isolasi dan identifikasi gen resistensi ciprofloxacin pada isolat

advertisement
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN RESISTENSI CIPROFLOXACIN
PADA ISOLAT ESCHERICHIA COLI MULTIDRUGS RESISTANCE
DARI PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH
DI RSUD ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
(TESIS)
Oleh
BASUKI RACHMAD
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN RESISTENSI CIPROFLOXACIN
PADA ISOLAT ESCHERICHIA COLI MULTIDRUGS RESISTANCE
DARI PENDERITA MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
Oleh
BASUKI RACHMAD
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER KIMIA
Pada
Program Pascasarjana Magister Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE ISOLATION AND IDENTIFICATION OF CIPROFLOXACIN RESISTANCE
GENES ON ISOLAT ESCHERICHIA COLI MULTI-DRUGS RESISTANCE
OF URINARY TRACT INFECTIONS PATIENT IN REGIONAL PUBLIC
HOSPITAL ABDOEL MOELOEK LAMPUNG PROVINCE
By
BASUKI RACHMAD
The increasing of Escherichia coli resistance to fluoroquinolone antibiotics has been
widely reported around the world. A total of 30 E.coli isolates from patients with UTI
in RSUDAM Lampung Province, was found 18 isolates of E.coli MDR have plasmid
and 73.3% were resistant to ciprofloxacin. E.coli resistance to the antibiotic
fluoroquinolone (eg ciprofloxacin) is generally caused by chromosomal mutations in
genes gyrA and parc, and gene plasmid. This study aims to determine the presence of
ciprofloxacin resistance gene, both contained in plasmid DNA (plasmid mediated
quinolone resistance) is qnr, oqxA and oqxB and the chromosomal DNA (quinolone
Resistance Determining Regions) is gyrA and parC. Isolation of plasmid and
chromosomal DNA of the 18 isolates was performed using each kit accordingly. The
existence of genes in the isolates were detected by PCR using Thermal Cycler
T100TM. Electrophoresis in 1% agarose gel of amplicons using BIO-RADTM
PowerPac. Visualization of amplicons with BIO-RADTM UVITEC produce DNA
gene fragments qnr at 593 bp (1 isolate), oqxA (866 bp, 2 isolates), oqxB (781 bp, 2
isolates), gyrA (191 bp, 18 isolates) and parC (264 bp, 18 isolates). From these data
can be proposed that resistance to ciprofloxacin allegedly caused by the presence of
ciprofloxacin resistance gene, both of which are located in the plasmid and
chromosome. DNA sequencing is recommended to determine the sequence of bases
on the tape produced so that the pattern of mutations in these genes are associated
with MDR can be solved.
Key words: ciprofloxacin resistence E.coli, qnr gene, oqxA, oqxB, gyrA, parC
ABSTRAK
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN RESISTENSI CIPROFLOXACIN
PADA ISOLAT ESCHERICHIA COLI MULTIDRUGS RESISTANCE
DARI PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH
DI RSUD ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
Oleh
BASUKI RACHMAD
Peningkatan resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik fluorokuinolon telah
banyak dilaporkan di seluruh dunia. Sebanyak 30 isolat E.coli dari pasien ISK di
RSUDAM Provinsi Lampung, ditemukan 18 isolat E.coli MDR mempunyai plasmid
dan 73,3% resisten terhadap ciprofloxacin. Resistensi E.coli terhadap antibiotik
fluorokuinolon (misal ciprofloxacin) umumnya disebabkan mutasi kromosom pada
gen gyrA dan parC, dan adanya gen plasmid. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keberadaan gen resistensi ciprofloxacin, baik yang terdapat pada DNA
plasmid (Plasmid Mediated Quinolone Resistance) yaitu qnr, oqxA dan oqxB
maupun pada DNA kromosom (Quinolone Resistance Determining Regions) yaitu
gyrA dan parC. Isolasi DNA plasmid dan kromosom dilakukan terhadap 18 isolat tadi
menggunakan masing-masing kit yang sesuai. Keberadaan gen di dalam isolat
dideteksi secara PCR menggunakan T100TM Thermal Cycler. Elektroforesis di dalam
gel agarosa 1% dari amplikon menggunakan BIO-RADTM PowerPac. Visualisasi
amplikon dengan BIO-RADTM UVITEC menghasilkan pita DNA fragmen gen qnr
pada 593 bp (1 isolat), oqxA (866 bp, 2 isolat), oqxB (781 bp, 2 isolat), gyrA (191 bp,
18 isolat) dan parC (264 bp, 18 isolat). Dari data tersebut dapat diusulkan bahwa
resistensi terhadap ciprofloxacin diduga kuat disebabkan oleh adanya gen resistensi
ciprofloxacin, baik yang berlokasi di plasmid maupun kromosom. Sekuensing DNA
disarankan untuk menentukan urutan basa-basa pada pita yang dihasilkan sehingga
pola mutasi pada gen-gen tersebut yang berkaitan dengan MDR dapat dipecahkan.
Kata Kunci : E.coli resisten ciprofloxacin, gen qnr, oqxA, oqxB, gyrA, parC
Judul Tesis
: ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN
RESISTENSI CIPROFLOXACIN PADA ISOLAT
ESCHERICHIA COLI MULTIDRUGS
RESISTANCE DARI PENDERITA INFEKSI
SALURAN KEMIH DI RSUD ABDOEL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
Nama Mahasiswa
: Basuki Rachmad
Nomor Pokok Mahasiswa
: 1427011001
Program Studi
: Magister Kimia
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Mulyono, S.Si, M.Si, Ph.D
NIP. 19740611 200003 1 002
Drs. Andi Setiawan, M.Sc, Ph.D
NIP. 19580922 198811 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Kimia
Ketua Program
Pascasarjana Kimia
DR. Eng. Suripto Dwi Yuwono, S.Si, M.T
NIP 19740705 20003 1 001
DR. Drs. Rudy TM Situmeang, M.Sc
NIP. 19600616 198811 1 001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua
: Mulyono, S.Si, M.Si, Ph.D
____________
Sekretaris
: Drs. Andi Setiawan, M.Sc, Ph.D
____________
Anggota
: Prof. Dr. Ir. Yandri AS., M.S
____________
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Suharso, S.Si, M.Sc, Ph.D
NIP196905301995121001
3. Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Sudjarwo, M.S
NIP. 195305281981031002
4. Tanggal Lulus Ujian
: 09 Januari 2017
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1.
Tesis dengan judul “ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GEN RESISTENSI
CIPROFLOXACIN PADA ISOLAT ESCHERICHIA COLI MULTIDRUGS
RESISTANCE DARI PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUD
ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG” adalah karya saya sendiri
dan saya tidak melakukan penjiplakan atas karya penulis lain dengan cara
yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat
akademik atau yang disebut plagiatisme.
2.
Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan kepada Universitas
Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya; saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Bandar Lampung, Januari 2017
Pembuat Pernyataan
Basuki Rachmad
NPM. 1427011001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya Jawa Timur pada tanggal 09 Februari 1972,
sebagai anak ke-5 dari 7 bersaudara, dari Bapak Soebandi (alm) dan Ibu Soekasih
(Almh). Menikah tahun 2001 dengan Helda dan dikaruniai 3 anak, yaitu Zahra
Rabi’ulawali Ibnu Balda (putri), Zaki Taufiqurrohman Ibnu Balda (putra) dan
Zahwa Lathifah Ibnu Balda (putri)..
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Usaha Tama Kelurahan Gundih Kecamatan
Bubutan Kotamadya Surabaya diselesaikan tahun 1977, Sekolah Dasar (SD)
diselesaikan di SDN Bubutan X/72 pada tahun 1984, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) diselesaikan di SMPN Prosernal-Prokimal Kotabumi Lampung
Utara pada tahun 1987, dan Sekolah Menengah Kejuruan diselesaikan di SMAK
(Sekolah Menengah Analis Kesehatan) Depkes Tanjungkarang Bandarlampung
pada tahun 1991. Setelah itu pada tahun 1992 penulis diangkat sebagai PNS di
RSUD Kotabumi Lampung Utara.
Tahun 1996 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Tugas Belajar dari Pusdiknakes
Depkes di Program DIII Akademi Analis Kesehatan (AAK) Depkes DKI Jakarta
dan lulus tahun 1999. Tahun 2000 terdaftar lagi sebagai mahasiswa Tugas Belajar
dari Depkes di Program Sarjana (S1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia (FKM-UI) dan lulus 2002. Tahun 2011 penulis terdaftar lagi sebagai
mahasiswa Tugas Belajar dari BPPSDM Kemenkes di Program DIV Politeknik
Kesehatan Bandung Jurusan Analis Kesehatan dan lulus tahun 2012.
Pada tahun 2014 Penulis mendaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana Magister
Kimia di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung (FMIPA Unila) dengan biaya sendiri (izin belajar). Lalu
pada tahun 2015, penulis mendapat kesempatan untuk Tugas Belajar dari
BPPSDM Kemenkes di Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijawa (FK UNSRI).
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamin segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta
alam pemilik kerajaan langit dan bumi atas nikmat Iman dan Islam serta kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 ini. Shalawat dan
salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga di Yaummil Akhir nanti mendapat
syafaat dan diakui sebagai umatnya, Aamiin.
Tesis dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Gen Resistensi Ciprofloxacin pada
Isolat Escherichia coli dari Penderita Infeksi Saluran Kemih di RSUD Abdoel
Moeloek Provinsi Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kimia di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Mulyono, S.Si, M.Si, Ph.D selaku Pembimbing I, Pembimbing
Akademik sekaligus Sekretaris Jurusan Kimia atas bimbingannya kepada
penulis selama ini, jazaakumullah khaiiran katsiran.
2.
Bapak Drs. Andi Setiawan, M.Sc, PhD selaku Pembimbing II atas
bimbingannya kepada penulis selama ini, jazaakumullah khaiiran katsiran
3.
Bapak Prof Dr. Ir Yandri AS., M.S selaku Pembahas / Penguji Non
Pembimbing atas koreksi, kritik dan saran / masukan pada karya kecil ini
serta dedikasi ilmunya selama study S2 ini, jazaakumullah khaiiran katsiran.
4.
Bapak Dr.Eng. Suripto Dwi Yuwono, S.Si, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila, jazaakumullah khaiiran katsiran.
5.
Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6.
Bapak Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc. Selaku selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Magister Kimia.
7.
Bapak dan Ibu Dosen Program Pascasarjana Magister Kimia Jurusan Kimia
FMIPA Unila atas seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulis
menempuh studi, jazaakumullah khaiiran katsiran
8.
Syukur dan doa penulis untuk almarhum dan almarhumah kedua orang tuaku
Bapak Soebandi dan Ibu Soekasih yang sepanjang hayatnya telah
membesarkan dan mendidikku sehingga bisa jadi seperti sekarang ini.
Semoga Allah SWT membalas cinta dan kasih sayangnya dengan jannahNya, aamiin allahuma aamiin.
9.
Isriku tercinta, Helda dan ke-3 buah hati kami Zahra Rabi’ulawali Ibnu Balda,
Zaki Taufiqurrohman Ibnu Balda dan Zahwa Lathifah Ibnu Balda sebagai
inspirator dan motivator dalam membangun keluarga samawa.
10. Keluarga besarku Mbak Endang, Mas Hadi, Mas Slamet, Mas Agus, Dek Siti
dan Dek Nunuk, terima kasih telah mendoakanku menjadi adik / kakak yang
baik dan dapat dibanggakan untuk keluarga Soebandi (alm).
11. Keluarga besar istriku, Abak dan Amak (almh), Oneh, Dodang, Detek,
Dapong, Deyi, Nina dan Daboy atas doa restu, motivasi dan support-nya agar
penulis dapat segera menyelesaikan studi S2 ini.
12. Kawan-kawan Magister Kimia Unila Angkatan 2014, terutama Buk
Rahmawaty untuk persaudaraannya yang tulus dan ikhlas, jazaakumullah
khaiiran katsiran.
13. Rekan-rekan kerja di Laboratorium RSUD Mayjen HM Ryacudu Kotabumi
atas pengertian dan kebijaksanaannya selama penulis menempuh study S2 ini.
14. Adinda Arif selaku mahasiswa S1 Kimia Unila Angkatan 2012, Bapak dan
Ibu Staf Administrasi Jurusan Kimia FMIPA Unila, terima kasih atas
bantuannya dalam melengkapi persyaratan seminar hasil dan ujian
komprehensif tesis untuk dapat menuju wisuda.
15. Terakhir yang tak kalah penting untuk Buk Dwi Handayani selaku dosen di
Bagian Parasitologi FK Unsri dan Buk Meisya selaku Pranata Laboratorium
Pendidikan di Laboratorium Biomolekuler FK Unsri, terima kasih sebesarbesarnya telah membimbingku di dalam kerja penelitian.
Bandar Lampung, Januari 2017
Basuki Rachmad
“ Dengan nama Allah yang Maha
Pengasih, Maha Penyayang ”
“ Demi masa ”
“ Sungguh, manusia berada dalam
kerugian, “
“ kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan serta saling
menasihati untuk kebenaran dan saling
menasihati untuk kesabaran “.
( QS 103 : 1 – 3 )
Persembahanku....
Dengan mengucap Alhamdulillahirabbil’alamin
Ku dedikasikan amal jariyah dari karya kecilku ini
untuk Kedua Orang Tuaku (Alm dan Almh) dan Kedua
Mertuaku Abak dan Oneh, yang telah memberikan kasih
sayang dan doa restunya dalam mengarungi samudera
kehidupan yang fana ini
Istriku Helda tercinta, pendamping setia dan motivator
paling hebat dalam hidupku
Ketiga anakku Zahra Rabi’ulawali Ibnu Balda, Zaki
Taufiqurrohman Ibnu Balda dan Zahwa Lathifa Ibnu Baldah,
motivator dan penerus dakwah kami
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
iv
I.
1
1
4
5
PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................
B. Tujuan Penelitian .......................................................................
C. Manfaat Penelitian .....................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK) .....................................................
1. Definisi ................................................................................
2. Penyebab ISK ...................................................................
3. Gejala Klinis .....................................................................
B. Bakteri Gram Negatif Escherichia coli ....................................
1. Bakteri .............................................................................
2. Identifikasi Bakteri Gram Negatif ....................................
3. Escherichia coli ................................................................
C. Antibiotika Golongan Fluorokuinolon .....................................
1. Ciprofloxacin ...................................................................
2. Mekanisame Kerja Fluorokuinolon ....................................
3. Mekanisme Resistensi Florokuinolon ..............................
D. Gen-gen Plasmid .....................................................................
E. Gen-Gen Kromosom ...............................................................
F. Polymerase Chain Reaction (PCR) .........................................
1. Tiga Tahap Proses Penggandaan DNA ...........................
2. Prinsip Kerja Mesin PCR ................................................
6
6
6
7
8
8
9
10
12
14
16
17
19
24
26
33
34
36
III. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................
