap pasien serta keterbatasan ekonomi. Situasi yang
demikian ini dapat memicu terjadinya pengambilan keputusan yang terlalu cepat,
seperti pemilihan tindakan euthanasia atau dibiarkan begitu saja sampai ajal
menjemput. Berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh kongergasi suci tentang
eutanasia, eutanasia didefinisikan sebagai kematian tanpa penderitaan, tanpa rasa
sakit yang berlebihan (Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010: 8)
dalam artian yang lain membunuh karena rasa kasihan.
Hal inilah yang secara keras ditolak oleh Gereja. Hal ini semakin
diperjelas dengan gagasan yang dirumuskan tatkala sidang biasa kongergasi pada
5 Mei 1980 yang disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II (Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2010:8) yang menyatakan bahwa,
Tak suatupun dan tak seorangpun dapat memberi hak mematikan
manusia yang tak bersalah, entah menyangkut fetus atau embrio, anak
atau orang dewasa, orang lanjut usia, orang sakit yang tak tersembuhkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110
atau orang yang sedang akan meninggal. Tak seorang pun boleh minta
tindakan mematikan ini bagi diri sendiri atau bagi orang lain, yang
merupakan tanggungannya, bahkan orang tak boleh menyetujui tindakan
itu, baik secara eksplisit atau pun implisit. Karena hal ini berarti
melanggar hukum Ilahi, melecehkan martabat pibadi manusia, kejahatan
melawan kehidupan, serangan terhadap umat manusia.”
Inilah yang perlu diperhatikan dari sikap Gereja terhadap kondisional pasien
kanker pasca kemoterapi yang masuk dalam kerangka penyakit terminal illness.
4) Memahami Peranan Pendampingan
Dalam pelbagai pembahasan di dalam skripsi ini sering ditemukan
ungkapan bahwa kanker merupakan salah satu dari sekian jenis penyakit yang
termasuk dalam klasifikasi terminal illness. Konsep ini menyatakan bahwa
dinamika hidup seseorang yang menderita penyakit ini mulai diliputi dengan alur
keterbatasan.
Kondisi yang demikian ini tentunya akan mempengaruhi segala aspek
hidup manusia, di antaranya adalah eksistensi, aktivitas fisik, psikis, dan lain
sebagainya. Keadaan atau siatuasi yang semacam inilah tidak mungkin hanya
dipercayakan kepada tim medis semata baik itu dokter atau perawat, melainkan
juga diperlukan terjalinnya kerjasama antara tim medis dengan petugas pastoral.
Kerjasama yang baik ini merupakan perwujudan dari pendekatan pastoral
orang sakit yang berfokus pada mengikuti cara pelayanan Yesus dan
menggunakan pendekatan holistik. Pendekatan holistik pada pasien ini memiliki
sejumlah dimensi, di antaranya adalah dimensi psikologis (strategi kooping).
Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
111
menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka
orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Mekanisme
koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor dan orang menyadari
dampak dari stressor tersebut.
Lalu, peranan pendampingan yang hendak dibicarakan di sini adalah
pendamping dapat menjadi pelancar terjadinya perjumpaan iman yang didampingi
dengan Tuhan. Pendampingan dalam hal ini lebih mengarah kepada suatu bentuk
usaha
merawat,
memperhatikan,
mendampingi,
menyembuhkan,
bahkan
mendengarkan orang sakit dari pelbagai segi guna terwujudnya iman pasien
kepada Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
USULAN PROGRAM PASTORAL ORANG SAKIT YANG RELEVAN
BAGI PASIEN KANKER PASCA KEMOTERAPI
A. Latar Belakang Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Hidup manusia diwarnai dengan pelbagai dinamika yang dinamis. Salah
satu dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam dinamika hidup manusia
adalah situasi atau kondisi sakit. Situasi atau kondisi yang tentunya setiap orang
pernah mengalaminya. Sakit merupakan satu dari sekian banyak dinamika hidup
manusia yang dapat membuat ruang gerak seseorang menjadi terbatas dan
mempengaruhi pelbagai aspek hidup seseorang.
Pola pendampingan terhadap orang sakit ini begitu beragam, mulai dari
pendampingan medis hingga pendampingan spiritual. Dinamika pendampingan
orang sakit pun juga beragam, tetapi yang pasti adalah perlu adanya koordinasi
yang baik antara pihak medis, keluarga, pasien, dan pendamping rohani. Hal ini
mengingat bahwa sakit fisik erat kaitannya dengan kondisi psikis dan spiritual.
Dewasa ini, koordinasi yang terjalin antara tim medis, pasien, keluarga
dan pendamping rohani semakin terlaksana dengan baik. Akan tetapi, ada
beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam proses pelaksanaan
pendampingan orang sakit, yakni kompetensi yang dimiliki oleh sejumlah pihak
secara khusus pendamping rohani dirasa masih kurang memadai. Dari pelbagai
sumber yang sudah ditemukan oleh penulis dan diungkapkan pada pembahasan
sebelumnya dalam tulisan ini bahwa kebanyakan pendamping rohani atau petugas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
113
pastoral lebih-lebih mendampingi hanya sebatas hal-hal yang sifatnya ritus
semata, seperti doa, pelayanan sakramen orang sakit, dan lain sebagainya.
Sedangkan yang menjadi ujung tombak dari pendampingan ini, yakni
pendampingan yang mengena ke hati belum tersentuh. Hal ini dikarenakan
semakin banyaknya sukarelawan yang tergerak hatinya untuk membantu, namun
masih minim pengetahuan dan pengalaman. Sebagai akibat dari minimnya
pengetahuan dan pengalaman, timbulah kendala yakni bentuk pendampingan, pola
pendekatan pasien, dan materi pendampingan yang diberikan pun hanya berkutat
pada hal-hal yang sifatnya lebih mengarah pada ritual belaka. Maka dari itu,
dalam pembahasan kali ini akan diutarakan usulan program pendampingan pasien
kanker pasca kemoterapi yang sudah disesuaikan dengan sejumlah aspek, salah
satunya adalah kondisi psikis dan religius pasien.
B. Konteks Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Dalam beberapa pandangan yang sudah dipaparkan dalam bab
sebelumnya, sakit kerap dihubungkan sebagai akibat dari dosa dan kesalahan yang
diperbuat oleh manusia. Merujuk pada Kitab Ayub dalam susunan Perjanjian
Lama, sakit digambarkan sebagai sebuah pergualatan hidup atas keteguhan iman
yang dimiliki oleh seseorang. Ayub yang diketahui sebagai orang yang saleh
mendapatkan penderitaan yang begitu hebat. Situasi penderitaan yang dialami
oleh Ayub ini dirumuskan oleh Gereja dengan situasi menderita melalui dokumen
Salfivici Doloris.
Dengan demikian situasi yang demikian ini digambarkan oleh Gereja
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
114
dengan pegalaman menderita. Pengalaman menderita ini menurut dokumen
Salfivici Doloris digambarkan dengan suatu panggilan khusus kepada keutamaan
yang harus dilaksanakan sendiri oleh manusia sesuai dengan kewajibannya (SD,
art. 23). Keutamaan ini lebih mengarah kepada hal-hal yang erat kaitannya dengan
ketekunan dalam melaksanakan apa saja yang secara personal membuatnya
bingung dan merasa rugi. Penderitaan yang dialami bukanlah sebuah hukuman
yang datang sebagai akibat dari dosa manusia atau ujian yang diberikan oleh
Tuhan kepada umat-Nya, melainkan suatu kesempatan untuk membersihkan
segala dosa-dosa ataupun kesalahan yang sudah secara sadar ataupun tidak
dilakukan.
Dalam pembahasan ini, salah satu jenis penyakit fisik yang diolah adalah
sakit kanker. Menurut ulasan yang diungkapkan romo Kieser, bahwa penyakit ini
merupakan salah satu jenis penyakit terminal illness. Hal serupa juga digagas oleh
Yuswanto, bahwa penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit kardiovaskuler. Kanker didefinisikan dengan begitu jelas oleh Dr.
Iskandar Junaedi (2007: 1) sebagai suatu pertumbuhan abnormal sel-sel yang
cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan atau menyebar ke tempat-tempat
jauh.
Kanker menjadi suatu momok atau penyakit yang paling ditakuti oleh
banyak orang. Tetapi kenyataan yang sering terjadi adalah banyak orang yang
pola hidupnya mengarah pada penyakit jenis ini. Kondisi yang demikian sering
menyebabkan kebanyakan orang yang mendengarkan diagnosa yang diberikan
dokter tidak terima dan mengatakan bahwa diagnosa yang disampaikan salah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
115
Bentuk tidak terima ini oleh Elisabet Kulber digolongkan ke dalam fase tahap
pertama orang yang sedang sakit. Fase ini dibenarkan oleh P. Go dalam
pembahasan sebelumnya, bahwa ketika sakit kanker yang diderita oleh seseorang
tentunya akan berdampak pada terjadinya perubahan irama hidup seseorang dan
kondisi yang demikian inilah yang sering ditolak oleh kebanyakan orang. Apabila
dibahasakan dalam istilah saat ini adalah, banyak orang tidak terima ketika berada
pada area yang sudah membuat dirinya merasa nyaman (comfort zone).
Fase emosional berikutnya adalah fase marah-marah bahkan sampai
mengamuk. Pada fase ini, pasien sudah tidak lagi menyangkal kenyataan yang
sedang dialami, namun cenderung merasakan ketidakadilan terjadi di dalam
hidupnya dan berusaha mencari-cari sasaran guna melampiaskan emosi tersebut
(katarsis). Fase berikutnya adalah fase tawar menawar, kemudian fase depresi, dan
terakhir adalah fase penerimaan. Penggolongan ini tentunya tidak serta merta
berjalan dengan sistematis, semua dapat berubah-ubah berdasarkan dengan
kondisi psikis dan konsep mental seseorang. Ada orang yang pertama kali ia
mendengar diagnosa dari pihak medis bahwa ia menderita kanker, orang tersebut
dapat menerima dengan lapang dada, namun ada juga yang sebaliknya bahkan
jumlahnya banyak.
Melihat kondisi yang demikian ini, tidak mudah untuk merumuskan
suatu model pendampingan yang hanya berlagsung dalam waktu yang singkat.
Perlu diingat bahwa yang dilayani di sini adalah manusia yang memiliki dinamika
hidup yang begitu dinamis dan tidak dapat diduga.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
116
C. Tujuan Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Tujuan dari pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi
sudah sedikit disinggung pada bagian sebelumnya bahwa, yang menjadi sasaran
dari pendampingan ini adalah manusia yang sedang mengalami sakit yang
tergolong parah. Dengan demikian, pendampingan yang disusun tidak serta merta
dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. Hal ini disinambungkan dengan
fase-fase emosional seperti yang dijelaskan oleh Elisabet Kulber pada bab
sebelumnya.
