Psikologi Komunikator - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
Psikologi Komunikator
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Hubungan
Masyarakat
Tatap Muka
11
Kode MK
Disusun Oleh
MK85006
Ety Sujanti, M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Modul ini ditulis untuk membantu
mahasiswa mengetahui pengaruh
komunikasi kita pada orang lain dan
beberapa karakteristik komunikator
sebagai salah satu unsur terciptanya
komunikasi yang efektif
Diharapkan mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan kembali
pengaruh komunikasi kita pada orang
lain dan beberapa karakteristik
komunikator sebagai salah satu unsur
terciptanya komunikasi yang efektif
Psikologi Komunikator
I.
Pengaruh Komunikasi
Sebelum faktor karakteristik komunikator tersebut diuraikan, terlebih dahulu akan
dijelaskan pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh
Herbert C. Kelman.
Menurut Kelman, pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa 3 hal :
1. Internalisasi (internalization)
2. Identifikasi (identification)
3. Ketundukan (compliance)
Internalisasi
Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan
itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Kita menerima gagasan, pikiran, atau
anjuran orang lain karena gagasan, pikiran, atau anjuran orang lain itu berguna untuk
memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai kita.
Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Misalnya
kita berhenti merokok, karena kita ingin memelihara kesehatan kita karena merokok tidak
sesuai nilai-nilai yang kita anut.
Identifikasi
Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau
kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri
secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu.
Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
Dalam identifikasi, individu mendefinisikan perannya sesuai dengan peranan orang
lain. Dengan perkataan lain, ia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain.
Dengan mengatakan apa yang ia katakan, melakukan apa yang ia akukan, mempercayai
apa yang ia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang
memengaruhinya. Identifikasi terjadi ketika anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid
meniru tindak tanduk gurunya, atau penggemar bertingkah dan berpakaian seperti bintang
‘14
2
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang dikaguminya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi ialah atraksi (daya
tarik komunikator).
Ketundukan
Ketundukan terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain
karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok lain
tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang
memengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan
karena mempercayainya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan
efek sosial yang memuaskan. Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut
dipecat, pegawai negeri yang masuk parpol tertentu karena kuatir diberhentikan, petani yang
menanam sawahnya karena ancaman pamong desa adalah contoh-contoh ketundukan,
II. Karakteristik Komunikator
1) Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan tantang sifat-sifat komunikator.
Dari definisi ini terkandung dua hal, yaitu : pertama; kredibilitas adalah persepsi komunikan,
jadi tidak inheren dalam diri komunikator; kedua; kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat
komunikator (disebut juga komponen-komponen kredibilitas). Karena kredibilitas itu adalah
masalah persepsi, berarti kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (yaitu
komunikan), topik yang dibahas dan bergantung pula pada situasi.
Contoh :
-
Anda mungkin memiliki kredibilitas di tengah-tengah teman-teman Anda,
tetapi tidak berarti apa-apa di hadapan pimpinan universitas Anda.
-
Profesor botak akan didengarkan baik oleh mahasiswanya, tetapi tetap
saja akan dimakan habis oleh buaya di sungai.
Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelaslah bahwa kredibilitas tidak ada pada diri
komunikator, tetapi terletak pada persepsi si komunikan Oleh karena itu, ia dapat berubah
atau diubah, terjadi atau dijadikan. Kita dapat menghadirkan “the man on the street” di
ruangan kuliah dan mengumumkan pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam
ilmu komunikasi. Disini kita membentuk persepsi orang lain dengan deskripsi verbal. Kita
‘14
3
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
juga dapat menurunkan kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang
lusuh atau menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan. Disini kita memanipulasi persepsi
orang dengan petunjuk nonverbal.
Hal-hal yang memengaruhi persepsi komunikan tentang komunikator sebelum ia
melakukan komunikasinya disebut prior ethos. Sumber komunikasi memperoleh prior ethos
karena berbagai hal. Kita membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalaman
langsung dengan komuniaktor itu, atau dari pengalaman wakilan. Misalnya, karena sudah
lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita
sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa.
Bisa juga kita membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada
kelompok rujukan orang itu, artinya kita meletakkannya pada skema kognitif kita. Misalnya,
anda akan tekun mendengarkan penceramah yang diperkenalkan sebagai Kiai Haji Doktor
Sanjaya Raja, karena gelar-gelar itu melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami
ilmu agamanya. Pada umumnya penelitian tentang kredibilitas berkenaan dengan prior
ethos.
Faktor lain, selain persepsi dan topik yang dibahas, yang memengaruhi kredibilitas
adalah faktor situasi. Pembicara pada media massa memiliki kredibilitas yang tinggi
dibandingkan dengan pembicara pada pertemuan RT. Begitu pula ceramah di hadapan
civitas akademica
suatu perguruan tinggi yang berstatus tinggi akan meningkatkan
kredibilitas penceramah. Sebaliknya penceramah yan semula memiliki kredibilitas yang
tinggi, akan hancur kredibilitasnya setelah ia berbicara pada situasi yang dipandang “kotor”,
atau di tengah-tengah kelompok yang dianggap berstatus rendah.
