Digital Subtraction Arteriography

advertisement
1
REFERAT
PENANGANAN HEMOPTISIS DENGAN BRONCHIAL
ARTERY EMBOLIZATION
Oleh
: dr. Duddy Ari Hardianto
Pembimbing : dr. Sudarmanta, Sp. Rad (K) RI
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PENDAHULUAN 1,2,3,6,8,10,11,21,22
2
Hemoptisis
perdarahan  saluran napas di bawah laring atau saluran
napas bawah laring.
Kasus hemoptisis masif yang dilaporkan hanya 1,5 %
Potensial terjadi kondisi yang buruk atau
mengancam jiwa.  menentukan tindakan
Sumber utama perdarahan Arteri bronchial (90%)
ALASAN & TUJUAN
3
Alasan
•
•
•
•
•
Kasus hemoptisis masif banyak terjadi
Perlu penegakan asal pembuluh darah
Pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan
Penanganan dengan tindakan Bronchial Artery Embolization jarang dilakukan .
Tindakan bedah dapat meningkatkan morbiditas
Tujuan
• Menentukan asal pembuluh darah terjadinya hemoptisis
• Pemeriksaan dan gambaran radiologis yang ditemukan sesuai referensi
• Memahami Bronchial Artery Embolization dalam penangangan hemoptisis
masif sesuai referensi dan merupakan tindakan pilihan dalam penanganan
hemoptisis masif pada berbagai kondisi pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
4
Definisi
Hemoptisis
1, 2, 5,17,20,21
ekspektorasi darah akibat
perdarahan pada saluran napas
di bawah laring atau yang
keluar melalui saluran napas
bawah laring.
• Ringan : <25 ml/24 jam
• Sedang : 25-250 ml/24 jam
• Masif : 200-1000 ml >24 jam,
CTT : volume > 300 ml paling sering terjadi.
Perhatian khusus : hemoptisis kronis dengan volume
rata-rata > 100 mL /hari selama 3 hari / >
Anatomi
5




Sirkulasi darah paru berasal dari 2
sistem : pulmoner dan bronkial.
Arteri bronkial tidak tervisualisasi
pada aortografi pasien tanpa
penyakit paru.
80 % individu memperlihatkan
gambaran intercostobronchial trunk
(ICBT) , gambaran ICBT sisi posterolateral aorta . Letak normal arteri
bronkial sisi anterolateral aorta
kanan dan kiri.
Diameter normal arteri bronkial
<1,5 mm dan ukurannya 0,5 mm
saat masuk ke dalam segmen
bronkopulmoner. 8,17
8,,17
Anatomi
6
Umumnya berasal dari aorta se tinggi T3 - T8
dan mendarahi trachea, bronkus, jaringan
alveoli pulmo, nervus vagus, mediastinum
posterior,
jaringan
getah
bening
bronkopulmonal, perikardium dan 1/3 tengah
esofagus.
Variasi asal arteri bronchial

70 % dari aorta toraks descendens atas
T5 - bawah corpus VTh. 6

10% dari cabang pertama aorta thorax
atau arkus, di luar batas VTh. 5-6.

Sisanya 20% berasal dari berbagai
struktur : cabang thorax (brachiocephalic,
subclavian,
internal
mammary,
pericardiophrenic, atau thyrocervical) dan
cabang abdomen (aorta, inferior phrenic,
celiac). 1, 2,3,11,14,17,21
lanjut...
Anatomi
lanjut...
7

