Laporan Penelitian FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA Oleh: Drs. Badhu Nadapdap, M.S. FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2008 Pengesahan Laporan Penelitian ____________________________________________________________ 1. a. Judul Penelitian : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia b. Bidang Ilmu : Ekonomi c. Kategori : Penelitian ini untuk mengembangkan fungsi kelembagaan perguruan tinggi _____________________________________________________________ 2. Peneliti a. Nama Lengkap : Drs. Badhu Nadapdap, M.S. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. GolonganPangkat : IV/b d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural : Kepala Laboratorium Komputasi f. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Ekonomi Pembangunan g. Pusat Penelitian : Sosial Ekonomi _____________________________________________________________ 3. Susunan Penelitian : Ketua: Drs. Badhu Nadapdap. M.S. _____________________________________________________________ 4. Lokasi Penelitian : Indonesia _____________________________________________________________ 5. Bila penelitian merupakan kerjasama dengan instansi lain sebutkan: a. Nama Institusi : --b. Alamat : --_____________________________________________________________ 6. Lama Penelitian : September – Oktober 2008 _____________________________________________________________ 7. Biaya Penelitian : Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah) Biaya Sendiri _____________________________________________________________ Medan, Desember 2008 Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi, Drs. Oloan Simanjuntak,M.M. Menyetujui Lembaga Penelitian, Ketua, Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S. Peneliti, Drs. Badhu Nadapdap, M.S. KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Mulia atas segala berkat dan kebaikannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dengan judul: ”Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia” merupakan satu dharma dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kami sadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan, antara lain kedalaman pembahasan dan cara penyajian. Karena itu dengan senang hati kami menerima jika ada masukan berupa tanggapan dan kritik yang sifatnya membangun. Terima kasih kepada Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan, Dekan Fakultas Ekonomi, da Ketua Lembaga Penelitian atas bantuan mereka selama ini sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Juga kepada mahasiswa Ekonomi Pembangunan, khususnya Sdri. Marta. Akhir kata , kiranya Laporan Penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca sebagai salah satu kontribusi kami dalam mewujudkan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas HKBP Nommensen. Medan, Desember 2008 Peneliti, Drs. Badhu Nadapdap, M.S DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ……………………………………………………………… i …………….……………………………………………………… ii ……………………………………………………………….. iv Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar ……………………………………………………………….. v Abstraksi …………………………….………………………………………. vi BAB 1. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1 1.1. Latar Belakang …………………………………………………. 1 1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………… 5 1.3. Hipotesis 1.4. Tujuan Penelitian ………………………………………………. 1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 6 ……………………………………………………….. 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 6 8 2.1. Uang ……………………………………………………………….. 8 2.2. Permintaan Uang ……………………………………………………. 14 2.3. Suku Bunga ……………………………………………………….. 20 2.4. Kurs ……………………………………………………………… 25 2.5. Produk Domestik Bruto ……………………………………………. 37 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ………………………..……….. 3.1.Daerah Penelitian ………………………………………………… 38 38 3.2. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data …………………. 38 3.3. Metode Analisis Data …………………………………………….. 39 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 46 4.1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang … 46 4.2. Analisis Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik ….………………. 51 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 55 5.1. Kesimpulan ……………………………………………………… 55 5.2. Saran …………………………………………………………….. 56 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 57 DAFTAR TABEL Halaman Tabel Tabel 2.1 Alasan Mengapa Masyarakat Memegang Uang .......................... 20 Tabel 3.1 Perkembangan Permin Uang, Suku Bunga Deposito Berjangka, Kurs Rupiah, dan Produk Domestik Bruto …………. 39 Tabel 4.1. Hasil Analisis Regresi ………………………………………….. 47 Tabel 4.2. Matrikis Korelasi ……………………………………………….. 52 Tabel 4.3. Statistik Kolinearitas ……………………………………………. . Tabel 4.4. Hasil Uji Breusch-Godfrey (BG) ……………………………….. 53 54 DAFTAR GAMBAR Gambar Gambar 3.1. Permintaan Uang ............................................................. Halaman 24 ABSTRAKSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap permintaan uang di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data sekunder diperoleh bahwa kurs rupiah dan Produk Domestik Bruto masing-masing memberikan pengaruh positif terhadap permintaan uang di Indonesia sedangkan suku bunga deposito berjangka memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia. Berdasarkan uji t, faktor-faktor kurs rupiah dan PDB memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap permintaan uang tetapi suku bunga deposito berjangka tidak meberikan pengaruh yang nyata. Koefisien determinasi R2 = 0,932 yang berarti bahwa 93,2% keragaman variabel respon permintaan uang di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan PDB. Dan nilai uji f = 49,963 (sangat nyata) menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel permintaan uang di Indonesia dengan, suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan PDB sudah sangat baik, model sudah sesuai untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel ekonomi tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penemuan terpenting manusia dalam kemajuan peradabannya ialah uang. Setiap orang menyadari bahwa uang memegang peranan penting bagi perekonomian baik secara nasional maupun internasional. Uang juga memiliki tujuan yang fundamental dalam sistem perekonomian yakni memudahkan pertukaran barang dan jasa, mempersingkat waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan perdagangan. Kita dapat menjalani hidup pada masa kini dengan relatif mudah dan nyaman karena adanya uang. Transaksi-transaksi baik berskala kecil maupun besar dapat diselesaikan dengan cepat, mudah, murah dan akurat karena telah terbangunnya sistem keuangan yang kuat dan efisien. Dengan uang, manusia dapat mempersiapkan masa tuanya, tanpa khawatir apa yang diperolehnya, membusuk atau kehilangan nilai karena rusak. Konsekuensi dari peranan uang di atas maka timbullah suatu interaksi dari masyarakat yang disebut sebagai permintaan uang (money demand). Uang sebagai institusi ekonomi bermakna uang mempunyai fungsi untuk meningkatkan kemampuan manusia melakukan alokasi sumberdaya ekonomi. Dalam perkonomian modern uang sering dipergunakan sebagai alat penimbun kekayaan dalam bentuk tabungan. Jika jumlah tabungan sudah banyak, pertani dapat mempergunakannya untuk berbagai tujuan seperti memperbesar skala usaha dan meningkatkan aktivitas hidupnya melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya ekonomi. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat membutuhkan uang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Bahkan, negara juga memerlukan uang dalam jumlah tertentu dalan menjalankan roda-roda perekonomian suatu negara. Peredaran uang yang baik sangat diperlukan, guna menunjang perekonomian suatu negara. Dalam hal ini peranan bank sentral sangat diperlukan dalam mengatur sistem peredaran uang. Tidak hanya itu, dalam suatu sistem perekonomian, hanya bank sentral yang dapat menciptakan atau mengeluarkan uang dalam berbagai bentuk dalam memenuhi kebutuhan manusia akan uang. Bank sentral mempengaruhi bagaimana arus pembayaran dan peredaran uang di suatu negara. Karena bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia memiliki tugas mengatur dan menjaga sistem/lalulintas pembayaran, mempunyai wewenang untuk menaikkan dan mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran. Dalam hal memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tingkat pendapatan nasional, suku bunga deposito, kurs, maupun PDB serta faktor-faktor yang lain, yang cukup memberi pengaruh terhadap permintaan masyarakat akan uang di banyak negara, khususnya di Indonesia. Menurut Keynes, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat permintaan uang adalah keinginan untuk bertransaksi. Dalam keinginan bertransaksi, hal yang berpengaruh adalah pendapatan. Tingkat pendapatan nasional adalah merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia dan juga dapat dijadikan cerminan kesejahteraan masyarakat. Tingkat pendapatan mempengaruhi keinginan orang untuk bertransaksi. Dalam kaitannya memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga perbankan. Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dimana pergerakan suku bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Manusia dihadapkan pada pilihan antara memegang uang tunai dan menyimpannya dalam lembaga keuangan. Masyarakat juga harus mengetahui keuntungan-keuntungan yang didapat dalam memegang uang secara tunai ataupun menyimpannya guna mendapatkan pendapatan dalam bentuk bunga. Manusia dalam tujuan memegang uang di bank juga memiliki faktor-faktor lain yang mempengaruhi yakni meningkatkan kekayaan dimasa depan melalui simpanan berjangka. Masyarakat juga memiliki hubungan dengan masyarakat luar negeri dalam hal transaksi. Dalam bertransaksi dengan masyarakat luar negeri, masyarakat menggunakan sebuah mata uang yang telah ditetapkan yang biasanya memiliki nilai yang kuat. Oleh karena itu, nilai tukar atau kurs juga memiliki pengaruh dalam permintaan uang masyarakat. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia, dimana nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah Indonesia mencapai level di atas Rp 10.000,-, sektor impor mengalami kelesuan akibat makin mahalnya bahan baku yang akan diimpor. Permintaan uang juga memiliki pengaruh terhadap kondisi perekonomian. Perekonomian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tingkat pertumubuhan ekonomi dapat dilihat dari output yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Masyarakat memerlukan uang dalam keinginannya untuk bertransaksi. Masyarakat ingin mengambil bagian terhadap output yang telah dihasilkan perekonomian tersebut. Menurut pandangan ekonomi Klasik, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar. Karena jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat output atau pendapatan. Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat, bgitu juga sebaliknya. Jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat bukanlah semata mata nilai nominalnya, tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominalnya dibandingkan dengan tingkat harga. Menurut teori Keynes, ada 3 motivasi orang memengang uang, yaitu: Untuk transaksi (transaction motive), permintaan uang untuk transaksi dalam teori keynes adalah sama dengan permintaan uang dalam teori klasik. Masyarakat memengang uang (holding money) dalam rangka mempermudah kegiatan transaksi sehari-hari. Permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Bila pendapatan meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat. Berjaga-jaga (precautionary motive), hal lain yang juga memotivasi orang memengang uang adalah persiapan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan atau tak terduga, misalnya sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-jaga juga berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Jika pendapatan meningkat, permintaan uang untuk berjaga-jaga juga meningkat. Memperoleh keuntungan (speculative motive), konsekuensi dari fungsinya sebagai penyimpanan nilai (store of value), uang dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Motivasi menyimpan uang untuk memperoleh keuntungan disebut sebagai motivasi spekulasi. Keynes mengembangkan teori ini berdasarkan asumsi bahwa uang adalah salah satu dari dua aset financial yang dapat dimiliki masyarakat. Aset yang lainnya adalah obligasi (bond), yaitu surat utang yang disertai janji memberikan pendapatan bunga. Jenis obligasi yang dimaksudkan oleh Keynes adalah obligasi yang jatuh temponya tidak terbatas (consol bond) dan tidak memiliki risiko gagal ditagih (defauldt). Dari uraian-uraian di atas, penulis melihat adanya signifikasi variabel ekonomi. Dalam hal ini PDB, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan suku bunga deposito berjangka terhadap permintaan uang masyarakat. Untuk itu penulis tertarik untuk menganalisis dan meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “FaktorFaktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito berjangka terhadap permintaan uang di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh kurs terhadap permintaan uang di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap permintaan uang di Indonesia? 1.3. Hipotesis Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Suku bunga deposito berjangka mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia, ceteris paribus. 2. Kurs rupiah mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia, ceteris paribus. 3. Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia, ceteris paribus. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga deposito berjangka terhadap permintaan uang di Indonesia. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap permintaan uang di Indonesia. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh produk domestik bruto terhadap permintaan uang di Indonesia. 1.5. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan studi bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi UHN khususnya bagi mahasiswa Ekonomi Pembangunan. 2. Sebagai masukan atau sebagai bahan kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya atau sebagai bahan pembanding dalam membuat keputusan oleh lembaga yang berwenang dalam pengedaran uang yaitu Bank Indonesia. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Uang 2.1.1. Evolusi Uang Menurut William (2000), bahwa pada mulanya tidak ada uang, keluarga pada jaman dahulu mencukupi kebutuhannya sendiri. Setiap rumah tangga memproduksi semua yang mereka konsumsi dan mengkonsumsi semua yang mereka produksi, sehingga sedikit kebutuhan untuk pertukaran. Tanpa pertukaran tidak ada kebutuhan akan uang ketika spesialisai muncul pertama kali, seperti ketika orang ada yang pergi berburu dan yang lainnya bertani, pemburu dan petani harus berdagang. Dengan demikian spesialisasi tenaga kerja berakibat adanya pertukaran, tetapi macam barang yang diperdagangkan cukup terbatas sehingga orang dengan mudah dapat menukar produk mereka secara langsung untuk produk yang lain sistem ini disebut barter. Barter merupakan pertemuan dua keinginan (double coincidence of wants), yang terjadi jika seorang pedagang ingin menukar produknya dengan yang ditawarkan orang lain. Apabila seorang pemburu ingin menukar kulit dengan jagung milik petani, ini merupakan suatu kejadian yang kebetulan. Tetapi apabila petani juga ingin menukar jagung miliknya dengan kulit milik sipemburu, merupakan kebetulan yang kedua, dengan demikian dapat dikatakan sebagai double coincidence of wants. Sepanjang spesialisasi masih terbatas, katakanlah dua atau tiga macam barang, perdagangan yang saling menguntungkan relatif mudah untuk terjadi. Dalam situasi tersebut tidak banyak diperlukan kebetulan. Dengan berkembangnya perekonomian, peningkatan spesialisasi dalam pembagian tenaga kerja telah meningkatkan kesulitan untuk menemukan barang yang cocok untuk diperdagangkan. Produsennya tidak hanya 2 macam, tetapi bisa ratusan. Dalam sistem barter, pedagang tidak hanya mencari dua kebetulan, tetapi juga harus menyetujui nilai tukarnya, berapa banyak kulit yang harus ditukar dengan jagung. Apabila hanya dua macam barang yang diproduksi, hanya satu nilai tukar yang harus ditentukan, tetapi dengan meningkatnya jumlah barang yang diproduksi dalam perekonomian, banyaknya nilai tukar juga meningkat. Peningkatan spesialisasi menaikkan biaya transaksi pada sistem barter. Pertukaran menjadi lebih memakan waktu dan tidak praktis. 2.1.2. Defenisi dan Pengertian Menurut Prathama dan Mandala (2005), bahwa dari sudut pandang ekonomi, uang (uang) merupakan stok aset-aset yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Karena itu uang dapat berbentuk apa saja, tidak berarti segala sesuatu itu adalah uang. Misalnya, kita mengenal dan menggunakan uang kertas yang digunakan sebagai alat transaksi; tetapi tidak semua kertas adalah uang. Bukan karena harga kertas sangat murah, melainkan karena tidak diterima/dipercaya oleh masyarakat umum sebagai alat pembayaran. Kita pernah mendengar pada zaman dahulu ada logam yang terbuat daru emas. Uang dinar (emas) di Timur Tengah pada masa lampau merupakan uang yang tinggi nilainya. Dizaman modern ini, walaupun harga emas tinggi, uang logam emas tidak lagi digunakan sebagai alat transaksi, karena kedudukannya telah digantikan oleh bentuk-bentuk uang yang lain seperti berikut. 1. Uang Fiat (Fiat Money atau Token Money) Uang fiat adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai nominalnya jauh lebih besar dari komoditas itu sendiri (nilai intristiknya atau intristic value). Contoh paling mudah ialah uang kertas Rp.100.000,- yang anda terima. Nilai nominal uang kertas tersebut lebih tinggi dari nilai kertasnya. Tetapi mengapa masyarakat mau menerima selembar kertas yang nilainya tidak seberapa itu dapat digunakan untuk berbelanja seharga Rp. 100.000,- Karena pemerintah telah menetapkannya lewat keputusan resmi, sehingga masyarakat menjadi percaya. 2. Uang Komoditas (Comodity Money) Uang komoditas adalah uang yang nilainya sebesar nilai komoditas itu sendiri. Contohnya, pada masa lalu nilai sekeping uang perunggu adalah lebih kecil dari sekeping uang perak, sedangkan uang perak lebih murah dari uang emas. 3. Uang Hampir Likuid Sempurna (Near Money) Salah satu syarat suatu asset untuk dapat digunakan sebagai uang adalah likuiditasnya. Uang fiat dan komoditas adalah uang likuid yang sempurna, sehingga untuk dapat digunakan tidak perlu ditukarkan atau dicairkan lebih dahulu. Selain kedua jenis uang tersebut ada juga asset financial yang berfungsi sebagai uang, namun untuk menggunakannya harus ditukarkan/dicairkan terlebih dahulu. Misalnya, uang dalam bentuk cek (demand deposit) dapat diterima sebagai alat pembayaran. Namun tidak semua pelaku kegiatan ekonomi mau menerimanya. Bukan karena tidak percaya, tetapi bila ingin digunakan harus ditukarkan kedalam bentuk uang kertas atau uang logam. Karena itu walaupun dapat digunakan sebagai uang, sek bukanlah substitusi sempurna bagi uang kertas/logam. 