Tujuan pertama dari program ini adalah bagaimana pendampingan dapat
mengena sampai pada bagian sense seseorang atau perasaan atau hati. Dalam bab
III dituliskan bahwa pendampingan pastoral merupakan suatu usaha Gereja dalam
upaya pemeliharaan jiwa atau dalam bahasa Latin disebut dengan istilah cura
animarum. Penjelasan lebih lanjut mengenai pemeliharaan jiwa ini, oleh Dr. J. L.
Ch. Abineno pada bahasan yang sama dikatakan bahwa tujuan dari pelayanan
pastoral yakni semakin memanusiakan manusia melalui Kabar Gembira yang
menyatakan bahwa di dalam pribadi Yesus Kristus, Allah telah menjadi Bapa kita.
Tujuan berikutnya yang hendak dicapai dalam program ini adalah
bagaimana petugas pastoral dapat membantu orang dengan tujuan orang yang
dibantu dapat menolong dirinya sendiri melalui proses perolehan pengertian
tentang konflik batinnya. Tujuan ini dilandasi konsep bahwa manusia merupakan
makhluk dinamis dengan pelbagai dinamika hidup yang dilaluinya. Dalam proses
menjalani dinamika hidup, setiap orang memiliki kemampuan untuk memilih akan
merespon pengalaman tersebut seperti apa. Hal ini dilatarbelakangi juga dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
117
adanya pengaruh dari keluarga dan lingkungan sekitar. Melalui tujuan ini, pasien
hendak diajak untuk dapat menolong dirinya keluar dari belenggu perasaan yang
mengikat yang dapat mengakibatkan penyakit yang sedang dialaminya.
Tujuan program pendampingan yang terakhir adalah terjadinya proses
perjumpaan iman dan proses perwujudan iman sebagai bentuk pertanggung
jawaban dengan Tuhan secara personal. Ini merupakan tujuan akhir dari program
pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi. Tujuannya lebih mengarah pada
bagaimana pasien dapat secara personal mengalami perjumpaan iman dengan
Tuhan dan dapat mewujudkan imannya di tengah kuantitas waktu yang sudah
didiagnosa tim medis berdasarkan kondisi pasien. Tuhan merupakan puncak
segala sesuatu, tujuan akhir hidup manusia, dan tempat di mana setiap manusia
senantiasa mengarahkan hidupnya. Sehingga inilah alasan dari tujuan ini
diadakan.
D. Strategi Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Sudah disampaikan sebelumnya tentang latar belakang penyusunan
program, gagasan tentang apa itu sakit, pandangan sakit menurut Kitab Suci dan
beberapa ensiklik Gereja, situasi dan kondisi pasien kanker, serta tujuan
disusunnya program pastoral ini dirumuskan. Kini sampailah pada strategi yang
digunakan dalam rumusan program pendampingan pastoral bagi pasien kanker
pasca kemoterapi.
Dalam merumuskan strategi, sangat perlu memperhatikan komponenkomponen yang sudah disampaikan sebelumnya pada bagian ini. Pengalaman
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
118
sakit yang dialami oleh pasien penderita kanker ini bukan sekedar pengalaman
sakit biasa. Kanker merupakan sebuah penyakit yang dapat mempengaruhi segala
aspek hidup manusia yang menderitanya. Maka tidak salah jika, dampak yang
ditimbulkan karena penyakit ini begitu beragam, mulai dari dampak psikologi,
sosial, ekonomi, bahkan sampai pada iman. Pada bagian ini akan lebih menyoroti
bagian gagasan dalam pendampingam kanker pasca kemoterapi secara khusus
bagian iman pasien.
Di dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Christina BT. Yubong, S.Pd.
sebagai bentuk tugas akhir guna meraih gelar S1 yang berjudul Katekese Orang
Dewasa dan Penderitaan (1995:62) dituliskan demikian:
Untuk sampai pada iman yang dewasa perlu ada pendidikan iman yang
terus menerus. Salah satu usaha pelayanan pendidikan iman adalah
katekese. Dalam katekese, orang dewasa dibantu untuk menyadari Allah
dalam segala peristiwa hidup sehari-hari. Kemudian mengkomunikasikan
pengalaman di dalam penderitaan tersebut yang sudah diolah dalam
terang iman.
Melalui
gagasannya
ini,
Christina
hendak
mengatakan
bahwa
perkembangan iman seseorang entah itu dalam kondisi sehat ataupun sakit kiranya
senantiasa berada di dalam proses pendampingan. Pendampingan yang lekat
dengan kondisi yang demikian adalah katekese atau yang lebih dikenal dengan
istilah sharing pengalaman iman.
Menurut gagasan B. Kieser, S.J. pendampingan iman yang diharapkan
terjadi di sini adalah segala macam bentuk pelayanan yang dapat membantu
seseeorang, terutama yang sedang sakit untuk mewujudkan dan mengungkapkan
imannya. Pendampingan iman di sini tidak harus dilaksanakan dengan bentuk
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
119
pemenuhan kebutuhan religius yang bersifat ritus semata, seperti pemberian
sakramen orang sakit, dan upacara suci lainnya, melainkan lebih kepada bantuan
iman yang terwujud dalam bantuan praktis bagi permasalahan yang nyata, yakni
kolaborasi antara perawatan dalam segi medis dan juga pendampingan iman yang
sifatnya berkelanjutan.
Maksud dari pendampingan ini adalah mendampingi pasien untuk
berjumpa dengan Allah dalam situasi yang terbatas dan membagikan pengalaman
tersebut kepada teman sebaya yang mengalami kondisi yang sama. Pendampingan
ini diartikan juga sebagai perwujudan dari sikap ikut percaya baik dari pasien,
pendamping, ataupun keluarga karena ikut merasakan pengalaman yang dialami
pasien meski dalam bentuk yang berbeda dan terlebih sama-sama mengalami
batas daya kemampuan manusia. Dengan demikian, pendampingan ini akan
diarahkan supaya pasien ataupun keluarga untuk saling mengkomunikasikan,
tukar pengalaman, dan menghayati imannya di tengah keterbatasan yang dialami.
Gagasan ini lebih bersifat pendampingan iman dalam betuk katekese
yang disesuaikan dengan tingkat usia dan lebih difokuskan dalam kaca mata iman
Kristiani. Proses ini sendiri dapat membantu pasien untuk berproses dengan
pribadinya sendiri dan segala hal terkait dengan pangalaman iman individu yang
akan dibantu dengan dialog personal dengan pendamping, baru kemudian akan
dibagikan kepada sesama penderita yang tentunya memiliki kondisi dan persoalan
yang sama sebagai wujud katekese itu sendiri. Pendampingan iman di sini
mencakup pendampingan iman anak, pendampingan iman remaja, dan
pendampingan iman orang dewasa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
120
E. Bahan Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Di dalam pembahasan sebelumnya, telah dipaparkan latar belakang
penyusunan program, gagasan tentang apa itu sakit, pandangan sakit menurut
Kitab Suci dan beberapa ensiklik Gereja, situasi dan kondisi pasien kanker, tujuan
disusunnya program pendampingan pastoral ini dirumuskan, serta strategi yang
dapat diterapkan dalam program pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca
kemoterapi. Pada bagian ini, akan dibahas mengenai bahan yang disampaikan
kepada pasien kanker pasca kemoterapi berupa konsep dan sikap yang perlu
dibangun dan ditumbuhkan dalam diri pasien.
Konsep dan sikap yang perlu dibangun serta ditumbuhkan ke dalam diri
pasien, yakni pasien dapat menerima penderitaan atau kondisi yang dialami saat
ini sebagai berkat, membangun konsep positif di dalam diri pasien tentang proses
hidup dan Tuhan, dan nantinya sampai kepada ajakan untuk berjuang
mempertahankan kehidupan yang selayaknya diperoleh pasien.
1. Menerima Penderitaan sebagai Suatu Berkat
Dalam banyak perkara, manusia begitu sering mempertanyakan banyak
hal, hal ini dipicu karena rasa ingin tahu yang besar yang dimiliki oleh manusia.
Dalam hidup, manusia sering dipertemukan dengan kenyataan paradoks, yakni
kesusahan dan kegagalan. Kedua hal paradoks ini silih berganti hadir dalam
dinamika hidup manusia. Sehingga sering timbul pertanyaan yang demikian,
apakah kiranya tidak lebih baik mempunyai dunia tanpa derita, tanpa kelumpuhan,
tanpa air mata, tanpa kecacatan, tanpa penumpahan darah, tanpa penindasan,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
121
tanpa ketidakadilan, tanpa kurasi roda, dan sebagainya (Yubong, 1995: 77).
Pertanyaan ini tidak menyertakan alasan dan jawaban definitif kepada manusia.
Namun, kenyataan yang sering terjadi adalah manusia dibawa semakin jauh dalam
kesulitan dan kegagalan ini. Melihat kondisi yang semacam ini, secara tidak
langsung manusia dibentuk untuk dapat menerima adanya penderitaan sebagai
kenyataan yang inheren (Yubong, 1995: 77).
Pada hakikatnya, penderitaan nampak begitu kejam, sehingga sulit untuk
diterima oleh manusia, terlebih jika penderitaan yang menimpa terlihat kurang
adil dan tidak dapat dipahami oleh kemampuan berkipir manusia. Dihadapkan
dengan kenyataan yang seperti ini, kerap kali yang muncul sebagai bentuk reaksi
atau respon dari manusia adalah menolaknya, bahkan sampai tercipta adanya
pemberontakan jiwa. Pemberontakan dan atau penolakan ini akan dapat
menyebabkan terjadinta frustasi dalam diri manusia karena pemberontakan yang
dibentuk sebagai reaksi atas adanya penderitaan tersebut tidak berujung dan tidak
terjawab, yang nantinya akan mengakibatkan kelelahan pada manusia itu sendiri.
Dalam konteks orang beriman Kristiani, penderitaan kiranya ditanggapi
dengan sikap menyadari dan menerima kenyataan yang tidak mengenakkan
tersebut sebagai bagian dari kenyataan hidup manusia. Sebagai orang beriman
Kristiani, sikap yang demikian ini merupakan buah dari sikap yang Yesus ajarkan
tatkala Ia marus menerima kenyataan bahwa Ia akan diserahkan kepada
pengadilan dan dihukum mati atas kesalahan manusia. Di dalam Injil Yohanes,
Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa terdapat dukacita yang
nantinya akan membuahkan sukacita. Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
122
bahwa, “Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku lagi dan tinggal sesaat
pula dan kamu akan melihat Aku lagi” (Yoh 16:16).
