effek sulfanilamide pada fungsi kelenjar thyroid - Digilib

advertisement
EFFEK SULFANILAMIDE PADA FUNGSI KELENJAR THYROID
KEUNCI DENGAN MEMPERGUNAKAN 1-131 SEBAGAIINDIKATOR
OJOKOWURJO
Oleh
0) SUKA ROt SAMBOOO")
SASTRAOIPRAOJA
BENNY OZULKARNAIN
SJAMSOE "0)
dan
PENDAHULUAN
Keaktipan
kelenjar thyroid mempunyai korelasi dengan kemampuan produksi poda
hewan_hewan, misalnya ia disangka merupakan faktor penting dalam pertumbuhan,
pro_
duksi airsusu dan pembentukan tel ur.
Pembentukan hormon dari kelenjar thyroid sangat bergantung pada tersedianya iodium
d'::Jlam badan. Hertz dkk. (1938) untuk pertama kal i mempelajari fungsi kel enjar thyroid
dengan iodium radioaktip.
Setelah penyuntikan 1_131 pada kelinci,
Hertz dkk. (1940)
mel ihat bahwa dalam waktu singkat kel enjar thyroid telah menangkap kwantitas iodium_
nya dalam jumlah yang jauh lebih besar dari pada dalam tenunan lain.
lodida inorganik dalam plasma merupakan "extracellular
iodide pool". lodida ini
dikonsentrasikan
dalam kelenjar thyroid ("iodide trap"), sebagian besar dari iodida ini
mengalami oksidasi oleh sistem peroksidase,
menjadi iodium dan segera membentuk
monoiodotyrosineglobul in (MIT). lodinasi kedua membentuk diiodotyrosine_globulin
(DIT)
d::Jn antara keduanya atas pengaruh enjima pengikat yang spesifik, dapat dibentuk tri_
iodotyrosi ne (T_3) dan jika antara dua DIT akan terbentuk thyroxi ne (T_4), semuanya
dalam matrix globulin dalam acinus.
Sebel um hormon dapat disekresikan oleh kelenjar thyroid melalui sel_sel thyroid,
diper! ukan enji ma protease untuk membebaskan T_3 dan T_4 dari thyrogl obul in. Hormon
yang disekresikan
(kira_kira
90% T_4) berikatan dengan salah satu protein didalam
plasma dan membentuk "plasma_protein
bound iodine" (PBI).
Setelah mengal ami metabol isme didalam tenunan_tenunan,
sebagian besar mengalami
deiodinasi dan iodida yang bebas masuk dalam plasma pool untuk digunakan kembali
oleh kelenjar
thyroid.
Sebagian kecil iodida dikeluarkan
dari dalam tubuh me/alui
ginjal. Ekskresi iodium yang utama adalah oleh hati dengan empedu.
Beberapa zat diketahui dapat menyebabkan pembesaran kelenjar thyroid. Zat-zat itu
dinamakan zat-zat "goitrogenic"
dan ditemui dalam berbagai bahan makanan dan obat_
obatan, seperti thiocyanat,
thiourea,
thiouracil,
methyl mercapto_imi dazol e, preparatpreparat sulfa dl!. Thiocyanat menghambat penimbunan iodida oleh kelenjar thyroid,
*) Bagian Fisiologi dan Biologi Radiasi Fakul tas Kedokteran Hewan Bogor.
**) Bagian IImu Bedah dan Radialogi Fakultas Kedokteran Hewan Bogar.
***) Lemboga Kimia dan Farmasi Angkatan Laut Republik Indonesia, Jakarta.
82
sedangkan thiouracil
disangka menghambat oksidasi dari iodida dalam sistim peroksida_
nya. Frankl in dan Chaikoff (1944) mempelajari pengaruh preparat-preparat
sui fa pada
keratan_keratan
kel enjar thyroid in vitro dan menyimpulkan bahwa sui fanilamide, sui fa_
pyridine, sulfaguanidine,
sulfathiazole
dan sulfadiazine menghambat pembentukan radio_
diodotyrosine
dan radiothyroxine.
Kapasitas pengkonsentrasian
iodium tidak dihambat.
Taurog, Chaikoff dan Franklin (1945) menyangkal bahwa adanya hambatan oleh derivat_
derivat
aniline
itu udalah akibat kompetisi dengan tyrosine dalam kebutuhan sistim
enjima untuk pengubahannya
menjadi thyroxine; tetapi effek zat_zat itu adalah meng_
hambat sintesa diiodotyrosine dan thyroxine.
Eksperimen kami sekarang ini hendak mengetahui dimana kira_kira titik tangkap dari
effek sui fanilamide sebagai zat goitrogenic.
PROSEDUR
EKSPERIMEN
Material:
Sebagai hewan eksperimen dipakai kel inci jantan dengan berat badan
antara 1000 - 1500 gram. Makanan kel inci sel ama eksperimen adalah rumput segar.
