Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang

advertisement
Laporan Penelitian
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
Oleh:
Drs. Badhu Nadapdap, M.S.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2008
Pengesahan Laporan Penelitian
____________________________________________________________
1. a. Judul Penelitian
: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan Uang di Indonesia
b. Bidang Ilmu
: Ekonomi
c. Kategori
: Penelitian ini untuk mengembangkan fungsi
kelembagaan perguruan tinggi
_____________________________________________________________
2. Peneliti
a. Nama Lengkap
: Drs. Badhu Nadapdap, M.S.
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. GolonganPangkat
: IV/b
d. Jabatan Fungsional
: Lektor
e. Jabatan Struktural
: Kepala Laboratorium Komputasi
f. Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/Ekonomi Pembangunan
g. Pusat Penelitian
: Sosial Ekonomi
_____________________________________________________________
3. Susunan Penelitian
: Ketua: Drs. Badhu Nadapdap. M.S.
_____________________________________________________________
4. Lokasi Penelitian
: Indonesia
_____________________________________________________________
5. Bila penelitian merupakan kerjasama dengan instansi lain sebutkan:
a. Nama Institusi
: --b. Alamat
: --_____________________________________________________________
6. Lama Penelitian
: September – Oktober 2008
_____________________________________________________________
7. Biaya Penelitian
: Rp 2.000.000,- (Dua juta rupiah)
Biaya Sendiri
_____________________________________________________________
Medan, Desember 2008
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi,
Drs. Oloan Simanjuntak,M.M.
Menyetujui
Lembaga Penelitian,
Ketua,
Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S.
Peneliti,
Drs. Badhu Nadapdap, M.S.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Mulia atas segala berkat
dan kebaikannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian
ini dengan judul: ”Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang di
Indonesia” merupakan satu dharma dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kami sadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan, antara lain
kedalaman pembahasan dan cara penyajian. Karena itu dengan senang hati kami
menerima jika ada masukan berupa tanggapan dan kritik yang sifatnya membangun.
Terima kasih kepada Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan, Dekan
Fakultas Ekonomi, da Ketua Lembaga Penelitian atas bantuan mereka selama ini
sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Juga kepada mahasiswa Ekonomi
Pembangunan, khususnya Sdri. Marta.
Akhir kata , kiranya Laporan Penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca
sebagai salah satu kontribusi kami dalam mewujudkan salah satu dari pelaksanaan
Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas HKBP Nommensen.
Medan, Desember 2008
Peneliti,
Drs. Badhu Nadapdap, M.S
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………………
i
…………….………………………………………………………
ii
………………………………………………………………..
iv
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar ………………………………………………………………..
v
Abstraksi …………………………….……………………………………….
vi
BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………………..
1
1.1.
Latar Belakang ………………………………………………….
1
1.2.
Perumusan Masalah ………………………………………………
5
1.3.
Hipotesis
1.4.
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
1.5.
Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 6
……………………………………………………….. 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
6
8
2.1. Uang ………………………………………………………………..
8
2.2. Permintaan Uang …………………………………………………….
14
2.3. Suku Bunga ………………………………………………………..
20
2.4. Kurs ………………………………………………………………
25
2.5. Produk Domestik Bruto …………………………………………….
37
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
………………………..………..
3.1.Daerah Penelitian …………………………………………………
38
38
3.2. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data ………………….
38
3.3. Metode Analisis Data ……………………………………………..
39
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
46
4.1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang … 46
4.2. Analisis Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik ….……………….
51
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 55
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………
55
5.2. Saran ……………………………………………………………..
56
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
57
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
Tabel 2.1 Alasan Mengapa Masyarakat Memegang Uang ..........................
20
Tabel 3.1 Perkembangan Permin Uang, Suku Bunga Deposito
Berjangka, Kurs Rupiah, dan Produk Domestik Bruto ………….
39
Tabel 4.1. Hasil Analisis Regresi …………………………………………..
47
Tabel 4.2. Matrikis Korelasi ………………………………………………..
52
Tabel 4.3. Statistik Kolinearitas …………………………………………….
.
Tabel 4.4. Hasil Uji Breusch-Godfrey (BG) ………………………………..
53
54
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 3.1. Permintaan Uang .............................................................
Halaman
24
ABSTRAKSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suku bunga deposito berjangka,
kurs rupiah, dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap permintaan uang di
Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data sekunder diperoleh bahwa kurs
rupiah dan Produk Domestik Bruto masing-masing memberikan pengaruh positif
terhadap permintaan uang di Indonesia sedangkan suku bunga deposito berjangka
memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan uang di Indonesia. Berdasarkan
uji t, faktor-faktor kurs rupiah dan PDB memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap permintaan uang tetapi suku bunga deposito berjangka tidak meberikan
pengaruh yang nyata.
Koefisien determinasi R2 = 0,932 yang berarti bahwa 93,2% keragaman variabel
respon permintaan uang di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas
suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan PDB. Dan nilai uji f = 49,963
(sangat nyata) menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antara variabel permintaan uang di Indonesia dengan, suku
bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan PDB sudah sangat baik, model sudah
sesuai untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel ekonomi tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Salah satu penemuan terpenting manusia dalam kemajuan peradabannya ialah
uang. Setiap orang menyadari bahwa uang memegang peranan penting bagi
perekonomian baik secara nasional maupun internasional. Uang juga memiliki tujuan
yang fundamental dalam sistem perekonomian yakni memudahkan pertukaran
barang dan jasa, mempersingkat waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan
perdagangan.
Kita dapat menjalani hidup pada masa kini dengan relatif mudah dan nyaman
karena adanya uang. Transaksi-transaksi baik berskala kecil maupun besar dapat
diselesaikan dengan cepat, mudah, murah dan akurat karena telah terbangunnya
sistem keuangan yang kuat dan efisien. Dengan uang, manusia dapat mempersiapkan
masa tuanya, tanpa khawatir apa yang diperolehnya, membusuk atau kehilangan nilai
karena rusak.
Konsekuensi dari peranan uang di atas maka timbullah suatu interaksi dari
masyarakat yang disebut sebagai permintaan uang (money demand). Uang sebagai
institusi ekonomi bermakna uang mempunyai fungsi untuk meningkatkan
kemampuan manusia melakukan alokasi sumberdaya ekonomi. Dalam perkonomian
modern uang sering dipergunakan sebagai alat penimbun kekayaan dalam bentuk
tabungan. Jika jumlah tabungan sudah banyak, pertani dapat mempergunakannya
untuk berbagai tujuan seperti memperbesar skala usaha dan meningkatkan aktivitas
hidupnya melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya ekonomi.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat membutuhkan uang dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Bahkan, negara juga memerlukan uang dalam
jumlah tertentu dalan menjalankan roda-roda perekonomian suatu negara. Peredaran
uang yang baik sangat diperlukan, guna menunjang perekonomian suatu negara.
Dalam hal ini peranan bank sentral sangat diperlukan dalam mengatur sistem
peredaran uang. Tidak hanya itu, dalam suatu sistem perekonomian, hanya bank
sentral yang dapat menciptakan atau mengeluarkan uang dalam berbagai bentuk
dalam memenuhi kebutuhan manusia akan uang.
Bank sentral mempengaruhi bagaimana arus pembayaran dan peredaran uang
di suatu negara. Karena bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia memiliki tugas
mengatur dan menjaga sistem/lalulintas pembayaran, mempunyai wewenang untuk
menaikkan dan mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran.
Dalam hal memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Tingkat pendapatan nasional, suku bunga deposito, kurs, maupun
PDB serta faktor-faktor yang lain, yang cukup memberi pengaruh terhadap
permintaan masyarakat akan uang di banyak negara, khususnya di Indonesia.
Menurut Keynes, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
permintaan uang adalah keinginan untuk bertransaksi. Dalam keinginan bertransaksi,
hal yang berpengaruh adalah pendapatan.
Tingkat pendapatan nasional adalah merupakan salah satu indikator tingkat
keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia dan juga dapat dijadikan cerminan
kesejahteraan masyarakat. Tingkat pendapatan mempengaruhi keinginan orang untuk
bertransaksi.
Dalam kaitannya memenuhi kebutuhan akan uang, masyarakat dipengaruhi
oleh tingkat suku bunga perbankan. Menurut teori klasik, tabungan merupakan
fungsi dari tingkat suku bunga dimana pergerakan suku bunga pada perekonomian
akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Manusia dihadapkan pada
pilihan antara memegang uang tunai dan menyimpannya dalam lembaga keuangan.
Masyarakat juga harus mengetahui keuntungan-keuntungan yang didapat dalam
memegang uang secara tunai ataupun menyimpannya guna mendapatkan pendapatan
dalam bentuk bunga. Manusia dalam tujuan memegang uang di bank juga memiliki
faktor-faktor lain yang mempengaruhi yakni meningkatkan kekayaan dimasa depan
melalui simpanan berjangka.
Masyarakat juga memiliki hubungan dengan masyarakat luar negeri dalam
hal transaksi. Dalam bertransaksi dengan masyarakat luar negeri, masyarakat
menggunakan sebuah mata uang yang telah ditetapkan yang biasanya memiliki nilai
yang kuat. Oleh karena itu, nilai tukar atau kurs juga memiliki pengaruh dalam
permintaan uang masyarakat. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia, dimana
nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap rupiah Indonesia mencapai level di atas
Rp 10.000,-, sektor impor mengalami kelesuan akibat makin mahalnya bahan baku
yang akan diimpor.
Permintaan uang juga memiliki pengaruh terhadap kondisi perekonomian.