2. 1.3. Fungsi Uang Menurut Prathama dan Mandala (2005) bahwa uang memiliki empat fungsi penting, yaitu sebagai satuan hitung (unit of account), alat transaksi/pemayaran (medium of exchange), penyimpanan nilai (store of value), dan standar pembayaran dimasa mendatang (standar of deferred payment). 1. Satuan Hitung (Unit Of Account) Yang dimaksud uang sebagai satuang hitung adalah uang dapat memberikan harga suatu komoditas berdasarkan satu ukuran umum, sehingga syarat terpenuhinya double coincidenceof wants tidak perlukan lagi. Misalnya, jika harga sepotong celana jeans adalah Rp. 200.000,00 dan sepasang sepatu kulit adalah Rp. 250.000,00 maka bila Dini ingin membeli keduanya, dia harus menyiapkan uang sebesar Rp. 450.000,00. Seandainya Dini memiliki 5 ekor kambing yang harga seekornya adalah Rp. 100.000,00, dia tidak perlu membawa dua ekor ke took celana dan dua setengah ekor ke took sepatu. Yang Dini lakukan adalah menjual kelima kambingnya sehingga memperoleh Rp. 500.000,00, kemudian Rp. 200.000,00 dipakai untuk membeli celana jeans Rp. 250.000,00 untuk membeli sepatu, dan sisanya Rp. 50.000,00 digunakan untuk membeli yang lain. 2. Alat Transaksi (Medium of Exchange) Uang juga berfungsi sebagai alat transaksi. Telah dikatakan, untuk dapat berfungsi sebagai alat tukar, uang hraus diterima/mendapat jaminan kepercayaan. Dalam perekonomian modern ini, jaminan kepercayaan itu diberikan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang atau keputusan yang berkekuatan hukum. Dengan fungsi sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah dan mempercepat kegiatan pertukaran dalamperekonomian modern. 3. Penyimpanan Nilai (Store of Value) Fungsi uang sebagai penyimpanan nilai dikaitkan dengan kemampuan uang menyimpan hasil transaksi atau pemberian yang meningkatkan daya beli, sehingga semua transaksi tidak perlu dihabiskan saat itu juga. Misalnya Maya adalah peternak ayam. Bulan lalu maya menjual 1.000 ekor ayamnya dengan nilai Rp. 20juta. Karena uang memiliki fungsi penyimpan nilai, Maya dapat menyimpan uang hasil penjualan ayamnya untuk digunakan dimasa yang akan datang. 4. Standart Pambayaran di Masa Mendatang (Standart of Deferred Payment) Banyak sekali kegiatan ekonomi yang balas jasanya tidak diberikan saat itu juga. Para pegawai umunya setelah sebulan penuh baru mendapat gaji. Contoh lain adalah transaksi utang-piutang, mungkin baru dapat diselesaikan dalam tempo belasan tahun. Pembayaran dimasa yang akan datang tersebut dimungkinkan karena uang memiliki fungsi sebagai syarat pembayaran dimasa mendatang. Dengan fungsi tersebut barapa balas jasa atau pembayaran dimasa mendatang menjadi lebih mudah dihitung, karena diukur dengan nilai dengan daya beli (purchasing power) dibanding bila diukur dengan nilai komoditas tertentu. 2.1.4. Uang dan Perbankan Menurut William (2000) bahwa, kata bank berasal dari Italia branca, yang berarti ”bangku”, karena pada mula-mula menjalankan bisnis mereka dengan menggunakan bangku. Perbankan menyebar Italia ke Inggris. Goldsmith (tukang emas) diLondon menawarkan penyimpanan untuk uang dan barang berharga lain. Goldsmith harus memberikan simapan kembali kepada pemilik sesuai permintaan. Tetapi karena jumlah penarikan oleh beberapa orang cenderung seimbang dengan penambahan simpana oleh orang lain lagi, maka jumlah simpanan (atau emas) yang menganggur digudang goldsmith biasanya sejumlah relatif konstan sepanjang waktu. Goldsmith berpikir bahwa mereka dapat mendapatkan bunga dengan meminjamkan simpanan yang menganggur tersebut. Penyimpanan uang pada goldsmith lebih aman dari pada meninggalkannya ditempat yang mudah dicuri, tetapi mendatangi goldsmith setiap kali membutuhkan adalah merepotkan. Penyimpanan uang menjadi lelah karena harus datang ke goldsmith setiap kali memerlukan uang untuk membeli sesuatu. Goldsmith kemudian mengatur suatu langkah praktis agar pembeli, seperti petani dapat menuliskan perintah supaya goldsmith membayar kepada orang lain, dalam hal ini adalah pedagang kuda, sejumlah tertentu yang dibebankan kepada rekening pembeli. Pembayaran tersebut menyebabkan goldsmith memindahkan emas dari pembeli (petani) kepada penjual (pedagang kuda). Perintah tertulis untuk goldsmith tersebut adalah cek pertama. Cek telah menjadi bentuk perintah yang dipandang resmi. Dengan menggabungkan ide peminjam tunai dan cek, goldsmith menciptakan rekening biro kepada pemakai. Goldsmith dapat memperluas pinjaman dengan cara menciptakan rekening bagi pihak yang menerima cek dari peminjamnya. Dalam hal ini goldsmith atau bank dapat menciptakan media pertukaran atau ”menciptakan uang”. Uang ini meskipun didasarkan pada pemasukkan dalam buku besar goldsmith, dapat diterima karena masyarakat percaya bahwa cek tersebut dapat diuangkan. 2.1.5. Nilai Uang Uang telah tumbuh menjadi lebih abstrak dari komoditas fisik, menjadi selembar kertas yang tidak menunjukkan klaim pada komoditas fisik, menjadi selembar besar tidak mempunyai nilai intristik, menjadi sebuah masukkan data elektronik yang menunjukkan klaim pada selembar kertas yang tidak mempunyai nilai intristik. Kemudian mengapa uang mamiliki nilai? Kegunaan uang pada awal terjadinya membangkitkan keyakinan atas kemampuan untuk diterima secara luas. Komoditas seperti jagung dan tembakau mempunyai nilai dalam penggunaannya sekalipun untuk beberapa alasan mereka menjadi jarang dapat diterima dalam pertukaran. Pada saat uang kertas digunakan, kemampuannya untuk dapat diterima adalah karena adanya janji untuk dapat ditebus dengan emas, perak, atau bentuk yang lain. Tetapi sejak uang kertas diseluruh dunia adalah uang fiat, maka tidak ada lagi janji penebusan. Jadi, bagaimana bisa selembar kertas yang bernilai Rp.1000 dengan barang Rp.1000? Orang menerima lembaran kertas ini karena mereka percaya bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama. 2.2. Permintaan uang Teori yang menjelaskan mengenai permintaan uang dapat dibedakan menjadi teori Klasik dan teori Keynesian. 1. Teori Permintaan Klasik Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, bahwa pandangan ekonom Klasik, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar. Karena jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat output atau pendapatan. Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat, begitu juga sebaliknya. Jumlah uang yang dipengang oleh masyarakat bukanlah semata-mata nilai nominalnya tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominalnya dibandingkan dengan tingkat harga (real money balances). (M/P)d = k.Y...............................................................(1) Dimana: (M/P)d = permintaan uang M = nilai nominal uang P = tingkat harga Y = pendapatan atau output k = proporsi permintaan uang terhadap pendapatan atau output Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral (money neutrality), dalam arti uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Pendapatan tersebut dinyatakandalam persamaan kuantitas klasik (classical quantity or money) MxV = PxT ...................................................................(2) Atau MV = PT Dimana : M = Jumlah Uang yang Beredar V = Velositas uang P = Tingkat Harga Umum T = Jumlah Unit Transaksi Dengan demikian : Jumlah Uang x Velositas = Harga x Transaksi Velositas uang menunjukkan konseo yang menunjukkan berapa kali dalam setahun uang berputar didalam sebuah perekonomian. Dalam jangka pendek, kecepatan uang beredar dianggap tetap. Kesulitan dari model diatas adalah pengukuran unit transaksi (T) yang memungkinkan terjadinya penghitungan ganda. Sebab dalam dunia nyata, output yang dihasilkan amat yang digunkan adalah nilai output riil (PDB riil): MxV=PxT Jumlah Uang x Velositas = Harga x PDB riil Karena fungsi uang semata-mata sebagai alat transaksi, sedangkan velositas diasumsikan tetap, maka dalam persamaan (1) diatas yaitu: (M/P)d = kY k proporsi kebutuhan uang terhadap pandapatan, besarnya adalah 1/V. 2. Teori Permintaan Uang Keynes Menurut teori Keynes dalam Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2005), ada 3 motivasi orang memegang uang, yaitu untuk transaksi (transaction motive), berjaga-jaga (precautionary motive), dan memperoleh keuntungan (speculative motive). a. Motivasi Transaksi (Transaksi Motive) Permintaan uang untuk transaksi dalam teori Keynes adalah sama dengan permintaan uang dalam teori Klasik. Masyarakat memengang uang (holding money) dalam rangka mempermudah kegiatan transaksi sehari-hari. Permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Bila pendapatan meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat. b. Motivasi Berjaga-jaga (Precautionary Motive) Hal lain yang juga memotivasi orang memengang uang adalah persiapan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan atau tak terduga, misalnya sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-jaga juga berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Jika pendapatan meningkat, permintaan uang untuk berjaga-jaga juga meningkat. Karena permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga berhubungan searah dengan tingkat pendapatan, maka hubungannya dapat diekspresikan sebagai berikut: Mt = f(Y).............................................................................................................