Sebagai indikator dipakai 1-131 sebagai ikatCJn Nal-131.
Sebagai anticoagulant
pada
pengambilan _pengambilan
darah dipakai
Heparin dari pabrik
Hynson, Westcott &
Dunning, Inc. Pengambilan darah dilakukan dengan semprit 10 mi. dan jarum hypoder_
mik No. 22. Protein plasma diendapkan
dengan trichloracetic
acid (TCA) 6%. Untuk
pencacahan
PBI (protein bound iodine), protein yang diendapkan tadi dilarutkan kembali
dengan NaOH 2N. Sulfanilamide (Merck & Co.) didapat dari apotik Rajapharma Bogor.
Pencacahan
radioaktivitas
contoh _ contoh dilakukan
dengan G.M.
tube Electronic
Counter type PW 4031 No. D 666 buatan Philips.
Prosedur kerja : Eksperimen dibagi atas dua bagian. A dan B.
Bagian A: dua ekor kelinci jantan menerima sulfanilamide
per os dengan dosis per_
mulaan sebanyak 0.14 gram/kg.
berat badan. Setelah itu 12 dan 24 jam berikutnya
hewan_hewan
tsb. menerima dosis tambahan setiap kali sebanyak 0.07 gram/kg. berat
badan agar dapat dicapai "maintenance level" dari sulfanilamide dalam darah. Segera
setelah pemberian sulfanilamide 24 jam hewan_hewan itu dan seekor kelinci lain tanpa
pemberian sulfanilamide
sebelumnya (dipakai sebagai kontrol), disuntik intraperitoneal
dengan Nal-131 dengan kekuatan 1 uC/cc.,
yaitu:
Kelinci No.1 berat badan 1124 gram menerima 8.5 mi. Nal-131.
Kelinci No.2 berat badan 1363 gram menerima 10 mi. Nal_131.
Kelinci No.3 berat badan 1169 gram menerima 9 mi. Nal_131. (kontrol).
Berturut_turut
3 jam, 6 jam dan 24 jam postinjectionum
dari masing_masing hewan di_
ambil darah dengan semprit langsung dari jantung sebanyak 4 mi. untuk dilakukan
pencacahan
aktivitas radioaktip dari fraksi total, PBI, disamping itu iodida inorganik
sebagai pengecekan.
Pengerjaan contoh darah dilakukan
menurut metoda Biellier dan
Turner (1957). Segera setelah pengambilan darah 24 jam postinjectionum,
hewan_hewan
dibuat pingsan dengan pemukulan pada tengkuk kemudian dibunuh dengan cara menge_
luarkan semua darah dari arteri_arteri
carotis. Dari hewan_hewan ini kelenjar_kelenjar
thyroid dipreparir utuh, ditimbang dan disediakan untuk pencacahan aktivitas radioaktip
dengan cara pengabuan basah menurut Penuntun Praktikum Kursus Dasar LTA No. VII,
1965. Untuk pelarutan dipakai 5 mi. HN03 conc. 50 lambda dari larutan_larutan
thyroid itu ditempatkan pada gelas arloji untuk dicacah.
Bagian B: tiga ekor kelinci disuntik intraperitoneal
dengan Nal_131 dari persediaan
yang sama seperti contoh Bagian A, yaitu:
Kelinci No.1 berat badan 1285 gram menerima 9.8 ml. Nal_131.
Kelinci No.2 berat badan 1050 gram menerima 8 mi. Nal-131.
Kelinci No.3 berat badan 1138 gram menerima 9.8 ml. Nal-131.
(kontrol).
Duapuluh_empat
postinjectionum
Kelinci No.1 dan No.2 diberi per os sulfanilamide
sebanyak 0.14 gram/kg. berat badan dan setiap setelah 12 jam sebanyak 0.07 gram/kg.
83
berat badan. Kelinci No.3 tidak menerima sulfanilamide dan dipakai sebagai kontrol.
48 jam postinjectionum
dari setiap hewan diambil darah sebanyak 4 mi. langsung dari
jantung dan dikerjakan
seperti pada Bagian A untuk pencacahan aktivitas radioaktip
bagian_bagian
darah. Segera setelah itu hewan_hewan dibunuh dengan cara yang sama
seperti pada A dan dipreparir kelenjar-kelenjar
thyroid untuk dicacah setelah mengalami
pengabuhan basah.
Semua hasil pencacahan
dikoreksi terhadap peluruhan.
Untuk maksud ini diambil 10
lambda Nal_131 dari persediaan,
ditaruh diatas planset aluminium dan dicacah pada
setiap pencacahan
cuplikan.