B. Alat dan Bahan ..........................................................................
C. Prosedur Penelitian ................................................................
1. Persiapan Isolasi Plasmid ................................................
2. Isolasi DNA Plasmid Isolat E.coli ..................................
3. Isolasi DNA Kromosom Isolat E.coli ..............................
4. Uji PCR ...........................................................................
5. Elektroforesis ..................................................................
6. Visualisasi Hasil PCR .......................................................
D. Analisis Hasil ...........................................................................
E. Diagram Alir Penelitian ...........................................................
40
40
40
42
42
42
46
51
53
55
55
56
i
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
A. Isolat pada Media LB Broth .... ..................................................
B. Isolat DNA Plasmid....................................................................
C. Isolat DNA Kromosom ..............................................................
D. Isolasi Fragmen Gen PMQR ......................................................
1. Fragmen Gen qnr ..............................................................
2. Fragmen Gen oqxAB (oqxA dan oqxB) ..............................
E. Isolasi Fragmen Gen QRDR di dalam Kromosom .....................
1. Fragmen Gen parC .............................................................
2. Fragmen Gen gyrA ...........................................................
57
57
58
62
64
64
66
71
71
71
V. SIMPULAN DAN SARAN .........................................................
A. Simpulan ....................................................................................
B. Saran ..........................................................................................
76
76
76
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
78
LAMPIRAN .........................................................................................
85
ii
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
Spektrum antibiotika kuinolon atau fluorokuinolon dari setiap generasi ...
2.
Mutasi akibat resistensi kuinolon di dalam gen gyrA dari
Halaman
17
E.coli KL16 .......................................................................................
29
3.
Mutasi di dalam gen gyrA dan parC .................................................
30
4.
Substitusi asam amino di dalam QRDR isolat E.coli resisten
fluorokuinolon ..................................................................................
5.
Hubungan nilai MIC ciprofloxacin dengan substitusi asam amino
yang menyebabkan mutasi di dalam gen gyrA dan parC ...............
6.
31
33
Hubungan jumlah antibiotik yang digunakan dengan keberadaan gen
plasmid di dalam isolat ....................................................................
74
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Saluran kemih atas dan bawah ...........................................................
6
2.
Struktur sel prokariot E.coli ...............................................................
10
3.
Pewarnaan Gram pada kuman Escherichia coli ................................
13
4.
Koloni Escherichia coli yang tumbuh di dalam media
differensial Mac Concey agar ............................................................
14
5. Perbaikan farmakologi pada cincin kuinolon dasar dengan penambahan
fluorin di posisi C6 dan piperazynil atau cincin terikat pada posisi C7
menghasilkan fluorokuinolon .............................................................
16
6.
Mekanisme kerja fluorokuinolon ........................................................
18
7.
Distribusi isolat klinis E. Coli ............................................................
24
8.
Struktur dari pompa efflux OqxAB sebagai pompa efflux RND .......
26
9.
Dua bentuk superkoil DNA ...............................................................
26
10. Dimer gyrase A dari heterotetramer DNA gyrase .............................
28
11. Prinsip kerja Polymerase Chain Reaction ........................................
35
12. Diagram sederhana mesin PCR konvensional ..................................
37
13. Ilustrasi pembacaan pada mesin real-time PCR ................................
39
14. Skema isolasi DNA plasmid ..............................................................
46
15. Skema isolasi DNA kromosom .........................................................
50
16. Diagram alir penelitian .....................................................................
56
17. Pertumbuhan kuman di dalam media LB Broth ................................
57
18. Gambar ilustrasi hasil isolasi DNA plasmid .....................................
58
19. Foto hasil isolasi DNA plasmid ........................................................
58
20. Gambar ilustrasi hasil isolasi DNA kromosom .................................
62
21. Foto hasil isolasi DNA kromosom ....................................................
62
22. Visualisasi hasil PCR fragmen gen qnr ............................................
65
23. Visualisasi hasil PCR fragmen gen oqxA .........................................
67
24. Visualisasi hasil PCR fragmen gen oqxB .........................................
68
25. Aksi dari enzim varian aac(6’)-lb-cr pada ciprofloxacin ..................
70
iv
26. Visualisasi hasil PCR fragmen gen parC ...........................................
72
27. Visualisasi hasil PCR fragmen gen gyrA ..........................................
72
v
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Escherichia coli merupakan bakteri flora normal usus, Gram-negatif dan
berbentuk batang. Strain tertentu dari E.coli dapat menyebabkan infeksi usus atau
di luar usus pada manusia atau hewan tertentu (Hopkin et al., 2005). E.coli juga
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan penyebab utama
infeksi nosokomial di rumah sakit (Karlowsky et al., 2002).
Antibiotik golongan florokuinolon yang paling banyak digunakan untuk
pengobatan infeksi adalah ciprofloxacin, terutama untuk yang disebabkan oleh
bakteri Gram-negatif khususnya E.coli (Jaktaji et al., 2012; Peterson and
Schemke, 1998; Davis et al., 1996). Florokuinolon dibuat dari kuinolon dengan
modifikasi penambahan atom fluorin pada posisi C-6 dari molekul kuinolon
sehingga dapat meningkatkan potensi dan spektrumnya terhadap bakteri Gramnegatif, seperti E.coli (Jaktaji and Mohiti, 2010; Peterson and Schemke, 1998).
Generasi pertama kuinolon adalah nalidixic acid dan oxolinic acid. Karena itu
ciprofloxacin banyak digunakan untuk berbagai macam infeksi, seperti aliran
darah, usus atau saluran pernafasan (Davis et al., 1996). Penggunaan yang over
dosis dan salah dapat mengarah ke munculnya resistensi ciprofloxacin (Jaktaji dan
Mohiti, 2010; Aguiar et al., 1992). Infeksi yang sebelumnya direspons dengan
baik oleh florokuinolon, sekarang ini telah meningkatkan risiko kegagalan
1
pengobatan (Karczmarczyk et al., 2011; Gagliotti et al., 2008; Hopkins et al.,
2005).
Resistensi E.coli terhadap antibiotik florokuinolon umumnya disebabkan
mutasi kromosom pada gen gyr A dan par C (Pereira et al., 2007; Karczmarczyk
et al., 2011; Liu et al., 2012). Tetapi baru-baru ini penelitian menunjukkan bahwa
resistensi tingkat rendah dapat juga dimediasi oleh plasmid, melalui akuisisi gen
qnr yang diperantarai oleh plasmid pMG252 (Pereira et al., 2007). Plasmid
didefinisikan sebagai molekul DNA sirkular, beruntai ganda (double-stranded),
terletak di luar kromosom (ekstra-kromosomal) dan mampu bereplikasi otonom
serta memiliki peran penting dalam penyebaran gen resistensi seperti extendedspectrum beta-laktamase (ESBL) dan gen PMQR. Penemuan resistensi di
Enterobacteriaceae ini telah dilaporkan di seluruh dunia dan mengkhawatirkan
karena gen ESBL menyebabkan resisten terhadap generasi ketiga cefalosporins,
sedangkan PMQR menyebabkan resistensi tingkat rendah fluorokuinolon. Padahal
antibiotika ini berada di baris pertama pilihan untuk beberapa penyakit menular ,
misalnya ISK dan pneumonia (Kocsis, 2012). Saputri (2015) mengatakan bahwa
analisis plasmid dapat digunakan sebagai sarana memberikan informasi tambahan
dalam mendeteksi dan mengevaluasi penyebaran multidrug resistance (MDR)
Peningkatan resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik golongan
florokuinolon khususnya ciprofloxacin telah banyak dilaporkan di seluruh dunia.
Arslan et al (2005) di Turki menemukan 17% (n=50) isolat E.col resisten
ciprofloxacin diantara 288 isolat positif E.coli dari pasien ISK non-komplikasi
dan 35% (n=85) isolat E.coli resisten ciprofloxacin diantara 266 isolat positif
E.coli dari pasien ISK komplikasi. Ali et al (2010) melaporkan sebanyak 20,65%
2
(n=32) isolat E.col resisten ciprofloxacin diantara 155 isolat klinik E.coli di
Pakistan. Mandal et al (2012) menemukan 73,04% (n=1951) isolat E.col resisten
ciprofloxacin diantara 2671 isolat positif E.coli dari pasien ISK di India.
Thiraviam et al (2014) menemukan masing-masing 16,1% dan 13,3% isolat E.coli
resisten ciprofloxacin dari pasien DM dan non-DM diantara 50 isolat positif E.coli
dari pasien ISK di Ethiopia. Manikandan et al (2014) melaporkan sebanyak
31,0% (n=110) isolat E.coli resisten ciprofloxacin diantara 355 isolat positif E.coli
dari pasien ISK di Tamil Nadu – India. Setahun kemudian Gururaju et al (2015),
menemukan 46% (n=130) isolat E.coli resisten ciprofloxacin diantara 278 isolat
positif E.coli dari pasien ISK di India. Reis et al (2016) melaporkan sebanyak
22,4% isolat E.coli resisten ciprofloxacin diantara 1089 isolat positif E.coli dari
pasien ISK di Brazil.
Sementara di Indonesia, Samirah dkk., (2006) menemukan 48% isolat
E.coli resisten ciprofloxacin diantara 39 isolat positif E.coli dari pasien ISK di
Makassar. Endriani dkk (2010) melaporkan sebanyak 45,45% isolat E.coli resisten
ciprofloxacin diantara 14 isolat positif E.coli dari pasien ISK di Pekanbaru.
Prabowo dkk (2012) menemukan 55,56% isolat E.coli resisten ciprofloxacin
diantara 18 isolat positif E.coli pada pasien ISK di Yogyakarta. Syafada dan Fenty
(2013) menemukan sebanyak 55,4% (n=31) isolat bakteri Gram-negatif resisten
ciprofloxacin (paling banyak E.coli) diantara 56 isolat positif bakteri Gramnegatif penyebab ISK di Yogyakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Saputri dkk, (2015) memperoleh 205
spesimen urin penderita ISK di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek
(RSUDAM) Provinsi Lampung dan didapatkan 30 isolat positif E.coli. Uji
3
kepekaan antibiotik terhadap 30 isolat E.coli menemukan sebanyak 73,3% E.coli
resisten ciprofloxacin, selanjutnya isolasi plasmid dari isolat tersebut menemukan
sebagian besar isolat (n=18) mempunyai plasmid dan pola resisten MDR
(multidrugs resistance) terhadap ≥ 2 (dua) antibiotika. Berdasarkan hasil
penelitian Saputri dkk (2015) tersebut disimpulkan bahwa ada korelasi antara pola
resistensi MDR antibiotik dengan adanya profil plasmid E.coli. Meskipun
demikian identifikasi gen resistensi ciprofloxacin yang diperantarai oleh plasmid
dari isolat E.coli MDR tersebut belum diteliti lebih lanjut.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan
penelitian lanjutan ini untuk mengidentifikasi adanya gen resistensi ciprofloxacin
yakni gen PMQR (plasmid-mediated quinolone resistance) yang diperantarai oleh
plasmid dan gen QRDR (quinolone resistance determining regions) di dalam
isolat E.coli MDR yang diisolasi dari penderita ISK di RSUDAM Provinsi
Lampung.
B. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Mengetahui adanya gen resistensi ciprofloxacin di dalam isolat E.coli MDR.
2) Tujuan Khusus
a) Mengetahui keberadaan fragmen gen PMQR yang terletak di dalam
plasmid pada isolat E.coli MDR.
b) Mengetahui keberadaan gen QRDR yang terletak di dalam kromosom
pada isolat E coli MDR.
4
C. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Memberikan wawasan keilmuan mengenai keberadaan gen resisten
ciprofloxacin yakni gen PMQR (gen resisten yang diperantarai oleh plasmid)
dan gen QRDR (gen resisten yang terletak di dalam kromosom) pada isolat
E.coli MDR.
2) Manfaat Praktis
Memberikan wawasan keilmuan untuk tenaga kesehatan dalam menggunakan
antibiotika florokuinolon terutama ciprofloxacin yang rasional, dalam
mengobati pasien-pasien infeksi, khususnya ISK guna menghindari risiko
berkembangnya strain E.coli MDR.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Saluran kemih adalah sistem tubuh untuk menghilangkan limbah dan
kelebihan air (NIH, 2014). Terdiri dari kandung kemih, ginjal, ureter dan uretra.
Ginjal menyaring darah dan membuang sampah dan kelebihan air untuk
membentuk urin, yang kemudian bergerak ke bawah ureter dan disimpan di dalam
kandung kemih sampai siap untuk melewati uretra (buang air kecil). Saluran
kemih dapat dibagi ke dalam saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian
bawah. Saluran kemih bagian atas terdiri dari ginjal dan ureter, dan saluran kemih
bagian bawah terdiri dari kandung kemih dan uretra.
Infeksi saluran kemih dapat memiliki nama yang berbeda mengacu pada
tempat yang terinfeksi dari saluran kemih (NIH, 2014) :
a) Infeksi kandung kemih = Cystitis.
b) Infeksi saluran kencing = Urethritis.
c) Infeksi ginjal = Pyelonephritis.
d) Ureter sangat jarang sebagai tempat infeksi.
1.
Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi dari setiap bagian dari sistem
urin dan kebanyakan mengenai saluran kemih bagian bawah (Mayo Clinic, 2014).
5
Infeksi ini merupakan infeksi urutan ke-2 yang paling umum dijumpai dalam
tubuh dan diperkirakan ada sekitar 8,1 juta pasien berobat setiap tahunnya (NIH,
2014). Lebih dari 50% wanita akan mengalami setidaknya sekali ISK selama
hidupnya, dengan 20-30% mengalami ISK berulang (Wang et al., 2015). Wanita
lebih berisiko terkena ISK daripada laki-laki, karena perbedaan anatomi uretra
wanita lebih pendek dibandingkan pria, dan lebih dekat dengan anus, sehingga
memungkinkan bakteri ditransfer ke kandung kemih (Penunjukan Gambar 1).
Meskipun kebanyakan ISK tidak berbahaya, tetapi beberapa dapat
menyebabkan masalah serius, terutama untuk ISK bagian atas, berulang atau
infeksi ginjal kronis, dapat menyebabkan kerusakan permanen; dan beberapa
infeksi ginjal akut dapat mengancam jiwa, terutama jika terjadi septikemia.
Infeksi ini juga dapat meningkatkan risiko wanita yang melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah atau bayi prematur (Mayo Clinic, 2014).
Gambar 1. Saluran Kemih Atas dan Bawah (NIH, 2014)
6
2.
