Wartono_patin (957

advertisement
957
Peningkatan produksi benih ikan patin ... (Wartono Hadie)
PENINGKATAN PRODUKSI BENIH IKAN PATIN DI UNIT PEMBENIHAN RAKYAT (UPR)
MELALUI PENERAPAN KEKEBALAN BAWAAN (MATERNAL IMMUNITY)
Wartono Hadie*), Lies Emmawati*), dan Angela Mariana Lusiastuti**)
Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: [email protected]
**)
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
*)
ABSTRAK
Tingkat keberhasilan pembenihan ikan patin di Indonesia masih berada dalam level yang rendah pada unit
pembenihan rakyat (UPR). Tingkat kematian larva dapat mencapai 40%-80%, akibat serangan penyakit dan
kondisi media. Kematian larva umumnya terjadi pada hari keempat. Oleh karena itu, dibutuhkan cara
penanggulangan yang baik pada tingkat larva hingga benih, dengan cara membuat kekebalan bawaan dari
induknya (maternal immunity). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari kekebalan bawaan terhadap
Aeromonas hydrophila terhadap peningkatan produksi benih ikan patin. Injeksi dilakukan secara intraperitoneal
pada tingkat kematangan gonad kedua TKG II. Pada larva juga terdeteksi adanya antibodi hingga umur
larva 4 minggu. Penelitian untuk pemeliharaan larva dilakukan di UPR selama tiga siklus, siklus pertama, dan
ketiga menggunakan larva tanpa kekebalan bawaan, sedangkan siklus kedua menggunakan larva dengan
kekebalan bawaan. Sintasan benih dari larva yang mendapat kekebalan bawaan mencapai 93% yang berarti
33%-75% lebih baik dibanding penggunaan induk tanpa kekebalan bawaan. Penggunaan kekebalan bawaan
juga memberikan tambahan produksi sebesar 155.797-457.651 ekor benih untuk setiap induknya.
KATA KUNCI:
innate immunity, survival rate, catfish seed, Pangasius hypophthalmus
PENDAHULUAN
Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan salah satu patogen yang sering menimbulkan kerugian
yang cukup luas di wilayah budidaya ikan air tawar (Taukhid & Bastiawan, 1995). Bakteri ini bisa
menyerang pada semua tahapan dalam kehidupan ikan mulai stadia larva, yuwana, hingga ukuran
dewasa.
Jenis Aeromonas meliputi suatu kelompok bakteri yang tersebar luas di tempat alami. Mesophilic
Aeromonas sering dikenali sebagai yang bertanggung jawab untuk beberapa penyakit pada binatang
dan manusia (Baddour, 1992; Janda, 1991). Aeromonas hydrophila dan A. sobria telah diuraikan lebih
sering paling mematikan (phenospecies) di antara m. Aeromonas. Beberapa tekanan A. hydrophila mampu
untuk menyebabkan keracunan darah pada hewan ampibi dan ikan seperti halnya ekstraintestinal
dan infeksi atau peradangan luka dalam, gastroenteritis, sellulitis, radang selaput otak dan sumsum
belakang, bakterimia, infeksi atau peradangan jaringan lunak, radang selaput perut, infeksi dan
peradangan bronkopulmonari dan infeksi atau peradangan pada manusia (Janda, 1991).
Kontak langsung dengan wadah dan air yang dicemari merupakan penyebab yang paling sering
menyebabkan gastrointentinal dan infeksi atau keradangan (Janda, 1991; Baddour, 1992). Ikan secara
konstan terpapar terhadap stres baik di dalam budidaya maupun di alam. Sebagai konsekuensinya
ikan dapat mengembangkan cara untuk mengatasi stres yang ditimbulkan oleh media hidupnya.
Kekebalan spesifik yang ditimbulkan induk betina yang divaksin akan diteruskan melalui oosit
yang dihasilkan selama rentang waktu tertentu. Selanjutnya zigot yang memiliki kekebalan warisan
dari induk betina akan memiliki ketahanan relatif terhadap bakteri dari jenis vaksin yang diberikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan vaksin Aeromonas
pada induk betina terhadap peningkatan produksi benih ikan patin di UPR.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar
(LRPTBPAT) Sukamandi, Laboratorium Kesehatan ikan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT)
958
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Bogor, dan UPR di Bogor. Pelaksanaan uji tantang terhadap larva ikan dilakukan di Laboratorium
basah LRPTBPAT Sukamandi. Pemeliharaan larva hingga umur 30 hari dilakukan pada dua tempat
yaitu di Sukamandi (Kampung Sengon Lio Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang)
dan di UPR Bogor (Sindang Barang Loji RT 03 RW 08 Kelurahan Loji Kecamatan Bogor Barat).