Perekonomian bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tingkat
pertumubuhan ekonomi dapat dilihat dari output yang dihasilkan guna memenuhi
kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Masyarakat memerlukan uang dalam
keinginannya untuk bertransaksi. Masyarakat ingin mengambil bagian terhadap
output yang telah dihasilkan perekonomian tersebut.
Menurut pandangan ekonomi Klasik, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar.
Karena jumlah uang yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat output
atau pendapatan. Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat,
bgitu juga sebaliknya. Jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat bukanlah semata
mata nilai nominalnya, tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominalnya dibandingkan
dengan tingkat harga.
Menurut teori Keynes, ada 3 motivasi orang memengang uang, yaitu:
Untuk transaksi (transaction motive), permintaan uang untuk transaksi dalam
teori keynes adalah sama dengan permintaan uang dalam teori klasik. Masyarakat
memengang uang (holding money) dalam rangka mempermudah kegiatan transaksi
sehari-hari. Permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat
pendapatan. Bila pendapatan meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi
meningkat.
Berjaga-jaga (precautionary motive), hal lain yang juga memotivasi orang
memengang uang adalah persiapan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan
atau tak terduga, misalnya sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk
berjaga-jaga juga berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Jika pendapatan
meningkat, permintaan uang untuk berjaga-jaga juga meningkat.
Memperoleh keuntungan (speculative motive), konsekuensi dari fungsinya
sebagai penyimpanan nilai (store of value), uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mendapatkan keuntungan. Motivasi menyimpan uang untuk memperoleh keuntungan
disebut sebagai motivasi spekulasi. Keynes mengembangkan teori ini berdasarkan
asumsi bahwa uang adalah salah satu dari dua aset financial yang dapat dimiliki
masyarakat. Aset yang lainnya adalah obligasi (bond), yaitu surat utang yang disertai
janji memberikan pendapatan bunga. Jenis obligasi yang dimaksudkan oleh Keynes
adalah obligasi yang jatuh temponya tidak terbatas (consol bond) dan tidak memiliki
risiko gagal ditagih (defauldt).
Dari uraian-uraian di atas, penulis melihat adanya signifikasi variabel
ekonomi. Dalam hal ini PDB, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan suku bunga
deposito berjangka terhadap permintaan uang masyarakat. Untuk itu penulis tertarik
untuk menganalisis dan meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul “FaktorFaktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Indonesia”.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito berjangka terhadap permintaan
uang di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh kurs terhadap permintaan uang di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap permintaan
uang di Indonesia?
1.3.
Hipotesis
Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dalam
penelitian ini hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Suku bunga deposito berjangka mempunyai pengaruh negatif terhadap
permintaan uang di Indonesia, ceteris paribus.
2. Kurs rupiah mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di
Indonesia, ceteris paribus.
3. Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan
uang di Indonesia, ceteris paribus.
1.4.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga deposito berjangka
terhadap permintaan uang di Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap permintaan uang di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh produk domestik bruto terhadap
permintaan uang di Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan studi bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi UHN khususnya bagi
mahasiswa Ekonomi Pembangunan.
2. Sebagai masukan atau sebagai bahan kajian untuk melakukan penelitian
selanjutnya atau sebagai bahan pembanding dalam membuat keputusan oleh
lembaga yang berwenang dalam pengedaran uang yaitu Bank Indonesia.
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Uang
2.1.1. Evolusi Uang
Menurut William (2000), bahwa pada mulanya tidak ada uang, keluarga pada
jaman dahulu mencukupi kebutuhannya sendiri. Setiap rumah tangga memproduksi
semua yang mereka konsumsi dan mengkonsumsi semua yang mereka produksi,
sehingga sedikit kebutuhan untuk pertukaran. Tanpa pertukaran tidak ada kebutuhan
akan uang ketika spesialisai muncul pertama kali, seperti ketika orang ada yang
pergi berburu dan yang lainnya bertani, pemburu dan petani harus berdagang.
Dengan demikian spesialisasi tenaga kerja berakibat adanya pertukaran, tetapi
macam barang yang diperdagangkan cukup terbatas sehingga orang dengan mudah
dapat menukar produk mereka secara langsung untuk produk yang lain sistem ini
disebut barter.
Barter merupakan pertemuan dua keinginan (double coincidence of wants),
yang terjadi jika seorang pedagang ingin menukar produknya dengan yang
ditawarkan orang lain. Apabila seorang pemburu ingin menukar kulit dengan jagung
milik petani, ini merupakan suatu kejadian yang kebetulan. Tetapi apabila petani juga
ingin menukar jagung miliknya dengan kulit milik sipemburu, merupakan kebetulan
yang kedua, dengan demikian dapat dikatakan sebagai double coincidence of wants.
Sepanjang spesialisasi masih terbatas, katakanlah dua atau tiga macam barang,
perdagangan yang saling menguntungkan relatif mudah untuk terjadi. Dalam situasi
tersebut tidak banyak diperlukan kebetulan. Dengan berkembangnya perekonomian,
peningkatan spesialisasi dalam pembagian tenaga kerja telah meningkatkan kesulitan
untuk menemukan barang yang cocok untuk diperdagangkan. Produsennya tidak
hanya 2 macam, tetapi bisa ratusan.
Dalam sistem barter, pedagang tidak hanya mencari dua kebetulan, tetapi
juga harus menyetujui nilai tukarnya, berapa banyak kulit yang harus ditukar dengan
jagung. Apabila hanya dua macam barang yang diproduksi, hanya satu nilai tukar
yang harus ditentukan, tetapi dengan meningkatnya jumlah barang yang diproduksi
dalam perekonomian, banyaknya nilai tukar juga meningkat. Peningkatan spesialisasi
menaikkan biaya transaksi pada sistem barter. Pertukaran menjadi lebih memakan
waktu dan tidak praktis.
2.1.2. Defenisi dan Pengertian
Menurut Prathama dan Mandala (2005), bahwa dari sudut pandang ekonomi,
uang (uang) merupakan stok aset-aset yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah
sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi.
Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran
atau transaksi. Karena itu uang dapat berbentuk apa saja, tidak berarti segala sesuatu
itu adalah uang. Misalnya, kita mengenal dan menggunakan uang kertas yang
digunakan sebagai alat transaksi; tetapi tidak semua kertas adalah uang. Bukan
karena harga kertas sangat murah, melainkan karena tidak diterima/dipercaya oleh
masyarakat umum sebagai alat pembayaran. Kita pernah mendengar pada zaman
dahulu ada logam yang terbuat daru emas. Uang dinar (emas) di Timur Tengah pada
masa lampau merupakan uang yang tinggi nilainya. Dizaman modern ini, walaupun
harga emas tinggi, uang logam emas tidak lagi digunakan sebagai alat transaksi,
karena kedudukannya telah digantikan oleh bentuk-bentuk uang yang lain seperti
berikut.
1. Uang Fiat (Fiat Money atau Token Money)
Uang fiat adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai
nominalnya jauh lebih besar dari komoditas itu sendiri (nilai intristiknya atau intristic
value). Contoh paling mudah ialah uang kertas Rp.100.000,- yang anda terima. Nilai
nominal uang kertas tersebut lebih tinggi dari nilai kertasnya. Tetapi mengapa
masyarakat mau menerima selembar kertas yang nilainya tidak seberapa itu dapat
digunakan untuk berbelanja seharga Rp. 100.000,- Karena pemerintah telah
menetapkannya lewat keputusan resmi, sehingga masyarakat menjadi percaya.
2. Uang Komoditas (Comodity Money)
Uang komoditas adalah uang yang nilainya sebesar nilai komoditas itu
sendiri. Contohnya, pada masa lalu nilai sekeping uang perunggu adalah lebih kecil
dari sekeping uang perak, sedangkan uang perak lebih murah dari uang emas.
3. Uang Hampir Likuid Sempurna (Near Money)
Salah satu syarat suatu asset untuk dapat digunakan sebagai uang adalah
likuiditasnya.
Uang fiat dan komoditas adalah uang likuid yang sempurna, sehingga untuk dapat
digunakan tidak perlu ditukarkan atau dicairkan lebih dahulu. Selain kedua jenis
uang tersebut ada juga asset financial yang berfungsi sebagai uang, namun untuk
menggunakannya harus ditukarkan/dicairkan terlebih dahulu. Misalnya, uang dalam
bentuk cek (demand deposit) dapat diterima sebagai alat pembayaran. Namun tidak
semua pelaku kegiatan ekonomi mau menerimanya. Bukan karena tidak percaya,
tetapi bila ingin digunakan harus ditukarkan kedalam bentuk uang kertas atau uang
logam. Karena itu walaupun dapat digunakan sebagai uang, sek bukanlah substitusi
sempurna bagi uang kertas/logam.
2. 1.3. Fungsi Uang
Menurut Prathama dan Mandala (2005) bahwa uang memiliki empat fungsi
penting, yaitu sebagai satuan hitung (unit of account), alat transaksi/pemayaran
(medium of exchange), penyimpanan nilai (store of value), dan standar pembayaran
dimasa mendatang (standar of deferred payment).
1. Satuan Hitung (Unit Of Account)
Yang dimaksud uang sebagai satuang hitung adalah uang dapat memberikan
harga suatu komoditas berdasarkan satu ukuran umum, sehingga syarat terpenuhinya
double coincidenceof wants tidak perlukan lagi. Misalnya, jika harga sepotong celana
jeans adalah Rp. 200.000,00 dan sepasang sepatu kulit adalah Rp. 250.000,00 maka
bila Dini ingin membeli keduanya, dia harus menyiapkan uang sebesar Rp.
450.000,00. Seandainya Dini memiliki 5 ekor kambing yang harga seekornya adalah
Rp. 100.000,00, dia tidak perlu membawa dua ekor ke took celana dan dua setengah
ekor ke took sepatu. Yang Dini lakukan adalah menjual kelima kambingnya sehingga
memperoleh Rp. 500.000,00, kemudian Rp. 200.000,00 dipakai untuk membeli
celana jeans Rp. 250.000,00 untuk membeli sepatu, dan sisanya Rp. 50.000,00
digunakan untuk membeli yang lain.
2. Alat Transaksi (Medium of Exchange)
Uang juga berfungsi sebagai alat transaksi. Telah dikatakan, untuk dapat
berfungsi sebagai alat tukar, uang hraus diterima/mendapat jaminan kepercayaan.
Dalam perekonomian modern ini, jaminan kepercayaan itu diberikan oleh
pemerintah berdasarkan undang-undang atau keputusan yang berkekuatan hukum.
Dengan fungsi sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah dan mempercepat
kegiatan pertukaran dalamperekonomian modern.
3. Penyimpanan Nilai (Store of Value)
Fungsi uang sebagai penyimpanan nilai dikaitkan dengan kemampuan uang
