30 BAB II FAKTOR-FAKTOR PEMBENARAN ABORSI A. Tahap Perkembangan Janin Dalam Al-Quran dan hadis diketahui bahwa proses kejadian manusia terdiri dari dua tahap, meliputi tahap penciptaan fisik atau jasad manusia dan tahap non fisik berupa peniupan roh yang merupakan hakikat manusia, dan yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dalil-dalil ini lah yang kemudian menjadi bahan acuan dan rujukan para ulama dalam memberi pengertian tentang proses kejadian manusia dimulai, yang juga akan menjadi dasar dalam menjawab masalah aborsi. 56 Istilah janin dalam bahasa Arab secara harfiah berarti berarti sesuatu yang diselubungin atau ditutupi. Jadi dari definisi itu janin berarti sesuatu yang akan terbentuk dalam rahim wanita dari saat pembuahan sampai kelahirannya.57 Adapun tahap-tahap perkembangan janin, yaitu : 1. Tahap Nuthfah Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa nuthfah adalah sperma laki-laki yang memancar ke dalam rahim perempuan, karena Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya bahwa :58 “Maka hendaklah manusia memperhatikan diri apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar” (QS. Ath Thaariq (86): 5-6) 56 Maria Ulfah Anshor, Op. Cit., hal. 24. Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Loc. Cit. 58 Abbas Syauman, Hukum Aborsi Dalam Islam, Cendikia Sentra Muslim, Jakarta, 2004, 57 hal.24. 30 Universitas Sumatera Utara 31 2. Tahap Alaqah Dalam bahasa Arab, kata alaqah berarti sesuatu yang melekat kepada sesuatu yang lain. Kata alaqah juga mempunyai arti yang jarang digunakan di dalam bahasa Arab dan itu adalah darah yang menggumpal atau membeku.59 Ibnu Jauzi berpendapat alaqah adalah sejenis darah yang bergumpalan dan kental. Pendapat beliau mendekati kebenaran karena alaqah memang bukan darah, melainkan sesuatu yang menyelam dalam darah karena pada fase ini alaqah menggantung pada dinding rahim.60 3. Tahap Mudghah Kata mudghah dalam bahasa Arab berarti gumpalan yang telah dikunyah, atau sesuatu yang dikunyah.61 Ibnu hajar mengatakan bahwa mudghah adalah potongan (segumpal) daging. Dinamakan mudghah karena bentuknya yang menyerupai gumpalan sesuatu.62 Pada minggu ke empat atau setelah dua puluh hari masa pembuahan, terlihat permulaan munculnya anggota-anggota tubuh terpenting. Oleh karena itu, ilmu kedokteran menyatakan bahwa minggu ini adalah awal pembentukan anggota-anggota tubuh63 Tiga tahap ini (nuthfah, alaqah, dan mudghah) masing-masing memakan waktu empat puluh hari sebelum beralih ke fase selanjutnya. Apabila janin telah 59 Muhammad Ali Albar, Penciptaan Manusia Kaitan Ayat-ayat Al-quran dan Hadist Dengan Ilmu Kedokteran, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2004,hal. 68. 60 Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Anfus Al-Quran dan Embriologi (Ayat-ayat Penciptaan Manusia), Tiga Serangkai, Solo, 2006, hal. 64. 61 Muhammad Ali Albar, Op. Cit., hal. 79. 62 Abu Abdurrrahman Adil Bin Yusuf Al-Azazi, Op. Cit., hal. 21. 63 Muhammad Izzuddin Taufiq, Op. Cit., hal. 69. Universitas Sumatera Utara 32 mencapai masa 120 hari, maka ditiupkanlah kepadanya ruh dan menjadi ciptaan yang baru.64 Pendapat yang dipegang mayoritas ahli tafsir dan ahli fikih adalah bahwa penciptaan dan pembentukan janin terjadi pada fase mudghah dan sesudahnya, bukan pada fase sebelumnya. 4. Tahap tulang- belulang Setelah berbentuk gumpalan daging, janin memasuki proses pembentukan tulang-belulang, kemudian tulang-belulang tersebut di kelilingi atau dibungkus dengan daging. Inilah yang dimaksud firman Allah dalam Q.S Al-Mu’minun (23): 14 : “…maka segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging” 5. Tahap pemberian nyawa Setelah melalui proses perkembangan, mulai dari nutfah, alaqah, mudghah, sampai tahap ini, pertumbuhan kandungan sampai ke tahap penyempurnaan, yaitu dengan meniupkan ruh ke dalam jasad janin sehingga sempurnalah janin itu menjadi “bayi”. Proses perkembangan penciptaan manusia yang demikian itu berjalan selama kurang lebih 9 bulan. Dalam Al-Quran tidak terlihat secara esplisit menyatakan kapan janin disebut sebagai manusia atau tepatnya ruh masuk ke dalam janin. Pada ranah ini lah yang menjadi perdebatan di kalangan 64 Abbas Syauman, Op. Cit., hal. 27. Universitas Sumatera Utara 33 fuqaha. Mengenai kapan waktunya roh itu ditiupkan kebanyakan dari mereka menyandarkan pendapatnya dari dalil yang bersumber dari hadis.65 Bukan hanya hak hidup yang harus dilindungi, tetapi juga hak untuk hidup. Janin atau bakal janin juga sama-sama punya hak untuk hidup karena ia juga manusia potensial. Sementara aborsi termasuk pada tindakan memangkas hak untuk hidup si janin. Karena itu, perempuan yang menggugurkan kandungannya, selain tujuan menyelamatkan nyawa perempuan itu, berarti telah melanggar hak asasi manusia.66 Seperti yang dikemukan oleh Al-Quran, dalam hukum Islam menetapkan bahwa janin memiliki hak untuk hidup. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa semua mazhab memerintahkan untuk menunda pelaksanaan hukum mati bagi seorang wanita hamil sampai setelah dia melahirkan.67 B. Sejarah Aborsi Persoalan aborsi tidak dapat dipandang secara sederhana. Dari sudut pandang agama, aborsi secara tegas dinyatakan sebagai praktik yang dilarang. Tidak jauh berbeda dengan perspektif agama, aborsi dari segi moral juga dinilai sebagai tindakan asusila, karena secara substansial aborsi tidak lebih dari bentuk pembunuhan janin yang tidak berdosa. Sementara itu, dari aspek kesehatan, aborsi dipandang sebagai langkah untuk menekan dan bahkan mencegah angka kematian ibu yang masih relatif 65 Maria Ulfah Anshor, Op. Cit., hal. 21. Asep Saefullah, http://pedangsantri.blogspot.com/2009/02/membendung-legalisasiaborsi.html, Diakses tanggal 25 Juni 2012. 67 Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Op. Cit., hal. 139. 66 Universitas Sumatera Utara 34 tinggi terutama di Indonesia.68 Masalah aborsi bukanlah masalah yang baru. Ia sudah ada sejak zaman purba/kuno. Yang membedakan hanyalah kadarnya yang semakin lama semakin intens, searah dengan perkembangan teknologi yang semakin memudahkan pelaksanaan aborsi dengan resiko kematian ibu yang semakin kecil.69 Pada Akhir abad ke 18 M, berkembanglah di Eropa sebuah pemikiran yang dipelopori oleh pendeta bernama Malicus, ia menulis sebuah makalah berjudul ”populasi penduduk dan dampaknya dalam masa depan bangsa“ pada tahun 1213 H / 1798M. Ia berpendapat bahwa pertambahan populasi penduduk yang begitu pesat. Oleh karenanya negara terancam kelaparan bila hal ini terus di lestarikan, maka ia mengajak kepada pembatasan keturunan dengan jalan memakai gaya hidup rahib (tidak menikah), atau mengakhirkan proses perkawinan sampai populasi penduduk tidak bertambah pesat. Teori malicus ini diikuti oleh masa berikutnya akan tetapi dengan menggunakan alat-alat pembatasan keturunan. Gerakan ini terus berkembang di Amerika dan disambut hangat dari kalangan penduduk dan negara, sehingga hal ini menjadi tradisi umum sampai terjadi perang dunia pertama tahun 1914 -1918 H. lalu berubahlah persepsi masyarakat disebabkan masuknya wanita ke lapangan-lapangan kerja dan buruh, berangkat dari sinilah berkembang beraneka ragam pencegah kehamilan.70 Kemudian mendapatkan sambutan yang baik.yang kemudian tersiar di 68 Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 3. CB. Kusmaryanto, Op. Cit., hal. 19. 70 Tengku Azhar, http://kaferemaja.wordpress.com/2008/10/07/aborsi-dalam-analisa-fiqhislam/, diakses 19 Mei 2012. 69 Universitas Sumatera Utara 35 Negara Amerika. Padahal,pada mulanya timbul banyak pertentangan baik dari masyarakat maupun pemerintah. Ramuan obat-obatan untuk menggugurkan kandungan sudah dikenal sejak zaman kekaisaran China kuno.71 Ibn Sina yang nama lengkapnya Abu Ali Al-Husayn Ibn ‘Abd Allah Ibn Sina (980-1037), seorang dokter Persia, ilmuan dan filsuf Islam paling terkenal, dalam bidang kedokteran. Dalam bukunya “Kaidah-kaidah Kedokteran”, ia menjelaskan bahwa aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan gawat untuk menyelamatkan nyawa ibunya.72 Ibnu Sina dalam kitab Al Qanun mengatakan bahwa terkadang pada kondisi tertentu dibutuhkan untuk melakukan aborsi di antaranya ketika wanita yang hamil masih terlalu belia sehingga ditakutkan akan membahayakan apabila ia melahirkan. Juga ketika terdapat penyakit dalam rahim seperti penyakit kanker rahim sehingga menyusahkan keluarnya jabang bayi. 73 Perdebatan mengenai aborsi selalu terjadi dari zaman ke zaman, baik berdasarkan alasan religius maupun sipil. Henry de Bracton adalah orang pertama yang menulis hukum sipil mengenai aborsi. Ia adalah salah seorang hakim dari raja Inggris Hendrik III. Ia wafat tahun 1628. Menurutnya, aborsi dilarang bila pelaksanaannya terjadi sesudah janin terbentuk atau sudah mendapatkan nyawa/jiwa, yakni sejak adanya tanda-tanda pergerakan janin. Zaman berganti dan pergerakan demi pergerakan datang silih berganti. Pandangan mengenai aborsi lambat laun juga mengalami tekanan perubahan. Pergerakan untuk melonggarkan kembali aborsi mulai 71 CB. Kusmaryanto, Loc. Cit. Ibid., hal. 20. 