Penyebab ISK
Kebanyakan ISK disebabkan oleh bakteri yang hidup dalam usus. Bakteri
Escherichia coli menyebabkan sebagian besar ISK. Chlamydia dan Mycoplasma
dapat menular lewat hubungan seksual dan menginfeksi uretra dan sistem
reproduksi tetapi tidak kandung kemih (NIH, 2014). Dalam kebanyakan kasus,
bakteri dari usus masuk ke saluran kemih melalui uretra. Hal ini dapat terjadi
ketika menyeka bawah atau berhubungan seks, misalnya, tetapi sering tidak jelas
mengapa hal itu terjadi. Berikut ini dapat meningkatkan risiko terkena ISK (NIH,
2014; MedlinePlus, 2014; Mayo Clinic, 2014) :
a) Hubungan seksual yang sering dan intens dengan lebih dari satu pasangan seks.
b) Diabetes.
c) Kebersihan pribadi yang buruk
d) Kondisi yang menghambat saluran kemih, seperti batu ginjal.
e) Kesulitan mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
f) Kateterisasi kemih.
g) Inkontinensia usus.
h) Menggunakan kontrasepsi atau kondom berlapisi bahan spermisida.
i) Menopause
j) Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya sehabis dari kemoterapi atau
HIV.
k) Pembesaran kelenjar prostat.
l) Penggunaan antibiotika yang lama (sehingga dapat mengganggu flora normal
alami usus dan saluran kemih.
7
3.
Gejala Klinis
Gejala infeksi saluran kemih tergantung dari usia, jenis kelamin, adanya
kateter dan bagian mana dari saluran kemih yang terinfeksi. Gejala umum dari
infeksi saluran kemih meliputi (NIH, 2014; MedlinePlus, 2014; Mayo Clinic,
2014) :
a) Sering BAK.
b) Urin berwarna keruh, berdarah dan berbau busuk.
c) Rasa nyeri atau seperti terbakar saat BAK.
d) Mual dan muntah
e) Nyeri otot dan nyeri perut.
f) Pada pasien dengan kateterisasi mungkin hanya mengalami gejala demam
sehingga sering menyulitkan diagnosis.
g) Pielonefritis akut : jika seseorang memiliki infeksi ginjal, mereka juga bisa
mengalami nyeri punggung bagian sisi dan atas, demam tinggi, gemetar,
menggigil, kelelahan dan perubahan mental.
h) Sistitis : jika seseorang memiliki infeksi kandung kemih, mereka juga bisa
mengalami demam dan tekanan / kram di perut dan punggung bawah.
B. Bakteri Gram Negatif Escherichia coli
Sebagian besar jenis E.coli tidak berbahaya dan merupakan kuman
penting dari saluran cerna manusia yang sehat karena berfungsi menghasilkan
vitamin K dan menjaga keseimbangan bakteri di usus. Tetapi beberapa strain
E.coli (patogenik) dapat menimbulkan penyakit infeksi, seperti infeksi pada
8
kandung empedu, saluran kemih, selaput otak, paru dan saluran cerna (Madappa
et al., 2016).
1.
Bakteri
Bakteri adalah organisme prokariot, tidak ada pembagian ruang (inti
dan sitoplasma) sehingga tidak memiliki membran inti, mitokondria, retikulum
endoplasma, badan Golgi, fagosom dan lisosom. Prokariot memiliki kromosom
tunggal sirkuler yang terikat pada tempat khusus di membran yang disebut
mesosom. Prokariot adalah organisme unisel yang relatif simpel bila dibanding
eukariot. Seluruh fungsi seluler dikemas dalam satu unit dengan 5 (lima)
komponen penting yaitu : genom (DNA), ribosom, membran sel, dinding sel dan
lapisan permukaan (surface layer). Semua reaksi enzimatik atau aktivitas
metabolism apapun dan keragaman spesies berhubungan dengan makromolekul
penyusun kelima komponen tersebut seperti DNA, RNA, fosfolipid, protein dan
polisakarida (Juwono, 2012).
Bakteri sebagai makhluk hidup memiliki informasi genetik berupa
DNA, tetapi tidak terletak dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. DNA pada bakteri berbentuk sirkuler, panjang dan biasa
disebut nukleoid. DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun
atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal yang
tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sirkuler (Goering et al.,
2005) (Penunjukan Gambar 2).
9
Gambar 2. Struktur Sel Prokariot E.coli (Goering et al., 2005)
2.
Identifikasi Bakteri Gram Negatif
Kriteria
yang digunakan
untuk
mengidentifikasi
bakteri
secara
mikroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, kelompok, motilitas dan reaksi
pengecatan Gram. Observasi mikroskopik dikombinasi dengan data natural
environment sangat penting untuk mengidentifikasi bakteri. Bergey's Manual of
Determinative Bacteriology merupakan panduan untuk mengidentifikasi bakteri
berdasarkan karakter mikroskopik dan fisiologik. Identifikasi dengan tes biokimia
digunakan untuk membedakan genus dari famili dan spesies dari genus. Galur
(strain) dalam single species dibedakan dengan cara genetik atau imunologik.
Seseorang yang dicurigai terinfeksi bakteri dapat diambil spesimen kliniknya
untuk dibiakkan dan disolasi serta diidentifikasi berdasarkan prinsip taksonomi.
Tes harus mudah dilakukan, biaya rendah dan hasilnya cepat. Metode klasik
diagnostik didasarkan atas ciri morfologi dan metabolisme sedangkan saat ini
10
telah lazim digunakan teknik biologi molekuler. Taksonomi modern merupakan
metode yang kompleks mencakup analisa molekuler dan kimiawi (Juwono, 2012).
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dibedakan menjadi 2 yaitu
Gram positif dan negatif. Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan
pemberian pewarna basa, kristal violet. Larutan iodin kemudian ditambahkan;
semua bakteri akan terwarnai biru pada fase ini. Sediaan kemudian diberi
alkohol. Sel Gram positif akan tetap mengikat senyawa kristal violet-iodine
sehingga bewarna biru, sedangkan Gram negatif akan hilang warnanya oleh
alkohol. Sebagai langkah terakhir, counterstain (misalnya safranin yang
berwarna merah) ditambahkan sehingga sel Gram negatif yang tidak berwarna
akan mengambil warna kontras; sedangkan sel Gram positif terlihat dalam
warna biru keunguan (Brooks et al., 2004). Perbedaan ini terjadi karena
perbedaan susunan peptidoglikan pada struktur dinding selnya.
Lapisan peptidoglikan tersusun atas lipoprotein, membran luar dan
lipopolisakarida. Lipoprotein mengandung 57 asam amino yang merupakan
ulangan sekuen 15 asam amino yang saling bertaut dengan ikatan peptida
dengan residu asam diaminopimelic dari sisi tetrapeptida rantai peptidoglikan.
Lipoprotein merupakan komponen yang mendominasi dinding sel dan
berfungsi sebagai penstabil membran luar dan tempat perlekatan pada lapisan
peptidoglikan. Membran luar memiliki sifat hidrofilik, namun komponen
lipid pada dinding selnya justru memberikan sifat hidrofobik. Struktur
membran luar bilayer dimana lapisan dalamnya mirip dengan membran
sitoplasma, hanya saja fosfolipid pada lapisan luarnya diganti dengan molekul
11
lipopolisakarida (Brooks et al., 2004). Terdapat ruang antara membran dalam
dengan membran luar yang disebut ruang periplasma, terdiri dari lapisan
murein dan larutan protein mirip gel (protein pengikat substrat tertentu, enzim
hidrolitik, dan enzim detoksifikasi (Goering et al., 2005).
Lipopolisakarida (LPS) dari dinding selnya terdiri dari lipid kompleks
yang disebut lipid A, tempat melekatnya polisakarida dan antigen O.
Lipopolisakarida terikat pada membran luar dengan ikatan hidrofobik dan
disintesis pada membran sitoplasma serta berfungsi sebagai antigen dan toxin
(Goering et al., 2005). Komponen lipidnya terdiri dari diglyseride thioether
yang terikat pada sistein terminal (Brooks et al., 2004). Selain itu, terdapat
saluran khusus terbuat dari protein yang disebut porins yang berfungsi sebagai
tempat masuknya komponen hidrofilik seperti gula dan asam amino yang
penting untuk kebutuhan nutrisi bakteri (Brooks et al., 2004).
3.
Escherichia coli
Bakteri ini berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 µ m x 0,4 µ m
sampai 0,7 µ m, Gram negatif, tak bersimpai, bergerak aktif dengan flagela
peritrik dan tidak berspora (Brooks et al., 2004). E.coli memfermentasi laktosa,
ditemukan sekitar 170 antigen O yang sebagian bereaksi silang dengan Shigella,
Salmonella dan Klebsiella. E.coli umumnya mengkoloni usus besar sebagai flora
normal karena memiliki colonization factor antigens (CFA) tetapi sebagian
berpotensi sebagai patogen oportunistik (Juwono, 2012) (Penunjukan Gambar 3).
12
Gambar 3. Kuman Escherichia coli dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram, hasilnya
Gram (-). Isolat dapat dipilih dari koloni E. coli yang tumbuh dalam kultur
Mac Concey agar (Juwono, 2012).
E.coli memiliki antigen K (capsular) yang serupa dengan antigen Vi
pada Salmonella. Antigen K tampaknya penting dalam patogenesis infeksi
saluran kemih bagian atas. E.coli yang biasa menyebabkan infeksi saluran
kemih ialah jenis 1, 2, 4, 6 dan 7. Escherichia coli yang nefropatogenik secara
khas menghasilkan hemolisin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh E. coli
dengan sejumlah kecil tipe antigen O sedangkan antigen H (flagellar)
dipunyai oleh galur motil. Lebih dari 90% infeksi saluran kemih disebabkan oleh
E.coli jenis uropatogenik. Di samping itu E.coli juga dapat menyebabkan infeksi
di tempat lain, seperti sendi, mata, jaringan gondok, sinus, otot jantung dan kulit
(Madappa et al., 2016) (Penunjukan Gambar 4).
13
Gambar 4. Koloni Escherichia coli yang tumbuh di dalam media differensial Mac
Concey agar yang mengandung substrat dan bahan-bahan media yang
hanya dapat ditumbuhi oleh kuman enterik Gram-negatif (Maddapa et al,.
2016).
C. Antibiotika Golongan Fluorokuinolon
Antibiotik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan
atau
membunuh
bakteri.
Mekanisme
kerja
antibiotik
dikelompokkan dalam 5 kelompok utama, yaitu (Setiabudi, 2007) :
1) Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba.
2) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel.
3) Antibiotik yang mengganggu keutuhan sel mikroba.
4) Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba.
5) Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Dalam garis besarnya golongan kuinolon dapat dibagi menjadi 2
kelompok (Setiabudi, 2007) :
14
1) Kuinolon
Kelompok ini tidak mempunyai manfaat klinik untuk pengobatan infeksi
sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah. Selain itu, daya
anti-bakterinya lemah dan resistensi juga cepat timbul. Indikasi kliniknya
terbatas sebagai antiseptik saluran kemih. Yang termasuk kelompok ini
ialah asam nalidiksat dan asam pipemidat.
2) Fluorokuinolon
Kelompok ini disebut demikian karena adanya atom fluor pada posisi
6 dalam struktur molekulnya (Penunjukan Gambar 5). Daya antibakteri
florokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama. Selain
itu kelompok obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa
derivatnya juga tersedia dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan
untuk penanggulangan infeksi berat khususnya yang disebabkan oleh kuman
Gram negatif. Daya antibakterinya terhadap kuman Gram positif relatif lemah.
Yang terrmasuk golongan ini ialah siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin,
norfloksasin, enoksasin, levofloksasin, fleroksasin, dan lain-lain.
Struktur kimia
dasar kuinolon
dengan atom
fluorin pada
posisi C6.
15
Perbedaan
struktur molekul
antara kuinolon
(Nalidixic Acid) &
fluorokuinolon
(ciprofloxacin).
Penambahan
cincin piperazynil
pada posisi atom
C7. Aktif untuk
infeksi
saluran
kemih
yang
disebabkan oleh
bakteri
Gram
negatif.
Penambahan
substituen pada
posisi atom C7.
Aktif untuk infeksi
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri
Gram positif.
Gambar 5. Perbaikan farmakologi pada cincin kuinolon dasar dengan penambahan
fluorin di posisi C6 dan piperazynil atau cincin terikat pada posisi C7
menghasilkan florokuinolon (Kocsis, 2012).
1.
Ciprofloxacin
Ciprofloxacin (product number : C031, CAS number : 86721-33-1,
rumus molekul = C17H18FN3O3, berat molekul = 331.34, appeareance : faintly
yellow powder) adalah fluorokuinolon generasi ke-2 yang bekerja menon-aktifkan
produksi enzim DNA girase dan topoisomerase IV, dimana kedua enzim ini
membantu dalam sintesis DNA dan protein bakteri. Obat ini bekerja pada bakteri
16
Gram negatif dan Gram positif. Suhu penyimpanan 2 – 8 °C, di dalam wadah
kedap udara, terlindung dari cahaya. Sifat bakterisida dari ciprofloxacin
menghasilkan penghambatan enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan
topoisomerase IV, yang diperlukan untuk replikasi DNA bakteri, transkripsi,
perbaikan dan rekombinasi (TOKU-E., 2010). Ciprofloxacin telah digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi, termasuk infeksi saluran kemih, aliran
darah, usus atau saluran pernafasan (Jaktaji et al., 2010). Pada tabel 1 diberikan
contoh antibiotika kuinolon / florokuinolon dari generasi ke generasi dan
spektrumnya.
Tabel 1. Spektrum Antibiotika Kuinolon / Fluorokuinolon dari Setiap Generasi
GENERASI
1st
NAMA OBAT
Nalidixic acid, cinoxacin
2nd
Norfloxacin, ciprofloxacin,
enoxacin, ofloxacin
3rd
Levofloxacin, soarfloxacin,
moxifloxacin, gemifloxacin
4th
Trovafloxacin
(Sumber : Jaktaji et al,. 2010)
2.
SPEKTRUM
Gram-negatif, kecuali
Pseudomonas sp.
Gram-negatif (termasuk
Pseudomonas sp), beberapa
Gram-positif (S. aureus) dan
beberapa bakteri atipik.
Sama seperti generasi ke-2,
dengan cakupan termasuk
Gram-positif dan bakteri atipik
Sama seperti generasi ke-3,
dengan cakupan luas untuk
bakteri anaerob
Mekanisame Kerja Fluorokuinolon
Antibiotik florokuinolon memasuki sel dengan cara difusi pasif
melalui kanal protein terisi air (porins) pada membran luar bakteri. Mekanisme
kerja dari fluorokuinolon adalah penghambatan enzime topoisomerase tipe II,
yaitu DNA girase dan topoisomerase IV. Kedua enzim terlibat dalam replikasi
17
DNA bakteri; enzim DNA girase melemaskan peregangan superkoil positif DNA
sedangkan topoisomerase IV membatalkan tautan DNA berikut replikasinya.
Akibatnya terbentuk ikatan kompleks fluorokuinolon-DNA gyrase dan kompleks
fluorokuinolon-DNA topoisomerase IV, menyebabkan replikasi DNA dihambat,
akhirnya kematian sel (Kocsis, 2012).
