1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit pada gangguan sistem percernan dan terjadi akibat perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi buang air besar. Dikatakan diare bila buang air besar tiga kali atau lebih dan buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Departemen Kesehatan RI, 2009). Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu bila diare berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badan selama masa tersebut (Suharyono et al, 1988). Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare tersebut lebih banyak terdapat di negara berkembang daripada negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak di dalam kasus mortalitas. Word Health Organization (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun (Adisasmito, 2007). Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan maupun angka kematian pada bayi dan anak banyak disebabkan oleh diare. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdirektorat Diare 1 2 Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden diare naik. Insiden penyakit diare 301/1000 penduduk pada tahun 2000, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2013 diketahui proporsi diare pada anak balita yaitu laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%, berdasarkan umur prevalensi tertinggi di usia 6-11 bulan (19,4%) dan 12-23 bulan (14,8%). Tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut di atas disebabkan karena beberapa faktor yang terdiri dari penyebaran kuman yang menyebabkan diare, faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare, dan faktor lingkungan dan perilaku. Gabungan antara faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar kuman diare dan perilaku manusia yang tidak sehat merupakan dasar dari penyebabkan diare. Diare yang tidak segera ditangani pada bayi akan mengakibatkan dehidrasi dan gangguan pertumbuhan. Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare disebabkan oleh usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zatzat yang terlarut di dalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Elektrolit dari tubuh terutama natrium dan kalium juga akan hilang (Harianto, 2004). Bayi lebih rentan mengalami dehidrasi karena sulit untuk diberi cairan melalui mulut dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, selain itu komposisi cairan tubuh pada bayi relatif besar yaitu sekitar 80-85% berat badan dan pada anak usia > 1 tahun 2 3 mengandung air sebanyak 70-75%. Kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% pada bayi dapat mengakibatkan kematian setelah sakit selama 2-3 hari (Widjaja, 2002). Gangguan pertumbuhan yang diakibatkan oleh diare terjadi karena asupan makanan terhenti, sementara pengeluaran zat gizi terus berjalan. Infeksi yang disebabkan oleh diare juga mempunyai kontribusi terhadap kekurangan energi, protein dan zat gizi lain. Menurunnya nafsu makan menyebabkan asupan makanan menjadi berkurang. Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme basal 20-60%. Infeksi juga dapat meningkatkan kebutuhan glukosa. Infeksi berpengaruh terhadap absorspi dan katabolisme serta mempengaruhi praktek pemberian makanan selama dan sesudah sakit (Thaha dalam Kartini, 2008). Asupan makanan yang terhenti berlangsung lama akan menyebabkan berat badan bayi menurun, akibatnya bayi akan kekurangan gizi yang menghambat pertumbuhan fisik dan jaringan otak (Widjaja, 2002). Pertumbuhan otak anak sebanyak 60% terjadi sejak anak masih berada di dalam kandungan sampai berusia 2 tahun. Diare yang terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun akan mengganggu pertumbuhan otaknya. Volume otak menjadi mengecil dan jaringan otaknya menjadi lebih sedikit dibandingkan anak yang pertumbuhannya normal (Widjaja, 2002). Pertumbuhan dan perkembangan pada saat bayi terjadi sangat pesat baik fisik maupun mental dibandingkan dengan tahapan umur berikutnya (Hardinsyah dalam 3 4 Kartini, 2008). Tahap pertama pada usia 1-12 bulan, pertumbuhan dan perkembangan dapat berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf. Upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui pemberian oralit, penggunaan infus, penyuluhan ke masyarakat dengan maksud terjadinya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari, karena secara umum penyakit diare sangat berkaitan dengan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku kesehatan dapat diwujudkan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu PHBS di rumah tangga sebagai upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2009). Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat pada bayi tergantung kepada perilaku hidup bersih dan sehat ibu, karena bayi masih tidak bisa melakukan segala sesuatu dengan sendiri. Perilaku higienis yang disurvey dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 meliputi kebiasaan buang air besar (BAB) dan kebiasaan mencuci tangan. Perilaku BAB yang benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban dan mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, 4 5 setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak dan setelah memegang unggas/binatang (Departemen Kesehatan RI, 2012). Data dari Riskesdas 2013 secara nasional menunjukkan 71,1% penduduk 10 tahun ke atas berperilaku benar dalam kebiasaan BAB, tetapi hanya 23,2% yang mempunyai kebiasaan cuci tangan yang baik. Hasil survey PHBS tahun 2012, terdapat 411.856 (38,28%) rumah tangga di Sumatera Utara yang dikategorikan sebagai rumah tangga yang melakukan PHBS dari 1.076.043 rumah tangga yang disurvei (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, 2012). Target cakupan PHBS di rumah tangga pada tahun 2014 harus mencapai 70% (Adam, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tentang kasus diare dan PHBS, didapat data bahwa angka tertinggi kesakitan yang diakibatkan oleh diare di Langkat adalah wilayah kerja Puskesmas Sumbersari, yaitu 2990 jiwa dari semua umur (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2011). Penderita diare pada usia bayi yang tercatat di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari pada bulan Januari-April 2014 mencapai 105 jiwa. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Sambirejo diperoleh bahwa Kelurahan Sambirejo merupakan kelurahan yang memiliki persentasi kasus terbanyak antara kejadian diare dengan jumlah bayi dari pada kelurahan lain di wilayah Puskesmas Sumbersari, yaitu sebanyak 13%. Data tersebut didapat dari data di Puskesmas Pembantu Kelurahan Sambirejo tentang ibu yang memeriksakan bayinya. Kelurahan Sambirejo juga merupakan kelurahan yang masih 5 6 belum mencapai target dalam PHBS rumah tangga yaitu pada pemberian ASI eksklusif dan jamban sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tentang pemberian ASI eksklusif hanya mencapai 60%, sedangkan untuk penggunaan jamban sehat hanya 67%. Indikator PHBS tatanan rumah tangga untuk cuci tangan dan penggunaan air bersih sudah mencapai target. Kejadian diare yang terjadi di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat berkaitan dengan rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) rumah tangga. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat”. 1.2. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah, “Apakah ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat?” 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengidentifikasi hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 6 7 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 2. Untuk mengidentifikasi kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 3. Menganalisis Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Instansi Kesehatan Peneliti ini dapat digunakan sebagai masukan untuk program kesehatan dalam mengoptimalkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 1.4.2. Bagi Masyarakat Hasail penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat sebagai salah satu upaya pencegahan primer dalam menanggulangi kejadian diare. 1.4.3. Bagi Peneliti Peneliti ini memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan 7 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Pengertian Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang (Notoatmodjo dalam Maulana, 2009). Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yang terdiri dari ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotor (tindakan). Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. 2.1.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menurut Becker dalam Maulana (2009) terdiri dari: 8 9 a. Perilaku hidup sehat Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit. c. Perilaku peran sakit Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan, mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak, dan mengetahui hak serta kewajiban orang sakit. 2.2. Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Pengertian PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatankegiatan kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2007). Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, 9 10 melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Syafrudin & Hamidah, 2007). 2.2.2. Pengertian PHBS Tatanan Rumah Tangga PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga merupakan suatu bagian masyarakat terkecil di mana perubahan perilaku dapat membawa dampak besar dalam kehidupan dan tingkat kesehatan anggota keluarga di dalamnya (Dewan Redaksi Bulletin Warta RSUD, 2009). PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. 2.2.3. Indikator PHBS Ditatanan Rumah Tangga Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 (sepuluh) PHBS di Rumah Tangga yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2007): a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah ahli dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi lebih terjamin, kelainan akan cepat diketahui dan segera dapat ditolong atau dirujuk ke Puskesmas/rumah sakit. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya. 10 11 b. Memberi ASI ekslusif Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa diberi makanan atau minuman tambahan apapun sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan. ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. ASI mulai diberikan segera 30 menit setelah ibu melahirkan untuk merangsang agar ASI cepat keluar dan menghentikan perdarahan. Makanan dan minuman jangan diberikan pada bayi sebelum diberikan ASI, karena sangat membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan tidak perlu dijadwal. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan lebih baik diberikan ASI saja, sedangkan setelah bayi berusia 6 bulan ke atas diberikan ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk makanan lunak dan jumlah yang sesuai dengan pertambahan umur bayi. Pemberian ASI tetap dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun. Keunggulan dari ASI adalah: 1. Mengandung zat gizi sesuai kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan. 2. Mengandung zat kekebalan untuk mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi seperti diare, batuk pilek, radang tenggorokan dan gangguan pernafasan. 