73 Tengku Azhar, Loc. Cit. 72 Universitas Sumatera Utara 36 pada tahun 1950-an. Pada tahun 1952 diadakan suatu konfersi untuk mengganti persyaratan aborsi. Selama ini aborsi hanya boleh dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu, dan sekarang ingin diperluas supaya aborsi boleh dilakukan demi kesehatan jiwa si ibu.74 Sama seperti di bagian dunia lainnya masalah aborsi di Indonesia juga bukan masalah yang baru. Sejak lama sudah terdapat obat-obatan tradisionil yang berkhasiat untuk menggugurkan kandungan.75 Sepanjang sejarah umat manusia, aborsi sering ditemukan di berbagai tempat dan kebudayaan. Tetapi secara umum dapat dikatakan, dulu aborsi hampir selalu dipraktikan di luar profesi medis atau di pinggiran profesi medis oleh dukun.76 Persamaan antara aborsi dengan pembunuhan terletak pada dampak menghilangkan nyawa yang telah siap atau berpotensi untuk berpartisipasi dalam tugas kekhilafan. Akan tetapi ironisnya alasan pelaku aborsi jauh lebih buruk daripada alasan mereka yang melakukan pembunuhan bayi pada masa lampau. Padahal masyarakat abad dua puluh sudah mendendangkan hak-hak asasi manusia dengan suara yang jauh lebih nyaring daripada sebelumnya. Paling tidak ada tiga alasan yang diisyaratkan Al-Quran dan Sunnah bagi pembunuhan bayi pada masa jahiliyah yang lampau. Pertama, orang tua khawatir terjatuh dalam lembah kemiskinan dengan menanggung biaya hidup anak-anak perempuan yang lahir, apalagi menurut mereka anak perempuan tidak produktif. Kedua, anak-anak 74 Ibid., hal. 31. Ibid., hal 36. 76 K. Bertens, Op. Cit., hal. 5. 75 Universitas Sumatera Utara 37 dikhawatirkan jatuh dalam lembah kemiskinan, jika mereka dewasa kelak. Al-Quran mengingatkan bahwa, “Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka (anakanak itu) dan juga kepadamu” (QS. Al-Isra [17] : 31). Ketiga, khawatir menanggung aib akibat ditawan dalam peperangan sehingga diperkosa. Maka apabila salah seorang diantara mereka tentang kelahiran anak perempuan, hitamlah (mukanya merah padam) dan dia sangat marah (QS. Al-Nahl [16] : 58)77 Pelaku aborsi pada masa Jahiliah modern, sebagian melakukannya bukan karena takut miskin, baik menyangkut dirinya sekarang, maupun menyangkut anaknya kelak. Tetapi perbuatan keji itu mereka lakukan pada umumnya untuk menutup malu yang menimpa mereka. Pada masa Jahiliah yang lampau, anak dibunuh oleh mereka yang tidak berpengetahuan belum juga mengenal apa yang dinamakan hak asasi manusia. Sekarang, anak dibunuh oleh ibu bersama dokter ahli dan bidan.78 C. Pengertian Dan Jenis Aborsi Kata “aborsi” berasal dari bahasa Inggris, yaitu abortion, dan bahasa latin abortus. Secara etimologis ia berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam pengertian terminologis sebagaimana yang didefinisikan para ulama adalah pengguguran janin yang dikandung perempuan dengan tindakan tertentu sebelum masa kehamilannya sempurna, baik dalam keadaan hidup maupun mati sebelum si janin bisa hidup di luar kandungan, namun sebagian anggota tubuhnya telah 77 M. Quraish Shihab, Secerah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Quran, Penerbit Mizan, Bandung, 2007, hal. 288. 78 Ibid. Universitas Sumatera Utara 38 terbentuk.79 Dalam istilah moral, aborsi berarti pengeluaran janin secara sengaja yang mengakibatkan kematian janin, yang terjadi sejak pembuahan sampai pada kelahirannya.80 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah : 1. terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum hasil bulan keempat dari kehamilan); atau keguguran. 2. keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal (untuk makhluk hidup) 3. guguran (janin)81 Dalam istilah ahli fikih, penggunaan kata ijhadh (aborsi), yaitu menggugurkan kandungan yang kurang kejadiannya atau kurang masanya. Hanya saja, ahli fikih membedakan antaranya jatuhnya kandungan secara tidak sengaja dan karena perbuatan seseorang. Menurut mereka, yang kedua adalah tindak kejahatan yang mengakibatkan hukuman berbeda dengan yang pertama. Para ahli fikih sering menyebut ijhadh dengan kata-kata sinonimnya seperti isqath, ilqa, tharah, dan imlash.82 Sedangkan definisi aborsi menurut kedokteran terlihat adanya keseragaman pendapat meskipun tuturan bahasa yang berbeda, diantaranya aborsi dilakukan dengan membatasi usia maksimal kehamilan sekitar 20 minggu atau sebelum janin 79 Istibsjaroh, Op. Cit., hal. 20. CB. Kusmaryanto, Op. Cit., hal. 12. 81 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan II, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 2. 82 Abbas Syauman, Op. Cit., hal. 60. 80 Universitas Sumatera Utara 39 mampu hidup di luar kandungan. Lebih dari usia tersebut tidak tergolong aborsi, tetapi disebut pembunuhan bayi yang sudah mampu hidup diluar kandungan.83 Dalam istilah medis aborsi terdiri dari dua macam, yaitu aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi yang disengaja (abortus provocatus). Pertama, aborsi spontan (abortus spontaneus) ialah aborsi yang terjadi secara alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab tertentu. Dalam istilah fikih disebut al-isqath alafwu yang berarti aborsi yang dimaafkan. Pengguguran yang terjadi seperti ini tidak memiliki akibat hukum apapun. Aborsi spontan dalam ilmu kedokteran terbagi dalam beberapa macam.84 Kedua, aborsi yang disengaja (abortus provocatus) ialah aborsi yang terjadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu. Aborsi jenis ini memiliki konsekuensi hukum yang jenis hukumannya tergantung pada faktor-faktor yang melatarbelakanginya.85 Aborsi jenis ini mencakup dua varian yaitu : 1. aborsi therapeutic adalah sejenis aborsi yang penggugurannya dilakukan oleh tenaga medis disebabkan faktor adanya indikasi medis. Hal ini dilakukan sebagai penyelamatan terhadap jiwa ibu yang terancam, bila kelangsungan kehamilan dipertahankan, karena pemeriksaan medis menunjukkan gejala seperti itu, umpamanya wanita itu penyakit jantung, ginjal dan penyakit 83 Maria Ulfah Anshor, Op. Cit., hal. 33. Ibid, 36. 85 Ibid., 37. 84 Universitas Sumatera Utara 40 jiwa.86 Disini sebenarnya terjadi suatu konflik hak antara berbagai pihak, yakni hak hidup janin yang ada dalam kandungan, hak hidup si ibu.87 2. aborsi provokatus criminalis, yaitu aborsi dilakukan bukan atas dasar indikasi medis. Biasanya aborsi semacam ini dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki, baik karena alasan ekonomi maupun kehamilan sebagai akibat pergaulan bebas. Alasan-alasan seperti ini tidak dibenarkan oleh hukum dan dianggap sebagai tindakan kejahatan.88 Tentu saja apa yang disebut aborsi kriminalis di suatu negara tidak selalu sama dengan yang berlaku di negara lain. Di beberapa negara, aborsi yang dilakukan sebelum berumur 3 bulan tidak dilarang, sedangkan di Indonesia semua bentuk aborsi, kecuali karena alasan indikasi medis adalah aborsi kriminalis.89 Pengertian aborsi menurut kedokteran tersebut berbeda dengan ahli fikih, karena tidak menetapkan usia maksimal, baik pengguguran kandungan dilakukan dalam usia kehamilan nol minggu, 20 minggu maupun lebih dari itu dianggap sama sebagai aborsi. Pengertian aborsi menurut para ahli fikih seperti yang dijelaskan oleh Ibrahim Al Nakhai, “aborsi adalah penguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna ataupun belum”.90 86 Iman Jauhari, Op. Cit., hal. 54. CB. Kusmaryanto, Op. Cit., hal. 13. 88 Iman Jauhari, Loc. Cit. 89 CB. Kusmaryanto, Op. Cit., hal. 14. 90 Maria Ulfah Anshor., Op. Cit., hal. 34. 87 Universitas Sumatera Utara 41 Dalam litreratur fikih, aborsi dapat digolongkan menjadi lima macam diantaranya :91 a. Aborsi spontan Aborsi spontan artinya janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur dengan sendirinya. Kebanyakan aborsi spontan disebabkan oleh kelainan kromoson. b. Aborsi karena darurat atau pengobatan Aborsi karena darurat atau pengobatan, misalnya aborsi dilakukan karena indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilan dilanjutkan. Dalam hal ini yang dianggap lebih ringan resikonya adalah mengorbankan janin, sehingga aborsi jenis ini menurut agama dibolehkan. c. Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja Aborsi dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja , misalnya seorang petugas kepolisian tengah memburu pelaku tindak kriminal di suatu tempat yang ramai pengunjung. Karena takut kehilangan jejak, polisi berusaha menembak penjahat tersebut, tetapi pelurunya nyasar ke tubuh ibu hamil sehingga menyebabkan ia keguguran. Tindakan polisi tersebut tergolong tidak sengaja. Contoh kasus tersebut dialami Khalifah Umar Bin Khattab, dimana ia meminta seorang ibu hamil untuk menemuinnya, karena ia tersangkut masalah sejenis utang piutang. Di tengah perjalanan tiba-tiba ia merasa perutnya sakit, lalu ia keguguran kandungannya. Kasus tersebut oleh ulama fikih dikategorikan sebagai aborsi 91 Ibid., hal. 38. Universitas Sumatera Utara 42 karena ketidaksengajaan. Menurut fikih, pihak yang terlibat dalam aborsi seperti itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan jika janin keluar dalam keadaan meninggal, maka ia wajib membayar denda bagi kematian janin bagi keluarga janin. d. Aborsi yang menyerupai kesengajaan Aborsi yang dilakukan dengan cara menyerupai kesengajaan. Misalnya seorang suami menyerang istrinya yang tengah hamil muda sehingga mengakibatkan keguguran. Dikatakan menyerupain kesengajaan karena serangan memang tidak ditujukan langsung pada janin, tetapi pada ibunya. Menurut fikih, pihak penyerangan harus diberi hukuman, dan hukuman semakin berat jika janin setelah keluar dari perut ibunya sempat memberikan tanda-tanda kehidupan. Kasus seperti ini pernah terjadi di masa Rasulullah SAW, dimana dua orang perempuan dari Bani Huzhail berduel saling melempar batu, salah satu diantara mereka tengah hamil, karena kepayahan akhirnya tersungkur dan meninggal. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, bayi yang dikandung keluar dalam keadaan mati. Oleh Nabi pihak yang bertanggung jawab dihukum dua denda sekaligus, yakni membayar uang tembusan berupa 50 ekor unta atas kematian ibunya dan kompensasi lengkap senilai lima ekor unta atas kematian bayinya. e. Aborsi sengaja dan terencana Aborsi sengaja dan dilakukan terencana, misalnya seorang ibu sengaja meminum obat dengan maksud agar kandungannya gugur, atau ia dengan sengaja menyuruh orang lain (dokter,dukun, dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya. Universitas Sumatera Utara 43 Aborsi sejenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dihukum pidana. Sanksinya menurut fikih adalah hukuman sepadan sesuai kerugian seperti nyawa dibayar nyawa. D. Alasan Melakukan Aborsi Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, apakah hal itu dilakukan oleh remaja yang terlibat pergaulan bebas ataupun para orang dewasa yang tidak mau dibebani tanggung jawab dan tidak menginginkan kelahiran sang bayi ke dunia ini. Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana.92 Persoalan aborsi merupakan persoalan yang selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Namun demikian, di zaman modern ini, dimana kemajuan ilmu dan teknologi mencapai perkembangannya. Aborsi menjadi salah satu gejala umum dan merupakan tragedi yang mengerikan bagi umat manusia modern. Dalam waktu 30 92 Lysa Angrayni, http://www.uinsuska.info/syariah/attachments/143_Lysa%20Angrayni%20Ok1.pdf, diakses tanggal 25 Juni 2012. Universitas Sumatera Utara 44 tahun terakhir ini, tiap-tiap tahun di seluruh dunia diperkirakan ada 50 juta anak tak bersalah harus mati karena digugurkan.93 Masalah aborsi telah menjadi salah satu masalah sosial masyarakat Indonesia yang serius pada masa kini. Aborsi merupakan isu yang kontroversial, khususnya bagi kalangan yang mengaitkannya dengan nilai-nilai moral dan norma-norma masyarakat. Aborsi sebagai suatu pengguguran kandungan yang dilakukan oleh wanita akhir-akhir ini mempunyai sejumlah alasan yang berbeda-beda. Banyak alasan mengapa wanita melakukan aborsi, diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :94 1. Alasan sosial ekonomi untuk mengakhiri kehamilan dikarenakan tidak mampu membiayai atau membesarkan anak ; 2. Adanya alasan bahwa seorang wanita tersebut ingin membatasi atau menangguhkan perawatan anak karena ingin melanjutkan pendidikan atau ingin mencapai suatu karir tertentu ; 3. Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi ; 4. Akibat adanya hubungan yang bermasalah (hamil diluar nikah) atau kehamilan karena perkosaan dan incest sehingga seorang wanita melakukan aborsi karena menganggap kehamilan tersebut merupakan aib yang harus ditutupi ; 93 94 Wignyasumarta, Panduan Rekoleksi Keluarga, Kanisius, Yogyakarta, 2000, hal.49. Ibid. Universitas Sumatera Utara 45 5. Alasan bahwa kehamilan akan dapat mempengaruhi kesehatan baik bagi si ibu maupun bayinya. Mungkin untuk alasan ini aborsi dapat dibenarkan. E. Faktor-faktor Yang Menjadi Pembenaran Dalam Melakukan Aborsi Dari sudut pandang moralitas, aborsi dan kematian ibu keduanya dipermasalahkan karena sama-sama mengancam kelangsungan hidup janin dan ibu. Namun perlu didudukkan dalam proporsinya masing-masing, manakah pilihan yang lebih bermanfaat dan membawa kebaikan (mashlahat) dalam menyelesaikan masalah ini.95 Diperbolehkannya aborsi jika benar-benar dalam keadaan darurat, dengan syarat kedaruratannya itu pasti, bukan sekedar persangkaan atau dugaan, sesuai dengan kaidah hukum Islam bahwa sesuatu yang yang diperbolehkan karena darurat itu harus diukur dengan kadar daruratnya.96 1. Aborsi berdasarkan pertimbangan medis Aborsi berdasarkan pertimbangan medis maksudnya adalah aborsi yang dilakukan oleh karena adanya tanda atau keadaan yang menunjukkan atau menggambarkan pelangsungan kehamilan akan menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan ibu yang tidak bisa dipulihkan atau bahkan bisa menyebabkan kematian ibu.97 Aborsi ini misalnya bila kehamilan itu diteruskan dapat membahayakan keselamatan (nyawa) ibu yang bersangkutan. Atas pertimbangan medis maka 95 Maria Ulfah Anshor, Op. Cit., hal. 54. Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 170. 97 C.B Kusmaryanto, Tolak Aborsi Budaya Kehidupan Versus Budaya Kematian, Op. Cit., 96 hal. 121. Universitas Sumatera Utara 46 janin yang dikandung dapat digugurkan. Atau bila mengindap suatu penyakit, misalnya mengalami gangguan jiwa atau jantung.98 Alasan yang membenarkan melakukan aborsi adalah demi menyelematkan jiwa si ibu, bila jiwanya terancam disebabkan oleh kandungan. Alasan ini dikenal dengan sebutan alasan medis artinya alasan yang berdasarkan ilmu kedokteran. Alasan medis ini dibenarkan dalam syariat Islam dengan catatan bahwa aborsi tersebut dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam si ibu secara berkepanjangan.99 Aborsi dibolehkan jika dilakukan pada tahap penciptaan janin atau setelah peniupan roh, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini dokter diperbolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam, aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk upaya pengobatan, sebagaimana Nabi menganjurkan berobat. Bagi dokter yang melaksanakan pengguguran ini hanya diperbolehkan jika setelah melalui pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah, dengan tinjauan dari berbagai aspek yang terkait.100 98 Dadang Hawari, Aborsi Dimensi Psikorelegi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 60. 99 Hasballah Thaib, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqih Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Dharmawangsa, Medan, 1995, hal. 82. 100 Zuhroni, Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara 47 Pengguguran kandungan berdasarkan pertimbangan medik telah mendapatkan pengaturan di dalam Pasal 75 ayat 2 (a) Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan : Pasal 75 ayat 2 (a) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan : indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Penafsiran terhadap Pasal 75 ayat 2 (a), aborsi hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat, yakni keadaaan jiwa ibu hamil terancam kematian, kalau proses kehamilan.101 Mengenai indikasi medis dan menyelamatkan jiwa ibu, sering kali menjadi bahan perdebatan, sebab undang-undang hanya menyebutkan kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan pengguguran kandungan.102 Sa’id Ramadhan al-Buthi menyatakan, seluruh ulama sepakat mengharamkan aborsi sesudah usia kandungan 120 hari kecuali dalam kasus yang ada alasan mendesak seperti ancaman terhadap nyawa si ibu, merugikan anak yang sedang menyusui, atau diduga anak yang akan lahir cacat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tiga hak : 1) Hak janin 101 102 Wila Chandra Supriadi, Op. Cit., hal. 77. Ibid., hal. 78. Universitas Sumatera Utara 48 Sebelum 40 hari, kehamilan masih suatu tetes benih hidup yang tanpa bentuk atau nyawa. Adapun setelah pembentukan, setelah penyawaan, maka aborsi dilarang. 