Bagi bakteri Enterobacteriaceae Gram-positif, enzim topoisomerase IV
adalah target utama, sedangkan bagi Gram-negatif, enzim DNA girase adalah
target utamanya. DNA gyrase dikode oleh gen gyr A dan gyrB, sedang
topoisomerase IV dikode oleh gen parC dan parE. Mutasi pada DNA gyrase dan
topoisomerase IV dapat memberikan resistensi terhadap obat ini (Pomeri, 2011)
(Penunjukan Gambar 6).
Florokuinolon
menempel pada 2
enzim utama, sehingga menghambat replikasi DNA
Gambar 6. Mekanisme kerja florokuinolon : a) memblokir sintesis DNA bakteri dengan
menghambat DNA gyrase dan topoisomerase IV; b) penghambatan DNA
girase II dapat mencegah peregangan (relaxation) DNA superkoil positif
yang diperlukan untuk transkripsi normal dan replikasi; c) penghambatan
topoisomerase IV mengganggu pemisahan dari replikasi kromosom DNA ke
dalam tiap-tiap sel anak selama pembelahan sel (Pomeri, 2011).
18
3.
Mekanisme Resistensi Fluorokuinolon
Sampai saat ini, 2 (dua) mekanisme telah ditemukan untuk menentukan
resistensi terhadap fluorokuinolon / kuinolon, karena dalam hampir semua kasus
organisme yang resisten terhadap fluorokuinolon juga resisten terhadap kuinolon.
Yang paling penting dari mekanisme ini di Enterobacteriaceae adalah mutasi
pada enzim bakteri yang ditargetkan oleh fluorokuinolon : DNA girase dan DNA
topoisomerase IV. Kuinolon / fluorokuinolon mengikat enzim tersebut dan
menstabilkan kompleks enzim – antibiotika (akibatnya DNA tidak dapat
bereplikasi) sehingga menyebabkan kematian sel akibat patahnya untai ganda
DNA yang menumpuk dan tak dapat diperbaiki. Setiap enzim target yang dikode
gen (gyrA dan gyrB untuk DNA gyrase, dan parC dan parE untuk topoisomerase
IV) memiliki daerah penentu resistensi kuinolon (QRDRs), yaitu bagian
permukaan pengikatan DNA dari enzim di mana substitusi asam amino dapat
mengurangi pengikatan kuinolon. Umumnya, beberapa mutasi diperlukan untuk
mencapai resistensi yang penting secara klinis di dalam Enterobacteriaceae;
kuman yang resisten kuinolon hampir selalu ditemukan memiliki satu atau lebih
mutasi (Kocsis, 2012).
Resistensi terhadap fluorokuinolon terutama disebabkan oleh perubahan
dalam target enzim (DNA girase dan topoisomerase IV), penurunan permeabilitas
membran luar sel bakteri atau pengembangan mekanisme efflux. Akibatnya
terjadi satu atau lebih mutasi titik di daerah pengikatan florokuinolon pada enzim
target (topoisomerase II atau IV) atau dari perubahan permeabilitas membran luar
19
sel bakteri. Resistensi terhadap florokuinolon juga dapat berkembang karena
pengembangan mekanisme resistensi pompa efflux (Kohanski et al., 2010).
Pada bakteri Enterobacteriaceae mekanisme resistensi florokuinolon
meliputi satu atau dua dari mekanisme berikut :
1) Perubahan pada Enzim Target
Mekanisme ini berhubungan dengan mutasi kromosom yang menyebabkan
perubahan gen baik di gyrA maupun gyrB yang merupakan target utama dari
antibiotik di dalam bakteri. Di dalam mutan yang resisten terhadap
florokuinolon, kedua mutasi pada gen gyrA dan gyrB adalah penyebabnya
(Jaktaji et al., 2012). Florokuinolon menghambat sintesis DNA dengan
menargetkan 2 topoisomerase type II, yaitu : DNA girase (Topo II) dan
topoisomerase IV (Topo IV). Interaksi florokuinolon dengan kompleks DNA
girase atau topoisomerase IV dapat menghambat sintesis DNA (dengan
menstabilkan pembelahan DNA bakteri selama proses replikasi DNA) dan
berakibat pada kematian sel. Topoisomerase II berfungsi menimbulkan
relaksasi pada DNA yang mengalami positive supercoiling (pilinan positif
yang berlebihan) pada waktu transkipsi dalam proses replikasi DNA.
Topoisomerase IV berfungsi untuk memisahkan DNA yang baru terbentuk
setelah proses replikasi DNA bakteri selesai (Bourque, 2010; McDowall,
2006).
Langkah pertama resistensi karena perubahan enzim target biasanya melalui
perubahan asam amino pada enzim target primer, dengan peningkatan KHM
(MIC) pada sel yang ditentukan oleh efek mutasi. Derajat resistensi yang
20
lebih tinggi dapat terjadi melalui langkah mutasi kedua, dimana perubahan
asam amino terjadi pada enzim target sekunder. Mutasi lebih lanjut
mengakibatkan tambahan perubahan asam amino di salah satu enzim
(Setiabudi, 2007).
2) Perubahan pada Penetrasi Obat
Untuk mencapai target pada sitoplasma sel, florokuinolon harus melewati
membran sitoplasma dan juga membran luar sel bakteri. Molekul
florokuinolon cukup kecil dan memiliki karakterisitik yang memungkinkan
untuk
melewati
membran
luar
melalui
protein
porin.
Resistensi
flurokuinolon pada bakteri Gram negatif dikaitkan dengan reduksi porin
dan penurunan akumulasi obat pada bakteri, tetapi pengukuran angka difusi
menyatakan bahwa reduksi porin sendiri secara umum tidak cukup untuk
mengakibatkan resistensi (Jacoby, 2005). Resistensi yang disebabkan oleh
pengurangan akumulasi membutuhkan adanya suatu sistem effluks
endogen yang secara aktif memompa obat dari sitoplasma (Jacoby, 2005).
Pada bakteri Gram negatif, sistem ini secara khas memiliki 3 komponen :
pompa efluks yang berlokasi di membran sitoplasma, protein membran luar
(TolC) dan protein fusi membran (AcrA) yang menyatukan keduanya. Obat
ini secara aktif dikeluarkan dari sitoplasma atau membran sitoplasma
melewati periplasma dan membran luar ke lingkungan luar sel. Sistem
efluks ini secara khas mampu menyebabkan resistensi terhadap gabungan
dari berbagai jenis struktur sehingga dikenal dengan istilah pompa multi
drug resistance (MDR pumps). Pompa ini ditemukan pada banyak bakteri.
21
Di antara bakteri patogen, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae merupakan yang
paling banyak dipelajari dalam hal sistem efluks yang menyebabkan
resistensi florokuinolon (Jacoby, 2005).
3) Mekanisme Resistensi Lainnya
Penjelasan mekanisme resistensi lainnya adalah penurunan akumulasi obat di
dalam sel oleh kenaikan pengaturan pompa efflux native (mis AcrAB-TolC di
E. coli) dan / atau penurunan ekspresi membran outer porins (Kocsis, 2012).
Beberapa spesies Enterobacteriaceae memiliki kromosom native pompa efflux
AcrAB-TolC yang termasuk keluarga RND (resistance-nodulasi division).
AcrA adalah protein fusi membran, AcrB adalah pompa inner-membrane dan
TolC adalah protein outer-membrane , ke-3 membangun sebuah pompa efflux
yang berlebihan sehingga menyebabkan resistensi tingkat tinggi fluorokuinolon
di dalam kuman E.coli dan Klebsiella spp (Kocsis, 2012). Permeabilitas
dinding sel Gram-negatif terhadap fluorokuinolon dapat dijelaskan; lapisan
lipopolisakarida (LPS) kasar dari Salmonella typhimurium memiliki MIC untuk
antibiotik hidrofobik (misalnya asam nalidiksat) 2 – 4 x lebih rendah
dibandingkan dengan lapisan LPS halus, tetapi MIC untuk antibiotik hidrofilik
(misalnya ciprofloxacin dan norfloksasin) tidak terpengaruh. Dalam kasus
mutan OmpF di E. coli, peningkatan 2 kali lipat dalam MIC asam nalidiksat,
norfloksasin dan ciprofloxacin pada kisaran resistensi tingkat rendah.
Mekanisme resistensi ini bersifat mutasi, yang timbul dalam organisme
individu dan kemudian diturunkan secara vertikal untuk keturunan yang masih
22
hidup. Tak satu pun dari mekanisme yang disebutkan di atas mentransfer unsur
genetiknya (Kocsis, 2012).
Resistensi florokuinolon yang diperantarai plasmid pernah dilaporkan pada
isolat klinis Klebsiella pneumoniae, yang dapat ditransfer pada E.coli di
laboratorium (Nordmann et al., 2005; Robicsek et al., 2006). Beberapa
mekanisme lain juga berpengaruh terhadap resistensi florokuinolon misalnya
penurunan penyerapan obat karena hilangnya porin yang terikat membran,
ekstrusi obat melalui pompa efflux (beberapa obat mungkin memiliki
spesifisitas substrat yang luas), atau penelitian yang baru-baru ini
menggambarkan mekanisme gen resistensi kuinolon yang diperantarai plasmid
(plasmid mediated quinolone-resistance), disingkat gen PMQR (Karczmarczyk
et al., 2012; Hopkins et al., 2005).
Resistensi
terhadap
florokuinolon
muncul
bersamaan
dengan
penggunaannya secara luas. Infeksi yang sebelumnya direspon dengan baik oleh
florokuinolon, sekarang ini telah meningkatkan risiko kegagalan pengobatan
(Karczmarczyk et al., 2012; Gagliotti et al., 2008; Hopkins et al., 2005). Pada
E.coli, target utama florokuinolon adalah enzim DNA gyrase (atau topoisomerase
II) dan topoisomerase IV (Karczmarczyk et al., 2012; Jaktaji et al., 2010). Di
dalam isolat yang resisten florokuinolon ini, mutasi utama terletak di daerah yang
disebut sebagai the quinolone resistance-determining regions (QRDRs) dari gen
gyrA, parC maupun gyrB (Karczmarczyk et al., 2012; Liu et al., 2012).
23
D. Gen-gen Plasmid
Keberadaan gen PMQR misalnya qnrA, qnrB, qnrS, qnrC, qnrD, oqxA,
oqxB qepA dan aac(6’)-Ib-cr hanya memberikan resistensi level rendah terhadap
florokuinolon, tetapi mereka dapat menyebarkan secara horizontal di antara
bakteri enterik lainnya dan memfasilitasi seleksi mutan resisten setelah paparan
ciprofloxacin (Karczmarczyk et al., 2012; Robicsek et al., 2006). Penelitian lain
juga menyatakan bahwa resistensi florokuinolon tingkat rendah dapat juga
diperantarai plasmid (pMG252) yang menyandi gen qnr di dalam plasmid E.coli
(Pereira et al., 2007). Pengertian resistensi level rendah dapat dijelaskan dalam
grafik di bawah ini (Penunjukan Gambar 7).
Gambar 7. Distribusi isolat klinis E. coli di dalam rentang nilai MIC Ciprofloxacin yang
rentan (sensitif) dan resisten (Kocsis, 2012).
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa breakpoint klinis dari resistensi
24
ciprofloxacin untuk E.coli adalah S ≤ 0,5 mg/L (garis biru) dan R  1 mg/L (garis
merah). Distribusi E.coli didalam nilai MIC ciprofloxacin berbeda-beda dan
resistansi tingkat rendah adalah dari 0,06 – 0,5 µg/ml (dilingkari). Gen qnr ini
dapat meningkatkan frekuensi mutasi pada populasi heterogen E.coli yang tidak
selalu memiliki substitusi asam amino di dalam enzim DNA gyrase atau
topoisomerase IV, dan akan memfasilitasi pemilihan resistensi tingkat tinggi
diantara kuman lainnya (Kocsis, 2012). Jadi jika ditemukan ada gen qnr ini di
dalam kuman E.coli, meskipun kuman itu terpapar oleh dosis rendah antibiotika
ciprofloxacin, maka kuman E.coli tersebut akan menjadi resisten.
Protein OqxAB (Penunjukan Gambar 8) termasuk keluarga RND
(resistance-nodulasi division) adalah salah satu gen plasmid pertama yang
ditularkan melalui pompa efflux. Gen oqxA mengkode untuk protein fusi
membran (AcrA), sedangkan oqxB mengkode untuk protein OqxB yang
mengandung 12-transmembran α-heliks untuk pompa inner-membrane (AcrB).
Sistem ini membutuhkan protein outer-membran (TolC) untuk fungsi sepenuhnya.
Ini adalah mekanisme resistensi genetik yang teridentifikasi pertama kali terhadap
olaquindox, suatu agen yang digunakan sebagai penambah pertumbuhan pada
babi. Gen ini dapat dideteksi pada kuman Enterobacteriaceae yang resisten
terhadap kloramfenikol, asam nalidixat, norfloksasin dan ciprofloxacin (Kocsis,
2012).
.
25
Gambar 8. Struktur dari pompa efflux OqxAB sebagai pompa efflux tipe RND (Kocsis,
2012).
E. Gen-gen Kromosom
Di dalam sel terdapat enzim yang berperan untuk membuat DNA
menjadi rileks atau superkoil yaitu enzim DNA topoisomerase. Superkoil DNA
ini mirip dengan gulungan kabel telefon. Keadaan dimana DNA double helix
menggulung pada sumbunya disebut superkoil DNA sedangkan jika tidak
menggulung disebut DNA rileks. Bentuk DNA dalam keadaan rileks atau dalam
keadaan superkoil ini disebut topoisomer (Penunjukan Gambar 9).
Gambar 9. Dua bentuk superkoil DNA (Bourque, 2010)
26
Peran enzim topoisomerase sangat penting pada replikasi, transkripsi dan
rekombinasi DNA dengan cara memotong dan menyambungkan untai tunggal
atau untai ganda DNA (Bourque, 2010). Topoisomerase DNA ini dapat ditemukan
dimana-mana, di dalam semua jenis sel, mulai dari virus sampai kepada manusia
dan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (McDowall, 2006) :
a)
Topoisomerase tipe I :
 Terdiri dari topoisomerase I, III dan V.
 Terutama bertanggung jawab untuk mengendurkan (merelaksasi) superkoil
positif (belitan di atas) dan / atau superkoil negatif (belitan di bawah) dari
DNA, sedangkan girase sebaliknya dapat memasukkan superkoil positif ke
dalam DNA.
 Memainkan peran penting dalam replikasi DNA dan transkripsi
(topoisomerase I), dan rekombinasi (topoisomerase III).
b) Topoisomerase tipe II :
 Terdiri dari topoisomerase II (dikode oleh gen gyrA dan gyrB),
topoisomerase IV (dikode oleh gen parC dan parE) dan topoisomerase VI.
 Bertanggung jawab untuk mengendurkan spiral DNA (topoisomerase IV),
serta mengadakan superkoil negatif dan positif (topoisomerase II).
 Berperan penting dalam kondensasi kromosom (topoisomerase II) dan
pemisahan kromosom anak selama pembelahan sel (topoisomerase IV).
