bab 10 pragmatik di luar beberapa disiplin

advertisement
BAB 10 PRAGMATIK DI LUAR BEBERAPA DISIPLIN
i
Louise Cummings
Kritik, justifikasi
Referensi lain: Soenjono, 2012. Psikolinguistik. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.; Robert L. Solso. 2008. Psikologi Kognitif. Penerbit Erlangga.
Sperber-Wilson
Fungsi
Berpikir & formasi
konsep
Penalaran
(deduktif/induktif)
Representasi
pengetahuan &
realitas
Asumsi, anggapan,
justifikasi
Persepsi
Memberikan realitas
psikologis
Mengetes fenomena
pragmatik, cont:
inferensi
Teori Kognisi
Filsafat
Struktur pikiran
Implikasi pragmatik
Modularitas Kasier tdk dpt dipertahankan
Fungsi
Memberi keuntungan
konseptual dengan
asimilasi berbagai
temuan dan wawasan
Penalaran nonmonoton
memberi landasan dlm
menyelidiki defeasibilas
implikatur percakapan
Tipe-tipe pengetahuan
yang berbeda dapat
direpresentasikan
 Penalaran  deskriptif evaluatif
 Konteks
Teori Argumentasi
konteks
Whole of knowledge
Psikologi
Lange
Parole
Relevansi
Linguistik
Psikolinguistik
PRAGMATIK
Gangguan pragmatik klinis
(fonologi, sintaksis, semantik)
 menghalangi komunikasi
Analogi kerja otak
manusia
Sistem komputasi
Cerdas tapi tidaak
pintar
Positivism
Logika nonformalfungsional
Makna
Antropolinguistik
Patologi
Bahasa
Kecerdasan
Buatan
Teori Komunikasi
Sosiolinguistik
NLP (Neurolinguistic
Programming)
Neurosains
Habermas  konsep
rasionalitas postpositivis
Teori Sosial
Antropologi
Saraf
Teknologi rekam
otak
Analisis tindak tutur
kesantunan
Antropokultural
Nilai
Keyakinan
Budaya
Filosofi
Mitos
Komunikasi
sosial
Performansi
Indeksikalisasi
Partisipasi
Topik & Disiplin Baru
Acuan
Bas van Frasen 
pragmatik dpt
mengurai paradoks
Hilary Putnam
Anggapan
 Dasar prinsip&proses pragmatik
 Prinsip&proses pragmatik
menolak kerangka yg lain
 Penelitian logika informal&
argumentasi mendukung
sifat&fungsi anggapan
Konsep
Praanggapan
 Menunggu bidang lain
 Kerangka dialektika
komitmen partisipan
yang berubah-ubah
dalam dialog
Hubungan Kognisi&Komunikasi
Perlu validasi berbagai
disiplin, cont: linguistik
klinis dan neurolinguistik
Ket:
Garis lurus melambangkan
hubungan interdisipliner yang
kuat.
Garis putus-putus
melambangkan hubungan
interdisipliner yang lemah.
BAB 10 PRAGMATIK DI LUAR BERBAGAI DISIPLIN
Pragmatik menjadi topik menarik dalam perkembangan ilmu bahasa dimana lange dan parole dapat terlihat dalam sebuah relevansi yang dibangun bersama oleh
komunikan/partisipan. Pragmatik telah ditelusuri melalui berbagai ilmu yang sekaligus mempengaruhi dan turut membentuk konsep pragmatik itu sendiri. Dalam bab-bab
sebelumnya, Cumming telah memberi gambaran secara detil bagian-bagian penting dalam pragmatik, seperti makna, inferensi, deiksis, logika, relevansi, dan sebagainya;
serta ilmu-ilmu apa saja yang mempengaruhi pragmatik, sebut saja filsafat, psikologi kognitif, intelegensi artifisial, neursains, hingga antropolinguistik dan patologi bahasa.