Menerima
ucapan
Yesus
yang
demikian,
para
murid
mulai
mempertanyakan maksud dari ungkapan Yesus ini. Lantas Yesus memberikan
penjelasannya dengan perumpamaan,
Aku berkata kepadamu; Sesungguhnya kamu akan menangis dan
meratap tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi
dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan
berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan
anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan
bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. (Yoh 16:20-21)
Melalui Injil Yohanes, Yesus mengajarkan kepada segenap umat beriman
untuk menemukan jawaban dari pergumulan hidup tentang penderitaan dalam
terang iman. Yesus menghimbau untuk melihat penderitaan yang dialami sebagai
jalan menuju kepada kemuliaan, kepada yang transenden, kepada Allah.
Memahami penderitaan sebagai suatu berkat bukanlah hal yang mudah
karena membutuhkan kemampuan berlapang dada yang besar dan menerima
kenyataan yang pahit dengan penuh syukur. Tetapi sikap inilah yang Tuhan
ajarkan kepada segenap umat beriman Kristiani. Manusia dalam hal ini umat
beriman Kristiani harus berani melawan segala bentuk kegelisahan dan
penderitaan, serta dapat menerimanya dengan sikap penuh percaya bahwa
akhirnya akan ada kebahagiaan yang sudah disiapkan, berharap, juga pasrah
kepada kehendak Allah, karena bukan kehendakku yang terjadi melainkan
kehendak-Mu yang terjadi (Luk 22:42).
Sikap yang demikian ini juga ditemukan dalam diri ibu Yesus, yakni
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
123
Maria yang senantiasa menerima kehendak Tuhan dengan pernyataan Aku ini
adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu. Sikap yang
menunjukkan penerimaan kehendak Allah dengan penuh percaya dan penuh harap
seperti yang diajarkan melalui teladan Yesus dan Maria ini dapat memberikan
ketentraman hidup pada manusia tatkala dihadapkan pada situasi penderitaan yang
tak kunjung usai dan tidak dapat dijawab dengan penalaran manusia. Melalui
teladan Yesus dan Maria dalam menanggapi kehendak Allah ini, pada akhirnya
manusia dibawa kepada titik fokus utama yakni Tuhan sendiri sebagai pusat hidup
manusia. Dengan demikian, manusia tidak lagi mempertanyakan banyak hal
terkait yang dialami, karena di dalam Allah manusia telah menemukan sesuatu
yang dapat menjawab pertanyaan dan gejolak hatinya, serta yang sulit untuk
diterangkan dengan kata-kata.
2. Konsepsi yang Positif mengenai Proses Hidup dan Tuhan
Dalam rangka mencoba memahami arti dari kehendak Allah, secara
khusus kondisi di batas daya kemampuan manusia ini, manusia secara tidak
langsung dituntut untuk memiliki pemahaman yang jernih mengenai hidup dan
mengenai Allah sebagai Pencipta.
Dalam menjalani dinamika hidup, tidak jarang manusia mempertanyakan
segala sesuatu terlebih yang erat kaitannya dengan eksistensinya sebagai manusia.
Pertanyaan-pertanyaan itu tentunya tidak lari dari arti hidup dan tujuan hidup
manusia itu sendiri. Pertanyaan mengenai eksistensi tersebut belum usai dijawab
oleh manusia, namun manusia dihadapkan ke dalam dua kondisi paradoks. Di satu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
124
sisi manusia mendambakan hidup yang penuh dengan kesenangan, kebahagiaan,
ketercukupan, dan lain sebagainya, namun di sisi lain manusia dihadapkan dengan
kondisi yang serba terbatas. Di dalam gagasannya mengenai hidup dan
penderitaan, Christina BT. Yubong (1995: 80) melihat hidup sebagai realitas yang
harus dijalani dan bukan direnungi.
Dinamika hidup manusia bukanlah dinamika yang sebagai suatu rentetan
rutinitas melainkan lebih kepada dinamika yang dinamis. Manusia lahir dari
ukurang kecil kemudian bertumbuh menjadi dewasa dan kemudian orang tua.
Dari yang awalnya hanya bisa menangis saja hingga bisa mengungkapkan sesuatu
dengan kata-kata, perasaan, mimik muda, dan gerak tubuh. Dalam menjalani
dinamika hidup, manusia juga belajar berpikir, memilah, menemukan, dan
merumuskan konsep tentang seusatu. Sehingga hidup menjadi lahan bagi manusia
untuk mengenal pribadinya, sesama dan Tuhan melalui dinamika hidup manusia
itu sendiri.
Seperti dijelaskan pada pembahasan sebelumnya kaitannya dengan
kondisi batas daya kemampuan dan atau penderitaan, kerap kali yang muncul
sebagai bentuk reaksi atau respon dari manusia adalah menolaknya, bahkan
sampai tercipta suatu pemberontakan jiwa. Pemberontakan dan atau penolakan ini
akan dapat menyebabkan terjadinya frustasi dalam diri manusia karena
pemberontakan yang dibentuk sebagai reaksi atas adanya penderitaan tersebut
tidak berujung dan tidak terjawab, yang nantinya cenderung mengakibatkan
kelelahan pada manusia itu sendiri. Konsep penderitaan inilah yang kemudian
diolah dalam terang iman Kristiani.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
125
Melalui teladan Yesus dan Maria yang juga dibahas dalam bagian
sebelumnya dalam menanggapi situasi dan kondisi batas daya kemampuan,
manusia dibawa kepada titik fokus utama yakni Tuhan sendiri sebagai pusat hidup
manusia dan bukan lagi berfokus pada hal-hal duniawi yang terus-terusan
dipertanyakan dengan kemampuan nalar. Dengan demikian, manusia tidak lagi
mempertanyakan banyak hal terkait yang dialami, karena di dalam Allah manusia
telah menemukan sesuatu yang dapat menjawab pertanyaan dan gejolak hatinya,
serta yang sulit untuk diterangkan dengan kata-kata.
Pemahaman akan konsep Allah pun juga akan berbeda-beda antara orang
yang satu dengan yang lain. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh pangalaman
hidup masing-masing orang dan cara menanggapi pengalaman tersebut. Sebagai
umat beriman Kristiani, untuk dapat mengenal Allah dan memahami-Nya secara
lebih jernih, manusia harus masuk ke dalam pengalaman akan Allah. Hal ini
disebabkan, Allah tidak dapat dilihat dan diterjemahkan secara hurufiah dan
definitif melainkan dialami. Sehingga, manusia harus mengalami Allah dalam
dinamika hidupnya dan merasakan bagaimana Allah turut bekerja dan campur
tangan dalam hidup manusia itu sendiri. Apabila manusia sudah dapat mengenali
Allah, pada akhirnya manusia tersebutdapat menangkap bahwa situasi dan kondisi
yang sedang dialami, dalam hal ini situasi batas daya dan atau menderita bukanlah
ukuran bahwa Allah tidak ada, Allah tidak mendengarkan rintihan umat-Nya,
Allah itu jahat dan lain sebagainya, melainkan situasi ini merupakan bagian dari
dnamika hidup manusia yang harus dilalui dan dijalani.
Sikap yang demikian juga dapat ditemukan dalam diri Ayub yang sudah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
126
dijelaskan pada bagian sebelumnya, teladan sikap Yesus yang rela wafat di kayu
salib demi manusia, dan dapat ditemukan pula dalam diri Rasul Paulus.
Rasul Paulus merupakan rasul Kristus yang sebelum mendapatkan
penglihatan dari Allah, Ia berusaha untuk memusnahkan semua pengikut Yesus.
Akan tetapi usai mendapatkan penglihatan hidup Paulus seolah berubah drastis, Ia
mulai mengalami penderitaan yang tak kunjung henti, hidup susah, bahkan sampai
dipenjara (2 Kor 11:24-28). Namun, usai Paulus mengalami Allah dalam
hidupnya, Paulus melihat bahwa penderitaan yang dialaminya bukanlah sesuatu
yang tidak masuk akal, tetapi Ia telah turut serta dalam penderitaan yang Yesus
alami (Kol 1:24).
F. Usulan Program Pastoral Pasien Kanker Pasca Kemoterapi
Berdasarkan gagasan yang sudah diuliskan sebelumnya pada bab II dan
III, serta latar belakang yang dirumuskan ke dalam bab I, maka penulis
mengusulkan sebuah program dan contoh satuan persiapan sebagai sarana
pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi. Program dan contoh
satuan persiapan ini bukan merupakan sesuatu yang sifatnya baku, melainkan
hanya rumusan usulan yang masih dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan
keadaan riil pasien kanker pasca kemoterapi.
Program ini pada dasarnya merupakan perwujudan dari pelayanan
pastoral sebagai wujud dari persekutuan dan diakonia. Penulis melihat bahwa
dewasa ini, yang dibutuhkan pasien dalam hal pendampingan bukan lagi melulu
pada hal-hal yang sifatnya ritual belaka, melainkan bagaimana pasien dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
127
keluarga dapat diantar untuk mendengarkan sapaan Allah, mengarahkan hati pada
Allah dalam mencapai tujuan hidup, membantu mewujudkan iman sebagai
perjumpaan dengan Allah, serta dapat mengungkapkan imannya (Kieser, 1990: 8).
Penekanan program ini lebih kepada pendampingan yang secara nyata “kena di
hati”, terlibat secara pribadi, membagikan pengalaman iman demi kemajuan dan
kembalinya harapan hidup pasien kanker pasca kemoterapi tersebut (Kieser, 1984:
41). Dengan demikian, penulis melihat bahwa katekese dapat menjadi sarana
perwujudan hal ini.
Menurut Amalorpavadas (1972: 5) katekese merupakan bentuk
pelayanan sabda yang menjadi salah satu tugas kenabian Gereja dalam
mewartakan misteri dan Karya Penyelamatan Allah kepada seluruh dunia dan
mengajak setiap orang untuk menjawab panggilan Allah dan menyambut
keselamatan yang ditawarkan itu. Sebagai suatu bentuk pelayanan sabda, katekese
dapat
dimengerti
sebagai
suatu
usaha
saling
tolong
menolong
yang
berkesinambungan dari setiap orang untuk mengartikan dan mendalami hidup
pribadi maupun hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup
Kristiani yang dewasa secara penuh (MAWI, 1977: 228).
Sebagai suatu usulan program, katekese bagi pasien kanker pasca
kemoterap ini juga disesuaikan berdasarkan golongan usia, sehingga munculla
bentuk-bentuk di antaranya katekese dengan model Sunday school dan model
Shared Christian Praxis (SCP). Pada intinya, melalui katekese dengan pelbagai
model dan pendekatan ini, pasien dapat mengungkapkan pengalaman iman kepada
sesama pasien dan pendamping, di mana pengalaman pasien yang menjadi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
128
sumbernya, yang nantinya akan diolah bersama dengan Kitab Suci dan Ajaran
Gereja. Melalui tukar pengalaman dan pengungkapan pengalaman inilah peserta
dapat melibatkan segenap eksistensi pribadi dan bersama-sama menuju
kematangan iman (Sumarno Ds., 2009: 5-6).