Enzim DNA Gyrase (Penunjukan Gambar 10) di dalam Escherichia coli
merupakan holoenzim yang heterotetramer dan terdiri dari 2 sub-unit A yaitu
Gyrase A (dikode gen gyrA, 97 kDa) dan 2 sub-unit B yaitu Gyrase B (dikode
27
oleh gen gyrB, 90 kDa) (Jaktaji and Mohiti, 2010). Enzim DNA gyrase adalah
salah satu dari enzim topoisomerase tipe II yang pertama diisolasi dari E. coli.
Enzim ini mempunyai fungsi dalam pengubahan topologi DNA melalui breaking
and rejoining (pematahan dan penggabungan kembali) untai ganda DNA. Enzim
DNA gyrase memiliki kemampuan untuk memotong kedua untai ganda DNA
(double-stranded), melewati bagian lain dari potongan untai DNA tersebut dan
menyambung kembali potongan tersebut dengan memanfaatkan ATP (Lodish et
al., 2000).
Gambar 10. Dimer gyrase A dari heterotetramer DNA gyrase (Saíz-Urraa et al., 2011).
Pada bakteri enterik, mekanisme utama resistensi terhadap florokuinolon
melibatkan mutasi gen kromosom penyandi enzim DNA girase dan/atau
Topoisomerase IV, mutasi gen yang mengatur ekspresi pompa efflux (Hooper,
1999) dan penurunan permeabilitas dinding sel bakteri (Nikaido, 2003), semuanya
diperantarai secara kromosom.
28
Di dalam isolat yang menunjukkan resistensi florokuinolon, DNA gyrase
(topoisomerase II) yaitu target utama di dalam bakteri Gram-negatif, umumnya
menunjukkan substitusi asam amino pada posisi Ser 83 dan/atau Asp 87 dari subunit gyrA, sedangkan substitusi pada residu Ser 80 dan Glu 84 umumnya
teridentifikasi di dalam sub-unit parC dari topoisomerase IV (Karczmarczyk et al.,
2012; Heisig, 1996; Oram et al., 1991; Yoshida, 1990) (Lihat Tabel 2 dan ).
Tabel 2. Mutasi Akibat Resistensi Kuinolon di dalam Gen gyrA dari E.coli KL16
MIC (µg/ml)b
STRAIN
E.colia
NA
PPA
NFLX
ENX
OFLX
KL16
3,13
1,56
0,05
0,1
0,05
N-112
400
25
0,78
1,56
0,78
0,39
Ser-83 (TCG)  Leu (UTG)
N-118
400
25
0,78
1,56
0,78
0,39
Ser-83 (TCG)  Leu (TTG)
N-119
400
25
0,78
1,56
0,78
0,39
Ser-83 (TCG)  Leu (TTG)
N-51
400
25
0,78
1,56
0,78
0,39
Ser-83 (TCG)  Leu (TTG)
P-18
400
25
0,78
1,56
0,78
0,39
Ser-83 (TCG)  Trp (TGG)
N-113
200
25
0,39
1,56
0,78
0,2
Asp-87 (GAC)  Asn (AAC)
N-97
50
12,5
0,39
0,78
0,39
0,1
Gly-81 (GGT)  Cys (TGT)
P-5
25
12,5
0,39
0,78
0,39
0,1
Ala-84 (GCG)  Pro (CCG)
P-10
25
6,25
0,2
0,39
0,2
0,05
Ala-67 (GCC)  Ser (TCC)
N-89
12,5
6,25
0,2
0,2
0,1
0,05
Gln-106 (CAG)  His (CAT)
MUTASI
CPFX
0,0125 Wild type
(Sumber : Yoshida et al., 1990)
Keterangan :
a
N-112, N-118, N-119, N-51, N-113, N-97 dan N-89 diuji dengan antibiotik asam
nalidiksat; P-18, P-5 dan P-10 diuji dengan antibiotik asam pipemidat.
b
NA (nalidixic acid), PPA (pipemidic acid), NFLX (norfloxacin), ENX (enoxacin),
OFLX (ofloxacin) dan CPFX (ciprofloxacin).
29
Tabel 3. Mutasi di dalam Gen gyrA dan parC
MUTASI gyrA
MUTASI parC
Posisi
Nukleotida
Perubahan
Nukleotida
Perubahan
Asam
Amino
248
TCGTTG
S83L
3204917
248
TCGTGG
MIII,
248
STRAIN
E.coli
Posisi
Nukleotida
Perubahan
Nukleotida
Perubahan
Asam
Amino
S83W
233
GGCGAC
G78D
TCGTTG
S83L
239
AGTATT
S80I
260
GACGGC
D87G
248
TCGTGG
S83L
250
GAAAAA
E84K
259
GACAAC
D87N
248
TCGTTG
S83L
239
AGCATC
S80I
259
GACAAC
D87N
248
TCGTTG
S83L
240
AGC/TA
S80R
Wild type
MI, MII,
4469
MIVb,
R17
129801
133700
HP247041
GA
259
GACAAC
D87N
248
TCGTTG
S83L
259
GACTAC
D87Y
248
TCGTTG
S83L
260
GACGGC
D87G
U12987,
248
TCGTTG
136437
259
GACAAC
130162
205096
239
AGCATC
S80I
250
GAAAAA
E84K
S83L
239
AGCATC
S801
D87N
251
GAAGGA
E84G
(Sumber : Heisig, 1996)
E.coli telah semakin memperoleh resistensi terhadap florokuinolon
melalui beberapa mekanisme yang mencakup mutasi kromosom pada gen yang
30
mengkode topoisomerase II (gyrA dan gyrB) dan IV (parC dan parE) (Zayed et
al., 2015).
Resistensi terhadap florokuinolon muncul sebagai akibat dari mutasi
missense di wilayah tertentu yang dinamakan the quinolone resistance
determining region (QRDR) dari sub-unit enzim target. Substitusi asam amino
dalam QRDR yang terlibat dalam pengembangan resistensi florokuinolon di E.
coli dijelaskan dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Substitusi Asam Amino di dalam QRDR Isolat E.coli Resisten
Fluorokuinolon
ASAM AMINO
ASAL (WILD)
gyrA
BERMUTASI
MENJADI
KODONa
ASAM AMINO
ASAL (WILD)
parC
BERMUTASI
MENJADI
50 b
Tyr
Phe
78
Gly
Asp
51 b
Ala
Val
80
Ser
Ile, Arg
67 b
Ala
Ser
84
Glu
Lys, Val, Gly
81
Gly
Cys, Asp
82 b
Asp
Gly
83
Ser
Leu, Trp, Ala,
84
Ala
87
Asp
106 b
Gln
Arg, His
119 b
Ala
Glu
KODONa
a
Mutasi pada kodon-kodon lain,
perannya dalam pengembangan
Val
resistensi terhadap kuinolon /
Pro, Val
fluorokuinolon masih belum jelas.
Asn, Gly, Val, b Hanya dijelaskan dalam mutan yang
diperoleh in vitro.
Tyr, His
gyrB
parE
426
Asp
Asn
445
Leu
His
447
Lys
Glu
458
Ser
Pro, Trp
(Sumber : Zayed et al., 2015)
31
Mutasi pada posisi 83 atau 87 untuk subunit gyrA dari DNA gyrase dan
posisi 78, 80 atau 84 untuk subunit ParC dari topoisomerase IV secara khusus
menyebabkan kompleks enzim-DNA dari mutan memiliki afinitas rendah
terhadap antibiotik florokuinolon tersebut. Menurut Zayed et al (2015), mutasi
ketiga yang baru terletak di luar QRDR konvensional dari subunit gyrA; R237H
hanya ditemukan di isolat E. coli yang sangat resisten dengan MIC ≥ 16 mg / ml.
Mutasi ini berhubungan kuat dengan fenotip resistensi yang tinggi (P=0,007).
Mutasi baru, bersama dengan acrR-V29G (mutasi baru dalam protein AcrR),
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap peran mereka yang
mungkin dalam resistensi. Mutasi-mutasi ini berhubungan dengan isolat E.coli
yang sangat resisten dan dapat meningkatkan kemampuan tingkat resistensi
(Zayed et al., 2015).
Penelitian tentang hubungan antara nilai MIC antibiotik golongan
kuinolon / fluorokuinolon dengan terjadinya subtitusi asam amino di dalam
Enterobacteriaceae telah banyak dilakukan orang, diantaranya adalah penelitian
Kocsis (2012), seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini.
32
Tabel 5. Hubungan Nilai MIC Ciprofloxacin dengan Substitusi Asam Amino yang
Menyebabkan Mutasi di dalam Gen gyrA dan parC.
(Sumber : Kocsis, 2012)
F. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR merupakan teknik pengandaan DNA yang ditemukan oleh Kary
Mullis yang digunakan untuk sintesis dan penggandaan DNA secara in vitro
dalam waktu relatif singkat dengan bantuan enzim DNA polimerase dan bahanbahan lain. Prinsip dasar dari mesin PCR adalah pengontrolan suhu pada sampel,
dengan rentang suhu 4 – 90 oC (Wicaksono, 2015). Nama PCR berasal dari
Polymerase Chain Reaction yang digunakan untuk menggandakan bagian DNA
dengan menggunakan replikasi enzim secara in vitro. Proses ini dikenal sebagai
33
reaksi rantai karena template DNA diperbanyak secara eksponensial di setiap
siklusnya (WHO, 2011).
Metode PCR telah dimodifikasi dan digunakan di berbagai bidang ilmu.
Setiap pemeriksaan bakteri atau virus dengan menggunakan PCR memiliki
protokol tersendiri, protokol ini berisi prosedur dalam melakukan reaksi dan
parameter yang perlu diatur pada sampel (suhu, jumlah dan jenis reagen serta
durasi suhu). Real-time PCR merupakan modifikasi terbaru yang menggabungkan
deteksi fluoresence dengan metode PCR konvensional. Real-time PCR
memungkinkan deteksi dan penghitungan jumlah molekul dari target DNA yang
telah dihasilkan. Modifikasi ini telah diterima secara luas karena risiko
kontaminasinya yang rendah; serta memiliki sensitivitas dan kecepatan proses
yang tinggi. Oleh karena itu Real-time PCR diakui sebagai gold standar untuk
diagnosis beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan menghitung
jumlah virus pada sampel klinis (Wicaksono, 2015).
1.
Tiga Tahap Proses Penggandaan DNA
Proses sintesis dan penggandaan DNA menggunakan PCR terdiri dari 3
tahap (Penunjukan Gambar 11), yaitu : denaturasi, annealing dan eexstensi. Setiap
tahap tersebut diatur pada kondisi suhu yang berbeda. Berikut ini adalah 3 tahap
tersebut (Lo et al., 2006; PCR Virtual Lab, 2012) :
a)
Tahap denaturasi, merupakan tahap pemisahan sebuah untai ganda DNA agar
terpisah menjadi 2 buah untai tunggal DNA yang dilakukan pada suhu 94 oC.
b) Tahap annealing (penempelan), merupakan tahap awal sintesis DNA secara
in vitro. Suhu dan waktu yang diperlukan untuk proses annealing tergantung
34
dari komposisi dan panjang basa serta konsentrasi primer. Umumnya, untuk
primer dengan panjang 18 – 30 pasang basa digunakan suhu 55 oC selama 1 –
2 menit. Turunnya suhu menjadi 55 oC mengakibatkan untai tunggal DNA
cenderung akan bergabung dengan untai tunggal yang lain tetapi karena
adanya primer, untai tunggal DNA tersebut dihambat untuk berpasangan
kembali.
c)
Tahap ekstensi (pemanjangan), biasanya dilakukan pada suhu 72 oC. Tahap
ini merupakan proses pemanjangan primer oleh DNA polymerase. Enzim ini
menjadi aktif karena adanya perubahan suhu menjadi 72 oC.
Gambar 11. Prinsip kerja Polymerase Chain Reaction : 1) Denaturasi : reaksi dipanaskan
sampai 94-98 °C selama 20-30 detik untuk memutus ikatan hidrogen di
antara untai; 2) Annealing: suhu reaksi diturunkan menjadi 50-65 °C selama
20-40 detik untuk memungkinkan primer menempel ke untai Template;
3) Pemanjangan : suhu ditingkatkan (suhu optimal tergantung pada DNA
Polymerase yang digunakan misalnya 72-78 °C untuk Taq Polymerase) untuk
memungkinkan penambahan dNTP. Jumlah urutan target ganda dengan
setiap siklus termal yang mengarah ke amplifikasi eksponensial diwakili oleh
2 siklus (Applied Biological Materials Inc, 2016).
35
Tiga tahap tersebut (siklus replikasi) dilakukan berulang-ulang sampai
mendapatkan hasil yang diinginkan. Dengan menggunakan perhitungan
sederhana, jumlah penggandaan yang dihasilkan adalah 2n, dengan n adalah
jumlah siklus replikasi yang dilakukan (Principle of the PCR, 1999). Jumlah
siklus yang optimum tergantung pada konsentrasi awal template DNA, biasanya
adalah 25 – 35 siklus. Siklus yang terlalu sedikit akan memberikan hasil yang
sedikit, sebaliknya bila terlalu banyak akan meningkatkan jumlah dan
kompleksitas produk non-spesifik, sehingga
menimbulkan efek
plateau
(Sulistyaningsih, 2007).
2.
Prinsip Kerja Mesin PCR
Untuk melakukan otomasi pada teknik PCR, maka dibuat sebuah alat
yang disebut mesin PCR. Mesin PCR sering disebut juga sebagai thermocyler.
Pada prinsipnya mesin PCR melakukan pengontrolan suhu pada 3 tahap proses
sintesis dan penggandaan DNA (denaturation, annealing dan extention)
(Wicaksono, 2015).
Saat ini ada beberapa tipe mesin PCR, yakni (PCR Virtual Lab, 2012) :
a) Mesin PCR konvensional. Digunakan untuk mendeteksi dan menggandakan
DNA.
b) Real-time PCR : mendeteksi, menggandakan dan menghitung jumlah salinan
awal DNA.
c) PCR multiplex : mendeteksi dan menggandakan 2 atau lebih DNA yang
berbeda secara simultan, tipe ini merupakan gabungan dari tipe PCR
konvensional dan real-time.
36
d) Nested-PCR : mendeteksi dan menggandakan DNA primer dengan eksternal
dan internal.
e) Reverse Transcription (RT)-PCR : digunakan untuk mendeteksi dan
menggandakan RNA (bukan DNA).
a)
Mesin PCR Konvensional
Prinsip kerja mesin PCR konvensional terdiri dari 5 buah komponen
dasar, yaitu tempat sampel, sensor suhu, komponen pemanas, komponen
pendingin dan pusat kontrol (controller) (Penunjukan Gambar 12).
KOMPONEN
PENDINGIN
SENSOR SUHU
CONTROLLER
KOMPONEN
PEMANAS
TEMPAT
SAMPEL
Gambar 12. Diagram sederhana mesin PCR konvensional (Wicaksono, 2015).
