Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Pemetaan Potensi Airtanah Menggunakan Metode Geolistrik 1Dimensi (VES) Sub – DAS Cileles Untuk Identifikasi Area Recharge dan Discharge, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat Undang Mardiana1), Boy Yoseph CSSSA1), Febriwan Mohamad1), M. Kurniawan Alfadli1) 1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran [email protected] ABSTRAK Penelitian daerah resapan air pada suatu wilayah tidak terlepas dari kondisi geologinya, yang meliputi susunan batuan, sifat batuan serta struktur geologinya. Kondisi geologi bawah permukaan suatu wilayah dapat di ketahui melalui pengukuran geofisika, diantaranya dengan mengukur nilai tahanan jenis batuan yang diukur dengan menggunakan metode geolistrik. Pendugaan geolistrik yang dilakukan pada suatu titik pengamatan akan menghasilkan nilai tahanan jenis batuan beserta posisi keterdapatannya. Secara geomorfologi sub-Das Cileles berada pada klasifikasi Perbukitan Vulkanik Curam, Perbukitan Vulkanik Agak Landai, dan Perbukitan Vulkanik Landai. Sedangkan secara geologi daerah penelitian terbagi dalam beberapa satuan yaitu : Qbap (Satuan Breksi Aliran Piroklastik) dan Qt (Satuan Tuf). Untuk potensi air tanah berdasarkan data regional daerah penelitian memiliki potensi akifer produktif pada daerah Barat Laut dan menjadi akifer produktif sedang kearah Selatan. Pengukuran geolistrik di wilayah Sindangsari dilaksanakan pada beberapa titik duga (±25 titik duga). Desa Sindangsari secara geografis berada di sebelah Tenggara Gunung Manglayang dan masuk wilayah administratif Kecamatan Sukasari Kabupaten Sumedang. Dari hasil pegukuran geolistrik dan dikorelasikan dengan data geologi diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 2 klasifikasi litologi yang digambarkan oleh geolistrik, yaitu : nilai resistivitas rendah (3 – 100 Ohm.m) yang diinterpretasi sebagai lapisan tuf, resistivitas menengah ( > 101 Ohm.m) yang diinterpretasi sebagai breksi aliran piroklastik, dan resistivitas tinggi (101 – 500 Ohm.m) diinterpretasi sebagai soil untuk daerah yang dekat permukaan dan breksi jatuhan piroklastik untuk kedalaman yang tidak dekat permukaan. Kata Kunci : Airtanah, Cileles, Geolistrik. PENDAHULUAN Air tanah (groundwater) merupakan air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan yang terletak di bawah permuikaan tanah. Air tanah dapat berasosiasi dengan lapisan berpasir atau rekahan. Airtanah ini merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya terbatas dan pemulihannya sulit dilakukan..Air tanah mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran kepentingan suatu industri, pertanian, peternakan, dan suplai kebutuhan industri lainnya. Sub – Das Cileles berada pada daerah vulkanik yang memiliki sumber daya air yang kemungkinan berpotensi baik. Bentuk bentang alamnya yang berupa lembah dan perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup baik bagi keterdapatan zona resapan (recharge zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah. Namun demikian, karakteristik geologi endapan vulkanik yang selalu berubah dalam jarak yang cukup dekat dan struktur geologinya yang kompleks cukup berpengaruh pada sistem aliran airtanah di wilayah tersebut. Keluarnya airtanah ke permukaan dapat diakibatkan oleh pemotongan muka airtanah akibat kontak antara batuan permeabel dengan batuan impermeabel, dan adanya kehadiran sesar. Informasi keberadaan akifer dapat didekati melalui studi terintegrasi bidang keilmuan hidrogeologi dan geofisika. Cara ini adalah merupakan salah satu metode yang umum digunakan dalam eksplorasi mencari lapisan pembawa airtanah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai susunan dan keberadaan batuan akifer berdasarkan informasi geologi, nilai tahanan jenis batuan, serta parameter kimia dan fisika air tanah bawah permukaan, dan dapat digunakan untuk menelusuri keberadaan dari airtanah pada daerah Jatinangor dan Sindangsari. DASAR TEORI P.H Silitonga (1973), dalam Peta Geologi Lembar Bandung, telah menguraikan geologi wilayah studi dan sekitarnya secara regional. Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa batuan yang tersingkap di wilayah studi hanya terdiri dari satu satuan geologi yaitu produk gunungapi muda / young Volcanic product (Qyu) yang merupakan endapan gunungapi muda yang tak teruraikan satuan ini terdiri atas pasir tufaan, lapilli, breksi, lava, dan aglomerat. Daerah Jatinangor dan Sindangsari berdasarkan geomorfologi dapat dibagi kedalam beberapa tipe geomorfologi, yaitu : Perbukitan Vulkanik Sangat Curam, Perbukitan Vulkanik Curam, Perbukitan Vulkanik Agak Landai, Perbukitan Vulkanik Landai, Pedataran Vulkanik (Frini, Gisca Gia, 2015). Gambar 1. Peta Geomorfologi daerah Jatinangor dan Sindangsari (Frini, 2015). Berdasarkan peta hidrogeologi regional (Soetrisno, 1983) daerah Jatinangor dan Sindangsari termasuk kedalam kawasan yang memiliki potensi air produktif yang penyebarannya setempat dan akifer produktif sedang dengan penyebaran luas. Litologi penyusun berupa endapan vulkanik tak terurai yang mayritas “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran terdapat pada daerah penelitian dan Aliran Lava Andesit sampai Basalt yang hanya mendominasi pada tenggara area penelitian. Gambar 2. Peta Hidrogeologi kawasan Jatinangor dan Sindangsari (Soetrisno, 1983). Dari peta geologi regional dilakukan pemetaan lebih detail untuk daerah Sindangsari dan Jatinangor, diperoleh bahwa untuk kawasan penelitian ini terdapat dua litologi utama yaitu : Satuan Tuf (Qt) dan Satuan Breksi Aliran Piroklastik (Qbap) (Frini, 2015) yang masuk kedalam produk gunung api muda berdasarkan peta regional (P.H Silitonga, 1973). sepanjang lintasan elektroda, sehingga memungkinkan untuk untuk menggambarkan nilai efektif resistivitas di bawah permukaan (Telford, Geldart, dan Sheriff, 1996). Pendugaan geolistrik dilakukan dengan mempertimbangkan aspek morfologi, geologi serta hidrologi sebagai hasil dari studi yang telah dilakukan sebelumnya pada tahap persiapan. Parameter data yang diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik berupa harga arus (mA) dan harga potensial (mV), dengan menggunakan hukum Ohm maka akan diperoleh harga tahanan jenis (ρ) setelah terlebih dahulu dikoreksi oleh faktor jarak (k). Survei geolistrik 1-D (VES) dilakukan sebanyak 88 titik pengukuran (63 titik tahun 2013 dan 25 titik pada tahun 2016) menggunakan konfigurasi Schulumberger. Panjang AB/2 pengukuran adalah 500 – 600 meter. Gambar 4. Skema pengukuran geolistrik 1-D dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger Gambar 3. Peta Geologi Detail Kawasan Jatinangor dan Sindangsari (Frini, 2015). Metoda geolistrik adalah pengukuran arus bawah permukaan Output pengukuran geolistrik ini adalah nilai resistivitas yang berkaitan dengan sifat keplastisan tanah (PI). Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai (PI) tinggi, maka tanah mengandung “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran banyak butiran lempung dan jika tanah mepunyai (PI), rendah, seperti lanau, sedikit penurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering. HASIL PENELITIAN ANALISIS GEOLOGI Data primer yang digunakan dalam analisis data geologi berupa geomorfologi, stuktur geologi, jenis batuan, dan kontak litologi batuan. Morfologi daerah penelitian merupakan bagian dari kaki gunung Manglayang yang merupakan perbukitan bergelombang yang memanjang relative Utara Selatan, dengan aliran sungai Cibeusi bagian Barat, Sungai