G. Petunjuk Pelaksanaan Program
Dalam usulan program ini, ada 1 contoh konsep program pastoral orang
sakit. Pada program ini, model yang digunakan yakni model katekese. Kegiatan
yang ada di dalam model ini dapat disesuaikan ke dalam tingkat usia pasien yang
akan di dampingi, misalnya model Sunday shool untuk usia anak-anak dan model
Shared Christian Praxis (SCP) untuk usia remaja dan dewasa. Di dalam usulan
program ini, akan dibuat dalam 4 kali pertemuan di dalam 1 bulan. Pertemuan
akan dilaksanakan 2 minggu sekali dengan koordinasi dari Yayasan Kanker
Indonesia cabang Yogyakarta.
Pelaksanaan program ini disesuaikan dengan dinamika peserta. Program
ini dibuat secara umum dan berisikan beberapakomponen di antaranya, tema dan
tujuan umum, tema dan tujuan khusus, judul pertemuan dan tujuan peremuan,
materi, sarana, dan suber bahan yang juga sudah terdapat di dalamnya.
Pelaksanaan kegiatan ini berlangsung lebih kurang 90 menit dan tempat
yang digunakan sebagai tempat pertemuan adalah rumah pasien yang tentu akan
bergilir di setiap pertemuannya. Hal ini dipilih, karena selain program ini
ditujukan untuk mewujudkan semangat saling mendorong satu dengan yang lain,
juga diperhatikan dampak kunjungan pada pasien dan keluarga.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
129
Sebelum masuk pada program, baik jika melihat konsep Sunday School
dan Shared Christian Praxis (SCP) yang nanti akan digunakan sebagai metode
dalam program pastoral orang sakit bagi pasien kanker pasca kemoterapi ini.
1. Sunday School
Melalui buku yang ditulis oleh E. Kubler-Ross yang berjudul On Death
and Dying sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm (1984: 72-76) dapat
membantu petugas pastoral atau pendamping untuk semakin mengenal dan
menyadari bahwa pasien tidak hanya membutuhkan perawatan secara fisik belaka,
melainkan kebutuhan sosial, emosional, intelektual, dan kebutuhan spiritual atau
religius juga harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini juga harus disesuaikan
berdasarkan kondisi di masing-masing usia. Pada bagian ini akan difokuskan
kepada taraf usia anak-anak.
Masa anak-anak meruapakan masa yang memiliki rentang kehidupan
yang panjang. Pada masa ini, individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada
orang lain (Hurlock, 2002: 108). Masa anak-anak lekat dengan amarah yang
meledak-ledak, memiliki tingkat kecemburuan yang tinggi, daya ingin tahu yang
besar, aktif, dan lain sebagainya. Inilah yang nantina mendasari usulan model
pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi untuk usia anak-anak.
Bentuk
usulan
proram
pendampingan
pasien
kanker
pasca
kemoterapiuntuk usia anak-anak adalah Sunday school atau sekolah Minggu.
Menurut Triono Budi Sutopo (1993: 58) istilah Sekolah Minggu atau Sunday
school adalah suatu wadah kegiatan pewartaan Kabar Gembira bagi anak-anak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
130
yang umumnya sudah dipermandikan atau dibaptis. Tujuan dari Sunday school
atau sekolah minggu ini sebagaimana dikutib oleh Alfons Sene (Sene, 1976:32)
adalah:
Mempersiapkan situasi lingkungan hidup beriman yang baik bagi anakanak yang sedang berkembang; meningkatkan dan memperdalam
pengetahuan agama yang diarahkan kepada penghayatan iman yang
nyata sesuai dengan perkembanganya dalam usia tertentu; meningkatkan
serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi; meningkatkan
semangat ksatria, menghargai pribadi dan orang lain; memupuk harga
diri yang sehat dan wajar, kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai
tinggi hak hidup setiap makhluk; mencari dan meningkatkan bakat atau
keterampilan dari anak, sehingga membantu anak untuk semakin beriman
dewasa.
Tujuan yang dirumuskan oleh Alfons Sene mengenai Sunday School ini
menjadi gambaran tujuan pendampingan pasien kanker untuk usia anak-anak.
Tidak semua tujuan ini berhubungan dengan kebutuhan pasien. Namun yang
ditekankan di sini adalah pasien dapat meningkatkan semangat ksatria,
menghargai pribadi dan orang lain; memupuk harga diri yang sehat dan wajar,
kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk;
mencari dan meningkatkan bakat atau keterampilan dari anak, sehingga
membantu anak untuk semakin beriman dewasa.
Melihat bahwa kondisi pasien juga terbatas maka kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan juga tidak banyak menguras tenaga, karena yang menjadi
pokok perhatian adalah pasien dapat melalui dan menerima situasi saat ini sebagai
berkat melalui kebiatan Sunday school.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
131
2. Shared Christian Praxis (SCP)
Berdasarkan gagasan E. Kubler-Ross yang termuat dalam bukunya On
Death and Dying sebagaimana dikutib oleh Dr. P. Go., O. Carm (1984: 72-76)
dapat membantu petugas pastoral atau pendamping untuk semakin mengenal dan
menyadari bahwa pasien tidak hanya membutuhkan perawatan secara fisik belaka,
melainkan kebutuhan sosial, emosional, intelektual, dan kebutuhan spiritual atau
religius juga harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan ini juga harus disesuaikan
berdasarkan kondisi di masing-masing usia. Pada bagian ini akan difokuskan
kepada taraf usia remaja dan dewasa.
Seperti telah diketahui sebelumnya mengenai psikologi perkembangan
secara khusus taraf usia remaja, usia remaja merupakan usia yang memiliki pola
psikis menyerupai pola masa anak-anak, yang membedakan adalah rangsangan
yang membangkitkan emosi dan derajad, secara khusus pada pengendalian diri
untuk mengungkapkan sesuatu (Hurlock, 2002: 213). Pada usia ini kaum remaja
tidak mau lagi disebut anak-anak, cara mengungkapkan perasaan amarah pun juga
berbeda, dan lain sebagainya seperti yang diungkapkan pada bab II. Menurut
Elizabeth B. Hurlock (2002: 247) masa anak-anak dan remaja merupakan periode
“pertumbuhan” dan masa dewasa merupakan masa “pengaturan atau sattle down”.
Maksudnya adalah ketika anak-anak dan remaja, individu hanya sekadar
bertumbuh mulai dari fisik, pola pikir, emosi, dan lain sebagainya. Namun mulai
menginjak masa dewasa pertumbuhan itu sudah digantikan dengan pola
pengaturan, mulai mengendalikan emosi, merencanakan masa depan yang riil dan
pasti, dan lain sebagainya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
132
Pola pendampingan untuk usia remaja dan dewasa pun berbeda degan
pola pendampingan usia anak-anak. Pada kesempatan ini, pola yang akan
diterapkan sebagai bentuk usulan pendampingan pasien kanker pasca kemoterapi
usia remaja dan dewasa adalah model Shared Christian Praxis yang disesuaikan
dengan golongan usia.
Menurut pencetus model katekese Shared Christian Praxis yakni
Thomas Groome, katekese model ini disusun sebagai sarana umat beriman
Kristiani mengadakan sharing-dialog yang berisi refleksi kritis tentang
pengalaman iman mereka pada saat ini, dalam terang Tradisi dan Visi iman
Kristiani, sehingga menimbulkan suatu aksi nyata dalam iman Kristiani (Groome,
1980: 191-193). Yang khas dari katekese model ini adalah pengalaman peserta
menjadi sumber yang kemudian dibagikan kepada peserta yang lain dalam suatu
pertemuan. Melalui hal ini, dapat membantu membangkitkan, memperluas,
memperdalam, mengungkapkan, dan membagikannya kepada peserta lain,
sehingga dapat melibatkan eksistensi pribadi dan bersama menuju suatu
kematangan iman (Sumarno Ds., 2009: 5-6).
Model ini mencakup lima langkah, yakni mengungkapkan pengalaman
hidup peserta, mendalami pengalaman hidup peserta, menggali pengalaman iman
Kristiani, menerapkan iman Kristiani dalam situasi hidup peserta secara konkrit,
dan mengusahakan suatu aksi nyata sebagai bentuk tindak lanjut (Sumarno Ds.,
2009: 29-30).
Alasan penulis menggunakan model ini sebagai bentuk pendampingan
pasien kanker pasca kemoterapi adalah pertama model ini bertitik tolak dari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
133
pengalaman hidup peserta, kedua langkah-langkah yang digunakan praktis untuk
dilaksanakan oleh siapa saja, ketika peserta berasal dari kondisi yang sama
sehingga dapat membantu melihat proses pengolahan pribadi dari pengalaman dan
situasi yang sama, keempat peserta diajak untuk merumuskan niat yang akan
dilaksanakan, hal ini menjadi ukuran kesuksesan pendampingan mengingat
pendampingan yang digagas tidak melulu hal yang bersifat ritual.
H. Pemilihan Tema dan Tujuan
Tema dan tujuan pendampingan dipilih berdasarkan sintesa antara situasi
dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi yang diolah dari kajian pelbagai
sumber yang didapat oleh penulis dengan konsep pendampingan pastoral orang
sakit yang dikaji juga dari pelbagai sumber kepustakaan, yaitu untuk usia remaja
dan dewasa pertama menerima penderitaan sebagai suatu berkat dan kedua
membangun konsepsi yang positif mengenai proses hidup dan Tuhan.
Adapun tema dan tujuan pendampingan dengan model katekese ini
dibedakan menjadi tema dan tujuan umum, tema dan tujuan khusus, tema dan
tujuan 1 dan 2, serta judul pertemuan sebagai berikut:
Tema umum
: Blessing Indisguise
Tujuan umum
: Menerima
penderitaan
sebagai
berkat
untuk
membangun konsep positif tentang hidup dan
Tuhan
Tema 1
: Perwujudan iman dalam kondisi yang terbatas.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
134
Tujuan 1
: Membantu peserta untuk dapat mensyukuri segala
peristiwa yang dialami sebagai bentuk anugerah
dari Tuhan.
Judul 1a
: Aku Kado dari Tuhan
Judul 1b
: Pengalaman yang Melahirkan Sikap Rendah Hati
Tema 2
: Membangun konsep positif tentang hidup dan
Tuhan.
Tujuan 2
: Membantu peserta untuk dapat membangun konsep
positif tentang hidup dan Tuhan.
Judul 2a
: Berpengharapan dalam Mencari Kehendak Tuhan.
Judul 2b
: Dalam
Iman
Penyembuhan
ada
Anugerah
Kekuatan
dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
I.
Contoh Program Pastoral Orang Sakit Kanker Pasca Kemoterapi
Tema umum
=
Blesing Indisguise
Tujuan umum
=
Mengajak peserta untuk dapat menyadari dan menerima penderitaan sebagai berkat dari Tuhan,
untuk membangun konsep positif tentang hidup dan Tuhan.
