BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diare merupakan salah

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit pada gangguan sistem percernan dan
terjadi akibat perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi buang air besar.
Dikatakan diare bila buang air besar tiga kali atau lebih dan buang air besar yang
berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah
diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare
kronik yaitu bila diare berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dan kehilangan berat
badan atau tidak bertambah berat badan selama masa tersebut (Suharyono et al,
1988).
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare
tersebut lebih banyak terdapat di negara berkembang daripada negara maju, yaitu
12,5 kali lebih banyak di dalam kasus mortalitas. Word Health Organization (WHO)
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta
diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun
(Adisasmito, 2007).
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Angka kesakitan maupun angka kematian pada bayi dan anak banyak
disebabkan oleh diare. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdirektorat Diare
1
2
Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden diare
naik. Insiden penyakit diare 301/1000 penduduk pada tahun 2000, tahun 2003 naik
menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2013
diketahui proporsi diare pada anak balita yaitu laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%,
berdasarkan umur prevalensi tertinggi di usia 6-11 bulan (19,4%) dan 12-23 bulan
(14,8%). Tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut di atas disebabkan karena
beberapa faktor yang terdiri dari penyebaran kuman yang menyebabkan diare, faktor
penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare, dan faktor lingkungan dan
perilaku. Gabungan antara faktor lingkungan yang tidak sehat
karena tercemar
kuman diare dan perilaku manusia yang tidak sehat merupakan dasar dari
penyebabkan diare.
Diare yang tidak segera ditangani pada bayi akan mengakibatkan dehidrasi
dan gangguan pertumbuhan. Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare disebabkan
oleh usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zatzat yang terlarut
di dalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan.
Elektrolit dari tubuh terutama natrium dan kalium juga akan hilang (Harianto, 2004).
Bayi lebih rentan mengalami dehidrasi karena sulit untuk diberi cairan melalui
mulut dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, selain itu komposisi cairan tubuh
pada bayi relatif besar yaitu sekitar 80-85% berat badan dan pada anak usia > 1 tahun
2
3
mengandung air sebanyak 70-75%. Kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% pada bayi
dapat mengakibatkan kematian setelah sakit selama 2-3 hari (Widjaja, 2002).
Gangguan pertumbuhan yang diakibatkan oleh diare terjadi karena asupan
makanan terhenti, sementara pengeluaran zat gizi terus berjalan. Infeksi yang
disebabkan oleh diare juga mempunyai kontribusi terhadap kekurangan energi,
protein dan zat gizi lain. Menurunnya nafsu makan menyebabkan asupan makanan
menjadi berkurang. Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali
kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme basal 20-60%. Infeksi juga
dapat meningkatkan kebutuhan glukosa. Infeksi berpengaruh terhadap absorspi dan
katabolisme serta mempengaruhi praktek pemberian makanan selama dan sesudah
sakit (Thaha dalam Kartini, 2008).
Asupan makanan yang terhenti berlangsung lama akan menyebabkan berat
badan bayi menurun, akibatnya bayi akan kekurangan gizi yang menghambat
pertumbuhan fisik dan jaringan otak (Widjaja, 2002). Pertumbuhan otak anak
sebanyak 60% terjadi sejak anak masih berada di dalam kandungan sampai berusia 2
tahun. Diare yang terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun akan mengganggu
pertumbuhan otaknya. Volume otak menjadi mengecil dan jaringan otaknya menjadi
lebih sedikit dibandingkan anak yang pertumbuhannya normal (Widjaja, 2002).
Pertumbuhan dan perkembangan pada saat bayi terjadi sangat pesat baik fisik
maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur berikutnya (Hardinsyah dalam
3
4
Kartini, 2008). Tahap pertama pada usia 1-12 bulan, pertumbuhan dan perkembangan
dapat berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf.
Upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui
pemberian oralit, penggunaan infus, penyuluhan ke masyarakat dengan maksud
terjadinya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan
sehari-hari, karena secara umum penyakit diare sangat berkaitan dengan hygiene
sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Perilaku kesehatan dapat diwujudkan dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat
yaitu PHBS di rumah tangga sebagai upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada bayi tergantung kepada
perilaku hidup bersih dan sehat ibu, karena bayi masih tidak bisa melakukan segala
sesuatu dengan sendiri. Perilaku higienis yang disurvey dalam Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar) tahun 2007 meliputi kebiasaan buang air besar (BAB) dan
kebiasaan mencuci tangan. Perilaku BAB yang benar adalah bila penduduk
melakukannya di jamban dan mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan,
4
5
setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak dan setelah memegang
unggas/binatang (Departemen Kesehatan RI, 2012).
Data dari Riskesdas 2013 secara nasional menunjukkan 71,1% penduduk 10
tahun ke atas berperilaku benar dalam kebiasaan BAB, tetapi hanya 23,2% yang
mempunyai kebiasaan cuci tangan yang baik. Hasil survey PHBS tahun 2012,
terdapat 411.856 (38,28%) rumah tangga di Sumatera Utara yang dikategorikan
sebagai rumah tangga yang melakukan PHBS dari 1.076.043 rumah tangga yang
disurvei (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, 2012).
