Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Penggunaan Citra Untuk Memantau Perubahan Dan Kerusakan Kawasan Pantai Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 32 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global PENGGUNAAN CITRA UNTUK MEMANTAU PERUBAHAN DAN KERUSAKAN KAWASAN PANTAI Oleh: DR. Ris Riadika Mastra Pusinfo Kelautan, Dept. Kelautan dan Perikanan ABSTRAK Kawasan Pesisir merupakan daerah yang sangat rawan berubah akibat dari pengaruh lingkungan, karena interaksi yang sangat kuat atas ekosistem baik di hulu maupun di laut. Tekanan penduduk yang banyak bermukim di daerah pesisir yang secara sejarah menjadikan kawasan pesisir sebagai titik tolak pembangunan kebudayaan manusia, menjadikan kawasan ini rentan atas perubahan dan kerusakan, disamping yang diakibatan olehalam. Dengan teknologi maju di bidang per“citra”an, baik teknologi foto udara maupun teknologi pengideraan jauh dengan satelit (Landsat, SPOT, IKONOS dsb), perubahan dan kerusakan kawasan pesisir dicoba untuk “dilihat”. Mengingat kepentingan dan luasan dari cakupan kawasan pesisir yang sangat beragam, penggunaan citra untuk memantau perubahan dan kerusakan kawasan pesisir harus disesuaikan dengan dengan tujuan tersebut, daerah yang mencakup areal yang sangat luas mungkin dipergunakan cakupan citra yang luas juga demikian sebaliknya disamping faktor biaya yang terpakai untuk pengadaan citra tersebut. Dibawah ini penggunaan citra baik foto udara, citra IKONOS, SPOT maupun Landsat diaplikasikan untuk memantau perubahan dan kerusakan kawasan pesisir. 1. PENDAHULUAN Wilayah pesisir di Indonesia memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, hutan bakau (mangrove), estuaria, padang lamun dan lain sebagainya. Sumber daya hayati di kawasan ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu wilayah pesisir juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang cukup tinggi nilai ekonomisnya. Dalam satu dekade belakangan ini, laju pemanfaatan sumber daya pesisir mulai intensif untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan kebutuhan lahan pesisir untuk permukiman mereka. Hampir semua kota besar di Indonesia berada di wilayah. pesisir, yang berfungsi menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan industri dan berbagai sektor lainnya. Banyak pembangunan sektoral, regional, swasta dan masyarakat mengambil tempat di kawasan pesisir, seperti reklamasi pantai baik untuk sektor perikanan, pariwisata, maupun pengerukan Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 33 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global untuk pertambangan lepas pantai, dan pembangunan untuk menunjangn sarana perhubungan. Pertumbuhan populasi penduduk di wilayah pesisir meningkat pesat yang disertai dengan berkembangnya kebutuhan akan sumber daya pesisir sehingga menimbulkan tekanan terhadap fungsi ekosistem pesisir. Diperkirakan 60% dari populas'i penduduk, dan 80% dari lokasi 'industri berada di wilayah pesisir. Berkembangnya berbagai kepentingan tersebut membuat wilayah pesisir menyangga beban lingkungan yang berat akibat pemanfaatan yang tak terkendali, tidak teratur, serta tidak mempertimbangkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Hal ini diperberat oleh kenyataan bahwa wilayah pesisir rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam karena pengaruh besar dari daratan dan lautan seperti tsunami, kenaikan paras muka air laut dan lain-lain. Pencemaran, erosi, sedimentasi, penyumbatan muara, gempuran gelombang, intrusi air laut, adalah beberapa kejadian umum yang selalu dialami di wilayah pesisir Indonesia. Kejadiankejadian tersebut dapat menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir yang di kawasan-kawasan tertentu sudah sampai pada tingkat yang mengancam kapasitas berkelanjutan dari ekosistem pesisir dan lautan di masa-masa mendatang. Dengan adanya teknologi inderaja yang meliput permukaan bumi dengan berbagai skala dan ketelitian, diharapkan