Tema
(1)
1. Perwuju
dan iman
dalam
kondisi
yang
terbatas
Tujuan
(2)
1. Membantu
peserta untuk
dapat
mensyukuri
segala peristiwa
yang dialami
sebagai bentuk
anugerah dari
Tuhan
Judul
(3)
a.Aku Kado
dari Tuhan
Bersama
pendamping,
peserta dapat
semakin menyadari
kondisi yang











Metode
(5)
Menyanyi
Sharing
Informasi
Membaca dan
renungan pribadi
Tanya Jawab
Pemeriksaan batin
Refleksi Pribadi dan
bersama
Menyanyi
Sharing
Informasi
Membaca dan
Sarana
(6)
 Kitab Suci
Duterokanonika
 Teks fotocopy
Ayub 1 : 1-22
 Video “Kick
Andy : Hasna
Survivor Tumor
Otak”
 Lilin dan Salib
 Speaker active
 Viewer
 Notebook
 Teks lagu
Tangan Tuhan
Sedang
Merenda
Madah Bakti
 Perjanjian Baru
 Teks fotocopy
Injil Matius 15 :
21-28
 Teks cerita




Sumber Bahan
(7)
Video “Kick
Andy : Hasna
Survivor Tumor
Otak”
Ayub 1 : 1-22
Alden Gannett.
1978. (hal. 1-11)
Bruce D.
Rumbold. 1986.
Helplessness &
Hope : Pastoral
Care in Terminal
Illness. London :
SCM Press Ltd
 Video “Kick
Andy : Hidup
Sesudah Sakit”
 Teks Kitab Suci
Matius 15 : 21-28
135
b. Pengalam
an yang
Melahirk
an
Tujuan
(4)
Bersama
pendamping,
peserta dapat
semakin menyadari
bahwa dirinya
dicintai oleh Tuhan
seperti apapun rupa
dan kondisinya,
sehingga peserta
dapat bangkit dari
kondisi lemah dan
mulai menghargai
hidup sebagai
anugerah dari
Tuhan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
(1)
(2)
(3)
Sikap
Rendah
Hati
(4)
dialami, sehingga
peserta dapat
menentukan sikap
apa yang dapat
dilakukan dengan
kondisinya saat ini
dalam terang iman
Kristiani.
(5)
renungan pribadi
 Tanya Jawab
 Pemeriksaan batin
 Refleksi Pribadi dan
bersama
•
•
•
•
•
2. Membantu
peserta untuk
dapat
membangun
konsep positif
tentang hidup
dan Tuhan
a. Berpengha
rapan
dalam
Mencari
Kehendak
Tuhan
Bersama
pendamping,
peserta dapat
menyadari
pentingnya hidup
dengan
berpengharapan dan
senantiasa mencari




Menyanyi
Sharing
Informasi
Membaca dan
renungan pribadi
 Tanya Jawab
 Pemeriksaan batin
 Refleksi Pribadi dan
 Kitab Suci
Perjanjian Baru
 Teks fotocopy
Matius 9 : 1826
 Video “Kick
Andy : Hidup
Sesudah Sakit”
(7)
 Eko Riyadi, St.
2011. MATIUS
“Sungguh, Ia ini
Adalah Anak
Allah”.
Yogyakarta:
Kanisius.
 Jack Canfield,
dkk. 2012.
Chicken Soup for
the Soul :
Mengatasi
Kanker. Jakarta:
PT. Gramedia
Pustaka Utama.
 Hillman J.,
Robert dan Coral
Chamberlain.
2011. Ada
Pengharapan
Bagi yang Sakit
dan yang
Merawat. Jakarta:
Menemani.
 Video “Kick Andy
: Hidup Sesudah
Sakit”
 Teks Kitab Suci
Matius 9 : 18-26
 Eko Riyadi, St.
2011. MATIUS
“Sungguh, Ia ini
136
2. Membangun
konsep
positif
tentang
hidup
dan
Tuhan
(6)
pengalaman
yang
Melahirkan
Rendah Hati
(Jack Canfield,
dkk. 2012. h.
440-443)
MATIUS
Sungguh, Ia ini
adalah Anak
Allah (Eko
Riyadi, St.
2011. h.143145)
Lilin dan Salib
Speaker active
Notebook
Madah Bakti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
(1)
(2)
(3)
b. Dalam
Iman ada
Anugerah
Kekuatan
dan
Penyembu
han
(4)
kehendak Tuhan di
dalam segala
situasi, sehingga
peserta dapat
membangun konsep
diri yang positif.
Bersama
pendamping,
peserta dapat
menyadari bahwa
iman memberikan
kekuatan dan
penyembuhan,
sehingga peserta
nantinya dapat
menjalani hidup
dengan lebih
bersemangat dan
percaya pada
Tuhan.
(5)
Bersama




Menyanyi
Sharing
Informasi
Membaca dan
renungan pribadi
 Tanya Jawab
 Pemeriksaan batin
 Refleksi Pribadi dan
bersama
(6)
 Lilin dan Salib
 Viewer
 Screan
 Speaker active
 Notebook
 Fotocopy teks
lagu
(7)
adalah Anak
Allah”.
Yogyakarta :
Kanisius (h. 8792)
 Manuskrip, 1984.
20 Thema
Katekese Umat.
Jakarta : Obor
(hal. 5-7)
 Kitab Suci
Perjanjian Baru
 Teks fotocopy
Matius 9 : 1826
 Video “Kick
Andy : Maut di
balik Payudara”
 Lilin dan Salib
 Viewer
 Screan
 Notebook
 Speaker active
 Madah Bakti
 Fotocopy teks
lagu
 Video “Kick Andy
: Maut di balik
Payudara”
 Teks Kitab Suci
Matius 9 : 18-26
 Eko Riyadi, St.
2011.
MATIUS
“Sungguh, Ia ini
Adalah
Anak
Allah”. Yogyakarta
: Kanisius (hal. 8792)
137
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
138
J. Contoh Satuan Persiapan Program 1 Pastoral Orang Sakit Bagi Pasien
Kanker Pasca Kemoterapi
1. Identitas Pendampingan Pastoral Orang Sakit Bagi Pasien Kanker Pasca
Kemoterapi
a. Pelaksana
: Ignatius Galang Ananta
b. Tema
: Aku Kado dari Tuhan
c. Tujuan
: Bersama pendamping, peserta dapat semakin menyadari
bahwa dirinya dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan
kondisinya, sehingga peserta dapat bangkit dari kondisi
lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari
Tuhan.
d. Peserta
: Pasien kanker pasca kemoterapi
e. Tempat
: Salah satu rumah pasien
f. Hari/Tanggal
: Selasa, 03 September 2015
g. Waktu
: 18.00 – 19.30
h. Metode
:
 Menyanyi
 Sharing
 Informasi
 Membaca dan renungan pribadi
 Tanya Jawab
 Pemeriksaan batin
 Refleksi Pribadi dan bersama
i. Model
:
Shared Christian Praxsis
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
139
:  Kitab Suci Duterokanonika
j. Sarana
 Teks fotocopy Ayub 1 : 1-22
 Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak”
 Lilin dan Salib
 Speaker active,viewer, screan, dan notebook
 Teks lagu Tangan Tuhan Sedang Merenda

k. Sumber Bahan
Madah Bakti
:  Video “Kick Andy : Hasna Survivor Tumor Otak”
 Ayub 1 : 1-22
 Gannett, 1978: 1-11
 Bruce D. Rumbold. (1986). Helplessness & Hope :
Pastoral Care in Terminal Illness. London : SCM Press
Ltd.
2. Pemikiran Dasar
Sakit merupakan bagian dari eksistensi manusia. Dewasa ini, penyakit
yang cukup ditakuti oleh sejumlah orang di dunia adalah kanker. Kanker termasuk
dalam salah satu dari empat besar golongan penyakit utama yang diderita oleh
manusia, yakni jantung koroner, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Di
banyak negara di belahan dunia, kanker masih menjadi perhatian serius di bidang
kedokteran. Hal ini disebabkan oleh jumlah korban yang terus meningkat dari
tahun ke tahun dan belum ditemukan cara yang efektif untuk pengobatannya.
Melihat situasi dan kondisi yang demikian ini, seringkali orang ketika
menerima diagnosa pertama dari dokter bahwa dinyatakan mengidap kanker,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
140
maka respon pertama adalah penolakan. Respon ini merupakan respon umum
yang pasti akan dialami oleh setiap orang tatkala aspek utama di dalam hidup
terancam untuk berhenti, atau lebih ekstrim diungkapkan dengan ketika manusia
dihadapkan pada kematian.
Hal serupa juga dialami oleh Nabi Ayub. Dalam Kitab Ayub 1 : 1-22
menguraikan kesalehan seorang Ayub yang sedang diuji. Dikisahkan bahwa Ayub
merupakan sosok orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu, Ayub memiliki
hewan ternak dan pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia merupakan orang
paling kaya di kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki 7.000 ekor domba,
3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan pekerja dengan
jumlah besar (Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub sehingga Ia
dikatakan sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok orang yang
saleh dan jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan menjauhi
kejahatan. Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu dihormati oleh
pekerja-pekerja. Akan tetapi, pada suatu saat, kesalehan Ayub ini diuji dengan
muncunya pelbagai peristiwa yang membuat segala kepunyaannya musna dalam
waktu yang singkat. Ayub yang awalnya tersohor, kini mulai melarat bahkan
kesehatannya pun semakin memburuk. Namun yang senantiasa dilakukannya
adalah tetap berpegang pada Tuhannya dan menerima apapun peristiwa yang
dialaminya dan kondisinya saat ini.
Dalam pertemuan kali ini, kita diajak untuk semakin menyadari bahwa
kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisinya, sehingga kita dapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
141
bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari
Tuhan, melalui bacaan dan pengalaman pribadi masing-masing.
3. Pengembangan Langkah-Langkah
a. Pembukaan
a) Pengantar
Bapak, ibu, dan saudara/-i yang terkasih dalam Yesus, pada malam hari
ini, kita berkumpul di tempat ini karena rahmat dan kasih Yesus Yesus Kristus.