2) Hak orang tua Mereka mempunyai hak untuk melanjutkan atau mengakhirinya dalam 40 hari atas persetujuan bersama. Namun apabila aborsi itu akan membahayakan ibu maka tidak diperbolehkan. 3) Hak masyarakat Ini berhubungan dengan konsekuensi umum dari aborsi. Apabila hal itu menjadi kelaziman (melampauin batas), masyarakat mempunyai hak untuk turun tangan. Demikianlah wacana hukum di kalangan ulama klasik. Sedangkan menurut ulama Indonesia antara lain menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi dinyatakan bahwa pengguguran kandungan dengan cara apa pun dilarang ajaran Islam, karena perbuatan itu merupakan pembunuhan yang dilarang oleh syariat Islam, kecuali untuk menyelamatkan jiwa si ibu.103 2. Aborsi janin yang cacat Cacat bawaan merupakan kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak kehidupan. Cacat bawaan ini dapat berbentuk satu kelainan saja atau dapat pula merupakan gabungan dari beberapa kelainan. Sebab langsung dari cacat bawaan sering kali sukar diketahui. Cacat bawaan yang disebabkan oleh faktor genetik 103 Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 162. Universitas Sumatera Utara 49 adalah oleh karena kelainan kromosom. Faktor lingkungan dapat berupa faktor obat, umur ibu, radiasi, kekurangan gizi, dan lain-lain.104 Kemajuan ilmu kedokteran telah mampu mendeteksi kemungkinan ada dan tidaknya cacat pada janin sebelum berusia 4 bulan sebelum mencapai masa ditiupkannya ruh.105 Deteksi ini diakukan dengan pemeriksaan laboratorium darah. Deteksi tersebut dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan air ketuban pada kehamilan 20 minggu, dan pemeriksaan USG106 Jika cacat itu bersifat genetik yang menular keturunan, maka ia masih bisa dicegah dengan cara menghentikan kehamilan untuk sementara waktu. Apabila terdapat cacat pada janin sebelum ditiup ruh, para hanafiyah dan syafi’iyah telah menjelaskan pada fase tersebut. Yaitu, boleh melakukan aborsi dan tidak berdosa. Melakukan tindakan aborsi karena ada sebab atau bahkan tanpa sebab yang jelas, tetap boleh karena sebuah janin yang belum bernyawa menurut mereka tidak bisa disebut sebagai jiwa manusia yang haram dibunuh. Contoh dari uzdur adalah apabila tidak bisa menghentikan kehamilan, sementara itu di antara suami-istri atau salah satunya memiliki penyakit keturunan yang dapat menular. Maka dalam situasi darurat seperti ini, aborsi diperbolehkan sebelum usia janin mencapai 120 hari. Adapun janin yang memiliki cacat yang masih bisa diobati secara medis, atau penyakit yang bisa cepat ditangani atau penyakit yang masih memungkinkan janin dapat hidup normal, maka hal seperti ini bukan 104 M. Jusuf Hanafiah, Op. Cit., hal. 130. Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 168 106 M. Jusuf Hanafiah, Op. Cit., hal. 131. 105 Universitas Sumatera Utara 50 tergolong cacat yang darurat yang memperbolehkan aborsi.107 Dalam kasus demikian, dalam menentukan hukum menggugurkannya, ulama dihadapkan dengan berbagai kemungkinan :108 a. Terdapat kemungkinan janin lahir dengan membawa penyakit yang diturunkan secara genetik b. Dicurigai adanya cacat bawaan lahir c. Suatu diagnosis kandung kemih terhadap janin menunjukkan adanya kelainan parah yang tidak sesuai dengan kehidupan. Para ilmuwan fikih telah membagi kecacatan pada janin menjadi dua bagian :109 1) Kecacatan yang terjadi sebelum ditiupkannya ruh Maksudnya, pada janin tersebut telah terdeteksi adanya cacat bawaan sebelum ditupkannya ruh. Mayoritas Ulama kontemporer membolehkan aborsi janin tersebut pada fase ini. Aborsi adalah bahaya. Akan tetapi keluarnya janin dalam keadaan cacat akan membahaykan dirinya dan kedua orang tuanya. 