Dalam bab terakhirnya, Cumming menegaskan sejumlah konsep dari sekian bab sebelumnya sekaligus memberi gagasan tentang topik-topik dan disiplin baru yang
memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut dalam pragmatik. Gagasan-gagasan tersebut meliputi pandangan lain tentang acuan, anggapan, konsep praanggapan, dan
perlunya validasi berbagai disiplin untuk menguatkan hubungan komunikasi dan kognisi dalam kajian pragmatik. Sebelum mengulas hal itu, akan dipaparkan secara ringkas
beberapa ilmu yang mempengaruhi dan membentuk konsep kajian pragmatik.
FILSAFAT. Konseptual awal pragmatik diberikan oleh refleksi filsafat tentang makna dan ketidakpuasan filsafat terhadap berbagai penjelasan semantis dalam
pragmatik. Pragmatik bergerak dalam bidang ilmu bahasa yang sifatnya fungsional (parole). Dalam kalimat pragmatis, apa yang dikatakan tidak selalu menjadi maksud dari
apa yang disampaikan. Dalam pragmatik yang penting adalah ketercapaian maksud (intension) yang terikat pada konteks, maka logika dalam pragmatik bukan logika formal
melainkan menggunakan logika nonformal, baik berasal dari penalaran deduktif maupun induktif. Berdasar pada pandangan positivsm, pengetahuan (whole of knowledge)
baik yang diperoleh melalui nurture, nature, komunikasi dan interaksi sangat dibutuhkan untuk memberi kontribusi informasi yang saling melengkapi dalam proses
interpretasi pragmatik. Pandangan ini, selanjutnya mempengaruhi perkembangan teori argumentasi, di mana argumen yang sebelumnya dianggap salah menurut kriteria
deduktif akhirnya dianggap sebagai mode penalaran yang dapat diterima dalam konteks tertentu dengan memegang kriteria pragmatik deskriptif evaluatif.
LINGUISTIK. Dalam pragmatik ada tiga konsep linguistik yang dipegang, yaitu lange, parole, dan kaitan antara lange-parole yaitu relevansi. Bahasa merupakan pesan
yang dapat berupa natural (eksplisit) dan nonnatural (implisit/pragmatis). Dalam pragmatik relevansi harus dapat dibangun oleh partisipan. Relevansi berkaitan tentang
asumsi, anggapan, justifikasi dalam membangun hipotesis komunikasi. Pesan harus memiliki konteks, logis, dan referensial. Habermas mencoba menjelaskan pragmatik
(parole) menggunakan penalaran induktif dengan merumuskan kriteria-kriteria eksternal linguistik, karena itu dalam pragmatik pesan bersifat eksplikatif. Perkembangan ini
menjadi arus utama Habermas mendasarkan konsep rasional pos-positivisnya dalam mengembangkan Teori Komunikasi dengan berpijak pada Teori Sosial.
ANTROPOLOGI. Saussure memandang bahasa sebagai sistem nilai yang ditetapkan secara sosial.1 Masyarakat memberi makna terhadap perbedaan dan hubungan.
Contoh,”John loves Mary” berbeda artinya dengan “Mary loves John”. Urutan kata menunjukkan sebuah tanda/pesan yang sekaligus menunjukkan fakta sosial maupun
murni informasi fakta materiil. Di berbagai negara memiliki skala kesantunan yang berbeda, karena tiap budaya memiliki nilai kearifan yang berbeda. Di negara kita,
khususnya budaya Jawa, semakin langsung semakin tidak sopan), bahkan penolakan dianggap sebagai penanda kesopanan. Sebaliknya di negara barat semakin to the
point semakin baik. Antropolinguistik melihat aspek performansi, indeksikalisasi (termasuk identitas dan deiksis), dan partisipasi. Contoh “iki, iku, iko”. Ini juga masuk dalam
culturalpragmatik. Selain itu, nilai budaya, keyakinan/kepercayaan menuntun tindak laku masyarakat atau budaya terhadap anggapan dan penalaran tindak-tindak bahasa.