menyimpan hasil transaksi atau pemberian yang meningkatkan daya beli, sehingga
semua transaksi tidak perlu dihabiskan saat itu juga. Misalnya Maya adalah peternak
ayam. Bulan lalu maya menjual 1.000 ekor ayamnya dengan nilai Rp. 20juta. Karena
uang memiliki fungsi penyimpan nilai, Maya dapat menyimpan uang hasil penjualan
ayamnya untuk digunakan dimasa yang akan datang.
4. Standart Pambayaran di Masa Mendatang (Standart of Deferred Payment)
Banyak sekali kegiatan ekonomi yang balas jasanya tidak diberikan saat itu
juga. Para pegawai umunya setelah sebulan penuh baru mendapat gaji. Contoh lain
adalah transaksi utang-piutang, mungkin baru dapat diselesaikan dalam tempo
belasan tahun. Pembayaran dimasa yang akan datang tersebut dimungkinkan karena
uang memiliki fungsi sebagai syarat pembayaran dimasa mendatang. Dengan fungsi
tersebut barapa balas jasa atau pembayaran dimasa mendatang menjadi lebih mudah
dihitung, karena diukur dengan nilai dengan daya beli (purchasing power) dibanding
bila diukur dengan nilai komoditas tertentu.
2.1.4. Uang dan Perbankan
Menurut William (2000) bahwa, kata bank berasal dari Italia branca, yang
berarti ”bangku”, karena pada mula-mula menjalankan bisnis mereka dengan
menggunakan bangku. Perbankan menyebar Italia ke Inggris. Goldsmith (tukang
emas) diLondon menawarkan penyimpanan untuk uang dan barang berharga lain.
Goldsmith harus memberikan simapan kembali kepada pemilik sesuai permintaan.
Tetapi karena jumlah penarikan oleh beberapa orang cenderung seimbang dengan
penambahan simpana oleh orang lain lagi, maka jumlah simpanan (atau emas) yang
menganggur digudang goldsmith biasanya sejumlah relatif konstan sepanjang
waktu. Goldsmith berpikir bahwa mereka dapat mendapatkan bunga dengan
meminjamkan simpanan yang menganggur tersebut.
Penyimpanan uang pada goldsmith lebih aman dari pada meninggalkannya
ditempat yang mudah dicuri, tetapi mendatangi goldsmith setiap kali membutuhkan
adalah merepotkan. Penyimpanan uang menjadi lelah karena harus datang ke
goldsmith setiap kali memerlukan uang untuk membeli sesuatu. Goldsmith kemudian
mengatur suatu langkah praktis agar pembeli, seperti petani dapat menuliskan
perintah supaya goldsmith membayar kepada orang lain, dalam hal ini adalah
pedagang kuda, sejumlah tertentu yang dibebankan kepada rekening pembeli.
Pembayaran tersebut menyebabkan goldsmith memindahkan emas dari pembeli
(petani) kepada penjual (pedagang kuda). Perintah tertulis untuk goldsmith tersebut
adalah cek pertama. Cek telah menjadi bentuk perintah yang dipandang resmi.
Dengan menggabungkan ide peminjam tunai dan cek, goldsmith menciptakan
rekening biro kepada pemakai. Goldsmith dapat memperluas pinjaman dengan cara
menciptakan rekening bagi pihak yang menerima cek dari peminjamnya. Dalam hal
ini goldsmith atau bank dapat menciptakan media pertukaran atau ”menciptakan
uang”. Uang ini meskipun didasarkan pada pemasukkan dalam buku besar
goldsmith, dapat diterima karena masyarakat percaya bahwa cek tersebut dapat
diuangkan.
2.1.5. Nilai Uang
Uang telah tumbuh menjadi lebih abstrak dari komoditas fisik, menjadi
selembar kertas yang tidak menunjukkan klaim pada komoditas fisik, menjadi
selembar besar tidak mempunyai nilai intristik, menjadi sebuah masukkan data
elektronik yang menunjukkan klaim pada selembar kertas yang tidak mempunyai
nilai intristik. Kemudian mengapa uang mamiliki nilai? Kegunaan uang pada awal
terjadinya membangkitkan keyakinan atas kemampuan untuk diterima secara luas.
Komoditas seperti jagung dan tembakau mempunyai nilai dalam penggunaannya
sekalipun untuk beberapa alasan mereka menjadi jarang dapat diterima dalam
pertukaran. Pada saat uang kertas digunakan, kemampuannya untuk dapat diterima
adalah karena adanya janji untuk dapat ditebus dengan emas, perak, atau bentuk yang
lain. Tetapi sejak uang kertas diseluruh dunia adalah uang fiat, maka tidak ada lagi
janji penebusan. Jadi, bagaimana bisa selembar kertas yang bernilai Rp.1000 dengan
barang Rp.1000? Orang menerima lembaran kertas ini karena mereka percaya
bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama.
2.2. Permintaan uang
Teori yang menjelaskan mengenai permintaan uang dapat dibedakan menjadi
teori Klasik dan teori Keynesian.
1. Teori Permintaan Klasik
Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, bahwa pandangan
ekonom Klasik, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar. Karena jumlah uang
yang diminta berbanding proporsional dengan tingkat output atau pendapatan.
Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat, begitu juga
sebaliknya. Jumlah uang yang dipengang oleh masyarakat bukanlah semata-mata
nilai nominalnya tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominalnya dibandingkan
dengan tingkat harga (real money balances).
(M/P)d = k.Y...............................................................(1)
Dimana:
(M/P)d = permintaan uang
M
= nilai nominal uang
P
= tingkat harga
Y
= pendapatan atau output
k
= proporsi permintaan uang terhadap pendapatan atau output
Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral (money
neutrality), dalam arti uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Pendapatan tersebut
dinyatakandalam persamaan kuantitas klasik (classical quantity or money)
MxV
= PxT
...................................................................(2)
Atau
MV = PT
Dimana :
M
= Jumlah Uang yang Beredar
V
= Velositas uang
P
= Tingkat Harga Umum
T
= Jumlah Unit Transaksi
Dengan demikian :
Jumlah Uang x Velositas = Harga x Transaksi
Velositas uang menunjukkan konseo yang menunjukkan berapa kali dalam
setahun uang berputar didalam sebuah perekonomian. Dalam jangka pendek,
kecepatan uang beredar dianggap tetap.
Kesulitan dari model diatas adalah pengukuran unit transaksi (T) yang
memungkinkan terjadinya penghitungan ganda. Sebab dalam dunia nyata, output
yang dihasilkan amat yang digunkan adalah nilai output riil (PDB riil):
MxV=PxT
Jumlah Uang x Velositas = Harga x PDB riil
Karena fungsi uang semata-mata sebagai alat transaksi, sedangkan velositas
diasumsikan tetap, maka dalam persamaan (1) diatas yaitu:
(M/P)d = kY
k proporsi kebutuhan uang terhadap pandapatan, besarnya adalah 1/V.
2. Teori Permintaan Uang Keynes
Menurut teori Keynes dalam Prathama Rahardja dan Mandala Manurung
(2005), ada 3 motivasi orang memegang uang, yaitu untuk transaksi (transaction
motive), berjaga-jaga (precautionary motive), dan memperoleh keuntungan
(speculative motive).
a. Motivasi Transaksi (Transaksi Motive)
Permintaan uang untuk transaksi dalam teori Keynes adalah sama dengan
permintaan uang dalam teori Klasik. Masyarakat memengang uang (holding money)
dalam rangka mempermudah kegiatan transaksi sehari-hari. Permintaan uang untuk
transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan. Bila pendapatan
meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat.
b. Motivasi Berjaga-jaga (Precautionary Motive)
Hal lain yang juga memotivasi orang memengang uang adalah persiapan
untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan atau tak terduga, misalnya sakit atau
mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-jaga juga berhubungan
positif dengan tingkat pendapatan. Jika pendapatan meningkat, permintaan uang
untuk berjaga-jaga juga meningkat.
Karena permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga berhubungan
searah dengan tingkat pendapatan, maka hubungannya dapat diekspresikan sebagai
berikut:
Mt = f(Y).............................................................................................................(3)
Dimana:
Mt = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga
Y = pendapatan
 M 1
 Y   0
c. Motivasi Mendapat Keuntungan (Speculative Motive)
Konsekuensi dari fungsinya sebagai penyimpanan nilai (store of value), uang
dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Motivasi menyimpan
uang untuk memperoleh keuntungan disebut sebagai motivasi spekulasi. Keynes
mengembangkan teori ini berdasarkan asumsi bahwa uang adalah salah satu dari dua
aset financial yang dapat dimiliki masyarakat. Aset yang lainnya adalah obligasi
(bond), yaitu surat utang yang disertai janji memberikan pendapatn bunga. Jenis
obligasi yang dimaksudkan oleh Keynes adalah obligasi yang jatuh temponya tidak
terbatas (consol bond) dan tidak memiliki risiko gagal ditagih (defauldt).
Keuntungan dari memengang uang adalah likuiditasnya yang sempurna:
kapanpun dubutuhkan, pada saat itu juga dapat digunakan untuk transaksi. Tetapi
biaya dari memengang uang adalah hilangnya kesempatan memperoleh bunga,
dibandingkan bila menyimpannya dalam bentuk obligasi. Sebaliknyaobligasi akan
memberikan pendapatn bunga. Resiko dari memengang uang obligasi adalah harga
jual yang lebih rendah dari harga nominal (capital loss). Namun, resiko ini diimbangi
oleh kemungkinan mendapat keuntungan dari menjual obligasi (capital gain).
Pendapatan dari memengang obligasi adalah pendapatan bunga dan
pendapatan dari selisih penjualan. Perubahan harga obligasi ditentukan oleh tingkat
bunga pasar yang terjadi di masa mendatang. Penilaian tentang tingkat bunga,
dikaitkan dengan tingkat bunga pasar yang dianggap normal. Bila masyarakat
menilai tingkat bunga pasar yang berlaku saat ini adalah terlalu tinggi, mereka
berekspetasi tingkat bunga dimasa mendatang akan turun. Tentunya harga obligasi
akan naik, sehingga lebih menguntungkan bila memengang obligasi. Jadi pada
tingkat bunga yang tinggi permintaan uang rendah. Bila tingkat bunga pasar yang
berlaku saat ini dianggap terlalu rendah, masyarakat berekspetasi tingkat bunga akan
turun. Harga obligasi akan turun, sehingga bila menguntungkan memengang uang.
Pada tingkat bunga rendah permintaan uang meningkat. Dengan demikian ada
hubungan berbanding terbalik antara tingkat bunga dengan permintaan uang
berdasarkan pertimbangan memperoleh keuntungan (spekulasi)
Msp = f(r)............................................................................................(4)
Dimana:
Msp = permintaan uang untuk spekulasi
R
= tingakat bunga
Msp
0
r
Sehingga total permintaan uang:
M D = M1 + Msp........................................................................................(5)
= f(Y,r)
Dimana:
M D = Total permintaan uang
Mt
Msp
 0;
0
Y
r
Permintaan uang mempunyai keterkaitan yang erat dengan fungsi uang,
seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 2.1. Alasan Mengapa Masyarakat Memegang Uang
Motivasi
Beberapa Karakteristik
Kebutuhan Transaksi
Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari
Sebagai alat tukar
Berhubungan positif dengan pendapatan
Berhubungan negatif dengan perkiraan inflasi
Berjaga-jaga
Untuk menghadapi kondisis darurat/tak terduga
Sebagai alat tukar
Sebagai penyimpanan nilai
Berhubungan positif dengan pendapatan
Berhubungan negatif dengan perkiraan inflasi
Mendapatkan keuntungan
Sebagai penyimpan nilai
Sebagai salah satu bentuk asset