(3) Dimana: Mt = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Y = pendapatan M 1 Y 0 c. Motivasi Mendapat Keuntungan (Speculative Motive) Konsekuensi dari fungsinya sebagai penyimpanan nilai (store of value), uang dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Motivasi menyimpan uang untuk memperoleh keuntungan disebut sebagai motivasi spekulasi. Keynes mengembangkan teori ini berdasarkan asumsi bahwa uang adalah salah satu dari dua aset financial yang dapat dimiliki masyarakat. Aset yang lainnya adalah obligasi (bond), yaitu surat utang yang disertai janji memberikan pendapatn bunga. Jenis obligasi yang dimaksudkan oleh Keynes adalah obligasi yang jatuh temponya tidak terbatas (consol bond) dan tidak memiliki risiko gagal ditagih (defauldt). Keuntungan dari memengang uang adalah likuiditasnya yang sempurna: kapanpun dubutuhkan, pada saat itu juga dapat digunakan untuk transaksi. Tetapi biaya dari memengang uang adalah hilangnya kesempatan memperoleh bunga, dibandingkan bila menyimpannya dalam bentuk obligasi. Sebaliknyaobligasi akan memberikan pendapatn bunga. Resiko dari memengang uang obligasi adalah harga jual yang lebih rendah dari harga nominal (capital loss). Namun, resiko ini diimbangi oleh kemungkinan mendapat keuntungan dari menjual obligasi (capital gain). Pendapatan dari memengang obligasi adalah pendapatan bunga dan pendapatan dari selisih penjualan. Perubahan harga obligasi ditentukan oleh tingkat bunga pasar yang terjadi di masa mendatang. Penilaian tentang tingkat bunga, dikaitkan dengan tingkat bunga pasar yang dianggap normal. Bila masyarakat menilai tingkat bunga pasar yang berlaku saat ini adalah terlalu tinggi, mereka berekspetasi tingkat bunga dimasa mendatang akan turun. Tentunya harga obligasi akan naik, sehingga lebih menguntungkan bila memengang obligasi. Jadi pada tingkat bunga yang tinggi permintaan uang rendah. Bila tingkat bunga pasar yang berlaku saat ini dianggap terlalu rendah, masyarakat berekspetasi tingkat bunga akan turun. Harga obligasi akan turun, sehingga bila menguntungkan memengang uang. Pada tingkat bunga rendah permintaan uang meningkat. Dengan demikian ada hubungan berbanding terbalik antara tingkat bunga dengan permintaan uang berdasarkan pertimbangan memperoleh keuntungan (spekulasi) Msp = f(r)............................................................................................(4) Dimana: Msp = permintaan uang untuk spekulasi R = tingakat bunga Msp 0 r Sehingga total permintaan uang: M D = M1 + Msp........................................................................................(5) = f(Y,r) Dimana: M D = Total permintaan uang Mt Msp 0; 0 Y r Permintaan uang mempunyai keterkaitan yang erat dengan fungsi uang, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 2.1. Alasan Mengapa Masyarakat Memegang Uang Motivasi Beberapa Karakteristik Kebutuhan Transaksi Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari Sebagai alat tukar Berhubungan positif dengan pendapatan Berhubungan negatif dengan perkiraan inflasi Berjaga-jaga Untuk menghadapi kondisis darurat/tak terduga Sebagai alat tukar Sebagai penyimpanan nilai Berhubungan positif dengan pendapatan Berhubungan negatif dengan perkiraan inflasi Mendapatkan keuntungan Sebagai penyimpan nilai Sebagai salah satu bentuk asset Berhubungan negatif dengan tingkat bunga Berhubungan nilai dengan perkiraan inflasi 2.3. Suku Bunga 2.3.1. Pengertian Suku Bunga Suku bunga dapat dikatakan sebagai biaya yang dikeluarkan sebagai balas jasa karena telah menggunakan uang orang lain. Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat dikatakan sebagai harga yang harus dikelurakan bank kepada nasabah yang menyimpan dananya di bank, dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang memperoleh pinjaman). 2.3.2. Jenis Suku Bunga Dalam kehidupan sehari-hari banyak terdapat jenis suku bunga, yaitu: a. Suku Bunga Dasar Suku bunga dasar adalah tingkat bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat bunga yang telah ditetapkan bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dasar perhitungan suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan pada nasabahnya. b. Suku Bunga Efektif Suku bunga efektif adalah suku bunga yang dibayar atas harga beli suatu obligasi (BOND). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat bunga nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya. c. Suku Bunga Nominal Suku bunga nominal (nominal rate) adalah tingkat suku bunga yang dibayarkan tanpa dilakukan penyesuaian terhadap akibat-akibat inflasi. d. Suku Bunga Padanan Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan), dan setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan penghasilan bunga dalam jumlah yang sama. Menurut Elpis Purba dan Parulia Simanjuntak (2002) bahwa berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dari masyarakat (dalam hubungannya dengan nasabah) maka suku bunga dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: 1. Bunga Simpanan Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank yang merupakan harga yang harus dibayarkan bank kepada nasabahnya. Contoh: giro, bunga tabungan dan bunga deposito. 2. Bunga Pinjaman Bunga pinjaman adalah bunga atau harga yang diberikan oleh nasabah (peminjam) kepada bank atas dana atau pinjaman yang diberikan kepadanya. Contoh: bunga kredit. 2.3.3. Teori Suku Bunga 1. Teori Bunga dari Aliran Klasik Dalam Indra Darmawan (1992) bahwa Prof. Marget dari London of School of Economics, teori bunga aliran klasik dinamakan ”the pure theory of interest”. Menurut teori itu, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan modal. Jadi bunga modal terlalu dianggap sebagai harga barangbarang dan jasa-jasa, tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demikian pula tinggi rendahnya bunga modal ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan modal. Dasarnya adalah ”price determined by supply and demand”. 2. Teori Bunga dari Aliran Neo Klasik Berdasarkan Indra Darmawan , bahwa teori ini dikemukakan oleh Roberson dan dinamakan “The Loanable fund theory of interest”. Dasar teori ini hampir sama dengan teori bunga aliran klasik. Perbedaannya terletak pada suatu perbaikan kearah segi penawaran akan modal saja, menurut aliran klasik, saving (supply of capital) hanya berbentuk simpanan saja. Sedangkan menurut teori Loanable Fund Saving itu terdiri dari atas simpanan, penciptaan uang baru, dan saldo uang yang diaktifkan (actived idle balance). Maka dari itu supply of capital menurut teori ini akan lebih besar dari pada menurut teori klasik. Oleh karena dasar teori tersebut sama dengan teori klasik, maka kritik dari J.M Keynes adalah sama, yaitu bahwa tingkat bunga tidak dapat ditentukan begitu saja karena tidak diketahui tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi saving, maka tingkat bunga pun tidak diketahui. Menurut Keynes tingkat bunga dapat ditentukan tinggi rendahnya jika tingkat pendapatan telah diketahui dan tetap tidak berubah. 3. Teori Bunga Keynes Permintaan akan uang yang menurut Keynes disebut liquid of preference (permintaan uang) tergantung dari tingkat bunga. Pada grafik dibawah sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga. Tingkat bunga (%) r liquid preference Jumlah uang dan permintaan uang I Gambar 3.1. Permintaan Uang Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adalah suatu keyakinan bahwa ada tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun dibawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ketingkat normal (yakin bahwa bunga akan naik diwaktu akan datang). Jika mereka memengang surat berharga diwaktu bunga naik, maka harga nya akan turun, dan mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipengangnya, dengan sendirinya akan menambah uang kas yang dipengang, pada tingkat bunga naik. Hubungan permintaan uang negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memengang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas), sehingga keinginan memengang uang kas juga akan turun. Sebaliknya jika tingkat bunga turun, berarti ongkos memengang uang kas juga makin rendah, sehingga permintaan uang kas akan bertambah. 