3. Melindungi bayi dari alergi. 11 12 4. kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi dalam keadaan segar. 5. Tidak akan pernah basi, mempunyai suhu yang tepat dan dapat diberikan kapan saja dan dimana saja. 6. Membantu memperbaiki refleks menghisap, menelan dan pernafasan bayi. Zat-zat gizi yang terkandung pada ASI penting dalam pencegahan maupun penatalaksanaan diare, yaitu (Soetjiningsih, 1997) : 1. Protein ASI lebih rendah dari protein susu sapi, keadaan ini sesuai untuk pertumbuhan bayi dan ginjal bayi. Tetapi walaupun kuantitas proteinnya rendah, tetapi kualitasnya lebih baik daripada protein susu sapi. 2. Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tidak jenuh (asam linoleat), asam lemak rantai panjang (arachidonat dan dekadeksanoat) dan kolesterol. Bentuk emulsi lemak disini lebih sempurna, karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida dan monogliserida sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap. Disamping itu, lemak ASI merupakan sumber kalori dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K). 3. Karbohidrat pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI ini lebih tinggi daripada susu sapi yang merupakan sumber kalori bagi bayi. Adanya faktor bifidus pada ASI, membantu memecah laktosa menjadi asam asetat dan asam laktat sehingga tercipta suasana asam. Suasana asam dalam usus ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu: 12 13 a. Menghambat pertumbuhan bakteri yang pathogen b. Memacu pertumbuhan bakteri yang memproduksi asam organik dan mensintesis vitamin c. Memudahkan absorbsi kalsium sehingga walaupun laktosa pada ASI lebih tinggi daripada susu sapi, pada penderita diare ASI dapat diteruskan. 4. Vitamin pada ASI ASI tidak mengandung vitamin B12 dan asam folat yang bebas karena pada ASI terdapat nutrien-karier protein yang mengikat vitamin B12 dan asam folat sehingga B12 dan asam folat tidak tersedia untuk pertumbuhan E.coli dan bakterioids 5. Mineral pada ASI Sebagian besar Fe di dalam ASI terikat dengan protein sehingga selain absorbsinya lebih mudah juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk berkembang biak. c. Menimbang bayi dan balita tiap bulan Penimbangan bayi dan balita dilakukan setiap bulan mulai usia 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu. Manfaat penimbangan bayi dan balita setiap bulan di Posyandu, antara lain: 1. Untuk mengetahui apakah bayi dan balita tumbuh sehat. 2. Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan bayi dan balita. 13 14 3. Merujuk bayi dan balita ke Puskesmas bila sakit, berat badan dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat badannya BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai gizi buruk. 4. Ibu balita mendapat penyuluhan gizi untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita. d. Menggunakan air bersih Air memiliki peranan dalam penularan penyakit diare karena air merupakan unsur yang ada dalam makanan maupun minuman dan juga digunakan untuk mencuci tangan, bahan makanan, serta peralatan untuk memasak atau makan. Air yang digunakan harus bersih agar tidak terkena penyakit atau terhindar dari sakit. Jika air terkontaminasi dan kebersihan yang baik tidak dipraktikkan, makanan yang dihasilkan kemungkinan besar juga terkontaminasi (Widyastuti, 2005). Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa, dicium dan diraba): 1. Air tidak berwarna, harus bening/jernih. 2. Air tidak keruh, harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran lainnya. 3. Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau, dan tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun. 4. Air tidak berbau, seperti bau amis, anyir, busuk atau bau belerang. 14 15 Manfaat menggunakan air bersih adalah: 1. Terhindar dari gangguan penyakit, seperti diare, kolera, disentri, thypus, cacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau keracunan. 2. Setiap anggota keluarga terpelihara kebersihan dirinya. e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Kuman tersebut akan pindah ke tangan apabila kita mencuci tangan dengan air yang tidak bersih. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman. Mencuci tangan tanpa sabun menyebabkan kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan. Mencuci tangan dengan sabun dilakukan setelah buang air besar, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum menyusui bayi, setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, memegang binatang, berkebun, dan lain-lain), setelah menceboki bayi atau anak, dan sebelum memegang makanan. Mencuci tangan dengan sabun dapat membunuh kuman penyakit yang ada di tangan, mencegah penularan penyakit seperti diare, disentri, kolera, thypus, cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute respiratory Syndrome (SARS), serta tangan menjadi bersih dan penampilan lebih menarik. 