Berhubungan negatif dengan tingkat bunga
Berhubungan nilai dengan perkiraan inflasi
2.3. Suku Bunga
2.3.1. Pengertian Suku Bunga
Suku bunga dapat dikatakan sebagai biaya yang dikeluarkan sebagai balas
jasa karena telah menggunakan uang orang lain. Bagi dunia perbankan, suku bunga
dapat dikatakan sebagai harga yang harus dikelurakan bank kepada nasabah yang
menyimpan dananya di bank, dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai harga yang
dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang
memperoleh pinjaman).
2.3.2. Jenis Suku Bunga
Dalam kehidupan sehari-hari banyak terdapat jenis suku bunga, yaitu:
a. Suku Bunga Dasar
Suku bunga dasar adalah tingkat bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas
kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat bunga yang telah ditetapkan bank
sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh
bank sentral. Dasar perhitungan suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil
untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan pada nasabahnya.
b. Suku Bunga Efektif
Suku bunga efektif adalah suku bunga yang dibayar atas harga beli suatu
obligasi (BOND). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat bunga
nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi
ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat
bunga efektifnya.
c. Suku Bunga Nominal
Suku bunga nominal (nominal rate) adalah tingkat suku bunga yang
dibayarkan tanpa dilakukan penyesuaian terhadap akibat-akibat inflasi.
d. Suku Bunga Padanan
Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari
(bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan), dan
setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka
waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan
memberikan penghasilan bunga dalam jumlah yang sama.
Menurut Elpis Purba dan Parulia Simanjuntak (2002) bahwa berdasarkan
kegiatan bank dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dari masyarakat
(dalam hubungannya dengan nasabah) maka suku bunga dikelompokkan dalam dua
jenis, yaitu:
1. Bunga Simpanan
Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai rangsangan atas balas jasa
bagi nasabah yang menyimpan uang di bank yang merupakan harga yang harus
dibayarkan bank kepada nasabahnya. Contoh: giro, bunga tabungan dan bunga
deposito.
2. Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman adalah bunga atau harga yang diberikan oleh nasabah
(peminjam) kepada bank atas dana atau pinjaman yang diberikan kepadanya.
Contoh: bunga kredit.
2.3.3. Teori Suku Bunga
1. Teori Bunga dari Aliran Klasik
Dalam Indra Darmawan (1992) bahwa Prof. Marget dari London of School of
Economics, teori bunga aliran klasik dinamakan ”the pure theory of interest”.
Menurut teori itu, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan modal. Jadi bunga modal terlalu dianggap sebagai harga barangbarang dan jasa-jasa, tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran,
demikian pula tinggi rendahnya bunga modal ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan modal. Dasarnya adalah ”price determined by supply and demand”.
2. Teori Bunga dari Aliran Neo Klasik
Berdasarkan Indra Darmawan , bahwa teori ini dikemukakan oleh
Roberson dan dinamakan “The Loanable fund theory of interest”. Dasar teori ini
hampir sama dengan teori bunga aliran klasik. Perbedaannya terletak pada suatu
perbaikan kearah segi penawaran akan modal saja, menurut aliran klasik, saving
(supply of capital) hanya berbentuk simpanan saja.
Sedangkan menurut teori Loanable Fund Saving
itu terdiri dari atas
simpanan, penciptaan uang baru, dan saldo uang yang diaktifkan (actived idle
balance). Maka dari itu supply of capital menurut teori ini akan lebih besar dari
pada menurut teori klasik. Oleh karena dasar teori tersebut sama dengan teori
klasik, maka kritik dari J.M Keynes adalah sama, yaitu bahwa tingkat bunga tidak
dapat ditentukan begitu saja karena tidak diketahui tingkat pendapatan yang akan
mempengaruhi saving, maka tingkat bunga pun tidak diketahui. Menurut Keynes
tingkat bunga dapat ditentukan tinggi rendahnya jika tingkat pendapatan telah
diketahui dan tetap tidak berubah.
3. Teori Bunga Keynes
Permintaan akan uang yang menurut Keynes disebut liquid of preference
(permintaan uang) tergantung dari tingkat bunga. Pada grafik dibawah sumbu
horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk
tingkat bunga.
Tingkat bunga
(%)
r
liquid preference
Jumlah uang dan permintaan uang
I
Gambar 3.1. Permintaan Uang
Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga.
Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adalah suatu
keyakinan bahwa ada tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun
dibawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan
kembali ketingkat normal (yakin bahwa bunga akan naik diwaktu akan datang). Jika
mereka memengang surat berharga diwaktu bunga naik, maka harga nya akan turun,
dan mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari
kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipengangnya, dengan
sendirinya akan menambah uang kas yang dipengang, pada tingkat bunga naik.
Hubungan permintaan uang negatif dengan tingkat bunga juga berkaitan
dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin
tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memengang uang kas (dalam bentuk
tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang
kas), sehingga keinginan memengang uang kas juga akan turun. Sebaliknya jika
tingkat bunga turun, berarti ongkos memengang uang kas juga makin rendah,
sehingga permintaan uang kas akan bertambah.
2.4. Kurs
Berdasarkan Yoopi Abimanyu (2004) bahwa nilai tukar (exchange rate) atau
kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.
Kurs ini dipertahankan disemua melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah
pembelian mata uang asing apabila harganya rendah dan menjualnya bilamana
harganya tinggi. Suatu kenaikan dalam kurs disebut depresiasi atau penurunan nilai
mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Suatu penurunan dalam kurs
disebut apresiasi, atau kenaikkan dalam nilai mata uang dalam negeri. Karena mata
uang yang lain maka biasanya dapat dihitung suatu kurs yang efektif. Kurs efektif
inilah yang merupakan rata-rata tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara.
2.4.1. Pasar Valuta Asing
Menurut Prathama dan Mandala Manurung bahwa, yang dimaksud dengan
valuta asing adalah mata uang negara lain dari suatu perekonomian. Misalnya, valuta
asing bagi perekonomian Indonesia adalah mata uang selain Rupiah, misalnya Yen
Jepang, Ringgit Malaysia, dan Bath Thailand. Biasanya mata uang negara lain
diperdangangkan dalam suatu negara, bila hubungan ekonomi baik bilateral (antara
dua negara) maupun multilateral (lebih dari dua negara) relatif baik. Misalnya ketiga
mata uang tersebut diatas digunakan atau diperdagangkan di Indonesia karena
hubungan ekonomi dengan ketiga negara tersebut relatif baik dan intensif. Tetepi
mata uang Brasil tidak diperdangangkan di Indonesia tidak memiliki hubungan
langsung dan atau intensif dengan Brasil.
Untuk dapat digunakan mata uang-mata uang yang dipergunakan mempunyai
harga tertentu dalam mata uang negara lain. Harga tersebut menggambarkan berapa
banyak suatu mata uang harus dipoergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata
uang negara lain. Istilah lain dalam rasio pertukaran tersebut adalah nilai tukar
(exchange rate). Bila dikatakan nilai tukar Rupiah adalah Rp. 10.000/US$, maka
untuk memperoleh satu unit US$ harus disediakan sebanyak 10.000 Rupiah. Jadi jika
kita ingin membeli sebuah komputer seharga $1.000, maka kita harus menyediakan
Rupiah sebanyak 10 juta unit. Sederhananya, harga komputer per unit adalah Rp.10
juta.
2.4.2. Para Pelaku Valuta Asing
Setelah
pengenalan
pasar
valas
diatas
maka
kita
akan
mencoba
mengindentifikasi siapa saja pelaku yang ada di dalam pasar tersebut. Dalam pasar
Valas tersebut terdapat beberapa pelaku pasar yang bertransksi dengan beragam
kepentingan.
Adapun yang melakukan transaksi jual beli valuta asing dipasar atau peserta
pasar bias dibedakan sebagai berikut:
-
Perusahaan
Perusahaan melakukan ekspor atau impor barang dan jasa dengan negara lain
membutuhkan transaksi jual beli valuta asing untuk memenuhi antisipasi kewajiban
yang dimilikinya.
-
Masyarakat atau perorangan
Masyarakat atau perorangan dapat melakukan transaksi valuta asing untuk
berspekulasi dan memenuhi kebutuhannya. Contoh, seorang ayah yang akan
mengirim uang buat anaknya yang sekolah ke Amerika maka dia harus membeli US
Dolar.
-
Bank Umum
Bank umum melakukan transaksi jual beli valuta asing untuk berbagai
keperluan antara lain melayani nasabah (perusahaan) yang ingin bertransaksi valas,
berusaha memperoleh keuntungan dari perubahan harga valuta asing dpasar,
memenuhi kewajiban valuta asing yang dimilikinya.
-
Broker/perantara
Broker adalah orang atau perusahaan yang tugasnya adalah menjadi perantara
terjadinya transaksi valas. Mereka biasanya berusaha membantu pembeli mencari
penjual dan sebaliknya.
-
Pemerintah
Pemerintah melakukan transaksi valuta sing untuk berbagai tujuan antara lain
membayar cicilan utang luar negeri, penerimaan utang luar negeri baru yang harus
ditukar ke valuta asing, dan lain-lain.
-
Bank sentral
Di banyak negara Bank Sentral tidak berada dibawah kendali pemerintah, dia
merupakan lembaga independent yang bertugas menstabilkan perekonomian. Salah
satu intrument dalam penstabilan perekonomian adalah dengan valuta asing.
Adapun alur kegiatan pasar valas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perusahaan atau perorangan yang akan melakukan transaksi karena
kebutuhannya akan menghubungi bank melkukan transaksi. Dia membeli atau
menjual valas dengan pihak bank.
Pihak bank pada saat melakukan transaksi beli atau jual valas dengan
perusahaan atau perorangan, bank biasanya langsung masuk kepasar valas antar bank
guna melakukan transaksi kebalikan dari yang dia lakukan dengan nasabah. Sebagai
contoh, bank membeli USD dan menjual rupiah dengan perusahaan, pada saat yang
bersamaan bank menjual USD dan membeli rupiah dari valas antar bank. Hal ini
dilakukan oleh bank untuk mengurangi resiko yang dihadapi, terutama resiko
pergerakan kurs.
Dalam melakukan transaksi valas antar bank ada dua cara yang bisa
dilakukan yaitu bank-bank mencari sendiri bank lain yang mau membeli USD yang
menjual rupiah atau bank bias minta tolong kepada broker untuk mencari bank lain
yang mau membeli USD dan menjual rupiah.
Bank sentral biasanya melakukan transaksi valas untuk menstabilkan nilai
tukar valuta.
2.4.3. Sistem Nilai Tukar
Dalam perkembangannya ada beberapa sistem nilai tukar yang digunakan
oleh banyak negara dalam menentukan dan mengelola nilai mata uangnya, antara
lain:
1. Gold Specie Standart