Laki laki usia 24 th menjalani angiography spinal untuk hemorrhage. Aortogram thoracic
terlihat satu buah arteri bronchial (panah) mendarahi sisi kiri dan kanan. (B) Selective
angiogram satu buah arteri bronchial pada aortogram terlihat normal distribusi arteri
bronchial. Satu buah trunkus ( kepala panah) berasal dari kanan dan kiri arteri bronchial
(panah). Catatan relatif kaliber kecil dari arteri normal. (C) Normal angiogram bronchial
pada laki-laki 67 th dengan massa paru kanan dan hemoptisis setelah bronchoscopy.
Angiography memperlihatkan asal umumnya (kepala panah) dari kiri (panah) dan kanan
(panah) arteri bronchial. Catatan kaliber kecil dari pembuluh darah normal. Dengan riwayat
pasien, embolisasi dengan 150-250 µm partikel PVA dilakukan walaupun gambaran
pembuluh darah normal.
Anatomi
1,3,6,11,21
lanjut...
8
Ketika berasal dari aorta, empat variasi pola klasik percabangan menurut
Cauldwell et al.




Tipe I (40,6%) : 1 arteri bronkial kanan yang berasal dari ICBT yang
berhubungan dengan 2 arteri bronkial kiri dengan asal terpisah.
Tipe II (21,3%) :1 arteri bronkial kanan dari ICBT bersama dengan 1
arteri bronkial kiri.
Tipe III (20,6%) : 1 arteri bronkial kanan, salah satunya berhubungan
dengan ICBT, dan 2 arteri bronkial kiri.
Tipe IV (9,7%) : 2 arteri bronkial kanan, salah satu yang berhubungan
dengan ICBT dengan 1arteri bronkial kiri (Gambar 2a-b). 1,3,6,11,21
Etiologi
9

.
Etiologi
1,2,3,11,12,14,15,18,15,22
Digital Subtraction Arteriography
10



DSA dilakukan sebelum menjalani embolisasi arteri bronkial yang optimal dilakukan
memanfaatkan unit radiografi akuisisi frame-rate yang tinggi.→ penggambaran
yang sangat baik arteri bronkial dan sistemik non-bronkial. Dilakukan di bawah
sedasi sedang atau anestesi umum → presentasi klinis dan status dari pasien.
Standar masuk melalui arteri femoralis communis lebih dominan walaupun masuk
melalui arteri brachialis mungkin diperlukan untuk menuju saluran arteri sistemik
nonbronkial yang sulit, mempunyai tingkat morbiditas dan komplikasi yang tinggi.
Semua pencitraan dan intervensi lebih sering menggunakan abbocath 5 Fr. Semua
arteriography harus menggunakan salah satu bahan kontras non-ionik low-osmolar
atau iso-osmolar. Aortography thorax menggambarkan jumlah , ukuran dan posisi
arteri bronkial (gambar 5.1). Sangat menolong pada kasus arteri bronkial
abberant/menyimpang atau ektopik .
Digital Subtraction Arteriography
11
Gbr 5. (A)Laki-laki 24 th dengan angiography spinal untuk hemorrhage, pada pasien yang sama
dengan gambar 2A. Penyuntikan arteri intercostal di T12 kiri menunjukan arteri spinal anterior
normal prominent (arteri Adamkiewicz). (B) Perempuan 24 th dengan cystic fibrosis dan
hemoptisis. Penyuntikan arteri intercostal kanan (kepala panah hitam) memperlihatkan
pelebaran, arteri bronchial abnormal (panah putih) menggambarkan trunkus intercostobronchial.
Catatan penyuplai arteri spinal anterior dari suplai arteri intercostal (panah hitam). Embolisasi
dilakukan pada pasien dengan asal arteri intercostal dengan penempatan microcatheter di
setinggi panah putih (lihat gambar 8). Perawatan dilakukan tidak terjadi reflux partikel ke
dalam aliran arteri intercostal ( kepala panah putih)
Digital Subtraction Arteriography
12