Pada pertemuan malam hari ini kita diajak untuk bersama-sama menyadari betapa
kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita saat ini melalui kisah
hidup Hasna penderita Tumor Otak. Pada kesempatan ini juga, melalui kisah dari
Nabi Ayub yang diuji kesalehannya dan berbekal pengalaman masing-masing,
kita akan bersama melihat bagaimana ajaran Iman Kristiani menanggapi peristiwa
tersebut dan bagaimana seharusnya kita sebagai pengikut ajaran tersebut,
sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup
sebagai anugerah dari Tuhan.
b) Lagu Pembukaan: Hatiku Gembira (lampiran 2)
c) Doa Pembukaan:
Allah Bapa kami yang bertahta di Kerajaan Surga. Kami ucapkan syukur
kepada-Mu atas segala berkat yang Engkau berikan kepada kami, sehingga pada
malam hari ini kami dapat berkumpul dalam satu ikatan Yesus Kristus. Yesus,
saat ini masing-masing dari kami sedang berjuang melawan ketidakberdayaan
kami akibat dari penyakit yang hinggap di dalam tubuh kami. Penyakit ini seolah
membuat hidup kami menjadi lemah, tidak berdaya. Banyak ketakutan,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
142
ketidaksiapan dari kami meninggalkan dunia ini, karena masih banyak
tanggungan yang ada di dalam hidup kami. Pada malam hari ini Yesus, bersamasama kami berusaha untuk menyadari betapa kami masih Engkau seperti apapun
rupa dan kondisi kami saat ini, sehingga kami dapat bangkit dari kondisi lemah
dan mulai menghargai hidup yang singkat ini sebagai anugerah dari-Mu. Kami
serahkan seluruh rangkaian pertemuan pada malam hari ini kepada-Mu. Demi
Yesus Kristus Tuhan Kami. Amin
b. Langkah I : Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta
1) Pendamping menayangkan video talk show Kick Andy : Hasna, Survivor
Tumor
Otak
dan
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
untuk
mengungkapkan pendapat mereka tentang video tersebut [Lampiran 1: (1)].
a) Apa yang Anda rasakan ketika menyaksikan video Kick Andy : Hasna
Survivor Tumor Otak?
b) Ceritakan pengalaman Anda ketika mendapat diagnosa pertama dari dokter
terkait kondisi anda?
2) Peserta diberi kesempatan untuk men-sharing-kan tanggapan dan pengalaman
mereka sehubungan dengan pertanyaan tersebut di atas dalam kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-4 orang. Pendamping diharapkan dapat
menciptakan suasana terbuka dan nyaman, supaya peserta dapat dengan bebas
mengungkapkan pendapat dan pengalaman mereka. Setelah itu, pendamping
membuat rangkuman mengenai tanggapan dan pengalaman berdasarkan
panduan pertanyaan tersebut di atas dan video Kick Andy tadi.
3) Arah rangkuman :
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
143
Video ini menceritakan tentang perjuangan sepasang suami istri yang
dianugerahi seorang anak bernama Hasna. Akan tetapi, ketika Hasna berusia 10
tahun, Hasna mengidap penyakit tumor otak. Peristiwa ini membuat pasangan
dokter Elia dan dokter Sani ini merasa terpukul. Akan tetapi, karena cintanya
pasangan suami istri ini kepada buah hatinya, dokter Elia dan dokter Sani ini
berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan kehidupan dan kesehatan dari
buah hatinya ini. Pelbagai upaya pengobatan sudah diperjuangkan oleh pasangan
suami istri ini. Pelbagai kota dan negara pun juga disambangi demi kesembuhan
buah hatinya ini. Dalam kondisi lemah, sebagai seorang anak Hasna hanya
meminta supaya orangtuanya senantiasa menemani Hasna dan ada di sampingnya
setiap hari. Hasna akhirnya menjalani 6 operasi, selain itu juga harus menjalani
proses radiasi, kemoterapi, dan injeksi untuk membuat Hasna tetap sadar, karena
penyakitnya dapat membuat Hasna mendadak berhenti bernafas. Segala bentuk
perjuangan orang tua Hasna ini merupakan bentuk cinta dan kasih sayang mereka
kepada buah hatinya. Pasangan ini yakin bahwa Tuhan memiliki rencana yang
indah bagi hidup buah hatinya.
c. Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta
1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman hidup yang telah
dingkapkan pada langkah I, dengan beberapa panduan pertanyaan berikut ini :
a) Mengapa Anda panik ketika mendengar hasil diagnosa dari tim medis?
b) Bagaimana respon orang-orang di sekitar anda?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
144
2) Pendamping memberikan suatu arah rangkuman singkat atas jawaban-jawaban
refleksi yang diungkapkan oleh peserta. Berikut adalah suatu contoh arah
rangkuman pendamping :
Bapak, ibu, saudara/-i terkasih dalam Kristus, dari aneka macam jawaban
yang sudah terungkap dapat ditemukan bahwa mendengar diagnosa yang seolah
membuat hidup kita berhenti bukan merupakan kabar bahagia. Banyak dari kita
memberikan respon pertama dengan berontak, shock, dan lain sebagainya. Bahkan
tidak jarang jika kita sudah berkeluarga, bagaimana caranya supaya diagnosa ini
menjadi rahasia pribadi semata dan benar-benar harus ditutupi. Orang-orang
sekitar kita pun tatkala mendengarkan diagnosa ini juga akan panik. Namun,
ditengah kepanikan mereka terselip komitmen untuk senantiasa menemani dan
mendukung kita. Ini merupakan bukti cinta orang-orang sekitar kepada kita.
d. Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
1) Salah satu peserta diminta untuk membacakan perikop langsung dari Kitab
Suci yang diambil dari Kitab Ayub 1 : 1-22.
2) Peserta diberi waktu hening untuk secara pribadi merenungkan dan
menanggapi perikop Kitab Suci yang baru saja dibacakan oleh salah satu
peserta dengan dibantu beberapa panduan pertanyaan berikut ini ;
a) Coba temukan mana yang menjadi ayat kunci dalam perikop Ayub 1 : 1-22,
terkait dengan tema yang kita dalami pada malam hari ini?
b) Apa pesan inti yang saya tangkap dari perikop ini sehubungan dengan tema
malam ini?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
145
3) Peserta diajak untuk terlebih dahulu mengungkapkan apa yang sudah
diperoleh berdasarkan panduan pertanyaan tersebut di atas dalam forum besar.
4) Pendamping menyampaikan interpertasi atau tafsir dari perikop Kitab Ayub 1 :
1-22 dan menghubungkan pesan inti dengan tanggapan dan hasil renungan
pribadi serta sesuai dengan tujuan dan tema pertemuan katekese ini. Misalnya ;
Ayub merupakan sosok orang saleh yang kaya raya. Pada jaman itu,
Ayub memiliki hewan ternak dan pekerja dengan jumlah yang tidak sedikit. Ia
merupakan orang paling kaya di kawasan negeri sebelah timur dengan memiliki
7.000 ekor domba, 3.000 ekor unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, dan
pekerja dengan jumlah besar (Ayb 1:3). Selain kekayaan yang dimiliki oleh Ayub
sehingga Ia dikatakan sebagai orang paling kaya, Ayub juga merupakan sosok
orang yang saleh dan jujur. Ayub senantiasa berusaha untuk takut akan Allah dan
menjauhi kejahatan. Ia juga sosok yang dermawan, berbudi luhur, dan begitu
dihormati oleh pekerja-pekerja.
Ayub sebagai seorang yang bijak, saleh, kaya, dermawan, berbudi luhur,
dan begitu dihormati oleh pekerja-pekerja mengalami dinamika hidup yang tidak
lurus dan mulus-mulus saja. Ia yang memiliki keyakinan dan iman yang kuat
senantiasa mendapatkan persoalan-persoalan yang dapat menggoncangkan
imannya. Drama pahit kehidupan Ayub dimulai ketika Ia mendapatkan musibah
dalam kurun waktu satu hari. Musibah datang bertubi-tubi, dimulai dari lembu
sapi yang sedang membajak dan keledai betina yang sedang makan rumput tibatiba diserang oleh segerombolan orang-orang Syeba dan merampas seluruh lembu
sapi dan keledai betna dan membunuh pekerjanya. Kemudian disambut peristiwa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
146
memilukan berikutnya yakni kambing domba yang lenyap beserta dengan pekerja
karena tersambar oleh api yang turun dari langit. Lalu unta yang dijarah oleh
pasukan dari Kasdim dan membunuh serta pekerjanya. Peristiwa ini membuat
harta kekayaan Ayub lenyap seketika itu juga (Ayb 1:15-17).
Situasi yang tidak mengenakkan tidak hanya berhenti pada kekayaan
Ayub yang habis dalam waktu satu hari, melainkan kini mulai mengena juga pada
harta yang teramat penting yang dimiliki Ayub, yakni anak-anaknya. Ayub
memiliki 7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan buah dari
perkawinannya dengan istrinya. Akan tetapi tidak semua pola ayub tertuang pada
diri puteranya. Anak laki-laki Ayub sering mengadakan pesta di rumah dan
mengundang saudarinya (Ayb 1:4-5). Suatu hari ketika anak-anak Ayub sedang
makan dan minum anggur di rumah saudara mereka, tiba-tiba angin ribut
berhembus dari seberang padang dan mengguncang rumah yang sedang
digunakan anak-anak Ayub dari pelbagai penjuru, sehingga rumah itu roboh dan
menimpa anak-anak Ayub hingga mati (Ayb 1:18-19).
Pergulatan yang dialami oleh Ayub merupakan sebuah gambaran
pergulatan seorang saleh yang ditimpa penderitaan yang bertubi-tubi. Layaknya
manusia normal pada umumnya, jika mendapatkan situasi dan kondisi yang
demikian ini tentu pemberontakan merupakan respon pertama yang akan muncul.
Demikian juga Ayub, reaksi Ayub mula-mula adalah berontak dan menuduh
Tuhan Allah sebagai sosok yang tidak adil. Banyak orang di sekitar Ayub
termasuk istri dan tiga orang teman Ayub meyakinkan Ayub bahwa apa yang
dialami saat ini merupakan hukuman yang diberikan oleh Tuhan Allah kepada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
147
Ayub karena ketidaktaatan Ayub dan sejumlah dosa-dosa yang dibuat Ayub
semasa hidupnya. Peristiwa semacam ini pun juga dialami oleh kebanyakan orang
yang sedang berada dalam kondisi dan situasi yang terhimpit. Banyak orang
datang entah itu saudara, kerabat, atau teman-teman datang untuk berusaha
menghibur dan meyakinkan, namun acap kali penghiburan yang diberikan adalah
ungkapan yang menyatakan bahwa apa yang dialami adalah akibat dari apa yang
selama ini dilakukan.