Standart ini menetukan nilai mata uang suatu negara dikaitkan dengan nilai
jumlah tertentu emas. Pada saat diterapkannya standart ini, uang kertas belum
dikenal luas sehingga mata uang pada saat itu masih berbentuk koin logam
dan lain-lain. Nilai nominal yang tertera pada mata uang tersebut sama
dengan harga bahan baku emas mata uang tersebut. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar nilai nominal mata uang sama dengan nilai bahan baku
emasnya yaitu:

Masyarakat harus bebas melebur mata uangnya menjadi logam mulia dan
sebaliknya.

Masyarakat harus bebas melakukan ekspor impor emas.

Bank sentral harus membeli dan menjual emas berapapun jumlahnya pada
harga tetap yang telah ditentukan.

Dalam standart ini likuiditas sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi emas
dan penggunaan dalam industri.
2. Gold Bullion standart
Standart ini digunakan pada saat uang kertas mulai banyak digunakan dan
beredar dimasyarakat sehingga pada standart ini nilai mata uang tersebut dikaitkan
dengan sejumlah tertentu emas. Pada standart ini bank sentral menjamin
konvertibilitas mata uangnya (uang kertas) dengan emas. Artinya pemerintah akan
menukar mata uangnya dengan emas dalam jumlah tetap yang telah ditentukan.
Masyarakat bebas menukar uang yang dipengangnya menjadi emas ke bank sentral.
Sehingga secara teoritis setiap unit uang yang dikeluarkan pemerintah di ”backup”
sejumlah teretntu emas.
Namun pada kenyataannya emas yang disimpan biasanya kurang dari jumlah
seharusnya disediakan untuk ”backup” seluruh uang yang beredar. Hal ini
dimungkinkan karena kepercayaan masyarakat terhadap mata uang tersebut. Karena
masyarakat bebas menukarkan mata uangnya kapan saja dia mau maka justru
masyarakat tidak akan menukarkan mata uangnya kecuali dalam keadaan terpaksa.
Contoh pemerintah Inggris bias mempertahankan cadangan emasnya hanya 5% dari
jumlah yang seharusnya disediakan.
Pada kedua standart tersebut emas juga merupakan alat pembayaran
internasional. Jadi bila suatu negara melakukan defisit neraca pembayaran maka dia
harus menyerakan emas secara fisik ke Negara yang surplus neraca pembayarannya
terhadap dia.
Beberapa masalah yang dihadapi Gold Standart yaitu:

Gold standart tidak flexibel, dimana satu negara tidak dapat melindungi
ekonomi dalam negerinya dari tekanan-tekanan dari luar. Misalnya apabila
neraca pembayaran mengalami defisit maka perlambatan pertumbuhan
ekonomi pasti terjadi dan tak dapat dihindari. Kesempatan untuk menghindari
resesi pun kecil.

Pemerintah tidak bias membiayai anggaran belanjanya dengan cara mencetak
uang. Hal ini dilarang dalam standart emas, ingat setiap uang kertas yang
diciptakan harus diback-up sejumlah tertentu emas yang ada dibank sentral.
Untuk keadaan tertentu yang harus diselesaikan lebih penting dari sekedar
dan mempertahankan standart emas itu sendiri.

Sistem ini tidak bias menangani situasi ”disequilibrium” yang disebabkan
oleh perang.
3. Fixed Exchange Rate System
Sistem ini mulai diterapkan pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan
digelarnya konferensi internasional mengenai nilai tukar yang diadakan di Bretton
Woods, New Hampshire Amerika Serikat pada tahun 1944 yang antara lain
meyepakati hal-hal sebagi berikut:
1. Amerika Serikat akan mengaitkan mata uangnya US Dollar dengan sejumlah
tertentu emas. Waktu itu ditetapkan sebanyak 35 US Dollar per ounce emas.
2. Negara-negara lain dapat menyimpan cadangannya dalambnetuk emas
maupun dalam bentuk mata uang US Dollar dengan pertimbangan bahwa
menyimpan dalam bentuk US Dollar mendapatkan bungan dibandingkan
dalam bentuk emas yang tidak menpatakan apa-apa.
3. Amerika Serikat akan menjual emas dalam jumlah tertentu yang tetap kepada
pemilik US Dollar yang sah.
4. Begitu mata uang negara lain ditentukan nilai tukarnya maka pemerintah
wajib memelihara nilai tukar tersebut sehingga nilainya tetap. Cara yang
ditempuh adalah dengan cara intervensi pada pasar valuta asing, sebagai
contoh apabila nilai tukar mata uangnya jatuh maka pemerintah akan menjual
cadangan devisanya untuk menahan penurunan nilai tukar valutanya. Hal ini
akan berakibat meneurunya cadangan devisa negara tersebut.
5. Didirikan International Monetery Fund (IMF) guna membantu bank sentral
yang mengalami kesulitan keuangan denagn memberikan pinjaman
sementara.
4. Floating Exchange rate System
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru
yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan
bebas. Nilai tukar ini ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penewaran valuta
tersebut di pasar.
Dalam praktek terdapat dua jenis Floating Exchange Rate System, yaitu:
1. Free Floating Exchange Rate System
Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakan sepenuhnya
tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan dipasar. Bank Sentral tidak
melakukan intervensi kepasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya.
Pada sistem ini perubahan nilai tukar tidak akan berdampak langsung pada naik
turunya nilai tukar valuta.
2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System
Berbeda dengan sistem di atas maka pada sistem ini bank sentral dapat
melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta.
Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan
kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut
sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih lagi. Pada
sistem ini naik turunnya cdangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi
bank sentral ke pasar.
2.4.4. Akibat kurs Yang tidak Sesuai
Akibat mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingakn dengan
valuta asing akibat ekspor akan macet adan impor didorong terlalu besar, sehingga
keseimbangan neraca pembayaran suatu negara menjadi terancam.
Sebagai contoh: andaikan kurs dollar masih $1,00 = Rp 5.000,- dan biaya
produksi karet misalnya Rp 2 juta, sedangkan harga karet yang diekspor $ 500/ton.
Dengan kurs yang berlaku eksportir akan mendapat Rp 2.500.000/ton, sehingga ia
untung Rp 500 ribu, sehingga ekspo akan macet.
Dilain pihak, impor akan didorong. Misalnya harga sebuah mesin adalah Rp
1000,- dengan kurs 1,00 = Rp 5000, maka importir harus membayar Rp 5 juta untuk
membeli mesin tersebut. Tetapi karena inflasi dalam negri, harga jual mesin tersebut
menjadi naik menjadi Rp 7 juta, jadi importir akan untung.
Jadi kalau kurs resmi lebih tinggi dari nilai realnya, atau kalau rupiah “over
valued” (karena inflasi dalam negeri), maka ekspor akan macet dan impor akan
bertambah.
Hal sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau “under
valued”. Apabila kurs resmi dinilai terlalu rendah dibandingkan daya belinya yang
sesungguhnya, amak ekspor akan bertambah bsar, tetapi impor akan macet.
Devaluasi dan Revaluasi
Jika kurs resmi memang sudah tidak sesuai dengan perbandingan daya beli
uang, secar resmi diturunkan terhadap valuta lain (berarti harga valuta asing
dinaikkan). Sebaliknya revaluasi jika nilai tukar valuta nasional dinaikkan terhadap
dollar atau valuta lainnya.
2.4.5. Teori yang Berkaitan dengan Nilai Tukar Valuta
1. Balance of Payment Approach
Pendekatan ini mendasarkan diri pada pendapatan bahwa nilai tukar valuta
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap valuta tersebut.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur permintaan dan penawaran adalah
Balance of Payment. Balance of Payment dapat menunjukkan aliran dana masuk dan
keluar suatu Negara. Balance of Payment ini digunakan sebagai alat ukur kekuatan
penawaran dan permintaan terhadap suatu valuta tertentu. Sebagai contoh apabila
Balance of Payment suatu negara menjadi defisit dapat diartiakn bahawa penghasilan
(arus uang masuk) lebih kecil dari pada pengeluaran (arus keluar) maka permintaan
akan mengalami penurunan dan sebaliknya. Jadi, pendekatan ini berusaha untuk
menggunakan Balance of Payment sebagai faktor yang menentukan nilai tukar
valuta.
Dalam menggunakan pendekatan ini kita harus berhati-hati melihat data yang
ada pada Balance of Paynent.
Karena tidak jarang data yang tersaji disana
memberikan gambaran yang bias terhadap pergerakan mata uang itu sendiri. Mari
kita lihat contoh beriku:

Bakance of Payment tidak memperhitungkan transaksi dipasar gelap, memenga
transaksi dipasar gelap tidak terlalu besar dibanding transaksi resmi. Tetapi untuk
beberapa negara yang transaksi pasar gelapnya besar (transaksi narkotika dll)
maka aliran dana akan berpengaruh signifikan.