Diameter normal dan pelebaran arteri bronkial ditemukan pada aortography
thorax seharusnya diteliti tanda kelainan pada pembuluh darah terminal.
Ektravasasi aktif, membantu dan spesifik, terjadi hingga 10,7% dari pemeriksaan.
Tidak dapat mengidentifikasi letak perdarahan, menemukan yang dicurigai
sebagai lokasi hemoptisis : vaskular hipertrofi dan meliuk, neovascularisasi,
hypervascularisasi, pembentukan aneurisma, dan shunting ( arteri bronkial ke vena
paru atau arteri bronkial ke arteri paru) (Gambar. 6.1).
Diameter arteri bronkial abnormal = > 3 mm, diameter normal = 1,5 mm (Gambar.
2.1)
Menggabungkan temuan CT thorax dengan temuan angiografi → ↑ sensitivitas dan
spesifisitas lokasi hemoptisis pada angiografi.
Sangat penting adanya penebalan pleura ukuran ≥ 3 mm berbatasan dengan
kelainan di parenkim (Gambar. 7.1). Hipertrofi lemak extrapleural mungkin juga
hadir dengan gambaran pembuluh darah yang melebar pada daerah tersebut.
Digital Subtraction Arteriography
13
Gbr.6. Perempuan 52 th dengan sarcoidosis, bronchiectasis dan cavitasi dengan mycetoma. Mengalami hemoptisis berulang (A)
Aortogram (frontal view) terlihat pelebaran arteri intercostal T6 kiri (panah) Memperlihatkan hipervasculer meliuk suplai jaringan
abnormal. Tambahan, memperlihatkan embolisasi Arteri bronchial kiri (Kepala panah hitam) juga terlihat recanalisasi parsial. Suplai
juga dicatat dari arteri intercostal supreme kiri (kepala panah putih). Pasien tersebut menjalani embolisasi coil yang berhasil disisi
kanan (panah putih). Aortography sangat baik memperlihatkan roadmap yang berguna visualisasi arteri bronchial dan suplai
collateral termasuk suplai dari arteri intercastal terlihat disini. (B) Arteriogram intercostal 6 kiri pada fase awal memperlihatkan
suplai collateral (panah hitam) ke jaringan paru kiri abnormal. Catatan hanya embolisasi coil (panah putih) .(C) arteriogram
intercostal 6 kiri pada fase akhir terlihat cabang arteri pulmonalis (panah) dengan shunting. Shunting melalui jaringan abnormal
dengan pembuluh darah kecil, arteri intercostal tersebut berhasil dan aman diembolisasi menggunakan partikel polyvinyl alcohol
ukuran (300-500 um)
Digital Subtraction Arteriography
14
Gbr 7. Laki-laki 45 th dengan sarcoidosis dan aspergiloma terlihat dengan hemoptisis. Satu gambar
dari CT axial terlihat pelebaran pleural (panah hitam) dan aspergiloma (kepala panah putih). Menjadi
etiologi hemoptisis pasien tersebut. (B) arteri intercostal 3 kanan (panah) berjalan ke collateral (kepala
panah) suplai aspergiloma. (C) Intercostal tiga kanan selanjutnya berhasil diembolisasi dengan partikel
PVA 150-250 um melalui microcatheter (panah). Catatan kebocoran aliran darah ke mycetoma (kepala
panah)
Digital Subtraction Arteriography
15
Gbr.8 (A). Perempuan 24 th dengan cystic fibrosis dan
hemoptisis, pasien yg sama dengan gbr.5b Radiograph dada
terlihat opasitas bilateral pada pasien tersebut dengan cystic
fibrosis. (B) Penyuntikan Arteri intercostal kiri terlihat
pelebaran arteri bronchial (panah). (C) microcatheter (kepala
panah) ditempatkan setelah cabang intercostal, berkontribusi
suplai arteri ke arteri spinal anterior (gbr.5b) dan embolisasi
berhasil dilakukan menggunakan partikel PVA ukuran (10001180 um). Partikel besar digunakan mencegah migrasi ke
suplai arteri spinal yang mengakibatkan reflux, walaupun
perawatan dilakukan bukan untuk reflux ke dalam arteri
intercostal. (D) Angiogram post embolisasi trunkus
intercostobronchial kanan. Catatan aliran sangat lambat
arteri bronchial (panah) dan cabang distal (kepala panah
hitam). Ujung microcatheter di trunkus intercostobronchial
(kepala panah putih). Catatan pengisian yang baik arteri
intercostal distal, mensuplai arteri spinal anterior di regio
thorac atas cervical (Gbr 5b) Pasien dengan neurologi utuh
setelah prosedur.
Bahan Embolan
(Embolic agents)