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan meliputi: ikan uji yaitu induk ikan patin, penanda (tag), Vaksin
(hydrovac®) produksi Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Bogor,
ajuvan komplit (Freund’s adjuvant complete), pakan alami (Artemia), pakan buatan (pelet), bahan dan
alat bantu (inject spuit, timbangan, seser, ember, dan lain-lain).
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan menggunakan dua perlakuan
yaitu penggunaan adjuvan dan non ajuvan dengan dosis 0,4 mL/kg induk (Taukhid & Bastiawan,
1993). Aplikasi injeksi vaksin dilakukan secara intra peritonial (IP). Injeksi vaksin dilakukan dengan
menggunakan ajuvan (VA) jenis adjuvant complete (AC) dan tanpa menggunakan ajuvan (VNA). Prosedur
kerjanya meliputi pematangan gonad, vaksinasi pada induk betina, pemijahan, penetasan,
pemeliharaan larva, uji tantang, dan pengukuran titer antibodi pada larva.
Induk yang digunakan dalam penelitian ini diseleksi tingkat kematangan gonadnya untuk
selanjutnya diperlakukan dengan vaksin. Dari sejumlah induk yang dipilih, diperoleh delapan induk
betina yang seragam tingkat kematangan gonadnya. Selanjutnya dilaksanakan perlakuan vaksin dengan
ajuvan, tanpa ajuvan, dan kontrol.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini mencakup: fekunditas, daya tetas, sintasan benih.
Data dari variabel teknis yang dipantau dianalisis dengan menggunakan program statistik Anova,
sedangkan titer antibodi diolah secara deskriptif.
HASIL DAN BAHASAN
Secara empiris, manfaat dari induksi kekebalan pada induk ikan patin hingga tahap penetasan
telur mencapai 14,82% hingga 16,01% lebih baik dibanding kontrol. Jika hasil ini konsisten, maka
vaksinasi maternal menggunakan ajuvan mampu meningkatkan produksi telur hingga 16,01%.
sementara itu, antara kontrol dan vaksinasi tanpa ajuvan tidak berbeda secara nyata (P>0,05).
Secara lengkap Tabel 1 menyajikan nilai rataan daya tetas telur induk ikan patin dengan perlakuan
vaksin dan tanpa divaksin.
Tabel 1. Rataan daya tetas telur dari induk ikan patin yang
diperoleh pada perlakuan vaksin dan kontrol
Perlakuan
Vaksin dengan ajuvan (VA)
Vaksin non ajuvan (VNA)
Kontrol
Daya tetas (%)
98,53
87,94
85,68
Pada penggunaan vaksin dengan ajuvan, daya tetasnya meningkat 11% dibanding dengan
vaksin non ajuvan. Sedangkan dibandingkan dengan kontrol, penggunaan vaksin dengan ajuvan
daya tetasnya meningkat 13%. Daya tetas dengan menggunakan vaksin non ajuvan meningkat
3% dibanding dengan non vaksin (kontrol). Sjafei et al . (1992) menyatakan bahwa telur dapat
mangakumulasi materi untuk digunakan sebagai cadangan makanan, termasuk antibodi yang
diserap melalui peredaran darah.
Kondisi yang demikian menyebabkan perlakuan vaksin dengan atau tanpa ajuvan dapat
memperbaiki fekunditas dan daya tetas karena akibat terbentuknya antibodi. Pembentukan antibodi
melibatkan peningkatan sel-sel imun yaitu limfosit, monosit, dan neutrofil. Monosit dan neutrofil
959
Peningkatan produksi benih ikan patin ... (Wartono Hadie)
terutama berperan di dalam pengendalian antigen asing yang masuk di dalam tubuh. Monosit
atau disebut juga makrofag lebih banyak diam di jaringan, sedangkan neutrofil menjadi sel ronda
yang bergerak aktif mencari antigen asing. Hal ini menyebabkan kondisi yang lebih baik sehingga
membantu memperbaiki fekunditas dan daya tetas.