Balance of Payment tidak memperhitungkan transaksi yang sifatnya berjangka
2
Teori Purchasing Power Parity
Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha
menghubungakan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan
jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut dengan Law of One Price bahwa
dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya
mempunyai harga yang sama. Untuk mempermudah kita lihat contoh berikut ini:
misalnya harga satu koligram apeel di Indonesia adalah Rp 20ribu dan harga barang
yang sama di Amerika adalah $2, maka sesuai dengan hukum low of one price
berarti $2 = Rp 20.000,- dan seharusnya nilai tukar valuta USD dibandingkan Rupiah
adalah 20.000/2 = 10.000,- rupiah untuk setiap Dollar.
Ada dua versi teori ini yaitu absolute dan versi relative.
a. Versi absolute menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan harga
barang di dua negara. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata tertimbang
dari seluruh barang yang ada di negara tersebut.
Versi absolute banyak menerima kritikan karena beberapa hal antara lain:

Sulit sekali menemukan produk di dua negara yang benar-benar identik.

Versi ini tidak memperhatikan hal-hal lain seperti selera, tingkat pendapatan,
merk barang dan lain-lain. Sebagai contoh makanan gado-gado mungkin di
sukai oleh orang Indonesia dan harga relatif murah, namun dinegara lain
relatif mahal karena sedikit orang yang makan makanan itu, contoh lain,
orang lebih suka membeli Toyota dari pada merk lain.

Versi ini tidak memperhitungkan biaya transport dan pembatasan
perdagangan yang ada sampai sekarang.
b. Versi relatif mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua negara
adalah sama dengan selisih kenaikan barang dikedua negara pada periode
tertentu. Versi ini masih menunjang banyak kritikan yaitu:

Belum memprhitungkan pembatasan perdangan yang ada didua negar
tersebut.

Perbedaan dalam pembobotan indeks harga.

Kesulitan dalam menentukan periode perhitungan sehingga mengalami
kesulitan dalam perbandingan tingkat kenaikan harga.