Controller digunakan untuk mengatur protokol yang akan dijalankan
oleh mesin PCR, yaitu untuk mengatur jumlah siklus, suhu dan durasi waktu
setiap tahap serta suhu di akhir proses. Controller terdiri dari komputer dan sensor
suhu. Syarat sensor suhu adalah mampu mendeteksi suhu pada rentang 4 – 99 oC.
Beberapa merk yang digunakan untuk sensor suhu adalah thermocouple type K
dan NTC thermistor. Komponen pemanas dan pendingin diatur oleh controller
untuk mengatur suhu pada setiap tahap. Kedua komponen ini biasanya suatu
thermoelectric (disebut Peltier device karena menggunakan efek Peltier). Untuk
mempercepat pendinginan, komponen thermoelectric ini ditempelkan pada heat
37
sink dan kipas. Tempat sampel digunakan untuk menempatkan tube berisi sampel
DNA yang telah dicampur dengan enzim, primer dan bahan lain, yang akan
digandakan. Tempat sampel biasanya berupa blok aluminium karena aluminium
merupakan penghantar panas yang baik (Coffe Cup – PCR, 2009).
b) Mesin Real-time PCR
Mesin real-time PCR biasa disebut quantitative real-time PCR atau
kinetik PCR (disingkat q-PCR / Q-PCR) untuk membedakannya dengan Reverse
Transcription PCR (disingkat RT-PCR).
Pada mesin PCR konvensional deteksi hasil penggandaan DNA
dilakukan dengan analisis end-point. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
gel agarosa setelah siklus PCR selesai. Sedangkan dengan real-time PCR, hasil
penggandaan dapat dihitung dan diukur saat siklus PCR sedang berlangsung,
karena itu dinamakan real-time, sebab analisisnya dapat dilakukan secara simultan
(Biorad, 2006). Deteksi secara simultan ini dapat dilakukan karena ditambahkan
molekul fluoresens, sinyal dari fluoresens semakin meningkat jika hasil
penggandaan DNA juga meningkat. Cara kerja real-time PCR sama seperti
prinsip umum reaksi PCR, DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah
diakumulasikan dalam reaksi secara real-time setiap selesai siklus penggandaan
(Real-time PCR, 2003) (Penunjukan Gambar 13).
Ada 2 metode kuantifikasi yang digunakan, yaitu (Wicaksono, 2015) :
1) Memakai zat pewarna, misalnya SyBr Green.
2) Probe (penanda) yang berasal dari hasil modifikasi DNA yang akan
berpendar (fluoresensi) ketika terhibridisasi dengan DNA komplemen,
38
misalnya probe FRET (hibridisasi) dan probe TaqMan. Dalam setiap
pengamatan proses PCR, sinyal fluoresensi yang dipancarkan akan meningkat
secara proporsional pada setiap siklus PCR yang telah dilakukan dan
sebanding dengan bertambahnya produk DNA (hasil amplifikasi).
Gambar 13. Ilustrasi pembacaan pada mesin real-time PCR (Wicaksono, 2015).
Mesin
real-time
PCR
menggunakan
mesin
PCR
konvensional
(thermocyler) dan fluorimeter yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya
pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh sumber cahaya dan
dilewatkan pada filter tertentu. Berkas cahaya diarahkan ke tempat reaksi sampel
setiap rentang waktu tertentu. Cahaya akan memantul dan selanjutnya ditangkap
oleh detektor. Intensitas cahaya yang tertangkap oleh detektor ini merupakan data
yang akan diolah oleh alat (Wicaksono, 2015).
39
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September – Desember 2016 di
Laboratorium Biomolekuler FK Unsri Palembang, Laboratorium Biokimia
Jurusan Kimia FMIPA Unila dan Laboratorium Mikrobiologi RSUDAM Provinsi
Lampung.
B. Alat dan Bahan
1) Alat
Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mikropipet
(0,5-10 µl, 5-20 µl, 10-100 µl, 100-500 µl dan 100-1000 µl), 1 set microtip
putih, kuning dan biru, shaker, shaker orbital incubator, otoklaf, inkubator,
tabung eppendorf 1,5 ml dan 2,0 ml; rak tabung eppendorf, 1 set PCR tube
0,2 ml, rak tabung PCR tube, vortex shaker, mikrosentrifuga, labu ukur 50 ml
dan 100 ml, beaker glass 50 ml, 100 ml dan 500 ml, neraca analitik, tabung
reaksi 5 ml bertutup ulir, freezer, kulkas, waterbath, microwave, alat PCR
alat T100TM Thermal Cycler, alat elektroforesis BIO-RADTM PowerPac,
seperangkat alat UV BIO-RADTM UVITEC.
2) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
40
a) Sampel 18 isolat E.coli MDR ciprofloxacin dari hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Saputri dkk.(2015).
b) PrestoTM Mini Plasmid Kit, 100 preps/kit (GENEAID).
c) Wizard Genomic DNA Purification Kit, 100 Isolations (PROMEGA).
d) Sepasang primer spesifik gen qnr (PROMEGA) untuk amplifikasi dan
sequencing DNA (Jacoby et al., 2003; Pereira et al., 2007) yaitu :
(1) Primer QP1 : 5’- GAT AAA GTT TTT CAG CAA GAG G - 3’
(2) Primer QP2 : 5’- ATC CAG ATC GGC AAA GGT TA - 3’.
e) Sepasang primer spesifik gen oqxA (PROMEGA) untuk amplifikasi dan
sequencing DNA (Liu et al., 2011; Liu et al., 2012) yaitu :
(1) Primer OqxA-F : 5’- CTT GCA CTT AGT TAA GCG CC - 3’
(2) Primer OqxA-R : 5’- GAG GTT TTG ATA GTG GAG GTA GG - 3’.
f) Sepasang primer spesifik gen oqxB (PROMEGA) untuk amplifikasi dan
sequencing DNA (Liu et al., 2011; Liu et al., 2012) yaitu :
(1) Primer OqxB-F : 5’- GCG GTG CTG TCG ATT TTA - 3’
(2) Primer OqxB-R : 5’- TAC CGG AAC CCA TCT CGA T - 3’.
g) Sepasang primer spesifik gen gyrA (PROMEGA) untuk amplifikasi dan
sequencing DNA pada 191 bp (Everett et al., 1996; Liu et al., 2012) yaitu :
(1) Primer gyrA – F : 5’- ACG TAC TAG GCA ATG ACT GG - 3’
(2) Primer gyrA – R : 5’- AGA AGT CGC CGT CGA TAG AA - 3’
h) Sepasang primer spesifik gen parC (PROMEGA) untuk amplifikasi dan
sequencing DNA pada 264 bp (Everett, et al., 1996; Liu et al., 2012) yaitu :
(1) Primer parC – F : 5’- TGT ATG CGA TGT CTG AAC TG - 3’
(2) Primer parC – R : 5’- CTC AAT AGC AGC TCG GAA TA - 3’
41
i) Bahan-bahan lain yang dibutuhkan :
(1) Media Luria Berthani Broth (LB Broth)
(2) Green GoTaq Master Mix Kit (untuk 100 tes).
(3) Agarose.
(4) TBE Buffer 10X.
(5) Isopropanol.
(6) Alkohol absolut.
(7) Alkohol 70%
C. Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah :
1) Persiapan Isolasi Plasmid
Kultivasi pada media LB Broth dilakukan dengan cara :
Diambil 50 µL suspensi bakteri dari kultur stok dengan mikropipet,
masukkan ke dalam LB Brothr 5 ml dalam tabung reaksi yang mengandung
ciprofloxacin 10 µg/ml, kemudian diinkubasi pada shaker orbital incubator
37 oC selama 16 – 24 jam (overnight). Suspensi bakteri siap dilakukan isolasi
plasmid.
2) Isolasi DNA Plasmid Isolat E.coli
Isolasi
plasmid
bakteri
menggunakan
PrestoTM
Mini
Plasmid
Kit
(GENEAID). Tahapan kerja kit tersebut menggunakan prinsip metode
alkaline lysis solution (Sambrook et al., 1989). Proses isolasi plasmid
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
42
a) Pemanenan
1) Pipet 1,5 ml kultur sel bakteri di dalam media LB broth, masukkan ke
dalam sebuah tabung mikrosentrifuga 1,5 ml.
2) Sentrifugasi dengan kecepatan 14 – 16.000 x g selama 1 menit pada
suhu kamar untuk membentuk pelet sel.
3) Buang supernatan yang mengandung sisa media.
4) Ulangi lagi prosedur 1 – 3, sampai kultur sel di dalam media Luria
Berthani habis. Lalu akan didapatkan pelet sel.
b) Resuspensi Sel
1) Campurkan 200 µl reagen PD1 buffer (pastikan Rnase A telah
ditambahkan dalam reagen PD1 buffer tadi) dan 2 µL Trueblue lysis
buffer ke dalam tabung mikrosentrifuga 1,5 ml yang baru, lalu kocok
dengan pelan-pelan.
2) Pipet campuran tadi ke dalam tabung mikrosentrifuga yang
mengandung pelet sel, lalu vortex sampai larut.
c) Pemecahan / Pelisisan Sel
1) Tambahkan 200 ml reagen PD2 buffer untuk campuran yang telah
diresuspensi tadi, lalu aduk dengan membolak-balik tabung sebanyak
10 kali. Jangan divortex untuk menghindari geseran DNA genom.
2) Diamkan pada suhu kamar selama minimal 2 menit untuk memastikan
lisat yang homogen. Tidak melebihi 5 menit.
CATATAN : Setelah menambahkan PD2 buffer, setiap endapan akan
benar-benar larut dan warna suspensi akan menjadi biru. Jika suspensi
43
masih sedikit warna birunya atau kecoklat-coklatan, lakukan terus
pencampuran sampai suspensi benar-benar biru.
3) Tutup segera botol PD2 Buffer setelah digunakan untuk menghindari
pengasaman CO2.
Pencampuran
sempurna jika
semua suspensi
berwarna biru.
Pencampuran belum cukup
Pencampuran sudah benar
d) Netralisasi
1) Tambahkan 300 µl reagen PD3 buffer lalu bolak-balik dengan cepat 4
– 6 kali (jangan divortex). Setelah menambahkan PD3 buffer, suspensi
menjadi tidak berwarna.
2) Sentrifugasi 14 – 16.000 x g selama 3 menit di suhu kamar.
Pencampuran
sempurna jika
semua suspensi
menjadi tidak
berwarna.
Pencampuran belum cukup
Pencampuran sudah benar
e) Pengikatan DNA
1) Pipet supernatan tadi lalu masukkan ke dalam tabung PD column.
2) Sentrifugasi 14 – 16.000 x g selama 30 detik – 1 menit pada suhu
kamar. Selama sentrifugasi, tabung PD column harus diletakkan di
dalam Collection tube 2 ml (tabung mikrosentrifuga 2 ml).
44
3) Lalu buang larutan di dalam Collection tube 2 ml.
4) Letakkan kembali PD column ke dalam Collection tube 2 ml.
f) Pencucian
1) Tambahkan 400 µl W1 buffer ke dalam tabung PD column.
Sentrifugasi pada 14 – 16.000 x g. Lalu buang larutan di dalam tabung
Collection tube 2 ml. Letakkan kembali tabung PD column didalam
tabung Collection tube 2 ml.
2) Tambahkan 600 µl Wash buffer (pastikan etanol absolut telah
ditambahkan di dalam botol Wash buffer) ke dalam tabung PD
column.
3) Sentrifugasi pada 14 – 16.000 x g selama 30 detik – 1 menit. Lalu
buang larutan di dalam tabung Collection tube 2 ml. Letakkan kembali
tabung PD column didalam tabung Collection tube 2 ml.
4) Sentrifugasi lagi pada 14 – 16.000 x g selama 3 menit untuk
mengeringkan matriks PD column (tujuannya untuk menghilangkan
residu Wash buffer).
5) Pindahkan tabung PD column yang telah kering ke dalam tabung
mikrosentrifuga 1,5 ml yang baru.
g) Proses Elusi
1) Tambahkan 50 µL reagen Elution buffer ke tengah-tengah matriks PD
Column.
2) Diamkan 2 menit agar reagen Elution buffer terserap sempurna.
45
3) Sentrifugasi 14 – 16.000 x g selama 2 menit. Hasil isolasi DNA
plasmid (eluen) di dalam tabung mikrosentrifuga 1,5 ml siap
diperiksa dengan teknik PCR dan elektroforesis. Skematik isolasi
DNA plasmid dari bakteri dapat dilihat pada Gambar 14.
Pemanenan kultur sel bakteri dengan
cara sentrifugasi untuk membentuk
pelet sel, diikuti oleh resuspensi
Pelisisan sel bakteri (opsional :
indikator warna akan menyala biru
ketika lisis berhasil)
Netralisasi suspensi (opsional :
indikator warna akan menjadi terang
ketika netralisasi berhasil)
Pengikatan DNA kepada membran
sementara kontaminan tetap
disuspensikan
Pencucian (penghilangan kontaminan,
sementara DNA tetap terikat ke
membran)
Elusi DNA plasmid murni yang siap
dipakai untuk uji / reaksi selanjutnya
Gambar 14. Skema isolasi DNA plasmid.
3) Isolasi DNA Kromosom Isolat E.coli
Isolasi DNA kromosomal dari bakteri E.coli menggunakan Wizard® Genomic
DNA Purification Kit (PROMEGA).
46
a) Tahap Penyiapan Pelet Sel
1) Tambahkan 1 ml kultur bakteri semalam (overnight) ke dalam
tabung mikrosentrifus 1,5 ml.
2) Sentrifugasi di kecepatan 13 – 16.000 x g selama 2 menit untuk
membuat pelet sel. Buang supernatan.
i) Untuk bakteri Gram Positif, lanjutkan ke Langkah 3.
ii) Untuk bakteri Gram Negatif, langsung ke Langkah 6.
3) Suspensikan kembali pelet sel secara menyeluruh di dalam 480 µl
EDTA (ethylene diamine tetrachloride) 50 mM.
4) Tambahkan enzim litik yang sesuai kepada pelet sel yang diresuspensikan tadi dalam volume total 120 μl, dan pipet dengan
pelan-pelan untuk mencampur. Tujuan dari pre-treatment ini adalah
untuk melemahkan dinding sel sehingga pelisisan sel dapat terjadi
secara efisien. Catatan : Untuk spesies Staphylococcus tertentu,
campuran 60 μl dari 10 mg/ml lisozim dan 60 μl dari 10 mg/ml
lysostaphin diperlukan untuk pelisisan yang efisien. Namun, banyak
strain bakteri Gram Positif (misalnya, Bacillus subtilis, Micrococcus
luteus, Nocardia otitidiscaviarum, Rhodococcus rhodochrous, dan
Brevibacterium albidium), pelisisannya hanya menggunakan lisozim
saja.