Untuk menghitung persentase dosis dalam kelenjar thyroid
digunakan
rumus:
a xc b x 100%,
dimana:
a = cpm. dari standard 10 lambda pada hari pencacahan;
b = mL Nal-131 yang disuntikkan;
c = cpm. dari (arutan thyroid sebanyak 50 lambda.
HASIL-HASIL PENGAMATAN
HasiJ _ hasil pengamatan
yang telah dikoreksi terhadap peluruhan dan dinyatakan
sebagai keaktipan
pada tanggal 12/6/1965
tertera pada Tabel I untuk eksperimen A
dan pada Tabel II untuk eksperimen B.
3276.70
1987.20 ±
28.64
22.30
3174.60
±.59.92
28.10
PBI
%
11
± 1.85
2.07
Rata-rata
Rata_rata
±
SD
Rata_rata
±
SD
17.20
23.00
•37
70.47
_1.80
2.70
±.0.95
±.
40.38
30.70
7.20
1SD
.77
dosis
_1.3O±1.02
17.20±.2.37
8.20
±±.
o4.20
..70
20
±*)
..55
19
3.20
±
11.34
.59
_0.80 ± 1 .08
Inorg.
*)
(cpm.)
(cpm.)
(cpm.)
1.1. 62.87
±.
4.20
89.20
15.70 ± ±4.86
2.30
-
-
70
3.00
70±5.81
5.08
3.53
87
±±±.3.63
Tabel I
II
Darah
*) tabung sentrifus pecah pada waktu pemusingan.
Berat kelenjar
84
thyroid:
1. 83 mg.
2. 106 mg.
k. 75 mg.
Kel.
Thyroid
tionum :
Darah
%
Rata_rata
Rata-rata
SD
±
Rata_rata
PBI
1263.87
.16
dosis
9.47± 1.40
24.83
1725.95
1747.07±
_0.8
_0.05
1.7
28.57
31.85
32.24
73.47
44.03
±±±±±0.96
1SD
±11
.86
0.97
113.02
13.10
±±
.38
22.42
.87SD
Inorg.
(cpm.)
(cpm.)
(cpm.)
1. 20.99 ± 2.27
Berat kelenjar
Keterangan
thyroid:
Ta bel II
Kel.
Thyroid
1. 89 mg.
2. 100 mg.
k. 87 mg.
:
Semua angka_angka dalam tabel adalah nilai rata_rata dari 4 kali pencacahan.
LF. adalah aktivitas dari fraksi total plasma;
PBI adalah aktivitas dari protein_bound_iodine dari plasma;
Inorg. adalah aktivitas dari 1 mi. filtrat cucian terakhir setelah protein yang diendap_
kan dengan 3 mi. TCA 6% dan dicuci dua kali lagi dengan masing_masing 3 mi. TCA 6%.
DISKUSI
Karena kecilnya jumlah hewan percobaan,
maka data_data
disini tidak dapat di_
pakai sebagai kesimpulan yang tepat. PBI yaitu iodium yang diikat oleh protein plasma
darah merupakan ancer_ancer (index) dari sekresi hormon thyroid oleh kelenjar thyroid.
Melihat fraksi total dari Tabel I ternyata bahwa hewan_hewan yang menerima sulfa_
nil amide sebel um dilakukan penyuntikan
Nal_131 intraperitoneal
menunjukkan uptake
maksimal kedalam peredaran darah disekitar 6 jam, sedangkan untuk hewan kontrol
tidak tampak perbedaan menyolok antara pengamatan pada 3 jam dan pengamatan pada
6 jam; rupa_rupanya disekitar 3 jam. Pencacahan maximum dari PBI untuk hewan kon_
trol dijumpai dalam waktu disekitar 24 jam, sedangkan dalam waktu ini untuk hewan_
hewan yang menerima sulfanilamide pada Eksperimen A cacahan PBI jauh lebih rendah.
(lihat juga pada Tabel II untuk hewan kontrol).
Yang menarik perhatian ialah persentase dosis 1-131 yang diikat oleh kelenjar thyroid
24 jam postinjectionum
yaitu bahwa kadar 1-131 pada hewan_hewan eksperimen A yang
menerima sulfanilamide jauh lebih besar daripada hewan kontrol. Hal ini memberi kesan
bahwa daya pengikat 1-131 oleh kelenjar thyroid itu tetap tinggi dan tidak dipenga_
ruhi oleh sulfanilamide.
1-131 dalam kelenjar thyroid ini mungkin tidak digunakan
untuk sintesa hormon-hormon thyroid, at au pengeluaran harmon-horman thyroid kedalam
peredaran darah_lah
yang dihambat.
Kenyataan bahwa PBI untuk pengamatan 24 jam
dari hewan kontrol lebih besar daripada yang menerima sui fanilamide,
memperkuat
dugaan bahwa titik tangkap sulfanilamide adalah pada sintesa atau pengeluaran hormonhormon thyra id.