2.4. Kurs Berdasarkan Yoopi Abimanyu (2004) bahwa nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Kurs ini dipertahankan disemua melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing apabila harganya rendah dan menjualnya bilamana harganya tinggi. Suatu kenaikan dalam kurs disebut depresiasi atau penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Suatu penurunan dalam kurs disebut apresiasi, atau kenaikkan dalam nilai mata uang dalam negeri. Karena mata uang yang lain maka biasanya dapat dihitung suatu kurs yang efektif. Kurs efektif inilah yang merupakan rata-rata tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara. 2.4.1. Pasar Valuta Asing Menurut Prathama dan Mandala Manurung bahwa, yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang negara lain dari suatu perekonomian. Misalnya, valuta asing bagi perekonomian Indonesia adalah mata uang selain Rupiah, misalnya Yen Jepang, Ringgit Malaysia, dan Bath Thailand. Biasanya mata uang negara lain diperdangangkan dalam suatu negara, bila hubungan ekonomi baik bilateral (antara dua negara) maupun multilateral (lebih dari dua negara) relatif baik. Misalnya ketiga mata uang tersebut diatas digunakan atau diperdagangkan di Indonesia karena hubungan ekonomi dengan ketiga negara tersebut relatif baik dan intensif. Tetepi mata uang Brasil tidak diperdangangkan di Indonesia tidak memiliki hubungan langsung dan atau intensif dengan Brasil. Untuk dapat digunakan mata uang-mata uang yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara lain. Harga tersebut menggambarkan berapa banyak suatu mata uang harus dipoergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara lain. Istilah lain dalam rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar (exchange rate). Bila dikatakan nilai tukar Rupiah adalah Rp. 10.000/US$, maka untuk memperoleh satu unit US$ harus disediakan sebanyak 10.000 Rupiah. Jadi jika kita ingin membeli sebuah komputer seharga $1.000, maka kita harus menyediakan Rupiah sebanyak 10 juta unit. Sederhananya, harga komputer per unit adalah Rp.10 juta. 2.4.2. Para Pelaku Valuta Asing Setelah pengenalan pasar valas diatas maka kita akan mencoba mengindentifikasi siapa saja pelaku yang ada di dalam pasar tersebut. Dalam pasar Valas tersebut terdapat beberapa pelaku pasar yang bertransksi dengan beragam kepentingan. Adapun yang melakukan transaksi jual beli valuta asing dipasar atau peserta pasar bias dibedakan sebagai berikut: - Perusahaan Perusahaan melakukan ekspor atau impor barang dan jasa dengan negara lain membutuhkan transaksi jual beli valuta asing untuk memenuhi antisipasi kewajiban yang dimilikinya. - Masyarakat atau perorangan Masyarakat atau perorangan dapat melakukan transaksi valuta asing untuk berspekulasi dan memenuhi kebutuhannya. Contoh, seorang ayah yang akan mengirim uang buat anaknya yang sekolah ke Amerika maka dia harus membeli US Dolar. - Bank Umum Bank umum melakukan transaksi jual beli valuta asing untuk berbagai keperluan antara lain melayani nasabah (perusahaan) yang ingin bertransaksi valas, berusaha memperoleh keuntungan dari perubahan harga valuta asing dpasar, memenuhi kewajiban valuta asing yang dimilikinya. - Broker/perantara Broker adalah orang atau perusahaan yang tugasnya adalah menjadi perantara terjadinya transaksi valas. Mereka biasanya berusaha membantu pembeli mencari penjual dan sebaliknya. - Pemerintah Pemerintah melakukan transaksi valuta sing untuk berbagai tujuan antara lain membayar cicilan utang luar negeri, penerimaan utang luar negeri baru yang harus ditukar ke valuta asing, dan lain-lain. - Bank sentral Di banyak negara Bank Sentral tidak berada dibawah kendali pemerintah, dia merupakan lembaga independent yang bertugas menstabilkan perekonomian. Salah satu intrument dalam penstabilan perekonomian adalah dengan valuta asing. Adapun alur kegiatan pasar valas dapat dijelaskan sebagai berikut: Perusahaan atau perorangan yang akan melakukan transaksi karena kebutuhannya akan menghubungi bank melkukan transaksi. Dia membeli atau menjual valas dengan pihak bank. Pihak bank pada saat melakukan transaksi beli atau jual valas dengan perusahaan atau perorangan, bank biasanya langsung masuk kepasar valas antar bank guna melakukan transaksi kebalikan dari yang dia lakukan dengan nasabah. Sebagai contoh, bank membeli USD dan menjual rupiah dengan perusahaan, pada saat yang bersamaan bank menjual USD dan membeli rupiah dari valas antar bank. Hal ini dilakukan oleh bank untuk mengurangi resiko yang dihadapi, terutama resiko pergerakan kurs. Dalam melakukan transaksi valas antar bank ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu bank-bank mencari sendiri bank lain yang mau membeli USD yang menjual rupiah atau bank bias minta tolong kepada broker untuk mencari bank lain yang mau membeli USD dan menjual rupiah. Bank sentral biasanya melakukan transaksi valas untuk menstabilkan nilai tukar valuta. 2.4.3. Sistem Nilai Tukar Dalam perkembangannya ada beberapa sistem nilai tukar yang digunakan oleh banyak negara dalam menentukan dan mengelola nilai mata uangnya, antara lain: 1. Gold Specie Standart Standart ini menetukan nilai mata uang suatu negara dikaitkan dengan nilai jumlah tertentu emas. Pada saat diterapkannya standart ini, uang kertas belum dikenal luas sehingga mata uang pada saat itu masih berbentuk koin logam dan lain-lain. Nilai nominal yang tertera pada mata uang tersebut sama dengan harga bahan baku emas mata uang tersebut. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar nilai nominal mata uang sama dengan nilai bahan baku emasnya yaitu: Masyarakat harus bebas melebur mata uangnya menjadi logam mulia dan sebaliknya. Masyarakat harus bebas melakukan ekspor impor emas. Bank sentral harus membeli dan menjual emas berapapun jumlahnya pada harga tetap yang telah ditentukan. Dalam standart ini likuiditas sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi emas dan penggunaan dalam industri. 2. Gold Bullion standart Standart ini digunakan pada saat uang kertas mulai banyak digunakan dan beredar dimasyarakat sehingga pada standart ini nilai mata uang tersebut dikaitkan dengan sejumlah tertentu emas. Pada standart ini bank sentral menjamin konvertibilitas mata uangnya (uang kertas) dengan emas. Artinya pemerintah akan menukar mata uangnya dengan emas dalam jumlah tetap yang telah ditentukan. Masyarakat bebas menukar uang yang dipengangnya menjadi emas ke bank sentral. Sehingga secara teoritis setiap unit uang yang dikeluarkan pemerintah di ”backup” sejumlah teretntu emas. Namun pada kenyataannya emas yang disimpan biasanya kurang dari jumlah seharusnya disediakan untuk ”backup” seluruh uang yang beredar. Hal ini dimungkinkan karena kepercayaan masyarakat terhadap mata uang tersebut. Karena masyarakat bebas menukarkan mata uangnya kapan saja dia mau maka justru masyarakat tidak akan menukarkan mata uangnya kecuali dalam keadaan terpaksa. Contoh pemerintah Inggris bias mempertahankan cadangan emasnya hanya 5% dari jumlah yang seharusnya disediakan. Pada kedua standart tersebut emas juga merupakan alat pembayaran internasional. Jadi bila suatu negara melakukan defisit neraca pembayaran maka dia harus menyerakan emas secara fisik ke Negara yang surplus neraca pembayarannya terhadap dia. Beberapa masalah yang dihadapi Gold Standart yaitu: Gold standart tidak flexibel, dimana satu negara tidak dapat melindungi ekonomi dalam negerinya dari tekanan-tekanan dari luar. Misalnya apabila neraca pembayaran mengalami defisit maka perlambatan pertumbuhan ekonomi pasti terjadi dan tak dapat dihindari. Kesempatan untuk menghindari resesi pun kecil. Pemerintah tidak bias membiayai anggaran belanjanya dengan cara mencetak uang. Hal ini dilarang dalam standart emas, ingat setiap uang kertas yang diciptakan harus diback-up sejumlah tertentu emas yang ada dibank sentral. Untuk keadaan tertentu yang harus diselesaikan lebih penting dari sekedar dan mempertahankan standart emas itu sendiri. Sistem ini tidak bias menangani situasi ”disequilibrium” yang disebabkan oleh perang. 3. Fixed Exchange Rate System Sistem ini mulai diterapkan pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi internasional mengenai nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire Amerika Serikat pada tahun 1944 yang antara lain meyepakati hal-hal sebagi berikut: 1. Amerika Serikat akan mengaitkan mata uangnya US Dollar dengan sejumlah tertentu emas. Waktu itu ditetapkan sebanyak 35 US Dollar per ounce emas. 2. Negara-negara lain dapat menyimpan cadangannya dalambnetuk emas maupun dalam bentuk mata uang US Dollar dengan pertimbangan bahwa menyimpan dalam bentuk US Dollar mendapatkan bungan dibandingkan dalam bentuk emas yang tidak menpatakan apa-apa. 3. Amerika Serikat akan menjual emas dalam jumlah tertentu yang tetap kepada pemilik US Dollar yang sah. 4. Begitu mata uang negara lain ditentukan nilai tukarnya maka pemerintah wajib memelihara nilai tukar tersebut sehingga nilainya tetap. Cara yang ditempuh adalah dengan cara intervensi pada pasar valuta asing, sebagai contoh apabila nilai tukar mata uangnya jatuh maka pemerintah akan menjual cadangan devisanya untuk menahan penurunan nilai tukar valutanya. Hal ini akan berakibat meneurunya cadangan devisa negara tersebut. 5. Didirikan International Monetery Fund (IMF) guna membantu bank sentral yang mengalami kesulitan keuangan denagn memberikan pinjaman sementara. 4. Floating Exchange rate System Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan bebas. Nilai tukar ini ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penewaran valuta tersebut di pasar. Dalam praktek terdapat dua jenis Floating Exchange Rate System, yaitu: 1. Free Floating Exchange Rate System Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakan sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan dipasar. Bank Sentral tidak melakukan intervensi kepasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Pada sistem ini perubahan nilai tukar tidak akan berdampak langsung pada naik turunya nilai tukar valuta. 