Target cakupan PHBS di rumah tangga pada tahun 2014 harus mencapai 70%
(Adam, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tentang kasus diare
dan PHBS, didapat data bahwa angka tertinggi kesakitan yang diakibatkan oleh diare
di Langkat adalah wilayah kerja Puskesmas Sumbersari, yaitu 2990 jiwa dari semua
umur (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2011). Penderita diare pada usia bayi
yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari pada bulan Januari-April 2014
mencapai 105 jiwa.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Sambirejo
diperoleh bahwa Kelurahan Sambirejo merupakan kelurahan yang memiliki
persentasi kasus terbanyak antara kejadian diare dengan jumlah bayi dari pada
kelurahan lain di wilayah Puskesmas Sumbersari, yaitu sebanyak 13%. Data tersebut
didapat dari data di Puskesmas Pembantu Kelurahan Sambirejo tentang ibu yang
memeriksakan bayinya. Kelurahan Sambirejo juga merupakan kelurahan yang masih
5
6
belum mencapai target dalam PHBS rumah tangga yaitu pada pemberian ASI
eksklusif dan jamban sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tentang
pemberian ASI eksklusif hanya mencapai 60%, sedangkan untuk penggunaan jamban
sehat hanya 67%. Indikator PHBS tatanan rumah tangga untuk cuci tangan dan
penggunaan air bersih sudah mencapai target. Kejadian diare yang terjadi di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat berkaitan dengan rendahnya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) rumah tangga.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin melakukan
penelitian yang berjudul “Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat”.
1.2. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah, “Apakah ada
hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare
pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat.
6
7
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat.
2. Untuk mengidentifikasi kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat.
3. Menganalisis Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Instansi Kesehatan
Peneliti ini dapat digunakan sebagai masukan untuk program kesehatan dalam
mengoptimalkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
1.4.2. Bagi Masyarakat
Hasail penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan masyarakat
mengenai pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sehingga dapat
mengubah perilaku masyarakat sebagai salah satu upaya pencegahan primer dalam
menanggulangi kejadian diare.
1.4.3. Bagi Peneliti
Peneliti ini memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada
bayi usia 1-12 bulan
7
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku Kesehatan
2.1.1. Pengertian
Perilaku merupakan
hasil
pengalaman dan
proses interaksi
dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan
penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidak seimbangan antara
kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (Notoatmodjo dalam Maulana,
2009). Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Bloom dalam
Notoatmodjo (2007) membagi perilaku ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yang
terdiri dari ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotor
(tindakan). Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
2.1.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menurut Becker
dalam Maulana (2009) terdiri dari:
8
9
a. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit
Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi
terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan
penyakit, dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit.
c. Perilaku peran sakit
Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk
memperoleh kesembuhan, mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana
pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak, dan mengetahui hak serta
kewajiban orang sakit.
2.2. Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.1. Pengertian PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatankegiatan kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah perilaku proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit,
9
10
melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat (Syafrudin & Hamidah, 2007).
2.2.2. Pengertian PHBS Tatanan Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga
merupakan suatu bagian masyarakat terkecil di mana perubahan perilaku dapat
membawa dampak besar dalam kehidupan dan tingkat kesehatan anggota keluarga di
dalamnya (Dewan Redaksi Bulletin Warta RSUD, 2009). PHBS di Rumah Tangga
dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.
2.2.3. Indikator PHBS Ditatanan Rumah Tangga
Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 (sepuluh)
PHBS di Rumah Tangga yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2007):
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan,
sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin, kelainan akan cepat diketahui
dan segera dapat ditolong atau dirujuk ke Puskesmas/rumah sakit. Persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih
dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya.
10
11
b. Memberi ASI ekslusif
Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa diberi makanan atau
minuman tambahan apapun sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan. ASI (Air Susu
Ibu) adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup
dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan
baik. ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. ASI mulai diberikan
segera 30 menit setelah ibu melahirkan untuk merangsang agar ASI cepat keluar
dan menghentikan perdarahan. Makanan dan minuman jangan diberikan pada
bayi sebelum diberikan ASI, karena sangat membahayakan kesehatan bayi dan
mengganggu keberhasilan menyusui. Waktu dan lama menyusui tidak perlu
dibatasi dan tidak perlu dijadwal. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan lebih
baik diberikan ASI saja, sedangkan setelah bayi berusia 6 bulan ke atas diberikan
ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk makanan lunak dan
jumlah yang sesuai dengan pertambahan umur bayi. Pemberian ASI tetap
dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun. Keunggulan dari ASI adalah:
1.
Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta kecerdasan.
2.
Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi dari berbagai penyakit
infeksi seperti diare, batuk pilek, radang tenggorokan dan gangguan
pernafasan.
3.
Melindungi bayi dari alergi.
11
12
4. kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar.
5. Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan
kapan saja dan dimana saja.
6. Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernafasan bayi.