5) Inkubasi sampel pada 37 °C selama 30 – 60 menit. Sentrifugasi
selama 2 menit pada 13 – 16.000 x g dan buang supernatan.
47
b) Tahap Pelisisan Sel
6) Tambahkan 600 μl reagen Nuclei lysis solution. Resuspensi dengan
mikropipet pelan-pelan sampai sel tersuspensi kembali.
7) Inkubasi pada suhu 80 °C di dalam waterbath selama 5 menit untuk
melisiskan sel; kemudian dinginkan pada suhu kamar.
8) Tambahkan 3 μl reagen RNase solution ke dalam lisat sel. Bolak
balikkan tabung pelan-pelan sebanyak 2 – 5 kali untuk mencampur.
9) Inkubasi pada suhu 37 °C di dalam waterbath selama 15 – 60 menit.
Dinginkan sampel pada suhu kamar.
c) Tahap Pengendapan Protein
10) Tambahkan 200 μl reagen Protein presipitation solution ke dalam
lisat sel yang telah ditambah RNase. Vortex dengan kecepatan tinggi
selama 20 detik.
11) Inkubasi sampel pada es (di dalam frezeer kulkas) selama 5 menit.
12) Sentrifugasi pada 13 – 16.000 x g selama 3 menit.
d) Rehidrasi dan Presipitasi DNA
13) Pindahkan supernatan yang mengandung DNA ke dalam tabung
mikrosentrifuga 1,5 ml bersih yang mengandung 600 μl Isopropanol
suhu ruangan. Catatan : Beberapa supernatan mungkin tetap di
dalam tabung pertama yang berisi pelet protein. Tinggalkan sisa
cairan ini di tabung untuk menghindari kontaminasi larutan DNA
dengan protein yang mengendap.
48
14) Campur pelan-pelan dengan membolak balik tabung sampai untai
DNA yang seperti benang membentuk massa yang dapat dilihat.
15) Sentrifugasi pada kecepatan 13 – 16.000 x g selama 2 menit.
16) Dengan hati-hati tuangkan supernatan dan kuras / tiriskan tabung di
atas kertas tisu bersih. Tambahkan 600 μl etanol 70% suhu kamar
dan bolak balikkan pelan-pelan tabung beberapa kali untuk mencuci
pelet DNA.
17) Sentrifugasi pada kecepatan 13 – 16.000 x g selama 2 menit. Dengan
hati-hati sedot / isap etanol.
18) Kuras / tiriskan tabung di atas kertas tisu bersih, sehingga
memungkinkan pelet mendapat udara kering selama 10 – 15 menit.
19) Tambahkan 100 μl dari reagen DNA rehydration solution ke dalam
tabung dan rehidrasi DNA dengan menginkubasi pada 65 °C di
dalam waterbath selama 1 jam. Campur larutan secara periodik
dengan pelan-pelan menekan tabung. Atau cara lain, rehidrasi DNA
dengan menginkubasi larutan campuran selama semalam pada suhu
kamar atau pada suhu 4 °C.
20) Simpan DNA pada 2 – 8 °C. Skematik isolasi DNA genom dari
bakteri dapat dilihat pada Gambar 15.
49
Pelet sel bakteri Gram (+)
 Suspensikan di dalam EDTA.
 Tambahkan enzim litik yang
sesuai.
Pelet sel bakteri Gram (-)
 Tambahkan larutan pelisis sel.
 Inkubasi pada suhu 80 °C selama 5 menit, lalu
tambahkan larutan RNAse dan inkubasi.
Tambahkan larutan pengendap protein
Sentrifugasi 13 – 16.000 x g
Pindahkan supernatan ke dalam tabung mikrosentrifuga baru
yang mengandung isopropanol
Sentrifugasi 13 – 16.000 x g
 Buang supernatan.
 Tambahkan etanol.
Sentrifugasi 13 – 16.000 x g
 Sedot etanol.
 Keringkan / tiriskan pelet.
 Rehidrasi kembali DNA
Gambar 15. Skema isolasi DNA kromosom
50
4) Uji PCR
a) Deteksi PCR untuk Gen qnr
(1) Gen diamplifikasi dengan menggunakan Primer QP1 : 5’- GAT
AAA GTT TTT CAG CAA GAG G - 3’ dan Primer QP2 : 5’- ATC
CAG ATC GGC AAA GGT TA - 3’ untuk menghasilkan pita 593
bp (Jacoby et al., 2003; Pereira et al., 2007).
(2) Program :
(a) Denaturasi awal 94 oC selama 5 menit.
(b) Siklus amplifikasi diulang 30 kali terdiri dari :
(i)
Denaturasi 94 oC, 60 detik (1 menit).
(ii)
Annealing 57 oC, 30 detik.
(iii) Ekstensi 72 oC, 60 detik (1 menit).
(c) Perpanjangan langkah terakhir (ekstensi final) 72 oC, 5 menit.
b) Deteksi PCR untuk gen oqxA:
(1) Gen diamplifikasi dengan menggunakan Primer OqxA-F : 5’CTT GCA CTT AGT TAA GCG CC - 3’ dan Primer OqxA-R : 5’GAG GTT TTG ATA GTG GAG GTA GG - 3’ untuk menghasilkan
pita 866 bp (Liu et al., 2011; Liu et al., 2012).
(2) Program :
(a) Denaturasi awal 95 oC, 5 menit.
(b) Siklus amplifikasi diulang 34 kali terdiri dari :
(i) Denaturasi 94 oC, 45 detik.
(ii) Annealing 64 oC, 45 detik.
(iii) Ekstensi 68 oC, 60 detik (1 menit).
51
(c) Perpanjangan langkah terakhir (ekstensi final) 72 oC, 5 menit.
c) Deteksi PCR untuk gen oqxB:
(1) Gen diamplifikasi dengan menggunakan Primer OqxB-F : 5’GCG GTG CTG TCG ATT TTA - 3’ dan Primer OqxB-R : 5’- TAC
CGG AAC CCA TCT CGA T - 3’ untuk menghasilkan pita 781 bp
(Liu et al., 2011; Liu et al., 2012).
(2) Program :
o
(a) Denaturasi awal 95 C, 5 menit.
(b) Siklus amplifikasi diulang 34 kali terdiri dari :
(i) Denaturasi 94 oC, 45 detik.
(ii) Annealing 64 oC, 45 detik.
(iii) Ekstensi 72 oC, 60 detik (1 menit).
(c) Perpanjangan langkah terakhir (ekstensi final) 72 oC, 5 menit.
d) Deteksi PCR untuk Gen gyrA :
(1) Gen diamplifikasi dengan menggunakan primer gyrA (F) : 5’ACG TAC TAG GCA ATG ACT GG - 3’dan primer gyrA (R) : 5’AGA AGT CGC CGT CGA TAG AA - 3’untuk menghasilkan pita
191 bp (Everett et al., 1996; Liu et al., 2012).
(2) Program :
(a) Denaturasi awal 94 oC selama 5 menit.
(b) Siklus amplifikasi diulang 30 kali terdiri dari :
(i) Denaturasi 94 oC, 60 detik (1 menit).
(ii) Annealing 55 oC, 60 detik (1 menit).
52
(iii) Ekstensi 72 oC, 60 detik (1 menit).
(c) Perpanjangan langkah terakhir (ekstensi final) 72 oC, 10 menit.
e) Deteksi PCR untuk Gen parC :
(1) Gen diamplifikasi dengan menggunakan primer parC (F) : 5’- TGT
ATG CGA TGT CTG AAC TG - 3’dan parC (R) : 5’- CTC AAT
AGC AGC TCG GAA TA - 3’untuk menghasilkan pita 264 bp
(Everett et a, 1996; Liu et al., 2012).
(2) Program :
(a) Denaturasi awal 94 oC selama 5 menit.
(b) Siklus amplifikasi diulang 30 kali terdiri dari :
(i) Denaturasi 94 oC, 60 detik (1 menit).
(ii) Annealing 55 oC, 60 detik (1 menit).
(iii) Ekstensi 72 oC, 60 detik (1 menit).
(c) Perpanjangan langkah terakhir (ekstensi final) 72 oC, 10 menit.
5) Elektroforesis
a) Pembuatan Gel Agarosa 1 % :
(1) Timbang sebanyak 1 gram bubuk agarosa, masukkan ke dalam beaker
glass yang berisi 50 ml larutan TBE 1x.
(2) Homogenkan campuran bubuk agarosa dan buffer TBE 1x tadi di
dalam microwave selama 1,5 menit sampai larutan berwarna bening.
(3) Jika campuran sudah bening, keluarkan dari dalam microwave dan
dalam kondisi masih panas tambahkan etidium bromida 5 µL (hati-
53
hati ethidium bromida karsinogenik, gunakan jas lab, masker dan
sarung tangan selama bekerja di lab!).
(4) Pasang sisir (untuk cetakan sumur) dengan posisi tegak pada cetakan
gel dan jangan sampai menyentuh permukaan cetakan gel (± 3-5 mm
dari permukaan cetakan gel). Pembuatan sumur sesuai dengan jumlah
sampel (amplikon hasil PCR). Jangan lupa membuat peta sampel pada
logbook, agar tidak lupa urutan pengisian sampel.
(5) Segera tuang campuran gel yang masih panas tadi ke dalam cetakan
gel (jangan tunggu dingin).
(6) Biarkan gel mengeras (selama ± 15-45 menit), dengan hati-hati angkat
sisir setelah gel mengeras, lalu letakkan gel di dalam peralatan
elektroforesis dan rendam di dalam larutan TBE 1x.
b) Proses Elektroforesis :
(1) Pipet @ sebanyak 5 μl sampel amplikon PCR (dari dalam
microtube PCR) dan masukkan ke dalam masing-masing sumur gel
tadi. Catatan : urutan pemasukan sampel amplikon ke dalam setiap
sumur harus sesuai dengan peta sampel yang telah dibuat.
(2) Pipet 3,5 μl marker DNA ladder dan masukkan ke dalam sumur
yang memang disiapkan untuk marker. Catatan : Marker DNA
ladder yang dipakai tergantung dari pita base pairs (bp) sampel
amplikon yang diharapkan, apakah 100, 200, 500 atau 1000 bp.
(3) Setel alat elektroforesis BIO-RADTM PowerPac pada :
(a) Tegangan : 80-100 Volt
(b) Ampere : 400 mA
54
(c) Waktu : 25-30 menit
(4) Setelah proses elektroforesis selesai, angkat gel lalu masukkan ke
dalam alat UV.
6) Visualisasi Hasil PCR
a) Masukkan gel ke dalam alat UV BIO-RADTM UVITEC. Tunggu beberapa
detik sampai gambar gel muncul di layar monitor.
b) Setel alat BIO-RADTM UVITEC dengan komputer untuk mendapatkan
kontras gambar yang bagus.
c) Amati pita-pita fragmen DNA yang terbentuk dari setiap sampel
amplikon dan tentukan posisi atau letaknya, apakah sejajar dengan garis
pita base pairs di 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 atau 1000
bp dari pita marker DNA ladder.
d) Hasil visualisasi pita DNA dari setiap sampel amplikon, simpan di
komputer.
D. Analisis Hasil
Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk gambar, tabel
dan narasi.
55
E. Diagram Alir Penelitian
Isolat E. coli Resisten Ciprofloxacin
Isolasi DNA Plasmid
Isolasi DNA Genom
Deteksi Gen gyrA dan parC
dengan PCR
Deteksi Gen qnr, oqxA dan
oqxB dengan PCR
Elektroforesis Gel Agarosa
Ya
Tidak
Analisis Data
Laporkan Data
(Kesimpulan)
Gambar 16. Diagram alir penelitian.
56
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan :
1.
Sebagian besar isolat mempunyai gen penentu resistensi fluorokuinolon
(Quinolone Resistance Determining Regions) yang terletak di kromosom
yaitu gyr A dan parC, sedangkan gen resistensi yang berlokasi di plasmid
terdapat pada 5 isolat, yaitu isolat No.2E (qnr), isolat no.23 dan 30 (oqxA)
dan isolat no.27 dan 30 (oqxB).
2.
Prevalensi gen-gen PMQR seperti qnr, oqxA dan oqxB di dalam 18 isolat
E.coli MDR ciprofloxacin adalah rendah, tetapi keberadaannya dapat
menularkan atau menyebarkan sifat resistensi ini secara horizontal di antara
kuman Enterobacteriaceae lainnya dan memfasilitasi seleksi mutan resisten
setelah terpapar ciprofloxacin.
3.
Pola resistensi MDR ciprofloxacin di dalam isolat E. coli diduga kuat
disebabkan oleh adanya gen resisten ciprofloxacin, baik yang berlokasi di
plasmid maupun kromosom.
B.
1.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendeteksi gen-gen PMQR lain di
dalam isolat E.coli MDR ciprofloxacin tersebut (misalnya gen qepA dan
76
aac[6’]-lb-cr) yang berperan dalam penyebaran sifat resistensi E.coli terhadap
ciprofloxacin.
2.
Perlu dilakukan sekuensing gen gyrA dan parC di dalam isolat yang positif
gen qnr, oqxA dan oqxB untuk mendeteksi perubahan urutan basa-basa
(mutasi) di dalam DNA kromosomnya.
3.
Perlu pengawasan yang ketat dalam pemakaian antibiotik ciprofloxacin yang
digunakan untuk mengobati pasien-pasien infeksi terutama infeksi saluran
kemih di RSUDAM Provinsi Lampung.
77
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, S. Techniques in Molecular Biology. 2008. International Book
Distribution Company (IBDC) Publishers, Lucknow. p235 – 7.
Aguiar, J.M., J. Chacon, R. Canton, F. Baquero. 1992. The emergence of highly
fluoroquinolone-resistant Escherichia coli in community-acquired
urinary tract infections. J Antimicrob Chemother, Mar; 29(3) : 349-50.
Applera Corporation. 2000. Automated DNA sequencing. Applera Corporation,
USA, p 246.
Applied Biological Materials (ABM) Inc. 2012. Polymerase Chain Reaction
(PCR) : An Introduction. ABM Inc, Canada. http://www.abmgood.com.
Baker, T.A., K. Sekimizu, B.E. Funnell, A. Kornberg. 1986. Extensive unwinding
of the plasmid template during staged enzymatic initiation of DNA
replication from the origin of the Escherichia coli chromosome. Cell, (45) :
53-64.
Biorad. 2006. Real-time PCR application guide – BIORAD. http://www.genequantification.de.
Bourque, D.P. 2010. DNA structure, replication and repair (Chapter 28) in :
General Nucleic Acid Biochemistry 461, University of Maryland - College
Park, USA. http://cbc.arizona.edu.
Brooks, G.F., J.S. Butel, and S.A. Morse. 2004. A LANGE Medical Book : Jawetz,
Melnick & Adelberg's Medical Microbiology. 23rd ed, Mc Graw Hill,
Singapore, p 15-31, 184-6.
Champoux, J.J. 2001. DNA Topoisomerases : Structure, Function, and
Mechanism. Annu Rev Biochem, (70) : 369–413.