PSIKOLOGI. Bahasa tidak mengandung substansi apapun kecuali fisiologis, psikologis, dan dorongan mental.1 Pemrosesan bahasa merupakan komponen penting
dalam pemrosesan informasi, berpikir, dan pemecahan masalah, karena sebagian besar proses-proses memori manusia melibatkan informasi semantik .2Ilmu psikologi,
khususnya psikologi kognitif, memberikan sumbangsih dalam menjelaskan aspek-aspek kognitif mencapaian maksud dan penalaran para partisipan dalam pragmatik.
Pengetahuan, pengalaman, situasi, dan keadaan membangun konteks komunikasi. Penalaran konteks-konteks ini menghasilkan persepsi yang kemudian digunakan
partisipan untuk menemukan inferensi. Dari inferensi dapat diambil sebuah implikatur untuk mencapai maksud/intension. Persepsi penting dalam komunikasi. Apabila
persepsi tidak dicapai oleh masing-masing komunikator, maka komunikasi tersebut dapat dianggap gagal.
1
2
Saussure. 1996. Terjemahan. Rochayah dan Siti Suhayati. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Robert L. Solso, dkk. 2008. Psikologi Kognitif. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sperber-Wilson mengkaji pragmatik dengan menggunakan Teori Kognisi. Pragmatik berbicara tetang bagaimana pesan itu ditangkap, diolah, dan dikembalikan
(encoding, decoding, recoding). Dalam perkembangannya, kajian pragmatik tentang implikatur dianggap kurang memuaskan karena berkutat pada masalah struktural,
karena itu Sperber-Wilson menawarkan konsep relevansi dari logika dan penalaran. Pandanaan ini berkembang dalam Teori Komunikasi dan Kognisi Sperber-Wilson.
Keadaaan otak sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa/komunikasi.Beberapa fenomena kebahasaan mengalami kendala-kendala pragmatik. Pragmatik
telah berkembang dan mengalami internalisasi ke dalam kecenderungan kognitif. Banyak kajian yang menerapkan teori dan kerangka dengan berbagai pendekatan khusus
pragmatik untuk mendiagnosis gangguan-gangguan bahasa. Fenomena-fenomena pragmatik seperti tindak tutur, konteks, pengetahuan pendengar, maksim-maksim &
implikatur percakapan, inferensi, pengetahuan, makna nonharfiah, deiksis, dan analisis percakapan dan wacana dijadikan sebagai indikator pendeteksian gangguan
pragmatik dalam kajian linguistik klinis yakni Patologi Bahasa. Contoh, penderita autis. Mereka mengalami masalah pada sistem gramatika di otak, maka yang perlu
penangan khusus dalam penguasaan konsep (lange) agar mereka lebih mudah dalam berkomunikasi.
Perkembangan metode linguistik yang pernah ramai diperbincangkan salah satunya adalah metode NLP (Neurolinguistic Programming). Metode ini menggabungkan
antara ilmu neurologi, linguistik, dan empirism/pengalaman (programming). Terdapat beberapa teknik NLP yang dapat dimanfaatkan dalam menjalin komunikasi yang
harmonis, yaitu rapport, matching dan mirroring, pacing dan leading, serta sistem representasi.3 Menurut Stollznow (2010), "NLP juga melibatkan analisis fringe discourse
dan pedoman praktis untuk meningkatkan komunikasi. Misalnya, satu teks menegaskan ketika Anda mengadopsi kata "tapi", orang akan mengingat apa yang Anda katakan
sesudahnya. Dengan menggunakan kata "dan", orang mengingat apa yang Anda katakan sebelum dan sesudahnya. Namun, NLP berkembang menjadi metode pseudosains
yang didiskreditkan karena beberapa ulasan penelitian empiris menunjukkan bahwa NLP telah gagal memproduksi hasil yang dapat diandalkan terhadap ajaran intinya. 4