perubahan dan kerusakan yang terjadi dapt ‘dilihat’ secara cepat dan tepat. Banyak metoda yang dapat dipergunakan dalam ‘melihat’ perubahan dan kerusakan tersebut yang umumnya berupa “Land Cover Change Detection”, perubahan liputan lahan yang mungkin akibat kerusakan oleh alam maupun oleh manusia, peruhan lahan untuk pembangunan dan sebagainya. Penggunaan citra untuk ‘melihat’ kondisi kawasan pesisir yang Gambar 1, Perubahan unsur dipantai (A,B,C dan D) akibat aktifitas manusia dan alam 2. PERTAHANAN PANTAI Untuk mempertahankan keadaan pesisir agar tidak rusak, kesehatan populasi mangrove dan terumbu karang adalah indikator pertama. Jika kerusakan mangrove akibat over eksploitasi oleh manusia, maka kahancuran ekosistem pantai sudah dapat dipastikan dengan berjalannya waktu, untuk itu perlu dikenal kedua komponen tersebur agar dapat diprioritaskan pelestariannya sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 34 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem yang paling produktif dan merupakan sumber hara untuk perikanan pantai. Hutan ini menyokong kehidupan sejumiah besar spesies binatang dengan menyediakan tempat berbiak, berpijah dan makan. Spesies tersebut meliputi berbagai jenis burung, ikan, kerang dan krustasea seperti udang, kepiting. Hutan bakau juga berfungsi sebagai pelindung pantai dan penstabilisasi dan berperan sebagai penyangga pencegah erosi yang disebabkan oleh arus, gelombang dan angin. Mereka juga memainkan peranan penting sebagai pengendaii banjir dan pemelihara permukaan air di bawah tanah. Perakaran yang kokoh dari mangrove (khususnya Rhizopora Sp) memiliki kemampuan untuk meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan badai. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning ground) beberapa hewan perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan. Berbagai manfaat barang dan jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat diperoleh dari hutan mangrove, seperti kayu bakar/arang, bahan bangunan, perlengkapan penangkapan ikan, pupuk, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan, minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin dan tempat rekreasi. Terdapat 3 (tiga) parameter ekologi yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas substrat. Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis, meskipun pada beberapa belahan dunia non-tropis juga kita jumpai adanya terumbu karang. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisms karang (filum Snedaria, klas Anthozoa,, ordo Madreporaria dan Scleractinia), alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kaisium karbonat (Nybakken, 1988). Terdapat dua kelompok karang, yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah terletak pada kemampuan karang hermatifik di dalam menghasilkan terumbu dalam volume yang lebih besar karena adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatiflk. Karang hermatifik hanya dapat kita jumpai di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seturuh dunia. Terdapat empat macam tipe struktur terumbu karang yang umum dijumpai di Indonesia,, yaitu terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef),, terumbu karang cincin atau atoll serta terumbu karang takat (patch reefs atau platform reefs). Terumbu karang tepi merupakan tipe yang paling umum. Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 35 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global 3. FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN EKOSISTIM PESISIR Dilihat dari penyebabnya, kerusakan ekosistem pesisir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Kerusakan karena faktor alam. Contoh-contoh penyebab kerusakan ekosistem pesisir karena faktor alam adalah gempa, tsunami, badai, banjir, el-Nino, pemanasan global, predator. b. Kerusakan akibat aktivitas manusia atau antropogenik. Contoh-contoh penyebab kerusakan akibat aktivitas manusia adalah penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang membahayakan (dinamit/bahan peledak, racun/tubalpotas), penambangan karang dan pasir, reklamasi, limbah pertanian, sedimentasi sebagai akibat di daerah hulu karena penebangan dan penggundulan hutan, limbah sisa buangan baik dari aktivitas rumah tangga maupun industri yang ada di daerah daratan, pembuangan jangkar perahu nelayan, konversi mangrove untuk peruntukan lain seperti pembukaan tambak garam, ikan, maupun udang, penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan bahan baku kertas. Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida, dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas. Kegiatan perikanan destruktif ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan tradisional, tetapi juga oleh nelayan-nelayan modern dan juga nelayan asing yang melakukan kegiatan pencurian ikan di perairan nusantara. Hal yang sama juga terjadi pada ekosistem hutan mangrove. Penyebab penurunan luasan mangrove tersebut adalah karena adanya peningkatan kegiatan yang mengkonversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain seperti pembukaan tambak, pengembangan kawasan industri dan permukiman di kawasan pesisir serta penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan kayu bakar, arang dan bahan bangunan. 4. CITRA INDERAJA Melihat kondisi awal dari keadaan pesisir atau tepatnya ekosisitem pesisir, maka perlu dicari suatu cara untuk memantau dan melihat perubahan lingkungan pesisir yang diakibatkan oleh hal-hal yang telah disebutkan diatas. Citra inderaja (=penginderaan jarak jauh) adalah suatu alternatif yang baik dipergunakan selain survei langsung ke lokasi. Citra Inderaja adalah rekaman permukaan bumi dari jarak tertentu yang dapat diinterpretasikan untuk mengetahui jenis unsurnya (dengan menerapkan 8 kunci interpretasi) dengan tanpa menyentuh langsung objectnya. Jadi yang termasuk citra disini adalah : rekaman foto udara (B/W maupun Color), citra SPOT-Perancis, Citra IKONOS, Citra Landsat-USA atau citra Radar, dsb. Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 36 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Didalam makalah ini kombinasi penggunaan citra dari berbagai hasil rekamam dipergunakan untuk melihat hasil perubahan tutupan yang dapat direkam minimal dengan selang waktu yang berbeda (multi temporal images) dan dengan menerapkan metoda RGB untuk melihat ketepatan lokasi unsur yang berubah tersebut. Tetapi dengan adanya citra IKONOS yang mempunyai resolusi sampai dengan 1 meter, maka dengan cara visualpun sebenarnya sudah dapat diketahui perubahan tersebut, tapi untuk mengetahui secara tepat unsur mana yang berubah kembali metoda R-G-B dipergunakan, gambar 3, dan 4 menyajikan contoh penerapan metoda tersebut. Dari rekaman suatu citra (foto udara, citra satelit) dapat dilihat keadaan tutupan pada saat citra direkam. Sedangkan untuk melihat perubahan, kerusakan liputan lahan/ kondisisi pantai, pesisir, terumbu karang, mangrove dsb; maka perlu di pergunakan minimum dua citra yang berlainan saat perekamannya. Hal ini dimaksud agar dapat dilihat apakah citra yang terdahulu berbeda dengan citra yang sekarang. Jika terjadi perbedaan, maka hal tersebut dikatakan perubahan tutupan (liputan lahan untuk didarat). Sedangkan perbedaan tutupan tersebut apakah akibat pembangunan, bencana alam ataupun kerusakan, hal ini hanya dapat dibuktikan jika dilaksakan survei lapangan (groud check). Jika diinginkan suatu hasil statistik prihal seberapa luasan dari perubahan/ kerusakan dari tutupan tersebut, maka perlu dipergunakan metoda kombinasi band dengan memberikan ciri warna yang diambil dari sifat warna primer untuk cahaya yaitu Red, Blue dan Green (lihat gambar 2) , jika citranya hanya dua waktu maka dipergunakan hanya dua warna pilihan tersebut (Red~Blue atau Red~Green atau Green~Blue). Jika Red~Green yang dipilih, citra pertama merah dan citra kedua hijau, maka akan terjadi pergeseran warna dari Merah (red) ~ Yellow (kuning) ~ Green (hijau), artinya