2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System Berbeda dengan sistem di atas maka pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih lagi. Pada sistem ini naik turunnya cdangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar. 2.4.4. Akibat kurs Yang tidak Sesuai Akibat mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingakn dengan valuta asing akibat ekspor akan macet adan impor didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran suatu negara menjadi terancam. Sebagai contoh: andaikan kurs dollar masih $1,00 = Rp 5.000,- dan biaya produksi karet misalnya Rp 2 juta, sedangkan harga karet yang diekspor $ 500/ton. Dengan kurs yang berlaku eksportir akan mendapat Rp 2.500.000/ton, sehingga ia untung Rp 500 ribu, sehingga ekspo akan macet. Dilain pihak, impor akan didorong. Misalnya harga sebuah mesin adalah Rp 1000,- dengan kurs 1,00 = Rp 5000, maka importir harus membayar Rp 5 juta untuk membeli mesin tersebut. Tetapi karena inflasi dalam negri, harga jual mesin tersebut menjadi naik menjadi Rp 7 juta, jadi importir akan untung. Jadi kalau kurs resmi lebih tinggi dari nilai realnya, atau kalau rupiah “over valued” (karena inflasi dalam negeri), maka ekspor akan macet dan impor akan bertambah. Hal sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau “under valued”. Apabila kurs resmi dinilai terlalu rendah dibandingkan daya belinya yang sesungguhnya, amak ekspor akan bertambah bsar, tetapi impor akan macet. Devaluasi dan Revaluasi Jika kurs resmi memang sudah tidak sesuai dengan perbandingan daya beli uang, secar resmi diturunkan terhadap valuta lain (berarti harga valuta asing dinaikkan). Sebaliknya revaluasi jika nilai tukar valuta nasional dinaikkan terhadap dollar atau valuta lainnya. 2.4.5. Teori yang Berkaitan dengan Nilai Tukar Valuta 1. Balance of Payment Approach Pendekatan ini mendasarkan diri pada pendapatan bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur permintaan dan penawaran adalah Balance of Payment. Balance of Payment dapat menunjukkan aliran dana masuk dan keluar suatu Negara. Balance of Payment ini digunakan sebagai alat ukur kekuatan penawaran dan permintaan terhadap suatu valuta tertentu. Sebagai contoh apabila Balance of Payment suatu negara menjadi defisit dapat diartiakn bahawa penghasilan (arus uang masuk) lebih kecil dari pada pengeluaran (arus keluar) maka permintaan akan mengalami penurunan dan sebaliknya. Jadi, pendekatan ini berusaha untuk menggunakan Balance of Payment sebagai faktor yang menentukan nilai tukar valuta. Dalam menggunakan pendekatan ini kita harus berhati-hati melihat data yang ada pada Balance of Paynent. Karena tidak jarang data yang tersaji disana memberikan gambaran yang bias terhadap pergerakan mata uang itu sendiri. Mari kita lihat contoh beriku: Bakance of Payment tidak memperhitungkan transaksi dipasar gelap, memenga transaksi dipasar gelap tidak terlalu besar dibanding transaksi resmi. Tetapi untuk beberapa negara yang transaksi pasar gelapnya besar (transaksi narkotika dll) maka aliran dana akan berpengaruh signifikan. Balance of Payment tidak memperhitungkan transaksi yang sifatnya berjangka 2 Teori Purchasing Power Parity Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha menghubungakan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut dengan Law of One Price bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang sama. Untuk mempermudah kita lihat contoh berikut ini: misalnya harga satu koligram apeel di Indonesia adalah Rp 20ribu dan harga barang yang sama di Amerika adalah $2, maka sesuai dengan hukum low of one price berarti $2 = Rp 20.000,- dan seharusnya nilai tukar valuta USD dibandingkan Rupiah adalah 20.000/2 = 10.000,- rupiah untuk setiap Dollar. Ada dua versi teori ini yaitu absolute dan versi relative. a. Versi absolute menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan harga barang di dua negara. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh barang yang ada di negara tersebut. Versi absolute banyak menerima kritikan karena beberapa hal antara lain: Sulit sekali menemukan produk di dua negara yang benar-benar identik. Versi ini tidak memperhatikan hal-hal lain seperti selera, tingkat pendapatan, merk barang dan lain-lain. Sebagai contoh makanan gado-gado mungkin di sukai oleh orang Indonesia dan harga relatif murah, namun dinegara lain relatif mahal karena sedikit orang yang makan makanan itu, contoh lain, orang lebih suka membeli Toyota dari pada merk lain. Versi ini tidak memperhitungkan biaya transport dan pembatasan perdagangan yang ada sampai sekarang. b. Versi relatif mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua negara adalah sama dengan selisih kenaikan barang dikedua negara pada periode tertentu. Versi ini masih menunjang banyak kritikan yaitu: Belum memprhitungkan pembatasan perdangan yang ada didua negar tersebut. Perbedaan dalam pembobotan indeks harga. Kesulitan dalam menentukan periode perhitungan sehingga mengalami kesulitan dalam perbandingan tingkat kenaikan harga. Kenyataan bahwa jangka pendek pergerakan valuta lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan dari pasar komoditi. 3. Fisher Effect yang diperkenalkan oleh Irving Fischer. Fischer Effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal disuatu Negara akan sama dengan tingkat suku bunga rill ditambah tingkat inflasi dinegara itu. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan dalam persamaan matematika sederhana dibawah ini: Suku bunga nominal = suku bunga rill + tingkat inflasi Menurut Fischer Effect, tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda. 4. International Fischer Effect pendapat ini dijelaskan oleh fischer effect yang telah dijelaskan diatas. Pendapat ini menyatakan bahwa pergerakan nilai mat uang suatu negra dibandingkan negara lain (pergerakan kurs) disebakan oleh suku bunga nominal yang ada dikedua negara tersebut. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh berikut ini misalnya suku bunga Amerika (USA) adalah 2% dan suku bunga Indonesia adalah 16%, maka menurut International Fischer Effect mata uang di Indonesia dalam hal ini Rupiah akan terdepresiasi (turun nilainya) sekitar 16%-2% = 14% dibandingkan mata uang Amerika. 2.5. Produk Domestik Bruto Jika anda diminta menilai kondisi perekonomian seseorang, maka yang pertama akan dilakukan adalah melihat berapa banyak pendapatannya. Seseorang yang memiliki pendapatan tinggi relatif mudah mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya, serta meninkmati kemewahan. Logika yang sama juga berlaku untuk perekonomian secara keseluruhan. Untuk menilai suatu negara tergolong kaya atau miskin, pertama yang kita lihat adalah seberapa banyak pendapatn total dari semua oarng yang tinggal dinegara tersebut. Itulah yang dihitung konsep PDB. Bagaimana cara kita mengukur kinerja perekonomian suatu negara? Selama abad ke-17 dan 18 kebijakan ekonomi yang paling dominan adalah merkantilisme. Banyak yang berpendapat tingkat kemakmuran ekonomi paling baik diukur dari stok logam mulia yang terakumulasi pada suatu negara. Nilai PDB suatu periode terntu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan. Misalkan dalam perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis produk yaitu baju. Selama tahun 2000 diproduksi sebanyak 1000 potong baju. Bila harga jual satu potong baju adalah Rp 10.000, maka PDB tahun 2000 besarnya adalah Rp 10 juta. Juka PDB tahun 1999 adalah Rp 4 juta, dapat diambil kesimpulan bahwa perekonomian tahun 2000 lebih baik dari tahun 1999. BA III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Penelitian Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dan atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Daerah penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan mengambil data mulai dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006. 3.2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder dengan pengambilan data dilakukan di Bank Indonesia Cabang Medan. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan ilmiah. Laporan-laporan yang ada hubungan dengan topik yang diteliti dan penelitian lapangan. (field research) dengan tujuan memperoleh data-data yang lengkap. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pencatatan langsung dengan data yang diperlukan. Data yang digunakan adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perkembangan Permintaan Uang, Suku Bunga Deposito Berjangka, Kurs Rupiah, dan Produk Domestik Bruto Tahun Permintaan Suku Bunga Deposito Uang (M2) Berjangka (3 bulanan) (milyar rupiah) (persentase) 1992 119.053 10,54 1993 145.599 6,08 1994 174.512 8,01 1995 222.638 8,13 1996 288.632 8,73 1997 355.643 24,60 1998 577.381 49,74 1999 646.205 7,99 2000 747.028 8.31 2001 844.053 14,38 2002 883.908 11,97 2003 955.692 6,24 2004 1.033.527 4,91 2005 1.203.215 8.58 2006 1.382.074 3.25 Sumber: Bank Indonesia, 1992-2006 Kurs Rupiah 2.062 2.110 2.200 2.308 2.383 4.650 8.025 7.100 9.595 10.400 8.940 8.465 9.290 9.830 9.020 Produk Domestik Bruto (milyar rupiah) 131.101,6 329.775,8 354.640,7 383.792,8 413.797,9 433.245,8 376.374,9 379.352,4 398.016,8 1.440.405,7 1.505.216,4 1.577.171,3 1.656.825,7 1.749.540,9 1.846.654,9 3.3. Model Analisis Data Analisis yang digunakan untuk hipotesis di atas adalah alat analisis statistik berupa regresi linier berganda. Model persamaannya adalah : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + ui, i = 1, 2, 3, . . . , N. Dimana : Y = Jumlah permintaan uang (M2) di Indonesia (miliar rupiah) β0 = Intersept β1, β2, β3 = Koefisien Regresi X1 = Suku Bunga Deposito Berjangka (persentase)/tahun X2 = Kurs Rupiah Terhadap Dollar (ribuan rupiah) X3 = Produk Domestik Bruto (dalam miliar) u = galat (disturbance error) Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: ˆ 1 = Y < 0 Semakin rendah suku bunga deposito berjangka, maka X 1 jumlah permintaan uang kartal di Indonesia semakin meningkat. ceteris paribus, ̂ 2 = Y > 0 Semakin besar kurs rupiah terhadap Dollar, maka jumlah X 2 permintaan uang kartal di Indonesia semakin meningkat. ceteris paribus, ̂ 3 = Y > 0 Semakin besar Produk Domestik Bruto, maka jumlah X 3 permintaan uang kartal di Indonesia semakin meningkat. ceteris paribus. Pengujian Hipotesis dan Uji Kebaikan Suai (goodness of fit test) 1) Uji secara Individu : Uji -t Untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas (suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan produk domestik bruto) berpengaruh nyata terhadap variabel-variabel tak bebas (permintaan uang di Indonesia), maka dilakukan pengujian dengan uji t pada tingkat kerpercayaan 95 % dan α = 5 %. 