Meskipun belum banya penelitian dilakukan tentang pengaruh situasi terhadap
persepsi komunikan tentang komunikator, akan tetapi dapat diduga bahwa pada akhirnya
kredibilitas dipengaruhi oleh interaksi di antara berbagai faktor.
Komponen-komponen Kredibilitas:
a. Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam
hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada
keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau
terlatih. Sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak
berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh.
b. Kepercayaan
‘14
4
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
adalah kesan komunikate tentang komunikator yang brkaitan dengan wataknya.
Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis. Atau apakah
komunikator dinilai tidak jujur, lancung, suka menipu, tidak adil, dan tidak etis.
Koehler, Annatol, dan Appelbaum (1978) menambahkan 4 lagi sebagai komponen dari
kredibilitas sebagai berikut :
a. Dinamisme
Umumnya berkaitan dengan cara orang berkomunikasi. Komunikator memiliki
dinamisme bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan
berani. Sebaliknya komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, dan
lemah.
Dalam
komunikasi,
dinamisme
memperkokoh
kesan
keahlian
dan
kepercayaan.
b. Sosiabilitas
Adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan
senang bergaul.
c. Koorientasi
Merupakan kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili
kelompok orang yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
d. Karisma
Digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang
menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di
sekitarnya.
2) Atraksi
Terdapat faktor-faktor situasional yang memengaruhi atraksi interpersonal seperti
daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orangorang yang tampan dan cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan yang memiliki
kemampuan yang lebih dari kita. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menjadi menarik,
dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Kita juga tertarik kepada seseorang karena
adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.
‘14
5
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Karena itulah, komunikator yang ingin memengaruhi orang lain sebaiknya memulai
dengan menegaskan adanya kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Kenneth Burke,
seorang ahli retorika, menyebut upaya ini sebagai “strategy of identification”. Komunikan
akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia memandang banyak kesamaan
diantara keduanya. Hal tersebut dibenarkan oleh Everett M. Rogers melalui penelitiannya
mengenai suatu kondisi yakni homophily dan heterophily.
Pada kondisi yang pertama,
komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi,
pendidikan, sikap, kepercayaan dan lain-lain. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan
status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, kepercayaan antara komunikator dan komunikan.
Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily. Seorang komunikator dapat
mempersamakan dirinya dengan komunikan dengan menegaskan persamaan dalam
kepercayaan, sikap, maksud dan nilai-nilai berkaitan dengan suatu masalah. Simons
menyebut kesamaan ini sebagai kesamaan disposisional (dispositional similarity). Misalnya,
seorang penyuluh mengatakan pada khalayaknya bahwa ia juga sama dengan mereka
menginginkan kesejahteraan keluarga, pendidikan yang baik bagi anak-anak dan
sebagainya. Bila ia berhadapan dengan kelompok agama, dan ia menyatakan agamanya
sama dengan agama mereka, berasal dari lingkungan sosial yang sama dengan pendengar
maka ia menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).
Rogers membuktikan pengaruh faktor kesamaan ini dari penelitian-penelitian
sosiologis. Serangkaian studi psikologis yang dilakukan Stotland dan kawan-kawan
(Stotland dan Dunn, 1962; Stotland, Zander, dan Natsoulas, 1961) memperkuat teori
Rogers. Mereka membuktikan bahwa orang mudah berempati dan merasakan perasaan
orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Stotland bersama Patchan (1961) juga
menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator dan komunikan memudahkan terjadinya
perubahan pendapat.
Selanjutnya Simons menjelaskan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki
kesamaan dengan komunikan cenderung berkomunikasi lebih efektif, yaitu :
a. Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding).
Yakni proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasangagasan. Pendidikan yang sama akan memudahkan komunikan untuk
memahami arti dan makna pesan yang disampaikan oleh komunikator.
‘14
6
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Kesamaan membantu membangun premis yang sama.
Premis yang sama mempermudah proses deduktif. Ini berarti bila kesamaan
disposisional relevan dengan topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh
komunikator. Seorang komunikator menyampaikan paham sosialis maka antara
komunikator dan komunikan akan ada perhatian yang sama terhadap kelompok
kecil sehingga komunikasi akan efektif. Tidak akan sulit bagi komunikan
mengikuti pendapat komunikator.
c. Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator.
Apabila terdapat kesamaan maka komunikan akan cenderung menerima
gagasan-gagasannya.
d. Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Akan
tetapi oleh beberapa ahli pendapat ini masih dianggap lemah sehingga masih
harus dibuktikan lagi melalui penelitian.
3) Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti halnya kredibilitas
dan atraksi, ketundukan timbul dari antara komunikator dan komunikan. Kekuasaan
menyebabkan seseorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang
lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting.