Pertimbangan memilih bahan emboli : kemudahan
pemberian, daya tahan oklusi, kecenderungan untuk
rekanalisasi, dan ukuran → Sangat penting untuk
keberhasilan dan keamanan dari prosedur
Bahan yang digunakan adalah resorbable, misalnya partikel
Spongostan dan non-resorbable, misalnya partikel polivinil
alkohol (PVA), embospheres dan kumparan logam.
Sebaiknya digunakan PVA → efek oklusi yang lebih
menetap → partikel tidak mengalami penyerapan
dibandingkan gelfoam dan lebih mencapai distal →
menghentikan perdarahan dan menghindari kolateralisasi
yang berpotensi embolisasi ulang.
16
Bahan Embolan



lanjut...
Cabang-cabang arteri bronkial yang lebih besar di
embolisasi menggunakan kombinasi partikel PVA dan
microcoils. Partikel PVA ukuran kecil (100-300 μ) → oklusi
ukuran kecil pada vaskular. Dapat melindungi arteri tulang
belakang dari oklusi arteri karena diameter arteri ≤ 300
µm. 6
Penggunaan partikel embolan yang terlampau kecil atau
cairan seperti etanol absolut atau polimer arsiklik dapat
memasuki sistem kapiler → nekrosis bronkus.
Penggunaan coil springs (contoh pseudoaneurysm arteri
bronkial) dan balon dihindari → hanya menyebabkan oklusi
di proksimal sehingga lebih memperbesar kemungkinan
terbentuknya kolateralisasi. 2,6,19,21
17
Komplikasi




Komplikasi serius → tidak umum terjadi. 7
Komplikasi tersering : nyeri dada 24-91% dan bersifat sementara. Disfagia
0,7-18,2% dan sembuh spontan (umum terjadi pada embolisasi selektif
dibandingkan superselektif dalam minggu pertama post tindakan). Diseksi
subintimal aorta atau arteri bronkial selama embolisasi → komplikasi minor
lain 1-6,3%. 1, 2,6,7
Komplikasi paling berat : iskemi spinal cord yang disebabkan oklusi arteri
spinal 1,4-6,5%, mielitis transversa 6,5 % (Hyperosmolarity dapat
menyebabkan iskemia transient cabang arteri radikuler. 2,621 .
Cabang radikuler bronkial atau interkostal yang tervisualisasi pada
angiogram bukan kontraindikasi absolut, bila arteri meduler (artery of
Adamkiewitcz) tervisualisasi saat angiografi → embolisasi tidak dapat
dilakukan.
18
Komplikasi


Komplikasi lain yang jarang terjadi : nekrosis aorta
(dengan atau tanpa diseksi) dan bronkial, fistula
bronkoesofagus, infark paru dan transient cortical
blindness yang disebabkan embolisasi korteks oksipital
melalui bronchial artery-pulmonary veins shunt atau
kolateralisasi arteri bronkial dan vertebralis. 1,6,12
Non-target embolisasi dari cabang arteri subklavia →
cedera pada organ lain seperti batang otak, jari →
stroke, iskemia jari atau bahkan kematian.
19
Rekurensi