Zat-zat gizi yang terkandung pada ASI penting dalam pencegahan maupun
penatalaksanaan diare, yaitu (Soetjiningsih, 1997) :
1. Protein ASI lebih rendah dari protein susu sapi, keadaan ini sesuai untuk
pertumbuhan bayi dan ginjal bayi. Tetapi walaupun kuantitas proteinnya
rendah, tetapi kualitasnya lebih baik daripada protein susu sapi.
2. Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tidak
jenuh (asam linoleat), asam lemak rantai panjang (arachidonat dan
dekadeksanoat) dan kolesterol. Bentuk emulsi lemak disini lebih sempurna,
karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi
digliserida dan monogliserida sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan
diserap. Disamping itu, lemak ASI merupakan sumber kalori dan sumber
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
3. Karbohidrat pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI ini lebih
tinggi daripada susu sapi yang merupakan sumber kalori bagi bayi. Adanya
faktor bifidus pada ASI, membantu memecah laktosa menjadi asam asetat dan
asam laktat sehingga tercipta suasana asam. Suasana asam dalam usus ini
memberikan beberapa keuntungan, yaitu:
12
13
a. Menghambat pertumbuhan bakteri yang pathogen
b.
Memacu pertumbuhan bakteri yang memproduksi asam organik dan
mensintesis vitamin
c. Memudahkan absorbsi kalsium sehingga walaupun laktosa pada ASI lebih
tinggi daripada susu sapi, pada penderita diare ASI dapat diteruskan.
4. Vitamin pada ASI
ASI tidak mengandung vitamin B12 dan asam folat yang bebas karena pada
ASI terdapat nutrien-karier protein yang mengikat vitamin B12 dan asam folat
sehingga B12 dan asam folat tidak tersedia untuk pertumbuhan E.coli dan
bakterioids
5. Mineral pada ASI
Sebagian besar Fe di dalam ASI terikat dengan protein sehingga selain
absorbsinya lebih mudah juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk
berkembang biak.
c.
Menimbang bayi dan balita tiap bulan
Penimbangan bayi dan balita dilakukan setiap bulan mulai usia 1 bulan
sampai 5 tahun di Posyandu. Manfaat penimbangan bayi dan balita setiap
bulan di Posyandu, antara lain:
1. Untuk mengetahui apakah bayi dan balita tumbuh sehat.
2. Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan bayi dan balita.
13
14
3. Merujuk bayi dan balita ke Puskesmas bila sakit, berat badan dua bulan
berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya BGM (Bawah Garis
Merah) dan dicurigai gizi buruk.
4. Ibu balita mendapat penyuluhan gizi untuk memantau pertumbuhan bayi
dan balita.
d. Menggunakan air bersih
Air memiliki peranan dalam penularan penyakit diare karena air
merupakan unsur yang ada dalam makanan maupun minuman dan
juga digunakan untuk mencuci tangan, bahan makanan, serta peralatan
untuk memasak atau makan. Air yang digunakan harus bersih agar
tidak terkena penyakit atau terhindar dari sakit. Jika air terkontaminasi
dan kebersihan yang baik tidak dipraktikkan, makanan yang dihasilkan
kemungkinan besar juga terkontaminasi (Widyastuti, 2005).
Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita, antara lain
(dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba):
1. Air tidak berwarna, harus bening/jernih.
2.
Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah,
busa dan kotoran lainnya.
3. Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau,
dan tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun.
4.
Air tidak berbau, seperti bau amis, anyir, busuk atau bau belerang.
14
15
Manfaat menggunakan air bersih adalah:
1. Terhindar dari gangguan penyakit, seperti diare, kolera, disentri, thypus,
cacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau keracunan.
2. Setiap anggota keluarga terpelihara kebersihan dirinya.
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Kuman tersebut akan pindah ke tangan apabila kita mencuci tangan
dengan air yang tidak bersih. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke
dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan
kotoran dan membunuh kuman. Mencuci tangan tanpa sabun menyebabkan
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Mencuci tangan dengan sabun
dilakukan setelah buang air besar, sebelum makan dan menyuapi anak,
sebelum menyusui bayi, setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang
uang, memegang binatang, berkebun, dan lain-lain), setelah menceboki bayi
atau anak, dan sebelum memegang makanan. Mencuci tangan dengan sabun
dapat membunuh kuman penyakit yang ada di tangan, mencegah penularan
penyakit seperti diare, disentri, kolera, thypus, cacingan, penyakit kulit,
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute
respiratory Syndrome (SARS), serta tangan menjadi bersih dan penampilan
lebih menarik.
15
16
f. Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis jamban yang
dianjurkan adalah jamban cemplung dan jamban tangki septik/leher angsa.