French dan Raven mengemukakan jenis-jenis kekuasaan sebagai berikut :
1. Kekuasaan Kooersif (coersive power)
Menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan
hukuman pada komunnikan. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal
(misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat bila
melaksanakan tugas dengan baik atau pemecatan bila tidak menjalan tugas dengan
baik).
2. Kekuasaan Keahlian (expert power)
Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan atau kemampuan
yang dimiliki komunikator. Dosen memiliki kekuasaan keahlian sehingga ia dapat
menyuruh mahasiswanya menafsirkan suatu teori sesuai pendapatnya.
‘14
7
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Kekuasaan Informasional (informational power)
Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki
oleh komunikator. Ahli computer memiliki kekuasaan informasional ketika menyarankan
kepada seorang pemimpin perusahaan untuk membeli computer jenis tertentu.
4. Kekuasaan Rujukan ( reference power )
Komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya.
Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan
kekaguman pada komunikan sehingga seluruh perilakunya diteladani. Seorang Gus Dur
dengan mudah dapat memengaruhi pengikutnya karena kharismanya.
5. Kekuasaan Legal (legitimate power).
Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan
komunikator berwewenang untuk melakukan suatu tindakan, misalnya Rektor di
Universitas, manajer di sebuah perusahaan swasta, komandan kompi di kalangan
tentara atau kiai di lingkungan pesantren memiliki kekuasaan legal.
Banyak tindakan dan perasaan baik positif dan negatif yang dihasilkan dari
penggunaan kekuasaan. Jelas sekali bahwa tujuan yang baik dan etis dari seorang
pemimpin adalah menggunakan kekuasaan sehingga dapat menghasilkan hal yang positif.
Untuk mendapatkan hasil yang positif, seorang pemimpin harus bisa menentukan jenis
kekuasaan apa yang tepat untuk situasi tertentu. Para bawahan (followers)dapat diprediksi
reaksinya pada salah satu dari tiga efek penggunaan kekuasaan.
Resistance
Negative
Compliance
Commitment
Positive
Commitment—Para bawahan menerima kekuasaan sebagai hal yang masuk akal dan
legal.
Compliance—Para bawahan menerima proses dan mengikuti, walaupun mereka tidak
merasa untuk berkomitmen.
Resistance—Para bawahan tidak setuju dengan usaha untuk memengaruhi dan
menolaknya.
‘14
8
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berikut ini disampaikan beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan penggunaan
kekuasaan dalam memengaruhi perilaku orang lain :
1. Komunikan akan lebih baik diyakinkan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai
dengan dijanjikan ganjaran daripada diancam dengan hukuman. Ancaman yang kuat
bahkan dapat mennimbulkan efek boomerang (Heilman & Garner, 1975).
2. Efektivitas ancaman dapat ditingkatkan bila komunikator memberikan alternative
perilaku ketundukan sehingga komunikan masih dapat melakukan pilihan walaupun
terbatas (Heilman & Garner, 1975).
3. Kekuasaan informasional sering kali digunakan bila komunikator memandang
prestasi komunikan yang kurang baik disebabkan oleh kurangnya motivasi (Kipnis,
1974)
4. Bila atasan melihat bahwa prestasi jelek bawahannya disebabkan kekurangannya
kemampuannya, ia akan menggunakan kekuasaan keahlian (Kipnis, 1974).
5. Kekuasaan koersif umumnya digunakan bila pemimpin (komunikator) menganggap
komunikan tidak melakukan anjuran dengan baik karena ia bersikap negative atau
mempunyai kecenderungan melawan pemimpin (Goodstadt & Hjelle, 1973).
6. Kekuasaan koersif juga sering digunakan oleh komunikator yang kurang percaya diri,
yang merasa tidak berdaya (Goodstadt & Hjelle, 1973) atau oleh orang-orang yang
merasa tertekan, tertindas, dan teraniaya (Raven, 1974).
Penelitian psikologis tentang penggunaan kekuasaan menunjukkan bahwa orang
memilih jenis kekuasaan yang dimilikinya tidak secara rasional. Orang menggunakan
kekuasaan koersif sering hanya karena ingin memenuhi kepuasan diri atau menunjang
harga diri.
Tetapi apa pun jenis kekuasaan yang dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh
yang paling lemah dibandingkan dengan identifikasi dan internalisasi. Dengan begitu,
kekuasaan sebaiknya digunakan setelah kredibilitas dan atraksi komunikator.
Daftar Pustaka
‘14
9
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Psikologi Komunikasi, Jalaluddin Rakhmat, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001
2. Sosiologi Suatu Pengantar, Soerjono Soekanto, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2012
3. Sosiologi Komunikasi, Sutaryo, Arti Bumi Intaran, Jakarta, 2005
4. Interpersonal Communication Everyday Encounters, Julia T. Wood, Wadswprth Group,
USA, 2002
5. Social Psychology, James W. Vander Zanden, Random House Inc., USA, 1984
6. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Dennis McQuail, Erlangga, Jakarta, 1987
‘14
10
Psikologi Komunikasi
Ety Sujanti, M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download