Sekitar 20% pasien mengalami hemoptisis berulang dalam waktu 6
bulan.
Pada satu penelitian 43 pasien embolisasi arteri bronkial, 7 pasien
mengalami rekurensi dalam 30 hari sejak tindakan dilakukan.
Perdarahan berulang mungkin → oklusi yang tidak komplit pembuluh
darah yang mendapat suplai nutrisi termasuk perdarahan dari
sirkulasi arteri pulmoner < 10% pasien dengan hemoptisis masif,
rekanalisasi pembuluh darah yang telah diembolisasi, kolateralisasi
atau terapi penyakit dasar yang tidak adekuat.
Embolisasi berulang berhasil dilakukan pada pasien yang mengalami
perdarahan kembali dan yang tidak dapat dilakukan intervensi
bedah.16
20
Rekurensi



Hayakawa dkk melaporkan 2 puncak waktu perdarahan berulang yaitu
puncak pertama 1-2 bulan setelah embolisasi, berasal dari arteri sistemik
nonbronkial yang tidak terembolisasi sebelumnya. 1 bulan pertama 51-85%
pasien dan kontrol > 1 bulan 52 sampai 85% (tabel 2). Puncak kedua 1-2
tahun kemudian, disebabkan suplai darah dan revaskularisasi oleh proses
inflamasi atau progresivitas penyakit paru yang mendasarinya, hanya 1
pasien dengan penyakit jantung kongenital mengalami perdarahan 1 tahun
setelah embolisasi dan mengalami embolisasi ulang yang berhasil.
Hemoptisis berulang setelah embolisasi disebabkan embolisasi arteri
bronkial yang tidak komplit, keberadaan arteri sistemik nonbronkial,
rekanalisasi arteri yang telah diembolisasi atau kolateralisasi karena proses
inflamasi paru.
Untuk mengeliminasi perlu diperhatikan tatalaksana penyakit paru yang
mendasarinya sama halnya melakukan embolisasi arteri bronkial dan
embolisasi setiap arteri sistemik yang terlibat.3,19
21
Prognosis



Pasien yang berhasil dilakukan embolisasi, sekitar 20% mengalami
perdarahan berulang dalam 6 bulan kontrol namun beberapa penelitian
sebelumnya rekurensi terjadi dalam jangka waktu yang lama 12-21%.
Osaki dkk. melaporkan hasil penelitian sebelumnya bahwa kombinasi terapi
yaitu embolisasi ulang dan bedah akan memperbaiki rekurensi perdarahan
setelah embolisasi pertamakali, diantara 5 kasus yang membutuhkan
embolisasi ataupun bedah setelah rekurensi, 2 kasus berhasil diterapi
dengan embolisasi sedangkan 3 kasus tidak respons dengan embolisasi
sehingga membutuhkan tindakan pembedahan
Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukan follow-up keadaan pasien setelah
tindakan embolisasi arteri bronkial sampai 3 tahun lamanya terutama pada
pasien dengan gambaran bronkiektasis dan pulmonary-bronchial artery (P-B)
shunt
22
Pembahasan
23