Jamban cemplung adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang
berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah
dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Jamban cemplung diharuskan
ada penutup agar tidak berbau. Jamban tangki septil/leher angsa adalah
jamban berbentuk leher angsa yang penampungnya berupa tangki septik,
kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian kotoran manusia
yang dilengkapi dengan resapannya. Syarat jamban sehat adalah tidak
mencemari sumber air minum, tidak berbau, kotoran tidak dapat dijamah oleh
serangga/tikus, mudah dibersihkan, dilengkapi dinding dan atap pelindung,
penerangan dan ventilasi cukup, lantai kedap air dan luas ruangan memadai,
tersedia air, sabun, dan alat pembersih (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2012).
g. Memberantas jentik di rumah
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan
jentik berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemeriksaan Jentik Berkala
16
17
adalah pemeriksaan jentik pada tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat
penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga
atau tatakan kulkas dan di luar rumah seperti talang air, alas pot bunga, ketiak
daun, tempat minum burung, lubang pohon atau pagar bambu yang dilakukan
secara teratur setiap minggu. Pemberantasan jentik di rumah dapat dilakukan
dengan teknik dasar minimal 3M Plus, yaitu (Dewan Redaksi Bulletin Warta
RSUD, 2010):
1. Menutup
Menutup adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air yang
ditampung seperti bak mandi, kendi, toren air, botol air minum dan lain
sebagainya.
2. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti kolam renang, bak mandi, ember air, tempat air
minum, penampungan air lemari es dan lain-lain.
3. Mengubur
Mengubur adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau benda
yang tidak berguna dan memiliki potensi tempat nyamuk DBD (Demam
Berdarah Dengue) bertelur di dalam tanah.
17
18
4. Plus kegiatan pencegahan
a. Menggunakan obat nyamuk/anti nyamuk;
b. Menggunakan kelambu saat tidur;
c. Menanam pohon dan binatang yang dapat mengusir/memakan nyamuk
dan jentik nyamuk;
d. Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati
nyamuk dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan;
e. Memberi bubuk larvasi pada tempat air yang sulit dibersihkan;
f. Tidak tergantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan
kelambu dan perabot gelap yang bisa jadi sarang nyamuk.
h. Makan buah dan sayur setiap hari Anggota keluarga diharapkan
mengkonsumsi 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
Makan sayur dan buah setiap hari sangat penting karena mengandung vitamin
dan
mineral
yang
mengatur
metabolism
energi,
pertumbuhan
dan
pemeliharaan tubuh, serta mengandung serat yang tinggi. Vitamin yang ada di
dalam sayur dan buah memiliki manfaat antara lain:
1. Vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata;
2. Vitamin D untuk kesehatan tulang;
3. Vitamin E untuk kesuburan dan awet muda;
4. Vitamin K untuk pembekuan darah;
5. Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi;
18
19
6. Vitamin B mencegah penyakit beri-beri;
7. Vitamin B12 dapat meningkatkan nafsu makan
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktifitas
fisik
adalah
melakukan
pergerakan
anggota
tubuh
yang
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat
dan bugar sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan bisa
berupa kegiatan sehari-hari dan olahraga. Kegiatan sehari-hari yang
dilakukan, misalnya berjalan kaki, berkebun, kerja di taman, mencuci pakaian,
mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga, membawa belanjaan.
Olahraga yang dapat dilakukan, misalnya push-up, lari ringan, bermain bola,
yoga, fitness, angkat beban/berat. Aktifitas fisik dilakukan secara teratur
paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan jantung,
paru-paru serta alat tubuh lainnya.
j. Tidak merokok di dalam rumah
Satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan carbon
monoksida (CO). Nikotin dapat menyebabkan ketagihan dan merusak jantung
dan aliran darah, tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker, serta
CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
sehingga selsel akan mati. Di dalam rumah akan terdapat perokok pasif dan
19
20
perokok aktif jika ada salah satu anggota keluarga yang merokok. Perokok
pasif adalah orang yang bukan perokok tapi menghirup asap rokok orang lain
atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang
sedang merokok. Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok
secara rutin dengan sekecil apapun, walaupun hanya 1 batang dalam sehari.
Orang yang menghisap rokok meskipun tidak rutin atau hanya sekedar cobacoba dan cara menghisap rokok hanya sekedar menghembuskan asapnya juga
bisa dikatakan sebagai perokok aktif.
2.2. Diare
2.2.1. Pengertian Diare
Secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air
besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga
macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.12
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.13
Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu
penyakit tetapi kelihatan dalam keadaan seperti enteritis regionalis, sprue, colitis
ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan
usus.14
20
21
2.2.2. Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,
terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit.
Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan
hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit
melampaui 15%.7
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tibatiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan
atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta
gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit
kepala.
Gangguan
bakteri
dan
parasit
kadang-kadang
menyebabkan
tinja
mengandung darah atau demam tinggi.15
Menurut Ngastisyah16, gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin
disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila
penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak,
21
22
yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang
melebihi pemasukannya.17 Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi
yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
2.2.3 Fatofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
diantaranya: 18
1. Faktor infeksi
Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus
dalam absorbs cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri
akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
2. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus
yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
22
23
3. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga
terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan
untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.20
2.2.4. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.19
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan,
perbaikan
lingkungan
biologis
dilakukan
untuk
memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
23
24
2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan
oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang
membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai
petunjuk dokter.31
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
24
25
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan
terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan
kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan.