Selain material protektif induk dari lektin, C-reaktif protein, dan antibodi (Ellis, 1988), sistem
pertahanan larva ikan yang pertama berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik seperti lendir
atau mucus dan makrofag. Menurut Tatner & Manning (1985), makrofag pada larva ikan trout umur
4 hari yang ada di daerah insang, jaringan kulit, dan lambung sudah dapat melakukan fagositosis.
Bahkan Ellis (1988) menyatakan bahwa sel limfosit sudah dapat dideteksi pada ikan mas umur 2 hari
dan antibodi baru dapat diproduksi oleh larva ikan mas pada umur 4 sampai 8 minggu. Sel memori
baru dapat berfungsi setelah larva ikan berumur beberapa bulan (Manning et al., 1982).
Untuk memperoleh gambaran tentang manfaat penelitian, maka UPR yang digunakan dalam
penelitian ini dilakukan pengamatan selama 3 siklus produksi yaitu satu siklus sebelum penelitian,
saat penelitian, dan satu siklus setelah penelitian. Dalam tiga siklus pembenihan tersebut dapat
dilihat adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) dari benih yang dihasilkan. Demikian pula dengan
keragaman ukuran benih yang dihasilkannya (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil pemeliharaan larva ikan patin selama tiga siklus
pemeliharaan di UPR
UPR
1
2
Keragaan ukuran benih:
> 1 inci
< 1 inci
1,75 cm
Sintasan benih (%) pada siklus
1
2
3
46
50
95
93
20
60
60
25
15
99
1
55
30
15
siklus pemeliharaan larva : 1 = sebelum perlakuan; 2 = perlakuan vaksin;
3 = setelah perlakuan
Dari Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan perlakuan dapat meningkatkan sintasan benih antara
73% dan 33% dibanding dengan kegiatan rutin UPR, yaitu siklus sebelum dan sesudah perlakuan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pembentukan kekebalan pada induk dapat memperbaiki kapasitas
produksi dari UPR.
Sintasan benih dan keragaman ukuran yang dihasilkan oleh UPR memberikan gambaran tingkat
pendapatan atau sebaliknya tingkat kerugiannya. Jika ditetapkan titik impas dari usaha benih adalah
50% tingkat sintasan, maka UPR 1 belum mampu mendapat keuntungan dari usahanya. Selain itu,
dengan tingkat keragaman ukuran yang tinggi, maka ini juga dapat menurunkan tingkat keuntungan.
Nilai keragaman ukuran benih yang dihasilkan UPR dalam siklus produksi 4 minggu, umumnya
terdiri atas tiga ukuran yang kontras. Ukuran tersebut memiliki dampak yang luas, karena setiap
kelas ukuran memiliki harga yang berbeda hingga Rp 10,-. Dengan demikian keragaan ukuran benih
ini juga akan mempengaruhi pada tingkat penerimaan (income) dari UPR.
Nilai tambah secara ekonomi dengan penambahan perlakuan vaksinasi memperlihatkan adanya
manfaat yang positif. Nilai tambah dari pemakaian vaksin terlihat ditunjukkan dengan peningkatan
produksi benih di UPR dan demikian ada peningkatan produksi, seperti terlihat pada Tabel 3. Dari
hasil yang diperoleh kemudian dilakukan perhitungan dengan memberikan bobot nilai rupiah. Nilai
jual dari produksi benih ikan patin yang digunakan dalam perhitungan ini adalah harga terakhir
yaitu Rp 70,-/ekor.
960
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Tabel 3. Nilai produksi dan nilai nominal UPR dengan menerapkan vaksinasi
induk menggunakan perhitungan 1 induk dengan bobot 3 kg
Perlakuan
Vaksin + Ajuvan (VA)
Vaksin non Ajuvan (VNA)
Kontrol 60 (K60)
Kontrol 20 (K20)
Selisih VA - VNA
Selisih VA - K60
Selisih VA - K20
Selisih VNA - K60
Selisih VNA - K20
Telur
(butir)
573.588
481.212
462.492
462.492
92.376
111.096
111.096
18.720
18.720
Menetas
(ekor)
Sintasan
(ekor)
565.156
423.177
396.263
396.263
141.979
168.893
168.893
29.914
29.914
536.898
393.554
237.757
79.247
143.344
299.141
457.651
155.797
314.307
Dari Tabel 3, terlihat bahwa pengaruh vaksin sangat signifikan dalam meningkatkan produksi
benih dan pendapatan. Jika dibanding dengan kontrol yang memiliki sintasan benih 60% (K60) (pada
Tabel 2), maka perlakuan vaksinasi induk dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp 10.905.790,untuk setiap induknya. Sementara itu, tambahan biaya vaksinasi hanya sebesar Rp 50.000,- (untuk
vaksin) dan Rp 1.100.000,- (untuk ajuvan). Dengan demikian pemilik UPR baik tipe kluster maupun
tipe terintegrasi dapat meningkatkan pendapatan melalui vaksinasi induk.
