1 EKONOMI SYARIAH WAJIB HUKUMNYA1 Oleh : M. Arfin Hamid2 Bismillahir rahmanir rahim Islam selain sebagai sistem keyakinan bagi pemeluknya, juga berfungsi sebagai pedoman untuk tata kelola seluruh sendi-sendi kehidupannya. Karenanya ajaran besar ini memiliki dua dimensi besar yang senantiasa harus dipadukan untuk mencapai polapola kehidupan yang terbaik, yaitu pertama kemampuan untuk mengelola kehidupan lahiriyah (duniawiyah) sebagai langkah persiapan menuju ke dimensi kehidupan yang kedua, yaitu kehidupan akhirat. Sebagaimana mana hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, bukanlah yang terbaik diantara kalian yang meningglkan dunianya untuk kehidupan akhiratnya, dan bukan pula diantara kalian yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya, melainkan yang terbaik adalah yang mampu memadukan antara keduanya (hatta yushiba minhuma jami’an), dan ketahuilah bahwa dunia itu jalan menuju akhirat. Ekonomi Syariah menuju kaffah Hadis Rasulullah tersebut sangat berdimensi ekonomi (iqtishady), karena itu selain mengejar kepentingan akhirat namun juga tidak kalah pentingnya adalah menggapai kehidupan dunia yang lebih baik, karena dunia prasyarat mutlak menuju akhirat yang abadi dan menjanjikan itu. Tata kelola hidup di dunia tiada lain bermuara pada bagaimana manusia mengeksiskan, menjaga, mengelola, mempertahankan, dan mengefektifkan kehidupannya, itu semua termasuk dalam makna yang terangkum dalam istilah ekonomi atau iqtishadiyyah. Konsekuensinya, setiap manusia diharuskan oleh Allah untuk berusaha, berkerja, berbisnis, berprofesi, berkreasi, berkiprah agar hidupnya tetap terjaga dan kontinu. Dan Allah menjanjikan hasil-hasil yang jelas bagi setiap manusia yang menjalankan titah-Nya itu, Lirrijali nashibun mimmaktasabu walinnisai nashibun mimmaktasabna (bagi laki-laki dan bagi perempuan yang berusaha akan mendapatkan apa yang diusahakannya itu). Perintah bekerja dan berusaha adalah wajib hukumnya dalam pandangan Islam agar tidak terjadi ketimpangan dan ketergantungan ekonomi antara satu dengan yang lainnya (wala takunu kallan alannas), janganlah kalian berada di bawah taktis finansial dari orang lain. Perintah bekerja dan berusaha dalam Islam harus memperhatikan pula ramburambu syariah, yaitu tunduk pada risiko. Ketika berusaha dan berbisnis risikonya adalah siap menerima untung jika usaha itu berhasil, dan siap pula menerima rugi jika usaha itu mengalami kegagalan, atau bersiap pula tidak menerima apa-apa apabila dalam posisi zero. Kerja dan usaha disini selalu dimaknai aktif dan ada pergerakan, karena 1 Makalah disajikan dalam rangka Seminar Internasional Antar Bangsa Sejarah dan Budaya di Alam Melayu 26-27 Nopember 2013, Bilik Senat Bangunan Canselory UKM 2 Guru Besar Hukum Islam dan Ekonomi Syariah Fakultas Hukum dan PPS Unhas, Sekretaris MUI Sulsel, Direktur Pendidikan Kader Ulama MUI Sulsel, Pengawas Bank Syariah di Makassar, Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional Perw akilan Sulsel, Pengajar Hukum Islam, Sistem Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, dan Sistem Investasi Syariah. Hp. 085242888818, mail : [email protected] Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 2 petunjuk syariah menegaskan bahwa tambahan harta itu hanya sah manakala ada kerja dan usaha, tidak terdapat manipulasi di dalamnya serta terbebas dari MAGHRIB (maysir, gharar, haram, riba, dan bathil). Untuk hal ini sama sekali tidak boleh terjadi kezhaliman di dalamnya, la tazhlimuna wala tuzhlamun, tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Unsur kerja dan risiko idealnya terpadu dalam kegiatan ekonomi minimal sekali unsur risiko harus selalu melekat dalam setiap kegiatan usaha yang berbasis syariah alias ekonomi syariah. Risiko harus dimaknai secara syar’iyyah, yaitu akad kerelaan menerima untung