Di dalam sebuah buku yang berjudul Tuhan di Balik Air Mata, Dr. Alden
Gannet (1987:29) mengungkapkan bahwa tatkala Ayub bergulat dengan peristiwa
pahit dan penderitaan yang dialami, Tuhan Allah sebenarnya sudah memberikan
jawaban dari setiap persoalan yang dialami oleh Ayub. Jawaban yang disediakan
oleh Tuhan begitu sederhana dan sering tidak tampak oleh manusia, karena
pandangan manusia masih tertuju pada hal-hal duniawi. Dengan menggunakan
perumpamaan jika air mata deras membanjir, bagaimana kita bisa terus
memandang Tuhan di baliknya? Dr. Alden Gannet menjelaskan bahwa persoalan
yang sedang dialami.
e. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkrit
1) Pendamping mulai mengawali langkah ini dengan menempatkan peserta dalam
konteks dan situasi pertemuan, serta menerapkan pesan inti Kitab Suci dalam
pengalaman, dan situasi hidup konkrit peserta sesuai dengan tema dan tujuan
katekese ini. Misalnya,
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi, kita sudah menemukan bersama
betapa besar cinta dan kasih dari orang-orang di sekitar kita dengan kondisi kita
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
148
saat ini. Betapa besar perhatian yang telah diberikan kepada kita. Namun, yang
kita lakukan adalah menutup jalan cinta mereka kepada kita. Hal ini selaras
dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayub. Sikap yang dilakukan oleh Ayub itu
merupakan suatu bentuk ketaatan dan kesalehannya kepada Tuhan. Begitu banyak
peristiwa pahit datang dalam kehidupan Ayub dalam waktu yang begitu singkat
dan bertubi-tubi. Melihat kondisi Ayub yang demikian ini, tuhan senantiasa
menemani dan melihat dari kejauhan tanpa menambah peroalan dalam hidup
Ayub. Sebagai murid Yesus, tentunya baik jika kita melakukan apa yang sudah
diajarkan oleh Yesus, yakni senantiasa memberikan kesaksian akan ajaran iman
dan memberikan kesaksian melalui perbuatan. Entah itu perbuatan besar ataupun
kecil, tentunya akan memberikan pengaruh bagi banyak orang. Tantangan yang
akan dihadapi, ada kemungkinan tidak berbeda jauh dari apa yang dialami oleh
Yesus di dalam kisah Ayub tadi. Akan tetapi yang menjadi pokok persoalan di
sini adalah bagaimana kita dapat menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti
apapun rupa dan kondisi kita. Dengan demikian, kita dapat bangkit dari kondisi
lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan.
2) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat menyadari bahwa kita dicintai oleh
Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita, sehingga kita dapat bangkit dari
kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan,
terlebih dahulu kita akan secara pribadi merenungkan pertanyaan berikut ini:
a) Sejauh mana Anda melihat bahwa kondisi yang sedang Anda alami saat ini
merupakan berkat dari Tuhan?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
149
b) Dalam kondisi seperti apa, Anda merasa disadarkan, ditegur, dan diteguhkan
oleh Tuhan bahwa kondisi yang sedang anda alami saat ini juga merupakan
kado dari Tuhan?
4) Saat hening dapat diiringi dengan alunan lembut dari suara musik instrumental
untuk membantu peserta dalam merenungkan dan menerapkan pesan
pribadinya.
5) Peserta diberikan kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan dan
refleksi pribadi dalam pleno.
6) Pendamping memberikan sedikit rangkuman atas tahap ini.
Yesus sebagai seorang Bapa yang baik, sudah menunjukkan panutan dan
teladan hidup melalui pelbagai peristiwa serta perbuatan yang telah dilakukan.
Dalam perikop Kitab Ayub 1 : 1-22, diungkapkan bagaimana Yesus senantiasa
memberikan ujian kepada Ayub, namun Yesus tetap menemani Ayub dan melihat
dari kejauhan. Persoalan yang dialami oleh Ayub bukan semata-mata persoalan
yang datang dati Tuhan, melainkan usaha iblis untuk menguji kesalehan Ayub.
Marilah kita menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan
kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita.
Dari paparan pengalaman, refleksi, dan permenungan yang telah kita
dalami pada pertemuan kali ini, hendaknya kita sebagai anak Allah semakin dapat
menyadari bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita
melalui orang-orang di sekitar kita.
Disadari bersama bahwa bukanlah hal yang mudah untuk menyadari
bahwa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
150
orang-orang di sekitar kita apalagi dalam kondisi kita saat ini. Sebagai manusia,
acap kali muncul pelbagai godaan yang merupakan bentuk naluri kita sebagai
manusia, misalnya protes kepada Tuhan, marah-marah, kecewa dengan hidup ini.
Lain lagi, ketika kita tidak diberikan persoalan dalam hidup, yang akan terjadi
adalah kita begitu senang menjalani hidup ini dan mungkin kita menjadi lupa
bagaimana rasanya jatuh dan sakit. Dari pengalaman tersebut di atas, baik jika
melalui permenungan ini, kita semakin menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan
seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui orang-orang di sekitar kita, sehingga
kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai
anugerah dari Tuhan.
f. Langkah V : Mengusahakan suatu Aksi Konkrit
1) Pengantar :
Bapa,
ibu,saudara/-i
yang
terkasih
dalam
Yesus,
setelah
kita
mengungkapkan dan menggali pengalaman kita lewat video talk show Kick Andy:
Hasna survivor tumor otak. Kita juga sudah men-sharing-kan pengalaman hidup
kita di saat-saat sulit, yakni ketika menerima penyakit kanker ini menajdi bagian
dari tubuh dan hidup kita, lalu kemudian diteguhkan dengan bacaan yang kita
dalami pada malam hari ini, di mana ketika Ayub mendapatkan persoalan yang
begitu berat, ayub senantiasa berpegang pada Tuhan. Pada akhirnya, bapak, ibu,
saudara/-i diajak untuk menanggapi panggilan Allah untuk dapat menyadari
betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui
orang-orang di sekitar kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan
mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. Marilah Bapak, ibu,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
151
saudara/-i yang terkasih dalam Yesus, kita bangun niat dan tindakan konkrit apa
yang sungguh dapat kita lakukan untuk meningkatkan semangat kita untuk kita
bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari
Tuhan.
2) Peserta memikirkan niat-niat dan tindakan nyata yang akan dilakukan (pribadi
maupun kelompok) untuk menjadi manusia baru, khususnya terhadap
sesamanya sebagai wujud pertobatan dan pembaruan hidup.
a)
Niat atau tindakan konkrit apa yang hendak Bapak, ibu, saudara/-i lakukan
untuk dapat menyadari betapa kita dicintai oleh Tuhan, sehingga kita dapat
bangkit dari kondisi lemah dan mulai menghargai hidup sebagai anugerah
dari Tuhan?
3) Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan
sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi atau bersama yang akan dilakukan.
Kemudian, peserta mengungkapkan niat-niat pribadi yang akan dilakukan
bertujuan untuk saling meneguhkan.
4) Pendamping mengajak peserta membicarakan dan mendiskusikan untuk
menentukan niat konkrit mana yang akan diwujudkan bersama, agar semakin
memperbarui sikap bersama sebagai saksi iman.
4.
Penutup
a.
Pendamping menempatkan salib dan dua lilin di tengah peserta, sehingga
peserta dapat melihatnya. Kemudian dua lilin tersebut dinyalakan, dan
pendamping mengajak peserta untuk doa umat spontan, yang diawali oleh
pendamping dan diteruskan secara spontan oleh peserta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
152
b.
Doa Bapa Kami
c.
Doa penutup:
Alah Bapa yang maha baik, terima kasih atas segala pengalaman indah
yang terjadi pada pertemuan malam hari ini. Terima kasih atas Roh Kudus yang
telah bekerja selama proses pertemuan ini. Pada hari ini kami telah berdinamika
bersama dengan bantuan video kisah seorang Hasnah pejuang tumor otak yang
tidak jemu-jemunya berjuang demi bertahan hidup. Selain itu, kami juga
dikuatkan dengan kisah Nabi Ayub yang diuji kesalehannya dengan berbagai
persoalan yang diluar batas daya manusia. Pada akhirnya kami juga diajak untuk
membangun niat yang akan kami lakukan demi tercapainya tujuan pertemuan
pada malam hari ini. Pada akhirnya pula ya Tuhan berkatilah usaha dan niat yang
kami unjukkan kepada-Mu, sehingga kami nantinya dapat saling meneguhkan satu
dengan yang lain melalui sharing pengalaman tentang bagaimana menyadari
betapa kita dicintai oleh Tuhan seperti apapun rupa dan kondisi kita melalui
orang-orang di sekitar kita, sehingga kita dapat bangkit dari kondisi lemah dan
mulai menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. Dalam rasa syukur kami,
kami tetap memohon penyertaanmu dalam mewujud nyatakan apa yang telah
kami proses selama pertemuan kali ini, niat-niat yang akan kami bangun dan kami
wujudkan dalam hidup sehari-hari. Doa ini, kami aturkan kepada-Mu demi
pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
d. Lagu Penutup: Pelangi Kasih-Nya (Lampiran 3)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai situasi dan kondisi orang sakit
kanker pasca kemoterapi serta konsep pendampingan pastoral bagi pasien kanker
pasca kemoterapi yang diperoleh dari pelbagai sumber kepustakaan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kemoterapi sebagai salah satu pengobatan kanker dapat mengakibatkan adanya
perubahan fisik bagi yang menderita secara drastis, seperti mengalami
kebotakan, kuku pada jari jemari lepas, kulit seolah-olah terbakar akibat dari
cairan kemo yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini membuat menurunnya
tingkat kepercayaan diri dan konsep diri, karena merasa tubuhnya sudah tidak
enak dipandang.
2. Pendampingan pastoral sebagai jalan yang ditempuh oleh Gereja memberikan
kontribusi yang cukup untuk mendampingi orang sakit, terutama pasien kanker
pasca kemoterapi ini.
3. Konsep pendampingan pastoral yang dipilih berdasarkan pertimbangan situasi
dan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi adalah model katekese. Model ini
disesuaikan berdasarkan tingkatan usia. Bagi pasien kanker pasca kemoterapi
usia anak-anak, model yang diusulkan adalah Sunday School. Sedangkan bagi
usia remaja dan dewasa, model yang diusulkan adalah Shared Christian Praxis.
4. Model ini dirasa seuai karena yang diperlukan dalam pendampingan pasien
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
154
kanker pasca kemoterapi adalah pendampingan yang “kena di hati”. Konsep ini
membawa gambaran peserta yang memiliki permasalahan yang sama, sehingga
satu dengan yang lain dapat saling membantumemberikan pendampingan dan
memberi kesaksian sebagai sarana pengobatan secara spiritual.
B. Saran
Setelah dapat dibuktikan dalam pembahasan ini dengan dasar dari pelbagai
kajian teori dan kepustakaan ini bahwa katekese dengan model Shared Christian
Praxis dan Sunday School menjadi usulan program pendampingan pastoral yang
relevan bagi pasien kanker pasca kemoterapi, adapun saran yang dapat diberikan
peneliti sesuai dengan hasil pembahasan, antara lain:
1. Bagi pasien kanker pasca kemoterapi, kiranya usulan program ini menjadi
acuan dalam program pendampingan iman di tengah kondisi saat ini. Kiranya
program
pendampingan
ini
dapat
memberikan
kontribusi
terhadap
pembentukan konsep diri dan gambaran yang positif tentang hidup dan Tuhan.
