BAB III OBJEK DAN METODELOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Perkembangan PDB Indonesia PDB merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk negara tersebut dan penduduk/perusahaan negara lain. Melalui pengamatan terhadap perubahan PDB, kita dapat mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan nasional yang merujuk pada PDB dari tahun ke tahun. Tabel 3.1 Perkembangan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 1992-2009 (dalam Milyar Rupiah) Laju PDB Tahun Pertumbuhan (Milyar Rp) (%) 999.721 1992 1993 1.151.720 15,27 1994 1.238.570 7,54 1995 1.340.380 8,22 1996 1.445.170 7,82 1997 1.513.090 4,70 1998 1.314.470 -13,13 1999 1.324.870 0,79 2000 1.389.770 4,90 2001 1.442.980 3,83 2002 1.506.120 4,38 2003 1.577.170 4,72 2004 1.657.110 5,07 2005 1.750.810 5,65 2006 1.847.120 5,50 2007 1.963.092 6,28 2008 2.082.104 6,06 2009 2.176.975 4,56 Sumber : Bank Indonesia 30 Berdasarkan Tabel 3.1 diperlihatkan perkembangan PDB nasional dari tahun 1992-2009, secara makro PDB nasional atas dasar harga konstan 2000 cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1992 PDB nasional atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp. 999.721 milyar dan di tahun 2009 telah menjadi Rp. 2.176.975 milyar. Walaupun demikian PDB Indonesia ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi bahkan sempat mengalami kontraksi yang sangat tinggi pada tahun 1998. Dalam menjaga fluktuasi laju pertumbuhan ekonomi sebelum terjadinya krisis ekonomi pemerintah mulai mengubah kebijakannya dengan sasaran utama mendorong ekspor non-migas dan pengerahan tabungan masyarakat. Untuk meningkatkan ekspor non-migas, pemerintah mendorong sektor swasta untuk berperan lebih besar dalam pembangunan ekonomi. Sementara upaya pengerahan dana masyarakat dilakukan melalui pengembangan pasar keuangan. Hal itu ditandai oleh kebijakan deregulasi perbankan dan pasar modal yang diikuti oleh liberalisasi capital inflows. Sementara, di sisi sektor riil, Pemerintah mulai membuka pasar domestik melalui penurunan tarif, pengurangan Daftar Negatif Investasi yang didukung oleh kebijakan makro yang prudent. Berbagai kebijakan di atas berhasil mendorong rata-rata pertumbuhan ekonomi hingga mencatat angka 7,83 % selama 1992-1996. Namun, selama masa ini juga ditandai oleh akumulasi utang luar negeri yang terus membengkak dan kondisi perbankan yang fragile hingga berujung pada krisis ekonomi di tahun 1997-1998. Setelah krisis ekonomi, ekonomi Indonesia kembali mengalami perlambatan pertumbuhan. 31 Sebelum tahun 1997, perkembangan perekonomian di Indonesia sangat mengagumkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 7% per tahun. Indonesia juga disejajarkan dengan negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang, Korsel, dan Taiwan yang lebih maju perekonomiannya. Sayangnya perekonomian Indonesia tidak diimbangi dengan fundamental perekonomian yang kuat tetapi lebih banyak dipenuhi oleh investasi jangka pendek yang tidak dijaminkan yang sarat dengan resiko. Krisis ekonomi dan keuangan yang awalnya melanda Thailand berdampak pada perekonomian negara-negara Asean, tidak terkecuali Indonesia. Bahkan kontraksi perekonomian Indonesia lebih besar dibandingkan negara lainnya. Pada tahun 1998, kontraksi ekonomi di Indonesia adalah -13,%. Bandingkan dengan kontaraksi Malaysia -7,5%, dan Thailand -9,4%. Kekhawatiran para investor terhadap membesarnya pinjaman jangka pendek pihak swasta dan perbankan Indonesia tanpa perlindungan fluktuasi kurs devisa, disertai kecemasan melebarnya krisis moneter di Thailand mendorong mereka untuk menarik modal mereka dari Indonesia (Thee, 2001). Penarikan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kerugian akibat depresiasi rupiah yang berlanjut dengan terjadinya krisis ekonomi. Memburuknya perekonomian di Indonesia semakin diperparah dengan kegagalan recovery perbankan Indonesia dan moral hazard penguasa. Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998, maka sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Pada tahun 1999 ekonomi bertumbuh sekitar 0,8%, tahun 2000 sekitar 4,8%, dan sampai tahun 2007 tercatat sebesar 6,28%. Peningkatan pertumbuhan ini 32 memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target yang diinginkan yaitu rata-rata di atas 5%. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian telah berjalan ke arah yang diharapkan. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi ekonomi dunia. Pada kedua tahun tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung turun dari 6,28% menjadi 6,06% dan tahun 2009 hanya tercatat 4,56%. 3.1.2 Perkembangan Ekspor Bersih Indonesia Ekspor bersih merupakan selisih antara ekspor dan impor Sebagai gambaran tabel di bawah ini menunjukkan perkembangan nilai net ekspor Indonesia dari tahun 1992-2009. Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tabel 3.2 Perkembangan Ekspor Bersih Indonesia Tahun 1992-2009 (dalam Juta US$) Ekspor Impor Ekspor Bersih (juta US$) (juta US$) (juta US$) 33.967 27.305 6.662 36.823 28.328 8.495 40.053 31.984 8.069 45.418 40.629 4.789 49.815 42.929 6.886 53.444 41.680 11.764 48.848 27.337 21.511 49.665 28.003 21.662 62.124 33.515 28.609 56.321 30.962 25.359 57.159 31.229 25.930 62.527 33.086 29.441 69.714 46.180 23.534 85.660 57.701 27.959 100.690 61.078 39.612 114.100 74.473 39.627 137.020 129.197 7.823 116.510 96.829 19.681 Sumber : Bank Indonesia 33 Berdasarkan tabel 3.2 di atas ini selama kurun waktu 1992-2009, nilai net ekspor Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu dari 6.662 juta US$ pada tahun 1992 naik menjadi 19.681 juta pada tahun 2009. Pertumbuhan net ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1998 yaitu sebesar 59,0% yang disebabkan oleh peningkatan harga minyak di pasaran internasional. Sedangkan pertumbuhan ekspor terendah dicapai pada tahun 1999 yaitu sebesar –31,2% pada saat Indonesia mengalami krisis finansial. Pada saat itu, rupiah mengalami apresiasi sehingga tahun berikutnya ekspor mengalami peningkatan yang cukup signifikan di mana peningkatan ekspor diimbangi oleh penurunan impor. Beberapa tahun terakhir ini net ekspor Indonesia mengalami penurunan yang signifikan khususnya di tahun 2008 dimana ekspor bersih hanya tercatat sebesar 7.823 juta US$. Hal ini disebabkan karena terjadinya krisis global, sehingga berdampak pada turunnya ekspor di satu sisi sementara impor walaupun mengalami penurunan tetapi penurunan ekspor jauh lebih tinggi, sehingga ekspor bersih mengalami penurunan yang signifikan kendatipun tidak negatif. 3.1.3 Perkembangan Investasi Pembentukan modal tetap domestik bruto mencakup pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam negeri ataupun barang bekas yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian investasi dalam penelitian ini diukur oleh pembentukan modal domestik bruto menurut harga konstan 2000. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. 34 Tabel 3.3 Perkembangan Investasi Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 1992-2009 (dalam Milyar Rupiah) Tahun Pembentukan Investasi Bruto (Milyar Rp) 1992 274.116 1993 283.944 1994 302.681 1995 344.318 1996 392.505 1997 450.687 1998 487.984 1999 326.911 2000 273.406 2001 275.881 2002 293.793 2003 307.585 2004 310.777 2005 354.561 2006 389.757 2007 403.719 2008 441.614 2009 493.222 Sumber : Bank Indonesia Laju Pertumbuhan (%) 3,6 6,6 13,8 14,0 14,8 8,3 -33,0 -16,4 0,9 6,5 4,7 1,0 14,1 9,9 3,6 9,4 11,7 Berdasarkan tabel 3.3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan investasi atas dasar harga konstan 2000 tertinggi dicapai pada tahun 1992 dan 2004 yaitu sebesar 14,7%, hal ini menyebabkan terjadinya perluasan produksi yang tentu saja menyebabkan terjadinya peningkatan pada pendapatan negara. Pertumbuhan investasi riil terendah dicapai pada tahun 1999, dimana krisis ekonomi mencapai puncaknya menyebabkan apresiasi nilai rupiah sehingga investasi riil turun dengan drastis yaitu sebesar –33,0% dan 16,4% pada tahun 2000. Selain krisis, penurunan juga disebabkan oleh karena meningkatnya faktor ketidakpastian, gangguan keamanan, ketidakpastian hukum serta fungsi intermediasi perbankan 35 yang belum pulih sepenuhnya yang menyebabkan investor baik dalam negeri maupun luar negeri tidak mau berinvestasi di Indonesia. 