2.2.5. Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
1. Tanpa Dehidrasi
Tanda dan gejala :Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat.32
Anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan
oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama
dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus
meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka.
Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan.
2. Dehidrasi Ringan dan Sedang
Tanda dan gejala :
a. Rewel, gelisah
b. Mata cekung
c. Minum dengan lahap, haus
d. Cubitan kulit kembali lambat.32
25
26
Keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer
Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa
dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak
serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani
sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya
mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.
3. Dehidrasi berat
Tanda dan gejala :
a. Letargis/tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bias minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik)32
Keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan
untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan
seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4
tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan
70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.
2.2.6. Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu
26
27
disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran
usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam
tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya
dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan
pada esofagus.33
2.2.7. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare
2.2.7.1 Faktor gizi
Menurut Sutoto34, bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan
“lingkaran setan”. Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh
karena itu, pengobatan dengan makan yang tepat dan cukup merupakan komponen
utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah.
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita dan
diare yang diderita oleh anak dengan status gizi kurang lebih berat dibandingkan
dengan anak yang status anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi
kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita
dehidrasi berat. Menurut Suharyno17, bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
besar meninggal karena diare.
2.2.7.2 Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar
dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
27
28
penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orangtuanya
yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu faktor
edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan diare.35
2.2.7.3 Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia
disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi,
kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang
secara langsung ataupun tidak langsung memengaruhi keadaan penyakit diare.36
Penelitian Erial37, bahwa kelompok ibu dangan status pendidikan SLTP ke
atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik
pada balita disbanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah.
2.2.7.4 Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan
penyakit diare.38
28
29
2.2.7.5 Faktor Umur Balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisis
lanjut SDKI didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi
diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.39
2.2.7.6 Faktor ASI
Asi eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 4
bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya kecuali suplemen vitamin, mineral,
obat dalam bentuk tetes dan sirup.
Brotowasisto40, menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak
untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat
dan mencapai puncaknya pada saat anak betul-betul disapi oleh ibunya.
Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali dari pada
bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol saja akan mempunyai
risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih banyak dari pada bayi dengan ASI
penuh.41
2.2.7.7 Faktor Jamban
Erfandy42, menemukan bahwa risiko kejadian diare lebih besar dari pada
keluarga yang tidak mempunyai jamban fasilitas jamban keluarga dan penyediaan
sarana jamban dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare.
Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan
situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama
29
30
di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang besar yang
tidak sehat.39
2.2.7.8 Faktor SPAL
Erfandy42, SPAL merupakan saluran yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan air buangan kamar mandi tempat cuci, dapur (bukan dari
peturasan/jamban), sehingga air limbah tersebut dapat meresap ke dalam tanah dan
tidak menjadi penyebab penyebaran penyakit serta tidak mengotori lingkungan
permukiman.
Air Limbah yang berserakan kemana-mana, dapat menimbulkan genangan
air/becek, pandangan kotor, bau busuk yang dapat mengganggu kesehatandan dapat
menimbulkan berbagai penyakit salah satunya penyakit diare.
2.2.7.9 Faktor Sampah
Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi
atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya.Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari
benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,
atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu
kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang
harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia
(termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak
30
31
termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk
didalamnya).38
2.2.7.10 Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut
sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung
digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergabung dari mana
sumber air tersebut didapat.
Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah sumur gali,
sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam), air permukaan
(sungai, kolam, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut
telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat
langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses
pengelolaan air terlebih dahulu.
Berdasarkan data survey demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok
anak-anak dibawah 5 tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali
mempunyai risiko terkena diare 1,2 dibandingkan dengan kelompok anak yang
keluarganya menggunakan sumber sumur pompa.39
2.2.7.11 Perilaku
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir,
bersikap dan bertindak) untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subjek
tersebut.24
31
32
Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif
(dengan tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan dalam
3 jenis, yakni :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri subjek
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupa perbuatan
terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
4. Untuk menjelaskan perilaku seseorang termasuk perilaku kesehatan, terlebih
dahulu harus dibuat suatu batasan. Perilaku dari pandangan biologis merupakan
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi hakekatnya
perilaku adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
2.3. Kerangka Konsep
Kejadian Diare
PHBS
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.4. Hipotesis Penelitian
1.
Ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian
diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat
32
33
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei
analitik dengan desain cross sectional,
yaitu variabel independen dan variabel
dependen diteliti secara bersamaan dan dalam satu waktu yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten
Langkat.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat
dengan alasan :
1. Rendahnya pelaksanaan PHBS.
2. Tingginya kejadian diare.
3. Desa tersebut memiliki jumlah populasi yang cukup untuk diteliti.
3.2.2 . Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan pengajuan judul sampai dengan
penggandaan laporan.
33
34
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu yang memiliki bayi usia 1-12 bulan
di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dari bulan Januari sampai dengan bulan
Juni 2015 sebanyak 45 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel
yaitu sebesar 45 orang.
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil
langsung menggunakan kuesioner.