15 16 f. Menggunakan jamban sehat Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis jamban yang dianjurkan adalah jamban cemplung dan jamban tangki septik/leher angsa. Jamban cemplung adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau. Jamban tangki septil/leher angsa adalah jamban berbentuk leher angsa yang penampungnya berupa tangki septik, kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapannya. Syarat jamban sehat adalah tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau, kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga/tikus, mudah dibersihkan, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan dan ventilasi cukup, lantai kedap air dan luas ruangan memadai, tersedia air, sabun, dan alat pembersih (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012). g. Memberantas jentik di rumah Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemeriksaan Jentik Berkala 16 17 adalah pemeriksaan jentik pada tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bunga atau tatakan kulkas dan di luar rumah seperti talang air, alas pot bunga, ketiak daun, tempat minum burung, lubang pohon atau pagar bambu yang dilakukan secara teratur setiap minggu. Pemberantasan jentik di rumah dapat dilakukan dengan teknik dasar minimal 3M Plus, yaitu (Dewan Redaksi Bulletin Warta RSUD, 2010): 1. Menutup Menutup adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air yang ditampung seperti bak mandi, kendi, toren air, botol air minum dan lain sebagainya. 2. Menguras Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti kolam renang, bak mandi, ember air, tempat air minum, penampungan air lemari es dan lain-lain. 3. Mengubur Mengubur adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna dan memiliki potensi tempat nyamuk DBD (Demam Berdarah Dengue) bertelur di dalam tanah. 17 18 4. Plus kegiatan pencegahan a. Menggunakan obat nyamuk/anti nyamuk; b. Menggunakan kelambu saat tidur; c. Menanam pohon dan binatang yang dapat mengusir/memakan nyamuk dan jentik nyamuk; d. Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan; e. Memberi bubuk larvasi pada tempat air yang sulit dibersihkan; f. Tidak tergantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan kelambu dan perabot gelap yang bisa jadi sarang nyamuk. h. Makan buah dan sayur setiap hari Anggota keluarga diharapkan mengkonsumsi 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari. Makan sayur dan buah setiap hari sangat penting karena mengandung vitamin dan mineral yang mengatur metabolism energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, serta mengandung serat yang tinggi. Vitamin yang ada di dalam sayur dan buah memiliki manfaat antara lain: 1. Vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata; 2. Vitamin D untuk kesehatan tulang; 3. Vitamin E untuk kesuburan dan awet muda; 4. Vitamin K untuk pembekuan darah; 5. Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi; 18 19 6. Vitamin B mencegah penyakit beri-beri; 7. Vitamin B12 dapat meningkatkan nafsu makan i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari Aktifitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan bisa berupa kegiatan sehari-hari dan olahraga. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan, misalnya berjalan kaki, berkebun, kerja di taman, mencuci pakaian, mencuci mobil, mengepel lantai, naik turun tangga, membawa belanjaan. Olahraga yang dapat dilakukan, misalnya push-up, lari ringan, bermain bola, yoga, fitness, angkat beban/berat. Aktifitas fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari, sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru serta alat tubuh lainnya. j. Tidak merokok di dalam rumah Satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan carbon monoksida (CO). Nikotin dapat menyebabkan ketagihan dan merusak jantung dan aliran darah, tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker, serta CO menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen sehingga selsel akan mati. Di dalam rumah akan terdapat perokok pasif dan 19 20 perokok aktif jika ada salah satu anggota keluarga yang merokok. Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tapi menghirup asap rokok orang lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang sedang merokok. Perokok aktif adalah orang yang mengkonsumsi rokok secara rutin dengan sekecil apapun, walaupun hanya 1 batang dalam sehari. Orang yang menghisap rokok meskipun tidak rutin atau hanya sekedar cobacoba dan cara menghisap rokok hanya sekedar menghembuskan asapnya juga bisa dikatakan sebagai perokok aktif. 2.2. Diare 2.2.1. Pengertian Diare Secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.12 Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.13 Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu penyakit tetapi kelihatan dalam keadaan seperti enteritis regionalis, sprue, colitis ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan usus.14 20 21 2.2.2. Gejala Diare Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.7 Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tibatiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.15 Menurut Ngastisyah16, gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, 21 22 yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi pemasukannya.17 Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. 2.2.3 Fatofisiologi Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya: 18 1. Faktor infeksi Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. 2. Faktor malabsorbsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. 22 23 3. Faktor makanan Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. 4. Faktor psikologis Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.20 2.2.4. Pencegahan Penyakit Diare Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.19 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. 23 24 2 Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter.31 3. Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi 24 25 makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan. 2.2.5. Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi 1. Tanpa Dehidrasi Tanda dan gejala :Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat.32 Anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan. 2. Dehidrasi Ringan dan Sedang Tanda dan gejala : a. Rewel, gelisah b. Mata cekung c. Minum dengan lahap, haus d. Cubitan kulit kembali lambat.32 25 26 Keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa. 3. Dehidrasi berat Tanda dan gejala : a. Letargis/tidak sadar b. Mata cekung c. Tidak bias minum atau malas minum d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik)32 Keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam. 2.2.6. Komplikasi Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu 26 27 disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan pada esofagus.33 2.2.7. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare 2.2.7.1 Faktor gizi Menurut Sutoto34, bahwa interaksi diare dan gizi kurang merupakan “lingkaran setan”. Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makan yang tepat dan cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di rumah. Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita dan diare yang diderita oleh anak dengan status gizi kurang lebih berat dibandingkan dengan anak yang status anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut Suharyno17, bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. 2.2.7.2 Faktor Sosial Ekonomi Sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai 27 28 penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orangtuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.35 2.2.7.3 Faktor Pendidikan Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung memengaruhi keadaan penyakit diare.36 Penelitian Erial37, bahwa kelompok ibu dangan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita disbanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. 2.2.7.4 Faktor Pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare.38 28 29 2.2.7.5 Faktor Umur Balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisis lanjut SDKI didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.39 2.2.7.6 Faktor ASI Asi eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 4 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya kecuali suplemen vitamin, mineral, obat dalam bentuk tetes dan sirup. Brotowasisto40, menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat dan mencapai puncaknya pada saat anak betul-betul disapi oleh ibunya. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali dari pada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih banyak dari pada bayi dengan ASI penuh.41 2.2.7.7 Faktor Jamban Erfandy42, menemukan bahwa risiko kejadian diare lebih besar dari pada keluarga yang tidak mempunyai jamban fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama 29 30 di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang besar yang tidak sehat.39 2.2.7.8 Faktor SPAL Erfandy42, SPAL merupakan saluran yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan air buangan kamar mandi tempat cuci, dapur (bukan dari peturasan/jamban), sehingga air limbah tersebut dapat meresap ke dalam tanah dan tidak menjadi penyebab penyebaran penyakit serta tidak mengotori lingkungan permukiman. Air Limbah yang berserakan kemana-mana, dapat menimbulkan genangan air/becek, pandangan kotor, bau busuk yang dapat mengganggu kesehatandan dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satunya penyakit diare. 2.2.7.9 Faktor Sampah Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak 30 31 termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya).38 2.2.7.10 Faktor Sumber Air Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergabung dari mana sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air tanah sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam), air permukaan (sungai, kolam, danau) dan mata air. Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum memenuhi syarat, harus melalui proses pengelolaan air terlebih dahulu. Berdasarkan data survey demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok anak-anak dibawah 5 tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali mempunyai risiko terkena diare 1,2 dibandingkan dengan kelompok anak yang keluarganya menggunakan sumber sumur pompa.39 2.2.7.11 Perilaku Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan bertindak) untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subjek tersebut.24 31 32 Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan dalam 3 jenis, yakni : 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan rangsangan dari luar. 2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek 3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupa perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar. 4. Untuk menjelaskan perilaku seseorang termasuk perilaku kesehatan, terlebih dahulu harus dibuat suatu batasan. Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi hakekatnya perilaku adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. 2.3. Kerangka Konsep Kejadian Diare PHBS Gambar 2.1 Kerangka Konsep 2.4. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat 32 33 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain cross sectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen diteliti secara bersamaan dan dalam satu waktu yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dengan alasan : 1. Rendahnya pelaksanaan PHBS. 2. Tingginya kejadian diare. 