1. Suku Bunga Deposito Berjangka H0 : β1 = 0 H1 : β1 < 0 2. Kurs Rupiah H0 : β2 = 0 H1 : β2 > 0 3. Produk Domestik Bruto H0 : β3 = 0 H1 : β3 > 0 Dan digunakan Uji thitung sebagai berikut : thitung = ˆ i i S ( ˆ i) dimana : ˆ i = Koefisisen regresi (statistik) i = Parameter S ( ˆ i ) = Standar Deviasi Jika : thitung > ttabel, maka H0 ditolak, berarti ada pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas. thitung < ttabel, maka H0 diterima, berarti tidak ada pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas. 2) Uji Signifikasi Simultan (Uji F) Selanjutnya dilakukan uji F yang bertujuan untuk melihat apakah suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto berpengaruh secara serentak mempengaruhi terhadap permintaan uang di Indonesia dengan kriteria sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = β3 = 0 H1 : tidak semua βi = 0 Dan digunakan statistik Uji Fhitung sebagai berikut : fhitung = JKR(k 1) JKG (n k ) dimana : JKR = jumlah kuadrat regresi JKG = jumlah kuadrat galat k = banyaknya koefisien regresi Apabila: fhitung < ftabel, maka H0 diterima, berarti semua variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. ffhitung > ftabel, maka H0 ditolak, berarti semua variabel bebas secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. 3) Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) adalah mengukur kebaikan suai (good of fit) dari persamaan regresi; yaitu memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel Y yang dapat dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan X dan nilainya berkisar antara 0 < R2 < 1. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel tak bebas amat terbatas. Nilai koefisien yang mendekat 1, berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memperkirakan keragaman variabel takbebas. 4) Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 1. Uji Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik Tidak Ada Multikolinearitas a. Matriks Koefisien Korelasi b. Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) Menurut W.H. Greene (2000) dan J.M. Wooldridge (2000) bahwa Variation Inflation Factor (VIF) dan Tolerance adalah dua ukuran yang dapat digunakan untuk menyelidiki multikolinearitas. Dengan pendugaan OLS maka diperoleh bahwa Var (𝛽̂𝑖 ) = 𝑆 𝜎2 2 𝑖𝑖 (1−𝑅𝑖 ) dengan 𝑆𝑖𝑖 = ∑𝑛𝑗=1(𝑋𝑖𝑗 − 𝑋̅𝑖 )2 dan 𝑅𝑖2 adalah koefisien determinasi. Misalkan tidak ada korelasi linier sesama variabel bebas dalam model, maka koefisien determinasi parsial sesama variabel bebas 𝑅𝑖2 akan menjadi nol, maka ragam (variance) dari (𝛽̂𝑖 ) akan menjadi 𝜎2 𝑆𝑖𝑖 . Dibagikan terhadap Var (𝛽̂𝑖 ) maka diperoleh Variation Inflation Factor dan Tolerance masingmasing sebagai berikut: 1 VIF (𝛽̂𝑖 ) = 1−𝑅2 dan Tolerance (𝛽̂𝑖 ) = 1/VIF = 1 - 𝑅𝑖2 . 𝑖 Kriteria pengambilan kesimpulan: a). Jika nilai Tolerance kurang dari 0,10 berarti ada korelasi antar variabel bebas. b). Jika hasil perhitungan nilai VIF lebih dari 10, berarti ada korelasi antar variabel bebas. c. Koefisien Determinasi R2 Parsial Cara lain mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat juga digunakan cara regresi parsial dengan prosedur sebagai berikut: a). Pertama, dilakukan pendugaan model regresi awal Y = f(X1, X2, X3) dan didapatkan koefisien determinasi R 2, dengan Y = jumlah konsumsi kopi (kg/bulan), X1 = tingkat pendapatan (rp/bulan), X2 = Harga kopi (Rp/kg), dan X3 = Harga gula (Rp/kg). b). Kedua, dengan SPSS dilakukan regresi antar peubahl bebas: X1 = g(X2, X3) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅12 X2 = g(X1, X3) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅22 X3 = g(X1, X2) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅32 c). Ketiga, kriteria pengambilan keputusan: nilai R2 parsial pada prosedur b) di atas dibandingkan dengan nilai koefisien detreminasi R2 model utama [awal, prosedur a) di atas]. Jika nilai R2 parsial lebih tinggi dibandingkan dengan R2 model awal, maka di dalam model regresi terdapat multikolinearitas. 2. Otokorelasi Otokorelasi apabila galat dari periode waktu yang berbeda (observasi data cross section) berkorelasi. Dikatakan bahwa galat berkorelasi atau mengalami otokorelasi apabila: Var (ei,ej) ≠ 0 untuk i j. Ada 2 (dua) cara yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji keberadaan otokorelasi. Uji Durbin – Watson (Uji DW) a. Uji DW hanya digunakan untuk otokorelasi derajat (order) satu dan mensyaratkan adanya intersep (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada peubah lag di antara peubah bebas. Uji Durbin Watson dengan menggunakan rumus sebagai berikut: dhit = (et et 1) 2 et2 Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada otokorelasi (r = 0) H1 : ada otokorelasi (r ≠ 0) Pengambilan keputusan ada tidaknya otokorelasi: dibandingkan nilai DW hasil regresi model dengan nilai Tabel DW. b. Uji Langrange Multiplier (Uji LM) atau Uji Breusch-Godfrey (Uji BG) Untuk melakukan uji BG pertama didapatkan nilai galat (residu) dengan cara: 1). Pada Windows Linear Regression pada program SPSS dimasukkan peubah takbebas dan peubah bebas ke tempatnya masing-masing, 2). Pilih Save dan aktifkan unstandardized residual, sehingga diperoleh data residual (Res_1), 3). Selanjutnya dibentuk peubah lag residual (et-1 dan et-2) dengan perintah pilih Transform, lalu Compute sehingga diperoleh data Res_2, 4). Sekarang dilakukan uji Breusch-Godfrey dengan meregresikan model persamaan sebagai berikut: Res_1 = 𝛽̂0 + 𝛽̂1 𝑋1 + 𝛽̂2 𝑋2 + 𝛽̂3 𝑋3 + 𝛽̂4 𝑅𝑒𝑠_2 Kriteria pengambilan keputusan: Jika nilai 𝑡𝛽̂4 nyata berarti ada otokorelasi, sebaliknya jika tidak nyata berarti tidak ada otokorelasi. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang 1. Pendugaan Model Regresi Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto terhadap variabel terikat yaitu permintaan uang di Indonesia, maka digunakan model regresi linier berganda. Bab ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara kedua variabel yakni variabel bebas dan variabel terikat, yaitu apakah permintaan uang di Indonesia dipengaruhi oleh suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan PBB. Disamping itu untuk mengetahui apakah koefisien regresi masing-masing variabel bebas signifikan atau tidak. Untuk itu masing-masing koefisien regresi diuji dengan uji-t dan kedua-duanya dengan uji ”F”. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program pengolah data SPSS maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Dari hasil analisis regresi linier berganda di atas dengan menggunakan metode OLS, dapat dibentuk model pendugaan sebagai berikut : Y = -20366.413 – 2602.271X1 + 68.714X2 + 0.288X3 1. Suku bunga deposito berjangka mempunyai pengaruh negatip terhadap permintaan uang di Indonesia, dengan koefisien – 2602.271. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan suku bunga deposito berjangka sebesaar 1%, ceteris paribus, maka permintaan uang di Indonesia akan turun sebesar 2602.271 milyar rupiah. Tabel 4.1. Hasil Analisis Regresi Model (Constant) Suka Bunga Deposito Berjangka (%) Kurs Rupiah Produk Domestik Bruto (miliar rp) Unstandardized Coefficients B Std. Error -20366.413 75979.198 -2602.271 3286.289 68.714 .288 16.111 .086 Standardiz ed Coefficient s Beta -.073 t Sig. -.268 .794 -.792 .445 .563 4.265 .461 3.352 .001 .006 a. Dependent Variable: Jumlah Permintaan Uang (miliar rp) 2. Kurs rupiah mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia, dengan koefisien sebesar 68.714. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan kurs rupiah sebesar Rp 1, ceteris paribus, maka permintaan uang di Indonesia akan naik sebesar 68.714 milyar rupiah. 3. Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia, dengan koefisien sebesar 0.288. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan produk domestik bruto sebesar Rp 1 milyar , ceteris paribus, maka permintaan uang di Indonesia akan naik sebesar 0.288 milyar rupiah. 2. Pengujian Hipotesis Uji t-statistik Uji t-statistik merupakan pengujian koefisien regresi secara parsial atau individual yang bertujuan untuk mengetahui apakah independent variable mempunyai pengaruh nyata atau signifikan secara parsial terhadap depedent variable. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a) Suku Bunga Deposito Berjangka 1. Hipotesis : H0 : β1 = 0 2. Hipotesis : H1 : β1 < 0 3. α = 5% 4. Nilai Kritis : t-tabel = - 1,796 Df = n – k = 15 – 4 = 11 5. Kriteria : H0 diterima apabila thitung > ttabel (α = 5%) H0 ditolak apabila thitung < ttabel (α = 5%) thitung = b2 e (b2 ) thitung = -0,792 6. Keputusan : Ternyata thitung (-0,792) > ttabel (-1,796), dengan demikian H0 diterima. Hal ini berarti bahwa variabel suku bunga deposito berjangka tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia. b) Kurs Rupiah 1. Hipotesis : H0 : β1 = 0 2. Hipotesis : H1 : β1 > 0 3. α = 5% 4. Nilai Kritis : t-tabel = 1,796 Df = n – k = 15 – 4 = 11 5. Kriteria : H0 diterima apabila thitung < ttabel (α = 5%) H0 ditolak apabila thitung > ttabel (α = 5%) thitung = b2 e (b2 ) thitung = 4.265 6. Keputusan Ternyata ditemukan bahwa thitung > ttabel, dimana nilainya adalah 4.265 > 1,796 dengan demikian H0 ditolak. Artinya, variabel kurs rupiah berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia. c) Produk Domestik Bruto (PDB) 1. Hipotesis : H0 : β1 = 0 2. Hipotesis : H1 : β1 > 0 3. α = 5% 4. Nilai Kritis : t-tabel = 1,796 Df = n – k = 15 – 4 = 11 5. Kriteria : H0 diterima apabila thitung < ttabel (α = 5%) H0 ditolak apabila thitung > ttabel (α = 5%) thitung = b2 e (b2 ) thitung = 3.352 6. Keputusan : Ternyata ditemukan bahwa thitung > ttabel, dimana nilainya adalah 3,352 > 1,796 dengan demikian H0 ditolak. Artinya, variabel produk domestik bruto berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia. Uji ”f” Uji f-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara keseluruhan atau secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal ini uji F-hitung dilakukan untuk mengetahui apakah variabel suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan produk domestik bruto serentak bersama-sama mempengaruhi permintaan uang di Indonesia. Adapun yang menjadi langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis : H0 : β1 = β2 = β3 = 0 2. Hipotesis : H1 : tidak semua βi = 0 3. α = 5%; υ1 = k-1 = 4-1 = 3 υ2 = n-k = 15-4 =11 ftabel = f(0,05;3;11) = 3,59 4. Kriteria pengambilan keputusan H0 diterima apabila fhitung < ftabel (α = 5%) H0 ditolak apabila fhitung > ftabel (α = 5%) 5. Keputusan: Berdasarkan hasil model analisis regresi disimpulkan bahwa H0 ditolak karena fhitung > ftabel ( 49,963 > 3,59). Artinya tingkat suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan produk domestik bruto secara serentak berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia. Uji Kebaikan Suai: Koefisien Determinasi Koefisien determinasi R2 = 0,932. Artinya 93,2 % keragaman peuabah takbebas permintaan uang Y dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas X1 (suku bunga deposito berjangka), variabel X2 (kurs rupiah), dan variabel X3 (produk domestik bruto). Sedangkan sisanya 7,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Atau dengan kata lain ada sebesar 7,2% yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel X1, X2 dan X3. 4.2. Analisis Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik 1. Uji Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik Tidak Ada Multikolinearitas a. Matriks Korelasi Berdasarkan Matriks Korelasi Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa korelasi antar peubah bebas adalah kecil, yang paling tinggi adalah korelasi antara peubah bebas Kurs Rupiah dengan peubah Produk Domestik Bruto, yaitu sebesar 0,740. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tabel 4.2. Matriks Korelasi b. Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) Berdasarkan Statistik Kolinearitas Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan bahwa tidak ada peubah bebas yang memiliki nilai Tolerance kuang dari 0,10 yang berarti tidak ada multikolinearitas. Demikian juga hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan bahwa nilai VIF ketiga peubah adalah lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada pelanggaran asumsi multikolinearias. c. Koefisien Determinasi R2 Parsial Koefisien determinasi model persamaan regresi Y = f(X1, X2, X3) adalah R2 = 0,932. Koefisien determinasi parsial diperoleh dengan meregresikan sesama peubah bebas. Hasil regresi persamaan regresi: X1 = f(X2, X3), X1 = Suku Bungan Deposito Berjangka, X2 = Kurs Rupiah Terhadap Dollar, dan X3 = Produk Domestik Bruto. Koefisien determinasi parsial adalah 𝑅12 = 0,276. Hasil regresi persamaan regresi X2 = f(X1, X3), diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅22 = 0,643. Hasil regresi persamaan regresi X3 = f(X1, X2), diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅32 = 0,671. Dapat dilihat bahwa semua nilai koefisien determinasi parsial masingmasing 𝑅12 , 𝑅22 , dan 𝑅32 semuanya nilainya lebih kecil dari nilai R2 = 0,932. Dengan demikian sama seperti penyelidikan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat multikoliniearitas. Tabel 4.3. Statistik Kolinearitas Model (Constant) Unstandardized Coefficients Std. B Error - 75979.19 20366.41 8 3 t -.268 Sig. .794 Correlations Zeroorder Partial Part Suka Bunga -2602.271 3286.289 -.792 .445 -.160 Deposito Berjangka (%) Kurs Rupiah 68.714 16.111 4.265 .001 .898 Produk .288 .086 3.352 .006 .899 Domestik Bruto (miliar rp) a. Dependent Variable: Jumlah Permintaan Uang (miliar rp) Collinearity Statistics Toleran ce VIF -.232 -.062 .789 .711 .336 .264 .724 1.382 .357 2.805 .329 3.039 2.Otokorelasi a. Uji Durbin – Watson (Uji DW) Setelah dilakukan pendugaan regresi maka diperoleh nilai DW = 0,920. Dengan melihat pada Tabel DW: Untuk 𝛼 = 0,05, jumlah sampel n = 15, jumlah peubah bebas k = 3, mka diperoleh nilai DW table: dL = 0, 814 dan dU = 1, 750. Hal in berarti bahwa nilai bahwa dL < DW = 0,920 < dU. Kesimpulan, dengan menggunakan uji DW tidak diperoleh keputusan. b. Uji Langrange Multiplier (Uji LM) atau Uji Breusch-Godfrey (Uji BG) Setelah dilakukan prosedur uji BG, maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan Tabel 4.2. Dalam tabel dapat dilihat bahwa koefisien regresi peubah Res_2 (atau et-2 = lag et-1), yaitu 𝑡𝛽̂4 = 0,094 > 0,05. Dengan demikian berdasarkan uji BreuschGodfrey (BG) dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat otokorelasi derajat satu. Tabel 4.4. Hasil Uji Breusch-Godfrey (BG) Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 4907.893 78112.840 1463.121 3185.849 t .063 .459 Sig. .951 .657 -.822 .432 Produk Domestik .096 .096 .997 Bruto (miliar rp) Res_2 .848 .453 1.870 a. Dependent Variable: Unstandardized Residual .345 (Constant) Suka Bunga Deposito Berjangka (%) Kurs Rupiah -13.929 16.949 .094 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang di Indonesia, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Koefisien regresi suku bunga deposito berjangka berpengaruh negatip tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia yaitu sebesar -2602,271. Dengan demikian, setiap kenaikan 1% suku bunga deposito berjangka akan menurunkan permintaan uang di Indonesia sebesar Rp 2602,271 milyar. 2. Variabel kurs rupiah berpengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia dan nyata dengan koefisien regresi sebesar 68,714. Dengan demikian, setiap kenaikan kurs rupiah sebesar Rp 1 maka akan menaikkan permintaan uang di Indonesia sebesar Rp 68,714 milyar. 3. Variabel produk domestik bruto berpengaruh positip dan nyata terhadap permintaan uang di Indonesia dengan koefisien regresi sebesar 0,288. Dengan demikian, setiap kenaikan Rp 1 milyar produk domestik bruto akan menaikkan permintaan uang di Indonesia sebesar Rp 0,288 milyar. 4. Koefisien determinasi (R-square) sebesar 0.932 berarti 93,2% keragaman permintaan uang dapat dijelaskan oleh variabel suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto secara bersama-sama. 5. Hasil uji f menunjukkan bahwa suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia. 5.2. SARAN Berdasarkan evaluasi analisis dari penelitian serta kesimpulan yang elah dirumuskan di atas, maka perlu mengajukan saran-saran yang relevan sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam analisis serta diharapkan dapat berguna bagi masukan pihak-pihak yang terkait. Adapun saran-saran yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. BI harus dapat memperhatikan perkembangan nilai tukar, karena perubahan nilai tukar dapat menyerap hampir Rp 1 milyar. BI harus dapat memperkirakan kapan BI mengintervensi nilai tukar, untuk mencegah agar kemerosotan rupiah tidak terlalu parah. BI juga harus membatasi perdagangan rupiah untuk spekulasi 2. BI harus memperhatikan kondisi sektor riil dengan seksama terlebih dahulu sebelum menetapkan Giro Wajib Minimum (GWM). 3. Bank Sentral harus lebih optimal lagi dalam melakukan monitoring dan intervensi terhadap pengendalian tingkat suku bunga. DAFTAR PUSTAKA Ghozali Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005. McEachern., A, William, Ekonomi Makro, Jakarta : Salemba Empat, 2000. Rahardja, Prathama, dan Manurung, Mandala, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005. Elvis Purba, Parulian Simanjuntak, dan Parada Manik, Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Medan : fakultas Ekonomi UHN, 2002. Darmawan, Indra., Pengantar Uang dan Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1992. Abimanyu, Yoopi. Ph.D, Memahami Kurs Valuta Asing, Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.