3.4.2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta kesediaan responden di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat sampai batas sampel terpenuhi. Peneliti
terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian kuesioner, menayakan apakah ada hal-hal
yang tidak dimengerti oleh responden. Apabila ada maka harus dijelaskan kembali
setelah itu hasil kuesioner dikumpulkan kembali.
34
35
3.5. Definisi Operasional
1.
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya keluarga untuk
memberikan menciptakan kondisi keluarga untuk menerapkan cara-cara hidup
sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan keluarga
yang dinilai dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diberikan melalui
kuesioner, dengan kategori:
0.
Baik
1.
Buruk
2. Kejaian diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari
biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah., dengan kategori:
0.
Diare
1.
Tidak Diare
3.6. Aspek Pengukuran
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Pengukuran variabel perilaku hidup bersih dan sehat disusun 6 pertanyaan yang
diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 2)” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan
dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Baik, jika jawaban responden memiliki skor > 50% dari total skor 7-12
1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor ≤ 50 % dari total skor 1-6
35
36
Tabel 3.1.
Variabel, Cara dan Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel
1. PHBS
2. Kejadian Diare
Cara dan Alat
Ukur
Wawancara
(kuesioner)
Wawancara
(kuesioner)
Skala
Ukur
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0.
1.
0.
1.
Buruk
Baik
Diare
Tidak Diare
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan langkah–langkah
sebagai berikut :
a.
Pengeditan (Editing)
Pada tahap pengeditan data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dari data
rekam medik yang bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah benar
sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang
diteliti.
b.
Pengkodean (Coding)
Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah
analisis data
c.
Pemasukan data (Entering)
Pemasukan data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah selesai di
coding dari dummy tabel ke dalam program komputer.
36
37
d.
Pembersihan (Cleaning)
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukan ke dalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila ada data
yang salah maka dilakukan editing data.
3.7.2. Analisis data
Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah analisa data univariat
dan bivariat. Analisis univariat untuk bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian sedangkan analisis bivariat
ini digunakan untuk melihat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten
Langkat dengan menggunakan uji statistik Chi-square. Adapun rumus Chi-square
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :  ² = Chi-square
O = Nilai hasil observasi
E = Nilai yang diharapkan
Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen maka dilakukan uji statistik chi-square dengan α = 0,05. Jika hasil
perhitungan statistic dengan bantuan perangkat lunak komputer nilai ρ < 0,05 maka
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
dependen
37
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Sambirejo terletak di Kabupaten Langkat dan merupakan salah
satu kecamatan yang terletak di daerah dataran rendah dan berada di pesisiran pantai
sumatera. Secara geografis Kelurahan Sambirejo mempunyai luas wilayah 6.492 km2.
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : umur dan pendidikan
responden dapat dilihat di bawah ini :
4.2.1. Umur Responden
Untuk melihat distribusi frekuensi umur responden di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat
No
1
2
3
Umur Responden
< 20 tahun
20-35 tahun
> 35 tahun
Jumlah
Jumlah
3
26
16
45
Persentase
6,7
57,8
35,6
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa umur responden di Kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat lebih banyak dengan umur 20-35 tahun sebanyak 26
orang (57,8%), umur > 35 tahun sebanyak 16 orang (35,6%) dan lebih sedikit dengan
umur < 20 tahun sebanyak 3 orang (6,7%).
38
39
4.2.2. Pendidikan Responden
Untuk melihat distribusi frekuensi pendidikan responden di Kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat
No
1
2
3
4
Pendidian Responden
SD
SMP
SMA
PT
Jumlah
Jumlah
3
19
20
3
45
Persentase
6,7
42,2
44,4
6,7
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan responden di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat lebih banyak dengan pendidikan SMA
sebanyak 20 orang (44,%), pendidikan SMP sebanyak 19 orang (42,2%), pendidikan
SD dan PT masing-masing sebanyak 3 orang (6,7%).
4.3. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel
dependen dan variabel independen, yaitu:
4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Untuk melihat perilaku hidup bersih dan sehat responden di Kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut:
39
40
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat
No
1
2
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Baik
Buruk
Total
f
26
19
45
%
57,8
42,2
100
Dari tabel 4.3 diatas terlihat bahwa perilaku hidup bersih dan sehat lebih
banyak dengan PHBS baik sebanyak 26 orang (57,8%) dan lebih sedikit dengan
PHBS buruk sebanyak 19 orang (42,2%).
4.3.2. Kejadian Diare
Untuk melihat distribusi frekuensi kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat
No
1
2
Kejadian Diare
Tidak Diare
Diare
Jumlah
Jumlah
27
18
45
Persentase
60,0
40,0
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kejadian diare pada bayi 0-6
bulan di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkap lebih banyak dengan tidak diare
sebanyak 27 orang (60,0%) dan lebih sedikit dengan diare sebanyak 18 orang
(40,0%).