atau rugi ataupun zero dalam waktu yang bersamaan oleh pihakpihak yang terlibat di dalamnya. Ketika terjadi kehendak yang hanya akan menerima risiko keuntungan, tetapi tidak akan menerima risiko kerugian, maka kehendak semacam ini tidak sesuai orientasi syariah. Jika kondisi ini terjadi, maka siapa yang akan memikul risiko kerugian itu, secara syariah semua pihak harus menanggungnya jika tidak demikian akan terjadi kezhaliman dari salah satu pihak. Unsur kezhaliman inilah yang sangat terlarang dalam ekonomi syariah. Pola-pala transaksi syariah Oleh karena itu dalam fikih muamalah (iqtishadiyyah) dikenal dua jenis akad yang harus diterapkan selalu, yaitu (1) akad tabarru (non komersial) (2) akan tijarah (komersial). Kedua akad itu semuanya dapat diterapkan dalam kegiatan ekonomi syariah sepanjang penerapannya proporsional. Akad tabarru itu diperuntukkan untuk saling membantu atau untuk mengefektifkan proses-proses dalam berekonomi, sementara akad tijarah memang diperuntukan untuk komersial berupa margin atau keuntungan hasil pada setiap proses usaha yang dilakukan seperti akad mudarabah, musyarakah, dan murabahah. Sementara akad tabarru antara lain, qard (kredit) dan akad jasa lainnya. Disinilah letak perdebatan panjang dalam ajaran Islam mengenai kredit atau qard. Hadis Nabi, Kullu qardin manfaatan fahuwa arriba (setiap pinjaman yang ada tambahannya adalah riba), sementara dalam sistem konvensional kredit itu adalah roh/nyawanya untuk semua kegiatan ekonomi bermuara pada kredit (pinjaman). Idealnya memang harus dipahami dengan baik bahwa istilah qard/qardulhasan atau kredit/pinjaman dalam syariah Islam memiliki arti yang eksplisit dan limitatif, yaitu qard atau pinjaman/kredit hanya difungsikan dalam makna tabbarru dan ta’awun, hanyalah sarana untuk membantu dan menolong sesama yang dalam kesusahan dan harus dibantu oleh yang lainnya. Sama sekali bukan sebagai sarana untuk mendapatkan tambahan keuntungan atau hasil dari harta atau uang yang dipinjamkan. Jadi hakikatnya bahwa bagi yang mengambil kredit/pinjaman dalam ajaran Islam adalah orang yang memiliki status kurang bagus atau berstatus rendah, dan harus dibantu dengan mengurangi pinjamannya, itu sangat afdhal. Sebaliknya di sistem ekonomi konvensional justeru yang mendapat kredit/pinjaman yang banyak merupakan lambang kesuksesan. Mengartikulasi Ekonomi Syariah wajib hukumnya. Realitas kehidupan ekonomi umat Islam saat ini dimana pun mereka berada telah bersinggungan langsung pola-pola ekonomi liberal-kapitalism. Sistem ini memang Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 3 merupakan yang terbesar pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi dunia, dan tidak sedikit bergantung penuh pada sistem ini, termasuk negeri tercinta ini. Indikator kesuksesan dan kepuasan terletak pada terpenuhinya kebutuhan material yang hanya bersifat lahiriyah (duniawiah) dan sangat hedonistik, karena itu untuk meraih semua ini manusia berada dalam area persaingan bebas dan terbuka, sehingga tidak terhindarkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu sisi, sementara pada sisi lainnya berada dalam cenkeramannya yang otomatis melahirkan ketergantungan-ketergantungan, seperti yang sedang kita alami saat ini, makna liberalism (bebas) malah tidak terwujud di dalamnya. Tentunya kondisi-kondisi yang tercipta di atas sungguh tidak relevan dengan visi dan misi sistem ekonomi syariah. Secara konseptual kebalikan dari sistem tersebut, pengaruh sistem komunisme atau sosialisme dalam kehidupan ekonomi juga dirasakan, meskipun sistem ini hanya dipraktekkan di negara-negara tertentu yang menganut paham ini. Intinya mengajarkan bahwa kehidupan bersama (komunalism) menjadi tujuan utama, individu-individu tidak memiliki peran apa-apa melainkan semua perannya untuk kehidupan bersama dibawah