Tipe UPR ikan patin dapat dikelompokkan ke dalam tipe kluster dan tipe terintegrasi dilihat dari
sisi penyediaan larva. Tipe kluster artinya bahwa UPR hanya menerima larva dari tipe terintegrasi
atau dari pemilik induk yang khusus memproduksi larva. Tipe terintegrasi, telah memiliki fasilitas
yang lengkap yaitu unit hatcheri dan kolam induk.
Tipe UPR kluster jumlahnya lebih banyak dibanding dengan UPR tipe terintegrasi. Dari satu UPR
tipe terintegrasi dapat menyuplai larva hingga lebih dari 20 UPR kluster. Pembentukan induk yang
memiliki kekebalan bawaan (maternal immunity), yang dihasilkan dari vaksinasi bakteri Aeromonas
hydrophila kepada induk dengan tingkat kematangan gonad kedua (TKG II) dapat diterapkan pada
UPR. Hasil dari kegiatan ini adalah larva yang telah memiliki bahan antibodi untuk bakteri spesifik
Aeromonas hydrophila.
Mekanisme penerapan hasil penelitian ini tidak harus dilakukan kepada semua UPR, melainkan
pada sumber induk yang akan digunakan untuk menghasillkan larva. Oleh karena itu, vaksinasi
diutamakan kepada induk dan pemasok larva atau induk pada UPR terintegrasi. Dengan penerapan
ini diharapkan semua UPR sudah memperoleh larva yang telah memiliki kekebalan bawaan dari
induknya.
Implementasi dari suatu prosedur operasional standar vaksinasi induk akan mudah dilakukan
mengingat lebih dari 75% UPR di Indonesia merupakan tipe UPR kluster yang menerima larva dari
pemasok. Pemasok larva bisa berasal dari UPR terintegrasi, ataupun pemilik induk yang khusus
menyediakan larva bagi UPR kluster. Melalui sosialisasi dan bimbingan teknis kepada UPR terintegrasi
ataupun pemilik induk, sistem ini dapat berjalan dengan baik.
KESIMPULAN
Maternal antibodi dari vaksinasi Aeromonas hydrophila yang diwariskan dapat meningkatkan
sintasan benih di UPR hingga 33%-75% dengan keragaman ukuran yang lebih seragam pada grade
satu. Sintasan benih dari larva yang mendapat kekebalan bawaan mencapai 93% yang berarti 33%75% lebih baik dibanding penggunaan induk tanpa kekebalan bawaan. Penggunaan kekebalan bawaan
juga memberikan tambahan produksi sebesar 155.797-457.651 ekor benih untuk setiap induknya.
Perlakuan vaksinasi induk dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp 10.905.790,- untuk setiap
induknya.
961
Peningkatan produksi benih ikan patin ... (Wartono Hadie)
DAFTAR ACUAN
Baddour, L.M. 1992. Extraintestinal Aeromonas infections—looking for Mr. Sandbar. Mayo Clin
Proc ., 67(5): 496–498.
Ellis, A.E.1988. General principles of fish vaccination. Academic Press, London, p. 1–19.
Janda, J.M. 1991. Recent advances in the study of the taxonomy, pathogenicity, and infectious
syndromes associated with the genus Aeromonas a eromonas. Clin. Microbiol. Rev ., 4: 397–
410.
Manning, M.J., Grace, M.F., & Secombes, C.J. 1982. Ontogenic aspects of tolerance and immunity in carp and rainbow trout: studies on the role of the thymus In Immunology and immunization of fish. Development and comparative Immunology, 2: 75–22.
Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F., Affandi, R., Brojo, M., & Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan II. Reproduksi
Ikan.
Tatner, M.F. & Manning, M.J. 1985. The ontogenic development of the reticulial system in the rainbow trout, Salmo gairdneri Richardson. J. Fish Dis., 8: 35–41.
Taukhid & Bastiawan, D. 1995. Pengaruh vaksinasi maternal anti-Aeromonas hydrophila terhadap benih
ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang dihasilkannya.
Download