40
41
4.3. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan variabel hubungan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan
di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut ini:
4.3.1. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian
Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten
Langkat
Untuk melihat mengetahui hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan
Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat
PHBS
Baik
Buruk
Kejadian Diare
Tidak Diare
Diare
n
%
n
%
23
88,5
3
11,5
4
21,1
15
78,9
Total
ρ
n
26
19
%
100
100
0,000
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa dari 26 orang dengan PHBS
baik terdapat tidak diare sebanyak 23 orang (88,5%) dan diare sebanyak 3 orang
(11,5%). Sedangkan diantara PHBS buruk terdapat tidak diare sebanyak 4 orang
(21,1%) dan diare sebanyak 15 orang (78,9%). Hasil uji statistik chi square diperoleh
nilai ρ=0.001< α (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di
Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat.
41
42
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Hasil penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat ditemukan dengan
PHBS buruk dengan persentase sebesar 42,2%. Mengacu pada hasil tersebut dapat
dijelaskan PHBS ibu memang lebih banyak dengan dengan PHBS baik, namun
persentase PHBS buruk cukup tinggi. Keadaan ini menunjukkan masih banyak PHBS
rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga banyak mengalami
diare.
Keadaan ini perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan kesehatan di kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat tentang perilaku hidup bersih dan sehat sehingga
keluarga dapat meningkatkan PHBS dan dapat mencegah terjadinya diare pada anak.
Pada penelitian ini masih banyak ibu tidak mencuci tangan terlebih dahulu
sebelum menyediakan dan memberikan makan bayi. Dan ibu yang sudah cuci tangan
pun belum semuanya mencuci tangan di air yang bersih dan mengalir.
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga
merupakan suatu bagian masyarakat terkecil di mana perubahan perilaku dapat
membawa dampak besar dalam kehidupan dan tingkat kesehatan anggota keluarga di
42
43
dalamnya (Dewan Redaksi Bulletin Warta RSUD, 2009). PHBS di Rumah Tangga
dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.
5.2. Kejadian Diare
Hasil penelitian tentang kejadian diare kelurahan Sambirejo Kabupaten
Langkat yang mengalami kejadian diare pada bayi 0-6 bulan sebesar 40,0%. Keadaan
ini menunjukkan cukup tinggi kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat.
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.13
Berdasarkan hasil penelitian diatas perlu pemberantasan agar tidak terjadi
keadaan diare. Karena angkat kejadian diare pada bayi cukup tinggi, diare yang
terjadi pada anak bisa mengakibatkan hal buruk pada bayi. Pemutusan mata rantai
yang mengakibatkan bayi diare perlu diperhatikan oleh ibu sehingga kejadian diare
pada bayi tidak terjadi. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, dua
faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor lingkungan
yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi dengan
43
44
perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare (Depkes RI, 2005).
5.3. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian
Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten
Langkat
Hasil penelitian tentang PHBS ditemukan dengan PHBS buruk mengalami
kejadian diare sebesar 78,9%. Uji statistik chi square menunjukkan variabel PBHS
dengan nilai p value < α (0,05) maka terdapat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan
Sambirejo Kabupaten Langkat. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan
semakin baik PHBS akan menurunkan kejadian diare.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih ibu dalam
sangat berhubungan dengan kejadian diare. Untuk itu perlu peningkatakan perilaku
hidup bersih pada ibu terutama saat merawat anak, sebelum menyediakan dan
memberikan makan bayi sebaiknya ibu mencuci tangan terlebih dahulu dengan
mempergunakan sabun dan air yang mengalir sehingga kuman-kuman yang ada
ditangan ibu sudah tidak ada.
Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita di Puskesmas
Sinokidul adalah ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Penelitin ini sesuai dengan penelitian Nilton, dkk (2008) faktor-faktor
penyebab diare adalah menggunakan air sumur, minum air yang tidak dimasak,
44
45
sumur < 10 meter, tidak mempunyai jamban, tidak menggunakan jamban, tidak
mempunyai tempat sampah dan tidak cuci tangan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Oktania K (2012) bahwa tentang
hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita 1-3 tahun
studi kasus di desa Tegowanu Wetan Kacamatan Tegowanu Grobongan diperoleh
bahwa ada hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS dengan kejadian diare
dengan p value 0,025.
Penelitian lain yang serupa adalah penelitian Hamzah B (2012) tentang
hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di
kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012 diperoleh bahwa ada hubungan
antara penggunaan air bersih, kebiasaan ibu mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, penggunaan jamban, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah dengan
kejadian diare pada balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012.
Penelitian Kusumaningrum, dkk (2011) yang menemukan bahwa ibu-ibu yang
memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan baik, balitanya kecil kemungkinan untuk
terkena diare dibandingkan dengan ibu-ibu yang memiliki kebiasaan mencuci tangan
dengan kurang baik. Begitu pula penelitian Kusumawati, dkk (2011) menemukan
bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan kejadian
diare pada balita. Pratama (2013) juga menemukan bahwa ada ada hubungan antara
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak makan dengan kejadian diare
pada balita di Kelurahan Sumurejo.
45
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Hasil penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat ditemukan dengan PHBS
buruk dengan persentase sebesar 42,2%.