2) Cacat bawaan yang terdeteksi setelah ditiupkannya ruh Pada kasus ini aborsi tidak boleh dilakukan. Sebagaimana telah disebutkan dalil-dalil yang menunjukkan diharamkannya membunuh jiwa. Karena janin tersebut setelah ditiupkan padanya ruh menjadi jiwa yang terjaga tidak boleh dibunuh dan dilanggar kehormatannya. Akan tetapi mayoritas Ulama ini 107 Adil Yusuf Al-Izazy, Op. Cit., hal. 109. Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 168. 109 Kholid Bin Ali Al Musyaiqih, http://kaahil.wordpress.com/2011/06/11/bolehkah-aborsikarena-alasan-kelainan-medis-kecacatan-pada-janin/ , 20 mei 2012. 108 Universitas Sumatera Utara 51 membolehkan dilakukannya aborsi terhadap janin setelah ditiupkannya ruh apabila keberadaannya terbukti membahayakan sang ibu. Atas dasar ini, apabila sang janin mengalami cacat bawaan atau sakit yang dapat membahayakan sang ibu, berupa kematian yang terbukti atas dasar berkenaan dengan silang pendapat antara Ulama kontemporer dan Ulama terdahulu tentang hukum aborsi. Ulama terdahulu berpendapat tidak diperbolehkan dilakukannya aborsi sedangkan ulama kontemporer berpendapat, jika terbukti sang janin akan mengakibatkan kematian sang ibu,maka boleh dilakukan aborsi. 3. Aborsi akibat pemerkosaan Perkosaan adalah perbuatan yang sangat biadab, bukan saja dari segi perbuatannya, tapi dari juga menimbulkan beban psikologis kepada korban yang sulit disembuhkan, apalagi kalau sampai berakibat kehamilan pada perempuan yang diperkosa.110 Tidak bisa diragukan, perkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk perempuan yang menjadi korban. Banyak korban perkosaan membutuhkan waktu lama untuk mengatasi pengalaman traumatis ini, dan mungkin ada juga yang tidak pernah lagi dalam keadaan normal seperti sebelumnya. Jika perkosaan itu ternyata mengakibatkan kehamilan, pengalaman traumatis itu bertambah besar lagi.111 Teori feminis mendefinisikan perkosaan adalah sebagai tindakan dan institusi sosial yang melanggengkan dominasi 110 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2010, hal. 29. 111 K. Bertens, Op. Cit., hal. 47. Universitas Sumatera Utara 52 patriarkhis dan yang didasarkan pada kekerasan bukan sekedar kejahatan kekerasan.112 Dalam kasus semacam ini indikasi medis dapat dipertimbangkan, karena aborsi diperlukan untuk menjamin kesehatan jiwa si korban.113 Wanita yang diperkosa tidak menanggung sama sekali terhadap apa saja yang terjadi pada diri mereka, selama mereka telah berusaha menolak dan melawannya, sedangkan dalam mereka dalam keadaan terancam keselamatan jiwanya dengan kekerasan. Mengenai kehamilan akibat perkosaan pada dasarnya makhluk baru ini harus dihormati, oleh karena itu pengguguran kandungan disini pada dasarnya terlarang. Namun perlu dipertimbangkan oleh suatu tim yang terdiri dari ahli syara’, dokter dan cendikiawan lainnya, jika ada permintaan untuk menggugurkannya.114 Aborsi sebagai akibat pemerkosaan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan : 1. Pasal 75 ayat 2 (a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau 112 Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002, hal. 388. Ibid., hal. 48. 114 M. Jusuf Hanafiah, Op. Cit., hal. 132. 113 Universitas Sumatera Utara 53 (b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. 2. Pasal 75 ayat 3 Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 3. Pasal 75 ayat 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4. Pasal 76 (a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; (b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; (c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; (d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan (e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Adapun mengenai hukum aborsi akibat perkosaan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih. Sebelum menerangkan hukumnya, perlu Universitas Sumatera Utara 54 dipertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan terjadinya perkosaan. Para ulama memberikan tuntutan umum, jika terjadi perkosaan, maka pemerkosanya harus dihukum berat. Tetapi bagi pihak korban, masalahnya sangat rumit dan tidak mudah menyelesaikannya.115 Maka aborsi akibat perkosaan yang mengakibatkan stress berat, kalau tidak digugurkan akan menjadikannya mengalami sakit jiwa atau gila sebagai dampak psikologis tindak perkosaan, maka hukumnya dibolehkan.116 115 116 Zuhroni, dkk, Op. Cit., hal. 165. Ibid., hal. 167. Universitas Sumatera Utara