2. Bagi praktisi pendampingan pastoral pasien kanker pasca kemoterapi. Kiranya,
melalui tulisan ini, petugas pastoral dapat memiliki gambaran terkait program
pendampingan yang diintegrasikan dengan tingkatan usia dan fase-fase yang
dialami oleh pasien. Selain itu, melalui tulisan ini diharapkan kompetensi yang
dimiliki petugas pastoral dalam mendampingi pasien kanker pasca kemoterapi
semakin meningkat.
3. Bagi pengelola Rumah Sakit. Melalui tulisan ini, kiranya pihak pengelola
rumah sakit, tim medis yang bertugas dapat bekerjasama dengan petugas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
155
pastoral dalam memberikan pelayanan kesehatan yang holistic, mengingat
konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki pelbagai aspek dan satu sama
lain saling berkaitan.
4. Bagi implikasi penelitian lanjutan. Tulisan ini memaparkan konsepsi mengenai
situasi dan kondisi pasien kanker yang telah menjalani pengobatan kemoterapi
dan konsep pendampingan pastoral orang sakit, secara khusus pasien kanker
pasca kemoterapi. Dari dua hal ini, kemudian diusulkan suatu gagasan program
pendampingan pastoral bagi pasien kanker pasca kemoterapi yang sudah
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien dan juga analisa pendampingan
pastoral yang kiranya relevan dengan kondisi pasien kanker pasca kemoterapi.
Dalam tulisan ini tentunya masih banyak hal dan aspek yang perlu untuk
dikaji secara lebih mendalam sehingga pendampingan yang diharapkan semakin
efektif dan evisien serta berdayaguna bagi proses penyembuhan pasien kanker
pasca kemoterapi secara spiritual. Hal ini dikarenakan kelemahan kemampuan
dalam mengkaji, yaitu kurang maksimalnya kepustakaan yang dijadikan sumber
oleh peneliti, lemahnya penguasaan bahasa asing mengingat sebagian besar
kepustakaan menggunakan bahasa asing, dan terlalu lama penulis berhenti dalam
pengerjaan yang mempengaruhi kualitas penulisan. Kiranya hal lain yang perlu
diperhatikan adalah perlunya adanya penelitian yang komprehensif dalam
pencarian data-data, sehingga program yang diusulkan kiranya lebih efektif,
efisien, dan berdaya guna, serta dapat diukur tingkat keberhasilannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. (2000). Katekese dalam Konteks Pastoral Gereja (Seri Pastoral
No. 370). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Adolfo, Nicolas. (1996). Tenaga Kesehatan Katolik Dituntut (Seri Pastoral No.
168). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Alberich, Emilio & Vallabaraj, Jerome. (2004). Communicating A Faith That
Transforms. India: Kristu Jyoti Publications.
Amalorpavadass, Ds. (1972). Katekese sebagai Tugas Pastoral Gereja (Seri
Pastoral No. 370). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Ang Peng Tiam. (2006). Dokter, Tolong... Saya Kena Kanker. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Ambrosia, M. (1994). Dimensi Pastoral Diakonia (Seri Pastoral No. 235).
Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Barker, Chris. (2005). Cultural Studies : Teori dan Praktik. Bandung: Mizan
Media Utama.
Beate, Jacob, dkk. (2003). Penyembuhan yang Mengutuhkan. Kanisius:
Yogyakarta.
Bernie S. Siegerl. (1999). Love, Medicine & Miracles : Memadukan Keyakinan
Diri, Teknologi Kedokteran, dan Cinta untuk Mengalahkan Penyakit.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Blot, de Ch. (1990). Introduksi Analisis Transaksional (Seri Pastoral No. 172).
Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Buku, M. Richardus. (2010). Yohanes Paulus II tentang Sakit dan Derita.
Maumere: Ledarelo.
Dadang Hawari. (2009). Kanker Payudara: Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (2010). Eutanasia (Seri
Dokumen Gerejawi No. 74). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan.
Droege, A. Thomas (1991). Pelayanan Penyembuhan Yesus (Seri Pastoral No.
178). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
__________. (1991). Landasan Teologis Perawatan Kesehatan Holistik (Seri
Pastoral No. 180). Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Field, David. (1994). Pendampingan Orang Menjelang Ajal. (R. Haryono Imam,
Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli diterbitkan tahun
1989).
__________. (1997). Mendampingi Pasien Terminal (Seri Pastoral No. 282).
Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Fountain, Daniel. (2002). Allah, Kesembuhan Medis Dan Mukjizat. Bandung:
Lembaga Literatur Baptis – Yayasan Baptis Indonesia.
Faber, F. (2003). Pastorat Terhadap Pasien Psikosomatis : Faktor Psikis
Penyebab Pelbagai Penyakit (Seri Pastoral No. 353). Yogyakarta: Pusat
Pastoral Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
157
Heitink, G. (1992). Pendampingan Pastoral sebagai Profesi Pertolongan: Tinjauan
Teologis. Dalam Tjaard G. Hommes & Gerrit Singgih (Ed.). Teologi dan
Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral. (hal. 405-421). Yogyakarta:
Kanisius.
Gannett, A. Alden. (1978). Tuhan di balik Air Mata: Pengertian tentang Sakit dan
Penderitaan dari Kitab Ayub. (Drg. Ny. Na Kiem Hwie penerjemah).
Jepara: Silas Press. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1978).
Go, P. (1984). Hidup dan Kesehatan (Seri Teologi Widya Sasana No. 1). Malang:
STFT Widya Sasana.
Groom, H. Thomas. (1980). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese.
(F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed. Penyadur). Yogyakarta:
Lermbaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan tahun
1980).
Hall, Calvin S. & Lindzey, Garner (1993). Teori Psikoanalisis Klasik Freud.
Dalam Dr. A. Supratiknya (Ed.). Teori-teori Psikodinamik (Klinis). (hal.
59-118). Yogyakarta: Kanisius.
Hendarto, Bambang L. (Ed). (2006). Pedoman Penulisan Skripsi : Program Studi
Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. Yogyakarta:
PUSKAT.
Jacobs, T. (1984). Perawatan Orang Sakit sebagai Karya Kerasulan. Dalam B.
Kieser, SJ. (Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit.
(hal. 117-131). Yogyakarta: Kanisius.
__________. (1983). Teologi Pengharapan (Kumpulan karangan dalam rangka
Proyek Harapan). Yogyakarta: ITF-Kentungan.
J.L. Ch. Abineno. (1972). Penjakit dan Penjembuhan. Jakarta: BPK. Gunung
Mulia.
__________. (1967). Pelajanan Pastoral. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.
__________. (1993). Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.
__________. (1994). Pelayanan Pastoral kepada Orang-orang Sakit. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.
Kartini Kartono. (1980). Mental Hygiene (Kesehatan Mental). Bandung: Penerbit
Alumni.
Kieser, B. (1984). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit.
Yogyakarta: Kanisius.
__________. (1990). Pastoral dalam Rumah Sakit (Seri Pastoral No. 171).
Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta.
Konferensi Waligereja Indonesia. (Ed.). (1987). Pedoman Etis dan Pastoral
Rumah Sakit Katolik. Jakarta: KWI.
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor.
Kuswibawati, Luciana. (2000). Apa itu Kanker?. Dalam Yuswanto & Sinaradi F.
Kanker. (hal. 1-14). Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
L. Laksmiasanti. (1984). Sakit Kita Maksudkan.... Pandangan Seorang Dokter.
Dalam B. Kieser, SJ. (Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang
Sakit. (hal. 31-35). Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
158
__________. (1984). Kematian: Suatu Pandangan Medis. Dalam B. Kieser, SJ.
(Ed.). Ikut Menderita Ikut Percaya: Pastoral Orang Sakit. (hal. 51-62).
Yogyakarta: Kanisius.
Panitia Kanker RSUP DR. Sardjito. (1999). Onkologi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Payne, Richard. (2009). Hope In The Face Of Terminal Illness. Dalam John
Swinton & Richard Payne (Ed.). Living Well And Dying Faithfully:
Christian Practices For End-Of-Life Care. (hal. 205-225). Cambridge:
William B. Eerdmans Publishing Company.
Purwodarminto, W.J.S. (1987). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Riyadi, Eko St. (2011). Matius: Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah. Yogyakarta:
Kanisius.
Sene, Alfons. (1976). Penuntun Sekolah Minggu. Umat Baru No. 49. Hal. 32.
Sihlman, Med. Juliar. (1980). Kanker dan Hubungannya dengan Batin dan Sex.
Dalam Buletin Mawas Diri Edisi Januari 1980. (hal. 15-19).
Sri Suparmi. (1988). Pendampingan Iman Orang Sakit. Skripsi Mahasiswa
Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik/STFK. (hal. 14-64).
Staf Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik. (2006). Pedoman Umum Penulisan Skripsi. Dalam L. Bambang
Hendarto Y. (Ed.). Pedoman Penulisan Skripsi Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. (hal. 3-44).
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sumarno Ds., M. (2009). Pengantar Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata
Kuliah Pengantar Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa
Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma.
Suprihatin, Ana. (1999). Pelayanan Pendampingan Pastoral Orang Sakit di
Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta melalui Katekese. Skripsi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma (hal. 36-66).
Swinton, John. (2009). Why Me Lord?: Practicing Lament At The Foot Of The
Cross. Dalam John Swinton & Richard Payne (Ed.). Living Well And
Dying Faithfully: Christian Practices For End-Of-Life Care. (hal. 107138). Cambridge: William B. Eerdmans Publishing Company.
Totok S. Wiryasaputra. (2007). Pendampingan Pasien Kanker. Jakarta: Pelkesi.
__________. (1997). Pendampingan Pastoral Orang Sakit: Sikap dan
Keterampilan Dasar (Seri Pastoral No. 245). Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
Totok S. Wiryasaputra & Beek, Art M. (2000). Pendampingan Pastoral Orang
Sakit. Yogyakarta: RS. Bethesda.
Triono Budi Sutopo, Ign. (1993). Katekese Nyanyian sebagai Bentuk Kegiatan
Sekolah Minggu dalam Rangka PIA. Skripsi Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma (hal. 49-79).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
159
Yohanes Paulus II, Paus. (1993). Salfivici Doloris. (J. Hadiwikarta, Pr.,
Penerjemah). Jakarta: DEPDOKPEN KWI. (Dokumen asli diterbitkan
tahun 1984).
__________. (2004). Pesan Sri Paus Yohanes Paulus II pada Peringatan Hari
Orang Sakit Sedunia (Lordes-Perancis, 11 Februari 2004). Brosur
terjemahan dari Bahasa Italia yang disebarluaskan oleh BN Karya
Kepausan Indonesia. Jakarta.
Yubong, BT. Christina. (1995). Katekese Orang Dewasa dan Penderitaan. Skripsi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma (hal. 62-70).
Yuswanto dan Sinaradi (Ed.). (2000). KANKER. Yogyakarta: Penerbitan
Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Download