Cileles dengan anak Sungai Cikeuyeup berada di bagian tengah, dan Sungai Cikeruh dibagian Timur. Gambar 5. Penampakan 3-D Geomorfologi Area Pengukuran (Frini, 2015). Secara statigrafi, lingkungan Jatinangor disusun oleh material vulkanik yang berumur Pleistosen Awal hingga Pleitosen Akhir yang merupakan hasil erupsi Gunung Tangkuban Perahu (Qot, Qmt, Qyt) dan hasil erupsi Gunung Tampomas (Qts, Qys). Batuan ini dapat dikelompokan ke dalam 5 satuan batuan yang tersusun dari tua ke muda : Satuan Breksi Sisipan Lava (Qot) berumur Plistosen Tengah menjemari dengan satuan Aglomerat (Qts); Satuan Aglomerat (Qts) berumur Plistosen Tengah. Satuan Breksi Piroklastik 2 (Qmt) berumur Plistosen Akhir yang menjemari dengan breksi jatuhan piroklastik (Qmt); Satuan Breksi jatuhan Piroklastik 1 (Qys) berumur Plistosen Akhir, dan Satuan breksi aliran piroklastik (Qyt) berumur Plistosen Akhir (P.H. Silitonga, 1973). Khusus pada daerah penelitian, litologi penyusun hanya berupa dua satuan batuan yaitu berupa satuan tuf (Qt) yang diendapkan selaras dengan satuan breksi aliran piroklastik (Qbap) dan memiliki hubungan stratigrafi interlayering / menjemari. Struktur Geologi yang berkembang berupa sesar normal mendatar yang berarah relatif berarah Utara - Selatan dan Barat Laut - Tenggara. Pada daerah penelitian hanya terdapat beberapa struktur kekar yang nampak di lapangan. Analisis struktur geologi pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan interpretasi kenampakan peta DEM, rekonstruksi penampang geologi xy, analisis kekar, dan intepretasi blok diagram dari hasil pengukuran pendugaan geolistrik. Intepretasi kenampakan peta DEM daerah penelitian dilakukan dengan menganalisis kelurusan lembah, kelurusan sungai, rekonstruksi penampang vertical serta pengolahan data kekar dari lapangan. Beberapa struktur geologi yang berkembang meliputi sesar Cikeruh, sesar “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Hegarmanah, sesar Cikeuyeup, dan sesar Cileles. Data hasil pengukuran lapangan ini nantinya akan berupa log resistivitas yang akan dikorelasikan dengan geologi area pengukuran. Gambar 6. Kenampakan kelurusan pada Peta DEM di daerah penelitian. ANALISIS GEOFISIKA Pengukuran geolistrik dilakukan sebanyak 88 titik geolistrik. 63 Titik dilakukan pada tahun 2013 yang tersebar mulai dari utara daerah Kiarapayung hingga wilayah kampus UNPAD Jatinangor, dan 25 dilakukan pada tahun 2016 yang terkonsentrasi pada daerah Desa Sindangsari dan Sub – DAS yang mengalir kesebelah timur Kampus UNPAD. Gambar 7. Sebaran Titik Pengukuran Geolistrik Tahun 2013 dan 2016 serta Sub-DAS Target. Gambar 8. Contoh Hasil Pengolahan Data Geolistrik 1-D berupa Log Resistivitas. Hasil dari log resistivitas ini yang akan digunakan untuk tahap interpretasi. Tahapan interpretasi berupa pembagian nilai resistivitas untuk menentukan keterkaitan litologi daerah penelitian dengan rentang nilai resistivitas. Berdasarkan data geologi, daerah penelitian memiliki 2 litologi utama yaitu berupa, breksi aliran piroklastik dan tuf. Sehingga pembagian nilai rentang resistivitas akan dibagi menjadi 2 paket utama, yaitu : 1. Paket 1 (0 – 100 Ohm.m) yang diinterpretasikan sebagai satuan tuf 2. Paket 2 (> 100 Ohm.m) yang diinterpretasikan sebagai satuan breksi aliran piroklastik. Kedua rentang nilai ini masing memungkinkan dilakukan pemisahan “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran kembali apabila masih memungkinkan ditemukan satuan batuan lain yang dapat menggambarkan bawah permukaan, contohnya adalah terdapat endapan lava andesitik yang umurnya lebih muda dibandingkan kedua satuan diatas. Rentang nilai resistivitas untuk lava biasanya memiliki nilai yang lebih besar disebabkan oleh sifat batuan yang bersifat massif