semua citra dengan warna merah adalah unsur yang hanya ada di citra pertama sedang warna hijau menyatakan unsur yang hanya terdapat di citra kedua dan warna kuning menyatakan tidak berubah keduanya. Gambar 2, Warna Primer dan warna secunder dari system RGB Hasil perubahan liputan lahan tersebut baru dapat dilihat apakah terjadi kerusakan, pembangunan, dan berapa tingkat kerusakannya. Untuk melihat hal-hal tersebut diatas Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 37 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Gambar 3. Aplikasi RG untuk melihat areal yang berubah (tanda panah) Gambar 4. Perubahan tutupan lahan akibat reklamasi pantai (Muarabaru Jakarta) dan aplikasi RG untuk melihat perubahan secara detail. Perusakan Terumbu Karang Seperti telah dijelaskan diatas kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida, dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas. Disamping itu juga masalah pencemaran berpengaruh sekali atas kerusakan terumbu karang hal ini dapat dilihat contoh dari daerah karang di pulau seribu, Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 38 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut dan pesisir terumbu karang khususnya, pencemaran merupakan faktor yang paling penting. Hal ini disebabkan karena pencemaran tidak saja dapat merusak atau mematikan komponen biotik (hayati) perairan, tetapi dapat pula membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan manusia yang memanfaatkan biota atau perairan yang tercemar Seperti kita sudah ketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pencemaran laut yang dapat merusak terumbu karang adalah: 1. Erosi dan sedimentasi, sebab utamanya adatah adanya penggundulan hutan di daerah hulu, penambangan pasir di sungai-sungai dan laut. erosi pantai, pengembangan daerah pantai tanpa mengindahkan kaidah dinamika pantai. 2. Aktivitas pertanian, misainya penggunaan pestisida. 3. Limbah kota. misainya hasil buangan penduduk, perkantoran dan lain-lain. 4. Minyak. akibat pemeliharaan bangunan, anjungan minyak, dan pencucian kapal di laut,, serta akibat kecelakaan kapal tanker. 5. Pengoperasian PLTU, air buangan menyebabkan temperatur perairan menjadi tinggi. 6. Buangan hasil industri. Pencemaran oleh industri ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti : a. Perencanaan kawasan industri yang tidak teratur. b. Berbaurnya permukiman dan kawasan indutri akibat perencanaan tata kota yang kurang baik. c. Tidak tersedianya fasilitas pengolah limbah pada kawasan industri. Beberapa contoh dari perubahan kerusakan terumbu karang akibat aktivitas manusia di daerah kep. Seribu, seperti p. Pari (akibat pengambilan karang dan peruntukan areal pantai menjadi tempat penanaman rumput laut), p. Harapan, P Besar di Flores (akibat tsunami) dan contoh pergerakan arus dan limbah minyak yang terlihat di selat Madura. Di Surabaya, dan di selat Madura kondisi perairan lautnya juga mengalami pencemaran. Ini sesuai dari hasil penelitian oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya. Gambar 5. P.Pari, sebelum boom rumput laut dan di sebelah kanan setelah ditanami rumput laut, daerah yang berwarna terang adalah daerah terumbu karang yang rusak (’86-’96) Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 39 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Gambar 6, P Besar di Flores, sebelum dan setelah Tsunami, kerusakan tidak terlalu nyata, karena kurangnya intervensi manusia(’94-‘2000) Gambar 7. Arus dan polutan (sedimen, minyak) di daerah selat Madura, dengan TM (’94) dan SPOT (’92) Gambar 8. Perkembangan perubahan / perusakan P. Harapan (kep. Seribu) akibat tekanan penduduk, karang pada gambar di sebelah kiri terlihat masih baik dan yang paling kanan banyak sedimen akibat aktivitas penduduk. (’89-’96-dan ’89) Dengan membandingkan citra-citra yang multi temporal maka kita dapat melihat dengan baik perubahan / kerusakan dari lingkungan pesisir dan pantai apalagi jika citra tersebut diolah