3. Desa tersebut memiliki jumlah populasi yang cukup untuk diteliti. 3.2.2 . Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan pengajuan judul sampai dengan penggandaan laporan. 33 34 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu yang memiliki bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 sebanyak 45 orang. 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel yaitu sebesar 45 orang. 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil langsung menggunakan kuesioner. 3.4.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta kesediaan responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat sampai batas sampel terpenuhi. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian kuesioner, menayakan apakah ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh responden. Apabila ada maka harus dijelaskan kembali setelah itu hasil kuesioner dikumpulkan kembali. 34 35 3.5. Definisi Operasional 1. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya keluarga untuk memberikan menciptakan kondisi keluarga untuk menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan keluarga yang dinilai dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner, dengan kategori: 0. Baik 1. Buruk 2. Kejaian diare adalah bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah., dengan kategori: 0. Diare 1. Tidak Diare 3.6. Aspek Pengukuran 1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pengukuran variabel perilaku hidup bersih dan sehat disusun 6 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 2)” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika jawaban responden memiliki skor > 50% dari total skor 7-12 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor ≤ 50 % dari total skor 1-6 35 36 Tabel 3.1. Variabel, Cara dan Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel 1. PHBS 2. Kejadian Diare Cara dan Alat Ukur Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner) Skala Ukur Ordinal Ordinal Hasil Ukur 0. 1. 0. 1. Buruk Baik Diare Tidak Diare 3.7. Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan langkah–langkah sebagai berikut : a. Pengeditan (Editing) Pada tahap pengeditan data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dari data rekam medik yang bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti. b. Pengkodean (Coding) Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah analisis data c. Pemasukan data (Entering) Pemasukan data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah selesai di coding dari dummy tabel ke dalam program komputer. 36 37 d. Pembersihan (Cleaning) Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan ke dalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila ada data yang salah maka dilakukan editing data. 3.7.2. Analisis data Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah analisa data univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian sedangkan analisis bivariat ini digunakan untuk melihat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dengan menggunakan uji statistik Chi-square. Adapun rumus Chi-square yang digunakan adalah sebagai berikut : Dimana : ² = Chi-square O = Nilai hasil observasi E = Nilai yang diharapkan Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen maka dilakukan uji statistik chi-square dengan α = 0,05. Jika hasil perhitungan statistic dengan bantuan perangkat lunak komputer nilai ρ < 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen 37 38 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sambirejo terletak di Kabupaten Langkat dan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah dataran rendah dan berada di pesisiran pantai sumatera. Secara geografis Kelurahan Sambirejo mempunyai luas wilayah 6.492 km2. 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : umur dan pendidikan responden dapat dilihat di bawah ini : 4.2.1. Umur Responden Untuk melihat distribusi frekuensi umur responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat No 1 2 3 Umur Responden < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Jumlah Jumlah 3 26 16 45 Persentase 6,7 57,8 35,6 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa umur responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat lebih banyak dengan umur 20-35 tahun sebanyak 26 orang (57,8%), umur > 35 tahun sebanyak 16 orang (35,6%) dan lebih sedikit dengan umur < 20 tahun sebanyak 3 orang (6,7%). 38 39 4.2.2. Pendidikan Responden Untuk melihat distribusi frekuensi pendidikan responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat No 1 2 3 4 Pendidian Responden SD SMP SMA PT Jumlah Jumlah 3 19 20 3 45 Persentase 6,7 42,2 44,4 6,7 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat lebih banyak dengan pendidikan SMA sebanyak 20 orang (44,%), pendidikan SMP sebanyak 19 orang (42,2%), pendidikan SD dan PT masing-masing sebanyak 3 orang (6,7%). 4.3. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen, yaitu: 4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Untuk melihat perilaku hidup bersih dan sehat responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut: 39 40 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat No 1 2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Baik Buruk Total f 26 19 45 % 57,8 42,2 100 Dari tabel 4.3 diatas terlihat bahwa perilaku hidup bersih dan sehat lebih banyak dengan PHBS baik sebanyak 26 orang (57,8%) dan lebih sedikit dengan PHBS buruk sebanyak 19 orang (42,2%). 