Remy et al pertama melakukan BAE pada tahun 1973 untuk mengontrol hemoptisis. Pada tahun 1976, Wholey et al
menerbitkan rangkaian empat kasus BAE yang berhasil mengontrol hemoptisis. Bahan embolisasi tersebut terdiri dari gelatin
sponge strip (tiga pasien) dan injeksi trombin topikal ke dalam arteri bronchial kiri (satu pasien). Hal tersebut diikuti kasus
yang banyak dari Remy et al pada tahun 1977 dari 104 pasien yang telah dilakukan embolisasi kedua yaitu arteri bronkial
dan arteri nonbronchial untuk mengontrol hemoptisis. 49 pasien tersebut dirawat selama hemoptisis aktif, dengan kontrol yang
cepat dari perdarahan terlihat pada 41 pasien (84%). Selanjutnya, BAE secara luas digunakan, karena nonoperable pasien
dapat dirawat dan pasien lain dapat stabil sebelum operasi. Arteriografi bronkial dan embolisasi ditoleransi baik oleh
pasien kami. Kontrol cepat perdarahan dicapai dengan embolisasi pada 51- 54 pasien (94%). Hasil mirip dengan sebuah
studi oleh Mal et al, Cremaschi et al dan Rabkin et al . 4
Tidak ada korelasi antara ukuran arteri dan risiko perdarahan. Yoon et al. 4,17,23,26 Arteri bronkial bervariasi
signifikan dalam jumlah dan asal arteri. Lebih dari 70% arteri bronkial muncul dari aorta descendens setinggi Vertebra
thoracal 5-6. Berdasarkan studi dari 150 mayat manusia pada tahun 1948, Cauldwell et al mendefinisikan empat jenis
variasi anatomi. Type yang paling umum adalah satu arteri bronkial kanan dengan dua arteri bronkial kiri (41%). Sampai
dengan 20% dari arteri bronkial arteri memiliki asal yang menyimpang (dari arteri sistemik lainnya), dan hampir 10%
berasal dari permukaan anterior arkus aorta atau aorta descendens. Arteri tulang belakang dapat berasal dari arteri
bronkial pada 5% dari pasien, dengan sisi kanan lebih umum daripada sisi kiri. Arteri tulang belakang diidentifikasi pada
sembilan pasien kami, lima terjadi di sisi kiri dan empat terjadi di sisi kanan. Hemoptisis secara signifikan diindikasikan untuk
bronkial arteriografi bronkial dari 53 pasien kami (98%). 4
Dalam penelitian oleh Remy et al, 7 etiologi hemoptisis termasuk TB (34%), bronkiektasis (26%), aspergilloma (18%),
pneumokoniosis pekerja tambang batu bara (13%), dan karsinoma bronkogenik (3%). 4,8
Pembahasan
24


Hirshberg et al melaporkan bahwa CT scan thorax, jika digunakan sendiri, tes diagnostik
yang paling sensitif, hasil positif 67%, dan jika CT scan digabungkan dengan bronkoskopi, maka
hasil positif meningkat 93%. 4//Computed tomography scanning memperlihatkan patologi jalan
napas dan vaskular seperti bronkiektasis, karsinoma bronkogenik, aneurisma aorta dan pada kasus
yang tidak terdiagnostik oleh bronkoskopi, CT-scan menjadi alat diagnostik pada separuh kasus
hemoptisis (39-88%) dan lokasi perdarahan dapat diketahui 63-100% kasus. Computed
tomography scanning multidetektor saat ini dapat memvisualisasikan anatomi arteri sistemik bronkial
dan nonbronkial sehingga membantu ahli intervensi untuk tindakan selanjutnya. 13
Tingkat komplikasi untuk BAE telah berkurang secara bertahap selama bertahun-tahun.
Selama fase awal Arteriografi bronkial selektif, beberapa pasien terjadi mielitis transversa sebagai
akibat dari penggunaan bahan kontras nonionik, bahan yang lebih neurotoksik, dan embolisasi
pada arteri tulang belakang. Untuk mencegah komplikasi neurologis seperti, superselectif BAE
dilakukan. Hal ini mengacu pada embolisasi cabang lebih terminal dari percabangan arteri, setelah
asal dari arteri tulang belakang. Penelitiani Mal et al, yang mengamati tiga episode komplikasi
sumsum tulang belakang yaitu Brown-Se'quard sindrom, dengan regresi setelah 4 bulan tanpa
gejala sisa; paraparesis dengan regresi spontan setelah 2 minggu; dan paraplegia komplit tanpa
regresi. komplikasi ini terjadi meskipun kondisi baik, kateterisasi selektif arteri bronkial. Tak satu pun
dari pasien kami mengalami gejala sisa neurologis. Jika arteri tulang belakang berasal dari arteri
bronkial, kita akan embolisasi arteri bronkial jika bisa mencapai posisi distal stabil baik setelah
sumber arteri spinalis.
Pembahasan
lanjut...
25