Ciesielczuk, H., M. Hornsey, V. Choi, N. Woodford, and D.W. Wareham. 2013.
Development and evaluation of a multiplex PCR for eight plasmid-mediated
quinolone-resistance determinants. Journal of Medical Microbiology, 62 :
1823 – 7.
Coffe
Cup – PCR. 2009.
http://www.instructables.com
Thermocycler
costing
under
350$.
78
Danielle, M. 2014. Mode of Action : Blocking DNA Replication & Repair.
Pharmacology 623 with Marker at University of Wisconsin - Madison.
https://www.studyblue.com.
Davis, R., A. Markham, J.A. Balfour. 1996. Ciprofloxacin : An updated review of
its pharmacology, therapeutic efficacy and tolerability. Drugs, 51(6) : 101974. http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Endriani, R., F. Andrini., D. Alfina. 2010. Pola Resistensi Bakteri Penyebab
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Terhadap Antibakteri di Pekanbaru. Jurnal
Natur Indonesia, 12(2); April : 130-5.
Everett, J.M., Y.F. Jin, V. Ricci, and L.J.V. Piddock. 1996. Contributions of
Individual Mechanisms to Fluoroquinolone Resistance in 36 Escherichia
coli Strains Isolated from Humans and Animals. 1996. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy, Okt ; 40 (10) : 2380 – 6.
Funnell, B.E., T.A. Baker. A. Kornberg. 1986. Complete enzymatic replication of
plasmids containing the origin of the Escherichia coli chromosome. J Biol
Chem, (261) : 5616 – 24.
Gagliotti, C., R. Buttazzi, S. Sforza, M.L. Moro. 2008. Resistance to
fluoroquinolones and treatment failure/short-term relapse of communityacquired urinary tract infections caused by Escherichia coli. J Infect, 57(3) :
179-84.
Geneaid, 2014. Instruction Manual : PrestoTM Mini Plasmid Kits. Geneaid Biotech
Ltd, China : 1-16. Diakses dari www.geneaid.com
Goering, R., H. Dockrell, M. Zuckerman, I. Roitt, P.L. Chiodini. 2005. Mim’s
medical microbiology. 5th ed. Mosby, London : 25-7, 411-9.
Heisig, P. 1996. Genetic evidence for a role of parC mutations in development of
high-level fluoroquinolone resistance in Escherichia coli. Antimicrob
Agents Chemother, (40) : 879 – 85.
Hopkins, K.L., R.H. Davies, E.J. Threlfall. 2005. Mechanisms of quinolone
resistance in Escherichia coli and Salmonella : recent developments. Int J
Antimicrob Agents, 25 (5) : 358-73.
Jacoby G.A., Chow N., Waites K.B. 2003. Prevalence of plasmid-mediated
quinolone reistance. Antimicrobial Agents and Chemoterapy, 47:559-62.
Jacoby, G.A. 2005. Mechanisms of resistance to quinolones. Clin Infect Dis,
41(Suppl.2) : 120–6.
Jacoby, G.A., J. Strahilevitz, D.C. Hooper. 2014. Plasmid-mediated quinolone
resistance. Microbiol Spectr, 2(2) : 2 – 6.
79
Jaktaji, R.P. and E. Mohiti. 2010. Study of Mutations in the DNA gyrase gyrA
Gene of Escherichia coli. Iranian Journal of Pharmaceutical Research, 9(1) :
43-8.
Jaktaji, R.P., R. Ebadi., M. Karimi. 2012. Study of Organic Solvent Tolerance and
Increased Antibiotic Resistance Properties in E. coli gyrA Mutants. Iranian
Journal of Pharmaceutical Research, 11(2) : 595-600.
Juwono. Mikrobiologi Penyakit Infeksi. FK Unsri, 2012.
Kampranis, S.C., A.D. Bates and A. Maxwell. 1999. A model for the mechanism
of strand passage by DNA gyrase. Proc Natl Acad Sci, (96) : 8414–19.
Karczmarczyk, M., M. Martins, T. Quinn, N. Leonard, S. Fanning. 2011.
Mechanisms of fluoroquinolone resistance in Escherichia coli isolates from
food-producing animals. Appl Environ Microbiol, 77 (20) : 7113 – 20.
Karlowsky, J.A., L.J. Kelly, C. Thornberry, M.E. Jones and D.F. Sahm. 2002.
Trends in antimicrobial resistance among urinary tract infection isolates of
Escherichia coli from female out-patients in the United States. Antimicrob
Agents Chemother, 1 (1) : 1-4.
Kato, J., H. Suzuki, H. Ikeda. 1992. "Purification and characterization of DNA
topoisomerase IV in Escherichia coli". Journal of Biological Chemistry, 267
(36) : 25676–84.
Kim, H.B., M. Wang, C.H. Park, E.C. Kim, GA. Jacoby, and D.C. Hooper. 2009.
oqxAB Encoding a Multidrug Efflux Pump in Human Clinical Isolates of
Enterobacteriaceae. Antimicronbial Agents and Chemotherapy, Aug ; 53
(8) : 3582 – 4.
King, D.E., R. Malone,R., S.H. Lilley. 2000. New classification and update on the
quinolone antibiotics. University School of Medicine, Greenville, North
Carolina. Am Fam Physician, 61 (9) : 2741 – 8.
Kocsis, B. 2012. Plasmid-mediated fluoroquinolone resistance in
Enterobacteriaceae. Translational Biomedicine Doctorate School,
Department of Pathology and Diagnostics, University of Verona, p 7 – 9.
Kohanski, M.A., D.J. Dwyer, J.J. Collins. 2010. Mechanism of action quinolones.
Nature Reviews Microbiology, (8) : 423 – 35.
Liu BT, Liao XP, Yang SS, Wang XM, Li LL, Sun J, Yang YR, Fang LX, Li L,
Zhao DH and Liu YH. 2012. Detection of mutations in the gyrA and parC
genes in Escherichia coli isolates carrying plasmid-mediated quinolone
resistance genes from diseased food-producing animals. Journal of Medical
Microbiology, 61:1591–9.
Liu, B.-T., Wang, X.-M., Liao, X.-P., Sun, J., Zhu, H.-Q., Chen, X.-Y. & Liu, Y.H. 2011. Plasmid-mediated quinolone resistance determinants oqxAB and
80
aac(69)-Ib-cr and extended-spectrum b-lactamase gene blaCTX-M-24 colocated on the same plasmid in one Escherichia coli strain from China. J
Antimicrob Chemother, 66 : 1638–9.
Lo,Y.M.D. and C.K.C. Allen. 2006. Introduction to the polymerase chain
reaction in clinical application of PCR. Ed : Y.M. Dennis Lo, Rossa
W.K.Chiu, K.C. Allen Chan, Humana Press Inc, New Jersey, p 6.
Lodish, H., A. Berk and S.L. Zipursky. 2000. Section 12.3 : The Role of
topoisomerases in DNA replication in : molecular cell biology, 4th edition,
W. H. Freeman, New York.
Madappa, T. and C.H.U Go. 2016. Escherichia coli infections. Medscape : Drugs
and Diseases, WebMD Health Professional Network, WebMD LLC, New
York. http://emedicine.medscape.com
Mayo Clinic, 2015. Diseases and Conditions Urinary Tract Infectoius. Mayo
Clinic. http://www.mayoclinic.org
McDowall, J. 2006. DNA Topoisomerase. Interpro. http://www.ebi.ac.uk/interpro/
MedlinePlus. 2015. Urinary tract infection - adults, http://medlineplus.gov
Mizuuchi, K., L.M. Fisher, M.H. O’Dea and M Gellert. 1980. DNA gyrase action
involves the introduction of transient double-strand breaks into DNA. Proc.
Natl Acad Sci, 77 : 1847–51.
Nassar, M. 2010. Easy Microbiology programme : antibiotics course 1quinolone. Arabian Pharmacyst Development Programme, Scientific
Departement,
University
of
Kairo.
http://www.slideshare.net/mohamednassar1
National Institute of Health – National Institute Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases. 2014. UTI in Adults. http://www.niddk.nih.gov
Nick, 2007. The Basic : How Alkalyne Lysis Work. http://bitesizebio.com/article
The basic : how alkalyne Lysis Work. Diakses tanggal 26 Desember 2016.
Nordmann, P and L. Poirel. 2005. Emergence of plasmid-mediated resistance to
quinolones in Enterobacteriaceae. J Antimicrob Chemother, (56) : 463-9.
Oram, M. and L.M. Fisher. 1991. 4-Quinolone resistance mutations in the DNA
gyrase of Escherichia coli clinical isolates identified by using the
polymerase chain reaction. Antimicrob Agents Chemother, 35 : 387–389.
PCR Virtual Lab. 2012. http://learn.genetics.utah.edu
81
Peebles, C.L., N.P. Higgins, K.N. Kreuzer, A. Morrison, P.O. Brown, A.Sugino,
and N.R. Cozzarelli. 1979. Structure and activities of Escherichia coli DNA
gyrase, Cold Spring Harb, Symp Quant Biol, 43 (1) : 41-52.
Pereira, A.S., S.S. Andrade, J. Monteiro., H.S. Sader., A.C.C. Pignatari., A.C.
Gales. 2007. Evaluation of the Susceptibility Profiles, Genetic Similarity
and Presence of qnr Gene in Escherichia coli Resistant to Ciprofloxacin
Isolated in Brazilian Hospitals. The Brazilian Journal of Infectious
Diseases, 11(1) : 40-43.
Peterson, U and T. Schemke. Quinolone structures and characteristics. 1998. In :
J. Kuhlmann, A. Dalhof and H.J. Zeiler (eds) : Quinolone Antibacterials.
Springer-Verlag, Berlin, 63 : 118.
Pierce, B.A. 2002. Genetics : A Conceptual Approach. W.H. Freeman, Texas, p
260.
Pomeri, A.P. 2011. Quinolone antibiotics. Flipper e Nuvola, Turin University.
http://flipper.diff.org
Prabowo, F.I., I. Habib. 2012. Identifikasi pola kepekaan dan jenis bakteri pada
pasien infeksi saluran kemih di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Mutiara Medika, 12(2) ; Mei : 93-101.
Principle of the PCR. 1999. http://users.ugent.be. (Last up date 9 Desember 2012).
Promega, 2014. Technical Manual : Wizard  Genomic DNA Purification Kit.
Promega Corporation, USA : 1-18. Diakses dari : www.promega.com
Real-time PCR (qPCR). 2013. http://www.labbiomol.blogspot.com
Robicsek, A., J. Strahilevitz, G.A. Jacoby, M. Macielag, D. Abbanat, C.H.Park,
K. Bush, and D.C. Hooper. 2006. Fluoroquinolone-modifying enzyme : a
new adaptation of a common aminoglycoside acetyltransferase. Nat Med
(12) : 83–8.
Saíz-Urraa, L., M.A. Cabreraa, M. Froeyen. 2011. Exploring the conformational
changes of the ATP binding site of gyrase B from Escherichia coli
complexed with different established inhibitors by using molecular
dynamics simulation: Protein–ligand interactions in the light of the
alanine scanning and free energy decomposition methods. J Mol
Graphics Modell, 29 (5) : 726-39.
Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. Molecular Cloning, a Laboratory
Manual. Cold Spring Harbor Laboratory, New York, 1989 : 81 – 8113.
Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. 2006. Pola dan Sensitivitas Kuman Di
Penderita Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, 12(3); Juli : 110-113.
82
Saputri, W. 2015. Profil plasmid dan pola resistensi kuman Escherichia coli pada
penderita ISK di RSUDAM Provinsi Lampung. Tesis. FMIPA Unila.
Setiabudi, R. 2007. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon. Dalam : Farmakologi
dan Terapi. Edisi 7. Gaya Baru, Jakarta : 718-9.
Setiabudi, R. 2007. Pengantar antimikroba. Dalam : Farmakologi dan terapi.
Edisi 7. Gaya Baru, Jakarta : 596.
Snustad, D.P., M.J. Simmons. 2003. Principles of genetics. 3rd ed. John Wiley and
Sons Inc, New York : 504.
Sulistyaningsih, E. 2007. Polymerase Chain Reaction : era baru diagnosis dan
manajemen penyakit infeksi. Biomedis, 1(1) : 17.
Syafada dan Fenti. 2013. Pola kuman dan sensitivitas antimikroba pada infeksi
saluran kemih. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 10(1) ; Mei : 9-13.
Tingey, A.P. and A. Maxwell. 1996. Probing the role of the ATP-operated clamp
in the strand-passage reaction of DNA gyrase. Nucleic Acids Research, 24
(24) : 4868 – 73.
TOKU-E. 2010. Ciprofloxacin – product data sheet versi 2.0. http://www.tokue.com
Wang, C.H., C.C. Fang, N.C. Chen, S.S. Liu, P.H. Yu, T.Y. Wu, W.T. Chen,
C.C. Lee, S.C. Chen. 2012. Cranberry-containing products for prevention
of urinary tract infections in susceptible populations. Archives of Internal
Medicine, 172 (13) : 988-96.
Wicaksono, B.N. 2015. Mesin PCR, dalam : Instrumentasi laboratorium klinik,
Editor Richard Mengko, Teknik Biomedika, Sekolah Teknik Elektro dan
Informasi, ITB, Bandung,.
Wigley, D.B., G.J. Davies, E.J. Dodson, A. Maxwell, G. Dodson. 1991. Crystal
structure of an N-terminal fragment of the DNA gyrase B protein. Nature,
351 : 624–9.
Word Health Organization Region Office for South-East Asia. 2011.
Establishmen of PCR laboratory in developing countries. India : World
Health Organization.
Xiao, Y., H. Chang, A. Jia, J. Hu. 2008. Trace analysis of quinolone and
fluoroquinolone antibiotics from wastewaters by liquid chromatography–
electrospray tandem mass spectrometry. Journal of Chromatography A,
1214 : 100–8.
Yoshida, H., M. Bogaki, M. Nakamura, S. Nakamura. 1990. Quinolone
resistance-determining region in the DNA gyrase gyrA gene of Escherichia
coli. Antimicrob. Agents Chemother, (34) : 1271 – 2.
83
Yuan, J., X. Xu, Q. Guo, X. Zhao, X. Ye, Y. Guo and M. Wang. 2012. Prevalence
of the oqxAB gene complex in Klebsiella pneumonia and Escherichia coli
clinical isolates. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 67: 1655 – 9.
Zayed, A.A.F., T.M. Essam, A.G.M. Hashem and O.S.M. El-Tayeb. 2015.
‘Supermutators’ found amongst highly levofloxacin-resistant E. coli isolates
: a rapid protocol for the detection of mutation sites. Emerging Microbes
and Infections, 4 (4) : 1751 – 2222.
Zayed, A.A.F. 2015. R237H, a Novel mutation outside the QRDR of GyrA is
associated with high resistance to Levofloxacin (Research highlight).
http://www.ahmed-zayed.com
84
Download