3.1.4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini. Selama kurun waktu 1992-2009, pengeluaran pemerintah di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu dari Rp 103.733 milyar rupiah pada tahun 1992 menjadi Rp 172.115 milyar rupiah pada tahun 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 3.4. Tabel 3.4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 1992-2009 (dalam Milyar Rupiah) Laju Pengeluaran Pemerintah Tahun Pertumbuhan (Milyar Rp) (%) 1992 103.733 1993 103.925 0,19 1994 106.320 2,30 1995 107.745 1,34 1996 111.855 3,81 1997 110.714 -1,02 1998 93.695 -15,37 1999 94.346 0,69 2000 90.780 -3,78 2001 97.646 7,56 2002 110.334 12,99 2003 121.404 10,03 2004 126.249 3,99 2005 136.425 8,06 2006 147.564 8,16 2007 153.310 3,89 2008 169.297 10,43 2009 172.115 1,66 Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan tabel 3.4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan pengeluaran pemerintah tertinggi dicapai pada tahun 1999 kenaikan mencapai 12,99%, dan 36 terendah dicapai pada tahun 1998 mencapai -15,37%. Pada tahun 2009 pengeluaran pemerintah sebesar Rp 172.115 milyar rupiah, hal ini menyebabkan terjadinya perluasan produksi yang tentu saja menyebabkan terjadinya peningkatan pada pendapatan negara. 3.1.5. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia Tenaga kerja adalah faktor utama dalam perekonomian. Tenaga kerja adalah salah satu dari sumber daya yang dapat memproduksi barang dan jasa. Dengan demikian tenaga kerja merupakan sumberdaya ekonomi untuk memproduksi barang dan jasa. Perkembangan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Perkembangan Jumlah Tenaga kerja Tahun 1992-2009 (dalam ribu orang) Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Tenaga Kerja (ribu orang) Pertumbuhan (%) 76.423 78.518 79.210 82.039 80.110 85.702 85.406 87.672 88.817 89.838 90.807 91.647 92.881 93.722 93.958 95.177 97.583 102.553 2,74 0,88 3,57 -2,35 6,98 -0,35 2,65 1,31 1,15 1,08 0,93 1,35 0,91 0,25 1,30 2,53 5,09 Sumber : Badan Pusat Statistik 37 Tabel 3.5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia dari tahun-ketahun menunjukan tren yang meningkat. Pada tahun 1992 jumlah tenaga kerja yang terserap diberbagai sektor ekonomi baru berjumlah 76.423 ribu orang, enam tahun kemudian tepatnya pada tahun 1995 menjadi 82.039 ribu orang. Peningkatan jumlah tenaga kerja tersebut nampak masih terjadi untuk tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2000 jumlah tenaga kerja sebanyak 88.817 ribu orang dan menjadi 93.722 ribu orang pada tahun 2005 sampai akhir tahun 2009 jumlah tenaga kerja yang terserap diberbagai sektor ekonomi tercatat sebanyak 102.553 ribu orang. 3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Jenis dan Sumber Data Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil pencatatan yang sistematis berupa data runtut waktu (time series) Data sekunder disusun dalam data urut waktu (time series). Data dianalisis dengan menggunakan regresi berganda dengan pendekatan “ordinary least square” (OLS). Metode analisis yang dilakukan menggunakan data urut waktu (times series). 3.2.2 Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Dependen Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam arti luas adalah 38 proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan tahunan dan dinyatakan dalam juta rupiah. 2. Variabel Independen a. Net Ekspor Definisi net ekspor merupakan selisih dari nilai ekspor dengan impor. Data net ekspor di peroleh dari Bank Indonesia dengan satuan juta US$. b. Investasi Investasi adalah komitmen mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor. Data pengeluaran investasi (expenditure on investment goods) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari jumlah investasi pembentukan modal bruto dalam negeri (gross capital formation). Data yang digunakan adalah pembentukan modal bruto dalam negeri riil pada tahun dasar 2000. c. Tenaga Kerja Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil 39 dari data yang dikeluarkan oleh BPS berdasarkan perhitungan tahunan dan dinyatakan dalam bentuk jiwa per tahun. d. Pengeluaran Pemerintah Adalah pengeluaran pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh BPS berdasarkan perhitungan tahunan dan dinyatakan dalam bentuk rupiah per tahun. 