INTELEGENSI ARTIFISIAL. Pragmatik memberi pengaruh terhadap inteligensi artifisial. Hal ini dapat disimak pada implikasi pragmatik yang memberikan model
pemrosesan inteligensi artifisial dalam pemrosesan bahasa. Pengolahan informasi mesin merupakan analog kognisi manusia. Program-program komputer mampu
‘memahami’ permintaan bahasa yang alami, seperti aturan yang minimum, semantik, sintaktis, dasar pengetahuan yang berkonteks sosial dan dunia serta beberapa
metode dalam mengatasi keambiguan yang muncul dalam penggunaan bahasa pada umumnya. Pragmatik mengambil keuntungan konseptual dengan asimilasi berbagai
temuan dan wawasan AI. Tipe-tipe pengetahuan yang berbeda dapat direpresentasikan paling baik oleh AI. Teknik penalaran nonmonoton memberi landasan dalam
menyelidiki defeasibilitas implikatur-implikatur percakapan. Meski proses pemahaman mesin AI dapat dikatakan cerdas akan tetapi belum dapat dikatakan pintar, karena
semua bergantung pada seperangkat kontrol program dan pola-pola mekanis sistemik. Terkait kemungkinan perkembangan inteligensi artifisial, Descartes menyatakan,
“secara moral tidak mungkin ada cukup wawasan pada sebuah mesin untuk melakukan semua tindakan di hidupnya seperti halnya nalar manusia. Manusia memang
berhasil membuat analogi kecerdasan otak pada sebuah mesin, namun tetap saja manusia tidak bisa membuat sebuah mesin melakukan kegiatan berpikir seperti apa yang
dilakukan manusia. Pun demikian, manusia terus percaya dan berusaha mengembangkan sebuah otak komputer menyerupai otak manusia bisa muncul di tahun 2020.2
BEBERAPA TOPIK DAN DISIPLIN BARU
SIFAT ACUAN. Kita sepakat pragmatik bersumber dari positivism, karena itu haruslah referensial. Dalam pragmatik sifat acuan harus jelas (tanda, indeksikal, deiksis).
Fakta harus ditelusuri melalui proposisi-proposisi dan inferensi. Bas van Fraassen percaya bahwa pragmatik dapat menguraikan ‘suasana paradoks’ akibat ketidak pastian
acuan argumen model teori Putnam. Ini merupakan pertanyaan filsafat yang jawabannya dapat diberikan oleh pragmatik.
ANGGAPAN. Logika formal telah memancing munculnya pemikiran tentang anggapan. Anggapan menjadi penting dengan beberapa alasan berikut 1) anggapan
merupakan dasar prinsip dan proses pragmatik, 2) prinsip dan proses pragmatik menolak kerangka yg lain, 3) penelitian logika informal dan argumentasi mendukung sifat
dan fungsi anggapan dalam pragmatik. Dengan memanfaatkan bidang lain seperti filsafat dan psikologi, sifat logis anggapan diharapkan dapat tercapai.
KONSEPSI PRAANGGAPAN. Dalam pragmatik, praanggapan diperoleh dari implikatur dan konteks. Pun demikian, konsep praanggapan yang benar-benar koheren
masih menunggu kemajuan bidang lain, terutama mengenai kerangka dialektika komitmen partisipan yang berubah-ubah dalam dialog.
3
4
Wikanengsih. Memperkukuh Jati Diri Bangsa Yang Berkarakter Melalui Pemakaian Bahasa Indonesia Yang Santun . Jurnal. Tanpa Tahun.. STKIP Siliwangi Bandung
NLP dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
HUBUNGAN KOMUNIKASI DAN KOGNISI. Berapapun banyaknya penjelasan mengenai hubungan komunikasi dan kognisi dalam pragmatik, kita masih membutuhkan
validasi dari berbagai disiplin seperti linguistik klinis dan neurolinguistik. Ilmu adalah satu, dan tidak bisa terpisah-pisah. Semua saling memberi kontribusi dalam kemajuan
bidang yang lain.***
Download