2. Hasil penelitian tentang kejadian diare kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat
yang mengalami kejadian diare pada bayi 0-6 bulan sebesar 40,0%.
3. Terdapat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian
diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat.
6.2. SARAN
1. Disarankan kepada instansi kesehatan dalam hal ini Kelurahan Sambirejo
Kabupaten Langkat untuk melakukan program penyuluhan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS)
2. Bagi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin terhadap
kejadian diare pada balita
3. Kepada peneliti selanjutnya untuk lebih lanjut meneliti mengenai permasalahan
yang sama, namun dengan variabel yang berbeda dalam hubungannya tentang
kejadian diare pada balita seperti status gizi.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Kusumaningrum, Arie, dkk. 2011. Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap
Diare Balita di Kelurahan Gandus Palembang. Prosiding Seminar Nasional
Keperawatan Universitas Riau. http://eprints.unsri.ac.id/889/1/ makalah
_PHBS_keluarga_diare.pdf Diakses 20 Oktober 2012.
Kusumawati, Oktania, dkk. 2011. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan
Kejadian Diare pada Balita Usia 1 -3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu
Wetan. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index .php/ilmu keperawatan/
article/downloa /69/108 Diakses 20 Oktoer 2012.
Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dan Personal
Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurejo
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. JKM Vol. 2 No. 1. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/1577/1575 Diakses 12 Oktober
2012.
Oktania K, 2012, Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare
pada Balita 1-3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu Wetan Kacamatan
Tegowanu Grobongan, STIKES Telogorejo Semarang.
Hamzah B, 2012, Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare
pada Balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012
47
48
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PEMBERIAN PASI
PADA BAYI 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KECAMATAN
PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG.
IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden
:
1.
Nama
:
2.
Alamat
:
3.
Umur
:
4.
Pekerjaan :
B. PERILAKU PHBS
1. Apakah ibu cuci tangan dengan air yang mengalir terlebih dahulu sebelum
memberikan makan kepada anak
a. Ya
b. Tidak
2. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah ibu membuang sampah pada tempatnya?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah ibu buang air besar/air kecil di jamban?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah setelah menggunakan jamban harus disiram dengan air yang cukup?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah ibu menggunakan air bersih?
a. Ya
b. Tidak
48
49
C. KEJADIAN DIARE
1. Apakah anak ibu dalam keadaan mencret saat ini?
a. Ya
b. Tidak
Apabila Ya lanjut ke nomor 2
2. Berapa kali dalam sehari?......
49
50
MASTER PENELITIAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Umur
1
2
2
1
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
Pendidikan
2
1
1
2
1
1
1
0
3
2
0
3
2
2
2
1
2
1
1
2
2
2
2
2
1
2
2
3
2
2
2
1
2
1
2
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
2
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
PHBS
3
4
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
50
5
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
6
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
PTOT
3
2
6
4
5
4
3
3
3
5
3
4
4
3
3
6
3
4
4
6
5
4
5
4
6
4
3
3
3
4
6
2
3
6
3
PK
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
Diare
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
51
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
1
1
0
1
1
1
1
1
1
2
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
51
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
2
3
6
5
4
3
3
6
5
4
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
52
Frequencies
Umur
Valid
< 20 tahun
20-35 tahun
> 35 tahun
Total
Frequency
3
26
16
45
Percent
Valid Percent
6.7
6.7
57.8
57.8
35.6
35.6
100.0
100.0
Cumulative
Percent
6.7
64.4
100.0
Pendidikan
Frequency
Valid
SD
SMP
SMA
PT
Total
3
19
20
3
45
Percent
6.7
42.2
44.4
6.7
100.0
Valid Percent
6.7
42.2
44.4
6.7
100.0
Cumulative
Percent
6.7
48.9
93.3
100.0
Pengetahuan
Valid
Baik
Buruk
Total
Frequency
26
19
45
Percent
57.8
42.2
100.0
Valid Percent
57.8
42.2
100.0
Cumulative
Percent
57.8
100.0
Diare
Valid
Tidak Diare
Diare
Total
Frequency
27
18
45
Percent
Valid Percent
60.0
60.0
40.0
40.0
100.0
100.0
52
Cumulative
Percent
60.0
100.0
53
Crosstabs
Pengetahuan
Total
Pengetahuan * Diare Crosstabulation
Diare
Tidak Diare
Diare
Baik
Count
23
3
Expected Count
15.6
10.4
% within Pengetahuan
88.5%
11.5%
Buruk Count
4
15
Expected Count
11.4
7.6
% within Pengetahuan
21.1%
78.9%
Count
27
18
Expected Count
27.0
18.0
% within Pengetahuan
60.0%
40.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value
df
(2-sided)
a
20.784
1
.000
18.071
1
.000
Exact Sig.
(2-sided)
Total
26
26.0
100.0%
19
19.0
100.0%
45
45.0
100.0%
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
22.418
1
.000
Fisher's Exact Test
.000
.000
Linear-by-Linear
20.323
1
.000
Association
N of Valid Cases
45
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.60.
b. Computed only for a 2x2 table
53
Download