3.2.3 Alat Analisis Data Berdasarkan pada teori dan hipotesis yang diajukan, pertumbuhan ekonomi Indonesia, dipengaruhi oleh net ekspor, investasi, tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah. Dengan demikian kita dapat merumuskan fungsi ekspor tekstil Indonesia sebagai berikut : PDBt= f (NXt, INVESTt, TKt,PPt) ……………………………..……………..(1 ) Berdasarkan persamaan (1) kemudian kita dapat menurunkan fungsi pertumbuhan ekonomi dalam bentuk model log linier sebagai berikut : PDBt = α0 + α1lnNXt + α2 lnINVESTt + α3 lnTKt + α4 lnPPt + εt ……………(2) Keterangan : lnPDB = logaritma natural dari produk domestik bruto (PDB) riil lnNX = logaritma natural dari nilai net ekspor riil lnINVEST = logaritma natural dari pembentukan modal domestik bruto riil lnPP = logaritma natural dari pengeluaran pemerintah lnTK = logaritma natural dari tenaga kerja 40 3.2.4 Rencana Uji Statistik Sebelum dilakukan analisis ekonomi terhadap data berdasarkan model yang telah dibentuk, dilakukan pengujian dan perubahan model terlebih dahulu dengan menggunakan metode pengujian statistik antara lain : 1. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) menyatakan besarnya variasi dari variabel tak bebas yang dapat dijelaskan oleh seluruh variabel bebas yang ada di dalam model. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R <1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebasnya (Gujarati, 2003:81-87). 2. Uji t-statistik Uji t- statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel – variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis (Gujarati, 2003: 129-133 H0 : αi = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas H1 : αi ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya Kriteria Uji : Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan HI diterima, artinya ada pengaruh dari variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima dan HI ditolak, artinya tidak ada pengaruh dari variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. 41 Dengan menguji dua arah dalam signifikansi ½ , dan derajat kebebasan (degree of freedom, df ) = n – k (n = jumlah observasi dan k = jumlah parameter termasuk konstanta), maka hasil pengujian akan menunjukkan : H0 : diterima bila t-stat < t-tabel H1 : diterima bila t-stat > t-tabel 3. Uji F-statistik Pengujian ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya. Hipotesa yang digunakan adalah (Gujarati, 2003: 254-259).: H0 : α1,.. αn = 0, artinya tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel independen terhadap variabel dependen. H1 : α1,.. αn 0, artinya terdapat hubungan yang nyata dari variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1) (N-k). Hasil pengujian akan menunjukkan : Apabila nilai f-hitung ≥ f-tabel, maka H0 ditolak ; artinya setiap variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya. Apabila nilai f-hitung ≤ f-tabel, maka H0 diterima artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya. 42 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi diantara anggota observasi. Masalah autokorelasi dalam model menunjukkan adanya hubungan korelasi antara variabel gangguan (error term) dalam suatu model yang terjadi karena beberapa faktor (Gujarati, 2003:441-490): 1. Inersia, data observasi dipengaruhi oleh data sebelumnya. Misalnya data observasi saat terjadi kelesuan ekonomi sehingga data time series berikutnya dipengaruhi data sebelumnya walaupun perekonomian sudah membaik. 2. Bias spesifikasi dengan mengeluarkan atau tidak memasukan variabel bebas tertentu yang sebenarnya turut mempengaruhi variabel tidak bebasnya menurut teori ekonomi, walaupun hasil perhitungan kuantitas tidak mendukung. 3. Bias spesifikasi berupa bentuk model yang tidak tepat 4. Manipulasi data akibat data secara sistematis tidak tersedia untuk periode yang diharapkan, seperti penggunaan interpolasi, ekstrapolasi, dan transformasi data. 5. Non stasioneritas pada data time series yang digunakan. Gejala ini dapat terdeteksi melalui uji Durbin-Watson d Test (Gujarati, 2003:467-472). Kriteria hipotesis yang digunakan: Ho : Error bersifat random (tidak terdapat serial korelasi dalam hasil regresi) H1 : Error bersifat tidak random (terdapat serial korelasi dalam hasil regresi) 43