dan kemungkinan satuan batuan tersebut tersebar di utara daerah penelitian dan diatas kedua paket batuan penyusun utama dari daerah penelitian. permukaan diduga tersusun oleh beberapa kelompok batuan (Gambar 9). Gambar 10. Peta Isoresistivitas per kedalaman pada area penelitian. Gambar 9. Overlaping peta geologi dengan peta iso-resistivitas kedalaman 1 meter. Untuk mengetahui persebaran nilai tahanan jenis secara lateral pada masingmasing kedalaman maka dibuat peta isoresistivitas. Intepretasi dari kontur tahanan jenis pada beberapa kedalaman menunjukkan pengelompokan batuan berdasar keseragaman pola persebaran kontur tahanan jenis serta adanya hubungan persebaran lapisan-lapisan batuan yang cenderung menerus baik ke arah permukaan maupun ke bawah permukaan. Sehingga lapisan batuan di bawah Pada pembagian paket batuan diatas nilai resistivitas 0 – 100 Ohm.m merupakan satuan tuf, dari rentang nilai yang menggambarkan satuan tuf tersebut akan dipisahkan lagi rentang resistivitasnya berdasarkan besar butirnya. Butiran yang sangat halus akan bersifat menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkan air sehingga nilai resistivitasnya menjadi kecil. Satuan tuf ini dapat dibagi menjadi dua yaitu : 0 – 30 Ohm.m adalah satuan tuf berbutir halus bersifat akiklud dan 31 – 100 Ohm.m adalah satuan tuf yang bersifat akifer. Sedangkan untuk satuan breksi aliran piroklastik yang nilai resistivitasnya diatas 100 Ohm.m. Sehingga dapat identifikasi bahwa zona recharge dan discharge berada pada kedua satuan batuan tersebut yang “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran memiliki porositas dan permeabilitas. Bentuk konfigurasi dari zona recharge dan discharge ini dapat digambarkan melalui sebuah penampang resistivitas yang telah dikaitkan dengan data geologi dan berada pada zonasi sub-das. Pembuatan penampang geologi mengikuti pola aliran sungai Cileles yang menerus dari utara hingga selatan. Sub-Das Cileles terdapat dua buah anak sungai yang bertemu pada daerah selatan. Titik – titik pengukuran geolistrik yang digunakan untuk modeling adalah titik pengukuran yang berdekatan dengan posisi sungai. kedalaman lebih dari 60 meter pada bagian selatan daerah pengukuran. Dari penampang tersebut terlihat bahwa zona recharge berada pada bagian utara yang didominasi oleh nilai resistivitas menengah hingga tinggi yang berasosiasi dengan satuan breksi. Ketinggian daerah recharge ini berada pada ketinggian 850 – 900 MDPL. Pada ketinggian 700 – 850 MDPL terdapat nilai resistivitas rendah yang diinterpretasi sebagai pembatas satuan dan bersifat akiklud, namun diduga bahwa masih terdapat lapisan akifer dibawah lapisan ini namun tidak teridentifikasi karena data pada daerah tersebut lebih dangkal dibanding bagian utara. Pada bagian selatan area penelitian, ditemukan nilai resistivitas menengah yang diapit oleh nilai resistivitas rendah yang diidentifikasi sebagai zona keluarnya airtanah (discharge) karena dipengaruhi oleh perbedaan litologi dan kemungkinan keberadaan struktur pada daerah penelitian. Gambar 11. Penampang Model Bagian Timur SubDAS Cileles Pada penampang model resistivitas bagian Timur nilai resistivitas hasil pengolahan diperoleh mulai dari 24 – 302 Ohm.m. Nilai resistivitas rendah (24 – 50 Ohm.m) yang berasosiasi dengan satuan tuf halus berada pada tengah penampang model sedangkan nilai resistivitas menengah (50 – 100 Ohm.m) berasosiasi dengan satuan tuf kasar hingga tinggi (>100 Ohm.m) berasosiasi dengan satuan breksi berada pada bagian utara dan pada Gambar 12. Penampang Model Bagian Barat SubDAS Cileles Proses yang sama juga dilakukan untuk bagian barat dari Sub-DAS Cileles. Rentang nilai resistivitas pada bagian barat “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran lebih besar dibandingkan dengan bagian timur. Rentang nilai resistivitas mulai dari 24 – 600 Ohm.m. Sebaran batuan pada bagian barat Sub-DAS Cileles sama dengan penampang model pada bagian timur. Zona recharge berada pada bagian utara area penelitian yang didominasi nilai resistivitas menengah hingga tinggi yang berasosiasi dengan satuan tuf kasar hingga breksi yang berada pada ketinggian 847 – 924 MDPL. Zona discharge berada pada daerah selatan yang dipengaruhi oleh kemungkinan keberadaan struktur dan perbedaan litologi dengan ketinggian 772 – 797 MDPL dan terdapat pembatas pada bagian tengah area penelitian pada ketinggian 818 – 837 MDPL. Gambar 13. Penampang Model Bagian Barat dan Timur pada Sub-DAS Cileles Pada Gambar 13 diperlihatkan penampang model gabungan antara kedua profil model yang telah dibuat. Terdapat perbedaan nilai resistivitas yang cukup kontras. Pada bagian timur Sub-DAS Cileles didominasi oleh nilai resistivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian barat dari Sub-DAS Cileles. Dari sebaran nilai tersebut dapat diinterpretasi bahwa dominasi tuf pada bagian barat dari area penelitian lebih dominan dibandingkan bagian timur dan daerah timur memiliki dominasi breksi yang lebih besar dibandingkan bagian barat. PENUTUP Pengumpulan data primer berupa informasi geologi, tahanan jenis dan sifat tanah telah dilakukan pada daerah penelitian di kawasan Sub-DAS Cileles, Kabupaten Sumedang. Analisis geofisika dengan metode geolistrik tahanan jenis 1 – Dimensi (VES) menunjukkan bahwa secara umum batuan di daerah penelitian memiliki kisaran nilai tahanan jenis antara 24 Ωm hingga 600 Ωm yang dapat dibagi ke dalam 3 paket batuan : Paket batuan 1 (24<< 50 Ωm) merupakan kelompok yang mendominasi pada bagian tengah daerah penelitian dengan kedalaman mulai dari permukaan hingga kedalaman 100 meter yang berasosiasi dengan satuan tuf (halus). Paket batuan 2 (51<< 100 Ωm) merupakan kelompok batuan yang tersebar mulai dari utara hingga selatan yang berasosiasi dengan satuan tuf (kasar). Paket batuan 3 ( > 100 Ωm) merupakan kelompok batuan yang mendominasi bagian utara daerah penelitian yang berasosiasi dengan satuan breksi. Dari model penampang resistivitas terlihat bahwa dominasi satuan tuf lebih banyak terdapat pada daerah bagian timur dan breksi lebih mendominasi pada bagian barat dari sub-DAS Cileles. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan” Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Zona recharge pada area penelitian berada pada ketinggian mulai dari 850 – 950 meter berada di utara daerah penelitian dan zona discharge berada pada ketinggian 750 – 790 meter dan berada pada selatan daerah penelitian. Pada bagian tengah area penelitian terdapat pembatas yang dikaitkan dengan satuan tuf (halus) yang bersifat akiklud. Zona discharge merupakan daerah keluarnya airtanah melalui kontak litologi maupun struktur yang berpengaruh pada daerah penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Gisca Gia Frini, 2016, Geologi Daerah Cibiru, Kecamatan Cibiru, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Pemetaan Geologi FTG tidak dipublikasikan, UNPAD. 2. Koefoed, O., 1982. Geosounding Principles 1 – Resistivity sounding Measurements (Methods in Geochemistry and Geophysics, 14 A), Elsevier Science Publishing Company Inc., New York, Second Impression, 3. Reynolds, J. M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley and Sons, New York. 4. Silitonga, P.H., 1973, Peta gelogi regional lembar Bandung, Badan Geologi Bandung. 5. Soetrisno, S., 1983, Peta hidrogelogi regional lembar Bandung, Badan Geologi Bandung. 6. Telford, M.W., et al, 1976, Applied Geophysic, Cambridge University Press. “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”