4.3.2. Kejadian Diare Untuk melihat distribusi frekuensi kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat No 1 2 Kejadian Diare Tidak Diare Diare Jumlah Jumlah 27 18 45 Persentase 60,0 40,0 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kejadian diare pada bayi 0-6 bulan di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkap lebih banyak dengan tidak diare sebanyak 27 orang (60,0%) dan lebih sedikit dengan diare sebanyak 18 orang (40,0%). 40 41 4.3. Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan variabel hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut ini: 4.3.1. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat Untuk melihat mengetahui hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat PHBS Baik Buruk Kejadian Diare Tidak Diare Diare n % n % 23 88,5 3 11,5 4 21,1 15 78,9 Total ρ n 26 19 % 100 100 0,000 Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa dari 26 orang dengan PHBS baik terdapat tidak diare sebanyak 23 orang (88,5%) dan diare sebanyak 3 orang (11,5%). Sedangkan diantara PHBS buruk terdapat tidak diare sebanyak 4 orang (21,1%) dan diare sebanyak 15 orang (78,9%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai ρ=0.001< α (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 41 42 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Hasil penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat ditemukan dengan PHBS buruk dengan persentase sebesar 42,2%. Mengacu pada hasil tersebut dapat dijelaskan PHBS ibu memang lebih banyak dengan dengan PHBS baik, namun persentase PHBS buruk cukup tinggi. Keadaan ini menunjukkan masih banyak PHBS rumah tangga yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga banyak mengalami diare. Keadaan ini perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan kesehatan di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat tentang perilaku hidup bersih dan sehat sehingga keluarga dapat meningkatkan PHBS dan dapat mencegah terjadinya diare pada anak. Pada penelitian ini masih banyak ibu tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyediakan dan memberikan makan bayi. Dan ibu yang sudah cuci tangan pun belum semuanya mencuci tangan di air yang bersih dan mengalir. PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah tangga merupakan suatu bagian masyarakat terkecil di mana perubahan perilaku dapat membawa dampak besar dalam kehidupan dan tingkat kesehatan anggota keluarga di 42 43 dalamnya (Dewan Redaksi Bulletin Warta RSUD, 2009). PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. 5.2. Kejadian Diare Hasil penelitian tentang kejadian diare kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat yang mengalami kejadian diare pada bayi 0-6 bulan sebesar 40,0%. Keadaan ini menunjukkan cukup tinggi kejadian diare pada bayi 0-12 bulan di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.13 Berdasarkan hasil penelitian diatas perlu pemberantasan agar tidak terjadi keadaan diare. Karena angkat kejadian diare pada bayi cukup tinggi, diare yang terjadi pada anak bisa mengakibatkan hal buruk pada bayi. Pemutusan mata rantai yang mengakibatkan bayi diare perlu diperhatikan oleh ibu sehingga kejadian diare pada bayi tidak terjadi. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi dengan 43 44 perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005). 5.3. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-12 Bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat Hasil penelitian tentang PHBS ditemukan dengan PHBS buruk mengalami kejadian diare sebesar 78,9%. Uji statistik chi square menunjukkan variabel PBHS dengan nilai p value < α (0,05) maka terdapat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik PHBS akan menurunkan kejadian diare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih ibu dalam sangat berhubungan dengan kejadian diare. Untuk itu perlu peningkatakan perilaku hidup bersih pada ibu terutama saat merawat anak, sebelum menyediakan dan memberikan makan bayi sebaiknya ibu mencuci tangan terlebih dahulu dengan mempergunakan sabun dan air yang mengalir sehingga kuman-kuman yang ada ditangan ibu sudah tidak ada. Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita di Puskesmas Sinokidul adalah ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penelitin ini sesuai dengan penelitian Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah menggunakan air sumur, minum air yang tidak dimasak, 44 45 sumur < 10 meter, tidak mempunyai jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat sampah dan tidak cuci tangan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Oktania K (2012) bahwa tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita 1-3 tahun studi kasus di desa Tegowanu Wetan Kacamatan Tegowanu Grobongan diperoleh bahwa ada hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS dengan kejadian diare dengan p value 0,025. Penelitian lain yang serupa adalah penelitian Hamzah B (2012) tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare pada balita di kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012 diperoleh bahwa ada hubungan antara penggunaan air bersih, kebiasaan ibu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, penggunaan jamban, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012. Penelitian Kusumaningrum, dkk (2011) yang menemukan bahwa ibu-ibu yang memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan baik, balitanya kecil kemungkinan untuk terkena diare dibandingkan dengan ibu-ibu yang memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan kurang baik. Begitu pula penelitian Kusumawati, dkk (2011) menemukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan kejadian diare pada balita. Pratama (2013) juga menemukan bahwa ada ada hubungan antara mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak makan dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sumurejo. 