Komplikasi pada pasien kami sebagian besar adalah terkait kateter dan termasuk diseksi
subintimal, perforasi guide wire, dan refluks bahan emboli ke aorta tanpa efek samping. Disfagia
sementara, nyeri dada pleuritis, nyeri bahu, dan hematoma pangkal paha juga terjadi. Ramakantan
et al mengevaluasi hasil BAE pada 140 pasien dengan tuberkulosis dan mendokumentasi komplikasi
pascaprosedur 12 pasien, termasuk paraparesis sementara 2 pasien, disfagia sementara 1 pasien,
dan nyeri orbital kiri / dahi sementara 9 pasien. Pasien yang meninggalkan nyeri orbital kiri / dahi
hanya mengalami rasa sakit selama injeksi bahan emboli sponge gelatin ke arteri bronkial dan tidak
mengalami rasa sakit dengan injeksi larutan garam atau media kontras. 4
Tidak ada informasi follow-up pada 19 pasien (35%), karena mereka tidak kembali
setelah pengobatan. Sisanya 18 pasien (33%) periode follow-up mulai dari 6 bulan- 6 tahun tanpa
bukti hemoptisis berulang. Singkatnya, BAE adalah terapi yang berguna untuk mengontrol baik
hemoptisis akut dan kronis. Hal ini penting untuk embolisasi arteri sistemik nonbronchial pada saat
tindakan yang sama, jika pada angiografi terbukti berkontribusi terhadap suplai darah. Hal ini juga
penting untuk mengobati proses paru yang mendasari untuk mengurangi vaskularisasi dan
perubahan vaskular collateral. BAE dapat membantu untuk menghindari operasi pada pasien
dengan kondisi yang tidak baik sebagai calon operasi. Sebaiknya hemoptisis berulang pada pasien
ini, embolisasi ulang dapat dengan aman dilakukan. Jika operasi diindikasikan, BAE dapat
menstabilkan pasien sebelum operasi. Embolisasi distal arteri tulang belakang dapat secara
signifikan menurunkan jumlah komplikasi dan memungkinkan embolisasi lebih lanjut. Bronkoskopi dan
CT scan memiliki kontribusi penting dalam menggambarkan etiologi dan / atau sumber hemoptisis
sebelum pasien menjalani 4
Kesimpulan
26



Hemoptisis masif adalah keadaan darurat klinis, merupakan
ancaman kehidupan pasien karena potensi asfiksia. bila tidak diterapi
mempunyai angka mortaliti > 50%. Embolisasi arteri bronkial dan nonbronkial arteri adalah prosedur intervensi yang aman dan efisien untuk
keberhasilan pengelolaan hemoptisis akut. Merupakan terapi alternatif
dalam penatalaksanaan hemoptisis dengan angka keberhasilan 88%
dengan insidens rekurensi sekitar 12-21%.
Sebagian besar komplikasi berkaitan dengan prosedur yang sedikit.
Penggunaan mikrokateter untuk kateterisasi superselective dan embolisasi
mungkin meminimalkan komplikasi serius terkait untuk cedera tulang
belakang
Pengetahuan yang tepat anatomi arteri bronkial, hubungan dan
patofisiologi yang mendasari dari hemoptisis masif sebagai prasyarat
untuk prosedur kinerja yang berhasil. Kemajuan angiography dalam teknik
dan penggunaan bahan terbaik membuat prosedur BAE aman dan
dikaitkan dengan risiko minimal pada pasien.
Kesimpulan
lanjut...
27



