PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 23 TAHUN 2009 TENTANG Pola Tanam Dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (Opt) Pertanian DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a. b. bahwa system pola tanam komoditi pertanian yang merupakan bagian dari system budidaya tanaman perlu dikembangkan sejalan dengan peningkatan produksi dan produktifitas komoditi pertanian guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; bahwa serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan terhadap tanaman dapat menimbulkan kerugian yang dapat mengganggu tingkat produksi budidaya tanaman, sehinggga perlu ditempuh berbagai upaya untuk melindungi tanaman dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT); c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu diatur dengan Peraturan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 79) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1617); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193) 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478) 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 6. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang 46 Tahun 1999 tetang Pembentukan Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3961) 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 9. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaan Negara Nomor 4438); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3586); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Buru Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Kabupaten Buru (Lembaran Daerah Kabupaten Buru Tahun 2008 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Buru Nomor 13); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAEARAH (DPRD) KABUPATEN BURU dan BUPATI BURU MEMUTUSKAN : Penetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU TENTANG POLA TANAM DAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PERTANIAN BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah daerah Kabupaten Buru. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Buru. 4. Dinas adalah Dinas Pertanian Kabupaten Buru 5. Sistem budidaya tahanaman adalah sisitem pengembangan dan pemanfatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik 6. Hasil-hasil pertanian adalah semua jenis-jenis hasil pertanian 7. Syarat-syarat perlindungan tanaman pertanian adalah syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan perlindungan tanaman pertanian. 8. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan 9. Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan 10. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. 11. Eradikasi adalah tindakan pemusnahan terhadap tanaman, organisme pengganggu tumbuhan, dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dilokasi tertentu 12. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman 13. Pola Tanam adalah suatu model pengembangan, pengaturan dan pegiliran waktu tanam sutu komoditi pertanian. BAB. II POLA TANAM Pasal 1 Sistim pola tanaman sebagai bagian dari sistem budidaya pertanian berasaskan manfaat, efesien, lestari dan berkelanjutan; Pasal 2 Pola tanam pada lahan sawah yang menggunakan sisitem irigasi teknis diupayakan untuk dapat mencapai indeks pertanaman minimal 200% dengan aplikasi pola legow 2 : 1, irigasi intermiten, pupuk organik dan pestisida botani. Pasal 3 Pola tanam pada lahan sawah yang menggunakan sisitem irigasi setengah teknis diupayakan untuk dapat mencapai target indeks pertanaman 200% dengan aplikasi pola legowo 2 : 1, irigasi intermitten, pupuk organik dan pestisida botani. Pasal 4 Pola tanam pada lahan kering (Tadah Hujan) dianjurkan untuk menggunakan pola tanam padi gogo dimusim hujan dan palawija dimusim kering dengan aplikasi sistem irigasi – lab, pola legowo 2 : 1, pupuk organik dan pestisida nabati. Pasal 5 Komoditi perkebunan yang dikembangkan pada lahan usaha tani dianjurkan untuk menggunakan pola diversifikasi tanaman yaitu penanaman tanaman sela diantara tanaman pokok sepanjang tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok; BAB III PERLINDUNGAN TANAMAN PENCEGAHAN PENYEBARAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN Pasal 6 Perlindungan tanaman dilaksanakan pada saat pra tanam, setelah panen ( pasca panen). pertumbuhan dan Pasal 7 (1) Perlindungan tanaman dilaksanakan melalui system pengendalian hama terpadu. (2) Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui tindakan : a. Pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan dari luar daerah ke dalam dan tersebarnya didalam wilayah Kabupaten Buru. b. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan. c. Eradikasi organisme pengganggu tumbuhan Pasal 8 (1) Pencegahan masuknya ke dalam atau tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari daerah lain ke dalam wilayah Kabupaten Buru sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf a, dilaksanakan dengan cara mengenakan tindakan karantina pada setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan (2) Pemasukan, pengiriman media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina baik berupa tumbuhan maupun bagian – bagian tumbuhan ke dalam wilayah Kabupaten Buru wajib : a. Dilengkapi rekomendasi kesehatan dari daerah asal: b. Dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; c. Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk tindakan karantina. Pasal 9 Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) berupa: a. Pemeriksaan; b. Pengasingan; c. Pengamatan; d. Perlakuan; e. Penahanan; f. Penolakan; g. Pemusnahan; dan h. Pembebasan; Pasal 10 (1) Dalam hal ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya serangan organisme pengganggu tumbuhan karantina di suatu areal tertentu, Bupati dapat menetapkan areal yang bersangkutan untuk sementara waktu sebagai kawasan karantina. (2) Pemasukan dan pengeluaran media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantiana baik berupa tumbuhan atau bagian-bagian dari tumbuhan ke dalam kawasan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat (2). ( 1 ) BAB IV PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) Pasal 11 Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilaksanakan secara terpadu sesuai petunjuk tehnis pengendalian organisme pengganggu tumbuhan Pasal 12 (1) Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan melalui tindakan pemantauan dan pengamatan terhadap organisme pengganggu tumbuhan dan faktor yang mempengaruhi perkembangannya serta perkiraan terjadinya serangan organisme pengganggu tumbuhan. (2) Apabila dari hasil pemantauan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperkirakan akan menimbulkan kerugian, maka dilakukan tindakan pengendalian dengan memperhatikan faktor ekologi, sosial dan efisien. Pasal 13 Tindakan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dilakukan baik dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan : a. Cara fisik, b. Cara mekanik, c. Cara budidaya, d. Cara Biologi, e. Cara Genetik , f. Cara Kimiawi, g. Cara lain sesuai perkembangan teknologi. BAB. IV YANG BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN Pasal 14 1. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilaksanakan oleh : Perorangan yang memiliki dan / atau menguasai tanaman; 2. Kelompok dalam masyarakat yang dibentuk untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan; 3. Regu proteksi yang dibentuk Pemerintah Daerah Kabupaten Buru; 4. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terutama dilakukan apabila terjadi ekplosi. 5. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan oleh perorangan, kelompok masyarakat serta Regu proteksi yang dibentuk Pemerintah sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah Daerah yang dalam hal ini instansi yang berwenang. BAB. V PENGENDALIAN PENGGUNAAN PESTISIDA, Pasal 15 Sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dalam rangka perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 berupa alat dan Mesin, Musuh alami dan Pestisida. (1) Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat guna. (2) Setiap orang, atau kelompok masyarakat maupun regu proteksi dilarang menggunakan pestisida yang tidak didaftar dan atau memperoleh ijin dari pemerintah daerah (3) Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan yang mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan disekitarnya. BAB VI SANKSI Pasal 17 (1) Setiap perorangan atau kelompok masyarakat maupun regu proteksi yang melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan pestisida yang kadaluarsa sepanjang tidak mengganggu manusia dan lingkungan hidup dilakukan pembinaan (2) Setiap perorangan atau kelompok masyarakat maupun regu proteksi yang melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan pestisida yang dilarang atau tidak berijin atau mengganggu kesehatan manusia dan atau lingkungan hidup dikenakan sanksi tidak melakukan kegiatan pengendalian selama-lamanya 1 tahun BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan perturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Buru Disahkan di Namlea Pada tanggal 24 Juni 2009 BUPATI BURU, M. HUSNIE HENTIHU Diundangkan di Namlea Pada tanggal 24 Juni 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BURU, JUHANA SOEDRADJAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BURU TAHUN 2009 NOMOR : 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 23 TAHUN 2009 TENTANG POLA TANAM DAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PERTANIAN UMUM : Bahwa pola tanam dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan komoditi pertanian yang merupakan bagian dari system budiaya tanaman perlu dikembangkan sejalan dengan peningkatan produksi dan produktifitas komoditi pertanian guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 cukup jelas Pasal 2 - Yang dimaksud dengan Irigasi teknis adalah irigasi yang menggunakan air sesuai dengan ketersediaannya - Yang dimaksud dengan Legowo 2 :1 adalah menempatkan tanaman seakan – akan berada pada pinggiran sebab tanaman padi identik dengan sebutan tanaman pinggiran Pasal 3 Irigasi setengah teknis adalah irigasi yang menggunakan air diatur sesuai kebutuhan Pasal 4 cukup jelas Pasal 5 cukup jelas Pasal 6 cukup jelas Pasal 7 Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup. Pasal 8 cukup jelas Pasal 9 Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku di bidang karantina tumbuhan. Pasal 10 cukup jelas Pasal 11 cukup jelas Pasal 12 cukup jelas Pasal a. b. c. d. 13 Cara fisik, melalui pemanfaatan unsur fisika tertentu; Cara mekanik, melalui penggunaan alat dan atau kemampuan fisik manusia; Cara budidaya, melalui pengaturan kegiatan bercocok tanam; Cara Biologi, melalui pemanfaatan musuh alami organism pengganggu tumbuhan; e. Cara Genetik , melalui manipulasi gen baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap tanaman; f. Cara Kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan atau g. Cara lain sesuai perkembangan teknologi. Pasal 14 cukup jelas Pasal 15 - Alat dan mesin yang dimanfaatkan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah untuk mematikan,melemahkan,mengusir,atau mengumpulkan organism pengganggu tumbuhan. - Musuh alami sebagaimana dimaksud dalam huruf b dimanfaatkan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan secara ekologi dengan menggunakan predator (tumbuhan, bakteri, hama lainnya). - Pestisida yang dimaksud adalah pemanfaatan obat-obatan dalam memutus siklus hidup organisme pengganggu tanaman Pasal 16 cukup jelas Pasal 17 cukup jelas Pasal 10 cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 23