kendali negara, karena itu pola sistem ini sangat sentralistik. Tujuannya mirip dengan sistem kapitalisme untuk memenuhi kebutuhan material-lahiriyah, sehingga kehidupan kemanusiaan berada dalam kungkungan ‘hidup bersama’ yang menafikan posisi individual yang sangat kodrati itu. Dewasa ini kehidupan ekonomi dunia baik yang berbasis liberalism maupun sosialism terbungkus oleh paham ekonomi baru yang disebut sistem welfare state, mulai berpengaruh setelah perang dunia II dan puncak kejayaannya sampai dewasa ini. Visi utama yang diusung sistem ini, atas nama negara akan memberikan kesejahteraan kepada segenap warga negaranya dalam wujud intervensi langsung dalam kebijakan ekonomi, yang sebelumnya negara di’haram’kan terlibat di dalamnya, menurut paham liberal murni yang terkenal dengan istilah ‘invisible hand’ (tangan tak tampak). Buntut ketidakefisienan ini lahirlah program privitasasi yang tiada lain adalah pengebiran peran negara dalam kebijakan ekonomi yang selalu merugi dan membebani keuangan negara. Sistem ini juga memiliki banyak hal yang tidak relevan dengan visi sistem ekonomi syariah yang tidak berada pada salah satu sudut ekstrim yang berpotensi melahirkan kesenjangan dan sejumlah ketimpangan lainnya. Sistem ekonomi syariah tidak berada dalam salah satu sudut ekstrim yang terbangun di antara kedua sistem ekonomi besar itu, melainkan mengusung visi ilahiyah dan misi kemanusiaan sebagai khalifah di bumi, keberpihakannya pada amar ma’ruf dan nahi mungkar menuju kemaslahatan bersama dan penciptaan keseimbangan-keseimbangan pada seluruh aspek dalam kehidupan ini (Huwallazdi ja’alalakum khalaifa fil ardhi wasta’marakum fiha…). Hakikat inilah yang mengilhami penghuni pada semua belahan dunia tertarik untuk berekonomi syariah. Karena itu, secara aksiologis diperlukan sebuah grand theory untuk semakin mengukuhkan keberadaan ekonomi syariah sebagai sebuah sistem ekonomi, selain memiliki visi dan misi yang jelas, namun juga memiliki theory besar yang berfungsi sebagai standar dalam operasionalisainya, juga untuk memberikan jawaban terhadap problem-problem yang dihadapi dalam dinamika kehidupan ekonomi dewasa ini. Teori tersebut dibangun berdasarkan perintah AlQuran dan Assunnah khususnya di bidang kegiatan ekonomi. Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 4 Tindak lanjut dari perintah Alquran dan Assunnah tersebut untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang syariah, yang halalan tayyiban, dan tazkiyah (suci). Berdasar dari perintah ini disusunlah sebuah teori yang relevan untuk diaplikasikan dalam sistem ekonomi syariah, yaitu Teori Bisnis Tazkiyah (TBT). Teori ini bukan saja menjadi pedoman dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan/bisnis yang sesuai syariah, tetapi juga dapat difungsikan sebagai standar evaluasi untuk semua jenis kegiatan di bidang ekonomi untuk dinyatakan sebagai bisnis yang sesuai dengan syariah. Kata tazkiyah berasal dari suku kata zakka, yuzakki, tazkiyah memiliki arti antara lain tumbuh, suci, dan berkah3. Dalam konteks makna mensucikan seperti ayat Alquran, Qad aflaha man tazakka,4 (sungguh sangat beruntung bagi yang selalu mensucikan diri). ... watuzakkiehim5 (dan untuk membersihkan diri mereka). Balillah yuzakki man yasya’6 (namun Allah hanya mensucikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Dan seterusnya. Perintah Alquran untuk mensucikan semua amal-amal termasuk dalam konteks pengelolaan harta agar senantiasa dalam koridor tazkiyah tidak terbantahkan lagi. Baik yang berasal dari Alquran maupun Assunnah. Namun masih perlu diturunkan ke dalam bentuk konsep dan teori-teori ilmiah agar lebih membantu dalam memahami dan melaksanakannya, dan hal ini masih terasa sangat kurang. Konsep tazkiah (kesucian) dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang suci meliputi makna bersih dan sah secara lahiriyah dan suci secara batiniah. Karena itu sebuah usaha senantiasa diharuskan mencakupi kedua dimensi tazkiyah tersebut, dengan dasar itulah cikal-bakal dibangunnya Teori Bisnis Tazkiyah. Teori Bisnis Tazkiyah dibangun berdasarkan ayat Alquran antara lain, ya ayyha annas kulu mimma fil ardhi halalan tayyiban7 ... (wahai manusia makanlah apa yang ada di bumi halal yang baik ...), ... la ta’kulu amwalakun bainakum bil bhatili8 ... (janganlah memakan harta di antara kamu dengan jalan bathil ...), ... wa ahallallahul bai’a waharra ariba9 ... (dan halal jual beli dan haram riba ...). Dan hadis nabi ... wa an malihi min aena iktasabahu wa fi ma wadha’ahu ... (dan mengenai hartamu dari mana kamu memperolehnya dan bagaimana pula kamu menggunakannnya ...). Dan Kullu lahmin nabata min haramin pannaru aula bihi, setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, tiada lain balasannya adalah api neraka. Selanjutnya dengan mendasarkan pada sejumlah ayat dan hadis tersebut sebagai landasan dalam menyusun teori ini, relevan juga terlebih dahulu dikemukakan beberapa hal mendasar, sebagai berikut. 1. Dalam konsep fikih dikenal lima kategori hukum atau al-ahkamul khamzah yang lazim juga disebut sebagai hukum taklify, yaitu pembebanan hukum terhadap perbuatan manusia dan terhadap objek/benda. 3 Anas Ahmad Karzon. 2010. Tazkiyatun Nasf. Akbar Media : Jakarta, hlm. Xv. Surat As-Syams : 9-10. 5 Surat At-Taubah : 103 6 Surat An-Nisa’ : 49. 7 Surat Al-Baqarah : 168 8 Surah An-Nisa’ : 29 9 Surah Al-Baqarah : 275 4 Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 5 2. Masih dalam Konsep fikih kehamaran sesuatu itu (tindakan atau objek) disebabkan karena dua hal, yaitu (1) karena zatnya (al-haramu lizatihi), objeknya yang memang diharamkan antara lain khamar, narkoba, prostitusi, bangkai, darah, hewan tertentu, usaha judi, prostitusi, riba, dan lainnya. (2) haram selain zatnya (al-haramu lighairi zatihi), yaitu berkaitan dengan proses dan cara memperolehnya, antara lain riba, gharar, zhalim, sumpah palsu, penipuan, persaingan tidak sehat, tidak jujur, penimbunan (iktinaz), dan segala tindakan tidak amanah lainnya. Untuk mengkualifikasi sebuah bisnis yang tazkiyah (suci) dalam konteks sistem ekonomi syariah, paling tidak melalui sedikitnya 4 (empat) tahapan sebagai unsur (rukun) yang saling berkait dan tidak terpisahkan, sehingga melahirkan sistem bisnis yang betul-betul sesuai syariah, sebagaimana digambarkan berikut ini. Menyikapi teori bisnis tazkiyah yang sangat mendasar tersebut dan sangat menentukan keabsahan suatu kegiatan, tindakan, atau usaha bisnis, baik secara personal maupun institusional. Oleh karena itu keberadaan TBT itu bukan saja untuk menentukan kesyariahan suatu jenis usaha komersial untuk mendapatkan keuntungan, namun dapat juga digunakan untuk menentukan keabsahan semua perbuatan manusia dalam kehidupan ini. Secara operasional TBT tersebut dapat secara langsung diterapkan pada semua institusi ekonomi syariah mulai dari Bank Syariah, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, MLM syariah, Usaha Jasa Syariah, Perdagangan Syariah, Bursa Efek Syariah dan lainnya. Selain itu dapat pula digunakan sebagai standar pengujian untuk suatu kegiatan bisnis syariah apakah betul-betul sudah memenuhi kualifikasi sebagai bisnis yang syariah. Kesimpulan Sudah saatnya umat Islam memahami bahwa ekonomi syariah itu bukan lagi sekadar pilihan dalam berekonomi, namun sudah harus dipahami sebagai kewajiban bagi setiap muslim untuk menerapkannya sekecil apapun usahanya dalam kehidupannya. Dan secara substansi (hakikat), Allah Swt sangat tegas, bahwa innallah tayyibun la yaqbalu illa tayyiban, Allah maha suci dan hanya akan menerima yang suci pula dari hamba-hamba-Nya. Jalan kesucian itu tiada lain hanyalah dengan menerapkan syariah atau mensyariahkan semua dimensi usaha dan semua sisi kehidupannya. Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 6 Sudah mendesak juga diwujudkan transformasi pemahaman kaffah ke semua elemen masyarakat Islam, bahwa pemahaman ekonomi syariah harus diperluas, yaitu mencakupi semua kegiatan usaha, profesi, dan jasa yang tidak menyalahi syariah Islam meskipun itu tidak melekat embel-embel syariah di dalamnya. Disamping pemahaman formal yang sudah sangat berkembang saat ini, bahwa ekonomi syariah itu harus melekat adanya embel-embel syariah di dalamnya antara lain bank syariah, asuransi syariah, MLM syariah, dan seterusnya. Dengan membentuk pola pemahaman yang luas itu (kaffah), otomatis akan mendongkrak pangsa pasar ekonomi syariah terutama umat Islam yang belum berinteraksi dengan bank syariah atau yang lainnya, untuk berbondong-bondong bergabung karena ekonomi syariah itu wajib hukumnya. Biaya iklan yang ada di bank syariah nantinya sudah bisa dialihkan untuk mendukung proses pendidikan ekonomi syariah di pendidikan tinggi dan lembaga Islam lainnya. Reference Muhammad Baqir as-Sadr, Iqtishaduna Our Economics. World Organization for Islamic Services. Tehran-Iran. Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam (I-IV). Penerbit Bhakti Wakaf. 1995. M. Arfin Hamid. Membumikan Ekonomi Syariah. Elsas : Jakarta, 2017. Abdul Manan. Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana Pranada, Jakarta. 2012 Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqih. Pustaka Firdaus, Jakarta. 2003. Data Singkat Nara Sumber Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, SH.,MH -Guru Besar Hukum Islam dan Ekonomi Syariah FH dan PPS Unhas -Sekretaris Program Pasca sarjana Ilmu Hukum Unhas -Pengajar Ekonomi Syariah (Hukum Ekonomi Islam) S2-S3 PPS Unhas dan UIN Alauddin Makassar. -Asesor BAN-PT dan Asesor Sertifikasi Dosen Kemendiknas -Dewan Pengawas (DPS) Bank Syariah di Makassar -Ketua Umum Badan Arbistrase Syariah Nasional Perwakilan (Basyarnas) Sulsel. -Sekretaris MUI Sulawesi Selatan (2011-2016). -Sekretaris PWNU Sul-Sel (2013-2018) -Direktur Pendidikan Kader Ulama Sul-Sel. -Ketua Umum Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sul-Sel Alamat : Kom Dosen Unhas Tamalanrea Jl. Ibnu Sina AB/4A, Makassar. Telp. 0411588580/085242888818 - Email : [email protected] Mengajar Mata Kuliah : Hukum Islam (berbagai mata kuliah), Sistem Ekonomi Syariah, Sistem Investasi Syariah, Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Hukum Ekonomi, Fikih Muamalah Iqtishadiyyah, Teori Hukum, Filsafat Hukum, Hukum Acara Peradian Agama, Hukum Perdata Islam, Perbandingan Hukum, Hukum dan HAM, Filsafat Ilmu, dan Hukum, Arbitrase Syariah, Hukum Acara Peradilan Agama. Pengajar : Sistem Ekonomi Islam S2-S3 Uinversitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013. 7 Pengajar : Hukum Perbankan Islam pada Program Notariat UGM-Unhas sejak tahun 2006-sekarang KARYA ILMIAH Buku 1. Agama dan Kekerasan, Elsas : Jakarta, 1998. 2. Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Sosioyuridis). Pengantar KH Ma’ruf Amin (Ketua DSN MUI). Elsas Jakarta, 2008 Cetakan Kedua. 3. Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia : Aplikasi dan Prospektifnya. Ghalia Indonesia Jakarta, 2007. 4. Hukum Zakat Pengembangan dan Pendayagunaannya (Urgensi dan Aplikasinya di Indonesia), Umithoha Press Makassar, 2007. 5. Pengantar Hukum Ekonomi Indonesia, Edisi Intenal Makassar. 2008. 6. Pengantar Hukum Islam. Edisi Internal Makassar. 2008. 7. Teori Bisnis Tazkiyah, Edisi Internal, Makassar. 2010. 8. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan ; Sebuah Pengantar dalam Memahami Realitasnya di Indonesia. Umithoha Press, Makassar, September 2011. Makalah Ekonomi Syariah : Prof Dr HM Arfin Hamid SH MH, Mei 2013.