Kontrol penyakit yang mendasari, yang telah
menyebabkan lesi parenkim dan arteri, sehingga
menyebabkan perdarahan, merupakan faktor penting untuk
mencegah perdarahan berulang.
Hasil jangka panjang pada pasien ini tidak baik, tapi
BAE
mungkin
satu-satunya
pengobatan
yang
menyelamatkan jiwa. Pilihan pada pasien yang tidak dapat
dilakukan tindakan bedah. Pengulangan BAE pada pasien
dengan kekambuhan mendapat hasil yang baik. 18
Perlu kolaborasi lebih dekat interdisipliner antara
pulmonologists dan radiolog intervensi, untuk penanganan
pasien dengan hemoptisis . 6, 18,21
Daftar Pustaka
28








Sopko D. R, M.D.,1 and Smith T.P, M.D. Bronchial Artery Embolization for Hemoptysis. Semin Intervent Radiol
2011;28:48–62.
Burke C. T, M.D and Mauro M. A, M.D., F.A.C.R., F.S.I.R., F.A.H.A. Bronchial Artery Embolization. Seminars in
Interventional Radiology. 2004 ; 21: 1.
Natsis K et al A rare cadaveric finding of ectopic origin of a bronchial artery: surgical and imaging
consequences. Folia Morphol. 2013 ; 72 : 1
Swanson K.L, DO et al Bronchial Artery Embolization : Experience With 54 Patients . CHEST 2002; 121:789–
795
Fruchter O et al. Ol Bronchial artery embolization for massive hemoptysis: Long-term follow-up. Asian
Cardiovascular & Thoracic Annals. 2015 ; 23(1) : 55–60
Shabani M.A. and Saberi H. BRONCHIAL ARTERY EMBOLIZATION IN MASSIVE HEMOPTYSIS WITH A RARE
CAUSE AND UNUSUAL BRONCHIAL ARTERY ANATOMY. Acta Medica Iranica. 2004 ; 42 : 4
BRONCHIAL ARTERY EMBOLIZATION Information for patients. Diakses tanggal 17 Januari 2015
Agmy G. M. et al. Bronchial and Nonbronchial Systemic Artery Embolization in Management of Hemoptysis:
Experience with 348 Patients. ISRN Vascular Medicine.2013 : 7

Bronchial arterial enlargement. http://radiopaedia.org. Diakses tanggal 28 januari 2015

Bronchial artery. http://en.wikipedia.org. Diakses tanggal 28 januari 2015

Bronchial artery. http://radiopaedia.org. Diakses tanggal 28 januari 2015
Daftar Pustaka
29










Broncho-arterial ratio. http://radiopaedia.org. Diakses tanggal 28 januari 2015.
Yoon Y. J, MD, et al. Coronary to Bronchial Artery Fistula Causing Massive Hemoptysis in Patients with Longstanding Pulmonary
Tuberculosis. Korean J Radiol 2012;13(1):102-106
CARDIO-PULMONARY VENTILATORY MANAGEMENT CONTRIBUTIONS. http://www.percussionaire.com. Diakses 03 februari
2015
Soeroso H. L et al. Hemoptisis masif. Cermin Dunia Kedokteran, Edisi khusus. 1992 : 80
Ho H.J et al . Massive hemoptysis controlled with transection of a pulmonary vein and bronchus-a case report. Journal of
Cardiothoracic Surgery 2013, 8:209
Spinu C. et al. Multidetector computed tomography in life-threatening hemoptysis. Radiologia. 2013;55(6):483---498
Anuradha C. et al. Outcomes of bronchial artery embolization for life-threatening hemoptysis due to tuberculosis and posttuberculosis sequelae. Diagn Interv Radiol 2012; 18:96–101
Olivé I G , et al. Predictors of Recanalization in Patients With Life-Threatening Hemoptysis Requiring Artery Embolization . Arch
Bronconeumol. 2014;50(2):51–56
Fernando H.C, FRCS et al. Role of Bronchial Artery Embolization in the Management of Hemoptysis. Arch surg. 1998 ; 133 :
862-866
Vidjak V et al. Transcatheter embolization of bronchial arteries in the treatment of haemoptysis. Radiol Oncol 2009; 43(3):
152-161.
30
TERIMAKASIH
Download