Kalau kita bandingkan hewan kontrol pada Eksperimen A dan hewan kontrol pada
Eksperimen B, maka cacahan_cacahan
PBI kurang lebih dapat dipandang sama. Ini ber_
arti bahwa TSR setelah 24 jam berlangsung dengan kecepatan (rate) yang tetap, mungkin
sampai lebih dari 48 jam postinjectionum.
Hal ini adalah sesuai dengan pengamatan
Biellier dan Turner (1957) pada unggas yaitu bahwa pengikatan maksimum dari PBI_131
terjadi 24 jam setelah pemberian 1-131 dan persentase PBI-131 kurang lebih tinggal
tetap sampai 100 jam.
85
Pada Eksperimen B, untuk hewan-hewan yang menerima sulfanilamide setelah disuntik
Nal-131 memperlihatkan co cahan PBI yang tinggi, jadi disini ado kesan bahwa penge_
luaran hormon-hormon thyroid dari kelenjarnya
tidak mengafami hambatan.
PSI pada
hewan kontrol lebih rendah daripada hewan_hewan yang setelah penyuntikan menerima
sulfanilamide.
Disini mungkin faktor variasi individu yang menjadi sebab. Hal ini di_
amati oleh Djojosoebagio
(1964) yang melihat bahwa variasi pada tikus mengenai TSR
adalah sangat lebar, yaitu dari 66 tikus betina dewasa normal didapatnya TSR rata_rata
untuk 100 gram berat badon, 0.88 ug dengan variasi antara 0.40 _ 1.20 ug. Variasi
sedemikian tentu berlaku pula untuk Lewan laboratorium lain. Perbedaan fiksasi 1_131
oleh kelenjar thyroid 24 jam setelah hewan diberi sulfanilamide dengan hewan kontrol
tidak tegas. Ini mungkin disebabkan karena soot mulai memberikan sulfanilamide dengan
soot hewan_hewan dibunuh untuk pemeriksaan kelenjar thyroid itu, waktu antaranya
adalah terlalu singkat (24 jam), sehingga 1-131 dalam hormon thyroid yang telah di_
sekresikan don beredar dalam darah belum sempat diikat kembali oleh kelenjar thyroid
("trapping")
dan hewan sudah dimatikan. Jadi belum ado kesempatan bagi 1-131 untuk
"cecycl ing".
RINGKASAN
Diuraikan secara singkat metabolisma iodium dalam rangka biosintesa hormon kelen_
jar thyroid dan pengeluarannyc
dengan menggunakan 1-131 sebagai indikator.
Disebut_
kan pula titik tangkap dari pengaruh beberapa zat "goistrogenic"
dalam fungsi kelenjar
thyroid.
Dalam eksperimen_eksperimen
ini didapat kesan bahwa sesuai dengan hipotesa
Franklin dan Chaikoff (1944), sulfanilamide menghambat sintesa hormon-hormon thyroid.
Kemungkinan pengaruhnya terhadap pengeluaran
hormon thyroid dalam sirkulasi darah
tidak jelas.
DAFTAR PUSTAKA
1. BIELLlER, H. V. and TURNER, C. W. (1957): The thyroid hormon secretion rate of
domestic fowls as determined by radio_iodine
techniques.
Mo. Agric.
Exper. Sta. Res. Bull. 622.
2. DJOJOSOEBAGIO,
S. and TURNER, C.W. (1964): Effects of parathyroid extract,
cal ciferol, hytakerol and dihydrotachysterol
upon thyroid secretion rate
in normal female rats. Proc. Soc. Exp. Bioi. and Med. 116: 1099.
3. FRANKLIN, A.L. and CHAIKOFF, I.L. (1944): The effect of sulfanilamide on the
conversion in vitro of inorganic iodine to thyroxine and diiodotyrosine
by thyroid tissue with radioactive
iodine as indicator.
J. BioI. Chem.
152 : 295.
4. HERTZ dkk. (1938): disitir oleh PREMACHANDRA, B.N., PIPES G.W., and TURNER,
C.W. (1960). Mo. Agric. Exper. Sta. Res. Bull. 727.
5. HERTZ dkk. (1940): disitir oleh BIELLlER, H.V. and TURNER, C.W. (1957): Mo.
Agri c. Exper. Sta. Res. Bull. 622.
6. TAUROG, A., CHAIKOFF, I. L. and FRANKLIN, A. L. (1945): The structural
specificity
of sulfanilamide_like
compounds as inhibitors of the in vitro
conversion of inorganic iodine to thyroxine and diiodotyrosine by thyroid
tissue. J. Bioi. Chem. 161 : 537.
7. Penuntun Praktikum Kursus Dasar Penggunaan Radio_isotop,
LTA., Percobaan No.
VII, 1965.
86
Download