Kenyataan bahwa jangka pendek pergerakan valuta lebih dipengaruhi oleh
kondisi pasar keuangan dari pasar komoditi.
3. Fisher Effect yang diperkenalkan oleh Irving Fischer. Fischer Effect
menyatakan bahwa tingkat suku bunga nominal disuatu Negara akan sama dengan
tingkat suku bunga rill ditambah tingkat inflasi dinegara itu. Dari pernyataan tersebut
dapat digambarkan dalam persamaan matematika sederhana dibawah ini:
Suku bunga nominal = suku bunga rill + tingkat inflasi
Menurut Fischer Effect, tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat berbeda
karena tingkat inflasi mereka berbeda.
4. International Fischer Effect pendapat ini dijelaskan oleh fischer effect yang
telah dijelaskan diatas. Pendapat ini menyatakan bahwa pergerakan nilai mat uang
suatu negra dibandingkan negara lain (pergerakan kurs) disebakan oleh suku bunga
nominal yang ada dikedua negara tersebut. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh
berikut ini misalnya suku bunga Amerika (USA) adalah 2% dan suku bunga
Indonesia adalah 16%, maka menurut International Fischer Effect mata uang di
Indonesia dalam hal ini Rupiah akan terdepresiasi (turun nilainya) sekitar 16%-2% =
14% dibandingkan mata uang Amerika.
2.5. Produk Domestik Bruto
Jika anda diminta menilai kondisi perekonomian seseorang, maka yang
pertama akan dilakukan adalah melihat berapa banyak pendapatannya. Seseorang
yang memiliki pendapatan tinggi relatif mudah mencukupi berbagai kebutuhan
hidupnya, serta meninkmati kemewahan. Logika yang sama juga berlaku untuk
perekonomian secara keseluruhan. Untuk menilai suatu negara tergolong kaya atau
miskin, pertama yang kita lihat adalah seberapa banyak pendapatn total dari semua
oarng yang tinggal dinegara tersebut. Itulah yang dihitung konsep PDB.
Bagaimana cara kita mengukur kinerja perekonomian suatu negara? Selama
abad ke-17 dan 18 kebijakan ekonomi yang paling dominan adalah merkantilisme.
Banyak yang berpendapat tingkat kemakmuran ekonomi paling baik diukur dari stok
logam mulia yang terakumulasi pada suatu negara.
Nilai PDB suatu periode terntu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara
harga yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan. Misalkan dalam
perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis produk yaitu baju. Selama tahun
2000 diproduksi sebanyak 1000 potong baju. Bila harga jual satu potong baju adalah
Rp 10.000, maka PDB tahun 2000 besarnya adalah Rp 10 juta.
Juka PDB tahun 1999 adalah Rp 4 juta, dapat diambil kesimpulan bahwa
perekonomian tahun 2000 lebih baik dari tahun 1999.
BA III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Daerah Penelitian
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam
mengumpulkan data dan atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan
menguji hipotesis penelitian. Daerah penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan
mengambil data mulai dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006.
3.2. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan pengambilan data
dilakukan di Bank Indonesia Cabang Medan. Sedangkan metode pengumpulan data
yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) yaitu penelitian melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan ilmiah.
Laporan-laporan yang ada hubungan dengan topik yang diteliti dan penelitian
lapangan. (field research) dengan tujuan memperoleh data-data yang lengkap.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pencatatan langsung dengan data yang
diperlukan. Data yang digunakan adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Perkembangan Permintaan Uang, Suku Bunga Deposito Berjangka,
Kurs Rupiah, dan Produk Domestik Bruto
Tahun
Permintaan
Suku Bunga Deposito
Uang (M2)
Berjangka (3 bulanan)
(milyar rupiah)
(persentase)
1992
119.053
10,54
1993
145.599
6,08
1994
174.512
8,01
1995
222.638
8,13
1996
288.632
8,73
1997
355.643
24,60
1998
577.381
49,74
1999
646.205
7,99
2000
747.028
8.31
2001
844.053
14,38
2002
883.908
11,97
2003
955.692
6,24
2004
1.033.527
4,91
2005
1.203.215
8.58
2006
1.382.074
3.25
Sumber: Bank Indonesia, 1992-2006
Kurs Rupiah
2.062
2.110
2.200
2.308
2.383
4.650
8.025
7.100
9.595
10.400
8.940
8.465
9.290
9.830
9.020
Produk
Domestik Bruto
(milyar rupiah)
131.101,6
329.775,8
354.640,7
383.792,8
413.797,9
433.245,8
376.374,9
379.352,4
398.016,8
1.440.405,7
1.505.216,4
1.577.171,3
1.656.825,7
1.749.540,9
1.846.654,9
3.3. Model Analisis Data
Analisis yang digunakan untuk hipotesis di atas adalah alat analisis statistik
berupa regresi linier berganda. Model persamaannya adalah :
Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + ui, i = 1, 2, 3, . . . , N.
Dimana :
Y
= Jumlah permintaan uang (M2) di Indonesia (miliar rupiah)
β0
= Intersept
β1, β2, β3
= Koefisien Regresi
X1
= Suku Bunga Deposito Berjangka (persentase)/tahun
X2
= Kurs Rupiah Terhadap Dollar (ribuan rupiah)
X3
= Produk Domestik Bruto (dalam miliar)
u
= galat (disturbance error)
Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:
ˆ 1 =
Y
< 0 Semakin rendah suku bunga deposito berjangka, maka
X 1
jumlah permintaan uang kartal di Indonesia semakin
meningkat. ceteris paribus,
̂
2
=
Y
> 0 Semakin besar kurs rupiah terhadap Dollar, maka jumlah
X 2
permintaan uang kartal di Indonesia semakin meningkat.
ceteris paribus,
̂ 3 =
Y
> 0 Semakin besar Produk Domestik Bruto, maka jumlah
X 3
permintaan uang kartal di Indonesia semakin meningkat.
ceteris paribus.
Pengujian Hipotesis dan Uji Kebaikan Suai (goodness of fit test)
1) Uji secara Individu : Uji -t
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas (suku bunga deposito
berjangka, kurs rupiah, dan produk domestik bruto) berpengaruh nyata terhadap
variabel-variabel tak bebas (permintaan uang di Indonesia), maka dilakukan
pengujian dengan uji t pada tingkat kerpercayaan 95 % dan α = 5 %.
1. Suku Bunga Deposito Berjangka
H0 : β1 = 0
H1 : β1 < 0
2. Kurs Rupiah
H0 : β2 = 0
H1 : β2 > 0
3. Produk Domestik Bruto
H0 : β3 = 0
H1 : β3 > 0
Dan digunakan Uji thitung sebagai berikut :
thitung =
ˆ i   i
S ( ˆ i)
dimana :
ˆ i
= Koefisisen regresi (statistik)
i
= Parameter
S ( ˆ i ) = Standar Deviasi
Jika : thitung > ttabel, maka H0 ditolak, berarti ada pengaruh nyata dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
thitung < ttabel, maka H0 diterima, berarti tidak ada pengaruh dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
2) Uji Signifikasi Simultan (Uji F)
Selanjutnya dilakukan uji F yang bertujuan untuk melihat apakah suku
bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto berpengaruh
secara serentak
mempengaruhi terhadap permintaan uang di Indonesia dengan
kriteria sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = β3 = 0
H1 : tidak semua βi = 0
Dan digunakan statistik Uji Fhitung sebagai berikut :
fhitung =
JKR(k  1)
JKG (n  k )
dimana :
JKR
= jumlah kuadrat regresi
JKG
= jumlah kuadrat galat
k
= banyaknya koefisien regresi
Apabila: fhitung < ftabel, maka H0 diterima, berarti semua variabel bebas secara
simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
ffhitung > ftabel, maka H0 ditolak, berarti semua variabel bebas secara simultan
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
3) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) adalah mengukur kebaikan suai (good of fit)
dari persamaan regresi; yaitu memberikan proporsi atau persentase variasi total
dalam variabel Y yang dapat dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan X dan
nilainya berkisar antara 0 < R2 < 1. Nilai koefisien determinasi yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel tak bebas amat
terbatas. Nilai koefisien yang mendekat 1, berarti variabel-variabel bebas
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memperkirakan
keragaman variabel takbebas.
4) Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
1. Uji Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik Tidak Ada Multikolinearitas
a. Matriks Koefisien Korelasi
b. Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
Menurut W.H. Greene (2000) dan J.M. Wooldridge (2000) bahwa
Variation Inflation Factor (VIF) dan Tolerance adalah dua ukuran yang
dapat digunakan untuk menyelidiki multikolinearitas. Dengan pendugaan
OLS maka diperoleh bahwa Var (𝛽̂𝑖 ) = 𝑆
𝜎2
2
𝑖𝑖 (1−𝑅𝑖 )
dengan
𝑆𝑖𝑖 =
∑𝑛𝑗=1(𝑋𝑖𝑗 − 𝑋̅𝑖 )2 dan 𝑅𝑖2 adalah koefisien determinasi. Misalkan tidak ada
korelasi linier sesama variabel bebas dalam model, maka koefisien
determinasi parsial sesama variabel bebas 𝑅𝑖2 akan menjadi nol, maka
ragam (variance) dari (𝛽̂𝑖 ) akan menjadi
𝜎2
𝑆𝑖𝑖
. Dibagikan terhadap Var
(𝛽̂𝑖 ) maka diperoleh Variation Inflation Factor dan Tolerance masingmasing sebagai berikut:
1
VIF (𝛽̂𝑖 ) = 1−𝑅2 dan Tolerance (𝛽̂𝑖 ) = 1/VIF = 1 - 𝑅𝑖2 .
𝑖
Kriteria pengambilan kesimpulan:
a). Jika nilai Tolerance kurang dari 0,10 berarti ada korelasi antar variabel
bebas.
b). Jika hasil perhitungan nilai VIF lebih dari 10, berarti ada korelasi antar
variabel bebas.
c. Koefisien Determinasi R2 Parsial
Cara lain mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat juga digunakan
cara regresi parsial dengan prosedur sebagai berikut:
a). Pertama, dilakukan pendugaan model regresi awal Y = f(X1, X2, X3)
dan
didapatkan koefisien determinasi
R 2,
dengan Y = jumlah
konsumsi kopi (kg/bulan), X1 = tingkat pendapatan (rp/bulan), X2 =
Harga kopi (Rp/kg), dan X3 = Harga gula (Rp/kg).
b). Kedua, dengan SPSS dilakukan regresi antar peubahl bebas:
X1 = g(X2, X3) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅12
X2 = g(X1, X3) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅22
X3 = g(X1, X2) diperoleh koefisien determinasi parsial 𝑅32
c). Ketiga, kriteria pengambilan keputusan: nilai R2 parsial pada prosedur
b) di atas dibandingkan dengan nilai koefisien detreminasi R2 model
utama [awal, prosedur a) di atas]. Jika nilai R2 parsial lebih tinggi
dibandingkan dengan R2 model awal, maka di dalam model regresi
terdapat multikolinearitas.
2. Otokorelasi
Otokorelasi apabila galat dari periode waktu yang berbeda (observasi
data cross section) berkorelasi. Dikatakan bahwa galat berkorelasi atau
mengalami otokorelasi apabila: Var (ei,ej) ≠ 0 untuk i  j. Ada 2 (dua) cara
yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji keberadaan otokorelasi.
Uji Durbin – Watson (Uji DW)
a.
Uji DW hanya digunakan untuk otokorelasi derajat (order) satu dan
mensyaratkan adanya intersep (konstanta) dalam model regresi dan tidak
ada peubah lag di antara peubah bebas.
Uji Durbin Watson dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
dhit =
 (et  et  1) 2
et2
Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : tidak ada otokorelasi (r = 0)
H1 : ada otokorelasi (r ≠ 0)
Pengambilan keputusan ada tidaknya otokorelasi: dibandingkan nilai DW
hasil regresi model dengan nilai Tabel DW.
b. Uji Langrange Multiplier (Uji LM) atau Uji Breusch-Godfrey (Uji
BG)
Untuk melakukan uji BG pertama didapatkan nilai galat (residu)
dengan cara:
1). Pada Windows Linear Regression pada program SPSS dimasukkan
peubah takbebas dan peubah bebas ke tempatnya masing-masing,
2). Pilih Save dan aktifkan unstandardized residual, sehingga diperoleh data
residual (Res_1),
3). Selanjutnya dibentuk peubah lag residual (et-1 dan et-2) dengan perintah
pilih Transform, lalu Compute sehingga diperoleh data Res_2,
4). Sekarang dilakukan uji Breusch-Godfrey dengan meregresikan model
persamaan sebagai berikut:
Res_1 = 𝛽̂0 + 𝛽̂1 𝑋1 + 𝛽̂2 𝑋2 + 𝛽̂3 𝑋3 + 𝛽̂4 𝑅𝑒𝑠_2
Kriteria pengambilan keputusan: Jika nilai 𝑡𝛽̂4 nyata berarti ada
otokorelasi, sebaliknya jika tidak nyata berarti tidak ada otokorelasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang
1. Pendugaan Model Regresi
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu suku bunga deposito
berjangka, kurs rupiah dan produk domestik bruto terhadap variabel terikat yaitu
permintaan uang di Indonesia, maka digunakan model regresi linier berganda.
Bab ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara kedua variabel yakni