45 46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Hasil penelitian tentang perilaku hidup bersih dan sehat ditemukan dengan PHBS buruk dengan persentase sebesar 42,2%. 2. Hasil penelitian tentang kejadian diare kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat yang mengalami kejadian diare pada bayi 0-6 bulan sebesar 40,0%. 3. Terdapat hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 1-12 bulan di Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat. 6.2. SARAN 1. Disarankan kepada instansi kesehatan dalam hal ini Kelurahan Sambirejo Kabupaten Langkat untuk melakukan program penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 2. Bagi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin terhadap kejadian diare pada balita 3. Kepada peneliti selanjutnya untuk lebih lanjut meneliti mengenai permasalahan yang sama, namun dengan variabel yang berbeda dalam hubungannya tentang kejadian diare pada balita seperti status gizi. 46 47 DAFTAR PUSTAKA Kusumaningrum, Arie, dkk. 2011. Pengaruh PHBS Tatanan Rumah Tangga Terhadap Diare Balita di Kelurahan Gandus Palembang. Prosiding Seminar Nasional Keperawatan Universitas Riau. http://eprints.unsri.ac.id/889/1/ makalah _PHBS_keluarga_diare.pdf Diakses 20 Oktober 2012. Kusumawati, Oktania, dkk. 2011. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 -3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu Wetan. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index .php/ilmu keperawatan/ article/downloa /69/108 Diakses 20 Oktoer 2012. Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. JKM Vol. 2 No. 1. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/1577/1575 Diakses 12 Oktober 2012. Oktania K, 2012, Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita 1-3 Tahun Studi Kasus di Desa Tegowanu Wetan Kacamatan Tegowanu Grobongan, STIKES Telogorejo Semarang. Hamzah B, 2012, Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 2012 47 48 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PEMBERIAN PASI PADA BAYI 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG. IDENTITAS RESPONDEN No. Responden : 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Pekerjaan : B. PERILAKU PHBS 1. Apakah ibu cuci tangan dengan air yang mengalir terlebih dahulu sebelum memberikan makan kepada anak a. Ya b. Tidak 2. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun a. Ya b. Tidak 3. Apakah ibu membuang sampah pada tempatnya? a. Ya b. Tidak 4. Apakah ibu buang air besar/air kecil di jamban? a. Ya b. Tidak 5. Apakah setelah menggunakan jamban harus disiram dengan air yang cukup? a. Ya b. Tidak 6. Apakah ibu menggunakan air bersih? a. Ya b. Tidak 48 49 C. KEJADIAN DIARE 1. Apakah anak ibu dalam keadaan mencret saat ini? a. Ya b. Tidak Apabila Ya lanjut ke nomor 2 2. Berapa kali dalam sehari?...... 49 50 MASTER PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Umur 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 Pendidikan 2 1 1 2 1 1 1 0 3 2 0 3 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 2 1 2 1 2 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 2 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 PHBS 3 4 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 50 5 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 6 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 PTOT 3 2 6 4 5 4 3 3 3 5 3 4 4 3 3 6 3 4 4 6 5 4 5 4 6 4 3 3 3 4 6 2 3 6 3 PK 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 Diare 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 51 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 51 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 2 3 6 5 4 3 3 6 5 4 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 52 Frequencies Umur Valid < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Total Frequency 3 26 16 45 Percent Valid Percent 6.7 6.7 57.8 57.8 35.6 35.6 100.0 100.0 Cumulative Percent 6.7 64.4 100.0 Pendidikan Frequency Valid SD SMP SMA PT Total 3 19 20 3 45 Percent 6.7 42.2 44.4 6.7 100.0 Valid Percent 6.7 42.2 44.4 6.7 100.0 Cumulative Percent 6.7 48.9 93.3 100.0 Pengetahuan Valid Baik Buruk Total Frequency 26 19 45 Percent 57.8 42.2 100.0 Valid Percent 57.8 42.2 100.0 Cumulative Percent 57.8 100.0 Diare Valid Tidak Diare Diare Total Frequency 27 18 45 Percent Valid Percent 60.0 60.0 40.0 40.0 100.0 100.0 52 Cumulative Percent 60.0 100.0 53 Crosstabs Pengetahuan Total Pengetahuan * Diare Crosstabulation Diare Tidak Diare Diare Baik Count 23 3 Expected Count 15.6 10.4 % within Pengetahuan 88.5% 11.5% Buruk Count 4 15 Expected Count 11.4 7.6 % within Pengetahuan 21.1% 78.9% Count 27 18 Expected Count 27.0 18.0 % within Pengetahuan 60.0% 40.0% Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a 20.784 1 .000 18.071 1 .000 Exact Sig. (2-sided) Total 26 26.0 100.0% 19 19.0 100.0% 45 45.0 100.0% Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio 22.418 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear 20.323 1 .000 Association N of Valid Cases 45 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.60. b. Computed only for a 2x2 table 53