dengan Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 40 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global metoda Green_Blue atau kombinasi yang lainnya. Ini jelas sangat membantu untuk mengetahui “perjalanan” perubahan / kerusakan yang terjadi. Tumpahan Minyak Perairan Indonesia merupakan jalur transportasi yang strategis yang menghubungkan negara-negara dari benua Asia maupun Eropa yang akan menuju ke Asia Tenggara maupun Australia ataupun sebaliknya serta terietak diantara negara-negara produsen minyak di bagian barat dan negara-negara konsumen di bagian timur. Untuk mendeteksi tumpahan minyak, citra inderaja sangat baik menampilkan nuansa yang berbeda antara minyak dan air laut. Citra indraja aktif (radar), pada gambar 9. dan citra indraja pasif (TM, SPOT dsb) keduanya dapat memberikan gambar yang baik prihal tumpuahan miyak tersebut. Dengan mengetahui areal tumpahan yang “terlihat” pada citra, tentu dapat diprediksi arah dan cakupan kerusakan yang ditimbulkan, sehingga jika ke arah pantai penyebarannya maka tingkat kerusakannyapun dapat diketahui dengan baik. Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 41 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Dari seluruh perairan Indonesia, wilayah yang rentan terhadap pencemaran yang diakibatkan oleh tumpahan minyak adalah Setat Malaka, Selat Makasar, Pelabuhan, dan jalur-jalur laut atau selat yang diialui oleh tangker. Sebagai contoh, Selat Malaka dilalui oleh sekitar 200 hingga 300 kapal pengangkut migas perbulannya, termasuk diantaranya supertanker dan 90 tanker dan 30 tanker gas alam cair. Dengan bantuan citra radar SAR, tumpahan ini sering lebih terdeteksi didaerah pantai karena adanya aktivitas biologis yang lebih aktiv terutama pada musim panas atau daerah panas terutama jika adanya arus bawah air yang memcampur tumpahan dengan aktivitas biologis pantai, dan ini terlihat dari gambar 9 – (tanda panah putih), dimana bentukan alur terang-gelap saling melingkar membentuk pola yang manis. Gambar 9. Tumpahan Minyak terdeteksi dengan citra SAR Kesimpulan Dari beberapa uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa citra inderaja secara baik dapat memberikan informasi prihal perubahan tutupan “lahan”, dengan mempergunakan citra yang multi temporal. Tetapi untuk mengetahui kerusakan, terutama untuk tingkat kerusakannya, citra hanya dapat memberikan indikasi dan detailnya harus dibarengi dengan survei lapangan. Makin besar resolusi citra yang dipergunakan, makin baik detailnya terlihat dan makin banyak interval waktu perekaman citra juga makin teliti melihat setiap perubahan yang terjadi tetapi makin mahal harga yang harus dibayar untuk perolehan citra tersebut. Penggunaan metoda kombinasi warna untuk melihat dengan tepat perubahan/ kerusakan yang terjadi, dapat membantu ketepatan lokasi perubahan/ kerusakan tersebut. Dengan mengetahui hal-hal penyebab kerusakan ekosistem pantai dan pesisir maka dapat diambil tindakan awal untuk mengurangi tingkat kerrusakan yang lebih parah. Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 42 Studi Dampak Timbal balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global Daftar Pustaka Alpers, W. and 1. Hennings, 1984. A theory of the imaging mechanism of underwater topography by real and synthetic aperture radar. Journal of Geophysical Research 89: 10,52910,546. Alpers', W., 1985. Theory of radar imaging of internal waves. Nature. 314: 245-247. Alpers, W. and P.E. La Violette, 1992. Tide-generated nonlinear internal wave packets in the Strait of Gibraltar observed by the synthetic aperture radar aboard the ERS-1 satellite. DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), 2001, Bahan Rapat Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Komisi VIII DPR-RI, 13 Maret 2001 Riadika Mastra, 1999, Aplikasi SAR untuk Marin, Majalah Ilmiah GLOBE Vol 1, no. 2 Desember 1999 Interpretasi Citra Lansat untuk Memprediksi Tingkat Kerusakan Kawasan Pantai halaman - 43