variabel bebas dan variabel terikat, yaitu apakah permintaan uang di Indonesia
dipengaruhi oleh suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah, dan PBB. Disamping
itu untuk mengetahui apakah koefisien regresi masing-masing variabel bebas
signifikan atau tidak. Untuk itu masing-masing koefisien regresi diuji dengan uji-t
dan kedua-duanya dengan uji ”F”.
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program pengolah data
SPSS maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Dari hasil analisis regresi linier berganda di atas dengan menggunakan
metode OLS, dapat dibentuk model pendugaan sebagai berikut :
Y = -20366.413 – 2602.271X1 + 68.714X2 + 0.288X3
1. Suku bunga deposito berjangka mempunyai pengaruh negatip terhadap
permintaan uang di Indonesia, dengan koefisien – 2602.271. Hal ini berarti jika
terjadi kenaikan suku bunga deposito berjangka sebesaar 1%, ceteris paribus,
maka permintaan uang di Indonesia akan turun sebesar 2602.271 milyar rupiah.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Regresi
Model
(Constant)
Suka Bunga
Deposito
Berjangka (%)
Kurs Rupiah
Produk Domestik
Bruto (miliar rp)
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-20366.413 75979.198
-2602.271
3286.289
68.714
.288
16.111
.086
Standardiz
ed
Coefficient
s
Beta
-.073
t
Sig.
-.268 .794
-.792 .445
.563 4.265
.461 3.352
.001
.006
a. Dependent Variable: Jumlah Permintaan Uang (miliar rp)
2. Kurs rupiah mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia,
dengan koefisien sebesar 68.714. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan kurs rupiah
sebesar Rp 1, ceteris paribus, maka permintaan uang di Indonesia akan naik
sebesar 68.714 milyar rupiah.
3. Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positip terhadap permintaan uang
di Indonesia, dengan koefisien sebesar 0.288. Hal ini berarti jika terjadi kenaikan
produk domestik bruto sebesar Rp 1 milyar , ceteris paribus, maka permintaan
uang di Indonesia akan naik sebesar 0.288 milyar rupiah.
2. Pengujian Hipotesis
Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan pengujian koefisien regresi secara parsial atau
individual yang bertujuan untuk mengetahui apakah independent variable
mempunyai pengaruh nyata atau signifikan secara parsial terhadap depedent
variable. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Suku Bunga Deposito Berjangka
1. Hipotesis
: H0 : β1 = 0
2. Hipotesis
: H1 : β1 < 0
3. α = 5%
4. Nilai Kritis : t-tabel = - 1,796
Df = n – k = 15 – 4 = 11
5. Kriteria
: H0 diterima apabila thitung > ttabel (α = 5%)
H0 ditolak apabila thitung < ttabel (α = 5%)
thitung =
b2
 e (b2 )
thitung = -0,792
6. Keputusan :
Ternyata thitung (-0,792) > ttabel (-1,796), dengan demikian H0 diterima. Hal
ini berarti bahwa variabel suku bunga deposito berjangka tidak berpengaruh
nyata terhadap permintaan uang di Indonesia.
b) Kurs Rupiah
1. Hipotesis
: H0 : β1 = 0
2. Hipotesis
: H1 : β1 > 0
3. α = 5%
4. Nilai Kritis : t-tabel = 1,796
Df = n – k = 15 – 4 = 11
5. Kriteria
: H0 diterima apabila thitung < ttabel (α = 5%)
H0 ditolak apabila thitung > ttabel (α = 5%)
thitung =
b2
 e (b2 )
thitung = 4.265
6. Keputusan
Ternyata ditemukan bahwa thitung > ttabel, dimana nilainya adalah 4.265 >
1,796 dengan demikian H0 ditolak. Artinya, variabel kurs rupiah berpengaruh
nyata terhadap permintaan uang di Indonesia.
c) Produk Domestik Bruto (PDB)
1. Hipotesis
: H0 : β1 = 0
2. Hipotesis
: H1 : β1 > 0
3. α = 5%
4. Nilai Kritis : t-tabel = 1,796
Df = n – k = 15 – 4 = 11
5. Kriteria
: H0 diterima apabila thitung < ttabel (α = 5%)
H0 ditolak apabila thitung > ttabel (α = 5%)
thitung =
b2
 e (b2 )
thitung = 3.352
6. Keputusan :
Ternyata ditemukan bahwa thitung > ttabel, dimana nilainya adalah 3,352 >
1,796 dengan demikian H0 ditolak. Artinya, variabel produk domestik bruto
berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia.
Uji ”f”
Uji f-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara
keseluruhan atau secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal ini
uji F-hitung dilakukan untuk mengetahui apakah variabel suku bunga deposito
berjangka, kurs rupiah, dan produk domestik bruto serentak bersama-sama
mempengaruhi permintaan uang di Indonesia. Adapun yang menjadi langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis : H0 : β1 = β2 = β3 = 0
2. Hipotesis : H1 : tidak semua βi = 0
3. α = 5%;
υ1 = k-1 = 4-1 = 3
υ2 = n-k = 15-4 =11
ftabel = f(0,05;3;11) = 3,59
4. Kriteria pengambilan keputusan
H0 diterima apabila fhitung < ftabel (α = 5%)
H0 ditolak apabila fhitung > ftabel (α = 5%)
5. Keputusan:
Berdasarkan hasil model analisis regresi disimpulkan bahwa H0 ditolak
karena fhitung > ftabel ( 49,963 > 3,59). Artinya tingkat suku bunga deposito berjangka,
kurs rupiah, dan produk domestik bruto secara serentak berpengaruh nyata terhadap
permintaan uang di Indonesia.
Uji Kebaikan Suai: Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi
R2 = 0,932. Artinya 93,2 % keragaman peuabah
takbebas permintaan uang Y dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas X1
(suku bunga deposito berjangka), variabel X2 (kurs rupiah), dan variabel X3 (produk
domestik bruto). Sedangkan sisanya 7,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model. Atau dengan kata lain ada sebesar 7,2% yang tidak dapat
dijelaskan oleh variabel X1, X2 dan X3.
4.2. Analisis Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik
1. Uji Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik Tidak Ada Multikolinearitas
a. Matriks Korelasi
Berdasarkan Matriks Korelasi Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa korelasi antar
peubah bebas adalah kecil, yang paling tinggi adalah korelasi antara peubah bebas
Kurs Rupiah dengan peubah Produk Domestik Bruto, yaitu sebesar 0,740. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada multikolinearitas.
Tabel 4.2. Matriks Korelasi
b. Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
Berdasarkan Statistik Kolinearitas Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa hasil
perhitungan nilai Tolerance menunjukkan bahwa tidak ada peubah bebas yang
memiliki
nilai
Tolerance
kuang
dari
0,10
yang
berarti
tidak
ada
multikolinearitas. Demikian juga hasil perhitungan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) juga menunjukkan bahwa nilai VIF ketiga peubah adalah lebih
kecil dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada pelanggaran asumsi
multikolinearias.
c. Koefisien Determinasi R2 Parsial
Koefisien determinasi model persamaan regresi Y = f(X1, X2, X3) adalah
R2 = 0,932.
Koefisien determinasi parsial diperoleh dengan meregresikan sesama
peubah bebas.
Hasil regresi persamaan regresi: X1 = f(X2, X3), X1 = Suku Bungan Deposito
Berjangka, X2 = Kurs Rupiah Terhadap Dollar, dan X3 = Produk Domestik
Bruto. Koefisien determinasi parsial adalah 𝑅12 = 0,276.
Hasil regresi persamaan regresi X2 = f(X1, X3), diperoleh koefisien
determinasi parsial 𝑅22 = 0,643.
Hasil regresi persamaan regresi X3 = f(X1, X2), diperoleh koefisien
determinasi parsial 𝑅32 = 0,671.
Dapat dilihat bahwa semua nilai koefisien determinasi parsial masingmasing 𝑅12 , 𝑅22 , dan 𝑅32 semuanya nilainya lebih kecil dari nilai R2 = 0,932.
Dengan demikian sama seperti penyelidikan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam model regresi tidak terdapat multikoliniearitas.
Tabel 4.3. Statistik Kolinearitas
Model
(Constant)
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
- 75979.19
20366.41
8
3
t
-.268
Sig.
.794
Correlations
Zeroorder Partial Part
Suka
Bunga -2602.271 3286.289
-.792 .445 -.160
Deposito
Berjangka (%)
Kurs Rupiah
68.714
16.111
4.265 .001
.898
Produk
.288
.086
3.352 .006
.899
Domestik Bruto
(miliar rp)
a. Dependent Variable: Jumlah Permintaan Uang (miliar rp)
Collinearity
Statistics
Toleran
ce
VIF
-.232 -.062
.789
.711
.336
.264
.724 1.382
.357 2.805
.329 3.039
2.Otokorelasi
a. Uji Durbin – Watson (Uji DW)
Setelah dilakukan pendugaan regresi maka diperoleh nilai DW = 0,920.
Dengan melihat pada Tabel DW: Untuk 𝛼 = 0,05, jumlah sampel n = 15, jumlah
peubah bebas k = 3, mka diperoleh nilai DW table: dL = 0, 814 dan dU = 1, 750. Hal
in berarti bahwa nilai bahwa dL < DW = 0,920 < dU. Kesimpulan, dengan
menggunakan uji DW tidak diperoleh keputusan.
b. Uji Langrange Multiplier (Uji LM) atau Uji Breusch-Godfrey (Uji BG)
Setelah dilakukan prosedur uji BG, maka diperoleh hasil seperti ditunjukkan
Tabel 4.2. Dalam tabel dapat dilihat bahwa koefisien regresi peubah Res_2 (atau et-2
= lag et-1), yaitu 𝑡𝛽̂4 = 0,094 > 0,05. Dengan demikian berdasarkan uji BreuschGodfrey (BG) dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat otokorelasi derajat satu.
Tabel 4.4. Hasil Uji Breusch-Godfrey (BG)
Model
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
4907.893 78112.840
1463.121 3185.849
t
.063
.459
Sig.
.951
.657
-.822
.432
Produk Domestik
.096
.096
.997
Bruto (miliar rp)
Res_2
.848
.453
1.870
a. Dependent Variable: Unstandardized Residual
.345
(Constant)
Suka Bunga
Deposito Berjangka
(%)
Kurs Rupiah
-13.929
16.949
.094
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan uang di Indonesia, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Koefisien regresi suku bunga deposito berjangka berpengaruh negatip tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan uang di Indonesia yaitu sebesar
-2602,271. Dengan demikian, setiap kenaikan 1% suku bunga deposito berjangka
akan menurunkan permintaan uang di Indonesia sebesar Rp 2602,271 milyar.
2. Variabel kurs rupiah berpengaruh positip terhadap permintaan uang di Indonesia
dan nyata dengan koefisien regresi sebesar 68,714. Dengan demikian, setiap
kenaikan kurs rupiah sebesar Rp 1 maka akan menaikkan permintaan uang di
Indonesia sebesar Rp 68,714 milyar.
3. Variabel produk domestik bruto berpengaruh positip dan nyata terhadap
permintaan uang di Indonesia dengan koefisien regresi sebesar 0,288. Dengan
demikian, setiap kenaikan Rp 1 milyar produk domestik bruto akan menaikkan
permintaan uang di Indonesia sebesar Rp 0,288 milyar.
4. Koefisien determinasi (R-square) sebesar 0.932 berarti 93,2% keragaman
permintaan uang dapat dijelaskan oleh variabel suku bunga deposito berjangka,
kurs rupiah dan produk domestik bruto secara bersama-sama.
5. Hasil uji f menunjukkan bahwa suku bunga deposito berjangka, kurs rupiah dan
produk domestik bruto secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
permintaan uang di Indonesia.
5.2.
SARAN
Berdasarkan evaluasi analisis dari penelitian serta kesimpulan yang elah
dirumuskan di atas, maka perlu mengajukan saran-saran yang relevan sebagai usaha
untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam analisis serta diharapkan
dapat berguna bagi masukan pihak-pihak yang terkait. Adapun saran-saran yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. BI harus dapat memperhatikan perkembangan nilai tukar, karena perubahan nilai
tukar dapat menyerap hampir Rp 1 milyar. BI harus dapat memperkirakan kapan
BI mengintervensi nilai tukar, untuk mencegah agar kemerosotan rupiah tidak
terlalu parah. BI juga harus membatasi perdagangan rupiah untuk spekulasi
2. BI harus memperhatikan kondisi sektor riil dengan seksama terlebih dahulu
sebelum menetapkan Giro Wajib Minimum (GWM).
3. Bank Sentral harus lebih optimal lagi dalam melakukan monitoring dan
intervensi terhadap pengendalian tingkat suku bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005.
McEachern., A, William, Ekonomi Makro, Jakarta : Salemba Empat, 2000.
Rahardja, Prathama, dan Manurung, Mandala, Teori Ekonomi Makro Suatu
Pengantar, Edisi Ketiga, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2005.
Elvis Purba, Parulian Simanjuntak, dan
Parada Manik, Bank dan Lembaga
Keuangan, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Medan : fakultas Ekonomi UHN,
2002.
Darmawan, Indra., Pengantar Uang dan Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta, 1992.
Abimanyu, Yoopi. Ph.D, Memahami Kurs Valuta Asing, Jakarta : Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Download